4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa Penilaian terhadap karakter pewarna erpa dilakukan dengan melihat kepekatan pewarna secara visual, semakin sedikit jumlah air yang digunakan maka secara visual semakin pekat pewarna erpa yang dihasilkan. Perbandingan daun erpa dan akuades sebesar 1:2 adalah perbandingan terpilih yang digunakan, karena dengan perbandingan lebih sedikit lagi, air tidak bisa mengekstrak semua pewarna yang ada karena daun erpa sulit untuk dihaluskan. Semakin sedikit jumlah air yang digunakan untuk mengekstrak bahan maka akan semakin pekat ekstrak pewarna yang dihasilkan. Eksraksi pewarna erpa dilakukan dengan menggunakan pelarut akuades, karena ekstraksi daun erpa dengan menggunakan pelarut akuades menghasilkan rendemen antosianin yang lebih besar dibandingkan metanol dan etanol (Raharja dan Dianwati 1). Ekstrak pewarna yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki ph.9 dan berdasarkan perhitungan diperoleh total antosianin sebesar mg antosianin/1 g daun erpa segar. Total antosianin diperoleh lebih tinggi dibanding dengan ekstrak daun erpa yang dihasilkan dari penelitian Ningrum () yaitu sebesar mg antosianin/1 g daun erpa segar, dengan perbandingan daun erpa dan akuades 1:, dan juga lebih tinggi dari beberapa sumber antosianin lainnya seperti stroberi yang hanya memiliki rendemen antosianin sebesar 4 mg/1 g bahan, atau kulit rambutan yang hanya memiliki total antosianin sebesar 1.92 x 1-3 mg/ml (Rein ). Zat pewarna alami yang dominan terdapat pada daun erpa adalah antosianin, dengan jenis antosianidin yang dominan yaitu jenis sianidin (Raharja dan Dianawati 1). Ekstrak yang diperoleh dapat digunakan sebagai pewarna pada matrik film. Gambar ekstrak daun erpa yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Ekstrak daun erpa 4.2 Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna Perlakuan dengan menambahkan berbagai konsentrasi pewarna (,1,1,,2) ml pewarna /1 ml larutan film) kedalam larutan matriks film lalu dikeringkan pada suhu o C menghasilkan film indikator dengan warna merah merata untuk film yang ditambahkan pewarna sintetis pada semua konsentrasi warna, namun untuk film yang ditambahkan pewarna daun erpa tidak

2 menghasilkan film indikator dengan warna merah yang diharapkan. Larutan film dengan pewarna daun erpa menghasilkan warna yang tidak stabil, sehingga larutan film sudah berubah warna menjadi kuning ketika bahan dikeringkan, dan menghasilkan film yang berwarna kuning dan tidak bisa digunakan sebagai indikator warna. Hal ini disebabkan karena antosianin yang terdapat pada ekstrak pewarna daun erpa sangat rentan terhadap suhu tinggi yang digunakan pada saat pengeringan yaitu o C. Perubahan warna larutan film dan film yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1. (a) Gambar 1 Warna film (a) sebelum dikeringkan; (b) setelah dikeringkan pada suhu o C Perlakuan dengan mengeringkan larutan film yang sudah ditambahkan pewarna daun erpa pada suhu ruang, menghasilkan larutan film dengan pewarna daun erpa tetap mengalami perubahan warna, mulanya warna mengalami perubahan dari merah darah menjadi orange pada satu jam pertama, kemudian menjadi kekuningan pada jam berikutnya sehingga larutan film sudah berubah warna sebelum kering menjadi lembaran film. Ekstrak pewarna daun erpa di dalam matrik film sangat rentan terhadap suhu ruang dan suhu tinggi, sehingga film sudah berubah warna selama pengeringan, maupun selama pembuatan film. Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur dan konsentrasi antosianin, suhu, ph, oksigen, cahaya, enzim, asam askorbat, gula, sulfit dan sebagainya (Jackman dan Smith 1996). Pada saat pewarna dicampurkan kedalam larutan matrik film, pewarna antosianin pada ekstrak daun erpa terdegradasi dan mengalami kehilangan warna merah (memudar) karena adanya kandungan asam pada larutan film. Menurut Jackman dan Smith (1996) antosianin pada ph 3-6 terjadi serangan nukleofilik air terhadap gugus karbon no.2 inti kation flavium sehingga menstimulasi pembentukan struktur pseudobasa yang berkesetimbangan dengan kalkon (tidak berwarna). Perubahan warna larutan film yang dikeringkan pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 11. (b) (a) (b) (c) Gambar 11 Perubahan warna larutan film (a) setelah dihomogenisasi; (b) 1 jam pada suhu ruang; (c) 3 jam pada suhu ruang

3 21 Percobaan selanjutnya dilakukan dengan teknik pengolesan ekstrak pewarna pada matrik film yang sudah dikeringkan. Metode ini dipilih juga karena menurut Sumarto (8) polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam, tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas, sehingga ketika pewarna dioleskan pada film yang sudah dalam bentuk lembaran menghasilkan film dengan warna yang lebih stabil dibanding ketika pewarna dicampurkan dalam larutan film yang berbentuk cair. Sebelum melakukan pengolesan terlebih dahulu dipilih perbandingan film yang akan digunakan untuk diolesi pewarna. Perbandingan film yang digunakan adalah perbandingan PVA dan kitosan (6:4), perbandingan ini dipilih karena menghasilkan film dengan sifat fisik yang baik dibanding perbandingan lain yang telah dilakukan. Uji yang dilakukan perbandingan (1:) dan (8:) cenderung susah untuk menyerap pewarna yang dioleskan sehingga warna kurang merata. Film dengan perbandingan (4:6), (:8), dan (:1) cepat menyerap warna sehingga film yang dihasilkan menjadi mudah sobek. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriyanto (7) di mana semakin tinggi jumlah kitosan yang digunakan dibanding dengan PVA akan meningkatkan laju transmisi uap air yang berhubungan dengan kerapatan rantai pilimer film. Semakin tinggi nilai laju transmisi uap air maka bahan tersebut akan semakin mudah dilalui uap air dan air. Rantai polimer yang lurus dan sederhana memiliki tingkat kerapatan yang tinggi sehingga nilai laju transmisi oksigen rendah (Herjanti 1997). Metode pengolesan dilakukan hingga didapatkan film indikator warna dengan warna merata secara visual. Pengolesan 1 ml pewarna erpa pada 4 cm 2 film menghasilkan film dengan warna merah yang stabil dan rata secara visual. Film hasil sebelum dan sesudah pengolesan pewarna daun erpa dapat dilihat pada Gambar 12 (a) (b) (c) (d) Gambar 12 Lembaran film (a) belum diberi pewarna; (b) proses pewarnaan film; (c) lembar indikator warna; (d) siap untuk diuji penyimpanan

4 Karakteristik sifat fisik dan mekanis film indikator Sifat fisik dan mekanis film berkaitan dengan proses pencetakan, jenis dan sifat bahan yang digunakan untuk membentuk film dan terutama sifat kohesi dari larutan bahan. Sifat kohesi bahan akan mempengaruhi kemampuan polimer, terutama ikatan molekul antar rantai polimer (Gontard dan Gilbert 1994). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3 Sifat fisik film kemasan cerdas indikator warna Parameter Uji Satuan Hasil Uji film Ketebalan Mm.22 Kuat tarik kgf/cm Elongasi % 78.6 Ketebalan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui karakteristik film yang telah dibuat. Terjadi pengerutan ketika proses pengeringan pada suhu o C, di mana terjadi penguapan pelarut saat terbentuk lembaran film. Pembentukan lembaran film diawali dengan melemahnya jarak antar partikel yang saling berikatan dalam suatu cairan, sehingga setelah terjadi proses penguapan akan terbentuk lembaran (Buckmann et al. 2). Ketebalan film dipengaruhi oleh volume larutan film dan luas cetakan yang digunakan dalam pembuatan film, semakin besar volume larutan film yang dimasukkan ke dalam cetakan dengan ukuran tertentu maka akan semakin tebal film yang dihasilkan. Ketebalan film juga dipengaruhi oleh kekentalan atau viskositas larutan film yang digunakan, semakin besar persentase padatan bahan baku dan plasticizer yang digunakan maka akan semakin meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan. Proses pewarnaan menyebabkan ketebalan film yang dihasilkan sedikit turun, namun tidak begitu berbeda dengan ketebalan film yang belum diwarnai. Pada penelitian ini, volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan yaitu 4 ml dengan ukuran cetakan 3 cm 2, dan menghasilkan film yang belum di warnai dengan ketebalan.26 mm dan.22 mm untuk film yang sudah diwarnai. Proses pengolesan menyebabkan permukaan film tergerus oleh kuas, mengakibatka terjadinya sedikit penipisan pada film. Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan kekuatan film, semakin tinggi nilai kuat tarik suatu film maka semakin kuat juga film tersebut. Kuat tarik atau kekuatan tarik menunjukkan ukuran ketahanan film, yaitu, yaitu regangan maksimal yang dapat diterima sampel sebelum putus, sedangkan persen pemanjangan atau elongasi merupakan perubahan panjang maksimum yang di alami (Theresia 3). Nilai kuat tarik film yang dihasilkan cukup tinggi yaitu kgf/cm 2, jika dibandingkan dengan kuat tarik film dari bahan kitosan saja yaitu sebesar 13.3 kgf/cm 2 (Putri 12), hal ini disebabkan pembentukan ikatan hidrogen antar molekul antara NH3 + pada struktur khitosan dan OH - pada polivinil alkohol. Gugus amino (NH2) pada khitosan telah diprotonasi menjadi NH3 + dalam larutan asam asetat, dan gugus OH - pada polivinil alkohol akan berikatan dengan NH3 + membentuk ikatan hidrogen (Xu et al. 4). Elongasi atau persen pemanjangan film yang dihasilkan 78.6%, semakin besar nilai persen pemanjangan, maka akan semakin elastis film tersebut. Elongasi film yang dihasilkan lebih tinggi daripada elongasi film kitosan dengan plasticizer

5 23 gliserol yaitu.8% (Putri 12), juga lebih tinggi dari elongasi film dengan plasticizer sorbitol yaitu 16.6% (Purwanti 1). Jika dibandingkan dengan film dari polimer lain, nilai elongasi juga lebih tinggi, yaitu elongasi film dari pati ubi jalar sebesar 9.±2.7%, dengan pati ubi kayu sebesar 1.67±2.39%, dengan pati kentang sebesar 4.67±1.%, dengan pati garut sebesar 4.33±1.% dan dengan pati jagung sebesar 2.33±6.29% (Ardian 11). Penambahan plasticizer yaitu gliserol mempengaruhi tingkat elastisitas film yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan plasticizer, maka elastisitas film akan semakin tinggi. Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film. Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik senyawa tersebut. Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan maupun penyimpanan yang dapat mengurangi sifat sifat tahanan film (Sumarto 8). Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nilai densitas 1,23 g/cm 3 dan titik didihnya 4 o C, berbentuk cair, tidak berbau, transparan, higroskopis, dan dapat larut dalam air dan alkohol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik. Penambahan gliserol dengan jumlah sedikit akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, namun tidak terlalu menurunkan kuat tarik dari film yang dihasilkan (Nurdiana 2) Stabilitas warna film selama penyimpanan Warna adalah spektrum cahaya yang dipantulkan oleh benda yang kemudian ditangkap oleh indra penglihatan kita (yakni mata) lalu diterjemahkan oleh otak sebagai sebuah warna tertentu. Warna merupakan faktor yang ikut menentukan mutu, selain itu warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Putri 12). Dari hasil uji yang dilakukan, secara umum hasil analisis warna pada film selama penyimpanan menunjukkan perubahan warna pada film sampel yaitu dari warna merah menjadi warna kuning. Untuk film yang disimpan pada suhu 4 o C dengan paparan cahaya, secara visual berubah warna dari merah menjadi kuning dalam waktu dua jam. Pada suhu ruang (2±3 o C), secara visual film berubah dari warna merah menjadi kuning dalam waktu satu hari. Untuk film yang disimpan pada suhu refrigerator (3±2 o C) secara visual film mulai berubah dari merah menjadi merah kekuningan pada hari ke-8 namun benar-benar berubah menjadi kuning pada hari ke-12. Film yang disimpan pada suhu freezer ((-1)±2 o C) mengalami sedikit perubahan warna namun tetap berwarna merah secara visual setelah disimpan selama 78 hari. Untuk film dengan pewarna sintetis (karmoisin CI 147) sangat stabil, semua perlakuan penyimpanan dengan suhu freezer, refrigerator, dan suhu ruang juga paparan cahaya matahari dengan matahari dan alat pengganti cahaya matahari dengan suhu 4 o C dengan RH 3-4% dan intensitas cahaya 4 klx sudah dilakukan selama 4 hari dengan penyinaran 6 jam per hari, namun film tidak mengalami perubahan warna secara visualisasi, film tetap menampilkan warna merah selama di semua kondisi penyimpanan, sehingga untuk film dengan pewarna sintetis tidak dilakukan pengukuran warna dengan kromameter.

6 Nilai L Nilai L merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu sampel. Nilai L berkisar antara (gelap/hitam) dan 1 (terang/putih). Semakin tinggi nilai L sampel makan bisa diartikan sampel tersebut memiliki warna yang semakin cerah. Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai L yaitu dari 41.1 pada hari ke- menjadi 44.4 pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan pada hari ke- menjadi pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi peningkatan nilai L dari pada hari ke- menjadi 3.91 pada hari ke-12 untuk sampel yang tidak dibungkus dan pada hari ke- menjadi 3.9 pada hari ke-12 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai L meningkat dari pada jam ke- menjadi.12 pada jam ke-11 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 42.3 pada jam ke- menjadi.19 pada jam ke-11 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu 4 o C dengan penyinaran cahaya matahari, nilai L meningkat dari pada jam ke- menjadi 6.21 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan pada jam ke- menjadi 7.93 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus. Perubahan nilai L film indikator warna untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai L film indikator terlihat pada Gambar 13 dan Tabel Nilai L 4 Nilai L Lama Penyimpanan (jam) 3 4 Lama Penyimpanan (jam) (a) (b) 6 6 Nilai L 4 Nilai L (c) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus (d) Gambar 13 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai L film pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya.

7 2 Tabel 4 Kinetika perubahan nilai L film selama penyimpanan Cara Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R 2 Penyimpanan Dibungkus Freezer ((-1)±2 o C) y =.9x Refrigerator (3±2 o C) y =.41x Ruang (2±3 o C) y = 1.21x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 8.x Tanpa Freezer ((-1)±2 o C) y =.16x dibungkus Refrigerator (3±2 o C) y =.9x Ruang (2±3 o C) y = 1.277x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 7.49x y (nilai L film), x (lama penyimpanan) Secara umum rata-rata nilai L (tingkat kecerahan) sampel film setelah penyimpanan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum penyimpanan, berarti selama penyimpanan sampel menjadi semakin cerah atau nilai L meningkat. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Hong dan Park () di mana sebaliknya terjadi perubahan warna indikator Metyl Red dari orange menjadi merah sehingga menurunkan nilai L pada indikator. Dapat disimpulkan semakin pekat warna sampel maka kecerahan atau nilai L akan semakin menurun, dan semakin memudar warna sampel mendekati putih, maka nilai L sampel akan semakin meningkat. Data yang didapatkan menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan menyebabkan nilai L semakin cepat meningkat. Peningkatan nilai L disebabkan terjadinya proses degradasi antosianin akibat pengaruh suhu yang menyebabkan peningkatan nilai L (Ningrum ). Adanya peningkatan nilai L dapat menunjukkan telah terjadi degradasi warna pada sampel. Persamaan matematis juga menggambarkan adanya peningkatan nilai L, dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai L pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai L semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai L sebesar.9 satuan pada film yang dibungkus dan.16 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai L sebesar.41 satuan pada film yang dibungkus dan.9 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai L sebesar 1.21 satuan pada film yang dibungkus dan pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai L sebesar 8 satuan pada film yang dibungkus dan 7.49 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai L selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh selotip yang digunakan untuk membungkus adalah selotip bening yang tipis dan tidak mampu menghambat suhu lingkungan terpapar terhadap film indikator yang dibungkus, sehingga perubahan nilai L yang terjadi tidak berbeda nyata dengan film indikator yang tidak dibungkus.

8 Nilai a Nilai a positif (+a) menunjukkan sampel memiliki derajat kemerahan, sedangkan nilai a negatif (-a) menunjukkan sampel memiliki derajat kehijauan. Antosianin merupakan pigmen yang cenderung memiliki nilai a positif. Nilai a pada film kemasan cerdas indikator warna yang dihasilkan berada pada kisaran nilai positif (+a) yang berarti film kemasan cerdas indikator warna berada pada kisaran warna merah. Untuk sampel yang disimpan pada suhu freezer terjadi sedikit penurunan nilai a yaitu dari menjadi 31.1 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 4.1 menjadi untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi penurunan nilai a dari menjadi 1.18 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 3.24 menjadi untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai a turun dari 38.1 menjadi untuk sampel yang tidak dibungkus dan 38.1 menjadi untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu 4 o C dengan penyinaran cahaya matahari, nilai a turun dari pada jam ke- menjadi 1.27 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 4.1 pada jam ke- menjadi 9.99 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus. Perubahan nilai a film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai a terlihat pada Gambar 14 dan Tabel Nilai a 2 Nilai a Lama penyimpanan (jam) Lama Penyimpanan (jam) 4 (a) 4 (b) 3 3 Nilai a 2 Nilai a (c) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus Gambar 14 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai a film pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya (d)

9 27 Tabel Kinetika perubahan nilai a film selama penyimpanan Cara Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R 2 Penyimpanan Dibungkus Freezer ((-1)±2 o C) y = -.1x Refrigerator (3±2 o C) y = -.693x Ruang (2±3 o C) y = -2.88x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = -1.1x Tanpa Freezer ((-1)±2 o C) y = -.3x dibungkus Refrigerator (3±2 o C) y = -.389x Ruang (2±3 o C) y = x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = x y (nilai a film), x (lama penyimpanan) Penurunan nilai a menunjukkan terjadinya penurunan derajat kemerahan sampel film yang juga berimplikasi pada perubahan warna film secara visualisasi dari merah menjadi kekuningan. Penurunan nilai a ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ningrum (), di mana juga terjadi penurunan nilai a pada minuman ringan dan puding agar seiring dengan perubahan warna kedua bahan tersebut dari merah menjadi kekuningan. Hong dan Park () menemukan terjadi kenaikan nilai a pada di perubahan warna indikator Methyl Red dari orange menjadi merah. Nilai a akan meningkat ketika warna sampel menjadi kemerahan dan akan menurun ketika warna sampel menjadi kekuningan. Peningkatan suhu dan lama penyimpanan menyebabkan penurunan derajat kemerahan sampel film. Derajat kemerahan (+a) pada suhu yang lebih rendah cenderung lebih lama bertahan dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan persamaan matematis yang menggambarkan adanya penurunanan nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai a pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai a semakin cepat mengalami penurunan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi penurunan nilai a sebesar.1 satuan pada film yang dibungkus adan.3 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi penurunan nilai a sebesar.693 satuan pada film yang dibungkus dan.389 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi penurunan nilai a sebesar 2.88 satuan pada film yang dibungkus dan pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi penurunan nilai a sebesar 1.1 satuan pada film yang dibungkus dan pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai a selama penyimpanan karena selotip yang digunakan adalah selotip bening dan tipis sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan nilai a film indikator Peningkatan suhu penyimpanan mampu menstimulasi proses hidrolisis ikatan glikosidik antara gugus aglikon dan glikon pada struktur antosianin. Hidrolisis tersebut mampu menghasilkan gugus-gugus aglikon yang mudah mengalami transformasi struktural menjadi senyawa kalkon yang tidak berwarna (Jackman dan Smith 1996). Penurunan nilai derajat kemerahan disebabkan peningkatan kecepatan reaksi transformasi struktural kation flavilum (berwarna merah) menjadi kalkon (tidak berwarna) (Viguera dan Bridle 1999).

10 Nilai b Nilai b merupakan nilai yang menunjukkan derajat kekuningan dan kebiruan suatu sampel. Nilai b positif (+b) menunjukkan sampel memiliki derajat kekuningan, sedangkan nilai b negatif (-b) menunjukkan sampel memiliki derajat kebiruan. Perubahan nilai b film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai b terlihat pada Gambar 1 dan Tabel 6. Nilai b Nilai b Lama Penyimpanan (jam) (a) 1 1 (c) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus Gambar 1 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai b film pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya. Tabel 6 Kinetika perubahan nilai b film selama penyimpanan Cara Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R 2 Penyimpanan Dibungkus Freezer ((-1)±2 o C) y =.17x Refrigerator (3±2 o C) y =.917x Ruang (2±3 o C) y = 2.498x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 13.9x Tanpa Freezer ((-1)±2 o C) y =.1x dibungkus Refrigerator (3±2 o C) y =.699x Ruang (2±3 o C) y = 2.47x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 13.4x y (nilai b film), x (lama penyimpanan) Nilai b Nilai b Lama Penyimpanan (jam) (d) (b)

11 29 Secara umum rata-rata nilai b (derajat kekuningan) sampel film setelah penyimpanan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum penyimpanan. Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai b yaitu dari pada hari ke- menjadi pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 2.19 pada hari ke- menjadi 28.3 pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi peningkatan nilai b dari pada hari ke- menjadi 37.6 pada hari ke-12 untuk sampel yang tidak dibungkus dan pada hari ke- menjadi 36. pada hari ke-12 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai b meningkat dari pada jam ke- menjadi 3.79 pada jam ke-11 untuk sampel yang tidak dibungkus dan pada jam ke- menjadi 36.9 pada jam ke-11 untuk sampel yang dibungkus. Sedangkan pada penyimpanan suhu 4 o C dengan penyinaran cahaya matahari, nilai b meningkat dari pada jam ke- menjadi pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan pada jam ke- menjadi 4.1 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus. Perubahan warna film yang disebabkan karena degradasi antosianin menjadi senyawa kalkon dan turunannya yang tidak berwarna menyebabkan meningkatnya derajat kekuningan (+b) dari sampel terutama pada sampel yang disimpan pada suhu ruang dan suhu luar dengan penyinaran sinar matahari. Persamaan matematis menggambarkan sampel yang disimpan pada suhu luar lebih cepat mengalami perubahan dari pada sampel yang disimpan pada suhu lain, ditandai dengan tingginya nilai slope persamaan pada suhu luar. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai b semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai b sebesar.17 satuan pada film yang dibungkus adan.1 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai b sebesar.917 satuan pada film yang dibungkus dan.699 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai b sebesar satuan pada film yang dibungkus dan pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai b sebesar 13.9 satuan pada film yang dibungkus dan 13.4 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai a selama penyimpanan. Untuk film dengan pewarna daun erpa sangat rentan terhadap cahaya matahari, terjadi perubahan warna dari merah ke kuning selama 2 jam terkena paparan cahaya matahari. Ini menunjukkan peningkatan suhu dan cahaya menyebabkan senyawa antosianin terdegradasi lebih cepat. Terakumulasinya senyawa karbinol yang kurang berwarna menjadikan nilai b meningkat. Senyawa karbinol akan terdegradasi menjadi senyawa kalkon yang tidak berwarna atau kekuningan jika suhu penyimpanan terus meningkat dan lama penyimpanan di perpanjang. Senyawa kalkon secara visual tidak berwarna dan dapat menyebabkan peningkatan nilai b positif (+b) atau derajat kekuningan (Ningrum ) Nilai o hue Nilai hue atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang terlihat. Nilai hue diperoleh melalui perhitungan invers

12 3 tangen perbandingan nilai b dengan nilai a. Nilai hue merupakan gambaran dari sumbu 36 o di mana daerah kuadran 1 menunjukkan warna kemerahan, daerah kuadran 2 menunjukkan warna kuning hijau, daerah kuadran 3 menunjukkan warna hijau biru, dan kuadran 4 menunjukkan warna ungu. Dari data yang di hasilkan, dapat diketahui bahwa kisara o hue film berada pada kuadran 1 dan 2, yaitu pada kisaran warna kemerahan hingga kuning, pada tahap awal sampel berada pada kuadran 1 dengan warna merah dan perlahan nilai o hue naik sehingga beralih kekuadran 2 dengan warna kekuningan, dengan kisaran o hue sampel berada pada angka 28 o hingga 1 o. Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai hue yaitu dari 4.96 o pada hari ke- menjadi.98 o pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan.68 o pada hari ke- menjadi 7.2 o pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Pada sampel yang disimpan di suhu freezer hue berkisar antara 4.96 o -7.2 o, jika merujuk pada tabel daerah kisaran warna hue film yang disimpan pada suhu freezer berada pada kisaran warna merah hingga kuning merah. Sampel yang disimpan pada suhu refrigerator dengan cara tidak dibungkus terjadi peningkatan nilai hue dari 31.7 o pada hari ke- menjadi 42.9 o pada hari ke-, hingga hari ke- ini, kisaran warna berada pada warna merah, dan pada hari ke-6 sampai hari ke-11, hue sampel berada meningkat pada daerah kisaran warna kuning merah dengan nilai hue 7.27 o o, sedangkan pada hari ke-12 hue menjadi 98.6 o, nilai tersebut berada pada daerah kisaran warna kuning. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator dengan cara dibungkus, nilai hue meningkat dari 3.7 o pada hari ke- menjadi.6 o pada hari ke-3, yang merupakan nilai hue yang berada pada daerah kisaran warna merah, pada hari ke-4 hingga hari ke-9 nilai hue sampel berada pada daerah kisaran warna kuning merah yaitu dengan nilai hue sebesar 62.1 o pada hari ke-4 dan o pada hari ke-9. Pada hari ke-1 hingga hari ke-12 nilai hue sampel meningkat menjadi pada daerah kisaran warna kuning dengan nilai hue sebesar o o. Sampel yang disimpan pada suhu ruang dengan cara tidak dibungkus terjadi peningkatan nilai hue dari o pada jam ke- menjadi 3.44 o pada jam ke-, hingga jam ke- ini, nilai hue berada pada daerah kisaran warna merah, dan pada jam ke-6 sampai jam ke-9, hue sampel berada meningkat pada daerah kisaran warna kuning merah dengan nilai hue 6. o o, sedangkan pada jam ke-1 hingga jam ke-11 nilai hue berada pada daerah kisaran warna kuning, dengan nilai hue berkisar antara o o. Untuk sampel yang disimpan pada suhu ruang dengan cara dibungkus, nilai hue meningkat dari 3.19 o pada jam ke- menjadi o pada jam ke-4, yang merupakan nilai hue yang berada pada daerah kisaran warna merah, pada jam ke- hingga jam ke-9 nilai hue sampel berada pada daerah kisaran warna kuning merah yaitu dengan nilai hue antara 7.4 o pada jam ke- dan o pada jam ke-9. Pada jam ke-1 hingga jam ke-11 nilai hue sampel meningkat menjadi pada daerah kisaran warna kuning dengan nilai hue sebesar o o. Sampel yang disimpan pada suhu luar dengan penyinaran cahaya matahari cenderung lebih cepat mengalami perubahan warna dari daerah kisaran warna merah pada jam ke-, meningkat menjadi kuning merah pada jam ke 1 dan menjadi kuning pada jam ke 3. Nilai hue yang pada jam ke- yang memiliki nilai hue o untuk film yang tidak dibungkus dan 31.1 o untuk sampel film yang

13 31 dibungkus, mengalami peningkatan pada jam ke-1 menjadi o untuk film yang tidak dibungkus dan o untuk sampel film yang dibungkus, sedangkan pada jam ke-3 nilai hue sudah berada pada angka o untuk untuk film yang tidak dibungkus dan o untuk sampel film yang dibungkus, sehingga warna film berada pada daerah kisaran warna kuning. Perubahan nilai hue film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai hue terlihat pada Gambar 16 dan Tabel Lama penyimpanan (jam) Nilai o hue Nilai o hue Lama penyimpanan (jam) Nilai o hue (a) 1 1 Nilai o hue (b) (c) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus Gambar 16 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai o hue film dan perubahan warna film dengan pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya (d)

14 32 Tabel 7 Kinetika perubahan nilai o hue film selama penyimpanan Cara Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R 2 Penyimpanan Dibungkus Freezer ((-1)±2 o C) y =.9x Refrigerator (3±2 o C) y =.2371x Ruang (2±3 o C) y = 7.6x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 34.46x Tanpa Freezer ((-1)±2 o C) y =.67x dibungkus Refrigerator (3±2 o C) y =.1997x Ruang (2±3 o C) y = 7.11x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 33.86x y (nilai o hue film), x (lama penyimpanan) Sinar matahari merupakan salah kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan warna. Benda di sekitar manusia, apabila diamati, terlihat bahwa benda yang sering terkena sinar matahari secara langsung mengalami perubahan warna lebih cepat dibanding dengan benda-benda yang terkena sinar matahari secara tidak langsung (pada kondisi lain yang sama). Begitu pula pada zat warna dari film ini. Intensitas warnanya berubah cukup cepat terhadap sinar matahari seperti yang ada pada grafik, Hal ini menunjukkan bahwa zat warna ini tidak stabil terhadap sinar matahari. Persamaan matematis juga menggambarkan perubahan yang cepat pada sampel yang disimpan pada suhu luar dengan penyinaran cahaya matahari dibanding dengan penyimpanan pada suhu-suhu lainnya, ini ditandai dengan besarnya nilai persama y berbanding x. Persamaan matematis menggambarkan adanya peningkatan nilai o hue, dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai o hue pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai o hue semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai o hue sebesar.9 satuan pada film yang dibungkus dan.67 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai o hue sebesar.2371 satuan pada film yang dibungkus dan.1997 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai o hue sebesar 7.62 satuan pada film yang dibungkus dan 7.11 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai o hue sebesar satuan pada film yang dibungkus dan pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai o hue selama penyimpanan. Perubahan nilai a dan b berpengaruh pada perubahan nilai hue, nilai a yang cenderung berkurang derajat kemerahannya dan nilai b yang cenderung meningkat derajat kekuningannya menyebabkan daerah kisaran warna kromatis sampel film bergeser dari merah menjadi kuning seiring meningkatnya nilai hue. Peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai hue, dan semakin lama waktu penyimpanan juga menyebabkan o hue semakin meningkat. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai hue film indikator warna sebelum penyimpanan lebih tinggi dibandingkan setelah penyimpanan. Hasil ini sejalan jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (),

15 33 nilai hue pada minuman ringan dan puding agar juga mengalami peningkatan seiring dengan berubahnya warna minuman ringan dan pudding agar secara visual, dari warna merah menjadi warna kekuningan Nilai E Total perubahan warna sampel film selama penyimpanan dapat dideteksi melalui nilai ΔE. Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan lebih besarnya total perubahan warna sampel selama penyimpanan, sedangkan semakin kecil nilai ΔE menunjukkan perubahan warna sampel selama penyimpanan relatif kecil (Hutchings 1999). Semakin besar nilai ΔE, menunjukkan menurunnya intensitas warna yang jauh berbeda terhadap warna semula. Perubahan nilai ΔE film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai ΔE terlihat pada Gambar 17 dan Tabel 8. Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai E yaitu dari pada hari ke-, karena hari ke- dijadikan sebagai patokan warna awal, menjadi 7.88 pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari E yang pada hari ke- menjadi 11.8 pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi peningkatan nilai E dari pada hari ke- menjadi pada hari ke-12 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari pada hari ke- menjadi 3.73 pada hari ke-12 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai E meningkat dari pada jam ke- menjadi 38. pada jam ke-11 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari nilai E yang nol pada jam ke- menjadi 36.9 pada jam ke-11 untuk sampel yang dibungkus. Film pada penyimpanan suhu 4 o C dengan penyinaran cahaya matahari, nilai E meningkat dari nol pada jam ke- menjadi 41.6 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari nol pada jam ke- menjadi 43.4 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus. Perubahan warna sampel menunjukkan lama penyimpanan, suhu dan cahaya dapat menyebabkan terjadinya degradasi antosianin yang menyebabkan perubahan warna sampel dari merah menjadi kekuningan. Peningkatan suhu penyimpanan dan lama penyimpanan mengakibatkan kenaikan nilai E, sebagai imbas dari perubahan nilai L, a, dan b dari sampel film. Data yang didapat memperlihatkan bahwa film yang disimpan pada suhu yang lebih tinggi yaitu suhu ruang dan suhu luar memiliki perubahan nilai E yang lebih besar dan lebih cepat di banding film yang disimpan pada suhu yang lebih rendah yaitu suhu freezer dan suhu refrigerator. Dari hasil penelitian dapat diketahui, perubahan warna menyebabkan peningkatan nilai E pada semua suhu penyimpanan, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wanihsuksombat et al. (1), perubahan prototype TTI berbasis asam laktat dari warna kuning kehijauan menjadi merah juga mengakibatkan peningkatan nilai E yang dihasilkan.

16 34 Nilai ΔE Nilai E Lama penyimpanan (jam) (a) 1 1 (c) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus Gambar 17 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai E film pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya Tabel 8 Kinetika perubahan nilai E film selama penyimpanan Cara Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R 2 Penyimpanan Dibungkus Freezer ((-1)±2 o C) y =.2x Refrigerator (3±2 o C) y =.1219x Ruang (2±3 o C) y = 3.437x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y = 21.77x Tanpa Freezer ((-1)±2 o C) y =.34x dibungkus Refrigerator (3±2 o C) y =.998x Ruang (2±3 o C) y = 3.47x Luar (4 o C dengan paparan cahaya) y =.8x y (nilai ΔE film), x (lama penyimpanan) Hal ini sesuai dengan persamaan matematis yang menggambarkan adanya peningkatan nilai ΔE, dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai ΔE pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai ΔE semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar.2 satuan pada film yang dibungkus dan.34 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar.1219 satuan pada film yang dibungkus dan Nilai ΔE Nilai E Lama penyimpanan (jam) (b) (d)

17 3.998 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar satuan pada film yang dibungkus dan 3.47 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar satuan pada film yang dibungkus dan.8 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai ΔE selama penyimpanan Perubahan kadar air dan ketebalan selama penyimpanan Pengukuran kadar air film selama penyimpanan dilakukan untuk melihat ketahanan film selama disimpan. Kadar air film selama penyimpanan juga mengalami penurunan pada penyimpanan freezer dan refrigerator di awal penyimpanan, hal ini disebabkan karena menguapnya atau berpindahnya air pada film ke ruangan penyimpanan karena tingkat kelembaban yang rendah, terutama pada suhu freezer dengan RH 2-3%. Perubahan nilai kadar air indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan terlihat pada Gambar 18. Kadar Air (%) Kadar Air (%) Lama Penyimpanan (Hari) (a) 1 Lama Penyimpanan (Hari) (c) Kadar Air (%) Kadar Air (%) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus Gambar 18 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai kadar air film pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya Pada penyimpanan suhu freezer terjadi penurunan kadar air dari menjadi untuk sampel yang tidak dibungkus dan menjadi 16.8 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu Lama Penyimpanan (hari) (b) 1 2 (d)

18 36 refrigerator terjadi penurunan kadar air dari 2.82 menjadi 18.2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 27.7 menjadi 18.3 untuk sampel yang dibungkus. Untuk suhu ruang kadar air cendrung tidak mengalami penurunan yang berarti yaitu dari 19.2 menjadi untuk sampel yang tidak dibungkus dan menjadi untuk sampel yang dibungkus. Sedangkan pada sampel yang disimpan pada suhu luar dengan penyinaran matahari, kadar air turun dalam waktu 2 jam penyimpanan, yaitu dari pada jam ke- menjadi 14.2 ada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 19.9 menjadi 1.78 untuk sampel yang dibungkus. Hal ini disebabkan oleh panasnya suhu dan panas dari cahaya matahari yang menyebabkan menguapnya air dari film ke udara. Ketebalan film selama penyimpanan cendrung stabil berkisar antara. mm-.22 mm. Hal ini terjadi karena bahan tidak mengalami kehilangan atau penambahan kadar air yang berarti, sehingga tidak terjadi penipisan maupun penebalan yang besar. Tidak terlihatnya perubahan ketebalan juga karena pengukuran ketebalan film hanya dilakukan micrometer scrup yang hanya memiliki ketelitian.1 mm, sehingga tidak terlihat nilai perubahan yang berarti pada ketebalan film. Perubahan nilai ketebalan film indikator untuk masingmasing suhu penyimpanan terlihat pada Gambar Ketebalan (mm) Lama Penyimpanan (Hari) Ketebalan (mm) Lama Penyimpanan (Hari).2 (a).2 (b).2.2 Ketebalan (mm) Lama Penyimpanan (Hari) (c) Ketebalan (mm) Ket : Tanpa dibungkus, Dibungkus Gambar 19 Hubungan lama penyimpanan terhadap ketebalan film pada suhu: (a) freezer ((-1)±2 o C); (b) refrigerator (3±2 o C); (c) ruang (2±3 o C), dan (d) luar yaitu 4 o C dengan paparan cahaya (d)

19 Aplikasi kemasan cerdas pada penyimpanan produk pangan Film indikator yang dihasilkan dari penelitian ini dapat diaplikasikan menjadi kemasan cerdas yang merupakan Time Temperature Indicator (TI), yaitu kemasan cerdas yang dapat memberikan informasi apakah suhu berada di atas atau di bawah suhu kritis penyimpanan yang dianjurkan pada masing-masing produk. Label indikator warna daun erpa ini dapat ditempelkan pada kemasan pangan, akan memberikan informasi mengenai perubahan suhu pada kemasan selama distribusi maupun penyimpanan, hal ini ditunjukkan dengan respons perubahan warna dari merah menjadi kuning. Perubahan warna merah menjadi kuning yang disebabkan oleh faktor perubahan suhu selama penyimpanan terjadi karena kerusakan dan perubahan warna antosianin yang merupakan pigmen warna merah pada indikator warna, yaitu melalui tahapan : (i) terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik antosianin dan menghasilkan aglikon-aglikon yang labil; dan (ii) terbukanya cincin aglikon sehingga terbentuk gugus karbinol dan kalkon yang berwarna kuning hingga tidak berwarna. Selman (199) menjabarkan syarat-syarat TTI untuk dapat digunakan secara komersial dalam kemasan pangan adalah : Mudah untuk digunakan dan diaktivasi dan tidak merusak kemasan Harus diaplikasikan dan diaktivasi pada saat pengemasan (bukan sebelum pengemasan). Harus memberikan respon yang akurat mengenai perubahan suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu yang cepat. Respon ini harus tidak dapat balik (irreversible) dan berkorelasi dengan kerusakan aktual pada bahan pangan. Perubahan TTI berkorelasi dengan kerusakan produk Berdasarkan data yang didapatkan, film indikator warna yang dihasilkan telah memenuhi syarat-syarat tersebut, hal ini terbukti film indikator warna yang dihasilkan lebih stabil pada suhu penyimpanan yang lebih rendah seperti pada suhu freezer, suhu ini dapat digunakan sebagai suhu penyimpanan film indikator warna sebelum digunakan sebagai kemasan cerdas. Kemampuan untuk berubah warna sehingga dapat memberikan respon terhadap perubahan suhu penyimpanan dibuktikan dengan perubahan warna film indikator warna ketika disimpan pada suhu yang lebih tinggi, karena film indikator warna akan sangat mudah terdegradasi pada suhu penyimpanan suhu ruang dan suhu luar dengan penyinaran matahari. Oleh karena itu, film indikator warna erpa dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan sebagai kemasan cerdas pada susu pasteurisasi yang harus disimpan pada suhu freezer dan refrigerator, karena film indikator warna erpa akan sangat cepat mengalami kerusakan jika disimpan pada suhu ruang dan suhu yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini, sampel produk pangan yang digunakan adalah susu pasteurisasi dengan merek dagang Cimory. Susu pasteurisasi ini memiliki masa simpan selama 1 hari sejak diproduksi jika disimpan pada suhu 3- o C. Selama ini masa kedaluwarsa produk diinformasikan kepada konsumen melalui tanggal kedaluwarsa yang dicantumkan pada botol. Susu pasteurisasi sangat rentan terhadap suhu tinggi, pada kemasan ditampilkan bahwa susu bisa mengalami kerusakan lebih cepat dari tanggal kadaluarsa apabila disimpan pada suhu lebih tinggi dari o C, namun tidak ada label yang bisa memberikan informasi kepada konsumen perubahan suhu penyimpanan selama distribusi. Apabila selama

20 38 distribusi maupun penyimpanan terjadi peningkatan suhu, maka tanggal kedaluwarsa yang dicantumkan pada botol tidak dapat lagi dijadikan acuan. Oleh karena itu diharapkan film indikator warna erpa dapat dijadikan kemasan cerdas acuan, sehingga kesalahan penyimpanan dapat diketahui konsumen. Aplikasi film indikator warna pada kemasan susu pasteurisasi Cimory dapat dilihat pada Gambar. (a) (b) Gambar Aplikasi film indikator warna sebagai kemasan cerdas pada kemasan susu pasteurisasi pada penyimpanan (a) suhu refrigerator dan (b) suhu ruang Pengujian mutu susu pasteurisasi dilakukan melalui uji organoleptik dan uji lempeng total susu pada penyimpanan suhu refrigerator (3±2 o C) dan suhu ruang (2-3 o C). Uji lempeng total dilakukan untuk melihat total mikroba yang terdapat pada susu pasteurisasi selama penyimpanan Uji organoleptik susu pasteurisasi Uji organoleptik dilakukan untuk melihat penerimaan konsumen terhadap susu pasteurisasi selama penyimpanan, dan untuk mengetahui apakah susu pasteurisasi masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Uji Organoleptik yang dilakukan adalah warna, aroma, dan rasa susu pasteurisasi. Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya serta sifat mikrobiologis. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, faktor visual merupakan faktor warna yang tampil terlebih

21 39 dahulu dan cenderung sangat menentukan. Warna memberikan daya tarik tersendiri dan sangat berpengaruh terhadap penilaian panelis terhadap suatu produk. Produk susu segar memiliki warna putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena kandungan kasein dan kalsium fosfat yang merupakan dispersi koloid sehingga tidak tembus cahaya, sedangkan warna kekuningan disebabkan oleh kandungan lemak dalam susu, terutama dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam lemak seperti karoten yang berasal dari pakan ternak (Buckle et al. 1987). Selama penyimpanan tidak terjadi perubahan warna yang signifikan pada susu yang disimpan pada suhu 4 o C, hingga hari ke 1 penilaian panelis adalah normal/suka terhadap warna susu pasteurisasi. Aroma juga merupakan salah satu faktor penting pada penilaian mutu atau penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi. Aroma memberikan penilaian terhadap suatu produk apakah produk tersubut layak dikonsumsi atau tidak. Pengujian aroma /flavor susu pasteurisasi segar menunjukkan bau yang mengarah kepada bau yang sedap/enak. Aroma susu pasteurisasi adalah spesifik karena kandungan asam-asam volatil dan lemak dalam susu (Buckle et al. 1987). Pada penyimpanan susu pasteurisasi di suhu 4 o C, secara umum aroma susu masih cenderung diterima oleh konsumen sampai hari ke-9 namun pada hari ke-11 hanya 33.3% panelis yang menerima aroma susu dalam batas normal, % panelis lain menyatakan kurang suka dan 16.7% menyatakan tidak suka terhadap aroma susu pasteurisasi. Hal ini membuktikan bahwa aroma susu akan semakin tidak normal dan cenderung asam selama penyimpanan, hal ini disebabkan karena semakin banyaknya mikroba yang terdapat pada susu pasteurisasi dan pada hari ke-11 susu pasteurisasi dinyatakan tidak layak konsumsi. Rasa adalah juga menentukan penilaian mutu dan penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi. Pengujian rasa melibatkan indera pengecap karena rasa merupakan parameter mutu dimana penilaian dilakukan dengan meminum produk yang diujikan. Susu pasteurisasi mempunyai rasa normal, agak sedikit manis karena terdapat kandungan laktosa dan juga akibat penambahan gula, laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat yang terkandung dalam susu. Laktosa adalah disakarida yang tersusun dari 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa (Buckle et al. 1987). Uji rasa menunjukkan bahwa susu pasteurisasi pada lama penyimpanan,3,,7 dan 9 hari masih normal, dibuktikan dengan 66-1% panelis masih menyatakan suka terhadap rasa susu pasteurisasi yang diujikan. Rasa asam pada susu pasteurisasi mulai terdapat pada lama penyimpanan hari ke-11 terjadi penurunan rasa sehingga hanya 26.7% panelis menyatakan bahwa rasa susu normal, dan 73.3% lainnya menyatakan kurang dan tidak suka. Rasa asam diakibatkan dekomposisi komponen susu oleh mikroba yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat, sedangkan rasa pahit disebabkan oleh bakteri pembentuk pepton. Dekomposisi susu pasteurisasi oleh baktei secara enzimatik juga bisa terjadi dan berpengaruh terhadap rasa susu (Buckle et al. 1987). Hasil uji organoleptik susu pasteurisasi dan perubahan warna kemasan cerdas indikator warna erpa selama penyimpanan suhu refrigerator (3±2 o C) dapat dilihat pada Gambar 21.

22 4 % Panelis Lama Penyimpanan (Hari) % Panelis Lama Penyimpanan (Hari) (a) 1 (b) 8 % Panelis Lama Penyimpanan (Hari) (c) Suka Kurang suka Tidak suka (d) Gambar 21 Hasil uji organoleptik susu pasteurisasi (a) Warna; (b) Aroma; (c) Rasa; dan (d) perubahan warna kemasan cerdas indikator selama penyimpanan suhu refrigerator (3±2 o C) Pada Gambar 21 dapat dilihat, hasil uji organoleptik susu sejalan dengan perubahan warna pada kemasan cerdas indikator warna erpa. Pada waktu warna, aroma dan rasa susu sudah mengalami perubahan dan ada persentase konsumen yang tidak suka atau tidak menerima produk, maka diwaktu yang sama kemasan cerdas indikator warna erpa juga mengalami perubahan menjadi lebih kekuningan Uji Total Mikroba Susu Pasteurisasi Susu pasteurisasi merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Karena kandungan gizi yang lengkap susu menjadi media yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk tumbuh dan berkembang sehingga bila tidak ditangani secara benar dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak untuk dikonsumsi (Habibah 11). Mikroorganisme yang berkembang di dalam susu selain menyebabkan susu menjadi rusak juga membahayakan kesehatan manusia

23 41 yang mengkonsumsinya. Selain itu penanganan susu yang tidak benar juga dapat menyebabkan daya simpan susu menjadi singkat. Penyebab utama kerusakan susu adalah mikroba, terutama bakteri. Kerusakan pada susu disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat dan juga kontaminasi bakteri lain seperti Escherichia coli. Aktivitas bakteri ini akan menyebabkan aroma susu menjadi berubah dan tidak disukai oleh konsumen. Pertumbuhan mikroorganisme dalam susu dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan susu karena perubahan rasa, aroma, warna, konsistensi dan penampakannya (Buckle et al. 1987). Menurut SNI No Tahun 9, Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) untuk susu pasteurisasi adalah dengan total bakteri sebesar 1 4 koloni/ml. Perubahan total koloni mikroba dan perubahan warna indikator selama penyimpanan suhu refrigerator (3±2 o C) dan suhu ruang (2±3 o C) dapat dilihat pada Gambar 22. Kolono/ml Lama Penyimpanan (Hari) Total Koloni Mikroba (a) Koloni/ml Total Koloni Mikroba (b) Gambar 22 Hasil uji total koloni mikroba susu pasteurisasi selama penyimpanan pada suhu (a) refrigerator (3±2 o C); (b) ruang (2±3 o C)

24 42 Pada Gambar 22 dapat dilihat perubahan warna kemasan cerdas indikator warna seiring dengan peningkatan total koloni mikroba meningkat selama penyimpanan. Penyimpanan susu pasteurisasi pada suhu (3±2 o C) dapat mempertahankan mutu susu pasteurisasi sampai 9 hari dengan indikator berwarna kuning-merah pada hari ke-9 yang menyatakan bahwa produk harus segera dikonsumsi, dan total mikroba melebihi batas maksimum total koloni mikroba pada hari ke 11 dengan indikator warna berwarna kuning. Pada suhu ruang mutu susu hanya bertahan selama 7 jam dengan indikator berwarna kuning-merah pada hari ke-7 yang menyatakan bahwa produk harus segera dikonsumsi, dan total mikroba melebihi batas maksimum total koloni mikroba pada hari ke-8 hingga ke- 11 dengan indikator warna berwarna kuning. Susu pasteurisasi pada penyimpanan suhu refrigerator tidak terjadi perkembangan bakteri yang signifikan dan masih berada di bawah BMCM SNI No Tahun 9 yakni dibawah x1 4 koloni/ml pada penyimpanan, 3,, 7 dan 9 hari. Kerusakan susu yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi pada penyimpanan hari ke -11, dimana total koloni mikroba melebihi batas maksimum cemaran mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pernyataan Habibah (11), bahwa susu pasteurisasi dapat bertahan selama 9 hari dari tanggal atau hari pemprosesan jika disimpan pada suhu yang ideal yaitu 3- C, oleh karena itu susu pasteurisasi harus disimpan dalam lemari es. Susu pasteurisasi pada penyimpanan suhu ruang cenderung mengalami kerusakan lebih cepat, terjadi peningkatan total koloni mikroba selama penyimpanan. Total koloni mikroba masih berada dibawah batas maksimum koloni mikroba SNI No.7388 tahun 9 hingga 6 jam penyimpanan. Susu pasteurisasi memiliki total koloni mikroba diatas batas maksimum ketika jam ke-7 penyimpanan yaitu sebesar.1 x 1 4 koloni/ml dan terus meningkat di jam ke 9,1 dan 11. Hal ini menunjukkan bakteri lebih cepat berkembang pada suhu yang lebih tinggi dibanding suhu yang rendah. Peningkatan total koloni mikroba ini menyebabkan perubahan sifat fisik dari susu pasteurisasi, sehingga susu tidak layak lagi untuk dikonsumsi, seperti pernyataan Buckle et al. (1987), pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk di konsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, produk pangan tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk.

25 Potensi Aplikasi Film Indikator Warna Sebagai Kemasan Cerdas Film indikator warna daun erpa sangat potensial untuk diaplikasikan pada produk susu pasteurisasi. Film indikator warna daun erpa dapat diaplikasikan dalam bentuk label yang ditempel di bagian luar kemasan susu pasteurisasi. Aplikasi film indikator warna daun erpa ditempel dalam bentuk label bersamaan dengan pedoman warna film indikator warna daun erpa sehingga dapat di aplikasikan sebagai kemasan cerdas. Adanya pedoman warna film indikator warna daun erpa dapat menjadi panduan bagi konsumen, agar konsumen dapat melihat tingkat perubahan warna film indikator warna daun erpa sebagi kemasan cerdas, dan dapat dijadikan panduan kerusakan produk hanya dengan melihat perubahan warna dari film indikator dan mencocokkannya dengan warna panduan. Label indikator warna daun erpa sebagai kemasan cerdas dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23 Label indikator warna daun erpa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat 11 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2012. Pembuatan film indikator dilakukan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Berdasarkan data statistik, produktivitas ubi jalar pada tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea) MUHAMAD HARIS

LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea) MUHAMAD HARIS LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea) MUHAMAD HARIS DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar 17 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar Analisis sifat fisik dan kimiawi susu kambing segar sebagai bahan baku untuk pembuatan yogurt pada penelitian ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PIGMEN Ekstraksi adalah proses penarikan komponen dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Pada umumnya ekstraksi zat warna dari bagian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI DAUN ERPA (Aerva sanguinolenta)

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI DAUN ERPA (Aerva sanguinolenta) Pengaruh Jurnal Teknologi Suhu Penyimpanan Industri Pertanian Terhadap Perubahan 23 (3):232-241 (13) PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI DAUN ERPA (Aerva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk Bali (Citrus grandis) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 SI (Satuan Internasional),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan lingkungan, menjaga kualitas

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembuatan yang dibuat pada riset ini dibuat dari kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih sebagai bahan aktif. Kitosan dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 1% sedangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lain. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh sebagai minuman telah dikenal dan menjadi bagian dari kebudayaan dunia sejak berabad-abad yang lampau. Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Produk-produk fermentasi dapat berbahan dari produk hewani maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Jahe Merah Tanaman jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman rimpang yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum) adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman yang banyak disukai anak-anak hingga dewasa. Hal ini dikarenakan es lilin memiliki rasa yang manis dan dingin sehingga memberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan

Lebih terperinci

FILM INDIKATOR WARNA DAUN ERPA (Aerva sanguinolenta) SEBAGAI KEMASAN CERDAS UNTUK PRODUK RENTAN SUHU DAN CAHAYA RINI NOFRIDA

FILM INDIKATOR WARNA DAUN ERPA (Aerva sanguinolenta) SEBAGAI KEMASAN CERDAS UNTUK PRODUK RENTAN SUHU DAN CAHAYA RINI NOFRIDA FILM INDIKATOR WARNA DAUN ERPA (Aerva sanguinolenta) SEBAGAI KEMASAN CERDAS UNTUK PRODUK RENTAN SUHU DAN CAHAYA RINI NOFRIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemasan Cerdas/Intelligent Packaging

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemasan Cerdas/Intelligent Packaging 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemasan Cerdas/Intelligent Packaging Intelligent packaging adalah sistem melekat sebagai label, yang dimasukkan ke dalam kemasan, atau dicetak ke bahan kemasan yang menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Limbah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah terpakai, baik dalam skala rumah tangga, industri, pertambangan dan lainlain. Limbah berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Asam Asetat 1. Definisi Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum, akan tetapi di kalangan masyarakat asam asetat biasa disebut

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, zat pewarna sintetik lebih banyak beredar dan dipakai oleh industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses produksinya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen adalah produk makanan selingan yang terbuat dari gula/ pemanis, air, dan bahan tambahan makanan (pewarna dan flavoring agent). Permen banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam 3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam Pada pengujian fisik mi bayam yang dilakukan meliputi tensile strength dan warna. Salah satu kriteria yang utama pada mi adalah tekstur. Tekstur mi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: WIDYA AGUSTINA A 420 100 076 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Minuman Sari Buah Duwet Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembuatan minuman sari buah dengan bahan dasar buah duwet. Pembuatan minuman sari buah dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih

I. PENDAHULUAN. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik telah meluas hampir ke seluruh bidang kehidupan. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih ekonomis, tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci