A. U N Keteguhan ~ Jenis Rotan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. U N Keteguhan ~ Jenis Rotan"

Transkripsi

1 A. U N Keteguhan ~ Jenis Rotan Nilai rata-rata hasil pengamatan 23 sifat dasar sebagai peubah yang diamati pada sembilan jenis rotan yang diteliti, setelah ditabulasi disajikan pada Lampiran 1. Deskripsi nilai-nilai pengamatan tersebut yang meliputi ukuran pemusatan dan penyebarannya disajikan pada Lampiran 2. Untuk melihat lebih jelas sebaran nilai nilai rata-rata sifat dasar tersebut pada sembilan jenis rotan maka disusun dalam bentuk histogram seperti pada Lampiran 3. Selanjutnya, nilai rata-rata tiap peubah dirangking dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 9. Pemberian rangking yang lebih tinggi pada suatu peubah sifat fisik-mekanik mempertimbangkan peranan peubah tersebut secara langsung terhadap peningkatan sifat keteguhan rotan. Sedangkan rangking yang lebih tinggi pada sifat anatomi dan kimia adalah dengan asumsi bahwa nilai yang lebih tinggi akan memberikan peningkatan keteguhan pada rotan secara linier. Hasil rangking masing-masing sifat dasar 9 jenis rotan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti terlihat pada Tabel 11, penjumlahan data kualitatif hasil rangking setiap peubah dapat ditin jau dari tiga sudut, yaitu: berdasarkan sifat fisik-mekanik; sifat fisikmekanik dan anatomis; dan sifat dasar rotan secara keseluruhan. Semakin tinggi penjumlahan rangking peubah jenis

2 Tabel 11. Rangking Sifat Dasar Rotan Sifat - sifat TR BL GL BT MN TH SB ST SP I. FISIK MEKANIK 1. BJ 2. Rasio BJ 3. MOE 4. Daya lenting 5. Teg lent elsts 6. Lentur maks. 7. MRG 8. Teg torsi elsts 9. Torsi maks. 10. Rasio Elp 11. Rangkak total I ANATOMI 12. Kerapatan Pjg.serat Dia.serat Rasio p/d serat Tebal ddg Persen serat Persen pori total I TOTAL It KIMIA 19. Holoselulosa Lignin Silika A-Selulosa Kristl'nitas Sell total I TOTAL ItIItIII

3 rotan, berarti semakin tinggi pula keteguhan jenis rotan. Hal ini berarti menempatkan rotan tersebut pada tingkat kualitas yang lebih tinggi. Urutan kualitas rotan berda- sarkan hasil rangking masing-masing sifat dasar tersebut seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Urutan keteguhan rotan berdasarkan rangking sifat dasar Urutan Fisik- Fisik-mekanik- Total Keteguhan mekanik anatomi sif at - Manau (84) Batang (74) Tohiti (71) Galaka (66) Semambu (53) Seuti (48) Sampang (44) Balukbuk ( 36) Tretes (19) Manau (121) Tohiti (117) Batang (115) Galaka (103) Sampang (85) Semambu (82) Seuti (79) Balukbuk (64) Tretes (44) Tohiti (146) Manau (140) Batang (140) Galaka (131) Semambu (104) Sampang (104) Seuti (99) Balukbuk (98) Tretes (73) - Keterangan: Angka dalam kurung = jumlah nilai rangking Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa urutan rangking tertinggi rotan baik berdasarkan sifat fisik-mekanik; sifat fisik-mekanik dan anatomis maupun sifat dasar secara keseluruhan adalah rotan manau, tohiti dan batang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dransfield (1984), bahwa dua jenis pertama disebutnya sebagai rotan elit. Dengan demikian hasil

4 penelitian ini menunjukkan bahwa rotan batang juga termasuk rotan elit. Namun demikian apabila didasarkan kepada sifat anatomis dan kimia secara terpisah ternyata rotan manau, batang dan tohiti tidak lagi menunjukkan nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sifat anatomis dan Rimia yang diduga menunjang sifat keteguhan rotan ternyata tidak &nunjukkan hubungan yang linier. B. Pengelorpokan Jenis Rotan Untuk melihat kemiripan keteguhan di antara jenis-jenis rotan yang diteliti digunakan analisa gerombol (dendogram). Karakter yang digunakan untuk analisa gerombol adalah rangking sifat fisik-mekanik seperti pada Tabel 12. Dendogram mengelompokkan hasil analisis gerombol dengan pendekatan rata-rata kelompok dari setiap rangking peubah sifat fisikmekanik. Antar gerombol dihitung jarak keteguhannya dan kemudian dikelompokkan. Dalam pengelompokan, jarak Euclidian menggambarkan kemiripan keteguhannya. Artinya, semakin besar jarak Euclidian maka perbedaan sifat fisik mekaniknya semakin jauh dan sebaliknya apabila perbedaan tersebut semakin kecil maka perbedaan sifat fisik mekaniknya semakin kecil. Dendogram hasil analisis gerombol dengan metode pautan ratarata disajikan pada Garbar 8. Pada Garbar 8 terlihat bahwa pada jarak Euclidian 0.9 terdapat tiga kelompok jenis rotan. Kelompok pertama terdiri

5 dari jenis manau, tohiti dan batang. Kelompok kedua terdiri dari semambu, seuti dan galaka. Kelompok ketiga terdiri dari tretes, balukbuk dan sampang. Hasil pengelompokan ini mem- perlihatkan bahwa pada kelompok pertama jenis manau dan tohiti memiliki kemiripan sifat fisik-mekanik yang tinggi yaitu dengan dengan jarak Euclidian 0.6. Jarak rata-rata antar gerombol (jarak Euclidian) TH G m 8. Dendogram dengan metode pautan rata-rata Nilai rata-rata peubah sifat fisik-mekanik setelah pengelompokan (Tabel 13) menunjukkan bahwa rotan kelompok pertama pada umumnya memiliki sifat fisik mekanik terbaik.

6 Hal ini ditunjukkan oleh berat jenis yang tinggi, keteguhan lentur dan keteguhan torsi yang tinggi dan rangkak yang rendah. Di samping itu terdapat beberapa nilai sifat fisikmekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan rotan kelompok kedua, yaitu rasio berat jenis, modulus torsi dan rasio elastisplastis. Namun demikian, berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil, diketahui bahwa nilai rasio berat jenis dan modulus torsi yang lebih rendah tersebut ternyata tidak berbeda baik pada taraf nyata 5 % maupun 1 % dengan rotan kelompok kedua. Selanjutnya, diketahui pula bahwa rotan kelompok pertama memiliki BJ, MOE, daya lenting, tegangan lentur elastis, tegangan lentur maksimum dan tegangan torsi elastis yang paling tinggi dibandingkan dengan dua kelompok rotan lainnya pada taraf nyata 5 %. Akan tetapi pada taraf nyata 1 %, rotan kelompok pertama menunjukkan hanya BJ, tegangan lentur elastis dan tegangan lentur maksimum yang secara spesifik paling tinggi dibandingkan dengan dua kelompok rotan lainnya. Ini adalah jawaban mengapa mereka disebut kelompok elite. Kelompok pertama ini adalah jenis rotan yang paling disukai dalam penggunaan karena sifat mekanik yang dimilikinya menyebabkan mudah dalam pengolahan. Selain itu, sifat fisik lainnya seperti warna, kilap, tekstur, dan lain-lain, yang ditampilkannya menyebabkan rotan jenis ini harganya tinggi dan sangat disukai dalam perdangangan.

7 Tabel 13. Nilai rata-rata sifat fisik-mekanik kelompok jenis rotan Sifat J e n i s R o t a n Fisik mekanik Satuan nyata pada Kel. I Kel. I1 Kel. I11 1. B.J. 2. Rasio BJ.(d/l) f 3. M.O.E. Mpa 2125,6 f 4. Daya Lentin Joule 4,9 (resi 1 iencey f 5. Teg.Lent Elsts Mpa 31,9 23,8 24,8 a b b * A B AB ** 6. Teg.Lent.Max Mpa 70,5 a 7. Modulus Torsi Mpa 362,6 399,6 319,6 a a * A A f ** 8. Teg.Torsi Els Mpa 23,2 17,7 11,6 b * f A i ** 9. Torsi Maks Mpa 30,7 27,O 19,5 b b * f B B ** 10. Rasio E/P Keterangan : Lambang a7b,c dan A,B,C * = nyata pada = 0.05 ** = nyata pada a = 0.01 mewakili nilai peubah

8 Nilai sifat fisik-mekanik rotan kelompok kedua umumnya sedang, yaitu berada di antara rotan kelompok pertama dan ketiga, kecuali rasio berat jenis, modulus torsi dan rasio elastoplastis yang tinggi. Sungguhpun demikian, seperti telah disinggung di atas bahwa nilai-nilai ini secara statistik tidak berbeda pada taraf nyata 5 % dan 1 % dengan rotan kelompok pertama. Sifat fisik mekanik yang berbeda secara spesifik dengan kedua kelompok rotan lainnya pada taraf nyata 5 % adalah berat jenis dan tegangan torsi elastis. Selanjutnya, pada taraf nyata 1 % tidak satupun sifat fisik mekanik rotan kelompok kedua berbeda secara spesifik dengan dua kelompok lainnya. Dalam kelompok kedua ini termasuk jenis semambu, yaitu jenis rotan yang sudah lama dimanfaatkan dan diperdagangkan, yang merupakan jenis rotan pilihan kedua oleh para pengguna karena itu harganya lebih murah dibandingkan rotan kelompok pertama. Jenis seuti dan galaka, yang juga termasuk ke dalam kelompok kedua ini, adalah jenis yang relatif lebih baru dalam penggunaannya. Kelompok ketiga adalah jenis-jenis rotan yang dewasa ini belum banyak dimanfaatkan secara lokal dan belum dikenal dalam perdagangan. Nilai sifat fisik mekanik rotan kelompok ketiga ini secara keseluruhan paling rendah dibandingkan dengan dua kelompok rotan lainnya. Namun begitu, secara statistik pada taraf nyata 5 % sebagian nilai sifat fisik

9 mekanik, yaitu MOE, daya lenting, tegangan lentur elastis dan tegangan lentur maksimum tidak berbeda dengan rotan kelompok kedua; bahkan rasio elastis plastis dan modulus torsinya tidak berbeda dengan rotan kelompok pertama, Untuk mencirikan rotan kelompok kedua ini, pada taraf nyata 5 %, dapat digunakan BJ dan torsi elastis yang nilainya adalah terendah dibandingkan dua kelompok lainnya. Sedangkan pada taraf nyata 1 % ciri kelompok ketiga adalah rasio BJ, tegangan torsi elastis dan torsi maksimum, yaitu yang nilainya paling rendah dibandingkan dengan dua kelompok rotan lainnya, C. Peubah sifat fisik-mekanik sebagai indikator ~ t rotan. u Untuk mengetahui c3erajat hubungan antar sifat fisikmekanik rotan dapat dilihat dalam bentuk susunan matriks seperti pada Lampiran 4. Susunan matriks tersebut menunjukkan, bahwa MOE membentuk hubungan yang sangat signifikan dengan keteguhan lentur maksimum, Hubungan yang sangat signifikan ditunjukkan pula oleh tegangan lentur elastis dengan lentur maksimum dan tegangan torsi elastis dengan torsi maksimum. Selain itu terdapat pula hubungan yang signif ikan dengan koef isien korelasi, r < 0,76 antar beberapa sifat fisik-mekanik lainnya. Indikator mutu rotan dipilih dari 11 peubah sifat fisik-mekanik yang diteliti, Faktor yang terpilih sebagai indikator adalah peubah yang berkorelasi tinggi dengan

10 sifat-sifat fisik-mekanik lainnya dan membentuk model regre- si linier multipel yang signifikan. Berdasarkan kriteria tersebut, indikator mutu yang tampil adalah BJ, MOE, modulus torsi, rasio elastoplastis dan rangkak (Tabel 14). Peubah- peubah yang tidak terpilih disebabkan oleh peubah-peubah tersebut berkorelasi rendah dengan sifat fisik-mekanik lainnya. Tabel 14 memperlihatkan, bahwa di antara 5 indikator yang tampil ternyata dua indikator, yaitu MOE dan rasio elastoplastis menunjukkan signifikansi yang lebih mantap dibanding dengan tiga indikator lainnya. Namun begitu, rasio elastoplastis, modulus torsi dan rangkak sukar dijadikan indikator mutu ditinjau dari segi praktisnya. Hal ini disebabkan pengujian modulus torsi lebih rumit sedangkan pengujian rasio elastoplastis dan rangkak memerlukan waktu yang lebih panjang dan dapat merusak bahan. Oleh karena itu, MOE dan BJ dengan koefisien determinasi masing-masing 99,2 % dan 88,4 % dapat ditetapkan sebagai indikator mutu rotan. Tabel 14. Sifat Fisik-mekanik yang mungkin sebagai indikator mutu rotan Indikator Uji regresi Koefisien Jumlah mutu (Fh) determinasi peubah bebas (Y) (% BJ 13.16* 88.4 MOE ** 99.2 Modulus torsi 5.58" 95.2 Rasio elst/plsts 18.03** 92.7 Rangkak 6.67* 81.0

11 1. Modulus Elastisitas (MOE) Modulus elastisitas berkisar antara 734,4-4608,2 MPa dengan rata 1832,8 MPa. MOE hasil pengamatan cukup baik karena tidak jauh berbeda dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya, yaitu MPa (Hadikusumo, 1988). Hasil analisis MOE menunjukkan, bahwa ada 6 peubah sifat fisik-mekanik yang masuk ke dalam model, 3 peubah diantaranya berpengaruh sangat nyata dan 3 peubah lainnya berpengaruh nyata terhadap MOE. Secara berturut-turut berdasarkan bobot sumbangannya terhadap MOE adalah tegangan lentur elastis, tegangan torsi elastis, rasio elastoplastis, torsi maksimum, rangkak dan daya lenting (Tabel 15). Tabel 15. Hubungan Modulus Elastisitas (MOE) dengan sifat fisik-mekanik Peubah Koef isien Koefisien regresi regresi baku Daya Lenting - 222,03** 8016 (6) Teg.lent.Els. - 78,71* 17550,O (1) Teg.Torsi Els ,15** 1637,O (2) Torsi Maks. - 38,09* 1106,5 (4) Rasio Elp ,7* 1254,O (3) Rangkak * 2l6,8 (5) Keterangan : Koefisien determinasi = 99*3 % F hitung regresi = 169,47 Angka dalam kurung = peringkat kontribusi peubah ** nyata pada taraf a I 0,01 * nyata pada taraf a I 0,05

12 Keunggulan MOE sebagai indikator mutu secara permodelan statistik, yaitu tidak hanya memiliki koefisien determinasi yang tinggi dengan peubah bebas yang banyak tetapi dengan peubah bebas yang semakin sedikit koefisien determinasinya tetap tinggi, sehingga lebih mudah menginterprestasikan persamaan regresi linier multipelnya (Sujana, 1983). Hubungan regresi linier multipel antara MOE dengan dua peubah sifat fisik-mekanik lainnya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Hubungan MOE dengan dua sifat fisikmekanik. No. Y X1 X2 R2 Fh 1. MOE Teg.lent Max Teg.Torsi Max 86,5 20,02** 2. MOE Teg-lent Max Teg.Torsi Els. 79,2 16,82** 3. MOE Teg.lent Max Daya lentur 75,7 13,75** 4. MOE Teg.lent Max Berat Jenis 74,O 11,96** Pada Tabel 16 dapat diketahui, bahwa koefisien determinasi antara MOE dengan tegangan lentur maksimum dan tegangan torsi maksimum adalah yang tertinggi dan sangat sigfnifikan dibandingkan dengan korelasi multipel lainnya. Hasil analisis regresi linier multipelnya menghasilkan persamaan sbb. :

13 dimana : Y = Modulus Elastisitas X1 = Tegangan Lentur Maksimum X2 = Tegangan Torsi Maksimum Berdasarkan matriks korelasi antar sifat fisikmekanik dan analisis regresi sederhana antara MOE dan tegangan lentur maksimum dapat diketahui bahwa bentuk hubungan tersebut sangat nyata dengan bentuk persamaan sebagai berikut: dimana : Y = Tegangan Lentur Maksimum X = Modulus Elastisitas Berdasarkan kedua persamaan regresi di atas maka MOE dapat dipakai sebagai penentu dua sifat keteguhan rotan yang penting dalam penggunaannya, yaitu keteguhan lentur dan sekaligus keteguhan torsi. Oleh karena itu MOE dapat dipilih sebagai salah satu persyaratan untuk menetapkan mutu rotan secara kuantitatif. Sampai saat ini persyaratan mutu masih ditetapkan secara kualitatif sebagai elastis dan tidak elastis (Komaesakh, 1990). Menurut Anonimous (1991) dengan diberlakukannya ISO-9000 dalam era perdagangan bebas maka persyaratan mutu harus dapat menerangkan secara tepat dengan mana produk harus sesuai.

14 2. Berat Jenis Berat jenis rotan berkisar antara ,74 dengan rata-rata 0,51 dan simpangan baku 0,08. Hasil pengamatan berat jenis ini dapat dirujuk kepada hasil penelitian sebelumnya, yaitu berkisar antara 0,36-0,68 (Hadikusumo, 1994). Hasil analisis berat jenis menunjukkan bahwa ada 5 peubah sifat fisik-mekanik yang masuk kedalam model regresi linier multipel, dan 4 peubah bebas tersebut ber- pengaruh nyata terhadap indikator mutu rotan (Tabel 17). Tabel 17. Hubungan berat jenis dengan sifat fisikmekanik peubah Koef isien Koef isien regresi regresi baku Modulus elastis - 0,000037** 0,0047 (4) Teg.lentur elastis - 0, ,0139 (2) Teg.lentur maks. 0,00267** 0,0143 (1) Modulus Torsi 0,000074* 0,0006 (5) Torsi maksimal - 0,00218* 0,0083 (3) Keterangan : Koefisien determinasi (R2 adj) = 88,4 % F hitung regresi = 13,16* Angka dalam kurung = peringkat kontribusi peubah * = nyata pada a < 0,05 ** = nyata pada a I 0,01 Berdasarkan nilai koefisien regresi baku diketahui, bahwa tegangan lentur maksimum adalah peubah yang paling

15 besar kontribusinya terhadap indikator berat jenis. Berdasarkan nilai koefisien regresi baku diketahui, bahwa tegangan lentur maksimum adalah peubah yang paling besar kontribusinya terhadap indikator berat jenis. Suatu keuntungan berat jenis sebagai indikator mutu secara permodelan rmatematik ialah memiliki koefisien determinasi yang masih tinggi pada jumlah peubah bebas yang makin sedikit dalam persamaan regresi. Artinya, semakin sedikit peubah bebas dalam persamaan maka koefisien determinasinya masih relatif tinggi dan modelnya signifikan. Peubah bebas yang terlalu banyak dalam persamaan regresi linier multipel tidak hanya sukar untuk menginterprestasikannya tetapi juga pengumpulan data yang lebih rumit (Sujana, 1983). Selanjutnya, secara praktis pengukuran berat jenis memerlukan alat yang relatif sederhana. D, Peranan Sifat Anatou dan Kimia pada Indikator Hutu Rotan Peranan sifat anatomi dan kimia pada indikator rasio elastoplastis rotan, yaitu HOE dan BJ dipelajari melalui matriks korelasi (Larpiran 5 dan 6) dan hubungan regresi linier sederhana dan rmultipel beserta korelasinya satu sama lain. Bentuk-bentuk regresi linier sederhana dan multipel pada Tabel 18 menunjukkan adanya peranan tunggal dan peranan

16 secara bersama sifat anatomi dan kimia pada indikator mutu rotan. Sifat anatomi yang berperan secara tunggal dalam menentukan indikator berat jenis adalah tebal dinding sel serat, panjang sel serat dan rasio panjang-diameter serat. Semua sif at anatomi ini berperan positif terhadap BJ. Pada Tabel 18 tampak bahwa rasio panjang-diameter serat atau lebih dikenal dengan istilah faktor kelangsingan sel adalah sifat anatomi satu-satunya, yang paling besar peranannya terhadap berat jenis rotan (r2 = 69,l) melebihi peranan tebal dinding (r2 = 63,O) dan pan jang serat (r2 = 65,6). Peranan faktor kelangsingan sel secara bersama dengan kerapatan ikatan pembuluh berperan lebih besar lagi pada berat jenis dengan koef isien determinasi R2 = 77,4. Selan jutnya, peran f aktor kelangsingan sel secara bersama dengan tebal dinding ternyata memberikan peranan yang paling tinggi terhadap berat jenis. Hal ini ditunjukan oleh besarnya kontribusi kedua sifat tersebut, yaitu mencapai 81.3 % (R2 = 81,3) terhadap terjadinya variasi berat jenis melalui persamaan regresi linier multipel pada Tabel 18. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa sifat anatomi yang paling berperan terhadap indikator mutu rotan, berat jenis, adalah faktor kelangsingan sel baik secara tunggal maupun secara bersama dengan kerapatan ikatan pembuluh atau tebal dinding serat.

17 Tabel 18. Hubungan indikator mutu dengan sifat anatomi- kisia Berat Jenh Xl=Tebal ~iading serat Y=0,135+0,0685X1 O,O" (1) ~l=~anjaag serat Y=-o,~w,~oo~x~ 64,5'* Xl=8asio pan j-diameter Y=4,101+0,00825Xl 69, lt * Xl=Rasio pan j-dmtr (1) Y~-0,097+0,0098X9,037X2 77,4" m t n h* perbh (2) Xl=bio panj-diaaeter (1) Y--0,1~,0054utO,o39X2 X2=Md dinding serat (2) 81,3jt t Keterangan ) nyata pada taraf 8 5 0,05 On) nyata pada M L 3 0,Ol Xl=Kristalinitas (2) Y=0,199-0,069X1+0,00852](2 81,7** BWio panj-dim sel (1) U=Selulostialpa (1) Y=4~034M,0Y)Xl(0,00(X2+OIOMX3 99,7'* XZzPersea mat (3) X3=Tebal dinding serat (2)

18 Sifat kinia secara tunggal tidak satupun yang berperan pada indikator berat jenis. Peranan sifat kimia pada berat jenis baru muncul setelah didukung oleh sifat anatomi (Tabel 18). Selulosa-alpa bersama tebal dinding serat membentuk hubungan regresi linier multipel dengan koefisien determina- si (R' = 75,8). Akhirnya, peranan sifat anatomi-kimia yang paling tinggi terhadap berat jenis adalah tebal dinding serat, selulosa-alpa dan persen serat. Ketiga sifat ini memberikan kontribusi 99,7 $ terhadap terjadinya variasi berat jenis melalui persamaan regresi linier yang terbentuk ( ~ = 2 99,7). Sifat anatomi yang berperan secara tunggal dalam penen- tuan indikator MOE adalah kerapatan ikatan pembuluh. Peran itu ditunjukkan oleh hubungan linier positif dengan R ~ = 60,2. Peranan kerapatan ikatan pembuluh dalam menentukan HOE menjadi lebih tinggi lagi jika persen serat dalam rotan xaeningkat seperti ditunjukkan oleh regresi linier multipel pada Tabel 18 dengan R ~ = Seperti halnya pada indikator Bj, ternyata pula, bahwa peranan sifat kiria secara tunggal tidak taxapak dalam indi- kator MOE, kecuali bersama dengan sifat anatomi. Komponen kimia yang nyata pengaruhnya pada HOE adalah lignin bersama kerapatan ikatan pembuluh yang keduanya menunjukkan hubungan linier positif dengan MOE (R~= 65,3). Peranan lignin tampil lebih nyata pada HOE lagi bersama kerapatan ikatan pembuluh

19 dan panjang serat membentuk hubungan regresi linier multipel dengan ~ ~092~9. Komponen kimia silika secara individu tidak berpengaruh nyata pada MOE. Peranan silika dalam meningkatkan MOE akan tampil setelah adanya kenaikan kerapatan ikatan pembuluh. Peranan silika tampil lebih nyata lagi bersama kerapatan ikatan pembuluh dan persen serat. Kenaikan nilai ketiga sifat ini akan meningkatkan MOE rotan yang ditunjukan oleh persamaan regresi linier multipel dengan R~-93, 7. Hubungan sifat anatomi kimia dengan HOE seperti diuraikan diatas tidak banyak berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh peneli- ti terdahulu. Karakteristik pelengkungan rotan (bending) terutama dipengaruhi oleh lignin dan silika (Hadikusumo, 1994). Parathasarathy dan Klotz (1986) menyatakan bahwa kemampuan ikatan pembuluh dalam menyokong kekuatan kayu palma berhubungan erat dengan kerapatan ikatan pembuluh dan kandungan silika dalam stegmata. Menurut Schmitt 1 - (1995) silika berkaitan erat dengan ikatan pembuluh karena partikel silika yang diendapkan dalam stegmata paling banyak terdapat di antara sel parenchym yang bersebelahan dengan sel-sel serat. Dengan demikian kenaikan kerapatan ikatan pembuluh akan meningkatkan kandungan silika dan sekaligus meningkatkan kekuatan rotan. Berdasarkan tampilan persamaan-persamaan regresi antara MOE dengan sifat anatomi pada Tabel 18, terlihat bahwa

20 kerapatan ikatan pembuluh selalu muncul dalam membentuk persamaan-persamaan tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kerapatan ikatan pembuluh adalah sifat anatomi yang sangat menentukan nilai MOE. Penggunaan kerapatan ikatan pembuluh sebagai penduga MOE secara praktis mudah dilakukan karena kerapatan ikatan pembuluh dapat dihitung jumlahnya per satuan luas pada penampang lintang rotan baik dengan mata telanjang atau dengan bantuan loupe. E. Analisis Struktur Selulosa dan Lignin Analisis daerah kristalin selulosa dalam mikrofibril menghasilkan kristalinitas selulosa rotan berkisar antara 38,7-51,9 % dengan nilai rata-rata 45,9 %. Kristalinitas selulosa rotan ternyata lebih rendah dibandingkan dengan katun dan rami, yaitu masing-masing sebesar 71 % dan 72 % tetapi hampir sama dengan selulosa asetat, yaitu sebesar 45% (Stamm,1968). Sedangkan Rowel1 (1984) menyatakan bahwa lebih dari 60 % selulosa kayu ada dalam bentuk kristalin sehingga bagian ini bertanggung jawab terhadap kekakuan kayu. Dalam penelitian ini, berdasarkan analisis korelasi antara kristalinitas selulosa dengan MOE tampak adanya indikasi kenaikan persentase kristalinitas meningkatkan MOE tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan. Namun demikian, nilai kristalinitas yang rendah pada rotan dapat dihubungkan dengan rendahnya MOE rotan bila dibandingkan

21 dengan kayu, yaitu mencapai 1/3 MOE rata-rata kayu. Dengan demikian rotan tidak kaku seperti kayu sehingga mudah dilenturkan. Kristalinitas selulosa secara individu tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan berat jenis. Akan tetapi kristalinitas bersama dengan faktor kelangsingan sel aembentuk hubungan regresi linier multipel dengan R~ = 81,7 (Tabel 18). Untuk mengetahui lebih jauh peranan lignin dalam menentukan sifat keteguhan rstan, maka telah dilakukan analisis prazat lignin hasil oksidasi dengan nitrobenzen, yaitu syringil, vanilin Ban para-hydroxibenzaldehide. ~omposisi prazat tersebut dalam lignin rotan seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Komposisi prazat lignin rotan Jenis rotan Syringil Vanilin p-hidroksi Hanau Tohiti Batang Semambu Seuti Galaka Tretes Balukbuk Sampang Keterangan : Angka dalam tabel menunjukkan persentase berat prazat terhadap sanpel yang diinjeksikan dalam kromatografi gas.

22 Seperti tampak pada Tabel 19, kehadiran ke tiga jenis prazat lignin tersebut ternyata tidak konsisten pada tiap jenis rotan. Koaponen syringaldehide tidak terdapat pada jenis rotan seuti dan tretes; jenis prazat lignin vanilin tidak terdapat hanya pada tohiti; jenis prazat lignin para- hydroxybenzaldehide tidak terdapat pada manau, seuti, tretes dan balukbuk. Sedangkan ketiga jenis prazat lignin tersebut secara lengkap terdapat pada batang, semambu dan sampang (Larpirm 7)..Dalam analisis mengenai hubungan persentase ketiga jenis prazat lignin tersebut baik secara total maupun indi- vidual dengan sifat keteguhan rotan dapat diperiksa melalui matriks korelasinya (Lampiran 8). Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan kandungan syringaldehide secara individual akan meningkatkan HOE rotan dengan koefisien korelasi, r==0,86 (Tabel 18). Peranan ini lebih dominan dibandingkan dengan dua jenis prazat lignin lainnya (vanilin, ~ 0~06; p- hidroksibenzen, r=0,45) atau ketiga jenis prazat lignin tersebut secara total terhadap MOE (r=0,78). P. Hubungan Keteguhan Rotan dengan Sifat Anatod dan Kiria Untuk mengetahui derajat hubungan antara peubah sifat fisik-mekanik dengan sifat anatomi dan antara sifat fisikmekanik dengan sifat kinia rotan dapat diperiksa dalam bentuk susunan matriks seperti pada Lampiran 5 dan 6.

23 Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana dan korelasinya dengan taraf nyata 5 % diketahui, bahwa rasio panjang dan diameter sel serat atau disebut juga faktor kelangsingan sel berkorelasi cukup besar dengan keteguhan lentur maksimum (r=0,90), rangkak (r= -0,71) dan semua sifat fisik mekanik lainnya (r > 0,70). Hanya dengan torsi maksimum rasio panjang-diameter serat tidak menunjukkan baik korelasi linier maupun non linier. Namun begitu, pada taraf nyata 14 % ada kecenderungan hubungan linier positif (r=0,53). Seperti dapat dilihat pada Tabel 20 seluruh korelasi antara rasio panjang-diameter serat dengan sifat fisikmekanik adalah positif kecuali dengan rangkak berkorelasi linier negatif. Artinya, jenis-jenis rotan dengan sel serat yang lebih langsing cenderung tidak mudah mengalami rangkak atau mempunyai nilai rangkak yang rendah sebaliknya rotan dengan sel serat terlalu gemuk akan mudah menjadi rangkak atau memiliki nilai rangkak yang tinggi. Secara induktif ha1 ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Sel-sel serat yang langsing diduga mempunyai bidang geser yang lebih luas dan kemungkinan keterikatan (interconection) antara sel-sel yang bersebelahan lebih besar dibandingkan dengan sel-sel yang lebih gemuk. Dengan demikian keadaan tersebut akan meningkatkan friksi antar sel yang dapat menahan gaya selama waktu pembebanan. Oleh karena faktor kelangsingan sel serat ini

24 berkorelasi dengan semua sifat keteguhan dan sifat fisik- mekanik lainnya maka faktor kelangsingan adalah satu-satunya sifat anatomis yang bisa dijadikan peubah kunci, yaitu peubah yang berperan dalam menentukan sifat keteguhan dan sifat fisik-mekanik seperti pada Tabel 20. lainnya melalui persamaan regresi Tabel 20. Hubungan ifa at ~isik-mekanik dengan Sifat Anatomi dan Kimia. Fisik-mekanik Anatomi-kimia Persamaan Regresi r ( Y ) ( X I Sifat keteguhan: Lentur maksimum Torsi maksimum Rangkak Rasio p/d Panjang serat Persen pori Rasio p/d Panjang serat Rasio p/d Fisik-mekanik 7ainnya: Lentur elastis Rasio p/d Si 1 ika Torsi elastis Rasio p/d Panjang serat Keterangan : p/d = pan jang/diameter * = nyata pada taraf a s 0,05 ** = nyata pada taraf a s 0,01 4 = nyata pada taraf a s 0,14

25 Sifat anatomis yang lain, yaitu panjang serat berkorelasi linier positif masing-masing dengan lentur maksimum (r=0,73) dan torsi elastis (r=0,76). Selanjutnya panjang serta berkorelasi linier negatif dengan rangkak (r= -0,77). Persen pori ternyata berkorelasi linier positif dengan keteguhan torsi maksimum (r=0,69). Artinya, peningkatan jumlah persen pori dapat meningkatkan keteguhan torsi maksimum pada rotan. Grafik hubungan linier persen pori dan torsi maksimum adalah seperti Garbar 9A. Hasil ini tampaknya agak berbeda dengan hasil-hasil yang umumnya sudah dilaporkan baik pada rotan maupun kayu. Peningkatan sifat keteguhan rotan, terutama keteguhan tarik biasanya tidak dihubungkan dengan kehadiran sel-sel pori tetapi adalah karena kenaikan persen serat dan struktur sel seratnya (Yudodibroto, 1984; Bhat dan Thulasidas, 1989; Bhat dan Mohan, 1989). Sel-sel pori pada rotan terdiri dari sel protoxylem dan metaxylem. Struktur sel ini berbeda dengan sel-sel penyusun lainnya (serat dan parenchyma), terutama dindingnya yang sangat khas, yaitu berbentuk seperti spiral dengan gulungan yang sangat rapat (Mandang dan ~ulliyati, 1990). Sedangkan dinding sel serat masif dengan orientasi rantai selulosa membentuk sudut dengan sumbu panjang sel. Keadaan ini memperkuat dugaan, bahwa bentuk struktur demikian akan dapat

26 Lentur Elastis (MPd 40 Gambar 9A. Grafik Hubungan Linier Persen Pori dengan Torsi Maksimurn Torsi Maksimum (MPa) Y X. r I 1 I I I ii Pori (%) Gambar 98. Grafik Hubungan Kuadratik Silika dengan Tegangan Lentur Elastis Silika (%)

27 menahan gaya torsi dan gaya lentur. Hasil ini membuka peluang untuk menelusuri lebih jauh tentang struktur dinding sel xylem pada keteguhan rotin dan mempela jari orientasi rantai selulosa didalamnya. Struktur dinding xylem pada penampang longitudinal rotan batang (Calamus zolingeri) dapat dilihat pada Gambar 10. Garbar 10. Dinding sel protoxylem (X) rotan Batang (Calamus zolingeri) pada penampang longitudinal Sifat dasar kimia rotan secara tunggal hampir tidak berpengaruh terhadap sifat fisik-mekaniknya kecuali dengan kandungan silika menunjukkan hubungannya dalam mempengaruhi tegangan lentur pada batas elastis seperti ditunjukkan oleh

28 Garrbar 9B. Hubungan tersebut berbentuk persamaan regresi kuadratik dengan koefisien korelasi, r = 0,80. Pada grafik hubungan di atas dapat diketahui, bahwa kenaikan kandungan silika pada rotan cenderung meningkatkan keteguhan lentur elastis rotan. Akan tetapi pada batas tertentu kenaikan silika tidak lagi berpengaruh terhadap keteguhan lentur elastis rotan, bahkan menurunkan keteguhan itu sendiri. Titik batas tersebut diketahui melalui kurva kuadratiknya, yaitu pada kandungan silika 1,40 %. Mengenai peranan silika pada keteguhan rotan sejauh ini dilaporkan oleh Tomlison (1961) dan Uhl dan Dransfield (1987) bahwa silika meningkatkan kekerasan rotan. Selanjutnya, Hadikusumo (1994) menyatakan bahwa kenaikan kandungan silika cenderung mengurangi besarnya radius yang dapat dicapai pada saat pelengkungan rotan. Hal ini dapat diartikan sebagai meningkatnya keteguhan rotan. G. Pendugaan Sifat Keteguhan Haksimum Rotan Sifat keteguhan rotan yang diamati dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai kekuatan mekanis statis dan dinamis. Kekuatan yang disebut pertama terdiri dari tegangan lentur maksimum dan tegangan torsi maksimum. Tegangan lentur maksimum menyatakan ketahanan rotan melawan gaya tekan (compression) dan gaya tarik (tension). Sedangkan tegangan torsi maksimum menyatakan ketahanan rotan melawan

29 gaya puntir (shear stress). Kekuatan mekanis dinamis adalah rangkak yang menyatakan ketahanan rotan melawan gaya yang diberikan kepadanya dalam selang waktu tertentu. Sebagai penduga sifat-sifat keteguhan rotan seperti tersebut di atas digunakan Berat Jenis (BJ), Rasio Berat Jenis (RBJ), Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus Torsi (ModTor). Dengan demikian faktor penduga akan berperan sebagai peubah bebas (X) dan sifat-sifat keteguhan berperan sebagai peubah terikat (Y). Selanjutnya antara peubah bebas dan peubah terikat akan dicari model persamaan regresi sederhana yang paling sesuai baik berbentuk linier maupun non-linier. Kehandalan model ditentukan melalui uji-f., yaitu signifikansi hubungan antar peubah-peubah yang diseli- diki dan koef isien determinasi, R ~, yaitu ukuran kontribusi peubah penduga terhadap peubah yang diduga. Hasil analisis regresi antara peubah-peubah tersebut disajikan pada Tabel 21. Pada Tabel 21 dapat dilihat, bahwa keteguhan lentur maksimum mempunyai hubungan fungsional yang signifikan dengan BJ dan MOE. Oleh karena itu keteguhan lentur maksi- mum dapat diduga baik oleh BJ maupun MOE. Bentuk hubungan keteguhan lentur maksimum ini baik dengan BJ maupun MOE yang paling sesuai berdasarkan nilai-nilai koefisien detenninasi yang tertinggi masing-masing adalah :

30 - hyperbola dengan R2 = 0,570 atau r = 0,75 dan - geometris dengan R2 = 0,658 atau r = 0,81 Tabel 21. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Sifat Keteguhan Rotan Koef isien Deteninasi dan Uji Signif ikansi Regresi Peubah Peubah... Pew Diduga Linier Kuad- Kubik Ekspo- Geore- Logistik Hyper- Loga- Log. ratik nensial trik bola ritdk Resip. BJ Lentur Waks Torsi Haks Ranskak * RBJ Lentur Haks TorsiHaks * Rangm IK)E LenturWaks * Torsi Waks Rangkak llodtor Lentur Waks Torsi ~aks * RanW Teg.Tor Torsi Haks 81.4* * Els Rangkak Rasio E/P * *) Nyata pada taraf a = 0.05 Berdasarkan dua persamaan tersebut, keteguhan lentur maksimum lebih tepat diduga oleh modulus elastisitas (MOE)

31 dengan grafik-hubungan geometris seperti pada Garbar 11A. Grafik tersebut menunjukkan bahwa hubungan tersebut adalah geometris positif, artinya kenaikan MOE diikuti oleh kenaikan keteguhan lentur maksimum akan tetapi pertambahan kenaikan keteguhan lentur tersebut semakin rendah dengan naiknya MOE. Keteguhan torsi maksimum mempunyai hubungan fungsional yang signifikan dengan modulus torsi dan rasio-bj. Dengan demikian modulus torsi dan rasio-bj dapat digunakan untuk meramalkan keteguhan torsi maksimum. Hubungan fungsional modulus torsi dengan torsi maksimum yang paling sesuai menurut koefisien determinasi adalah berbentuk persamaan regresi logaritmik-resiprokal dengan r = 0,73. Sedangkan hubungan fungsional rasio-bj dengan torsi maksimum adalah persamaan regresi linier dengan r = 0,69 (Tabel 21). Oleh karena hubungan modulus torsi dengan torsi maksimum lebih erat dibandingkan hubungan rasio-bj dengan torsi maksimum maka modulus torsi lebih tepat digunakan untuk meramalkan keteguhan torsi maksiaum dengan bentuk grafik-hubungan seperti pada Gambar 11B. Grafik tersebut menunjukkan, bahwa hubungan tersebut adalah logaritmik-resiprokal positif, artinya kenaikan modulus torsi menyebabkan kenaikan keteguhan torsi maksimum. Akan tetapi pertambahan kenaikan keteguhan torsi maksimum semakin berkurang dengan kenaikan modulus torsi.

32 Gambar 11A. Grafik Hubungan Geometrik Lentw Maksimum dengan MOE Lentur Maksirnum, MPa Y = X, r = 0,81 I I 1 I I I I I MOE (Ribuan), MPa Gambar 118. Graf ik Hubungan Log Resiprok Torsi Maksimum dengan Modulus Torsi Torsi Maksimum, MPa 34 - T I I I I Modulus Torsi (Ratusan), MPa

33 Selain modulus torsi dan rasio-bj, maka tegangan torsi elastis dapat pula digunakan untuk meramalkan keteguhan torsi maksimum melalui hubungan regresi eksponensial dengan r = 0,92 (G- 21C). Walaupun nilai keeratan ini cukup tinggi tetapi dalam praktek tegangan torsi elastis lebih sukar diperoleh dibandingkan dengan modulus torsi, sehingga pendugaan lebih cepat melalui modulus torsi. Rangkak sebagai salah satu ukuran keteguhan lentur dinamis mermpunyai satu-satunya hubungan yang signifikan dengan BJ. Dengan demikian hanya BJ yang dapat digunakan sebagai penduga rangkak. Bentuk persamaan regresi yang paling sesuai adalah eksponensial dengan r = 0,67 (Tabel 21). Grafik hubungan BJ dan rangkak dapat dilihat pada Garbar lld. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan BJ akan menurunkan rangkak. Penurunan rangkak akan semakin kecil dengan kenaikan dalam BJ. Seperti halnya MOE dapat menduga keteguhan torsi maksimum dan modulus torsi dapat menduga torsi maksimum maka konsisten dengan itu rangkak dapat pula digunakan untuk meramalkan rasio elastis-plastis melalui persamaan regresi yang paling sesuai, yaitu hyperbola dengan koefisien korelasi, r = 0,76 dan garik hubungannya seperti pada Garbar 118. Pada gawbar tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan rangkak akan menurunkan rasio elasto-plastis.

34 QlrnbrOC.--bg-- Q. m b r Q b. ~ ~ ~ 'IkJWl)drrm~rnM RuplulrdaummJ.nlr 'Ibnl-wa ' $20. ~ - q, *.a - Y - aao#'-*, r - ~ WaO 0.7 vmwd.r=op lab ' 1 QI m w ma v8 lea zm zsaz(r s 0s OM ae am a7 mwutk,w- BrrtJ.nlr Gambar 9E. Grafik Hubungan Hiperbola Rasio-Elastoplast is dan Rangkak Rasio-E/P X, r = 0, I I I I I I I I Rang kak,mm

35 H. Konsepsi penentuan mutu rotan Dalam sistim penentuan mutu rotan secara visual (visual grading) yang berlaku sampai saat ini, rotan dinilai secara kualitatif pada sepanjang dan sekeliling potongan rotan untuk menetapkan mutunya. Pada tiap kelas mutu rotan ditaksir pula kemampuan mekanisnya dalam bentuk "kekerasan dan elastisitasl*. Se jauh ini penaksiran kemampuan mekanis ini belum dapat menjamin kesesuaian dengan kondisi pemanfaatan, terutama dalam proses pengolahan. Dalam upaya penyempurnaan mutu rotan sudah selayaknya ditambahkan penentuan mutu rekayasa (engineering quality) disamping mutu visual yang sudah dikenal saat ini. Penentuan mutu ini didasarkan kepada indikator sifat fisik mekanik yang mudah diukur dan menggunakan alat sederhana. Dengan menggunakan indikator kekuatan dalam penentuan mutu maka dapat dilakukan metoda "non destructiven sehingga tidak merubah integritas struktur kekuatan rotan yang diuji. Pada kayu, di Indonesia sejak tahun enampuluhan telah digunakan berat jenis sebagai indikator kekuatan, karena BJ mempunyai hubungan yang erat dengan sifat mekanis kayu, yaitu modulus patah dan keteguhan tekan. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka kayu-kayu Indonesia diklasifikasikan secara langsung menjadi lima kelas kuat menurut BJ-nya. Untuk BJ tertinggi (2 0,9) termasuk kelas kuat I dan yang terendah (I 0,3) adalah kelas kuat V (Oey Djoen Seng, 1964).

36 PKRI tahun 1961 dan SII tahun 1985 memilih pula BJ sebagai indikator kekuatan kayu. Dalam menentukan tegangan ijin telah dibuat hubungan regresi linier untuk meramalkan keteguhan lentur, tekan dan geser. Berdasarkan tegangan ijin ditentukan mutu kekuatan kayu menjadi dua kelas, yaitu mutu A dan B. Menurut Surjokusumo (1977) selain BJ, akhir-akhir ini MOE sudah banyak digunakan sebagai indikator kekuatan kayu. Penggunaan MOE sebagai indikator kekuatan adalah karena mudah dalam melakukan pengujian dan tidak merusak bahan yang diuji. Selanjutnya, Surjokusumo (1980) telah juga menggunakan kekakuan (stiffness) atau MOE sebagai indikator kekuatan kayu. Berdasarkan hasil analisis pada Bab 1V.C terbukti, bahwa dari analisis regresi-korelasi sifat fisik-mekanik ternyata MOE dapat dijadikan indikator mutu rotan. Dengan demikian, untuk melaksanakan pengujian nnon destru~tive~~ maka satu-satunya indikator mutu yang digunakan adalah MOE. Hal ini disebabkan MOE disamping mengukur' kekakuan dapat pula menduga kekuatan lentur maksimum rotan. Suatu konsep untuk menentukan mutu kekuatan rotan melalui MOE dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, dibentuk persamaan regresi melalui hubungan antara MOE dan tegangan lentur maksimum (TLM). Untuk mendapatkan persamaan tersebut, seluruh data MOE hasil pengujian diplot terhadap tegangan lentur maksimumnya. Dari

37 titik tersebut dicari persamaan garis regresi (GR). Plot titik-titik dan persamaan garis regresi ternyata berbentuk linier, seperti Lampiran 9. Kelas mutu dapat dibagi menjadi tiga, dengan sebutan MI, MI1 dan MI11 masing-masing untuk mutu I, mutu I1 dan mutu 111. Rentang nilai MOE rotan yang termasuk MI, MI1 dan MI11 didasarkan masing-masing kepada MOE rotan Kelompok I (rotan elite), Kelompok I1 dan Kelompok I11 yang sudah dibahas pada Bab 1V.A. Rentang nilai tersebut dihitung dengan rumus : R = p f at( a,n) dimana; R = Rentang nilai p = Nilai rata-rata Kelompok a = Simpangan baku t = Nilai tabel t pada tingkat nyata dan n kali ulangan Dengan cara demikian diperoleh rentang nilai MOE rotan MI, MI1 dan MI11 masing-masing adalah MPa, MPa dan MPa.

STUD1 KARAKTEAISTIK SFAT FlSlK DAN MEKANIK ROTAN PADA CONTOW UJI KECll BEBAS CACAT

STUD1 KARAKTEAISTIK SFAT FlSlK DAN MEKANIK ROTAN PADA CONTOW UJI KECll BEBAS CACAT STUD1 KARAKTEAISTIK SFAT FlSlK DAN MEKANIK ROTAN PADA CONTOW UJI KECll BEBAS CACAT Oleh MURDl HARJOKO F 27.0901 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR MURDI.HARJOK0. F 27.0901.

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

Jenis, sifat dan kegunaan rotan

Jenis, sifat dan kegunaan rotan Standar Nasional Indonesia Jenis, sifat dan kegunaan rotan ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Lambang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r = 70 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

PERANAN SlFAT ANATOMI, KlMlA DAN FlSlK TERHADAP MUTU REKAYASA ROTAN

PERANAN SlFAT ANATOMI, KlMlA DAN FlSlK TERHADAP MUTU REKAYASA ROTAN PERANAN SlFAT ANATOMI, KlMlA DAN FlSlK TERHADAP MUTU REKAYASA ROTAN oleh : Osly Rachman IPK a0632 PROGRAM PASCA SARJANA lnstltut PERTANlAN BOQOR t 996 Dan Dia (Allah) menundukkan bagi kamu (manusia) apa

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI DAN KORELASI

ANALISIS REGRESI DAN KORELASI ANALISIS REGRESI DAN KORELASI SEDERHANA LATAR BELAKANG Analisis regresi dan korelasi mengkaji dan mengukur keterkaitan seara statistik antara dua atau lebih variabel. Keterkaitan antara dua variabel regresi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 81 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 1. Hasil Densifikasi Kayu Mangium Pemadatan kayu mangium telah dilakukan terhadap 24 lempengan papan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan 4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI 4.1. Pendahuluan Dalam bidang konstruksi secara garis besar ada dua jenis konstruksi rangka, yaitu konstruksi portal (frame) dan konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Torsi Pertemuan - 7 TIU : Mahasiswa dapat menghitung besar tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu penampang TIK : Mahasiswa dapat menghitung

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR Oleh : Nama : SOMAWARDI NIM : 23107012 Kelompok : 13 Tanggal Praktikum : November 2007 Nama Asisten (Nim) : Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu Berat jenis dan atau kerapatan kayu merupakan salah satu sifat fisik utama disamping kadar air kayu yang mempunyai korelasi kuat dengan sifat

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² Ag = Luas bruto penampang (mm²) An = Luas bersih penampang (mm²) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm²) Al = Luas total

Lebih terperinci

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah: PEGAS Ketika fleksibilitas atau defleksi diperlukan dalam suatu system mekanik, beberapa bentuk pegas dapat digunakan. Dalam keadaan lain, kadang-kadang deformasi elastis dalam suatu bodi mesin merugikan.

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

Nama botani Nama daerah Asal Kode contoh

Nama botani Nama daerah Asal Kode contoh XIX- METODOLOGI PENELXTXAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan rotan Bahan penelitian yang digunakan adalah 9 jenis rotan dan berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Contoh jenis rotan adalah seperti Tabel 9.

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton DAI'TAH NOTASI DAFTAR NOTASI a = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen Ab = luas penampang satu bentang tulangan, mm 2 Ag Ah AI = luas penampang bruto dari beton = luas dari tulangan geser yang

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji triaksial UU Hasil pengujian triaksial berupa hubungan tegangan deviator dengan regangan aksial diberikan pada Gambar 4.1 sampai 4.. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir DAFTAR ISTILAH A0 = Luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser (mm 2 ) A0h = Luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar (mm 2 ) Ac = Luas inti komponen struktur

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Prediksi pada dasarnya merupakan dugaan atau prediksi mengenai terjadinya

TINJAUAN PUSTAKA. Prediksi pada dasarnya merupakan dugaan atau prediksi mengenai terjadinya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prediksi Prediksi pada dasarnya merupakan dugaan atau prediksi mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan datang. Prediksi bisa bersifat kualitatif (tidak

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

II. TEGANGAN BAHAN KAYU II. TEGANGAN BAHAN KAYU I. Definisi Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air (Ka) adalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu yang dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Kadar air pohon Jati hasil penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data statistik Kehutanan (2009) bahwa hingga tahun 2009 sesuai dengan ijin usaha yang diberikan, produksi hutan tanaman mencapai 18,95 juta m 3 (HTI)

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton banyak digunakan sebagai bahan bangunan karena harganya yang relatif murah, kuat tekannya tinggi, bahan pembuatnya mudah didapat, dapat dibuat sesuai dengan

Lebih terperinci

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara 1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN 1.1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB II TINJAIJAN PllSTAKA

BAB II TINJAIJAN PllSTAKA BAB II TINJAIJAN PllSTAKA Kayu memiliki perbedaan kokuatan dan kekakuan bukan saja antar spesies, namun juga dalan species yang sama (Blass dkk., 1995; Rhude, ). Hal tersebut di atas disebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

Pertemuan IV II. Torsi

Pertemuan IV II. Torsi Pertemuan V. orsi.1 Definisi orsi orsi mengandung arti untir yang terjadi ada batang lurus aabila dibebani momen (torsi) yang cendrung menghasilkan rotasi terhada sumbu longitudinal batang, contoh memutar

Lebih terperinci

h 2 h 1 PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) A. DATA BAHAN B. DATA PROFIL BAJA C. DATA KOLOM KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN

h 2 h 1 PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) A. DATA BAHAN B. DATA PROFIL BAJA C. DATA KOLOM KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r =

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar III. KEGIATAN BELAJAR 3 SIFAT-SIFAT BAHAN TEKNIK A. Sub Kompetensi Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH Oleh/By Muhammad Faisal Mahdie Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : SIFAT MEKANIK KAYU Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : Sumbu axial (sejajar arah serat ) Sumbu radial ( menuju arah pusat ) Sumbu tangensial (menurut arah

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang terkenal Galton menemukan bahwa meskipun terdapat tendensi atau kecenderungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Statistik Data Plot Contoh Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT Pankromatik sebanyak 26 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian dikelompokkan

Lebih terperinci

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6.1. Pendahuluan Pada dasarnya kekuatan komponen merupakan bagian terpenting dalam perencanaan konstruksi rangka batang ruang, karena jika komponen tidak dapat menahan beban

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN GESER. Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan

TEGANGAN DAN REGANGAN GESER. Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan TEGANGAN DAN REGANGAN GESER Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan Tegangan geser : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah tangensial terhadap permukaan

Lebih terperinci