3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan"

Transkripsi

1 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk menurunkan rumus dan persamaan untuk memprediksi perilaku bahan. Walaupun begitu, teori hanya dapat digunakan dalam desain praktis jika besaran fisik bahan diketahui. Besaran ini diperoleh dari hasil eksperimen di laboratorium. Bambu sebagai bahan alami mempunyai sifat fisik dan mekanik bervariasi, baik karena pengaruh jenis, tempat tumbuh maupun karena pengaruh umur. Selain itu, dalam satu batang bambu pun terdapat variabilitas, baik secara vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun secara horizontal (kulit/luar, dalam) serta pengaruh keberadaan buku. Dalam perencanaan bambu sebagai komponen rangka batang ruang, perlu dihitung gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing batang bambu sebagai komponen dalam struktur yang direncanakan. Agar gaya-gaya batang dapat dihitung secara teliti, maka digunakan program analisa struktur. Untuk menjalankan program ini diperlukan masukan berupa besaran sifat fisik dan mekanik material yang akan digunakan; seperti : kerapatan, kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastistitas Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik bambu tali yang meliputi : kerapatan, kadar air, penyusutan kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, dan modulus elastisitas, sebagai dasar pada perhitungan analisa struktur dan perancangan dimensi sambungan Bahan dan Metode Bahan dan Alat Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) berumur lebih dari 3 tahun yang tumbuh di daerah Depok. Mengingat buluh bambu tali cenderung lurus pada bagian pangkal sampai tengah dengan ujungnya melengkung (Gambar 3.1.a.), maka bagian yang cocok dimanfaatkan sebagai bahan

2 bangunan adalah buluh bambu bagian pangkal sampai tengah yang cenderung lurus. Berdasarkan hal tersebut penelitian yang dilakukan hanya meneliti bambu bagian pangkal dan tengah saja dengan pengambilan sampel seperti pada Gambar 3.1.b. 1m ( tengah) Alat yang digunakan untuk pengujian sifat fisik diantaranya timbangan dengan ketelitian 0,01 gram, jangka sorong dan oven. Untuk pengujian sifat mekanik dipakai UTM (Universal Testing Machine) merk Instron dengan kapasitas 5000 kgf. 2m 1m ( pangkal) 1 ruas tidak digunakan (a) Bentuk rumpun (b) Posisi sampel pada batang Gambar 3.1. Bambu tali serta pengambilan sampel Metoda Pengujian dilakukan dengan berpedoman pada Standar ISO, yaitu ISO , tentang petunjuk pengujian sifat fisik dan mekanik bambu. Sampel dibuat menggunakan bambu dalam keadaan kering udara dengan 5 (lima) ulangan untuk masing-masing pengujian. Untuk mengukur kadar air dan penyusutan, sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu C selama 24 jam (sampai mencapai berat tetap). Adapun bentuk dan ukuran sampel dapat dilihat pada Gambar

3 : (a) h=d h=d D (b) D (c) (d) (e) Gambar 3.2. Sampel pengujian sifat dasar. (a) Sampel uji tarik (ukuran dalam mm); (b) sampel uji tekan tanpa buku (c) sampel uji tekan dengan buku; (d) sampel uji geser melalui tekan; (e) sampel uji geser melalui tarik Untuk menghitung kerapatan, kadar air dan penyusutan, sesuai dengan ISO , digunakan persamaan di bawah ini : ρ (g/cm 3 B ) = V KT KU...(3.1.) BKU BKT KA (%) = x100% B KT...(3.2.) L0 L1 Penyusutan (% )= x100%...(3.3.) L0 dengan : ρ = Kerapatan bambu (g/cm 3 ) B KT B KU = Berat kering tanur (g) = Berat kering udara (g) V KU = Volume kering udara (cm 3 ) KA = Kadar air (%) L 0 L 1 = Dimensi awal (mm) = Dimensi akhir (mm) 27

4 Untuk menghitung tegangan geser, tegangan tarik, tegangan tekan digunakan persamaan 3.4. dan modulus elastisitas dihitung menggunakan persamaan 3.5. di bawah ini : dengan : σ F ult F ult A σ =...(3.4.) E = σ ε σ ε = Tegangan (MPa) = Gaya maksimum (N) A = Luas penampang bambu (mm 2 ) E = Mmodulus elastisitas (MPa) l l ξ = Regangan (tanpa satuan) = l...(3.5.) 0 0 σ 80 σ 20 = Tegangan yang merupakan 80% dari σ ult = Tegangan yang merupakan 20% dari σ ult ε 80 = Regangan pada saat σ 80 ε 20 = Regangan pada saat σ Analisa data Sifat Fisik Bambu Tali Untuk hasil pengujian sifat fisik, data masing-masing sifat dianalisis dengan statistik deskriptif sederhana yang meliputi nilai rataan, maksimum, minimum, standar deviasi dan koefisien variasi. Hasil pengujian ini dan analisanya disajikan dalam bentuk tabel Sifat Mekanik Bambu Tali Hasil pengujian mekanika, pada tahap awal dianalisa secara statistik deskriptif sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya data yang dianggap dapat mewakili populasi, dianalisa berdasarkan AC 162 (Acceptance Criteria for Structural Bamboo) yang dikeluarkan oleh ICBO (International Conference for 28

5 Building Official) pada tahun 2000 di California. Untuk mendapatkan nilai kekuatan rencana (S), digunakan rumus : S = B C a B= (m-k.sd).dol...(3.7.) dengan : B = Tegangan karakteristik m = Tegangan rata-rata K = Faktor dari tabel 3 ASTM D2915 SD = Standar deviasi DOL = Faktor akibat pembebanan (Duration of Loading) 1 untuk beban tetap 1,25 untuk beban sementara 1,5 untuk beban angin dan gempa C a = Faktor keamanan (Tabel 3.1) Nilai K yang akan digunakan dalam perhitungan dipilih untuk tingkat kepercayaan 75% dengan nilai persentil 5%, sedangkan faktor keamanan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Faktor keamanan untuk masing-masing besaran mekanik Besaran Faktor Keamanan Modulus Elastisitas 1,00 Kuat Tarik 2,25 Kuat tekan 2,25 Kuat lentur 2,25 Kuat geser 2,25 Sumber : International Conference of Building Official (2000) 3.5. Hasil dan Pembahasan Sifat Fisik Bambu Tali 1. Kerapatan Pengujian kerapatan bambu tali yang berumur 3 tahun yang berasal dari daerah Depok dilakukan terhadap volume kering udara dan berat kering tanur. Hasil pengujian kerapatan terhadap sampel bagian pangkal dan bagian tengah dapat dilihat pada Tabel 29

6 3.2. dan hasil tersebut memperlihatkan kerapatan bambu bagian tengah lebih besar sekitar 15 % dari kerapatan bambu bagian pangkal. Tabel 3.2. Kerapatan bambu tali Sampel Ρ rataan (g/cm 3 ) ρ max (g/cm 3 ) ρ min (g/cm 3 ) SD CV (%) n Tengah 0,77 0,86 0,69 0,06 8,01 5 Pangkal 0,66 0,78 0,60 0,07 11,02 5 Gabungan 0,71 0,86 0,60 0,08 11,69 10 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel Nilai kerapatan yang diperoleh lebih besar dari nilai kerapatan hasil penelitian Syafi i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994) yang mendapatkan nilai kerapatan sebesar 0,65 g/cm 3. Demikian juga dibandingkan dengan hasil penelitian Nuryatin (2000) yang memperoleh nilai kerapatan bagian pangkal dan bagian ujung berturut-turut sebesar 0,365 g/cm 3 dan 0,496 g/cm 3. Baik penelitian Syafi i maupun Nuryatin menggunakan sampel bambu tali yang berasal dari Dramaga, Bogor. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa kerapatan bagian pangkal lebih kecil dari kerapatan bagian atas. Untuk perhitungan struktur digunakan nilai kerapatan sampel gabungan yaitu 710 kg/m 3 (setara dengan 0,71 g/cm 3 ) 2. Kadar Air Pengujian kadar air dilakukan untuk melihat banyaknya air yang terkandung pada bambu dalam keadaan kering udara. Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa kadar air kering udara pada bambu bagian tengah sedikit lebih besar dari kadar air kering udara pada bambu bagian pangkal, seperti ditampilkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Kadar air kering udara pada bambu tali Sampel KA rataan (%) KA max (%) KA min (%) SD CV(%) n Tengah 12,15 13,52 10,90 0,87 7,13 6 Pangkal 12,20 12,69 11,42 0,61 5,00 6 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel Hasil ini tidak jauh berbeda dengan dugaan Janssen (1981) yang memperkirakan bahwa pada kelembaban relatif (RH) 90 % kadar air kering udara bambu sekitar 12,7%. Demikian juga jika dibandingkan dengan penelitian Nuryatin 30

7 (2000) yang mendapatkan kadar air bagian pangkal dan ujung berturut-turut 13,93 % dan 12,02%. Sementara Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan kadar air kering udara bambu tali 15,19 %. 3. Penyusutan Bambu sebagai hasil alam merupakan bahan anisotropis, oleh karena itu penelitian penyusutan bambu dilihat dari tiga arah, yaitu arah tebal, arah diameter dan arah longitudinal. Seperti halnya kayu, penyusutan bambu arah longitudinal sangat kecil (tidak mencapai 1 %), baik untuk bagian pangkal, maupun bagian tengah, sementara penyusutan diameter baik untuk bagian pangkal, maupun bagian tengah nilainya sekitar 3 %. Berdasarkan hasil pengamatan, penyusutan tebal pada bambu bagian pangkal merupakan penyusutan terbesar yaitu sebesar 3,6 %, seperti terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Penyusutan bambu tali pada berbagai arah. Sampel Arah rataan (%) Max (%) Min (%) SD CV(%) n Pangkal tebal 3,65 4,62 2,79 0,87 23,88 5 diameter 3,60 4,37 2,97 0,58 16,17 5 longitudinal 0,14 0,22 0,11 0,05 35,60 5 Tengah tebal 2,25 3,23 1,37 0,71 31,54 5 diameter 3,46 3,89 2,95 0,40 11,66 5 longitudinal 0,12 0,20 0,10 0,05 37,44 5 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel Hasil penelitian menunjukkan, bahwa susut sampel bagian pangkal lebih besar daripada susut pada bagian tengah, sedangkan susut tebal dinding bambu tali dari kering udara ke kering tanur untuk bagian pangkal dan bagian tengah berturut-turut 3,65 % dan 2,25 %. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Nuryatin (2000) yang mendapatkan susut tebal bagian pangkal dan ujung berturut-turut 19,85 % dan 12,48%, tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Syafi i (1984) yang meneliti penyusutan bambu tali (tanpa membedakan bagian pangkal ataupun ujung) mendapatkan susut tebal kering udara ke kering tanur sebesar 5,32 %. Seperti halnya pada kayu, penyusutan longitudinal baik pada sampel bagian pangkal maupun pada sampel bagian tengah sangat kecil. 31

8 1. Kuat Tarik Sifat Mekanik Berdasarkan hasil pengujian didapat nilai kuat tarik maksimum sebesar 421 MPa yaitu pada sampel pangkal sebelah luar tanpa buku. Sementara nilai kuat tarik terkecil terdapat pada sampel tengah bagian dalam dengan buku yaitu sebesar 34 MPa. Nilai kuat tarik masing-masing kelompok sampel dan variabilitasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5. Secara umum, variasi nilai kuat tarik pada berbagai kelompok sampel dapat dilihat pada Gambar 3.3. Tabel 3.5. Kuat Tarik sampel pada berbagai posisi Sampel*) σrataan (MPa) σmax(mpa) σmin(mpa) SD (MPa) CV(%) n σrenc (MPa) PL0 404,41 540,16 356,39 77,28 19, ,10 PL1 163,25 186,46 150,20 13,43 8, ,85 PD0 144,30 178,66 116,93 30,87 21, ,33 PD1 41,99 62,63 33,11 11,81 28,14 5 5,72 TL0 359,32 380,75 327,15 22,89 6, ,63 TL1 148,61 154,67 140,60 6,75 4, ,66 TD0 176,91 213,01 149,76 24,38 13, ,92 TD1 32,99 39,60 27,92 5,89 17,86 5 8,21 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel *) P= pangkal, T= tengah, L= luar, D= dalam, 0= tanpa buku, 1= dengan buku Hasil penelitian yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nuryatin (2000) yang memperoleh kuat tarik pangkal dan ujung berturut-turut kg/cm 2 dan kg/cm 2 yang setara dengan 129 MPa dan 145 MPa. Kuat tarik (MPa) sampel dg buku sampel tanpa Buku Luar PANGKAL Dalam Luar TENGAH 33 Dalam 177 Gambar 3.3. Kuat tarik maksimum rataan pada berbagai kelompok sampel 32

9 Berdasarkan data yang diperoleh, maka selanjutnya untuk perhitungan struktur dihitung nilai kuat rencana dengan menggunakan Persamaan 3.7. Nilai kuat tarik maksimum bambu didapatkan pada sampel bagian pangkal luar tanpa buku. tegangan maksimum yang didapat 540 MPa lebih besar dari tegangan leleh baja. Nilai terendah tegangan tarik maksimum didapat pada bagian tengah dalam dengan buku, yaitu 28,92 MPa. Nilai ini < 10% nilai tegangan tarik maksimum. Mengingat bahwa dalam pemakaian, sebagian bambu bagian dalam dibuang, maka untuk perhitungan digunakan nilai tegangan tarik rencana bagian luar yang terkecil. Berdasarkan hasil perhitungan nilai ini terdapat pada sampel bagian pangkal tanpa dengan buku yaitu 57,85 MPa. Selanjutnya untuk perhitungan analisa struktur digunakan nilai tegangan tarik rencana sebesar 57,8 MPa. Pada semua kelompok sampel nampak dengan jelas bahwa nilai tegangan tarik bambu akan berkurang lebih dari 50 % jika terdapat buku, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.3. Hal ini mungkin disebabkan arah serat pada daerah buku tidak semua lurus, karena sebagian serat berbelok ke dalam, dan sebagian kecil berbelok ke luar. Dalam pembuatan sampel uji tarik dibuat daerah kritis yang luas penampangnya kecil (Gambar 3.2.a.). Diharapkan, kerusakan akibat beban tarik terjadi pada daerah kritis, yaitu sampel putus pada daerah tersebut. Pada pengujian yang dilakukan, putusnya sampel pada daerah kritis seperti pada Gambar 3.4. tidak terjadi pada semua sampel. Gambar 3.4. Sampel putus pada daerah kritis. Kuat tarik bambu bagian dalam yang lebih kecil akan mengakibatkan rusaknya sampel tidak seragam; seperti terlihat pada Gambar 3.5, dimana pada daerah kritis sebelah dalam sudah putus, sementara bagian luar belum. Gambar 3.5. kerusakan pada daerah kritis 33

10 Besarnya variasi mengakibatkan permasalahan dalam pengujian tarik. Kerusakan yang terjadi tidak selalu pada daerah kritis, seperti yang diharapkan. Kerusakan dapat terjadi pada berbagai tempat seperti pada Gambar 3.6, dimana kerusakan terjadi pada daerah buku atau mengarah pada buku, seperti pada Gambar 3.7. Pada keadaan ini, kerusakan pada daerah kritis terjadi, bukan karena tarik, tetapi karena geser. Gambar 3.6. Kerusakan sampel pada daerah buku Gambar 3.7. Kerusakan sampel bukan pada daerah kritis. Karena tegangan geser bambu sangat kecil bila dibandingkan dengan kuat tariknya, maka dalam pembuatan sampel, harus diusahakan agar sampel dibuat sepanjang mungkin hingga bidang gesernya sebesar mungkin. Selanjutnya untuk perhitungan struktur, nilai tegangan tarik rencana yang akan digunakan : σ tarik = 57,8 MPa ( 589,8 kg/cm 2 ). 2. Kuat Tekan Bentuk bambu yang berupa tabung dengan sekat-sekat yang disebut buku, mempunyai sifat mekanis yang khusus, terutama untuk pengujian tekan. Sebagai silinder berdinding tipis, untuk pengujian tekan murni harus dihindari terjadinya tekuk, seperti pada Gambar 3.8. Untuk itu tinggi sampel harus diperhatikan, sesuai dengan standar ISO sampel yang diuji mempunyai tinggi sama dengan diameter luar. 34

11 Gambar 3.8. Tekuk pada silinder berdinding tipis. Pada pengujian tekan yang dilakukan pada buluh bambu kering udara (KA= 12,3 %), diperoleh bahwa tegangan tekan maksimum terjadi pada sampel bagian tengah tanpa buku yaitu 50,35 MPa. Kuat tekan sampel terkecil sebesar 35,01 MPa, terjadi pada sampel bagian pangkal dengan buku, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Kuat tekan buluh bambu σ max Sampel*) σ rataan (MPa) (MPa) σ Min (MPa) SD (MPa) CV (%) n σ renc (MPa) P0 41,21 47,41 36,37 5,04 12, ,79 P1 37,96 42,92 35,01 3,71 9, ,81 T0 46,80 50,35 42,41 2,92 6, ,60 T1 45,84 52,17 42,61 3,33 7, ,72 *) P=pangkal, T = tengah, 0 = tanpa buku, 1= dengan buku Kuat Tekan (MPa) Kuat Tekan Bambu Tali Pangkal Tengah tanpa buku dgn sampel buku Gambar 3.9. Pengaruh buku terhadap kuat tekan buluh bambu. Berdasarkan pada Gambar 3.9., terlihat bahwa keberadaan buku pada sampel, baik pada buluh bagian tengah, maupun buluh bagian pangkal jelas terlihat memperkecil kuat tekan sampel, walaupun tidak terlalu besar. Pada bagian pangkal, keberadaan buku memperkecil kuat tekan sekitar 8 %. Pada bagian tengah, keberadaan 35

12 buluh memperkecil kekuatan tekan sekitar 2 %. Hal ini erat kaitannya dengan posisi dan panjang serat. Pada bagian ruas bambu, serat lebih panjang dan arahnya lurus (Suranto, 2006), sementara pada bagian buku seratnya lebih pendek dan arahnya sebagian tegak lurus sumbu batang. Dari hasil pengujian kuat tekan dengan membedakan sampel yang berasal dari pangkal dan tengah terlihat bahwa sampel bagian tengah lebih kuat dari sampel bagian pangkal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya dan erat kaitannya dengan panjang seratnya, terutama karena seratnya makin ke atas makin panjang. Selanjutnya untuk perhitungan struktur, nilai kuat tekan rencana yang digunakan: σ tk = 12,7 MPa ( 129,6 kg/cm 2 ). 3. Kuat Geser Sesuai dengan tujuan awal penelitian sifat dasar, yaitu untuk mencari besaran sebagai masukan dalam perhitungan, maka kuat geser yang diperlukan adalah kuat geser longitudinal dalam bidang tangensial. Hal ini perlu dicermati, karena bambu merupakan bahan yang bersifat anisotropis. Oleh karena itu, pengujian terhadap kuat geser dengan standar ISO N , tidak sesuai untuk digunakan karena pengujiannya dilaksanakan terhadap bidang radial, seperti pada Gambar Gambar Pengujian geser bambu berdasarkan ISO. Untuk itu pada pengujian geser, pembuatan sampel tidak dilakukan sesuai standar ISO, tetapi mengacu pada cara pengujian geser kayu (Gambar 3.2.d.) dan standar pengujian kayu lapis (Gambar 3.2.e.). Hasil pengujian kuat geser dari kedua metoda tersebut mendapatkan hasil, seperti terlihat pada Tabel

13 Tabel 3.7. Kuat geser rataan Sampel τ rataan ( MPa) τ Max τ Min SD CV(%) n τ renc. (MPa) Tkn 8,46 9,69 7,92 0, ,02 Trk 8,43 9,46 7,10 1, ,53 Baik pengujian geser yang dilakukan melalui tekan (mengacu pada pengujian geser kayu) maupun pengujian geser yang dilakukan melalui tarik (mengacu pada pengujian kayu lapis) kuat geser yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan. Jika dibandingkan dengan hasil pengujian kuat menurut Dransfield dan Widjaja (1995) pada Tabel 2.2., pada keadaan kering udara tanpa buku, kuat geser bambu tali rataan adalah 7,65 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa kuat geser bambu tali memang sangat kecil. Pada pengujian geser yang dilakukan melalui tekan, benda uji dibuat dengan tambahan kayu yang direkatkan pada bagian sebelah luar (kulit) dan sebelah dalam, seperti pada Gambar Hal ini mengingat tebal bambu yang relatif tipis, sementara yang akan diukur adalah kuat geser pada bidang tangensial pada posisi setengah tebal dinding bambu. P Bidang Geser Bambu Kayu pelapis Gambar Detail benda geser uji geser tekan. Dalam pembuatan benda uji, harus diperhatikan agar bagian yang ditekan (bagian pendek) harus merupakan bagian kulit. Jika bambu bagian dalam yang ditekan, maka kerusakan yang terjadi bukan akibat geser, tetapi akibat tekan pada bagian dalam, seperti pada Gambar 3.12a. Hal ini menunjukkan bahwa kuat tekan bambu bagian dalam sangat kecil, sementara pengujian kuat tekan bambu pada umumnya dilakukan terhadap buluh bambu, sehingga tidak terlihat kuat tekan bambu bagian luar dan kuat tekan bambu bagian dalam. 37

14 (a) (b) Gambar Kerusakan sampel uji geser (a) akibat tekan bambu bagian dalam; (b) pada uji geser tarik Pengujian kuat geser longitudinal pada bidang tangensial lebih mudah dilakukan dengan uji geser tarik, karena selain pembuatan sampel lebih mudah, umumnya kuat tarik bambu jauh lebih besar dari kuat gesernya. Untuk perhitungan struktur selanjutnya nilai kuat geser rencana (τ ) yang digunakan nilai : τ rencana = 2,5 MPa ( 25,5 kg/cm 2 ). 4. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas merupakan nilai yang menunjukkan perbandingan tegangan dan regangan, dimana tegangan adalah gaya persatuan luas penampang dan regangan adalah perbandingan perubahan dimensi dengan dimensi awal. Dengan mengetahui nilai elastisitas, dapat diketahui perubahan panjang yang akan terjadi, karena pengaruh beban yang bekerja. Sebagai contoh, kolom beton atau baja jika dibebani gaya tekan akan mengalami deformasi. Dalam hal ini, timbul perpendekan. Hanya saja, karena deformasi yang timbul kecil, maka tidak terlihat secara kasat mata. Jika gaya yang bekerja tidak melebihi batas tertentu, maka deformasi akan hilang setelah gaya dihilangkan (Timoshenko dan Goddier, 1994). Dalam mengamati modulus elastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian modulus elastisitas tekan. Hal ini mengingat bahwa sebagai komponen rangka batang ruang, maka bambu akan menerima gaya tekan atau tarik saja. Setelah dilakukan pengujian tekan serta perhitungan tegangan dan regangan pada berbagai taraf 38

15 beban, diagram tegangan dan regangan dapat digambarkan. Pada umumnya sumbu X menggambarkan regangan dan sumbu Y menunjukkan tegangan (Gambar 3.10.). Diagram ini memberikan infomasi tentang besaran mekanis dan perilaku bahan. σ σ Ult σ luluh Batas proporsional A B C D O Daerah elastis Daerah plastis ε Gambar Diagram tegangan-regangan Diagram tegangan dan regangan biasanya dimulai dengan garis lurus (garis O- A). Hal ini menunjukkan hubungan tegangan dan regangan pada daerah ini linier dan proporsional. Kemiringan garis ini menunjukkan modulus elastisitas. Tegangan pada titik A disebut batas proporsional. Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati batas proposional, maka regangan meningkat secara lebih cepat (garis A-C), dan pada daerah ini bahan tidak lagi elastis, tetapi plastis. Setelah melewati tegangan luluh (titik D) bahan akan mengalami kerusakan. Tegangan maksimum terjadi pada daerah ini dan biasa disebut tegangan ultimate (titik D). Diagram Tegangan-Regangan Dalam pengujian dengan UTM merk Instron terdata besar gaya yang bekerja dan besarnya defleksi yang terjadi secara periodik. Dengan membagi besarnya gaya yang bekerja dengan luas penampang akan diperoleh besarnya tegangan secara periodik. Luas penampang sampel dihitung dengan mengasumsikan sampel berupa silinder berlubang, termasuk pada sampel dengan buku. Diameter dan tebal dinding, masing-masing diukur pada empat tempat dan dalam perhitungan digunakan rataan hasil pengukuran. 39

16 Berdasarkan pada data hasil pengujian (gaya, deformasi dan dimensi buluh) dan perhitungan tegangan dan regangan, maka hubungannya dapat dilihat pada Gambar 3.14, 3.15 dan Gambar TEG (kg/cm2) h=d T1K01 T1K02 T1K03 regangani (0.1%) T1K04 T1K05 T1B06 Gambar Diagram tegangan-regangan pada sampel bagian tengah tanpa buku. D TEG(kg/cm2) D h=d T1K12 T1K13 T1K14 regangan (0.1%) Gambar Diagram tegangan-regangan pada sampel bagian tengah dengan buku. TEGANGAN (kg/cm2) P1K P1K P1K04 P1K05 0 P1B regangan (0.1%) h=d D Gambar Diagram tegangan-regangan pada sampel bagian pangkal tanpa buku. 40

17 Dari gambar diatas terlihat bahwa garis linier baru terbentuk setelah regangan mencapai sekitar 0,5%., karena terjadinya penyesuaian kedudukan sampel (setting-up). Pada Gambar 3.14., terlihat bahwa walaupun penyesuaian tidak seragam, tetapi pada daerah linier kemiringannya cenderung seragam. Pada Gambar 3.15, sampel yang digunakan merupakan sampel yang mengandung buku, tetapi dalam perhitungannya luas penampang yang dihitung adalah luas penampang silinder berlubang. Sementara pada Gambar 3.16, pengujian sampel P1B06 dihentikan sebelum tegangan ultimate tercapai karena telah mendekati kapasitas alat. Berdasarkan perhitungan dengan persamaan di atas, nilai E yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3.8. di bawah ini. Tabel 3.8. Nilai modulus elastisitas bambu tali Kelompok sampel E rataan E max E min E SD CV(%) n tekan (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) Tengah tanpa buku , Tengah dgn buku , Pangkal tanpa buku , Keseluruhan , E (MPa) Tengah tanpa buku Tengah dgn buku Pangkal tanpa buku Kelompok Sampel Gambar Nilai rataan elastisitas tekan (E). Nilai rataan keseluruhan sampel diperoleh E = MPa. Dengan memperhitungkan standar deviasi menggunakan persamaan 3.7., maka nilai E untuk perhitungan struktur selanjutnya digunakan nilai MPa. Berdasarkan uji t terhadap kesamaan dua rataan elastisitas pada sampel bagian tengah tanpa buku dan sampel bagian tengah dengan buku menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh keberadaan buku terhadap nilai elastisitas tekan bambu. Perbedaan nilai elastis secara 41

18 nyata terjadi antara sampel bagian tengah dengan sampel bagian pangkal (keduanya tanpa buku). Berdasarkan nilai elastisitas rataan ada kecenderungan nilai elastisitas bambu bagian tengah 20% lebih besar dari elastisitas bambu bagian pangkal Kesimpulan Berdasarkan data hasil perngujian dan analisanya, untuk perhitungan struktur selanjutnya akan digunakan nilai-nilai : 1. Nilai kerapatan digunakan kerapatan sampel gabungan yaitu 0,71 g/cm 3 2. Kadar air kering udara bambu pada bambu bagian pangkal dan bagian tengah, berturut-turut 12,69 % dan 13,52 %. 3. Penyusutan bambu tali dari keadaan kering udara ke kering oven, pada arah tebal dinding dan diameter sekitar 3 %, sementara susut arah longitudinal di bawah 1 %. Nilai ini berlaku baik pada pangkal maupun pada bagian tengah. 4. Nilai tegangan tarik yang akan digunakan dipilih σ rencana terendah pada sampel bagian luar, yaitu pada sampel pangkal bagian luar dengan buku yang nilainya : σ renc = 57,8 MPa. 5. Tegangan tekan rencana yang akan digunakan adalah tegangan tekan sampel terkecil yaitu sebesar 12,7 MPa, terjadi pada sampel bagian pangkal tanpa buku. 6. Tegangan geser rencana longitudial pada bidang tangensial : τ renc = 2,5 MPa. 7. Nilai rataan modulus elastis yang akan dipergunakan untuk keseluruhan sampel diperoleh : E = MPa. Dengan memperhitungkan standar deviasi serta menggunakan faktor keamanan =1, maka digunakan nilai E = MPa. 42

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6.1. Pendahuluan Pada dasarnya kekuatan komponen merupakan bagian terpenting dalam perencanaan konstruksi rangka batang ruang, karena jika komponen tidak dapat menahan beban

Lebih terperinci

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan 4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI 4.1. Pendahuluan Dalam bidang konstruksi secara garis besar ada dua jenis konstruksi rangka, yaitu konstruksi portal (frame) dan konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

Gambar 5.1. Proses perancangan

Gambar 5.1. Proses perancangan 5. PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU 5.1. Pendahuluan Hasil penelitian tentang sifat fisik dan mekanik bambu yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa bambu, khususnya bambu tali, cukup baik untuk digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

KEKUATAN TARIK DAN TEKAN KOMPONEN BAMBU UNTUK KONSTRUKSI RANGKA BATANG RUANG

KEKUATAN TARIK DAN TEKAN KOMPONEN BAMBU UNTUK KONSTRUKSI RANGKA BATANG RUANG KEKUATAN TARIK DAN TEKAN KOMPONEN BAMBU UNTUK KONSTRUKSI RANGKA BATANG RUANG Gina Bachtiar 1, Santoso Sri Handoyo 2 1 Jurusan Teknik Sipi, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka No.1, Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 ) PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135) Gatot Setya Budi 1) Abstrak Dalam beton bertulang komponen beton dan tulangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 UMUM Pada bab ini akan dilakukan analisa dan pembahasan terhadap pengujian yang telah dilakukan meliputi evaluasi property mekanik bambu, evaluasi teknik laminasi sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data di laboratorium berlangsung selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Januari 2007. Contoh bambu betung (Dendrocalamus asper) yang digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT TARIK BETON SERAT BAMBU. oleh : Rusyanto, Titik Penta Artiningsih, Ike Pontiawaty. Abstrak

KAJIAN KUAT TARIK BETON SERAT BAMBU. oleh : Rusyanto, Titik Penta Artiningsih, Ike Pontiawaty. Abstrak KAJIAN KUAT TARIK BETON SERAT BAMBU oleh : Rusyanto, Titik Penta Artiningsih, Ike Pontiawaty Abstrak Beton mempunyai kekurangan yang cukup signifikan, yaitu mempunyai kuat tarik yang rendah. Penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Bambu Sifat-sifat Umum

2. TINJAUAN PUSTAKA Bambu Sifat-sifat Umum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Bambu 2.1.1. Sifat-sifat Umum Menurut Widjaja (2001), bambu adalah tanaman yang termasuk keluarga Bambusoideae, salah satu anggota sub familia rumput-rumputan (Gramineae) yang

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAKSI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi

Lebih terperinci

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Desain konstruksi yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini membuktikan bahwa anggaran yang besar tidak diperlukan untuk mendesain suatu bangunan tahan gempa.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) Herry Suryadi 1, Matius Tri Agung 2, dan Eigya Bassita Bangun 2 1 Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji 5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji Bambu betung (Dendrocalamus asper) merupakan satu dari empat macam bambu yang dianggap paling penting dan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, serta umum dipasarkan

Lebih terperinci

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN Devi Nuralinah Dosen / Teknik Sipil / Fakultas Teknik / Universitas Brawijaya Malang Jl. MT Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITSM BAHAN AJAR MEKANIKA REKAYASA 2

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITSM BAHAN AJAR MEKANIKA REKAYASA 2 PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITSM BAHAN AJAR MEKANIKA REKAYASA 2 BOEDI WIBOWO 1/3/2011 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, karena dengan

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

PENGUJIAN BAJA-TULANGAN

PENGUJIAN BAJA-TULANGAN PENGUJIAN BAJA-TULANGAN 5.1. Umum Besi baja atau sering disebut dengan baja saja merupakan paduan antara abesi dan karbon, dengan kandungan karbon yang lebih sedikit dibandingkan pada besi tuang, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Lentur Balok Mac. Gregor (1997) mengatakan tegangan lentur pada balok diakibatkan oleh regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka pada

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS DAFTAR SIMBOL BJ : Berat Jenis ρ : Berat Jenis (kg/cm 3 ) m : Massa (kg) d : Diameter Kayu (cm) V : Volume (cm 3 ) EMC : Equilibrium Moisture Content σ : Stress (N) F : Gaya Tekan / Tarik (N) A : Luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Arusmalem Ginting 1 Rio Masriyanto 2 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

sehingga menjadi satu kesatuan stmktur yang memiliki sifat stabil terhadap maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal

sehingga menjadi satu kesatuan stmktur yang memiliki sifat stabil terhadap maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuda - Kuda Papan Kuda-kuda papan adalah rangka kuda-kuda yang komponenkomponennya terbuat dari papan-papan kayu yang didesain sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR

STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR TUGAS AKHIR STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi ( S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU Agustin Dita Lestari *1, Sri Murni Dewi 2, Wisnumurti 2 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo Abstraksi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat fisika kayu keruing dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN KAYU 6.1. Umum Kayu merupakan salah satu elemen konstruksi yang mudah di dapat dan tersedia dalam jumlah yang relatif banyak. Kekuatan kayu untuk menahan gaya tarik, desak maupun geser yang cukup

Lebih terperinci

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error! DAFTAR ISI JUDUL... i PERSETUJUAN... ii LEMBAR PLAGIASI...iii ABSTRAK...iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR NOTASI...xvi BAB I PENDAHULUAN... Error!

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 1 PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR PERSAMAAN...xiv INTISARI...xv ABSTRACT...xvi

Lebih terperinci

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal V. BATANG TEKAN Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada struktur truss atau frame. Pada struktur frame, elemen struktur ini lebih dikenal dengan nama kolom. Perencanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix INTISARI... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar

Lebih terperinci

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal KAPAL 1829-8370 (p) 2301-9069 (e) JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN Pengaruh Suhu Kempa Terhadap Kualitas Balok Laminasi Kombinasi Bambu Petung Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha memilih bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Pemilihan

Lebih terperinci

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL TUGAS AKHIR Oleh : Christian Gede Sapta Saputra NIM : 1119151037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU UNTUK KOMPONEN RANGKA BATANG RUANG 1) (Bamboo Connection Design for Space Truss Member)

PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU UNTUK KOMPONEN RANGKA BATANG RUANG 1) (Bamboo Connection Design for Space Truss Member) Perancangan Sambungan Bambu untuk Komponen Rangka batang Ruang (G. Bachtiar et al.) PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU UNTUK KOMPONEN RANGKA BATANG RUANG 1) (Bamboo Connection Design for Space Truss Member) Gina

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Berdasarkan SNI 03 1974 1990 kuat tekan beton merupakan besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu

Lebih terperinci

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal 1829-8370 (p) 2301-9069 (e) KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN Pengaruh Susunan dan Ukuran Bilah Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Dan Bambu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci