POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)"

Transkripsi

1 POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua) YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ABSTRACT YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA. Food Consumption Pattern on Papua Society (Case Study at Tablanusu Village, Depapre District, Jayapura Residence, Papua Province). Supervised by Siti Madanijah. The general objective of this research was to study the food consumption pattern on Papua society. This research used cross-sectional study design, was held at Tablanusu Village, Depapre District, Jayapura Residence, Papua Province from May to June Total of sample was 48 households which done by sensus survey from number of population (81 households). The result showed that Tablanusu society were common to consume cerealia such as rice (83,1 times/month), tuber such as cassava (9,9 times/month), animal food sources such as aquatic fish (66,8 times/month), plant food sources such as tofu (13,1 times/month), vegetables such as papaya leaves and papaya flower (25,7 times/month), fruits such as banana (10,6 times/month) and dairy product such as skim milk (17,5 times/month). Most of Tablanusu society processed their food by frying, steaming, pan-frying as well as without any cooking process. Most of Tablanusu society acquired their food by purchasing, cultivating and from their environment. There was perception of food taboos among the Tablanusu society. The average consumption of energy and protein on Tablanusu society was 1641±433 kkal and 38,9±12,0 g, respectively. While the average of energy and protein adequacy on Tablanusu society was 75,1±18,1 % and 81±21,5 %, respectively. Most of the subject in Tablanusu society (45,8%) were categorized as clear energy deficient (<70% AKG), whereas most of the subject in Tablanusu society (35,4%) were categorized as clear protein deficient (<70% AKG) and 35,4% as normal. There were no correlation between sosio-economic characteristic and energy and protein adequacy. Keyword : food consumption pattern, Papua society, energy and protein intake

3 RINGKASAN YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA. Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua). Dibimbing oleh Siti Madanijah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pola konsumsi pangan masyarakat Papua. Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain : 1) Mempelajari karakteristik keluarga, 2) Mempelajari frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan keluarga, 3) Mempelajari cara mengolah dan memperoleh pangan keluarga, 4) Mempelajari pantangan pangan (taboo) keluarga, 5) Mempelajari preferensi pangan keluarga, 6) Mempelajari jenis dan jumlah konsumsi serta tingkat kecukupan gizi keluarga dan individu, dan 7) Menganalisis hubungan antara karakteristik ekonomi dengan tingkat kecukupan gizi keluarga. Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode cross sectional study, yang berlokasi di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni Total contoh pada penelitian ini adalah 48 keluarga yang diambil secara sensus dari jumlah populasi keluarga yang ada (81 keluarga) berdasarkan kriteria inklusi yaitu : 1) Penduduk asli Papua, 2) Keluarga lengkap atau utuh yang tinggal dalam rumah tangga yang sama yang terdiri dari kepala keluarga (KK), isteri KK, dan anak, serta 3) Bersedia untuk dijadikan contoh. Rata-rata jumlah anggota keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah sedang (5,4). Sebagian besar (58,3%) umur KK berkisar antara tahun. Begitu pula dengan isteri KK, sebagian besar (62,5%) umur isteri KK berkisar antara tahun. Sebagian besar (35,4%) tingkat pendidikan terakhir KK adalah SMA dan sebagian besar (33,3%) tingkat pendidikan terakhir isteri KK adalah tamat SD. Sebagian besar (40,4%) KK bekerja sebagai nelayan dan sebagian besar (77,1%) isteri KK bekerja sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Papua tahun 2011, sebagian besar (65,6%) masyarakat Kampung Tablanusu termasuk ke dalam kategori tidak miskin. Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan serealia, umbi-umbian, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan dan susu yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah beras (83,1 kali/bulan), singkong (9,9 kali/bulan), ikan laut (66,8 kali/bulan), tahu (13,1 kali/bulan), daun pepaya dan bunga pepaya (25,7 kali/bulan), pisang (10,6 kali/bulan), dan susu bubuk (17,5 kali/bulan). Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu mengolah bahan pangan dengan cara digoreng, direbus, dikukus, ditumis, dan tanpa diolah (tanpa dimasak). Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh kelompok bahan pangan dengan cara pembelian, menanam atau memelihara, dan memperoleh dari alam. Tabu makanan masih berlaku pada masyarakat Kampung Tablanusu, namun jumlahnya sangat sedikit. Beberapa masyarakat Kampung Tablanusu memiliki preferensi terhadap pangan. Rata-rata asupan energi dan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah 1641±433 kkal dan 38,9±12,0 g. Sementara itu, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah 75,1±18,1 % dan 81,5±21,5 %. Sebagian besar (45,8%) tingkat kecukupan energi keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah defisit tingkat berat dan sebagian besar (35,4%) tingkat kecukupan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah

4 defisit tingkat berat dan normal. Rata-rata asupan energi dan protein individu masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah 1616±560 kkal dan 38,2±15,3 g. Sementara itu, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein individu masyarakat Kampung Tablanusu masing-masing adalah 73,9±20,8 % dan 79,8±27,6 %. Sebagian besar (45,9%) tingkat kecukupan energi individu masyarakat Kampung Tablanusu adalah defisit tingkat berat dan sebagian besar (41,2%) tingkat kecukupan protein individu masyarakat Kampung Tablanusu adalah defisit tingkat berat. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan tingkat pendidikan KK (p>0,05) dan isteri KK (p>0,05), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05) dan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan besar keluarga (p>0,05). Mengingat frekuensi konsumsi masyarakat umumnya masih kurang dan konsumsi pangan kurang beragam, maka untuk memperbaiki tingkat kecukupan gizi, perlu diberikan pendidikan kepada masyarakat untuk meningkatkan frekuensi dan keragaman konsumsi pangan.

5 POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua) YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 i Judul Nama Mahasiswa NRP : Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua) : Yulia Nuradha Kartosiana Wasaraka : I Menyetujui, Dosen Pembimbing Skipsi Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP Tanggal lulus :

7 ii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji ujian skripsi. 3. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Papa, Mama dan adik (Iwan) yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan doa yang tulus. 5. Sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka (Merita, Linda Dwi Jayanti, Nurlaely Fitriana, Stephany, Faiz Nur Hanum, Novi Lusiana). 6. Teman seperjuangan (Luminaire), teman satu kelompok Internship Dietetik, teman KKP, teman pembahas seminar (Erna, Alda, Yunica, dan Sri), Reginer s (Mair, Deka, Ka Rahme, Ka Meyji, Ka Icha, Ka Rida, Ka Mey, dll), terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 7. Mam Eka, kakak Magda, Mba Luki, dan Agusta, terima kasih untuk bantuannya selama penelitian. 8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih banyak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan kritik dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini. Bogor, Oktober 2011 Penulis

8 iii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jayapura, Provinsi Papua pada tanggal 14 Juli Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Zainal Arifin Wasaraka dan Rukmini. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Aisiyah tahun Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Yapis Muhammadiyah tahun Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Negeri 02 Jayapura dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis meneruskan ke SMA Negeri 01 Jayapura dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya diterima di Jurusan Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi kemahasiwaan sebagai anggota klub kulinari di Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) dan mengikuti organisasi kerohanian islam di Departemen Gizi Masyarakat. Penulis juga mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti 2 nd ESPENT Fakultas Ekologi Manusia dan seminar nasional SENZASIONAL Departemen Gizi Masyarakat. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Pada bulan Maret 2011, penulis juga melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon.

9 iv DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Kegunaan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Sosial Ekonomi Keluarga... 4 Konsumsi Pangan... 5 Angka Kecukupan Gizi (AKG)... 8 Kebiasaan Makan... 8 Pantangan Pangan (Taboo) Preferensi Pangan KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Pola Konsumsi Pangan Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan Keluarga Cara Mengolah dan Memperoleh Pangan Keluarga Pantangan Pangan (Taboo) Preferensi Pangan Keluarga Konsumsi Pangan Keluarga Hubungan Antar Variabel KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 63

10 v DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengumpulan data Sebaran orang tua berdasarkan kelompok umur Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan Sebaran jenis pekerjaan orang tua Pendapatan per kapita keluarga Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dalam sehari Sebaran Keluarga berdasarkan frekuensi makan bersama dalam sehari Sebaran keluarga berdasarkan anggota keluarga yang menerima prioritas dalam pembagian pangan Sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan dalam keluarga Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan buah-buahan Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan susu Daftar pangan serealia dan cara mengolah yang diterapkan Daftar pangan umbi-umbian dan cara mengolah yang diterapkan Daftar pangan hewani dan cara mengolah yang diterapkan Daftar pangan nabati dan cara mengolah yang diterapkan Daftar pangan sayuran dan cara mengolah yang diterapkan Daftar pangan buah-buahan dan cara mengolah yang diterapkan Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan serealia yang dikonsumsi Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan umbi-umbian yang dikonsumsi Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan hewani yang dikonsumsi Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan nabati yang dikonsumsi Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan sayuran yang dikonsumsi Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan buah-buahan yang dikonsumsi Daftar tabu makanan dan alasannya Daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok bahan pangan... 47

11 vi 32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa... 56

12 vii DAFTAR GAMBAR 1 Model studi preferensi pangan Bagan kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan Cara penarikan contoh Peta Provinsi Papua Jenis pangan sagu yang telah diolah menjadi papeda Jenis pangan talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey Jenis ikan laut (bubara) yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu Jenis sayur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu Keramba yang digunakan masyarakat Kampung Tablanusu untuk memelihara ikan air tawar... 42

13 viii DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner penelitian Rata-rata frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok pangan Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok bahan makanan... 73

14 32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa... 56

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan dan gizi memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan ditujukan untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang kompleks dan berkaitan antara satu dengan yang lain, serta penyebabnya sangat beragam antar daerah dan waktu. Oleh karena itu, pengkajian mengenai keadaan gizi masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting untuk pengembangan program perbaikan pangan dan gizi di masyarakat. Penilaian pola konsumsi pangan merupakan metode yang dapat dilakukan pada kelompok masyarakat di suatu daerah untuk mengetahui keadaan gizi masyarakatnya. Pola konsumsi pangan merupakan suatu kebiasaan tentang makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat sebagai refleksi dari keadaan lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi. Pola makanan masyarakat di Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis bahan makanan yang umum dan dapat diproduksi setempat. Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah pantai, ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat dihasilkan sendiri. Daerah-daerah pertanian padi, masyarakatnya berpola pangan beras, begitu pula dengan daerah-daerah produksi pangan utama jagung seperti Madura dan Jawa Timur bagian selatan, masyarakatnya berpola pangan pokok jagung. Di wilayah Provinsi Papua, secara umum masyarakatnya berpola pangan sagu sebagai bahan pangan pokok, karena sagu merupakan pangan yang banyak berkembang di daerah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Suhardjo et al. (1988), jenis dan jumlah pangan dalam pola konsumsi pangan di suatu wilayah biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan yang ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama atau panjang. Selain faktor lingkungan alam, faktor lingkungan budaya juga dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis pangan, pengolahan pangan, dan cara mengonsumsi pangan (termasuk dengan siapa, kapan, dan dimana) (Baliwati et al. 2004). Indonesia merupakan negara kepulauan dengan masyarakat, kebudayaan, dan agama yang sangat beragam. Kondisi fisik wilayah antar provinsi juga sangat beragam. Bahkan di antara wilayah di dalam satu provinsi juga terdapat keanekaragaman yang besar, baik suku, budaya, agama, dan kondisi fisik

16 wilayah. Hal ini memungkinkan terdapat pula perbedaan dalam pola konsumsi pangan masyarakatnya. Papua merupakan salah satu provinsi yang terletak di wilayah paling timur Indonesia. Provinsi Papua memiliki keragaman yang tinggi dalam kondisi biofisik seperti iklim, topografi, dan vegetasi (Petocz dan Tucker 1987 diacu dalam Kepas 1990). Keragaman ini juga dijumpai dalam kondisi budaya, adat, kepercayaan, dan bahasa (± 250 bahasa daerah). Mengingat adanya keragaman biofisik dan sosial budaya, sehingga menimbulkan variasi agroekosistem, maka hal ini akan mempengaruhi penyebaran jenis dan produktifitas tanaman pangan di berbagai daerah yang pada akhirnya menimbulkan keragaman pola konsumsi pangan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya di Provinsi Papua (Kepas 1990). Pola pangan masyarakat Papua pada umumnya berpola pangan pokok sagu. Hal ini karena jenis tanaman pangan sagu banyak berkembang di wilayah tersebut. Jenis tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi jalar, ubi kayu, dan keladi. Menurut penelitian Apomfires (2002) yang dilakukan di salah satu kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kabupaten Merauke, sagu (bie) merupakan makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat, biasanya diselingi dengan makanan lain seperti pisang, talas, dan nasi yang merupakan makanan yang telah dikenal dan biasa dikonsumsi. Walaupun ada makanan selingan, tetapi sagu tetap diutamakan, karena beberapa orang menyatakan bahwa mengkonsumsi sagu membuat kenyang lebih lama dibandingkan mengonsumsi pisang, nasi, dan talas. Oleh karena pola konsumsi pangan masyarakat merupakan hasil perpaduan berbagai faktor, di antaranya yaitu faktor lingkungan alam dan budaya masyarakat, maka berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk mempelajari pola konsumsi dan konsumsi pangan yang berkaitan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi masyarakat Provinsi Papua. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola konsumsi pangan masyarakat Papua.

17 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain : 1. Mempelajari karakteristik keluarga 2. Mempelajari frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan keluarga 3. Mempelajari cara mengolah dan memperoleh pangan keluarga 4. Mempelajari pantangan pangan (taboo) keluarga 5. Mempelajari preferensi pangan keluarga 6. Mempelajari jenis dan jumlah konsumsi pangan serta tingkat kecukupan gizi keluarga dan individu 7. Menganalisis hubungan antara karakteristik ekonomi dengan tingkat kecukupan gizi keluarga Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan informasi dalam upaya memperbaiki konsumsi pangan masyarakat, serta diharapkan dapat memberikan tambahan informasi tentang keragaman sumber pangan masyarakat di daerah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumsi pangan di daerah Provinsi Papua.

18 TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Sementara itu, menurut Suhardjo (1989) jumlah anggota keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masingmasing anggota keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin adalah yang paling rawan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya terpengaruh oleh kekurangan pangan, sebab semakin besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua. Pendidikan Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih makanan yang murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

19 Orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah (Hardinsyah 1985 diacu dalam Jaenudin 2010). Pekerjaan dan Pendapatan Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk pada umumnya juga meningkat mutunya (Suhardjo 1989). Penduduk dengan tingkat pendapatan yang rendah cenderung memenuhi kebutuhan protein dari bahan makanan nabati, begitu pula sebaliknya, penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi, akan memenuhi kebutuhan protein dari bahan makanan hewani. Hal ini karena protein hewani harganya relatif lebih mahal dibanding dengan protein nabati. Dengan kata lain, tingkat pendapatan akan menentukan akses dalam memperoleh ragam bahan makanan yang membentuk suatu pola konsumsi pangan tertentu. Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan yang dikonsumsi (Soekirman 1994). Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan za-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktifitas fisik (Almatsier 2002). Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan

20 jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992). Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Pengukuran Konsumsi Pangan Secara umum, tujuan dari survei konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan tersebut, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Survei konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan (Suhardjo 1989). Informasi mengenai konsumsi pangan dapat diperoleh dengan cara survei dan akan menghasilkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode-metode pengukuran konsumsi pangan yang bersifat kualitatif antara lain food frequency questionnaire dan dietary history (Baliwati et al. 2004). Selain itu, terdapat pula metode telepon dan metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001). Secara kuantitatif, metode pengumpulan data yang dapat dilakukan antara lain metode recall 24 jam, food records, dan weighing method (Baliwati et al. 2004). Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar konversi bahan makanan (DKBM), atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar ukuran rumah tangga (URT), daftar konversi mentah masak (DKMM) dan daftar penyerapan minyak (DPM) (Supariasa et al. 2001). Berikut merupakan penjelasan mengenai metode pengumpulan data secara kuantitatif (metode recall) dan secara kualitatif (metode frekuensi makanan) : 1. Metode recall Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian konsumsi pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat

21 jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga, setelah itu dikonversikan dalam ukuran berat (gram). Pada metode ini subjek diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam atau sehari yang lalu. Metode ini menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005). Menurut Sediaoetama (2006), Metoda recall biasanya dipergunakan recall tiga hari berturut-turut, yaitu menanyakan semua makanan yang telah dikonsumsi responden selama tiga hari berturut-turut yang baru lalu. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Pewawancara menanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi kemarin, makan siang dan makan malam serta makanan kecil di luar waktu makan tersebut, dan makanan lain yang didapat di luar rumah. Metode ini memiliki kelemahan dalam tingkat ketelitiannya karena keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini bisa digunakan untuk survei konsumsi keluarga bila semua anggota keluarga diwawancarai atau salah satu anggota keluarga yang mengetahui tentang konsumsi anggota keluarga lainnya, biasanya ibu rumah tangga (Suhardjo 1989). 2. Metode frekuensi makanan (food frequency) Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu, diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan (Baliwati et al. 2004). Pada metode ini, dicatat frekuensi atau banyak kali penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu (seminggu, sebulan, atau semusim). Data yang diperoleh bersifat kualitatif. Metode ini berguna untuk mengetahui pola konsumsi pangan seseorang atau keluarga serta untuk mengetahui konsumsi pangan sumber zat gizi tertentu seperti konsumsi pangan sumber vitamin A, konsumsi lemak, dan lain sebagainya (Kusharto dan Sa diyyah 2008). Kelemahan dari metode ini antara lain : (1) Tidak dapat menghasilkan data kuantitatif tentang konsumsi pangan karena pangan yang disantap tidak diukur, (2) Pengisian kuesioner hanya mengandalkan ingatan. Kelebihan metode ini antara lain (1) Relatif murah, (2) Cocok jika diterapkan pada penelitian kelompok besar yang konsumsi pangan setiap hari sangat variatif, dan (3) Pengisian formulir dapat diserahkan pada responden (mudah didistribusikan) (Arisman 2004).

22 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah (1) Defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG), (3) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG), (4) Normal (90-119% AKG), dan (5) Kelebihan (>120% AKG). Menurut Hardinsyah & D Briawan (1994), untuk menghitung kecukupan gizi seseorang dapat mengacu pada faktor kecukupan gizi, yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka kecukupan gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan seseorang. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, distribusi makanan di antara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan, cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Menurut Khumaidi (1989), pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia) antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan dan faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) yang meliputi lingkungan alam, lingkungan budaya dan agama, lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi. Lingkungan Alam Pola makanan masyarakat pada umumnya berasal dari bahan makanan yang umum dan dapat diproduksi daerah setempat. Jenis atau jumlah pangan di suatu wilayah biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan yang ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama atau panjang (Suhardjo 1989). Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah pantai, ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat diproduksi sendiri.

23 Daerah-daerah pertanian padi, masyarakatnya berpola pangan beras. Daerah dengan produksi pangan utama jagung seperti Madura dan Jawa Timur bagian selatan, masyarakatnya berpola pangan jagung. Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Di daerah dengan pola pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan belum makan apabila belum makan nasi, meskipun sudah kenyang oleh makanan lain non beras. Lingkungan Budaya Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan, dan cara-cara makan. Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Nilai-nilai, sikap dan kepercayaan yang ditentukan budaya, merupakan kerangka kerja dimana cara makan, daya terima terhadap makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan dengan tekun kepada setiap generasi berikutnya (Suhardjo 1989). Lingkungan budaya yang berkaitan dengan kebiasaan makan biasanya meliputi nilai-nilai kehidupan rohani dan kewajiban-kewajiban sosial. Budaya menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya, apa saja yang dianggap tabu (pantangan). Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip gizi. Berbagai budaya memberikan peran dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu karena alasanalasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial (Suhardjo 1989). Frekuensi Konsumsi Pangan Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan ada yang terikat pada pola makan tiga kali per hari, tetapi banyak pula yang mengonsumsi pangan antara 5-7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar.

24 Pembagian Makan dalam keluarga Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita, dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, akan tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus, wanita dan anak kecil hanya memperoleh pangan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Jika terjadi kekurangan pangan yang parah dalam rumah tangga karena sebab-sebab seperti panceklik, kelaparan, kemiskinan yang khronis atau suatu musibah yang lain, kecukupan gizi anggota keluarga mungkin terganggu. Bayi, anak-anak yang masih muda, dan wanita selama tahun-tahun penyapihan, pengaruh tambahan dari pembagian makanan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan (Suhardjo 1989). Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah sangat penting untuk mencapai gizi baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang di dalam keluarga. Anak, wanita yang mengandung dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Orang tua memerlukan pangan yang akan membantu memperbaiki jaringan tubuh yang usang dan robek. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi dan zat makanan yang cukup (Suhardjo 1988). Pantangan Pangan (Taboo) Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu yang berdasarkan agama bersifat absolut, tidak dapat ditawar bagi penganut agama atau kepercayaan tersebut, sedangkan pantangan atau tabu lainnya masih dapat diubah atau dihilangkan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang (Suhardjo 1989).

25 Tabu berasal dari polynesia yang berarti suatu larangan yang ditujukan terhadap mahkluk tertentu atau benda tertentu yang tidak boleh disentuh atau dimakan. Larangan ini biasanya karena tradisi. Banyak faktor yang mendasari tabu makanan, misalnya karena magis, kepercayaan, takut berkomunikasi, kesehatan, dan lain-lain. Masyarakat mengenal bermacam-macam tabu makanan yang diklasifikasikan sebagai berikut (Suhardjo 1989) : 1. Menurut waktu meliputi tabu yang bersifat permanen dan tabu yang bersifat sementara. 2. Menurut besarnya kelompok, tabu dapat dibagi dalam : - Tabu bagi seluruh anggota masyarakat - Tabu bagi kelompok-kelompok tertentu di dalam sistem kekerabatan - Tabu bagi kelompok profesi sosial - Tabu berdasarkan kelas sosial - Tabu menurut jenis kelamin - Tabu bagi individu-individu tertentu 3. Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup, meliputi : - Tabu pada saat hamil - Tabu pada saat menyapih bayi - Tabu pada saat sesudah menyapih bayi - Tabu pada saat puber - Tabu pada saat menderita penyakit Beberapa jenis bahan makanan dilarang untuk dikonsumsi oleh anakanak, ibu hamil, ibu menyusui, ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan yang bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat, terutama anak-anak. Tabu berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan emosi sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar tabu makanan terutama dianut oleh para wanita atau dikenakan pada anak-anak yang masih di bawah perlindungan dan asuhan wanita tersebut. Praktis semua tabu makanan berhubungan dengan status kesehatan (Suhardjo 1989). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jaenudin (2010), diketahui bahwa suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu memiliki pantangan

26 terhadap pangan hewani karena alasan spiritual, yang dalam ajarannya sesama makhluk bernyawa (manusia dan hewan) dilarang saling membunuh bahkan menyakiti. Preferensi Pangan Setiap masyarakat mengembangkan cara turun temurun untuk mencari, memilih dan menangani, menyiapkan, menyajikan dan mengkonsumsi makanan yang dihidangkan. Hal ini dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian perilaku yang berakar di antara kelompok penduduk. Bersamaan dengan pangan yang disajikan dan diterima langsung atau tidak langsung anak-anak menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan (Suhardjo 1989). Menurut Pilgrin (1957) diacu dalam Suhardjo (1989), preferensi pangan (food preferences) adalah tindakan atau ukuran suka atau tidak suka seseorang terhadap pangan. Fisiologi, perasaan dan sikap integrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Preferensi yang bersifat positif berarti penerimaan terhadap pangan tersebut. Preferensi ini dapat berubah dan dapat dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis terutama pada orang-orang muda dan akan permanen bila telah memiliki gaya hidup yang kuat (Sanjur 1982). Suatu makanan memenuhi selera atau tidak bukan hanya ditentukan oleh fisik pangan, akan tetapi karena pengaruh sosial budaya. Faktor penting dalam pemilihan pangan adalah flavor yang meliputi bau, tekstur, dan suhu. Penampilan yang meliputi warna dan bentuk juga akan mempengaruhi sikap terhadap pangan. Selain pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan (warna atau bentuk), kesukaan pribadi semakin terpengaruh oleh pendekatan melalui media radio, televisi, pamflet, iklan dan bentuk media massa lain (Suhardjo 1989). Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) diacu dalam Suhardjo (1989), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu karakteristik individu, karakteristik pangan, dan karakteristik lingkungan. Suatu model atau kerangka pemikiran yang dapat mempelajari konsumsi pangan kaitannya dengan berbagai karakteristik tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

27 Konsumsi Pangan Preferensi Pangan Karakteristik Individu Karakteristik pangan Karakteristik Lingkungan Umur Rasa Musim Jenis kelamin Rupa Pekerjaan Pendidikan Tekstur Mobilitas Pendapatan Harga Perpindahan Pengetahuan Tipe makanan penduduk gizi Bentuk Tingkat sosial Keterampilan Bumbu pada memasak Kombinasi masyarakat Kesehatan makanan Gambar 1 Model studi preferensi konsumsi pangan

28 KERANGKA PEMIKIRAN Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam bahan makanan yang umum dikonsumsi suatu masyarakat. Pola konsumsi pangan masyarakat merupakan refleksi dari ketersediaan pangan daerah tersebut, akses, dan preferensi masyarakat terhadap bahan makanan yang dikonsumsi. Pola konsumsi masyarakat dapat berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lainnya, karena pola yang terbentuk merupakan hasil perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia). Yang termasuk faktor ekstrinsik antara lain lingkungan alam, sosial, budaya, agama, dan ekonomi. Lingkungan alam dapat mempengaruhi produksi jumlah dan jenis pangan yang tersedia di suatu daerah. Hal ini karena keragaman kondisi biofisik wilayah seperti topografi, iklim, dan curah hujan antar daerah akan menimbulkan variasi agroekosistem, yang akan mempengaruhi penyebaran jumlah dan jenis produktifitas tanaman pangan. Perbedaan produksi jenis dan jumlah pangan di suatu daerah, akan menyebabkan perbedaan pola konsumsi pangan masyarakatnya. Selain faktor lingkungan alam, faktor lingkungan budaya juga dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat, dimana budaya dapat menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya dan apa saja makanan yang dianggap sebagai pantangan (taboo), serta bagaimana cara mengolah, menyiapkan, dan mengonsumsi makanan tersebut. Adapun yang termasuk faktor intrinsik antara lain faktor asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan. Preferensi pangan adalah tindakan atau ukuran suka atau tidak suka seseorang terhadap makanan. Fisiologi, perasaan, dan sikap integrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka ataupun tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Karakteristik sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga juga dapat mempengaruhi konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan. Seseorang dengan pendidikan tinggi

29 cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Seseorang dengan pendapatan keluarga meningkat, penyediaan bahan pangan juga meningkat mutunya. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga. Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan. Jika konsumsi pangan tercukupi, maka semua kebutuhan energi, protein, dan zat gizinya diharapkan dapat menghasilkan status gizi yang baik dan terhindar dari masalah kesehatan kurang gizi. Sebaliknya, jika zat gizi tidak tercukupi, maka semua kebutuhan energi, protein dan zat gizinya akan menghasilkan status gizi kurang dan rawan terhadap masalah kesehatan kurang gizi. Selain konsumsi pangan, infeksi penyakit dan kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan juga dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Keterkaitan antara beragam faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan dapat dilihat pada Gambar 2.

30 Lingkungan Alam Topografi Curah hujan Iklim Lingkungan Budaya Cara memperoleh pangan Cara mengolah pangan Cara mengonsumsi pangan (dengan siapa, dimana, dan kapan) Pantangan pangan (Taboo) Jumlah dan jenis produksi pangan POLA KONSUMSI PANGAN Preferensi Pangan Karakteristik sosial ekonomi - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Besar keluarga Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi Status gizi - Asosiasi emosional - Keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit - Penilaian yang lebih terhadap mutu makanan. Pelayanan Kesehatan Infeksi Penyakit Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 2 Bagan kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan

31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Penelitian ini merupakan penelitian lapang yang dilakukan di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan alasan sebagai berikut: 1) Lokasi jauh dari perkotaan, 2) Memiliki kondisi fisik wilayah yang unik yaitu dikelilingi pegunungan, danau dan laut, dan 3) Kemudahan akses. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di lokasi penelitian. Pemilihan contoh dilakukan secara sensus yaitu mengambil semua sampel yang sesuai dengan kriteria. Kriteria inklusi contoh yaitu : 1) Penduduk asli Papua, 2) Keluarga lengkap atau utuh yang tinggal dalam rumah tangga yang sama yang terdiri dari kepala keluarga (KK), isteri KK, dan anak, dan 3) Bersedia untuk dijadikan contoh. Responden dalam penelitian ini adalah isteri dari KK atau ibu rumah tangga, karena ibu memiliki peranan dalam mempersiapkan makanan, mulai dari mengatur menu, berbelanja, memasak, meyiapkan atau menghidangkan makanan, dan mendistribusikan makanan (Suhardjo 1989). Total contoh pada penelitian ini adalah sebanyak 48 keluarga (257 Jiwa) yang diperoleh dari 81 populasi keluarga yang berada di Kampung Tablanusu. Pemilihan contoh diharapkan dapat mewakili populasi dari wilayah tersebut. Cara penarikan contoh disajikan pada Gambar 3. Populasi Keluarga (81 Keluarga) Kriteria inklusi 48 Keluarga Gambar 3 Cara penarikan contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara, observasi langsung terhadap responden, yaitu ibu rumah tangga dan anggota keluarga

32 lainnya yang dianggap perlu. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data primer meliputi : 1. Data karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga). 2. Data mengenai konsumsi pangan keluarga meliputi jenis pangan dan jumlah konsumsi pangan. 3. Data mengenai pola konsumsi pangan keluarga meliputi frekuensi konsumsi pangan, frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan, cara memperoleh pangan, cara mengolah pangan, preferensi pangan (pangan yang disukai), dan pantangan pangan serta alasannya. Jenis data karakteristik sosial ekonomi contoh diperoleh dengan teknik wawancara dengan menjawab pertanyaan pada kuesioner yang telah disiapkan. Jenis data mengenai konsumsi pangan diperoleh melalui wawancara menggunakan metode recall 1x24 jam. Data yang dikumpulkan yaitu jumlah pangan yang dikonsumsi dan dinyatakan dalam satuan ukuran rumah tangga (URT), seperti nasi (piring), lauk (potong, buah, butir), sayur (mangkuk), buah (buah, iris, biji), dan sebagainya. Jenis data mengenai frekuensi konsumsi pangan, frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan, cara memperoleh, dan mengolah pangan diperoleh melalui wawancara menggunakan food frequency questionnaire (FFQ) konsumsi pangan selama satu bulan terakhir. Data mengenai preferensi pangan dan pantangan pangan (taboo) diperoleh dengan teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Data sekunder adalah data tentang keadaan umum geografis dan karakteristik demografi yang diperoleh dari kantor kecamatan lokasi penelitian. Tabel 1 menunjukkan jenis data yang dikumpulkan dan cara pengumpulannya. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel Data Jenis Data Karakteristik sosial ekonomi Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Primer Cara Pengumpulan Data Wawancara Konsumsi pangan Jenis pangan Jumlah konsumsi pangan Primer Recall 1 x 24 jam, wawancara

33 Variabel Data Jenis Data Pola konsumsi pangan Keadaan umum lokasi penelitian Frekuensi konsumsi pangan Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan Cara memperoleh pangan Cara mengolah pangan Preferensi pangan Pantangan pangan (taboo) dan alasannya Primer Sekunder Cara Pengumpulan Data Wawancara dan food frequency questionnaire (FFQ) Kantor kecamatan dan desa Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia dengan menggunakan Microsoft excel 2007 dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) 16.0 for Windows. Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, dan analisis. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedangkan analisis statistik korelasi digunakan untuk menguji hubungan antar variabel. Pekerjaan orang tua. Data jenis pekerjaan orang tua yang dikategorikan menjadi petani, nelayan, PNS, wirausaha, karyawan swasta, perangkat desa, dan tidak bekerja. Pendidikan orang tua. Data tingkat pendidikan terakhir orang tua yang dikategorikan menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan perguruan tinggi. Pendapatan per kapita keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga dan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Data konsumsi pangan diperoleh dengan metode recall 1x24 jam yang meliputi jumlah dan jenis pangan, kemudian dikonversikan ke dalam kandungan zat gizi, yaitu energi (kkal) dan protein (g). Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung dengan membandingkan konsumsi energi dan protein dengan angka kecukupan gizi

34 (AKG) yang dianjurkan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat kecukupan energi dan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & D Briawan 1994) : Tingkat kecukupan energi dan zat gizi = Konsumsi energi dan zat gizi aktual AKG yang dianjurkan x 100 % Pengukuran tingkat kecukupan energi dan protein keluarga digambarkan kecukupan energi dan protein per kapita per hari. Proses ini dilakukan terpisah untuk setiap keluarga. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein keluarga dapat digunakan cara seperti di atas, akan tetapi didata dahulu jumlah anggota keluarga beserta umur, jenis kelamin, dan berat badan masing-masing anggota keluarga. Dari data tersebut kemudian dihitung tingkat kecukupan energi dan protein masing-masing individu di dalam keluarga. Kemudian hasil perhitungan dijumlahkan dari masing-masing anggota keluarga. Angka penjumlahan yang didapatkan merupakan angka kecukupan energi dan protein keluarga tersebut (Nasution Amini dan Riyadi 1995). Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah : (1) Defisit tingkat berat (<70% AKG) (2) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) (3) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) (4) Normal (90-119% AKG) (5) Kelebihan (>120% AKG). Definisi Operasional Keluarga adalah sekelompok manusia dalam suatu rumah tangga yang terdiri dari KK, isteri KK serta anak dan anggota keluarga lainnya yang hidup dari pengelolaan sumberdaya keluarga yang bersangkutan. Karakteristik sosial ekonomi adalah karakteristik keluarga yang terdiri dari pendidikan terakhir orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita keluarga, dan besar keluarga. Pekerjaan orang tua. Data jenis pekerjaan orang tua yang dikategorikan menjadi petani, nelayan, PNS, wirausaha, karyawan swasta, perangkat desa dan tidak bekerja.

35 Pendapatan per kapita keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga dan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendidikan orang tua adalah data tingkat pendidikan orang tua yang diolah dengan mengelompokkannya menjadi lima kategori yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan perguruan tinggi. Frekuensi konsumsi pangan adalah berapa kali individu mengonsumsi makanan lengkap dalam waktu sehari. Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan adalah derajat keseringan mengonsumsi pangan dalam satu bulan terakhir. Tabu makanan adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi suatu jenis pangan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atas hukuman terhadap orang yang melanggarnya. Preferensi pangan adalah tingkat kesukaan keluarga contoh terhadap jenis pangan tertentu, termasuk pangan yang disukai. Tingkat kecukupan energi atau protein adalah persentase energi atau protein yang dikonsumsi per kapita per hari dibagi dengan angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan.

36 Gambaran Umum Provinsi Papua HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Gambar 4 Peta Provinsi Papua Papua merupakan provinsi yang terletak di wilayah paling timur Indonesia. Provinsi Papua memiliki luas wilayah km 2 yang membawahi 19 kabupaten dan 1 kota dengan 250 kecamatan. Secara geografis Provinsi Papua terletak pada Bujur Timur dan Lintang Utara Lintang Selatan (BPS 2007). Jumlah penduduk di provinsi ini mencapai Jiwa dengan komposisi orang pria dan orang wanita. Mayoritas penduduk lokal memiliki pendidikan rendah, hal ini dapat dibaca dari tingginya (52%) jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (Anonim 2009). Provinsi Papua memiliki keragaman yang tinggi dalam kondisi biofisik seperti iklim, topografi, dan vegetasi (Petocz dan Tucker 1987 diacu dalam Kepas 1990). Keragaman ini juga dijumpai dalam kondisi budaya, adat, kepercayaan, dan bahasa (± 250 bahasa daerah). Wilayah ini memiliki delapan zone ekosistem yaitu rawa pasang surut, rawa air tawar, jalur pantai laut, sabana dan padang rumput, hutan tropik basah, hutan montane bawah, hutan montane atas, dan pegunungan alpin. Wilayah ini memiliki iklim tropik basah, kondisi iklim daerah sangat dipengaruhi oleh topografi yang tidak rata. Provinsi Papua terdapat banyak suku dan di antara suku-suku tersebut masih sulit bekerja sama. Beberapa suku yang cukup besar di antaranya adalah suku Arfak, Dani, Yali, Asmat, dan Ekagi (Boelaars 1986 diacu dalam Kepas 1990). Setiap suku mempunyai karakteristik dalam memanfaatkan sumberdaya,

37 sehingga menghasilkan sistem pertanian yang berbeda. Kebutuhan hidup masyarakat Papua umumnya dipenuhi dari kegiatan bercocok tanam, meramu, peternakan, dan perikanan. Jenis tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi jalar, ubi kayu, dan keladi. Di dataran rendah, tanaman tersebut ditumpangsarikan dengan tebu, pisang, jagung, dan sebagainya. Masyarakat pegunungan mengusahakan kentang, bawang merah atau bawang putih, serta sayuran lainnya, seperti yang dilakukan di sekitar Pegunungan Arfak atau di Pegunungan Jayawijaya (Kepas 1990). Gambaran Umum Kampung Tablanusu, Distrik Depapre Distrik Depapre adalah salah satu distrik yang berada di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Distrik ini terletak di sebelah utara dari Kabupaten Jayapura dan berbatasan dengan Samudera Pasifik yaitu di sepanjang pesisir pantai dan di bawah gunung Dafonsoro Utara (Cycloop). Daerah ini beriklim tropis, memiliki dua musim yaitu musim kemarau dari bulan April-September dan musim hujan dari bulan Oktober-Maret. Curah hujan rata-rata mm/tahun dan jumlah hari hujan tertinggi berkisar 167 hari. Suhu udara rata-rata berkisar antara 20,5 0-34,4 0 C. Kondisi topografinya, memiliki wilayah sebagian besar berbukit-bukit dengan kemiringan lereng berkisar ke arah utara dan mempunyai dataran atau lembah yang cukup luas. Letak Distrik Depapre di atas permukaan bukit antara m di atas permukaan laut. Luas wilayah Distrik Depapre adalah 187,34 km 2 dan secara geografis terletak antara 2 0,43-2 0,43 lintang selatan dan 140 0, ,41 bujur timur. Distrik Depapre memiki tujuh kampung yaitu Kampung Kendate, Kampung Entiyebo (Tablanusu), Kampung Waiya, Kampung Tablasupa, Kampung Yepase, Kampung Wambena, dan Kampung Yewena. Masyarakat Depapre dalam sistem kekerabatan, menganut sistem kepemimpinan ondoafi (kepala suku). Masyarakat ini memiliki suku tanah merah (Tepra) yang menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu keturunan ditarik melalui garis keturunan laki-laki (ayah). Rata-rata masyarakat Depare berpendidikan rendah karena faktor kemampuan ekonomi yang rendah dan faktor jauhnya jangkauan transportasi dari kampung ke pusat kota atau tempat pendidikan selanjutnya (SMP dan SMA), minimya sarana transportasi baik melaui darat maupun laut dan faktor dorongan mental dari orang tua kurang mendukung.

38 Entiyebo atau Tablanusu merupakan salah satu kampung yang berada di Distrik Depapre, kampung ini memiliki luas wilayah sebesar 230,5 ha dengan ketinggian 5 m dari permukaan laut. Pada sebelah utara, kampung ini berbatasan dengan Lautan Pasifik, sebelah selatan dengan Kampung Maribu, sebelah barat dengan Kampung Kendate dan sebelah timur berbatasan dengan Kampung Waiya. Topografi daerah ini adalah pantai. Kampung ini memiliki tingkat populasi sebesar 394 Jiwa dengan 81 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu bekerja sebagai nelayan, dimana pada umumnya masih menggunakan pola penangkapan ikan secara tradisional. Masyarakat masih mencari ikan di laut menggunakan alat-alat yang masih sederhana sehingga hasil tangkapannya belum maksimal. Masyarakat Kampung Tablanusu ada yang bekerja sebagai petani. Jenis tanaman pangan yang dihasilkan adalah cokelat, mangga, durian, langsat, duku, rambutan, nangka, salak, pisang, dimana bibit-bibit tanaman yang dihasilkan tersebut diberikan oleh pemerintah daerah setempat sebagai program pemberdayaan masyarakat. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Rumah tangga adalah sekumpulan orang yang terdiri dari seorang ayah, ibu, anak, dan orang lain atau keluarga yang tinggal di bagian atau keseluruhan bangunan fisik dari suatu rumah dan mengkonsumsi makanan dari satu dapur atau sekelumpulan orang yang tinggal di bawah satu atap dan melakukan aktifitas bersama-sama dengan seluruh anggota rumah tangga (Sukandar 2007). Menurut Sanjur (1982), jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran untuk pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga. Total jumlah sampel keluarga dalam penelitian ini adalah 48. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga adalah sedang (5,4) (Hurlock 1998). Hal ini dapat disebabkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu sudah cukup berpartisipasi dalam program keluarga berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah.

39 Umur Orang Tua Responden pada penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di Kampung Tablanusu. Berikut merupakan sebaran orang tua yaitu KK dan isteri KK berdasarkan kelompok umur. Tabel 2 Sebaran orang tua berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur (tahun) KK Isteri KK n % n % ,3 5 10, , , , , ,4 3 6,3 Total , ,0 Rata-rata ± SD 47,7 ± 11,4 43,9 ± 10,2 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa persentase terbesar umur KK di Kampung Tablanusu adalah pada kelompok umur tahun yaitu sebesar 58,3%, sedangkan persentase umur terendah berada pada kelompok umur tahun, yaitu hanya sebesar 6,3%. Rata-rata umur KK adalah 47 tahun. Begitu pula dengan persentase umur terbesar isteri KK yaitu berada pada kelompok umur tahun, dengan persentase sebesar 62,5%. Rata-rata umur isteri KK adalah 43 tahun. Kelompok umur tersebut termasuk ke dalam kelompok umur dewasa madya (WKNPG 2004). Sebagian besar umur responden dalam usia reproduktif, dimana memiliki kecenderungan untuk lebih giat bekerja sehingga bisa menghasilkan pendapatan yang lebih untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih makanan yang murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996). Berikut merupakan sebaran tingkat pendidikan KK dan isteri KK.

40 Tabel 3 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat KK Umur Isteri KK Umur Pendidikan n % (tahun) n % (tahun) Tidak sekolah 2 4,2 58,5±6,4 1 2,1 62,0±0 Tidak tamat SD 3 6,3 54,3±10,1 6 12,5 52,3±9,2 Tamat SD 14 29,2 53,8±8, ,3 46,7±8,4 SMP 7 14,6 48,3±9, ,8 40,9±8,1 SMA 17 35,4 39,5±9, ,0 38,1±11,5 Perguruan Tinggi 5 10,4 49,8±14,5 3 6,3 39,7±2,1 Total ,0 47,7 ± 11, ,0 43,9 ± 10,2 Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan terakhir KK di Kampung Tablanusu adalah SMA dengan persentase sebesar 35,4%, sedangkan hanya sebesar 4,2% KK yang tidak bersekolah. Persentase terbesar untuk tingkat pendidikan isteri KK adalah tamat SD dengan persentase sebesar 33,3%, sedangkan isteri KK yang tidak bersekolah hanya sebesar 2,1%. Rata-rata KK dan isteri KK yang tidak sekolah usianya sudah tua, dengan rata-rata usia masing-masing yaitu 58 dan 62 tahun. Faktor yang dapat menyebabkan orang tua tidak sekolah atau hanya tamat SD dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi adalah faktor kemampuan ekonomi yang rendah dan faktor jauhnya jangkauan transportasi dari kampung ke pusat kota atau tempat pendidikan selanjutnya (SMP dan SMA), minimnya sarana transportasi baik melaui darat maupun laut dan faktor dorongan mental dari orang tua kurang mendukung. Jenis Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk pada umumnya juga meningkat mutunya (Suhardjo 1989). Jenis pekerjaan masyarakat Kampung Tablanusu cukup beragam, mulai dari sebagai nelayan, petani, pegawai negeri sipil (PNS), wirausaha, perangkat desa, wirausaha, dan pensiunan PNS. Jenis pekerjaan pada masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 4.

41 Tabel 4 Sebaran jenis pekerjaan orang tua Jenis pekerjaan KK Isteri KK n % n % Petani 0 0,0 2 4,2 Nelayan 19 40,4 0 0,0 Petani dan nelayan 11 23,4 0 0,0 PNS 8 17,0 4 8,3 Wirausaha 0 0,0 4 8,3 Perangkat desa 4 8,5 0 0,0 Pensiunan PNS 3 6,4 1 2,1 Ibu Rumah tangga 0 0, ,1 Karyawan swasta 2 4,3 0 0,0 Total , ,0 Berdasarkan tabel di atas, secara umum mayoritas KK bekerja sebagai nelayan dengan persentase sebesar 40,4%. Adapun KK yang bekerja sebagai nelayan merangkap sebagai petani adalah sebesar 23,4%, sedangkan kepala KK yang bekerja sebagai PNS sebesar 17,0%, sisanya bekerja sebagai perangkat desa, pensiunan PNS dan karyawan swasta. Sementara itu, sebagian besar jenis pekerjaan isteri KK adalah sebagai ibu rumah tangga dengan persentase sebesar 77,1%, sisanya bekerja sebagai PNS, wirausaha, petani, dan pensiunan PNS. Faktor alam yang mendukung sebagai daerah dengan topografi pantai, disertai pendidikan yang rendah yaitu hanya tamat SD (tidak memiliki keahlian khusus) merupakan alasan yang melatarbelakangi sebagian besar KK memilih bekerja sebagai nelayan. Pendapatan Per Kapita Keluarga Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Garis kemiskinan daerah pedesaan Provinsi Papua yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Papua tahun 2011 adalah sebesar Rp /kapita/bulan. Pendapatan per kapita keluarga masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada tabel berikut.

42 Tabel 5 Sebaran pendapatan per kapita per bulan keluarga berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Papua Kategori n % Miskin (< Rp /kap/bln) 17 35,4 Tidak miskin (> Rp /kap/bln) 31 65,6 Total ,0 Rata-rata ± SD Rp ± Pendapatan per kapita per bulan keluarga berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Papua pada masyarakat Kampung Tablanusu sebesar 65,6% dalam kategori tidak miskin dan sebesar 35,4% dalam kategori miskin. Rata-rata pendapatan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah sebesar Rp /kapita/bulan. Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, mayoritas pekerjaan masyarakat Kampung Tablanusu adalah sebagai nelayan yang pendapatannya tidak menentu. Pendapatan tergantung dari jumlah tangkapan ikan yang diperoleh, jika jumlahnya lebih banyak maka pendapatan akan lebih tinggi. Jumlah tangkapan ikan yang diperoleh tergantung pada musimnya, dimana pada musim kemarau jumlah tangkapan ikan lebih banyak dibanding musim hujan. Hal ini disebabkan oleh pada musim kemarau, waktu penangkapan tidak dibatasi oleh faktor cuaca (Junaidi 1997). Profesi selain sebagai nelayan adalah PNS dan karyawan swasta yang pendapatannya lebih konstan. Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan bahwa jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, distribusi makanan di antara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan, dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya.

43 Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Pola konsumsi pangan disini meliputi frekuensi konsumsi pangan di dalam keluarga. Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, dan kali per bulan. Akan tetapi, pada penelitian ini frekuensi konsumsi pangan keluarga diukur dalam satuan kali per hari dengan metode recall dan bertanya langsung kepada responden. Frekuensi konsumsi pangan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dalam sehari Frekuensi n % , ,9 Total ,0 Frekuensi konsumsi pangan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu, dimana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memiliki frekuensi konsumsi pangan yaitu dua kali dalam sehari dengan persentase sebesar 52,1%. Keluarga yang memiliki frekuensi konsumsi pangan dua kali dalam sehari, biasanya dilakukan pada siang dan malam hari. Masyarakat Kampung Tablanusu hanya mengkonsumsi makanan selingan seperti roti dan beraneka kue (donat, bakpao, kue sendok), serta didampingi dengan minuman hangat seperti teh, kopi atau susu pada saat sarapan. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor ekonomi dan tidak biasanya sarapan dengan pangan pokok (nasi). Kebiasaan Makan Bersama Keluarga Kebiasaan makan bersama dalam keluarga, menurut Tan, et al. (1979) diacu dalam Sukandar (2007) adalah sebuah kebiasaan sangat penting untuk dilakukan karena banyak keuntungan yaitu mereka dapat mengkonsumsi makanan yang sama secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga dan setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk berkomunikasi satu sama lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama di dalam keluarganya, dapat terlihat dari persentase kebiasaan makan bersama keluarga yaitu sebesar 93,8%. Selain itu, sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama dalam keluarga sebanyak dua kali

44 dalam sehari, hal ini ditunjukkan dengan persentase frekuensi makan bersama dalam keluarga yaitu sebesar 83,3%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi makan bersama dalam sehari Frekuensi n % 0 3 6, , , ,3 Total ,0 Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama pada pagi dan malam hari, yaitu pada makan pagi (sarapan) dan makan malam, hal ini disebabkan oleh pada siang hari KK tidak berada di rumah karena sedang bekerja, sedangkan anak-anak sedang bersekolah. Kebersamaan merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat Kampung Tablanusu memilih untuk menerapkan kebiasaan makan bersama di dalam keluarga. Prioritas Pangan dalam Keluarga Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita, dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah sangat penting untuk mencapai gizi baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang di dalam keluarga. Anak, wanita yang mengandung, dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Orang tua memerlukan pangan yang akan membantu memperbaiki jaringan tubuh yang usang dan robek. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi dan zat makanan yang cukup (Suhardjo 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tidak menerapkan prioritas pangan di dalam keluarga, yang berarti setiap anggota keluarga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase tidak adanya prioritas pangan dalam keluarga sebesar 75,0%.

45 Tabel 8 menggambarkan pembagian pangan dalam keluarga menurut individu yang diutamakan. Sebesar 75,0% keluarga yang tidak mengutamakan seorang pun untuk mendapatkan prioritas dalam pembagian pangan, sedangkan sebesar 18,8% keluarga yang mengutamakan KK dalam pembagian pangan, sisanya sebesar 4,2% mengutamakan anak, dan sebesar 2,1% mengutamakan KK dan anak. Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan anggota keluarga yang menerima prioritas dalam pembagian pangan Anggota rumah tangga yang mendapat prioritas n % Tidak seorang pun 36 75,0 Kepala keluarga 9 18,8 Anak 2 4,2 Kepala keluarga dan anak 1 2,1 Total ,0 Kebiasaan Sarapan Keluarga Sarapan (makan pagi) adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktifitas fisik pada pagi hari (Khomsan 2005). Menurut beberapa kajian, frekuensi konsumsi pangan yang baik adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini karena tidak mungkin seseorang memenuhi kebutuhan gizinya hanya dari satu atau dua kali makan setiap harinya. Waktu makan yang sering ditinggalkan adalah makan pagi (Madanijah 1994). Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Ada dua manfaat sarapan diantaranya yaitu sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik, sehingga berdampak positif terhadap produktifitas kerja. Manfaat sarapan yang kedua adalah sarapan dapat memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Jika hal ini terjadi maka tubuh akan membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan lemak tubuh. Berikut merupakan sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan masyarakat Kampung Tablanusu.

46 Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan dalam keluarga KK Isteri KK Anak Kebiasaan sarapan n % n % n % Sering 45 93, , ,8 Jarang 3 6,3 3 6,3 3 6,3 Total , , ,0 Berdasarkan hasil pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa baik KK, isteri KK, dan anak sering menerapkan kebiasaan sarapan di pagi hari dengan persentase sebesar 93,8%. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan sarapan dikarenakan agar memiliki tenaga untuk persiapan bekerja. Ada beberapa masyarakat yang mengkonsumsi pangan pokok seperti nasi pada saat sarapan, akan tetapi ada pula masyarakat yang hanya mengkonsumsi roti dan beraneka kue (donat, bakpao, dan kue sendok), serta didampingi dengan minuman hangat seperti teh, kopi, atau susu. Menurut khomsan (2005), jenis makanan untuk sarapan akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang dan bila sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri nasi, sayur atau buah, lauk pauk, dan susu dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral. Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan Keluarga Konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor agroekosistem, dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang diproduksi di daerah lokalnya (Sukandar 2007). Selain itu, faktor budaya juga dapat mempengaruhi nilai sosial dari setiap jenis pangan yang ada. Berikut merupakan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 10 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia Jenis serealia Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Beras/Nasi 83, ,0 Mie Instan 13, ,8 Tepung terigu 10, ,7 Jagung 4, ,3 Sagu 17, ,7 Roti 15, ,7 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa beras merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu dengan rata-rata frekuensi konsumsi yaitu 83,1 kali per bulan, sedangkan sagu hanya

47 dikonsumsi 17,7 kali per bulan. Hal ini dapat dikarenakan oleh beras lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan sagu. Diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan waktu yang lama dalam memproduksi sagu hingga layak untuk dikonsumsi, sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi beras yang lebih mudah diperoleh (banyak dijual). Selain itu, beberapa masyarakat Kampung Tablanusu berpendapat bahwa mengkonsumsi beras dapat memberikan rasa kenyang lebih lama dibandingkan dengan mengkonsumsi sagu. Pangan serealia yang jarang dikonsumsi adalah jagung dengan rata-rata frekuensi konsumsi hanya 4,0 kali per bulan. Berikut merupakan rata-rata frekuensi konsumsi pangan umbi-umbian masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 11 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian Jenis umbi-umbian Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Singkong 9, ,9 Betatas/Ubi jalar 6, ,5 Kentang 0, ,3 Talas/keladi 6, ,5 Jenis pangan umbi-umbian yang sering dikonsumsi adalah singkong dengan rata-rata frekuensi konsumsi 9,9 kali per bulan. Sementara itu, jenis pangan umbi-umbian yang paling jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah kentang, dimana rata-rata frekuensi konsumsi kentang hanya 0,5 kali per bulan. Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, dan talas biasanya dikonsumsi sebagai cemilan atau makanan ringan di sore hari. Jenis pangan tersebut banyak ditanam di pekarangan rumah masyarakat Kampung Tablanusu, sehingga mudah untuk diperoleh tanpa harus mengeluarkan uang untuk membeli. Kentang tidak ditanam di daerah Kampung Tablanusu, biasanya di olah menjadi sayur sop. Tabel 12 menggambarkan frekuensi konsumsi pangan hewani masyarakat Kampung Tablanusu. Jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah ikan laut dengan ratarata frekuensi konsumsi adalah 66,8 kali per bulan. Hal ini dikarenakan oleh sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu bekerja sebagai nelayan, sehingga mudah untuk memperoleh ikan laut. Selain ikan laut, telur ayam juga sering dikonsumsi dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 18,4 kali per bulan. Jenis pangan hewani yang jarang dikonsumsi adalah daging babi, daging kambing, dan daging sapi. Hal ini karena ketiga pangan hewani tersebut tidak

48 tersedia di pasar. Pangan hewani yang diperjualbelikan di pasar hanya daging ayam, telur, dan ikan, sedangkan daging babi, daging sapi, dan daging kambing tidak tersedia. Masyarakat Kampung Tablanusu mengaku bahwa hanya mengkonsumsi daging babi, daging kambing, dan daging sapi jika diselenggarakan acara kampung di daerahnya. Tabel 12 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani Jenis pangan hewani Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Daging sapi 0,1 3 6,3 Daging kambing 0,0 1 2,1 Daging babi 1, ,4 Daging Ayam 2, ,8 Telur Ayam 18, ,5 Ikan air laut 66, ,9 Ikan air tawar 10, ,9 Udang 0,6 8 16,7 Kerang/bia 2, ,8 Cumi 1, ,3 Ikan Asin 0,0 2 4,2 Kepiting 0,5 8 16,7 Kelompok kacang-kacangan merupakan kelompok pangan yang cukup sering dikonsumsi masyarakat umum, akan tetapi masyarakat Kampung Tablanusu kurang mengkonsumsi kelompok pangan ini. Berdasarkan data pada tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata frekuensi konsumsi untuk pangan tempe dan tahu masing-masing hanya 10,4 dan 13,1 kali per bulan. Hal ini dikarenakan tahu dan tempe hanya dapat diperoleh di pasar, sedangkan hari pasar di Kampung Tablanusu hanya tiga hari yaitu pada hari selasa, kamis, dan sabtu. Kelompok pangan kacang-kacangan yang paling jarang dikonsumsi adalah kacang kedelai dengan rata-rata frekuensi konsumsi hanya 0,1 kali per bulan. Tabel 13 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati Jenis pangan nabati Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Tempe 10, ,5 Tahu 13, ,5 Kacang kedelai 0,1 2 4,2 Kacang hijau 1, ,8 Kacang tanah 1, ,2

49 Tabel 14 menjelaskan frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran. Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, dimana cukup sering dikonsumsi masyarakat pada umumnya, begitu pula dengan masyarakat Kampung Tablanusu. Kelompok pangan sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah sayur daun singkong, daun pepaya, dan bunga pepaya. Hal ini dikarenakan oleh masyarakat Kampung Tablanusu menanam ketiga jenis sayuran tersebut di pekarangan rumah atau di ladang kebun, sehingga mudah untuk diperoleh tanpa harus membeli. Sementara itu, kelompok pangan sayuran yang paling jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah sayur sawi, wortel, dan buncis. Tabel 14 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran Jenis sayuran Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Bayam 20, ,4 Wortel 3, ,8 Sawi 6, ,3 Buncis 4, ,8 Kangkung 21, ,7 Daun singkong 25, ,8 Daun pepaya 25, ,8 Bunga pepaya 25, ,7 Tauge 0, ,8 Tabel 15 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan buah-buahan Jenis buahbuahan Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Pisang 10, ,6 Jambu 1, ,5 Jeruk 3, ,3 Mangga 0, ,8 Nangka 0, ,9 Pepaya 9, ,3 Rambutan 0, ,4 Tomat 0,2 3 6,3 Kelompok pangan buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, biasanya dikonsumsi sebagai pangan penutup setelah mengkonsumsi makanan pokok. Kelompok pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah buah pisang dan pepaya dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 10,6 dan 9,9 kali per bulan. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu menanam buah pisang dan pepaya di pekarangan rumah ataupun di ladang kebun, sehingga lebih mudah

50 untuk memperoleh kedua jenis buah tersebut tanpa harus mengeluarkan uang untuk membelinya. Kelompok pangan buah-buahan yang jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah buah mangga, rambutan, dan jambu. Hal ini karena walaupun beberapa masyarakat memiliki pohon mangga dan rambutan di pekarangan rumah ataupun di ladang perkebunan, akan tetapi mangga dan rambutan merupakan buah musiman, sehingga jarang dikonsumsi. Tabel 16 Rata-rata Frekuensi konsumsi kelompok pangan susu Jenis susu Frekuensi konsumsi (kali/bulan) Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % Susu segar 6, ,0 Susu bubuk 17, ,9 Susu kaleng 8, ,2 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kelompok pangan susu yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah susu bubuk dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 17,5 kali per bulan, sedangkan yang jarang dikonsumsi adalah susu segar dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 6,1 kali per bulan. Susu tidak hanya dikonsumsi oleh anak-anak, akan tetapi ada beberapa orang tua yang juga mengkonsumsi susu. Cara Mengolah dan Memperoleh Pangan Keluarga Faktor lingkungan budaya dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat, dimana budaya dapat menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya dan apa saja makanan yang dianggap sebagai pantangan (taboo), serta bagaimana cara mengolah, memperoleh, dan mengkonsumsi makanan tersebut (Suhardjo 1989). Tabel 17 sampai dengan Tabel 22 menunjukkan daftar pangan dan cara mengolah atau memasak pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Berikut merupakan daftar pangan serealia dan cara mengolah pangan.

51 Tabel 17 Daftar pangan serealia serta cara mengolah yang diterapkan Jenis serealia Tanpa dimasak Cara Mengolah Dikukus Direbus Dibakar Digoreng Beras/Nasi Mie instan Tepung terigu Jagung Sagu Roti Pangan serealia sebagian besar diolah atau dimasak dengan cara digoreng, direbus, dan dikukus. Namun untuk beberapa jenis serealia seperti jagung, sagu, dan roti dapat diolah dengan cara dibakar. Sagu dapat diolah dengan cara dibakar atau dijadikan papeda, yaitu dengan cara menyiram sagu dengan air panas dan mengaduknya sampai membentuk papeda. Sagu yang telah diolah menjadi papeda dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 5 Jenis pangan sagu yang telah diolah menjadi papeda Tepung terigu biasanya digunakan untuk membuat roti, beraneka kue seperti kue donat, bakpao, ataupun kue sendok. Kue sendok adalah kue yang dibuat dari tepung yang dicairkan dengan meggunakan air, diberikan gula pasir, lalu dibentuk dengan sendok dan kemudian digoreng. Tabel 18 Daftar pangan umbi-umbian serta cara mengolah yang diterapkan Jenis umbi-umbian Cara Mengolah Dikukus Direbus Dibakar Digoreng Singkong Ubi jalar/betatas Kentang Talas/Keladi Jenis pangan talas/keladi merupakan pangan yang bisa diolah dengan bermacam-macam cara pengolahan, di antaranya dikukus, direbus, dibakar, dan digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah talas/keladi

52 menjadi sebuah kue yang dinamakan kue pandey. Kue ini dibuat dengan cara menumbuk keladi terlebih dahulu, setelah itu dicampurkan dengan kelapa parut, direbus kemudian dibentuk bola-bola. Selain keladi, singkong juga dapat diolah menjadi kue pandey. Masyarakat Kampung Tablanusu juga mengolah keladi dengan cara ditumbuk lalu ditambahkan gula merah, setelah itu dibakar. Talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 6 Jenis pangan talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey Jenis pangan betatas/ubi jalar biasanya diolah dengan cara diparut lalu ditambahkan tepung terigu dan digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu menamakan kue tersebut dengan sebutan kue sarang burung. Tabel 19 menggambarkan daftar pangan hewani serta cara mengolah atau memasak yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 19 Daftar pangan hewani serta cara mengolah yang diterapkan Jenis pangan hewani Cara Mengolah Direbus Dibakar Digoreng Diasap Daging sapi Daging kambing Daging Babi Daging Ayam Telur Ayam Ikan kawalina Ikan kombong Ikan bandeng Ikan mujair Udang Kerang/bia Cumi Ikan Asin Kepiting

53 Berdasarkan Tabel 19 di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada jenis pangan hewani yang diolah dengan cara dikukus atau tanpa dimasak. Sebagian besar pangan hewani diolah dengan cara digoreng, seperti ikan laut maupun ikan air tawar, daging sapi, daging kambing, daging ayam, dan lainnya. Pengolahan dengan cara diasap hanya diterapkan pada daging sapi. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah jenis pangan ikan menjadi abon. Masyarakat ini mengolah atau memasak kerang atau biasa disebut bia laut dengan cara ditumis. Masyarakat Kampung Tablanusu mengolah ikan bubara dengan cara dibakar atau digoreng, dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Jenis ikan laut (ikan bubara) yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu Kacang-kacangan merupakan pangan sumber nabati. Beberapa jenis kacang-kacangan dan olahannya yang disajikan pada tabel di bawah ini adalah kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, tempe, dan tahu. Kacang tanah dapat diolah dengan cara digoreng dan direbus, sedangkan kacang hijau hanya dapat diolah dengan cara direbus yaitu dibuat bubur dengan menambahkan santan atau susu. Sementara itu, masyarakat terbiasa mengolah tempe dan tahu dengan cara digoreng, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20 Daftar pangan nabati serta cara mengolah yang diterapkan Jenis pangan nabati Cara Mengolah Direbus Digoreng Tempe Tahu Kacang kedelai Kacang hijau Kacang Tanah Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, berikut merupakan daftar jenis sayuran dan cara mengolah yang diterapkan.

54 Tabel 21 Daftar jenis sayuran serta cara mengolah yang diterapkan Jenis sayuran Cara Mengolah Tanpa Dimasak Dikukus Direbus Ditumis Bayam Wortel Sawi Buncis Kangkung Daun singkong Daun pepaya Bunga pepaya Daun ubi/petatas Genemo Lilin Gedi Mentimun Tauge Sayuran merupakan jenis pangan yang biasanya diolah dengan cara direbus ataupun ditumis, tetapi ada juga sayuran yang dapat langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu, seperti wortel dan mentimun. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah bunga pepaya dengan cara ditumis dan dicampurkan dengan sayur daun singkong, selain itu dapat dicampurkan pula dengan sayur kangkung, sedangkan sayur wortel dan buncis biasanya diolah menjadi sayur sop. Jenis sayur bunga pepaya yang ditumis dengan campuran daun singkong dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 8 Jenis sayur yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu Buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Buahbuahan pada umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah atau tanpa diolah terlebih dahulu. Buah pisang merupakan jenis buah yang bisa diolah dengan bermacam-macam cara seperti dikukus, direbus, dibakar, dan digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya menjadikan pisang ataupun olahannya sebagai teman minum teh atau kopi pada pagi atau sore hari. Tabel

55 berikut menyajikan beberapa jenis buah-buahan beserta cara pengolahan yang biasanya diterapkan. Tabel 22 Daftar jenis buah-buahan serta cara mengolah yang diterapkan Jenis buahbuahan Cara Mengolah Tanpa dimasak Dikukus Direbus Dibakar Digoreng Pisang Jambu Jeruk Mangga Nangka Pepaya Rambutan Tabel 23 sampai Tabel 28 menunjukkan daftar pangan dan cara memperoleh pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Cara memperoleh pangan dibagi menjadi lima cara yaitu melalui cara pembelian, cara menanam atau memelihara, cara barter dan memperoleh dari alam (berburu atau memancing). Berikut merupakan daftar pangan serealia dan cara memperoleh pangan. Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan serealia yang dikonsumsi Jenis serealia Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam Pemberian Beras/Nasi 91,7 0,0 8,3 Mie instan 100,0 0,0 0,0 Tepung terigu 100,0 0,0 0,0 Jagung 89,6 10,4 0,0 Sagu 72,9 27,1 0,0 Kelompok pangan serealia sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian. Sebagian besar beras diperoleh dengan cara pembelian, akan tetapi ada yang diperoleh melalui pemberian oleh kantor (beras jatah). Tidak ada kelompok pangan serealia yang berasal dari barter dan memperoleh dari alam. Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan umbi-umbian yang dikonsumsi Jenis umbi-umbian Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam Singkong 45,8 54,2 Ubi jalar/betatas 52,1 47,9 Kentang 100,0 0,0 Talas/Keladi 54,2 45,8 Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, sebagian besar diperoleh melalui menanam sendiri di pekarangan rumah ataupun di ladang kebun,

56 sedangkan kentang sebagian besar diperoleh melalui pembelian. Tidak ada kelompok pangan umbi-umbian yang diperoleh dari barter maupun memperoleh dari alam. Tabel 25 menunjukkan daftar kelompok pangan hewani dan cara memperolehnya yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan hewani yang dikonsumsi Jenis pangan hewani Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Memelihara Pemberian Memperoleh dari alam Lainnya Daging sapi 12,5 0,0 0,0 0,0 87,5 Daging kambing 10,4 0,0 0,0 0,0 89,6 Daging Babi 35,4 4,2 0,0 0,0 60,4 Daging Ayam 77,1 4,2 0,0 0,0 18,8 Telur Ayam 95,8 4,2 0,0 0,0 0,0 Ikan air laut 14,6 0,0 2,1 83,3 0,0 Ikan air tawar 33,3 64,6 0,0 0,0 2,1 Udang 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0 Kerang/bia 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0 Cumi 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0 Ikan Asin 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Kepiting 16,7 0,0 2,1 81,3 0,0 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh jenis pangan hewani seperti ikan laut, udang, kerang/bia, cumi, dan kepiting dari alam dengan cara memancing atau menjaring sendiri. Sebagian besar masyarakat kampung Tablanusu memperoleh ikan air tawar dengan cara memelihara sendiri. Terdapat 64,6% masyarakat yang memiliki keramba sendiri untuk memelihara ikan air tawar. Jenis ikan air tawar yang dipelihara di antaranya ikan mujair, ikan nila, dan ikan bandeng. Berikut merupakan gambar keramba yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Gambar 9 Keramba yang digunakan masyarakat untuk memelihara ikan air tawar Jenis pangan hewani seperti daging sapi, daging kambing, dan daging babi, sebagian besar diperoleh melalui lainnya, lainnya berarti diperoleh melalui acara yang diselenggarakan di Kampung Tablanusu.

57 Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan nabati yang dikonsumsi Jenis pangan nabati Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Tempe 100,0 Tahu 100,0 Kacang kedelai 100,0 Kacang hijau 100,0 Kacang Tanah 100,0 Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa kelompok pangan kacangkacangan sebesar 100,0% diperoleh melalui pembelian. Tidak ada kelompok pangan kacang-kacangan yang diperoleh melalui menanam sendiri, barter, dan pemberian oleh orang lain. Kelompok pangan sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar diperoleh melalui menanam sendiri di pekarangan rumah atau di ladang kebun. Jenis sayuran tersebut antara lain daun singkong, daun pepaya, bunga pepaya, daun ubi/betatas, sayur genemo, lilin, dan gedi, sedangkan jenis sayur seperti bayam, wortel, sawi, buncis, dan kangkung sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian. Tidak ada kelompok pangan sayuran yang diperoleh melalui barter, memperoleh dari alam, dan pemberian. Hal tersebut ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 27 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan sayuran yang dikonsumsi Jenis sayuran Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam Bayam 77,1 22,9 Wortel 100,0 0,0 Sawi 100,0 0,0 Buncis 100,0 0,0 Kangkung 100,0 0,0 Daun singkong 31,3 68,8 Daun pepaya 35,4 64,6 Bunga pepaya 37,5 62,5 Daun ubi/petatas 31,3 68,8 Genemo 35,4 64,6 Lilin 35,4 64,6 Gedi 35,4 64,6 Tabel 28 menunjukkan daftar pangan buah-buahan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu dan cara memperoleh pangan yang diterapkan. Tabel 28 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan buah-buahan yang dikonsumsi Jenis buah-buahan Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam Pemberian

58 Pisang 35,4 62,5 2,1 Jambu 83,3 14,6 2,1 Jeruk 97,9 2,1 0,0 Mangga 27,1 60,4 12,5 Nangka 89,6 10,4 0,0 Pepaya 37,5 60,4 2,1 Rambutan 58,3 39,6 2,1 Kelompok pangan buah-buahan sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian kecuali pisang, mangga, dan pepaya. Ketiga jenis pangan tersebut diperoleh dengan cara menanam sendiri di pekarangan rumah atau di ladang kebun. Sebesar 12,5% jenis buah mangga diperoleh melalui pemberian oleh orang lain. Tidak ada kelompok pangan buah-buahan yang diperoleh melalui memperoleh dari alam maupun barter. Pantangan Pangan (Taboo) Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang. Banyak faktor yang mendasari tabu makanan, misalnya karena magis, kepercayaan, takut berkomunikasi, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Suhardjo (1989), tabu makanan adalah salah satu unsur dari sosial budaya yang beragam di Indonesia. Beberapa jenis bahan makanan dilarang untuk dikonsumsi oleh anakanak, ibu hamil, ibu menyusui, ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan yang bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat, terutama anak-anak. Berikut merupakan daftar pangan yang dipantang oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 29 Daftar tabu makanan dan alasannya Golongan umur Jenis pangan Alasan Semua Ikan Gurano Kulit melepuh dan diare

59 Wanita hamil Ikan Cakalang Pendarahan saat melahirkan Ikan Pari Kulit rusak Ikan Bubara Tubuh anak akan berwarna kuning Cumi-cumi Anak akan mengalami biji perut Wanita dewasa Udang Alergi Ikan Puri Leher menegang Ibu menyusui Minuman dingin Bayi akan mengalami flu Orang sakit Kelapa tua Mulut akan keluar Marga Suwae Kepiting bercorak bola Nenek moyang Ikan sejenis Bubara Nenek moyang yang dikawal ikan tersebut (Jika mengonsumsi, tubuh akan bengkak) Marga Soumilena Soa-soa Nenek moyang berasal dari hewan tersebut Ikan Suwo Kulit akan mengalami kudis Marga Yowe Udang jenis lobster Nenek moyang berasal dari laut Marga Dormena Burung Kasuari Nenek moyang berasal dari hewan tersebut Tabel di atas menunjukkan beberapa jenis pangan yang dipantang oleh beberapa masyarakat Kampung Tablanusu, di antaranya adalah wanita hamil yang dipantang untuk mengkonsumsi ikan bubara dan cumi-cumi, yang dipercayai masing-masing akan menyebabkan tubuh anak berwarna kekuningan dan anak akan mengalami biji perut. Selain itu, di Kampung Tablanusu ada pantangan pangan berdasarkan marga keluarga, di antaranya adalah marga Suwae yang dipantang mengkonsumsi kepiting yang bercorak bola pada cangkang dan ikan sejenis bubara, hal ini karena masyarakat yang bermarga Suwae percaya bahwa ikan dan kepiting tersebut merupakan pengawal nenek moyang mereka, dan jika tetap mengkonsumsinya maka dipercayai tubuh akan mengalami pembengkakan. Selain marga Suwae, marga Soumilena juga memiliki kepercayaan bahwa jenis hewan Soa-soa (sejenis binatang melata) adalah asal nenek moyang mereka, sehingga tidak boleh mengkonsumsinya. Jika mengkonsumsi jenis ikan Suwo, maka kulit akan mengalami kudis. Selain marga Suwae dan Soumilena, marga Yowe dan Dormena juga memiliki tabu makanan. Marga Yowe dilarang untuk mengkonsumsi udang jenis lobster, dikarenakan oleh nenek moyang berasal dari laut, sedangkan marga Dormena memiliki pantangan untuk mengkonsumsi burung kasuari, dikarenakan menurut kepercayaan, nenek moyang berasal dari burung tersebut. Menurut Suhardjo (1989), tidak semua asal dan penyebab tabu makanan dapat diusut, bahkan alasan kebanyakan tidak logis dan tidak dapat dimengerti.

60 Dalam penelitian ini, tidak semua masyarakat Kampung Tablanusu mempercayai tabu makanan, bahkan sebagian besar tidak memiliki pantangan pangan, masyarakat mengkonsumsi semua bahan pangan yang tersedia. Preferensi Pangan Keluarga Menurut Pilgrin (1957) diacu dalam Suhardjo (1989), preferensi pangan (food preferences) merupakan tindakan atau ukuran suka atau tidak suka seseorang terhadap pangan. Fisiologi, perasaan, dan sikap integrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Berikut merupakan daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 30 Daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu Daftar pangan n % Serealia dan umbi-umbian : Sagu 30 62,5 Singkong 14 29,2 Ubi jalar/betatas 13 27,1 Talas/keladi 18 37,5 Hewani : Ikan laut 40 83,3 Sayuran : Bayam 11 22,9 Kangkung 13 27,1 Daun singkong 14 29,2 Bunga pepaya 13 27,1 Buah-buahan : Pisang 11 22,9 Snak : Kue pandey 13 27,1 Kue sendok 13 27,1 Berdasarkan data preferensi pangan yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa sebesar 62,5% masyarakat Kampung Tablanusu menyukai jenis pangan sagu, hal ini dapat dikarenakan oleh sagu biasa diolah menjadi papeda yang merupakan makanan favorit masyarakat Papua khususnya masyarakat Kampung Tablanusu. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengkonsumsi papeda didampingi dengan ikan kuah kuning dan sayur tumis bunga pepaya. Ikan laut merupakan pangan hewani yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu dengan persentase sebesar 83,3%, hal ini karena ikan laut mudah diperoleh oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Pisang merupakan jenis buah yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu, hal ini dapat dikarenakan

61 oleh kemudahan dalam memperoleh buah tersebut dan buah pisang merupakan buah yang dapat diolah dengan bermacam-macam cara pengolahan. Kue pandey dan kue sendok merupakan jenis pangan snak yang paling digemari oleh masyarakat Kampung Tablanusu, hal ini karena selain rasanya yang enak, dapat dibuat sendiri dengan mudah. Konsumsi Pangan Keluarga Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992). Dari hasil pengumpulan data recall konsumsi pangan keluarga selama 24 jam sebanyak satu kali, diperoleh data konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu per kapita per hari seperti tersaji pada Tabel 31. Tabel 31 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok bahan pangan Kelompok bahan makanan Konsumsi pangan (g/kap/hr) % Serealia : 372,93 Beras 295,64 45,3 Sagu 31,01 4,7 Tepung terigu 44,73 6,8 Mie Instan 1,55 0,2 Umbi-umbian : 13,04 Singkong 4,28 0,7 Ubi jalar/betatas 4,86 0,7 Talas/keladi 3,89 0,6 Pangan hewani : 134,53 Ikan 125,97 19,3 Non ikan 8,56 1,3 Pangan Nabati 25,68 3,9 Sayur dan buah : 107,12 Sayur 86,26 13,2 Buah 20,86 3,2 Total 653,30 100,0 Ditinjau dari jumlah konsumsi berbagai kelompok bahan pangan, terlihat bahwa konsumsi serealia per kapita per hari sebanyak 372,93 g. Konsumsi pangan per kapita per hari terutama disumbang oleh beras. Konsumsi beras per kapita per hari sebanyak 295,64 g atau 45,3% dari total konsumsi pangan per

62 kapita per hari. Konsumsi umbi-umbian meliputi singkong, ubi jalar/betatas, dan talas/keladi masing-masing sebanyak 4,28 g, 4,86 g, dan 3,89 g. Konsumsi pangan hewani terutama didominasi oleh ikan. Konsumsi ikan per hari sebanyak 125,97 g atau 19,3% dari total konsumsi pangan per kapita per hari. Konsumsi pangan nabati sebanyak 25,68 g/kap/hr. Konsumsi pangan sayur-sayuran dan buah-buahan per kapita per hari sebanyak 107,12 g, terdiri dari 86,26 g sayuran dan 20,86 g buah-buahan. Susunan Menu Makanan Keluarga Susunan menu makanan umumnya terdiri dari berbagai bahan makanan yang tersedia dan mudah diperoleh, baik berupa bahan makanan sumber karbohidrat (makanan pokok), sumber protein, sumber vitamin maupun sumber mineral. Dari seluruh keluarga yang diamati, beras dan ikan laut selalu tersedia dalam susunan menu makanan. Selain beras, jenis pangan sagu juga terdapat dalam susunan menu makanan masyarakat Kampung Tablanusu, ada beberapa masyarakat yang mengkonsumsi beras dan sagu dalam satu waktu makan. Masyarakat mengaku tidak enak badan jika tidak mengkonsumsi sagu, tetapi jika hanya mengkonsumsi sagu saja tidak mengenyangkan sehingga mengkonsumsi kedua jenis pangan tersebut. Hanya sebagian kecil keluarga yang mengkonsumsi sumber protein hewani seperti telur ayam dan non ikan, sebagian besar mengkonsumsi ikan laut, hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan sehingga ketersediaannya melimpah dan relatif murah. Jenis sayuran yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah daun singkong, bunga pepaya, kangkung, dan bayam. Masyarakat Kampung Tablanusu jarang mengkonsumsi buah-buahan, hanya sebagian kecil keluarga yang mengadakan buah-buahan seperti pisang, pepaya, dan jeruk manis dalam susunan menu makanannya. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga Pada dasarnya mengkonsumsi suatu bahan makanan adalah mengkonsumsi zat gizi yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Oleh karena itu, tujuan mengkonsumsi suatu bahan makanan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Dari hasil analisis data recall 1x24 jam, diperoleh data konsumsi pangan untuk mengetahui asupan dan tingkat

63 kecukupan gizi. Data rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein per kapita per hari tersaji pada Tabel 32. Tabel 32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein Zat Gizi Asupan zat gizi Tingkat kecukupan gizi (%) Energi (kkal) 1641±433 75,1±18,1 Protein (g) 38,9±12,0 81,5±21,5 Berdasarkan data asupan zat gizi baik energi dan protein di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata asupan energi dan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu masih tergolong rendah atau di bawah angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan, dimana angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan adalah 2200 kkal/kapita/hari dan angka kecukupan protein (AKP) yang dianjurkan adalah 52 gram/kap/hari (WKNPG 2004). Jika tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%), maka sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34. Tabel 33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan energi n % Defisit tingkat berat (<70%) 22 45,8 Defisit tingkat sedang (70-79%) 9 18,8 Defisit tingkat ringan (80-89%) 7 14,6 Normal (90-119%) 10 20,8 Kelebihan (>120%) 0 0,0 Total ,0 Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi keluarga masyarakat Kampung Tablanusu tergolong dalam kategori defisit tingkat berat yaitu 45,8%. Tidak ada keluarga di Kampung Tablanusu yang tergolong ke dalam kategori kelebihan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar keluarga tergolong ke dalam kategori defisit adalah rendahnya porsi konsumsi pangan sumber energi, hal ini dapat dikarenakan oleh kurangnya frekuensi konsumsi pangan keluarga yaitu hanya dua kali dalam sehari. Dapat diketahui bahwa sebagian besar frekuensi konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu hanya dua kali dalam sehari. Sebagaimana dijelaskan menurut Khomsan (2003), bahwa frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin

64 besar. Begitu pula menurut Suhardjo (1989), untuk menghindari terjadinya masalah gizi sebaiknya frekuensi makan tiga kali sehari. Tabel 34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein n % Defisit tingkat berat (<70%) 17 35,4 Defisit tingkat sedang (70-79%) 7 14,6 Defisit tingkat ringan (80-89%) 6 12,5 Normal (90-119%) 17 35,4 Kelebihan (>120%) 1 2,1 Total ,0 Tingkat kecukupan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat dan normal dengan presentasi sebesar 35,4%. Kecukupan protein dipengaruhi oleh faktorfaktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, faktor fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Masyarakat Kampung Tablanusu lebih sering mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan laut dibandingkan pangan nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Hal ini karena sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan sehingga pangan hewani seperti ikan laut mudah untuk diperoleh tanpa harus dibeli. Selain itu, masyarakat Kampung Tablanusu jarang sekali mengkonsumsi jenis pangan hewani lainnya seperti daging sapi, daging kambing, daging babi maupun daging ayam karena harus menempuh jarak yang jauh untuk memperolehnya dan harganya relatif mahal. Kurangnya variasi dan porsi pangan sumber protein dapat menyebabkan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit protein. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Individu Berdasarkan hasil analisis data recall 1x24 jam, diperoleh data konsumsi pangan untuk mengetahui asupan dan tingkat kecukupan gizi individu. Berikut merupakan rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu Zat gizi Asupan zat gizi Tingkat kecukupan gizi (%) Energi (kkal) 1616±560 73,9±20,8 Protein (g) 38,2±15,3 79,8±27,6 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata asupan zat gizi baik energi maupun protein individu masyarakat Kampung Tablanusu masih tergolong rendah atau di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jika

65 tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (>120%), maka sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan Energi n % Defisit tingkat berat ,9 Defisit tingkat sedang 52 20,2 Defisit tingkat ringan 33 12,8 Normal 45 17,5 Kelebihan 9 3,5 Total ,0 Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan energi sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat, yaitu dengan persentase sebesar 45,9%, sedangkan masyarakat yang tergolong ke dalam kategori normal hanya sebesar 17,5%. Terdapat 3,5% masyarakat yang tergolong ke dalam kategori kelebihan energi. Faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar masyarakat mengalami defisit energi adalah kurangnya konsumsi pangan sumber energi, hal ini dikarenakan oleh frekuensi konsumsi pangan yang hanya dua kali dalam sehari. Selain itu, menu makanan yang kurang beragam dan tidak seimbang juga dapat menyebabkan masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit energi. Tabel 37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein n % Defisit tingkat berat ,2 Defisit tingkat sedang 36 14,0 Defisit tingkat ringan 26 10,1 Normal 61 23,7 Kelebihan 28 10,9 Total ,0 Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 41,2%, sedangkan masyarakat yang tergolong ke dalam kategori normal hanya sebesar 23,7%. Sebesar 10,9% masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori kelebihan protein. Faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar masyarakat mengalami defisit protein adalah kurangnya konsumsi pangan sumber protein, hal ini dapat disebabkan oleh frekuensi konsumsi pangan hanya

66 dua kali dalam sehari. Pangan sumber protein yang kurang beragam merupakan faktor yang dapat menyebabkan masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit protein. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 38 menggambarkan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin masyarakat Kampung Tablanusu, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat kecukupan gizi masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar (52,9%) masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki mengalami defisit tingkat berat lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah angka kecukupan energi (AKE) laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKE) perempuan, selain itu tingkat aktifitas laki-laki juga lebih tinggi karena bekerja lebih berat dibandingkan dengan tingkat aktifitas perempuan. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Tingkat kecukupan energi Laki-laki Perempuan n % n % Defisit tingkat berat 74 52, ,6 Defisit tingat sedang 27 19, ,4 Defisit tingkat ringan 13 9, ,1 Normal 23 16, ,8 Kelebihan 3 2,1 6 5,1 Total , ,0 Rata-rata ± SD 71,8±19,5 76,4±22,2 Tabel 39 menggambarkan tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin pada masyarakat Kampung Tablanusu, berdasarkan data pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar (47,0%) masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan mengalami defisit tingkat berat lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki. Faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki mengkonsumsi pangan sumber protein lebih banyak

67 dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Dalam waktu sekali makan, masyarakat berjenis kelamin laki-laki bisa mengkonsumsi 2-4 potong lauk hewani seperti ikan, sedangkan masyarakat berjenis kelamin perempuan hanya 1-2 potong. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Tingkat kecukupan protein Laki-laki Perempuan n % n % Defisit tingkat berat 51 36, ,0 Defisit tingat sedang 26 18,6 10 8,5 Defisit tingkat ringan 14 10, ,3 Normal 32 22, ,8 Kelebihan 17 12,1 11 9,4 Total , ,0 Rata-rata ± SD 80,0±27,0 78,6±28,5 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein berdasarkan Kelompok Umur Tabel 40 menggambarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan kelompok umur anak-anak, remaja, dan dewasa pada masyarakat Kampung Tablanusu. Berdasarkan data pada tabel di bawah ini, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi pada kelompok umur anak paling rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan energi kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini dapat dikarenakan oleh rendahnya konsumsi pangan sumber energi oleh anak-anak terutama nasi. Susahnya anak-anak mengkonsumsi nasi dapat menyebabkan defisit energi pada anak-anak. Rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok umur anak dan dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok umur remaja. Hal ini dapat dikarenakan oleh anak-anak gemar mengkonsumsi ikan laut, sehingga porsi lauk hewani seperti ikan lebih banyak dikonsumsi dalam waktu satu kali makan. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (%) Zat gizi Tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (%) Anak Remaja Dewasa Energi 65,9±17,4 75,4±19,6 76,7±22,0 Protein 83,3±24,0 67,0±24,4 84,5±28,9 Jika tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan kelompok umur dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat

68 berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (>120%), maka sebaran tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu berdasarkan kelompok umur yaitu kelompok umur anak, remaja, dan dewasa dapat dilihat pada Tabel 41 sampai dengan Tabel 46. Tabel 41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak Kelompok Umur (tahun) Kategori Total n % n % n % n % Defisit tingkat berat 14 63,6 8 53, , ,2 Defisit tingkat sedang 5 22,7 4 26,7 6 27, ,4 Defisit tingkat ringan 1 4,5 1 6,7 5 22,7 7 11,9 Normal 1 4,5 2 13,3 1 4,5 4 6,8 Kelebihan 1 4,5 0 0,0 0 0,0 1 1,7 Total , , , ,0 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi pada kelompok umur anak-anak tergolong ke dalam defisit tingkat berat, baik pada rentang umur 1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun. Tabel 42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja Kelompok Umur (tahun) Kategori Total n % n % n % n % Defisit tingkat berat 5 22, , , ,0 Defisit tingkat sedang 9 40,9 3 17,6 4 15, ,6 Defisit tingkat ringan 4 18,2 1 5,9 5 19, ,4 Normal 4 18,2 2 11,8 5 19, ,9 Kelebihan 0 0,0 0 0,0 2 7,7 2 3,1 Total , , , ,0 Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur remaja tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 40,0%. Kelompok umur yang tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat berada pada rentang umur tahun dan tahun. Tabel 43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa Kelompok Umur (tahun) Kategori Total n % n % n % n % Defisit tingkat berat 42 50, ,5 3 25, ,1 Defisit tingkat sedang 13 15,7 4 10,5 4 33, ,8 Defisit tingkat ringan 11 13,3 4 10,5 1 8, ,0 Normal 15 18, ,6 3 25, ,6 Kelebihan 2 2,4 3 7,9 1 8,3 6 4,5 Total , , , ,0

69 Sebagian besar kelompok umur dewasa tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 45,1%. Kelompok umur yang mengalami defisit tingkat berat berada pada rentang umur tahun dan tahun. Berdasarkan data pada tabel tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit pada semua kelompok umur, baik kelompok umur anak, remaja, maupun dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber energi, serta menu makanan yang kurang beragam dan seimbang. Berikut merupakan tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur. Tabel 44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak Kelompok Umur (tahun) Kategori Total n % n % n % n % Defisit tingkat berat 7 31,8 5 33,3 5 22, ,8 Defisit tingkat sedang 3 13,6 1 6,7 7 31, ,6 Defisit tingkat ringan 1 4,5 3 20,0 1 4,5 5 8,5 Normal 10 45,5 6 40,0 6 27, ,3 Kelebihan 1 4,5 0 0,0 3 13,6 4 6,8 Total , , , ,0 Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar kelompok umur anak-anak tergolong ke dalam kategori normal dengan persentase sebesar 37,3%. Kelompok umur anak yang tergolong ke dalam kategori normal berada pada rentang umur 1-3 tahun dan 4-6 tahun. Sementara itu, kelompok umur anak-anak pada rentang umur 7-9 tahun, sebagian besar tergolong ke dalam kategori defisit tingkat sedang. Tabel 45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja Kelompok Umur (tahun) Kategori Total n % n % n % n % Defisit tingkat berat 14 63, , , ,1 Defisit tingkat sedang 5 22,7 0 0,0 5 19, ,4 Defisit tingkat ringan 2 9,1 2 11,8 2 7,7 6 9,2 Normal 1 4,5 0 0,0 5 19,2 6 9,2 Kelebihan 0 0,0 1 5,9 1 3,8 2 3,1 Total , , , ,0 Tingkat kecukupan protein pada kelompok umur remaja, sebagian besar tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat, baik pada rentang umur 10-12

70 tahun, tahun, maupun tahun. Hanya sebagian kecil yang tergolong ke dalam kategori normal. Tabel 46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa Kelompok Umur (tahun) Kategori Total n % n % n % n % Defisit tingkat berat 31 37, ,6 5 41, ,1 Defisit tingkat sedang 9 10,8 6 15,8 0 0, ,3 Defisit tingkat ringan 9 10,8 6 15,8 0 0, ,3 Normal 21 25,3 6 15,8 6 50, ,8 Kelebihan 13 15,7 8 21,1 1 8, ,5 Total , , , ,0 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur dewasa tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 36,1%. Kelompok umur dewasa yang tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat berada pada rentang umur tahun dan tahun. Sementara itu, kelompok umur dewasa pada rentang umur 60 tahun, sebagian besar tergolong ke dalam kategori normal dengan persentase sebesar 50,0%. Berdasarkan data pada tabel tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit, terutama pada kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya porsi konsumsi dan variasi pangan sumber protein. Hubungan antar Variabel Hubungan antara Karakteristik Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) (p>0,05, r=-0,154) dan isteri KK (p>0,05, r=-0,694), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05, r=0,122), dan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan besar keluarga (p>0,05, r=-0,215). Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh pangan yang dikonsumsinya dari hasil menanam atau memelihara sendiri bahan pangannya, terutama kelompok pangan sayuran dan buah-buahan, berikut pula kelompok pangan hewani seperti ikan laut yang dapat diperoleh dengan mudah dari alam, sehingga sebagian besar masyarakat

71 Kampung Tablanusu tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperoleh bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Sebagaimana dinyatakan oleh Suhardjo (1989), bahwa bila kebutuhan akan pangan dapat dipenuhi oleh produksi sendiri, maka penghasilan dalam bentuk uang tidak menentukan kapasitas bahan pangan. Kelemahan metode recall 1x24 jam yang digunakan dalam mengumpulkan data konsumsi pangan, sehingga kurang representatif menggambarkan kebiasaan makan masyarakat Kampung Tablanusu dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan energi. Hubungan antara Karakteristik Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) (p>0,05, r=-0,110) dan isteri KK (p>0,05, r=- 0,034), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05, r=0,018) dan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan besar keluarga (p>0,05, r=-0,217). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecukupan protein antara lain : 1) Umur, 2) Jenis kelamin, 3) Ukuran tubuh terutama berat badan, 4) keadaan fisiologis, dan 5) Iklim atau altitude. Faktor lain yang turut mempengaruhi kecukupan protein adalah mutu protein dan tingkat konsumsi energi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Kurangnya variasi protein yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan hewani lain selain ikan akibat kurangnya akses kepada pangan sumber protein lainnya dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu. Selain itu, kelemahan metode recall 1x24 jam yang digunakan dalam mengumpulkan data konsumsi pangan, sehingga kurang representatif menggambarkan kebiasaan makan masyarakat Kampung Tablanusu dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan protein.

72 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kampung Tablanusu merupakan salah satu kampung yang terletak di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Rata-rata jumlah anggota keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah sedang (5,4). Berdasarkan sebaran umur orang tua, sebagian besar umur KK dan Isteri KK berkisar antara tahun (dewasa madya). Berdasarkan sebaran tingkat pendidikan orang tua, sebagian besar tingkat pendidikan terakhir KK adalah SMA dan isteri KK adalah tamat SD. Berdasarkan sebaran jenis pekerjaan orang tua, sebagian besar KK dan Isteri KK bekerja sebagai nelayan dan ibu rumah tangga. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu termasuk ke dalam kategori tidak miskin dengan rata-rata pendapatan per kapita keluarga adalah Rp /kapita/bulan. Sebagian besar pangan yang dikonsumsi oleh Masyarakat Kampung Tablanusu adalah pangan yang tersedia di daerah lokalnya dan merupakan pangan yang berkembang di daerah Kampung Tablanusu. Faktor yang paling mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu adalah ketersediaan pangan daerah dan akses terhadap pangan. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu mengolah bahan pangan dengan cara digoreng, direbus, dikukus, ditumis, dan tanpa diolah (tanpa dimasak). Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh kelompok bahan pangan dengan cara pembelian, menanam atau memelihara, dan memperoleh dari alam. Tabu makanan masih berlaku pada masyarakat Kampung Tablanusu, namun jumlahnya sangat sedikit. Beberapa masyarakat Kampung Tablanusu memiliki preferensi terhadap pangan. Rata-rata asupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu masih rendah (di bawah AKG yang dianjurkan) yaitu 1641±433 kkal dan 38,9±12,0 g pada tingkat keluarga dan 1616±560 kkal dan 38,2±15,3 g pada tingkat individu. Sebagian besar tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit yaitu 75,1±18,1 % dan 81,5±21,5 %. pada tingkat keluarga dan 73,9±20,8 % dan 79,8±27,6 % pada tingkat individu. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein

73 dengan tingkat pendidikan KK (p>0,05) dan isteri KK (p>0,05), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05), dan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan besar keluarga (p>0,05). Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian antara lain : 1. Rata-rata frekuensi konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu masih kurang yaitu dua kali dalam sehari, disamping itu konsumsi pangan masih kurang beragam. Perlu diberikan pendidikan kepada masyarakat agar meningkatkan frekuensi dan keragaman konsumsi pangan untuk memperbaiki tingkat kecukupan gizi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai status gizi masyarakat Kampung Tablanusu, mencari mutu keragaman pangan dengan menggunakan pola pangan harapan (PPH) dan mencari faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi dan protein.

74 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia. Anonim Kondisi Geografis Propinsi Papua. [20 Maret 2010] Apomfires Frans Makanan pada Komunitas Adat JAE. [3 Maret 2011] Arisman Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. Baliwati Yayuk B, Ali Khomsan, C Meti Dwiriani Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya. BPS Papua dalam Angka. Papua : Badan Pusat Statistik Propinsi papua Indikator penting Propinsi Papua. Papua : Badan Pusat Statistik Propinsi papua. den Hartog AP, WA van Staveren, & ID Brouwer Food Habits and Consumption in Developing Countries : Manual for Field Studies. Wageningen Academic Publishers. The Netherlands. Depkes RI Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Kesehatan Keluarga. Gibson RS Principles of Nutrition Assessment (2 nd Edition). New York : Oxford University Press. Hardinsyah, D Briawan Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harper L.J, B.J.Deaton dan J.A. Driskel Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo (penerjemah). Jakarta : UI press. Hardinsyah dan Tambunan V Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII. Hurlock EB Perkembangan Anak Edisi Ke-6. Jakarta: Erlangga. Jaenudin Konsumsi pangan komunitas vegetarian suku Dayak hindubudha bumi segandu Indramayu dan kaitannya dengan status gizi. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Junaidi Pendapatan rumahtangga nelayan pada musim yang berbeda kaitannya dengan pola konsumsi pangan dan status gizi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

75 Kepas Analisis Agro-ekosistem untuk Pembangunan Masyarakat Pedesaan Irian Jaya : Kasus enam desa. Kelompok Penelitian Agroekosistem. Badan Penelitian dan Pengembangan Penelitian. Khomsan Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo Persada Pangan dan Gizi Kesehatan 2. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Khumaidi M Gizi Masyarakat. Bogor : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi. Kusharto Clara & Sa diyyah NY Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor : Diktat yang tidak diterbitkan. Madanijah S Pelatihan dan Penyuluhan Pangan dan Gizi di Kalangan Pendidik Sekolah Dasar dan Menengah. Bogor : Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Martianto D Gizi Terapan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan tinggi pusat antar universitas pangan dan gizi. Institut Pertanian Bogor. Nasution Amini & Riyadi Hadi Gizi Terapan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Rahmawati D Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam Desa Sukamantri Bogor. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sanjur, D Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Prentice. New York. Sediaoetama AD Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat. Suhardjo Sosio Budaya Gizi. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan tinggi pusat antar universitas pangan dan gizi. Institut Pertanian Bogor Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sukandar D Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi : Petani Daerah Pasang Surut di Barito Kuala Kalimantan Selatan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN, B Bakri dan I Fajar Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

76 Soekirman Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. [WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Ketahanan Pangan dan Gizi DI Era Otonomi Daereh dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.

77 LAMPIRAN

78 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua). Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) Sheet 1 : Cover Nama responden Alamat (RT/RW) Desa/Kelurahan Kecamatan Kabupaten : Co1 : Co2 : Co3 : Co4 : Co5 Tanggal Wawancara : Co6 Enumerator : Co7

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Provinsi Papua HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Gambar 4 Peta Provinsi Papua Papua merupakan provinsi yang terletak di wilayah paling timur Indonesia. Provinsi Papua

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Keadaan geografis Keadaan geografis Provinsi Papua terletak antara 2 0 25-9 0 Lintang Selatan dan 130 0-141 0 Bujur Timur. Di sebelah utara Provinsi Papua dibatasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS POLA KONSUMSI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK i PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK DENI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nia Kurniawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Ketahanan pangan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA BAGI KELUARGA MISKIN

STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA BAGI KELUARGA MISKIN STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA BAGI KELUARGA MISKIN Oleh KIKI RISKI AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 RINGKASAN

Lebih terperinci

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA.

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA. POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA Djuwita Andini PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Menurut UU RI No 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil 13 KERANGKA PEMIKIRAN Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Menurut Sediaoetama (1996), pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk

Lebih terperinci

KONTRIBUSI MAKANAN DI SEKOLAH DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR LUTHFI RAKHMAWATI

KONTRIBUSI MAKANAN DI SEKOLAH DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR LUTHFI RAKHMAWATI KONTRIBUSI MAKANAN DI SEKOLAH DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR LUTHFI RAKHMAWATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENYEDIAAN MENU SEIMBANG UNTUK BALITA DI DESA RAMUNIA-I KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk

Lebih terperinci

Karakteristik Sosial Ekonomi - Jenis kelamin - Umur - Besar keluarga - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan

Karakteristik Sosial Ekonomi - Jenis kelamin - Umur - Besar keluarga - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan KERANGKA PEMIKIRAN Konsumsi pangan karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu karakteristik sosial ekonomi yang meliputi jenis kelamin, umur dan

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R

TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

METODE. Zα 2 x p x (1-p)

METODE. Zα 2 x p x (1-p) 16 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dilakukan secara purposif dengan pertimbangan kemudahan akses dan perolehan izin. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Usia Dini Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam

Lebih terperinci

GAYA HIDUP PRIA DEWASA DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN BOGOR, KAITANNYA DENGAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER. Shinta Monica Permana

GAYA HIDUP PRIA DEWASA DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN BOGOR, KAITANNYA DENGAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER. Shinta Monica Permana GAYA HIDUP PRIA DEWASA DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN BOGOR, KAITANNYA DENGAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER Shinta Monica Permana PROGRAM STUD1 GlZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG Correlation Of Satisfaction Level Of Food Quality With Energy And Macronutrient

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN GIZI BURUK MELALUI ANALISIS SIKAP DAN KEBIASAAN IBU DALAM PENGATURAN MAKANAN KELUARGA

PENANGGULANGAN GIZI BURUK MELALUI ANALISIS SIKAP DAN KEBIASAAN IBU DALAM PENGATURAN MAKANAN KELUARGA Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(1): 84-89 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(1): 84-89 PENANGGULANGAN GIZI BURUK MELALUI ANALISIS SIKAP DAN KEBIASAAN IBU DALAM PENGATURAN MAKANAN KELUARGA (Preventing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN HARAPAN WILAYAH MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN HARAPAN WILAYAH MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN HARAPAN WILAYAH MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR DIAH IMAS SRIMARYANI

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR DIAH IMAS SRIMARYANI POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR DIAH IMAS SRIMARYANI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor)

PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor) PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor) SKRIPSI DISTI LASTRIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN DEWI MEITASARI A

ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN DEWI MEITASARI A ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN DEWI MEITASARI A54104035 PROGAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM berkualitas faktor gizi memegang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75 71 PENDAHULUAN Pada saat ini dan masa yang akan datang pembangunan di Indonesia memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

KERAGAAN KETAHANAN PANGAN DAN STATUS GIZI KELUARGA PETANI DESA KOLELET WETAN KECAMATAN RANGKASBITUNG-BANTEN. Oleh: ASTRI PERMATASARI A

KERAGAAN KETAHANAN PANGAN DAN STATUS GIZI KELUARGA PETANI DESA KOLELET WETAN KECAMATAN RANGKASBITUNG-BANTEN. Oleh: ASTRI PERMATASARI A A/&M'f '2Ooq 0% KERAGAAN KETAHANAN PANGAN DAN STATUS GIZI KELUARGA PETANI DESA KOLELET WETAN KECAMATAN RANGKASBITUNG-BANTEN Oleh: ASTRI PERMATASARI A05496034 DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT DAN SUi\1BERDAYA

Lebih terperinci

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYUR TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYUR TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Siswa yang terhormat, Pada kesempatan ini perkenankanlah saya meminta bantuan anda untuk mengisi angket yang telah kami berikan, angket ini berisi tentang TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN 2002 2007 ARIS ZAINAL MUTTAQIN PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR RENA NINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga 20 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga Konsep ketahanan pangan menurut World Food Conference on Human Rights 1993 dan World Food Summit 1996 memiliki arti setiap orang pada setiap saat memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari

Lebih terperinci

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR ANISA ROSYIDA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT Oleh : ENDANG SUPRIYATI, SE KETUA KWT MURAKABI ALAMAT: Dusun Kenteng, Desa Puntukrejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. APA YANG ADA dibenak dan PIKIRAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Keluarga 2.1.1 Pendidikan Orang Tua Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Energi dari sarapan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN i PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN ASRINISA RACHMADEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci