PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI"

Transkripsi

1 PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI AI NURLAELA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penumbuhan Kristal Apatit dari Cankang Telur Ayam dan Bebek pada Kitosan dengan Metode Presipitasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Ai Nurlaela G

3 ABSTRACT Ai Nurlaela. Grown of Apatite Crystal from Hen s and Duck s Eggshell on Chitosan by Precipitation Method. Under direction of KIAGUS DAHLAN and DJARWANI SOEHARSO SOEDJOKO. Eggshell is a potential source of calcium because it contains CaCO 3 as high as 94-97%. In the present work, a precipitation method of apatite-chitosan composite synthesis has been used by applying hen s and duck s eggshell as calcium source and synthetic KH 2 PO 4 as phosphate source. The eggshell and KH 2 PO 4 act as the inorganic mineral, whereas the organic matrix was a commercial chitosan originated from shrimp shell. The eggshell was firstly calcinated to decompose all the carbonate (CO 3 ) phases. To produce the composite, calcium phosphates were grown on organic matrix of chitosan using ex situ method. The result samples were further dried at 50 o C. Characteristic of the samples were performed using X-ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM) and Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. The XRD profile illustrated specific diffraction angles at peaks of apatite crystals. This data were supported by FTIR spectra that showed transmittance peak of chitosan, phosphates and carbonates from apatites. The SEM micrograph also showed granules of apatite. Key words: eggshell, composite, apatite, precipitation, calcination, chitosan.

4 RINGKASAN AI NURLAELA. Penumbuhan kristal apatit dari cangkang telur ayam dan bebek pada kitosan dengan metode presipitasi. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan DJARWANI SOEHARSO SOEJOKO. Salah satu aspek penelitian biomaterial yang banyak berkembang saat ini adalah biomaterial substitusi tulang. Kasus kerusakan tulang di Indonesia cukup tinggi, namun Indonesia sendiri belum tercatat sebagai negara industri biomaterial. Menghadapi permasalahan tersebut berbagai riset mulai dikembangkan. Salah satu teknik substitusi tulang yang banyak diaplikasikan saat ini adalah teknik substitusi tulang dengan memanfaatkan biomaterial sintetis. Secara komersial bahan pengganti tulang yang biasa digunakan selama ini adalah senyawa kalsium fosfat hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 )6(OH) 2. Senyawa kalsium fosfat HA dapat disintesa dari berbagai sumber kalsium (Ca) dan fosfat (PO 4 ). Beberapa bahan alam telah dimanfaatkan sebagai sumber Ca antara lain koral, ganggang dan cangkang telur. Di antara bahan alam yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah cangkang telur. Cangkang telur memiliki kandungan CaCO 3 cukup tinggi, yaitu 94-97%. Cangkang telur ayam dan bebek banyak dijumpai sebagai limbah, karena dianggap tidak lagi bermanfaat. Beberapa metode dapat digunakan dalam sintesa HA, antara lain hydrothermal, solid state reaction, presipitasi dan sol gel. Metode presipitasi merupakan metode paling sederhana dan murah untuk diaplikasikan di bidang industri. Pada perkembangannya, pembuatan material untuk substitusi tulang didasarkan pada konsep bahwa material paling baik untuk mengganti tulang adalah material yang memiliki kesamaan, paling tidak identik dengan tulang sebenarnya. Untuk memenuhi syarat sebagai material substitusi tulang, serbuk HA perlu dikompositkan dengan matriks polimer. Penambahan matriks dapat memperbaiki sifat HA yang brittle, sehingga komposit diharapkan dapat diaplikasikan sebagai substitusi tulang dengan beban tinggi. Beberapa material polimer yang telah digunakan pada pembuatan komposit material substitusi tulang antara lain high density polyethylene (HDPE), asam polylactic, polymethylmethacrylate (PMMA) dan kitosan. Pada penelitian ini telah berhasil dibuat komposit apatit-kitosan dengan memanfaatkan cangkang telur ayam dan bebek sebagai sumber Ca dan kitosan dari kulit udang sebagai matriks organik. Sebagai sumber fosfat digunakan KH 2 PO 4 proanalis. Pembuatan komposit diawali dengan proses kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Proses kalsinasi dilakukan agar terjadi konversi senyawa CaCO 3 menjadi CaO dengan melepaskan CO 2. Dari cangkang telur ayam hasil kalsinasi selain diperoleh senyawa CaO, senyawa CaCO 3 juga masih teridentifikasi. Sementara itu, untuk cangkang telur bebek hasil kalsinasi senyawa CaCO 3 tidak lagi teridentifikasi. Larutan senyawa Ca diperoleh dengan melarutkan serbuk cangkang telur hasil kalsinasi dengan aquabidest, sehingga diperoleh larutan senyawa Ca dengan molaritas 0,5 M. Sementara itu, larutan KH 2 PO 4 dibuat dengan molaritas 0,3 M. Masing-masing larutan senyawa Ca dan KH 2 PO 4 direaksikan melalui proses

5 presipitasi pada suhu 37 o C. Untuk mempercepat reaksi, larutan dikondisikan basa dengan ph 10 melalui penambahan larutan KOH. Pembuatan komposit dilakukan dengan menambahkan kitosan secara ex-situ pada larutan senyawa kalsium fosfat. Variasi penambahan kitosan adalah 10%, 20%, 35%, 40% dan 50% (b/b). Selanjutnya larutan didiamkan selama 12 jam. Kondisi optimum komposit pertama kali diidentifikasi melalui pengamatan secara visual. Pada kondisi optimum larutan tercampur secara merata dan presipitan terpisah secara sempurna dari larutannya pada saat didiamkan. Berdasarkan pengamatan tersebut, presipitan terpisah dengan sempurna dari larutannya pada sampel dengan penambahan kitosan sampai 20%. Sampel komposit dari cangkang telur ayam dan kitosan 20% memiliki rasio massa presipitan paling tinggi yaitu 66,2%. Demikian pula untuk sampel komposit dari cangkang telur bebek, rasio massa presipitan paling tinggi terjadi pada penambahan kitosan 20% yaitu 57,7%. Hasil analisa XRD memperlihatkan bahwa semua sampel memiliki puncak difraksi hidroksiapatit dan apatit karbonat tipe B (AKB). AKB terbentuk akibat adanya substitusi ion karbonat pada gugus fosfat (PO 4 ) senyawa HA. Keberadaan ion karbonat pada sampel diperkuat oleh spektra hasil analisa FTIR yang memperlihatkan adanya pita serapan infra merah untuk ion karbonat. Adanya ikatan antara apatit dengan kitosan diperlihatkan dengan adanya pita serapan infra merah untuk vibrasi NH pada sampel komposit. Morfologi sampel hasil analisa SEM memperlihatkan sedikit perbedaan antara sampel kristal apatit dengan sampel komposit. Pada sampel komposit, granula-granula apatit tampak lebih rapat dari kristal apatit tanpa kitosan. Penambahan kitosan mengakibatkan nilai derajat kristalin sampel menurun. Penurunan nilai derajat kristalin sampel diperlihatkan pula oleh penurunan derajat belah pita serapan PO 4 (υ 4 ) terhadap penambahan kitosan. Sementara itu, nilai parameter kisi stiap sampel nilainya bervariasi karena sampel merupakan campuran HA dan AKB. Nilai parameter kisi komposit apatit-kitosan 20% mendekati nilai parameter kisi HA dengan nilai a = 9,42 Å dan nilai c = 6,87 Å. Ukuran kristal setiap sampel diukur pada bidang 002 dan 300, masing-masing merupakan refleksi panjang kristal sepanjang arah unit sel c dan a. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan Debye Scherrer, ukuran kristal semua sampel pada bidang 002 berkisar pada nilai 12 sampai dengan 15 nm dengan ukuran kristal paling tinggi terjadi pada sampel tanpa kitosan. Sementara itu, ukuran kristal pada bidang 300 berkisar pada nilai 9 sampai dengan 13 nm. Berdasarkan rasio massa presipitan serta ditunjang oleh data hasil analisa XRD, FTIR dan SEM komposit apatit-kitosan dengan kondisi optimum diperoleh dengan penambahan kitosan 20%. Namun demikian, berdasarkan pengamatan secara visual terhadap warna sampel, komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur bebek dengan penambahan kitosan 20% mengalami perubahan warna menjadi kuning setelah penyimpanan 1 minggu. Sementara pada penambahan kitosan 20% untuk sampel apatit dari cangkang telur ayam, perubahan warna tidak teramati secara visual sampai penyimpanan 3 bulan. Untuk sampel dengan penambahan kitosan lebih tinggi dari 20%, perubahan warna terjadi pada semua sampel dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan bebek. Dengan demikian, komposit apatit-kitosan 20% dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam lebih disarankan untuk dikembangkan lebih jauh sebagai biomaterial substitusi tulang.

6 Untuk tujuan tersebut, perlu dilakukan uji in vitro dan in vivo, agar diketahui kemampuan adaptasi komposit dengan jaringan tubuh.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

8 PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI AI NURLAELA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

9 Judul Tesis Nama NIM : Penumbuhan Kristal Apatit dari Cangkang Telur Ayam dan Bebek pada Kitosan dengan Metode Presipitasi : Ai Nurlaela : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Kiagus Dahlan Ketua Prof. Dr. Djarwani Soeharso Soejoko Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Akhiruddin Maddu Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 07 Agustus 2009 Tanggal Lulus : 19 Agustus 2009

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Akhiruddin Maddu

11 PRAKATA Alhamdulillaahirabbil aalamiin. Puji serta syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada uswah hasanah kita, Rasulullah Muhammad SAW. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari September 2008 sampai Februari Adapun judul karya ilmiah ini, Penumbuhan Kristal Apatit dari Cangkang telur Ayam dan Bebek pada Kitosan dengan Metode presipitasi, dipilih sebagai upaya untuk mengembangkan biomaterial substitusi tulang yang telah ada serta menambah daya guna limbah cangkang telur serta kulit udang. Sebagian dari hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada International Seminar on Science and Technology (ISSTEC) Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Januari Dengan penelitian ini diharapkan Indonesia akan ikut berkontribusi dalam industri di bidang biomaterial, khususnya biomaterial substitusi tulang. Penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Karena itu, ucapan terima kasih dengan tulus penulis sampaikan kepada Bapak Dr. KiAgus Dahlan dan Ibu Prof. Dr. Djarwani Soeharso Soejoko selaku dosen pembimbing, atas bimbingan dan saran. Suami dan anak-anak tercinta, atas pengorbanan serta cinta. Kedua orang tua dan keluarga besar Bapak H. Syarief Husein dan Bapak Drs. Endik Syahroni MM (alm), atas dukungan dan motivasi. Bapak Dr. Ir. Irzaman dan Ibu Yessie Widyasari MSi, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Pascasarjana Biofisika di Departemen Fisika IPB, Bapak Gustan Pari, Bapak Dadang, Bapak Saptadi, Bapak Didik beserta staf Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Balitbanghut) Bogor, seluruh staf Laboratorium Biofarmaka IPB, Bapak Wawan, yang telah memberikan bantuan pada analisa data. Rekan-rekan S2 Biofisika angkatan 2007 dan 2008, atas bantuan dan kebersamaannya. Adik-adik mahasiswa S1 Fisika atas kebersamaan dan canda tawanya. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan ke depannya. Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca semoga karya ilmiah ini dapat memberikan wawasan serta berkontribusi bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Bogor, Agustus 2009 Ai Nurlaela

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 12 November 1979 dari ayah H. Syarief Husein dan ibu Hj Sholihah. Penulis merupakan putri ke lima dari lima bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMA N I Cibadak Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama studi di jurusan Fisika penulis sempat aktif di organisasi himpunan profesi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) IPB pada departemen kerohanian ( ). Pada tahun 1999 penulis ikut dalam kepanitiaan Temu Mahasiswa Fisika Indonesia (TMFI). Pada tahun 2000 penulis menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I. Pada tahun 2002 menjadi tentor Fisika pada Lembaga Bimbingan Belajar Nurul Ilmi Bogor, serta staf pengajar Matematika di MTs Almansyuriah Pamatutan, Sukabumi. Penulis juga sempat mengajar pada Lembaga Bimbingan Belajar BTA 8 Bogor ( ). Pendidikan sarjana ditempuh selama 5 tahun dan lulus pada tahun Pada tahun penulis menjadi tentor Fisika dan Matematika pada Lembaga Bimbingan Belajar PRIMAGAMA Balikpapan dan menjadi pengajar di SDIT Lukman Alhakim Balikpapan. Pada 2007 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada Program Studi Biofisika pada perguruan tinggi yang sama. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan Diknas.

13 DAFTAR ISI Tidak ada

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Organ ini antara lain berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot sehingga memungkinkan jalannya pembuluh darah, tempat sumsum tulang dan syaraf yang melindungi jaringan lunak, juga merupakan organ yang membantu manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengangkat barang-barang berat, menopang tubuh, dan lain-lain. Betapa vitalnya fungsi tulang dalam tubuh, sehingga apabila terjadi kerusakan maka fungsi tubuh otomatis terhambat. Namun demikian, pada kenyataannya kasus kerusakan tulang banyak terjadi di dunia termasuk di Indonesia. Kerusakan tulang dapat dipicu oleh usia maupun faktor pola makan yang tidak sehat, selain itu kasus kerusakan tulang juga dipicu oleh maraknya kasus kecelakaan dan bencana alam, faktor kelahiran, infeksi dan tumor. Salah seorang praktisi kedokteran FK-UNAIR/RSU Dr Sutomo menyebutkan angka kisaran kasus operasi bedah tulang per bulan di Indonesia 1. Tingginya jumlah penderita penyakit tulang mendorong dicanangkannya dekade penyakit tulang sedunia dalam kurun waktu Menghadapi permasalahan di atas, berbagai riset mulai dikembangkan terutama berkaitan dengan biomaterial substitusi tulang. Beberapa teknik substitusi tulang yang dikenal selama ini antara lain autograft, allograft dan xenograft. Autograft adalah teknik substitusi tulang menggunakan bagian tulang yang lain dari orang yang sama. Metode ini dapat menimbulkan kerugian pada pasien seperti rasa sakit berlebih pasca operasi, meningkatkan jumlah darah yang hilang, menimbulkan luka akibat adanya pembedahan kedua serta dapat beresiko pada thrombosit. Allograft, substitusi dengan memanfaatkan biomaterial yang berasal dari tulang manusia lain, metode ini dapat mengatasi kelemahan metode sebelumnya, tetapi berpeluang untuk menimbulkan transmisi berbagai penyakit apabila tulang donor tidak sehat. Xenograft, implantasi bagian tubuh dari spesies yang berbeda, misalnya tulang yang berasal dari sapi. Metode ini dikenal mudah, murah, serta ketersediannya tidak terbatas. Namun demikian perbedaan karakter mineral tulang menjadi salah satu kelemahan metode ini. Biomaterial sintetis

15 2 merupakan altenatif yang dapat mengatasi keterbatasan beberapa metode di atas. Penggunaan bahan sintetis secara tepat pada substitusi tulang tidak akan menimbulkan peradangan serta tidak menyebabkan respon iritasi 2,3. Secara komersial bahan pengganti tulang yang biasa digunakan selama ini adalah senyawa kalsium fosfat, diantaranya hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 OH 2. HA merupakan salah satu anggota kelompok senyawa apatit, nama kelompok kristal dengan rumus kimia secara umum M 10 (RO 4 )X 2. R biasanya unsur fosfor, M adalah salah satu dari unsur logam namun biasanya unsur kalsium,dan X biasanya hidroksida atau unsur halogen seperti fhluorine atau chlorine. Sintesa mineral apatit dapat dilakukan dari berbagai sumber kalsium dan fosfat, antara lain kalsium nitrat [Ca(NO 3 ) 2 ] dengan diammonium hidrogen fosfat [(NH 4 ) 2 HPO 4 ] dan kalsium hidroksida [Ca(OH) 2 ] dengan asam fosfat [H 3 PO 4 ]. Beberapa metode yang telah dipakai untuk menghasilkan serbuk apatit di antaranya hydrothermal, solid-state reaction, dan presipitasi 4,5,6. Di antara beberapa metode tersebut, presipitasi merupakan metode yang paling sederhana dan murah untuk diaplikasikan di bidang industri 7. Beberapa penelitian di berbagai negara seperti di India, telah memanfaatkan bahan alam seperti batu koral, ganggang laut dan cangkang telur ayam sebagai 4,6,7 sumber CaCO 3. Bahan alam diyakini lebih dapat diterima oleh tubuh karena memiliki persamaan sifat fisiko kimia. Limbah cangkang telur ayam dan bebek berpeluang untuk dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan biomaterial substitusi tulang di Indonesia, karena ketersediaannya sangat melimpah serta harganya yang sangat murah. Untuk memenuhi syarat sebagai material substitusi tulang, serbuk HA yang dibuat perlu dikompositkan dengan matriks polimer mengingat tulang sendiri merupakan komposit alami yang terdiri dari bahan organik dan inorganik. Material yang akan digunakan sebagai matriks haruslah memiliki sifat antara lain tidak beracun, osteokonduktif, biocompatible, biodegradable dan tidak karsinogenik 8,9. Beberapa polimer yang telah dimanfaatkan sebagai matriks pada pembuatan komposit bersama HA adalah high density polyethylene (HDPE), asam polylactic, polymethylmethacrylate (PMMA) dan kitosan. Kitosan merupakan salah satu bahan alam yang melimpah di Indonesia. Dengan demikian kitosan

16 3 berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai matriks pada pembuatan komposit biomaterial pengganti tulang. Perumusan Masalah Sintesa komposit apatit-kitosan dengan memanfaatkan bahan alam. Limbah cangkang telur ayam dan bebek merupakan bahan alam yang digunakan sebagai sumber kalsium pada senyawa kalsium fosfat. Konversi senyawa kalsium karbonat menjadi kalsium oksida dilakukan melalui tahap kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek. Senyawa kalsium fosfat ini dikompositkan dengan kitosan yang merupakan bahan alam yang berasal dari kulit udang. Pembuatan komposit merupakan pendekatan terhadap struktur tulang yang sebenarnya. Sintesa senyawa kalsium fosfat dan komposit dilakukan dengan metode presipitasi. Pengujian sampel meliputi analisa XRD, SEM dan FTIR. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat komposit apatit-kitosan sebagai materi dasar tulang buatan dengan memanfaatkan cangkang telur ayam dan bebek sebagai prekursor kalsium (Ca) dan kitosan sebagai komponen organik. Komposit yang terbentuk antara mineral apatit dan kitosan diharapkan mampu meningkatkan sifat biokompatibilitas dan bioaktif pada biomaterial yang dihasilkan, serta dapat memperbaiki sifat mekanik mineral apatit. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan terobosan baru di bidang biomaterial pengganti tulang. Dengan adanya komposit substitusi tulang berbasis bahan alam, diharapkan masyarakat akan lebih mudah mendapatkan biomaterial pengganti tulang dengan harga yang lebih terjangkau. Pemanfaatan cangkang telur dan kitosan akan menambah daya guna cangkang telur ayam dan bebek serta kitosan sebagai limbah kulit udang dan kepiting

17 4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi sintesa senyawa kalsium fosfat dan komposit. Sintesa senyawa kalsium fosfat memanfaatkan cangkang telur ayam dan bebek sebagai sumber kalsium, sedangkan bahan organik yang dikompositkan dengan senyawa kalsium fosfat tersebut adalah kitosan dari limbah kulit udang. Adapun kajian karakteristik komposit yang dibuat meliputi uji struktur, morfologi dan komposisi.

18 5 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan bagian substansial pada sistem skeletal manusia. Jaringan tulang mempunyai empat fungsi utama antara lain fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat melekatnya jaringan otot untuk pergerakan, fungsi protektif yaitu sebagai pelindung berbagai alat vital dalam tubuh dan sumsum tulang, fungsi metabolik yaitu sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan fosfat, fungsi hemopetik yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses pembentukan dan perkembangan sel darah Dilihat dari bentuknya, tulang terbagi menjadi tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih dan tulang tak sama bentuk. Tulang panjang (Gambar 1a) merupakan tulang dengan ukuran yang panjang 9,11. Tulang ini terdiri dari epiphyses dan diaphyses. Diaphyses terdapat pada bagian tengah, di dalamnya terdapat medullar cavity sebagai tempat sumsum tulang. Epiphyses terdapat pada ujung tulang panjang terdiri dari tulang spon yang terbungkus oleh lapisan tulang padat. Contoh tulang panjang antara lain tulang lengan, paha dan punggung. Tulang pendek strukturnya hampir sama dengan tulang panjang, namun pada tulang ini tidak terdapat medullar cavity. Contoh tulang jenis ini antara lain tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki. Tulang pipih berbentuk pipih, tipis dan melengkung. Tulang-tulang ini berfungsi sebagai tempat pelekatan otot-otot dan melindungi organ-organ di bawahnya. Contoh tulang jenis ini antara lain tulang-tulang rusuk, tulang kepala dan tulang rahang. Tulang tak sama bentuk adalah tulang-tulang yang bentuknya berbeda dengan bentuk tulang yang telah dijelaskan sebelumnya. Contoh tulang jenis ini tulang belakang dan tulang telinga tengah. Secara radiologis tulang dibedakan menjadi dua, yaitu tulang padat (compact bone) dan tulang jala (Gambar 1b) dengan struktur menyerupai spon (spongy bone). Jumlah tulang jala dalam tubuh relatif lebih banyak dibandingkan tulang padat.

19 6 (a) (b) Gambar 1 tulang panjang (a) dan tulang padat serta tulang jala (b). 10 Komposisi Tulang Secara umum tulang tersusun oleh 55% material anorganik (mineral tulang), 30% organik dan 15% air 7,12,13. Penyusun dasar komponen anorganik tulang adalah kalsium fosfat. Senyawa kalsium fosfat dalam tulang disebut juga apatit biologi. Mineral-mineral lain yaitu magnesium, fluoride dan sodium. Selain itu terdapat pula mineral lain dalam jumlah kecil yaitu natrium dan kalium. Penyusun utama mineral tulang manusia secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Organik tulang terdiri dari 2% sel dan 98% osteosid. Sel dalam tulang terdiri dari sel osteoblas sebagai sel pembentuk tulang, sel osteosit untuk mempertahankan mineral tulang dan sel osteoklas sebagai sel yang menyerap tulang. Osteosid terdiri dari matrik tulang yang mengandung sedikit mineral, disebut juga sebagai tulang muda. Komposisi osteosid adalah 90% zat kolagen dan 10% zat nonkolagen seperti protein, glikoprotein, peptida, karbohidrat dan lemak. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terhadap karakter tulang manusia diperoleh informasi bahwa mineral tulang manusia berbeda-beda bergantung pada jenis tulang, usia dan jenis kelamin 12. Tulang kepala memiliki mineral lebih tinggi dibandingkan tulang paha dan tibia. Mineral yang terdapat pada tulang paha dan tibia lebih banyak dari pada tulang iga. Kandungan mineral

20 7 tulang meningkat seiring dengan peningkatan usia sampai masa puncak pertumbuhan, kemudian berkurang kembali sampai usia lanjut. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki kandungan mineral lebih rendah dari pada lakilaki 12. Tabel 1 Kandungan unsur mineral secara umum dalam tulang 14 Unsur Kandungan (% berat) Ca 34 P 15 Mg 0,5 Na 0,8 K 0,2 C 1,6 Cl 0,2 F 0,08 Zat sisa 47,62 Kalsium Fosfat dalam Tulang Secara umum penyusun utama komponen anorganik tulang adalah kalsium fosfat. Senyawa ini mempunyai dua fase, yaitu amorf dan kristal. Kalsium fosfat amorf (KFA) bersifat nonstoikiometri, fase ini terjadi akibat masuknya ion sederhana maupun ion komplek ke dalam kisi kristal, akibatnya komposisi kristal jadi bervariasi 13,15,16. Senyawa kalsium fosfat berbentuk kristal hadir dalam empat fase, yaitu dikalsium fosfat (DKFD, CaHPO 4.2H 2 O), okta kalsium fosfat (OKF, Ca 8 H 2 PO 4.5H 2 O), trikalsium fosfat (TKF, Ca 3 (PO 4 ) 2 ) dan hidroksi apatit (HA, Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ). Hidroksiapatit (HA) merupakan kristal paling stabil dibandingkan empat fase lain dengan nilai perbandingan Ca/P sebesar 1,67. Kristal ini memiliki struktur heksagonal (Gambar 2) dengan parameter kisi a = b= 9,423 Å dan c = Å dengan sudut α = β = γ = 90 o2-4. Dalam tubuh manusia terdapat beberapa ion selain ion pembentuk kalsium fosfat antara lain CO 2-3, Mg 2+, Na +, K +, F -1 dan Cl -1. Kehadiran ion-ion tersebut dapat menggantikan ion kisi dalam kristal stabil

21 8 hidroksiapatit. Pada kenyataannya, kristal apatit tulang dalam tubuh banyak mengandung karbon dalam bentuk karbonat. Ion karbonat dapat mensubstitusi ion OH - dan (PO 4 ) 3-. Jika OH - disubstitusi oleh karbonat disebut apatit karbonat tipe A (AKA), jika (PO 4 ) 3- yang disubstitusi oleh karbonat disebut apatit tipe B (AKB) Gambar 2 Struktur Hidroksiapatit. 13 Ion-ion tubuh yang hadir akan menyebabkan nilai perbandingan Ca/P semakin besar apabila mensubstitusi ion (PO 4 ) 3-. Substitusi ion-ion kisi pada kristal hidroksiapatit dapat menyebabkan apatit biologi pada tulang mempunyai kristalinitas rendah dan nonstoikiometri. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa nilai Ca/P pada tulang manusia lebih besar dari nilai Ca/P pada HA, dengan demikian tulang manusia didominasi oleh apatit tipe B 12,17. Peneliti sebelumnya telah melakukan analisa XRD dan FTIR pada sampel tulang tibia laki-laki dewasa 17, yang masing-masing diperlihatkan oleh Gambar 3 dan Gambar 4. Pola XRD dan FTIR pada kedua Gambar tersebut memperlihatkan adanya campuran antara HA dan AKB pada tulang manusia. Dari pola XRD Gambar 3 terlihat intensitas tertinggi terjadi pada sudut difraksi AKB, keberadaan karbonat pada tulang manusia ini diperkuat oleh pola FTIR Gambar 4 yang memperlihatkan adanya pita serapan CO 3.

22 9 Gambar 3 Pola XRD tulang tibia laki-laki dewasa. 17 ν 2 CO 3 T ν 1PO 4 ν 3 CO 3 OH ν 4 PO 4 ν 3 PO 4 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4 Spektra FTIR tulang tibia laki-laki dewasa. 17 Sintesa Senyawa Kalsium Fosfat Biokeramik kalsium fosfat telah lama diaplikasikan dalam bidang medis dan kedokteran gigi. Salah satu senyawa kalsium fosfat yang banyak dikembangkan oleh para peneliti adalah hidroksiapatit (HA), karena memiliki sifat biocompatible dan osteokonduktif. Biokompatibel didefinisikan sebagai kemampuan material bersama dengan material atau organ lingkungannya dalam memberi tanggapan pada aplikasi khusus, sedangkan osteokonduktif adalah kemampuan untuk merangsang pertumbuhan osteoblas. Selain itu HA memiliki kesamaan dengan

23 10 apatit tulang, komponen utama fase inorganik tulang, yang berperan pada proses kalsifikasi dan resorpsi tulang 13. Pada pertengahan tahun 1970, tiga kelompok peneliti, Jarcho dkk (USA), Groot dkk (Eropa), dan Aoki dkk (Jepang) mengembangkan serta mengkomersialisasikan HAP sebagai biomaterial untuk substitusi dan perbaikan tulang 13. Fase-fase keramik kalsium fosfat lain yaitu DKFD, OKF, dan TKF dapat digunakan pada bidang medis, sesuai dengan sifat serta kegunaan masing-masing. Beberapa metode yang selama ini berkembang dalam preparasi senyawa kalsium fosfat antara lain presipitasi (metode basah), solid-state reaction (metode kering), hydrothermal exchange, dan metode sol-gel 3-6. Sintesa serbuk senyawa kalsium fosfat seperti HA dapat dilakukan dengan mereaksikan prekursor kalsium (Ca) dan fosfat (PO 3-4 ), antara lain kalsium nitrat tetrahidrat [Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O] dengan diammonium hidrogen ortofosfat [(NH 3 ) 2 HPO 4 ] dan kalsium hidroksida [Ca(OH) 2 ] dengan asam fosfat [H 3 PO 4 ] 18,19. Produk yang dihasilkan dari reaksi prekursor Ca dan PO 3-4 tergantung pada metode yang digunakan, temperatur dan ph larutan saat sintesa. Dari beberapa metode yang ada, metode presipitasi merupakan metode yang paling sederhana, murah dan mudah untuk diaplikasikan pada bidang industri. Beberapa penelitian sebelumnya dalam pembuatan senyawa kalsium fosfat sintetis melalui metoda presipitasi diketahui bahwa apatit karbonat tipe A dapat dibentuk pada suhu tinggi dan mayoritas apatit tipe B dapat dibentuk pada suhu rendah. Selain menggunakan bahan-bahan sintetis, kristal apatit dapat pula disintesa dari bahan alam. Ada kemungkinan bahwa penggunaan bahan alami dalam pembuatan biomaterial substitusi tulang lebih dapat diterima oleh tubuh, karena kesamaan sifat fisiko kimia dengan tulang sebenarnya. Koral memiliki kandungan kalsium karbonat (CaCO 3 ) tinggi yaitu 99%, peneliti sebelumnya telah berhasil mengkonversi koral menjadi HA melalui proses hydrothermal exchange dengan penambahan larutan diamonium fosfat 4. Gambar 5 memperlihatkan pola XRD HA yang dibuat dari koral (coralline HA). Penggunaan koral sebagai sumber CaCO 3 dapat menimbulkan kerugian akibat perusakan bongkahan koral yang merupakan ekosistem tempat hidup ganggang. Pada 1999 G. Fellicio dkk berhasil membuat HA nonstoikiometri dengan memanfaatkan ganggang laut melalui proses

24 11 hydrothermal 6. Diyakini bahwa metode ini dapat mempertahankan struktur pori pada CaCO 3 serta penggunaan energi yang relatif rendah. (b) Intensitas (a) 2θ (derajat) Gambar 5 Pola XRD corraline HA (a) dan corraline HA yang dipanaskan pada suhu 900 o C selama 2 jam (b) (hasil penelitian M. Sivakumar dkk). Pada 2005 Prabakaran dkk telah berhasil melakukan sintesa HA menggunakan cangkang telur dengan asam fosfat melalui metode presipitasi dan pengeringan pada suhu 80 o C, 400 o C, 700 o C dan 900 o C 7. Dari penelitian tersebut diperoleh fase HA dengan substitusi ion karbonat pada gugus fosfat (AKB) dengan pengeringan pada suhu 80 o C. Gugus karbonat semakin rendah dengan pemanasan sampai suhu 900 o C. Spektra FTIR dan pola XRD sampel yang dibuat oleh Prabakaran dkk dengan pengeringan pada suhu 80 o C diperlihatkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Gambar 6 Spektra FTIR Kristal apatit dari cangkang telur ayam yang dipanaskan pada suhu 80 o C (hasil penelitian Prabakaran dkk).

25 12 Gambar 7 Pola XRD Kristal apatit dari cangkang telur ayam yang dipanaskan pada suhu 80 o C (hasil penelitian Prabakaran dkk). Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan dari sintesa senyawa kalsium fosfat sangat berkaitan erat dengan prekursor yang digunakan serta metode yang dipilih. Setiap prekursor memiliki perbedaan aktivitas kimia sehingga temperatur yang diperlukan serta kondisi selama proses pembentukan struktur apatit bergantung pada sifat kimia prekursor 5. Komposit Bioaktif Kombinasi dua atau lebih fase material yang saling berikatan sehingga terjadi transfer tekanan melewati batas antar fase disebut komposit. Tulang merupakan salah satu contoh komposit berskala nano, karena tulang merupakan kombinasi dari fase organik (kolagen) sebagai matrik dan fase inorganik (mineral apatit) 9,13. Pada perkembangannya, biomaterial yang dibuat untuk substitusi tulang didasarkan pada konsep bahwa material paling baik untuk mengganti tulang adalah material yang memiliki kesamaan, paling tidak identik dengan tulang sebenarnya 13. Sehingga untuk mendekati karakter ilmiah tulang, mineral apatit dikompositkan dengan matriks polimer. Polimer yang akan digunakan sebagai

26 13 matriks harus memenuhi syarat bioaktif, biodegradabel, biokompatibel serta tidak beracun. Pada permulaan tahun 1980 mulai dibuat komposit bioaktif dengan mendispersikan partikel HA pada high density polyethylene (HDPE). Matriks polimer lain yang dapat digunakan dalam pembuatan komposit bioaktif antara lain kolagen, kitosan, asam polylactic, polyactides, polymethylmethacrylate (PMMA) 13. Kitosan Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang, dan serangga. Nama kitin (chitin) berasal dari bahasa Yunani yang artinya jubah atau amplop. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida 20,21. Secara kimiawi kitin merupakan polimer (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-B-Dglukosamin yang dapat dicerna oleh mamalia, sedangkan kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin Struktur kitosan diperlihatkan oleh Gambar 8. Kitosan merupakan salah satu polimer alami yang secara luas digunakan pada teknologi teknik jaringan termasuk teknologi jaringan untuk tulang. Aplikasi kitosan didasarkan pada sifatnya antara lain biocompatible dan terdegradasi oleh enzim pada tubuh tanpa meninggalkan racun, tidak karsinogenik, serta osteokonduktif. Sifat osteokonduktif yang dimiliki oleh kitosan dapat mempercepat pertumbuhan osteoblas sehingga mempercepat pembentukan sel-sel tulang 20,22. Gambar 8 Struktur monomer kitosan. 20,24 Pada pemanfaatannya kitosan dapat dibentuk dalam berbagai bentuk dan dapat dibentuk menjadi struktur berpori melalui proses lyophilization. Pada 2006,

27 14 Lijun kong dkk melakukan uji biokompatibilitas dan bioaktivitas pada kitosan murni berpori dan komposit kitosan-12% nano HA (Gambar 9) melalui inkubasi dalam larutan simulated body fluid (SBF) serta uji aktivitas preosteoblas 20. Setelah inkubasi pada larutan SBF, komposit kitosan-nano HA dapat membentuk apatit lebih cepat selama proses biomimetic dibandingkan dengan kitosan murni. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komposit memiliki aktivitas biomineral lebih baik dibandingkan kitosan murni. Pada jaringan komposit, partikel HA menyediakan nuclei dalam proses mineralisasi. Hasil analisa SEM memperlihatkan ukuran partikel apatit yang terbentuk pada jaringan kitosan lebih besar dibandingkan pada komposit. Sementara itu, jumlah apatit yang tumbuh pada kitosan lebih sedikit dibandingkan apatit yang tumbuh pada komposit dengan partikel yang lebih padat. Penambahan nano HA pada kitosan meningkatkan bioaktivitas tulang dan proliferasi serta diferensiasi sel, sehingga kitosan dapat digunakan pada teknologi jaringan tulang 20. Gambar 9 Hasil analisa SEM struktur berpori kitosan (a) dan komposit kitosan- 12% nano HA (b) dengan perbesaran 80x (penelitian Lijun kong dkk). Hyeong-Ho Jin dkk telah berhasil melakukan sintesa komposit HA/kitosanalginate berpori melalui metode presipitasi secara in situ 23. Untuk memperoleh

28 15 komposit HA/kitosan alginate, H 3 PO 4 dan Ca(OH) 2 masing-masing ditambahkan ke dalam larutan kitosan dan larutan alginate. Suspensi yang diperoleh kemudian diaduk dengan kecepatan tetap selama 1 jam. Asam asetat diteteskan hingga ph suspensi 7,4. Selanjutnya sampel dibekukan pada suhu -15 o C dan dilyophilisasi pada suhu -80 o C selama 24 jam. Morfologi sampel komposit yang diperoleh dari penelitian Hyeong-Ho Jin dkk diperlihatkan pada Gambar 10. Dari Gambar 10 terlihat bahwa semakin banyak HA yang ditambahkan pada kitosan ukuran diameter pori menurun. Hasil ini memperlihatkan bahwa sekali nuclei HA terbentuk pada permukaan skeleton kopolimer, HA tersebut akan tumbuh dan menyebar pada permukaan skeleton 23. (a) (b) (c) Gambar 10 Hasil analisa SEM komposit HA/kitosan-alginate dengan penambahan HA 0% (a), 10% (b) dan 30% (c) (penelitian Hyeong-Ho Jin dkk). Pada 2007 Devendra Verma dkk telah melakukan sintesa nanokomposit HA-kitosan (50:50), HA-asam poligalakturonik (PgA) (50:50) dan kitosan-ha-

29 16 PgA melalui proses mineralisasi secara in situ 24. Pola XRD masing-masing sampel komposit yang diperoleh dari penelitian tersebut diperlihatkan dalam Gambar 11. Berdasarkan analisa sifat mekanik, terjadi peningkatan modulus elastis, kekuatan tekan, dan strain (regangan) pada sampel komposit kitosan-ha- PgA. Peningkatan respon mekanik pada komposit kitosan-ha-pga berkaitan dengan interaksi interfacial yang kuat antara kitosan dan PgA 24. Intensitas Gambar 11 Pola XRD komposit kitosan-pga-ha (a), kitosan-ha (b), dan PgA- HA (penelitian Devendra Verma dkk).

30 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi Hasil Perikanan (THP) IPB, aquabides, dan asam asetat 3%. Alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, labu takar, gelas ukur, buret 50 ml, magnetik stirer, termometer, neraca analitik, corong, kertas saring (Wathman 40), pipet, incubator, perangkat karakterisasi difraksi sinar-x Shimadzu Philips Diffraktometer dengan sumber sinar-x adalah Cu (λ Cu = 1,54002 nm), perangkat analisa SEM (Scanning Electron Microscope) JEOL SEM, dan perangkat analisa spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) Bruker Tensor 37. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu: 1. Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Khusus untuk cangkang telur bebek dilakukan pula kalsinasi pada temperatur 900 o C selama 3, 4, dan 5 jam, serta 1000 o C pada 3 dan 4 jam. 2. Sintesa senyawa kalsium fosfat dengan prekursor kalsium adalah CaO yang diekstrak dari cangkang telur ayam dan bebek sedangkan prekursor fosfat adalah KH 2 PO 4 dengan metode presipitasi, 3. Pembuatan komposit apatit-kitosan dengan metode presipitasi ex situ. 4. Analisa komposit apatit-kitosan Preparasi sampel ini dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB dari September 2008 sampai Februari Kalsinasi Cangkang Telur Ayam dan Bebek Cangkang telur mula-mula dibersihkan dari kotoran makro serta membran bagian dalam, lalu dilanjutkan dengan proses pengeringan pada udara terbuka. Setiap cangkang dari satu butir telur yang telah dibersihkan ditimbang untuk mengetahui massa cangkang sebelum kalsinasi. Selanjutnya, cangkang telur

31 18 dimasukan ke dalam vurnace dengan kenaikan suhu 5 o C/menit dan ditahan pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Cangkang telur hasil kalsinasi ditimbang kembali untuk mengetahui massa cangkang setelah kalsinasi. Analisis XRD pada masingmasing cangkang telur ayam dan bebek dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terdapat pada cangkang hasil kalsinasi. Gambar 12 memperlihatkan tahaptahap proses kalsinasi secara ringkas. Pelepasan membran Pengeringan di udara terbuka Penimbangan sebelum kalsinasi Penimbangan setelah kalsinasi Furnace 1000 o C Cangkang telur pada crucible Analisa XRD Gambar 12 Tahap-tahap proses kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek Sintesa Senyawa Kalsium Fosfat Pembuatan senyawa kalsium fosfat diawali dengan pembuatan larutan masing-masing prekursor kalsium dan fosfat dengan pelarut aquabidest. Massa

32 19 senyawa Ca dan massa KH 2 PO 4 ditentukan secara stoikiometri sehingga didapatkan larutan 50 ml CaO 0,5 M dan 50 ml KH 2 PO 4 0,3 M. Larutan 50 ml CaO 0,5 M dengan larutan KOH pada gelas kimia 300 ml, selanjutnya direaksikan larutan 50 ml KH 2 PO 4 0,3 M diteteskan pada larutan senyawa Ca dan KOH. Proses presipitasi berlangsung pada suhu fisiologi tubuh 37 o C. Homogenisasi larutan dilakukan dengan stirring pada kecepatan 500 rpm. Sintesa Komposit Apatit-Kitosan Pembentukan komposit apatit-kitosan dilakukan dengan presipitasi secara ex situ. Larutan kitosan 2% diperoleh dengan melarutkan serbuk kitosan pada larutan asam asetat 3%. Selanjutnya, larutan kitosan diteteskan pada larutan hasil presipitasi senyawa kalsium fosfat dengan variasi penambahan kitosan 10%, 20%, 35%, 40%, dan 50% (b/b). Sebagai kontrol, dibuat juga sampel tanpa ada penambahan kitosan (kristal apatit). Selanjutnya sampel didiamkan pada suhu ruang selama 12 jam. Setelah didiamkan, sampel disaring dengan kertas saring whatman untuk memisahkan endapan yang terbentuk dari cairan. Endapan yang tertinggal di kertas saring dikeringkan pada incubator dengan suhu 50 o C hingga endapan mengering. Gambar 13 memperlihatkan langkah-langkah sintesa kristal apatit dan komposit apatit-kitosan. Masing-masing sampel dibuat sebanyak 3 kali ulangan. Tabel 2 memperlihatkan kode untuk masing-masing sampel yang dihasilkan. Analisa Sampel Analisa yang dilakukan pada sampel meliputi analisa X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui fase yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal serta kristalinitas. Pada analisa difraksi XRD, scanning sampel dilakukan pada sudut (2θ) o dengan kecepatan 0,02 o per detik. Gugus-gugus dalam sampel dianalisa dengan analisa spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Sedangkan morfologi sampel dianalisa dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Karena sampel tidak bersifat konduktif, maka sebelum uji SEM sampel dilapisi emas terlebih dahulu. Selanjutnya sampel discan dan morfologi sampel dianalisa sampai perbesaran kali. Analisa XRD

33 20 dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Balitbanghut) Bogor, spektroskopi FTIR di Laboratorium Biofarmaka Institut Pertanian Bogor dan SEM di laboratorium PPGL Bandung Larutan CaO 0,5 M dan KH 2 PO 4 0,3 M Presipitasi pada suhu 37 o C dan penambahan kitosan Didiamkan selama 12 jam Incubator 50 o C Penyaringan dengan kertas saring Larutan setelah 12 jam Analisa XRD, FTIR dan SEM Penimbangan sampel Presipitan kering Gambar 13 Tahapan-tahapan proses sintesa kristal apatit dan komposit apatitkitosan

34 21 Tabel 2.1 Parameter presipitasi pada pembuatan komposit apatit-kitosan dengan sumber Ca cangkang telur ayam Konsentrasi Kode Sampel Kitosan (% b/b) Ca 2+ (M) PO 3-4 (M) A1 - A2 10 A3 20 A4 35 0,5 0,3 A5 40 A6 50 Tabel 2.2 Parameter presipitasi pada pembuatan komposit apatit-kitosan dengan sumber Ca cangkang telur bebek Kode Sampel % Kitosan Konsentrasi Ca 2+ (M) PO 3-4 (M) B1 - B2 10 B3 20 B4 35 0,5 0,3 B5 40 B6 50

35 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu dan waktu pemanasan yang optimum pada kalsinasi cangkang telur ayam adalah suhu 1000 o C selama 5 jam 25. Ternyata pada cangkang telur bebek hasil yang optimum juga terjadi pada suhu dan waktu yang sama. Pada kondisi kalsinasi yang lain masih menyisakan kepingan cangkang telur bebek yang berwarna kecoklatan. Efisiensi proses kalsinasi ditentukan oleh perbedaan berat antara sebelum dan sesudah kalsinasi cangkang telur. Hasil dan efisiensi kalsinasi dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2. Dari Tabel 3.1 dan 3.2 terlihat efisiensi kalsinasi cangkang telur ayam relatif lebih tinggi daripada cangkang telur bebek (Tabel 4). Khusus untuk cangkang telur bebek, pada kalsinasi dengan kondisi lain menghasilkan sampel yang belum berwarna putih sehingga kalsinasi untuk penelitian ini dipilih pada temperatur 1000 o C selama 5 jam. Di lain pihak, senyawa yang terkandung pada masing-masing serbuk hasil kalsinasi diperlihatkan oleh pola hasil analisa XRD (Gambar 14). Berdasarkan penyesuaian dengan pola XRD standar CaO dan CaCO 3 (JCPDS ), serbuk hasil kalsinasi cangkang telur ayam memiliki puncak difraksi CaCO 3 pada sudut 29,4 o ; 35,9 o dan 48,5 o serta puncak CaO pada sudut 32,3 o ; 37,5 o ; 54,0 o ; 64,4 o ; 67,6 o dan 79,9 o, sedangkan serbuk hasil kalsinasi cangkang telur bebek hanya memiliki puncak difraksi CaO. Dapat dikatakan bahwa kemurnian CaO dari kalsinasi cangkang telur bebek lebih tinggi dibanding dengan pada cangkang telur ayam.

36 23 Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam Ulangan Sebelum kalsinasi (g) Sesudah kalsinasi (g) % Efisiensi kalsinasi 1 5,81 3,80 65,41 2 6,96 4,18 60,06 3 6,57 4,40 66,97 4 6,35 4,10 64,57 5 6,00 4,28 71,33 Rata-rata % efisiensi kalsinasi 65,67 Tabel 3.2 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur bebek pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur bebek Ulangan Sebelum kalsinasi (gr) Sesudah kalsinasi (gr) % Efisiensi kalsinasi 1 6,23 3,74 60,04 2 5,60 3,05 54,46 3 6,10 3,22 52,79 4 6,08 3,28 53,95 5 5,29 2,85 53,88 Rata-rata % efisiensi kalsinasi 55,02 Hasil kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek selanjutnya digunakan sebagai prekursor Ca pada sintesa senyawa apatit dan komposit apatit-kitosan melalui metode presipitasi. Presipitasi dilakukan pada suhu 37 o C dan ph 10. Senyawa CaO akan bereaksi dengan KH 2 PO 4 membentuk HA dengan persamaan reaksi; 10 CaO + 6KH 2 PO 4 + 2KOH Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 8KOH + 2H 2 O Selain itu kemungkinan CaCO 3 juga bereaksi dengan KH 2 PO 4 mengikuti persamaan reaksi;

37 24 10 CaCO 3 + 6KH 2 PO 4 + 2KOH Ca 10 (PO 4 ) x (CO 3 ) y (CO 3 OH) + 8KOH + 2H 2 O dengan konsentrasi larutan yang mengandung ion Ca 2+ dan larutan KH 2 PO 4 masing-masing 0,5 M dan 0,3 M. Massa kitosan yang ditambahkan dihitung berdasarkan persentase kitosan terhadap massa rata-rata senyawa larutan Ca 2+ ditambah KH 2 PO 4. Proses presipitasi dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Massa masing-masing prekursor, kitosan, serta massa hasil presipitan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. (a) Intensitatas (counts/s) (b) 2θ (derajat) Gambar 14 Pola XRD serbuk cangkang telur ayam (a) dan bebek (b) hasil kalsinasi pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Karakteristik kitosan yang digunakan pada penelitian ini dianalisa melalui pengujian difraksi sinar X dan spektroskopi FTIR. Pola Difraksi sinar X kitosan memperlihatkan puncak difraksi dengan nilai FWHM 2,4 pada sudut (2θ) 20 o (Gambar 15). Spektra FTIR kitosan pada Gambar 16 memperlihatkan pita serapan

38 25 infra merah vibrasi C-O pada bilangan gelombang cm -1, vibrasi bending C-H dari CH 3 pada bilangan gelombang cm -1 dan cm -1, vibrasi N-H pada bilangan gelombang cm -1, vibrasi stretching C- H dari CH 2 pada bilangan gelombang cm -1, vibrasi O-H yang overlap dengan vibrasi N-H dengan puncak pada bilangan gelombang 3450 cm θ (derajat) Gambar 15 Pola XRD kitosan murni T P 0.2 P P Bilangan Gelombang (cm-1) Gambar 16 Spektra FTIR kitosan murni.

39 26 Tabel 4 Hasil presipitasi apatit-kitosan dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan bebek Sumber Ca Cangkang telur ayam Cangkang telur bebek Massa senyawa (g) Ca 2+ PO 4 3- Kitosan g % Kode sampel Massa presipitan (g) Efisiensi penggunaan prekursor# 1,41 2, A1 2,09 ± 0,14 60,6% 1,41 2,04 0,23 10 A2 2,29 ± 0,05 62,2% 1,41 2,04 0,52 20 A3 2,63 ± 0,04 66,2% 1,41 2,04 1,13 35 A4 1,78 ± 0,05 38,9% 1,41 2,04 1,39 40 A5 1,73 ± 0,12 35,7% 1,41 2,04 2,09 50 A6 1,28 ± 0,15 23,1% 1,17 2, B 1 1,67 ± 0,04 52,0% 1,17 2,04 0,19 10 B2 1,86 ± 0,01 54,7% 1,17 2,04 0,41 20 B3 2,09 ± 0,04 57,7% 1,17 2,04 0,89 35 B4 2,27 ± 0,30 * 55,4% 1,17 2,04 1,11 40 B5 2,42 ± 0,68 * 56,0% 1,17 2,04 1,67 50 B6 2,28 ± 0,02 * 46,7% *. Presipitan masih tercampur dengan keping kitosan % kitosan terhadap massa senyawa Ca ditambah KH 2 PO 4 #. Efisiensi dihitung berdasarkan rasio massa presipitan terhadap massa komponen total. Gambar 17 Grafik hubungan antara jumlah kitosan dengan massa presipitan. Gambar 17 memperlihatkan grafik hubungan antara persentase kitosan yang ditambahkan terhadap massa presipitan. Dari Gambar 17 dapat dilihat, grafik

40 27 untuk sampel A (sumber Ca dari cangkang telur ayam) mula-mula meningkat dengan kenaikan persentase kitosan sampai dengan 20%. Lalu menurun dengan penambahan kitosan sampai dengan 50%. Nilai efisiensi tertinggi pada sampel A terjadi pada penambahan kitosan 20%. Untuk sampel B (sumber Ca dari cangkang telur bebek), kenaikan massa terjadi mulai penambahan kitosan 10% sampai 40%. Lalu menurun pada penambahan kitosan 50%. Namun penambahan kitosan 40% tidak dijadikan nilai optimum karena secara visual masih terlihat kitosan yang tidak berinteraksi. Selain itu, nilai efisiensi tertinggi juga terjadi pada penambahan kitosan 20%. Analisa XRD dilakukan pada sampel untuk mengetahui senyawa dalam sampel, ukuran kristal, parameter kisi, dan derajat kristalin. Pola yang diperoleh disesuaikan dengan data JCPDS (HA), JCPDS (AKA) dan JCPDS (AKB). Analisa XRD dilakukan pada semua ulangan sampel, untuk mengetahui konsistensi pola XRD masing-masing sampel. Serbuk apatit dan komposit apatit-kitosan yang dihasilkan memiliki pola XRD yang sama. Semua sampel dengan prekursor Ca dari cangkang telur ayam dan bebek memiliki pola XRD yang didominasi oleh puncak-puncak milik HA dan apatit karbonat tipe B (AKB). Pola XRD semua sampel diwakili oleh Gambar 18 yang memperlihatkan pola XRD sampel tanpa penambahan kitosan (kristal apatit) dan Gambar 19 yang memperlihatkan pola XRD sampel komposit apatit-kitosan 20%, pola sampel yang lain dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 13. Kedua pola XRD pada Gambar 18 memperlihatkan pola difraksi yang sama dengan dominasi puncak difraksi milik HA dan AKB. Pada Gambar 18a puncak difraksi HA terletak pada sudut (2θ) 25,84 o, 28,1 o, 33 o, dan 39,94 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32 o dan 33,32 o. Pada Gambar 18b puncak difraksi HA terletak pada sudut 25,78 o, 27,96 o, 31,72 o, 32,84 o dan 39,84 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32 o dan 33,2 o. Gambar 19 memperlihatkan pola difraksi sampel komposit yang juga puncak difraksi HA dan AKB. Pada Gambar 19a puncak difraksi HA terletak pada sudut (2θ) 25,84 o, 28,24 o, 31,78 o, 32,84 o, 33,98 o dan 39,72 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32,18 o. Pada Gambar 19b puncak

41 28 difraksi HA terletak pada sudut (2θ) 25,94 o, 28,08 o, 31,9 o, 32,84 o, 34,04 o dan 39,72 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32,02 o. (a) HA AKB Intensitas Intensitas (counts/s) (b) 2θ (derajat) Gambar 18 Pola XRD kristal apatit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b)

42 29 (a) Intensitas (counts/s) (arb.unit) (b) 2θ (derajat) Gambar 19 Pola XRD komposit apatit-kitosan dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b). Berdasarkan analisa XRD, parameter kisi diukur melalui metode Cohen dan ukuran kristal sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan Debye Scherrer 27,28. Kalkulasi parameter kisi diberikan dalam Lampiran 14 dan hasilnya dapat dilihat dalam metode tersebut dapat dilihat dalamtabel 5. Pada kristal apatit, ukuran kristal ditentukan pada bidang 002 dan 300 masing-masing merupakan panjang kristal sepanjang arah unit sel c dan a. Ukuran kristal tersebut diperoleh melalui persamaan Debye Scherrer

43 30 0,9λ D = β cosθ D adalah ukuran kristal, λ adalah panjang gelombang sinar X (1,54056 Å), β adalah lebar setengah puncak refleksi bidang 002 dan 300; dan cos θ adalah nilai kosinus sudut sinar X pada bidang 002 dan 300. Berdasarkan persamaan di atas ukuran kristal masing-masing sampel diperlihatkan pada Tabel 6. Penghitungan ukuran kristal setiap sampel dapat dilihat pada Lampiran 15. Derajat kristalin sampel ditentukan dengan membandingkan luas kurva fase kristal terhadap jumlah luas kurva fase kristal dan amorf pada pola difraksi XRD. Dengan menggunakan software diperoleh data derajat kristalin masing-masing sampel seperti diperlihatkan pada Tabel 7. Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus yang terkandung dalam setiap sampel. Gambar 20 dan Gambar 21 masing-masing memperlihatkan spektra FTIR sampel dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan bebek. Semua sampel memperlihatkan pola karakteristik FTIR apatit biologi dengan pita serapan vibrasi antisimetri bending PO 4 (υ 4 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 560 cm -1 dan 600 cm -1, vibrasi asimetri stretching PO 4 (υ 3 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 1030 cm -1, vibrasi bending CO 3 (υ 2 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 870 cm -1, vibrasi asimetri stretching CO 3 (υ 3 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 1420 cm -1 dan 1455 cm -1, vibrasi OH dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 1630 cm -1 dan 3430 cm -1. Pada sampel komposit apatit-kitosan terdapat pita serapan vibrasi NH dengan puncak pada bilangan gelombang 1560 cm -1 dan pita serapan NH yang overlap dengan OH dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 3430 cm -1. Adanya pita serapan vibrasi NH merupakan indikasi keberadaan kitosan yang berikatan dengan kristal apatit. Analisa SEM dilakukan pada serbuk kitosan murni, kristal apatit dan komposit apatit-kitosan 20%. Gambar 22 memperlihatkan morfologi kitosan murni dengan perbesaran x, morfologi kitosan berupa lembaran dengan pori-pori yang sangat kecil dengan diameter sekitar 0,1 µm dan jarak rata-rata antar pori sekitar 0,5-1 µm. Morfologi kristal apatit dan komposit apatit-kitosan masing-masing diperlihatkan pada Gambar 23 dan Gambar 24.

44 31 Tabel 5 Parameter kisi masing-masing sampel berdasarkan metode Cohen Parameter Kisi (Ǻ) Sumber Ca % kitosan Kode Sampel A c - A1 9,46 6,92 Cangkang telur ayam Cangkang telur bebek 10 A2 9,45 6,92 20 A3 9,42 6,87 35 A4 9,40 6,88 40 A5 9,35 6,83 50 A6 9,49 6,92 - B1 9,40 6,88 10 B2 9,43 6,88 20 B3 9,42 6,87 35 B4 9,58 6,98 40 B5 9,66 7,00 50 B6 9,49 6,92 Tabel 6 Ukuran kristal pada bidang 002 dan 300 untuk masing-masing sampel Sumber Ca % kitosan Kode Sampel D 002 (nm) D 300 (nm) - A1 15,04 ± 0,55 9,23 ± 0,62 10 A2 13,04 ± 1,78 9,21 ± 0,44 Cangkang 20 A3 13,71 ± 0,51 10,27 ± 1,60 telur ayam 35 A4 13,32 ± 0,25 8,75 ± 2,40 40 A5 13,42 ± 0,24 9,89 ± 2,30 50 A6 12,99 ± 0,26 9,73 ± 1,56 - B1 14,17 ± 0,93 9,00 ± 0,19 10 B2 13,85 ± 0,45 9,52 ± 1,72 Cangkang 20 B3 14,22 ± 0,57 8,99 ± 0,62 telur bebek 35 B4 13,81 ± 0,65 13,73 ± 0,00 40 B5 13,38 ± 0,26 10,21 ± 2,44 50 B6 13,34 ± 0,37 9,83 ± 1,62

45 32 Tabel 7 Derajat kristalin masing-masing sampel Sumber Ca % kitosan Kode sampel Derajat kristalin - A1 86 ± 3 10 A2 77 ± 3 Cangkang 20 A3 74 ± 2 telur ayam 35 A4 75 ± 4 40 A5 73 ± 1 50 A6 72 ± 4 - B1 88 ± 2 10 B2 80 ± 4 Cangkang 20 B3 83 ± 1 telur bebek 35 B4 74 ± 4 40 B5 77 ± 1 50 B6 84 ± 5 NH OH NH OH NH OH NH OH NH OH OH OH CO 3 NH CO 3 PO 4 CO 3 OH NH CO 3 PO 4 CO 3 OH NH CO 3 PO 4 CO 3 OH NH CO 3 OH PO 4 CO 3 NH CO 3 PO OH 4 CO 3 CO 3 PO 4 PO 4 PO 4 PO 4 PO 4 PO 4 PO 4 Gambar 20 Spektra FTIR sampel dengan sumber Ca cangkang telur ayam

46 33 Gambar 20 Spektra FTIR sampel dengan sumber Ca cangkang telur ayam. NH OH NH OH NH OH NH OH OH OH CO 3 OH CO NH 3 CO 3 CO 3 PO 4 PO 4 OH CO 3 NH CO 3 PO PO 4 4 CO 3 CO OH 3 CO 3 NH CO 3 PO CO 4 NH 3 PO 4 OH CO CO 3 NH 3 PO PO 4 4 CO 3 OH NH CO 3 PO 4 PO 4 OH CO 3 CO 3 PO 4 PO 4 Gambar 21 Spektra FTIR sampel dengan sumber Ca cangkang telur bebek. Gambar 22 Morfologi kitosan murni.

47 34 (a) (b) Gambar 23 Morfologi kristal apatit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b).

48 35 (a) (b) Gambar 24 Morfologi komposit apatit-kitosan 20% dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b). Penambahan kitosan pada kristal apatit menyebabkan warna komposit lebih kekuningan dibandingkan sampel kristal apatit. Perubahan karakter fisik warna

49 36 pada sampel komposit dengan sumber Ca cangkang telur ayam mulai terjadi pada penambahan kitosan 35%, sementara pada sampel dengan sumber Ca cangkang telur bebek perubahan warna mulai teramati pada penambahan kitosan 20%. Perubahan warna ini mulai teramati jelas setelah penyimpanan 1 minggu. Penambahan kitosan sebanyak 20% pada sampel apatit dengan sumber Ca cangkang telur ayam, tidak menyebabkan terjadinya perubahan warna, sampai masa penyimpanan 3 bulan. Gambar 25 dan 26 memperlihatkan karakter warna sampel pada penyimpanan selama 2 bulan. (A1) (A2) (A3) (A4) (A5) (A6) Gambar 25 Karakter fisik sampel dengan sumber Ca cangkang telur ayam. (B1) (B2) (B3) (B4) (B5) (B6) Gambar 26 Karakter warna sampel dengan sumber Ca cangkang telur bebek

50 37 PEMBAHASAN Tingginya kasus kerusakan tulang di dunia termasuk di Indonesia perlu ditunjang oleh ketersediaan biomaterial pengganti tulang. Biomaterial didefinisikan sebagai material yang tidak hidup, dipakai dalam medis yang sengaja dimaksudkan untuk berinteraksi dengan sistem biologi. Biomaterial pengganti tulang merupakan salah satu aspek penelitian biomaterial yang banyak berkembang saat ini. Beberapa negara yang tercatat sebagai negara industri biomaterial di antaranya China, Amerika, Korea, Jepang, Singapura, Australia, dan Thailand. Dengan penelitian ini diharapkan dalam waktu yang tidak lama Indonesia akan ikut berkontribusi. Sumber Ca untuk pembuatan HA adalah cangkang telur ayam dan bebek, karena cangkang telur mengandung senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) cukup tinggi, yaitu sekitar 94-97% 7. Tentu saja karena cangkang telur dianggap sebagai limbah maka tidak lagi bermanfaat. Pada penelitian ini limbah cangkang telur ayam dan bebek diperoleh dari penjual martabak sekitar kampus. Pemanfaatn cangkang telur ayam dan bebek pada penelitian ini secara tidak langsung diharapkan dapat mengurangi limbah lingkungan. Telah diteliti komposit apatit-kitosan untuk biomaterial substitusi tulang. HA disintesa dengan menggunakan cangkang telur sebagai sumber Ca. Kehadiran Ca dalam cangkang telur dalam bentuk CaCO 3. Proses kalsinasi cangkang telur perlu dilakukan terlebih dahulu, agar terjadi pelepasan senyawa organik dari cangkang telur serta terjadi konversi senyawa CaCO 3 menjadi CaO melalui reaksi Panas CaCO 3 CaO + CO 2 Dari penelitian sebelumnya didapatkan informasi bahwa kalsinasi cangkang telur ayam optimum dilakukan pada suhu 1000 o C selama 5 jam 25,26. Kalsinasi cangkang telur ayam dengan kondisi optimal ternyata masih menyisakan CaCO 3. Hasil yang demikian tidak diperoleh pada cangkang telur bebek yang menghasilkan CaCO 3 yang sangat rendah dan tidak teridentifikasi. Berhubung cangkang telur bebek secara fisik berbeda dengan cangkang telur ayam dan kondisi optimum kalsinasi belum diketahui, maka dilakukan

51 38 kalsinasi dengan suhu dan waktu yang bervariasi yaitu 900 o C dan 1000 o C selama 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Namun, ternyata kalsinasi optimum terjadi pada kondisi yang sama dengan cangkang telur ayam yaitu 1000 o C selama 5 jam. Hasil kalsinasi pada kondisi optimum berupa serbuk berwarna putih merata tidak seperti kondisi lain yang masih tercampur dengan serbuk berwarna kecoklatan. Kehadiran CaCO 3 dan CaO pada hasil kalsinasi dibuktikan dengan hasil difraksi sinar-x (Gambar 14). Persentase kalsium hasil kalsinasi cangkang telur ayam telah diteliti oleh peneliti lain, dan diperoleh pada kalsinasi optimum adalah 70,86% 25. Sementara itu, persentase kalsium hasil kalsinasi optimum cangkang telur bebek pada penelitian ini adalah 85,3%. Dalam penelitian ini, presipitasi dilakukan pada suhu 37 o C sesuai dengan suhu tubuh manusia. Nilai ph 10 dipilih untuk mempercepat proses presipitasi. Penelitian lain sebelumnya telah berhasil melakukan sintesa HA dengan memanfaatkan cangkang telur ayam sebagai sumber Ca dengan metode presipitasi dan hydrothermal 7,25,26. Melalui metode presipitasi diperoleh campuran HA, apatit karbonat tipe A (AKA) dan apatit karbonat tipe B (AKB), sedangkan dari metode hydrothermal diperoleh HA dengan sisa CaO yang tidak bereaksi. Pemakaian cangkang telur bebek sebagai sumber Ca belum pernah diteliti sebelumnya. Ternyata produk sintesa senyawa kalsium fosfat dipengaruhi oleh bahan dasar, kondisi suhu, ph serta lingkungan larutan ketika sintesa berlangsung. Untuk selanjutnya kristal HA, AKA dan AKB disebut sebagai kristal apatit. Pembuatan komposit apatit-kitosan bertujuan untuk memperoleh biomaterial yang bioaktif dan biokompatibel. Sifat mekanik HA yang brittle menyebabkan HA tidak dapat digunakan sebagai bahan substitusi tulang untuk beban tinggi. Pemilihan kitosan sebagai komponen organik karena material ini merupakan salah satu polimer alam yang secara luas digunakan pada teknologi jaringan. Kitosan bersifat biokompatibel dan dapat terdegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia tanpa meninggalkan produk degradasi yang beracun. Penambahan kitosan pada HA dapat meningkatkan sifat bioaktif serta sifat mekanik pada komposit yang dihasilkan 20,24. Berdasarkan penelitian sebelumnya diperoleh informasi bahwa kitosan memiliki struktur berpori, sehingga dapat menjadi media tumbuh mineral HA. Sejauh ini belum dilaporkan penelitian mengenai pembuatan

52 39 komposit HA-kitosan dengan pemanfaatan limbah cangkang telur ayam dan bebek sebagai sumber Ca. Sehingga informasi mengenai komposisi komposit yang optimum belum ditemukan. Penggunaan kitosan pada komposit dalam penelitian ini dibuat bervariasi mulai dari 10%, 20%, 35%, 40% dan 50%. Penambahan 35% merupakan pendekatan pada kandungan organik tulang secara umum, nilai persen yang lain diambil untuk mendapatkan kondisi paling optimum dibandingkan terhadap sampel tanpa kitosan. Pembuatan komposit dikatakan optimum apabila secara visual tercampur rata antara kitosan dengan apatit dan seluruh kitosan bereaksi dengan apatit, ditambah lagi rasio massa komposit terhadap jumlah massa komponen-komponennya relatif paling tinggi dibanding dengan yang lain. Penambahan kitosan menyebabkan perubahan pada proses presipitasi. Untuk sampel komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam, pada penambahan kitosan 10% dan 20% presipitan terpisah sempurna sedangkan pada penambahan kitosan dengan persentase di atasnya presipitan selalu tercampur dalam larutan (Gambar 27). Sehingga salah satu kriteria kondisi optimum presipitasi diambil bila presipitan terpisah sempurna dan untuk sampel dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam pada penelitian ini ditentukan pada komposit apatit-kitosan 20%. Lagipula pada persentase tersebut rasio massa yang diperoleh paling tinggi dibanding dengan variasi yang lain. Untuk sampel dengan sumber Ca dari cangkang telur bebek, kondisi optimum juga diperoleh pada sampel dengan penambahan kitosan 20%. Namun rasio massanya relatif lebih rendah dibanding sampel dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam. Sebetulnya pada kurva hubungan antara persen kitosan dengan massa presipitan, massa maksimum terjadi pada penambahan kitosan 40%. Namun pada kondisi ini masih tersisa kitosan yang tidak bereaksi yang terlihat secara fisik.

53 40 (a) (b) Gambar 27 Kondisi sampel dengan penambahan kitosan sampai 20% (a) dan kondisi komposit apatit- kitosan 35-50% (b) saat didiamkan. Sampel komposit hasil presipitasi dalam penelitian ini terdiri dari HA dan AKB. Hasil yang demikian mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa apabila proses presipitasi dalam suhu rendah akan terbentuk AKB. Disamping itu, hasil penelitian ini juga tidak berbeda dengan hasil penelitian Prabakaran dkk yang mensintesa senyawa kalsium fosfat dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan pengeringan pada suhu 80 o C serta menghasilkan AKB 7. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa mayoritas tulang manusia didominasi oleh apatit karbonat tipe B (AKB) 12,17. Berdasarkan penelitian tersebut pola XRD tulang tibia laki-laki dewasa (Gambar 3) memiliki pola yang hampir sama dengan pola XRD semua sampel komposit yang dihasilkan dalam penelitian ini, terutama posisi sudut difraksi beberapa puncak pola XRD. Perbedaan terlihat pada lebar FWHM, sampel komposit memiliki kurva dengan FWHM yang relatif lebih lebar. Melebarnya nilai FWHM kemungkinan karena komponen organik kitosan. Sementara itu, kurva XRD tulang tibia (Gambar 3) diperoleh dari sampel yang komponen organiknya telah dihilangkan dan dipanaskan pada suhu 110 o C 12.

54 41 Proses sintering pada suhu tinggi akan meningkatkan derajat kristalin dan ukuran kristal. Dalam penelitian ini pengeringan dilakukan pada suhu 50 o C,di bawah titik lebur kitosan (80 o C), sehingga derajat kristalin dan ukuran kristal sampel komposit rendah. Ukuran kristal dalam semua sampel dibawah 20 nm. Apatit dengan ukuran kristal dibawah 20 nm dikategorikan sebagai poorly crystallized 27. Pola XRD kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki puncak difraksi dengan nilai FWHM yang lebar. Lebarnya nilai FWHM mengindikasikan ukuran kristal dalam kitosan kecil dan tercampur dengan fase amorf. Kehadiran kitosan dalam komposit mengakibatkan ukuran kristal dan derajat kristalin komposit menjadi lebih rendah. Derajat kristalin dan ukuran kristal juga dipengaruhi oleh ion karbonat yang hadir pada senyawa kalsium fosfat. Senyawa apatit tanpa karbonat, HA memiliki struktur heksagonal dengan parameter kisi a = b = 9,423 Å dan c = 6,881 Å 13. Ukuran unit sel apatit karbonat lebih kecil dibanding dengan HA. Substitusi satu karbonat pada 2 gugus OH akan memperpanjang sumbu a pada struktur unit sel. Karbonat yang planar menggantikan fosfat yang tetrahedal memperpendek sisi a dan memperpanjang sumbu c. Perubahan pada sumbu a dan c dapat diamati dari ukuran kristal pada bidang 300 (D 300 ) dan bidang 002 (D 002 ) melalui persamaan Debye Scherrer. Semua sampel hasil sintesa pada penelitian ini merupakan campuran HA dengan sedikit AKB. Berdasarkan penghitungan melalui metode Cohen, parameter kisi semua sampel berada pada rentang nilai parameter kisi HA (Tabel 5). Variasi nilai terjadi akibat pengaruh ion karbonat dengan kitosan. Nilai parameter kisi ini cenderung stabil sampai penambahan kitosan 20%, perbedaan dengan nilai parameter kisi HA tidak begitu signifikan. Senyawa HA dapat dikenali dengan pita serapan gugus OH dan PO 4 sedangkan pada apatit karbonat terdapat pita serapan tambahan untuk gugus CO 3. AKA dapat dikenali dengan pita serapan infra merah pada 883, 1465, dan 1542 cm -1, sedangkan AKB dikenali dengan pita serapan pada 869, 879, 1430, dan 1460 cm -1. Spektra FTIR pada Gambar 19 dan Gambar 20 memperlihatkan pola karakteristik apatit biologi, hal ini ditunjukan dengan adanya pola yang tajam

55 42 pada panjang gelombang hasil mode vibrasi gugus PO 4, CO 3 dan OH pada setiap sampel. Pita serapan CO 3 yang diperlihatkan bersesuaian dengan mode vibrasi CO 3 yang mensubstitusi gugus PO 4. Pada sampel A2-A6 dan B2-B6 terdapat pita serapan tambahan, yang bersesuaian dengan energi hasil mode vibrasi NH. Keberadaan pita serapan NH merupakan karakteristik dari kitosan, dengan demikian pada sampel tersebut sudah terbentuk komposit antara apatit dengan kitosan. Spektra FTIR sampel yang dihasilkan pada penelitian ini bersesuaian dengan karakter serapan infra merah tulang manusia (Gambar 4). Terbentuknya komposit apatit-kitosan tidak dapat diidentifikasi dengan pola difraksi hasil analisa XRD. Hasil analisa XRD kristal apatit dengan komposit apatit-kitosan menghasilkan pola yang sama. Puncak difraksi kitosan tidak muncul pada pola XRD komposit apatit-kitosan, karena morfologi kitosan lebih amorf dibandingkan kristal apatit dan konsentrasi kitosan lebih kecil dari kristal apatit. Namun demikian, pengaruh kitosan terlihat pada penurunan derajat kristalin seperti telah dijelaskan sebelumnya. Morfologi hasil analisa SEM (Gambar 15 dan 16) memperlihatkan adanya ikatan antara kitosan dengan apatit. Sampel tanpa kitosan dengan sampel komposit apatit-kitosan memperlihatkan sedikit perbedaan. Morfologi komposit apatit-kitosan tampak lebih rapat dibandingkan kristal apatit. Kitosan mengikat kristal apatit sehingga strukturnya komposit apatit-kitosan terlihat lebih rapat dari struktur kristal apatit. Ikatan kitosan dengan kristal apatit mengurangi sifat brittle kristal apatit. Komposit apatit-kitosan menjadi ulet sehingga lebih sukar untuk dibuat serbuk. Dapat dikatakan bahwa sifat mekanik komposit lebih baik dari apatit. Optimasi sampel diperoleh berdasarkan perbandingan massa presipitan terhadap massa komponen. Dari nilai massa yang dihasilkan serta dilihat dari kondisi larutan ketika didiamkan, penambahan kitosan 20% merupakan nilai optimum untuk pembuatan komposit. Massa komposit yang dihasilkan pada penambahan kitosan 20% paling tinggi dibandingkan yang. Penambahan kitosan lebih tinggi dari 20% menyebabkan adanya sisa-sisa kitosan yang tidak berikatan dan menjadi inhibitor terbentuknya senyawa kalsium fosfat.

56 43 Penambahan kitosan yang terlalu tinggi telah menyebabkan perubahan warna komposit menjadi kuning kecoklatan. Pada sampel komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam, perubahan warna mulai teramati pada sampel komposit dengan penambahan kitosan 35%. Perubahan warna ini mulai teramati secara nyata pada penyimpanan satu minggu. Sementara itu, untuk sampel komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur bebek perubahan warna yang sama mulai teramati pada penambahan kitosan 20% dan perubahan ini mulai teramati secara nyata pada penyimpanan kurang dari satu minggu. Semakin tinggi kitosan yang ditambahkan, warna komposit semakin kuning. Perbedaan perubahan warna yang teramati pada sampel komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan bebek kemungkinan karena adanya perbedaan komposisi antara cangkang telur ayam dan bebek. Namun, pada penelitian ini komposisi cangkang telur ayam dan bebek sebelum digunakan sebagai prekursor Ca tidak dianalisa lebih jauh. Berdasarkan hasil penelitian ini, komposit apatitkitosan 20% berpeluang untuk dikembangkan sebagai biomaterial substitusi tulang. Sebagai sumber Ca, cangkang telur ayam lebih stabil untuk digunakan daripada cangkang telur bebek.

57 44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisa difraksi sinar-x, kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam menghasilkan serbuk putih yang mengandung CaO dan CaCO 3. Kalsinasi yang sama pada cangkang telur bebek menghasilkan serbuk putih yang hanya mengandung CaO. Dari cangkang telur ayam diperoleh 65,67% (b/b) serbuk hasil kalsinasi, sementara dari cangkang telur bebek diperoleh 55,02% (b/b). Berdasarkan analisa AAS pada penelitian yang telah dilakukan peneliti lain sebelumnya, kandungan Ca dalam cangkang telur ayam hasil kalsinasi adalah 70,86%. Sementara itu, kandungan Ca dalam cangkang telur bebek hasil kalsinasi pada penelitian ini adalah 85,3%. Serbuk hasil kalsinasi cangkang telur ayam menghasilkan komposit optimum pada penambahan kitosan 20%. Demikian pula untuk serbuk hasil kalsinasi cangkang telur bebek, komposit optimum terjadi pada kondisi yang sama. Rasio massa presipitan paling tinggi terjadi pada sampel komposit apatitkitosan 20% dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam. Penambahan kitosan di atas 20% menjadi inhibitor pada pembentukan kristal apatit. Hasil analisa XRD pada semua sampel memperlihatkan pola XRD Kristal apatit dengan puncak difraksi HA dan AKB. Begitu pula hasil analisa FTIR memperlihatkan pola serapan apatit biologi yang ditandai dengan adanya pita serapan OH, PO 4 dan CO 3. Pada sampel komposit terdapat pita serapan vibrasi NH yang berasal dari kitosan. Granula-granula apatit pada sampel komposit tampak lebih padat dibandingkan kristal apatit. Berdasarkan pengamatan secara visual terhadap warna sampel, komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan penambahan kitosan 35-50% mengalami perubahan warna menjadi kuning setelah 1 minggu. Sementara itu, pada sampel komposit dengan sumber Ca dari cangkang telur bebek perubahan warna ynag sama mulai teramati pada penambahan kitosan 20% dan perubahan tersebut lebih cepat teramati dalam waktu kurang dari 1 minggu. Warna sampel komposit apatit dari cangkang telur ayam dengan penambahan kitosan 20% tidak mengalami perubahan sampai penyimpanan 3 bulan.

58 45 Berdasarkan nilai rasio massa presipitan serta perubahan warna ynag teramati secara visual, komposit apatit-kitosan 20% dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam merupakan komposit dengan kondisi optimum dibandingkan komposit yang lainnya. Saran Komposit apatit-kitosan dapat dikembangkan sebagai biomaterial substitusi tulang. Untuk tujuan tersebut, kemampuan adaptasi komposit dengan jaringan tubuh perlu diketahui melalui serangkaian uji in vitro dan in vivo. Selain itu perlu juga dilakukan uji mekanik untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan kitosan terhadap sifat mekanik komposit. Untuk mendapatkan komposit dengan struktur berpori, maka kitosan perlu diberi perlakukan dahulu, misalnya dengan penambahan porogen atau melalui proses liofilisasi. Pemanfaatan cangkang telur ayam sebagai sumber Ca lebih disarankan daripada cangkang telur bebek.

59 46 DAFTAR PUSTAKA 1. Magdalena, M. Tulang Buatan dikembangkan Ilmuwan Dalam Negeri; [20 November 2007]. 2. Ooi C.Y, Hamdi M, Ramesh S. Properties of Hydroxyapatite Produced by Annealing of Bovine Bone. Ceramics International. 2007; 33: Schnettler R, Stahl JP, Alt V. Calcium Phosphate-Based Bone Substitutes. European Journal of Trauma. 2004; 4: Sivakumar M, Sampath Kumar T.S, Shanta K.L, Panduranga Rao K. Development of Hydroxyapatite Derived from Indian Coral. Biomaterials. 1996; 17: Garetta E, Fernandez S, Esteve J, Colominas C, Kempf L. Synthesis of Bicompatible Surfaces by Different Techniques. Mat. Res. Soc. Symp. Proc. 2002; 724: N N Fernandes G.F, Laranjeira C.M. Calcium Phosphate Biomaterials from Marine Algae; Hydrothermal Synthesis and Characterisation. Quimica Nova. 2000; 23: Prabakaran K, Balamurugan A, Rajeswari S. Development of Calcium Phosphate Based Apatite from Hen s Eggshell. Bull. Mater. Sci. 2005; 28: [Anonim] Struktur Tulang. [10 Desember 2007]. 9. Wang M. Bioactive Ceramic-Polimer Composites for Tissue Replacement. Biomaterials Engineering and Processing. 2004; [10 Desember 2007] 11. Spence, Alexander P, Mason, Elliot B. Human Anatomy and Physiology Third Edition. California: The Bejamin/Cummings Publishing Company, Inc.; Dewi SU Analisis Kuantitatif, Kekerasan dan Pengaruh Termal pada Mineral Tulang Manusia.[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 13. Shi D. Biomaterials and Tissue Enginering. New York: Springer; 2003.

60 Aoki H. Science and Medical Application of Hydroxyapatite. Tokyo: Institute for Medical and Dental Engineering. Medical and Dental University; Victoria E.C, Gnanam F.D. Synthesis and Characterisation of Biphasic Calcium Phosphate. Trends Biomater. Artif.Organs. 2002: 16: Deepak K, Pattanayak, Divya P, Upadhyay S, Prasad R.C. Synthesis and Evaluation of Hydroxyapatite Ceramics. 2005; 18: Nurizati, YW Sari, A Maddu, DS Soejoko. Identification of Human Bone Mineral Composition with Variation of Age by Fourier Transform Infrared (FTIR). J Biofisika 2006; 2(2). 18. Chen Y, F.T Arthur, Wang M, Li J. Composite Coating of Bonelike Apatite Particles and Colagen Fibers on Poly L-Lactic Acid Formed Through an Accelerated Biomimetic Coprecipitation Process. Wiley Inter Science. 2005: Sari Y.W, Maddu A, Dahlan K, Fajriyah H.I, Dewi S.U, Soejoko D.S. In Situ Synthesis of Composite of Calcium Phosphate Carbonate- Polyglycolide. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi. 2008; 10: Kong L, Gao Y, Lu G, Gong Y, Zhao N, Zhang X. Study on The Bioactivity of Chitosan/Nano-hydroxyapatite Composite Scaffolds for Bone Tissue Engineering. European Polymer Journal : 42: Mohd Nasir N.F, Mohd Zain N, Raha M.G, Kadri N.A, Characterization of Chitosan-poly (Ethylene Oxide) Blends as Haemodialysis Membrane. American Journal of Applied Sciences. 2005; 2: Mikkelsen A, Engelsen S.B, Hansen H.C.B, Larsen O, Skibsted L.H. Calcium Carbonate Crystallization in the α-chitin Matrix of The Shell of Pink Shrimp, Pandalus borealis, during frozen storage. Journal of Crystal Growth. 1997; 177: Jin H.H, Lee C.H, Lee W.K, Lee J.K, Park H.C, Yoon S.G. In-situ Formation of the Hydroxyapatite/Chitosan-alginate Composite Scaffolds. Materials Letters. 2008; 62:

61 Verma D, Katti K.S, Katti D.R, Mohanty B. Mechanical Response and Multilevel Structure of Biomimetic Hydroxyapatite/ Polygalacturonic/ Chitosan Nanocomposites. Materials Science and Engineering. 2008: 28: Amrina Q.H Sintesa Hidroksiapatit dengan Memanfaatkan Limbah Cangkang Telur: Karakterisasi Difraksi Sinar-X dan Scanning Electron Microscopy (SEM).[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 26 Solihat R Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite from Eggshell: XRD, FTIR and SEM-EDXA Characterization. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 27. Pleshko N, Boskey A, Mendelsohn R. Novel Infrared Spectroscopic Method for The Determination of Crytallinity of Hydroxyapatite Minerals. Biophysical Journal. 1991; 60: Culliti BD. Element of X-Ray Diffraction, Third edition. New Jersey: Prentice Hall 2001.

62 49 Lampiran 1 Perhitungan massa komponen dan massa presipitan setiap sampel Massa komponen pada sintesa komposit dengan molaritas larutan senyawa Ca dan KH 2 PO 4 masing-masing 0,5 M dan 0,3 M sebanyak 50 ml ditentukan melalui persamaan berikut M = (m/bm komponen) x (1/V) M : Molaritas larutan (mol/liter) m : Massa komponen (g) BM : Bobot molekul, Mr KH 2 PO 4 = 136,09 g/mol Ar Ca = 40,08 V : Volume larutan (liter) Sehingga m = M x BM x V Perhitungan massa komponen dan presipitan sampel A Kode Sampel Ulangan Massa (g) % Kitosan Massa Senyawa Ca KH 2 PO 4 (b/b) kitosan (g) A1 1 1,41 2, ,02 2 1,41 2, ,02 3 1,41 2, ,25 Rata-rata massa presipitan (g) 2,09 A2 A3 A4 A5 A6 Massa presipitan (g) 1 1,41 2,04 0,23 2,28 2 1,41 2, ,23 2,33 3 1,41 2,04 0,23 2,24 Rata-rata massa presipitan (g) 2,29 1 1,41 2,04 0,52 2,58 2 1,41 2, ,52 2,64 3 1,41 2,04 0,52 2,67 Rata-rata massa presipitan (g) 2,63 1 1,41 2,04 1,13 1,83 2 1,41 2, ,13 1,77 3 1,41 2,04 1,13 1,74 Rata-rata massa presipitan (g) 1,78 1 1,41 2,04 1,39 1,61 2 1,41 2, ,39 1,86 3 1,41 2,04 1,39 1,73 Rata-rata massa presipitan (g) 1,73 1 1,41 2,04 2,09 1,13 2 1,41 2, ,09 1,29 3 1,41 2,04 2,09 1,42 Rata-rata massa presipitan (g) 1,28

63 50 Lanjutan Perhitungan massa komponen dan presipitan sampel B Kode Ulangan Massa (g) % Kitosan Massa Massa Sampel Senyawa KH 2 PO 4 (b/b) kitosan presipitan Ca (g) (g) B1 1 1,17 2, ,69 2 1,17 2, ,68 3 1,17 2, ,63 Rata-rata massa presipitan (g) 1,67 1 1,17 2,04 0,19 1,85 B2 2 1,17 2, ,19 1,87 3 1,17 2,04 0,19 1,85 Rata-rata massa presipitan (g) 1,86 1 1,17 2,04 0,41 2,07 B3 2 1,17 2, ,41 2,06 3 1,17 2,04 0,41 2,14 Rata-rata massa presipitan (g) 2,09 1 1,17 2,04 0,89 1,93 B4 2 1,17 2, ,89 2,50 3 1,17 2,04 0,89 2,39 Rata-rata massa presipitan (g) 2,27 1 1,17 2,04 1,11 2,89 B5 2 1,17 2, ,11 2,74 3 1,17 2,04 1,11 1,64 Rata-rata massa presipitan (g) 2,42 1 1,17 2,04 1,67 2,26 B6 2 1,17 2, ,67 2,30 3 1,17 2,04 1,67 2,28 Rata-rata massa presipitan (g) 2,28

64 51 Lampiran 2 Pola XRD setiap sampel Sampel A1 ulangan 1 Sampel A1 ulangan 2 Sampel A1 ulangan 3

65 52 Lanjutan Sampel A2 ulangan 1 Sampel A2 ulangan 2 Sampel A2 ulangan 3

66 53 Lanjutan Sampel A3 ulangan 1 Sampel A3 ulangan 2 Sampel A3 ulangan 3

67 54 Lanjutan Sampel A4 ulangan 1 Sampel A4 ulangan 2 Sampel A4 ulangan 3

68 55 Sampel A5 ulangan 1 Sampel A5 ulangan 2 Sampel A5 ulangan 3

69 56 Lanjutan Sampel A6 ulangan 1 Sampel A6 ulangan 2 Sampel A6 ulangan 3

70 57 Lanjutan Sampel B1 ulangan 1 Sampel B1 ulangan 2 Sampel B1 ulangan 3

71 58 Lanjutan Sampel B2 ulangan 1 Sampel B2 ulangan 2 Sampel B2 ulangan 3

72 59 Lanjutan Sampel B3 ulangan 1 Sampel B3 ulangan 2 Sampel B3 ulangan 3

73 60 Lanjutan Sampel B4 ulangan 1 Sampel B4 ulangan 2 Sampel B4 ulangan 3

74 61 Lanjutan Sampel B5 ulangan 1 Sampel B5 ulangan 2 Sampel B5 ulangan 3

75 62 Lanjutan Sampel B6 ulangan 1 Sampel B6 ulangan 2 Sampel B6 ulangan 3

76 63 Lampiran 3 Perhitungan parameter kisi setiap sampel melalui metode Cohen Metode Cohen merupakan salah satu metode perhitungan parameter kisi yang didasarkan pada persamaan 2 2 α sin θ C α + B αγ + A = αδ, 2 2 γ sin θ C αγ + B γ + A = γδ, 2 2 α = ( h + hk + k ) γ = l 2 2 δ sin θ = C αδ + B δγ + A δ, 2 δ = 10sin D A = 10 2 λ B = 4c λ C = 3a θ Solusi persamaan di atas diperoleh melalui metode matriks 2 α αγ 2 αγ γ αδ δγ αδ γδ 2 δ 1 α sin γ sin δ sin 2 2 θ A θ = B θ C 2

77 64 Lanjutan Parameter kisi sampel A1 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 25, ,451 0,225 1,900 0,050 0,000 0,200 0, , ,599 0,000 28, ,490 0,245 2,219 0,059 0,059 0,236 0, , ,874 2,219 29, ,508 0,254 2,368 0,063 0,442 0,000 0, , ,000 16, ,576 0,288 2,966 0,081 0,726 0,000 0, , ,000 26,697 35, ,620 0,310 3,379 0,093 0,838 0,093 0, , ,379 30,409 39, ,697 0,349 4,121 0,117 1,516 0,000 0, , ,000 53,579 43, ,766 0,383 4,805 0,140 0,419 1,256 0, , ,241 14,414 46, ,819 0,409 5,331 0,158 1,900 0,633 0, , ,325 63,976 75, ,312 0,656 9,344 0,372 7,067 5,951 3, , , ,536 63, ,116 0,558 8,073 0,281 8,696 0,000 2, , , , ,838 0,419 5,523 0,165 2,151 0,662 0, , ,091 71,794 49, ,865 0,432 5,789 0,176 1,229 1,580 1, , ,102 40,523 50, ,882 0,441 5,957 0,182 3,460 0,182 1, , , ,192 58, ,024 0,512 7,295 0,240 5,999 0,240 1, , , ,370 52, ,910 0,455 6,237 0,193 3,092 0,773 1, , ,947 99,787 53, ,927 0,464 6,398 0,200 0,000 3,199 1, , ,373 0,000 55, ,975 0,487 6,850 0,219 4,168 0,878 1, , , ,157 60, ,048 0,524 7,503 0,250 6,754 0,250 1, , , ,582 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 74, ,294 0,647 9,251 0,363 10,169 3,269 3, , , ,036 76, ,342 0,671 9,485 0,387 11,982 3,479 3, , , ,027 Σ 75,046 31,598 30, , , ,294 Nilai A = 0, ; B = 0,01236 ; C = 0,00883 a = 9,46 ; c = 6,93

78 65 Parameter kisi sampel A2 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 22, ,397 0,198 1,492 0,039 0,116 0,039 0, , ,492 4,475 25, ,450 0,225 1,892 0,050 0,000 0,199 0, , ,566 0,000 28, ,492 0,246 2,233 0,059 0,059 0,237 0, , ,932 2,233 28, ,505 0,253 2,342 0,062 0,437 0,000 0, , ,000 16,391 31, ,556 0,278 2,789 0,075 0,528 0,075 0, , ,789 19,525 32, ,573 0,286 2,938 0,080 0,718 0,000 0, , ,000 26,439 33, ,592 0,296 3,117 0,085 0,341 0,341 0, , ,469 12,469 35, ,618 0,309 3,356 0,092 0,832 0,092 0, , ,356 30,201 42, ,736 0,368 4,509 0,129 1,683 0,129 0, , ,509 58,612 43, ,767 0,383 4,812 0,140 0,420 1,259 0, , ,304 14,435 45, ,787 0,394 5,021 0,147 0,589 1,325 0, , ,188 20,084 46, ,814 0,407 5,283 0,157 1,879 0,626 0, , ,130 63,391 48, ,839 0,420 5,537 0,166 2,157 0,664 0, , ,146 71,975 49, ,862 0,431 5,761 0,174 1,221 1,570 1, , ,853 40,330 50, ,885 0,442 5,985 0,183 3,480 0,183 1, , , ,712 52, ,908 0,454 6,213 0,192 3,077 0,769 1, , ,852 99,408 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,976 0,488 6,857 0,220 4,174 0,879 1, , , ,280 57, ,000 0,500 7,078 0,230 2,987 2,068 1, , ,704 92,017 58, ,020 0,510 7,258 0,238 5,954 0,238 1, , , ,438 60, ,053 0,527 7,554 0,253 6,824 0,253 1, , , ,964 61, ,077 0,538 7,749 0,263 1,840 4,205 2, , ,992 54,246 63, ,116 0,558 8,073 0,281 8,696 0,000 2, , , ,257 64, ,117 0,559 8,081 0,281 2,529 4,496 2, , ,297 72,730 69, ,221 0,611 8,828 0,329 10,194 1,315 2, , , , ,257 0,628 9,045 0,345 13,474 0,000 3, , , ,758 75, ,320 0,660 9,383 0,376 2,631 9,396 3, , ,580 65,682 77, ,344 0,672 9,495 0,388 12,019 3,489 3, , , ,360 Σ 88,857 37,051 36, , , ,080

79 66 Lanjutan Nilai A = 0,00028; B = 0,012407; C = 0,008867; a = 9,45; c = 6,92 Parameter kisi sampel A3 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 22, ,399 0,200 1,512 0,039 0,118 0,039 0, , ,512 4,535 25, ,451 0,225 1,900 0,050 0,000 0,200 0, , ,599 0,000 28, ,493 0,246 2,239 0,060 0,060 0,238 0, , ,955 2,239 29, ,507 0,253 2,356 0,063 0,440 0,000 0, , ,000 16,494 31, ,555 0,277 2,774 0,075 0,525 0,075 0, , ,774 19,416 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 33, ,593 0,297 3,124 0,085 0,342 0,342 0, , ,495 12,495 35, ,620 0,310 3,372 0,093 0,836 0,093 0, , ,372 30,349 39, ,684 0,342 3,995 0,113 0,788 0,450 0, , ,978 27,962 39, ,693 0,347 4,084 0,115 1,500 0,000 0, , ,000 53, ,733 0,367 4,477 0,128 1,670 0,128 0, , ,477 58,206 42, ,741 0,371 4,561 0,131 1,181 0,525 0, , ,243 41,047 43, ,767 0,383 4,812 0,140 0,420 1,259 0, , ,304 14,435 45, ,790 0,395 5,045 0,148 0,592 1,332 0, , ,408 20,182 46, ,816 0,408 5,307 0,157 1,890 0,630 0, , ,228 63,684 48, ,841 0,421 5,557 0,167 2,168 0,667 0, , ,229 72,245 49, ,864 0,432 5,786 0,175 1,228 1,579 1, , ,071 40,499 50, ,885 0,442 5,985 0,183 3,480 0,183 1, , , ,712 51, ,896 0,448 6,098 0,188 3,941 0,000 1, , , ,048 52, ,910 0,455 6,230 0,193 3,088 0,772 1, , ,920 99,679 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,976 0,488 6,863 0,220 4,179 0,880 1, , , ,403 60, ,049 0,525 7,518 0,251 6,775 0,251 1, , , ,989

80 67 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,121 0,561 8,111 0,283 2,544 4,523 2, , ,779 73,001 74, ,294 0,647 9,253 0,363 10,174 3,270 3, , , ,088 77, ,347 0,674 9,508 0,389 12,061 3,502 3, , , ,737 Σ 62,553 28,339 27, , , ,186 Nilai A = 2,89E-05; B = 0,012547; C = 0,008908; a = 9,42; c = 6,88 Parameter kisi sampel A4 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γsin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ2 δ 2 αγ δγ αδ 25, ,451 0,226 1,902 0,050 0,000 0,200 0, , ,610 0,000 28, ,491 0,246 2,227 0,059 0,059 0,237 0, , ,909 2, ,506 0,253 2,350 0,063 0,439 0,000 0, , ,000 16,453 31, ,556 0,278 2,789 0,075 0,528 0,075 0, , ,789 19,525 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 34, ,594 0,297 3,137 0,086 0,343 0,343 0, , ,547 12,547 35, ,616 0,308 3,336 0,092 0,826 0,092 0, , ,336 30,023 39, ,684 0,342 3,995 0,113 0,788 0,450 0, , ,978 27,962 39, ,694 0,347 4,094 0,116 1,505 0,000 0, , ,000 53,222 41, ,733 0,366 4,474 0,128 1,668 0,128 0, , ,474 58,161 42, ,741 0,371 4,561 0,131 1,181 0,525 0, , ,243 41,047 43, ,759 0,379 4,731 0,137 0,411 1,234 0, , ,582 14,194 45, ,791 0,396 5,059 0,149 0,594 1,337 0, , ,534 20,237 46, ,816 0,408 5,310 0,158 1,891 0,630 0, , ,242 63,726 48, ,842 0,421 5,564 0,167 2,171 0,668 0, , ,257 72,336 49, ,862 0,431 5,765 0,175 1,222 1,572 1, , ,884 40,355 50, ,887 0,444 6,012 0,184 3,501 0,184 1, , , ,232 51, ,895 0,447 6,084 0,187 3,929 0,000 1, , , ,762

81 68 52, ,909 0,454 6,223 0,193 3,084 0,771 1, , ,893 99,570 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,976 0,488 6,857 0,220 4,174 0,879 1, , , ,280 60, ,055 0,528 7,569 0,253 6,844 0,253 1, , , ,369 61, ,078 0,539 7,758 0,263 1,843 4,212 2, , ,132 54,308 64, ,117 0,559 8,081 0,281 2,529 4,496 2, , ,297 72,730 74, ,294 0,647 9,253 0,363 10,174 3,270 3, , , ,088 77, ,347 0,674 9,508 0,389 12,061 3,502 3, , , ,737 Σ 62,484 28,261 27, , , ,557 Nilai A = -3,723E-05; B = 0, ; C = 0, ; a = 9,40; c = 6,88 Parameter kisi sampel A5 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 16, ,295 0,148 0,847 0,022 0,022 0,022 0, , ,847 0,847 18, ,327 0,163 1,030 0,026 0,079 0,000 0, , ,000 3,090 22, ,399 0,199 1,507 0,039 0,118 0,039 0, , ,507 4,520 25, ,451 0,225 1,897 0,050 0,000 0,200 0, , ,588 0,000 28, ,493 0,246 2,239 0,060 0,060 0,238 0, , ,955 2,239 28, ,505 0,252 2,339 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,370 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19,438 32, ,574 0,287 2,944 0,080 0,720 0,000 0, , ,000 26,496 33, ,590 0,295 3,095 0,085 0,338 0,338 0, , ,379 12,379 35, ,616 0,308 3,336 0,092 0,826 0,092 0, , ,336 30,023 39, ,696 0,348 4,111 0,116 1,512 0,000 0, , ,000 53,445 43, ,766 0,383 4,801 0,139 0,418 1,255 0, , ,210 14,403 46, ,815 0,408 5,297 0,157 1,885 0,628 0, , ,186 63,558 48, ,840 0,420 5,540 0,166 2,159 0,664 0, , ,160 72,020 49, ,864 0,432 5,779 0,175 1,226 1,576 1, , ,009 40,451

82 69 50, ,878 0,439 5,916 0,180 3,429 0,180 1, , , ,410 53, ,927 0,464 6,402 0,200 0,000 3,201 1, , ,427 0,000 55, ,973 0,486 6,831 0,219 4,152 0,874 1, , , ,787 57, ,996 0,498 7,043 0,228 2,966 2,053 1, , ,389 91,562 58, ,018 0,509 7,239 0,237 5,932 0,237 1, , , ,970 60, ,048 0,524 7,506 0,250 7,008 0,000 1, , , ,169 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,119 0,560 8,095 0,282 5,353 2,536 2, , , ,801 74, ,300 0,650 9,282 0,366 10,249 3,294 3, , , ,903 75, ,323 0,662 9,400 0,378 2,643 9,438 3, , ,998 65,799 78, ,363 0,681 9,573 0,397 15,472 1,587 3, , , ,362 Σ 4,344 69,366 32,726 29, , , ,228 Nilai A = -0,00048; B = 0,012722; C = 0,009044; a = 9,35; c = 6,83 Parameter kisi sampel A6 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 10, ,189 0,094 0,352 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,352 18, ,330 0,165 1,047 0,027 0,081 0,000 0, , ,000 3,141 22, ,400 0,200 1,519 0,040 0,119 0,040 0, , ,519 4,558 25, ,453 0,226 1,913 0,050 0,000 0,201 0, , ,654 0,000 28, ,504 0,252 2,336 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,349 28, ,505 0,252 2,339 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,370 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19, ,593 0,297 3,127 0,085 0,342 0,342 0, , ,508 12,508 42, ,733 0,367 4,481 0,129 1,671 0,129 0, , ,481 58,251 46, ,815 0,408 5,300 0,157 1,887 0,629 0, , ,200 63,600 48, ,840 0,420 5,540 0,166 2,159 0,664 0, , ,160 72,020

83 70 49, ,864 0,432 5,782 0,175 1,227 1,577 1, , ,040 40,475 50, ,890 0,445 6,036 0,185 3,889 0,000 1, , , ,759 53, ,929 0,464 6,415 0,201 0,000 3,210 1, , ,641 0,000 55, ,973 0,487 6,834 0,219 4,155 0,875 1, , , ,848 57, ,996 0,498 7,043 0,228 2,966 2,053 1, , ,389 91,562 58, ,016 0,508 7,229 0,237 5,920 0,237 1, , , ,736 60, ,053 0,526 7,548 0,252 6,815 0,252 1, , , ,802 61, ,078 0,539 7,758 0,263 1,843 4,212 2, , ,132 54,308 64, ,119 0,559 8,092 0,282 2,534 4,506 2, , ,473 72,828 71, ,250 0,625 9,004 0,342 12,660 0,342 3, , , ,135 73, ,286 0,643 9,208 0,359 10,061 3,234 3, , , ,838 75, ,318 0,659 9,375 0,375 2,625 9,374 3, , ,370 65,624 77, ,344 0,672 9,495 0,388 12,019 3,489 3, , , ,360 Σ 74,290 35,442 31, , , ,369 Nilai A = 0,000432; B = 0,012379; C = 0,008776; a = 9,49; c = 6,92 Parameter kisi sampel B1 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 16, ,295 0,147 0,843 0,022 0,022 0,022 0, , ,843 0,843 25, ,450 0,225 1,892 0,050 0,000 0,199 0, , ,566 0,000 27, ,488 0,244 2,198 0,058 0,058 0,233 0, , ,793 2,198 28, ,504 0,252 2,330 0,062 0,435 0,000 0, , ,000 16,308 31, ,554 0,277 2,764 0,075 0,523 0,075 0, , ,764 19,350 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 33, ,593 0,296 3,120 0,085 0,341 0,341 0, , ,482 12,482 35, ,615 0,307 3,326 0,092 0,824 0,092 0, , ,326 29,934 39, ,695 0,348 4,104 0,116 1,509 0,000 0, , ,000 53,356

84 71 42, ,737 0,369 4,519 0,130 1,168 0,519 0, , ,076 40,671 43, ,761 0,380 4,752 0,138 0,413 1,240 0, , ,770 14,257 45, ,790 0,395 5,049 0,148 0,593 1,334 0, , ,440 20,195 46, ,815 0,407 5,293 0,157 1,884 0,628 0, , ,172 63,517 48, ,839 0,420 5,537 0,166 2,157 0,664 0, , ,146 71,975 49, ,862 0,431 5,765 0,175 1,222 1,572 1, , ,884 40,355 50, ,881 0,440 5,947 0,182 3,452 0,182 1, , , ,997 51, ,907 0,454 6,208 0,192 3,074 0,768 1, , ,832 99, ,925 0,463 6,378 0,199 0,000 3,185 1, , ,051 0,000 56, ,980 0,490 6,896 0,221 4,207 0,886 1, , , ,018 57, ,998 0,499 7,059 0,229 2,975 2,060 1, , ,532 91,769 58, ,018 0,509 7,242 0,237 5,935 0,237 1, , , ,048 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 71, ,252 0,626 9,016 0,343 12,697 0,343 3, , , ,598 73, ,291 0,646 9,238 0,362 10,136 3,258 3, , , ,675 75, ,319 0,659 9,378 0,375 2,627 9,383 3, , ,454 65,647 76, ,340 0,670 9,479 0,386 11,961 3,472 3, , , ,835 77, ,351 0,675 9,524 0,391 12,119 3,518 3, , , ,248 Σ 85,431 42,929 36, , , ,232 Nilai A = -3,9E-05; B = 0,012508; C = 0,008937; a = 9,40; c = 6,88 Parameter kisi sampel B2 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 10, ,189 0,094 0,352 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,352 18, ,327 0,164 1,032 0,027 0,080 0,000 0, , ,000 3,097 22, ,401 0,200 1,522 0,040 0,119 0,040 0, , ,522 4,565 25, ,452 0,226 1,905 0,050 0,000 0,201 0, , ,621 0,000

85 28, ,491 0,246 2,224 0,059 0,059 0,236 0, , ,897 2,224 28, ,504 0,252 2,333 0,062 0,435 0,000 0, , ,000 16,329 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19,438 31, ,557 0,279 2,796 0,076 0,529 0,076 0, , ,796 19,569 32, ,574 0,287 2,944 0,080 0,720 0,000 0, , ,000 26,496 34, ,594 0,297 3,137 0,086 0,343 0,343 0, , ,547 12,547 35, ,619 0,309 3,362 0,093 0,834 0,093 0, , ,362 30,260 39, ,686 0,343 4,008 0,113 0,791 0,452 0, , ,033 28,058 39, ,695 0,347 4,097 0,116 1,506 0,000 0, , ,000 53,266 42, ,735 0,368 4,502 0,129 1,680 0,129 0, , ,502 58,522 43, ,768 0,384 4,822 0,140 0,421 1,262 0, , ,398 14,466 46, ,814 0,407 5,290 0,157 1,882 0,627 0, , ,158 63,475 48, ,840 0,420 5,543 0,166 2,161 0,665 0, , ,174 72,065 49, ,864 0,432 5,779 0,175 1,226 1,576 1, , ,009 40,451 50, ,881 0,441 5,951 0,182 3,455 0,182 1, , , ,062 51, ,907 0,453 6,199 0,192 3,068 0,767 1, , ,798 99,191 53, ,928 0,464 6,408 0,200 0,000 3,206 1, , ,534 0,000 56, ,978 0,489 6,876 0,221 4,190 0,882 1, , , , ,995 0,497 7,034 0,228 2,960 2,049 1, , ,303 91,438 60, ,055 0,527 7,563 0,253 6,836 0,253 1, , , ,207 61, ,077 0,539 7,755 0,263 1,842 4,210 2, , ,085 54,287 63, ,101 0,551 7,953 0,274 8,487 0,000 2, , , ,544 63, ,117 0,558 8,076 0,281 5,332 2,526 2, , , ,436 64, ,122 0,561 8,117 0,283 2,547 4,528 2, , ,867 73,050 69, ,212 0,606 8,764 0,324 10,052 1,297 2, , , ,696 71, ,254 0,627 9,031 0,344 12,740 0,344 3, , , ,135 75, ,319 0,659 9,378 0,375 2,627 9,383 3, , ,454 65,647 77, ,349 0,674 9,515 0,390 12,087 3,509 3, , , ,971 Σ 89,543 38,911 37, , , ,492 72

86 73 Nilai A = 2,6E-05; B = 0,012539; C = 0,008897; a = 9,43; c = 6,88 Parameter kisi sampel B3 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 10, ,190 0,095 0,356 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,356 16, ,287 0,144 0,803 0,020 0,020 0,020 0, , ,803 0,803 21, ,379 0,189 1,367 0,035 0,142 0,000 0, , ,000 5,469 22, ,401 0,201 1,524 0,040 0,119 0,040 0, , ,524 4,573 28, ,490 0,245 2,216 0,059 0,059 0,235 0, , ,862 2,216 28, ,505 0,253 2,342 0,062 0,437 0,000 0, , ,000 16,391 31, ,553 0,277 2,761 0,075 0,522 0,075 0, , ,761 19,328 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19,438 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 34, ,594 0,297 3,133 0,086 0,343 0,343 0, , ,534 12,534 42, ,738 0,369 4,529 0,130 1,172 0,521 0, , ,118 40,765 43, ,767 0,383 4,815 0,140 0,420 1,260 0, , ,335 14,445 45, ,791 0,396 5,059 0,149 0,594 1,337 0, , ,534 20,237 46, ,816 0,408 5,307 0,157 1,890 0,630 0, , ,228 63,684 48, ,840 0,420 5,540 0,166 2,159 0,664 0, , ,160 72,020 49, ,863 0,431 5,772 0,175 1,224 1,574 1, , ,946 40,403 50, ,881 0,440 5,947 0,182 3,452 0,182 1, , , ,997 51, ,894 0,447 6,080 0,187 3,926 0,000 1, , , ,690 52, ,910 0,455 6,237 0,193 3,092 0,773 1, , ,947 99,787 53, ,925 0,463 6,382 0,199 0,000 3,188 1, , ,105 0,000 59, ,044 0,522 7,473 0,249 6,962 0,000 1, , , ,237 60, ,056 0,528 7,572 0,254 6,848 0,254 1, , , ,449 61, ,078 0,539 7,761 0,263 1,844 4,215 2, , ,178 54,328 64, ,121 0,560 8,106 0,282 2,541 4,518 2, , ,692 72,952

87 74 64, ,134 0,567 8,209 0,288 8,940 0,288 2, , , ,466 66, ,161 0,580 8,413 0,301 8,422 1,203 2, , , ,551 69, ,217 0,609 8,801 0,327 10,133 1,307 2, , , ,828 71, ,255 0,627 9,033 0,344 12,746 0,344 3, , , ,211 72, ,262 0,631 9,074 0,348 13,565 0,000 3, , , ,871 73, ,290 0,645 9,235 0,362 10,127 3,255 3, , , ,571 77, ,349 0,675 9,517 0,390 12,092 3,511 3, , , , ,361 0,681 9,568 0,396 15,446 1,584 3, , , ,141 Σ 130,491 31,396 43, , , ,225 Nilai A = -3,17225E-05; B = 0, ; C = 0, ; a = 9,42; c = 6,8

88 75 Parameter kisi sampel B4 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 21, ,382 0,191 1,389 0,036 0,144 0,000 0, , ,000 5,555 25, ,452 0,226 1,908 0,050 0,000 0,201 0, , ,632 0,000 29, ,508 0,254 2,362 0,063 0,441 0,000 0, , ,000 16,536 31, ,554 0,277 2,771 0,075 0,524 0,075 0, , ,771 19,394 32, ,562 0,281 2,843 0,077 0,231 0,308 0, , ,371 8,528 33, ,578 0,289 2,989 0,081 0,732 0,000 0, , ,000 26,898 35, ,620 0,310 3,372 0,093 0,836 0,093 0, , ,372 30,349 39, ,695 0,347 4,097 0,116 1,506 0,000 0, , ,000 53,266 42, ,737 0,368 4,512 0,130 1,685 0,130 0, , ,512 58,657 43, ,763 0,382 4,777 0,139 0,416 1,248 0, , ,990 14,330 44, ,779 0,390 4,937 0,144 2,308 0,000 0, , ,000 78,995 45, ,794 0,397 5,091 0,150 0,599 1,347 0, , ,817 20,363 46, ,818 0,409 5,328 0,158 1,899 0,633 0, , ,312 63,935 48, ,843 0,422 5,578 0,168 2,178 0,670 0, , ,313 72,516 49, ,867 0,434 5,813 0,176 1,235 1,588 1, , ,319 40,692 50, ,884 0,442 5,981 0,183 3,478 0,183 1, , , ,647 51, ,901 0,451 6,149 0,190 3,984 0,000 1, , , ,120 52, ,915 0,458 6,284 0,195 3,123 0,781 1, , , ,544 53, ,933 0,466 6,452 0,202 0,000 3,235 1, , ,229 0,000 56, ,978 0,489 6,880 0,221 4,193 0,883 1, , , ,711 60, ,056 0,528 7,572 0,254 6,848 0,254 1, , , ,449 61, ,077 0,539 7,755 0,263 1,842 4,210 2, , ,085 54,287 61, ,079 0,539 7,767 0,264 1,846 4,220 2, , ,271 54,369 63, ,116 0,558 8,067 0,280 2,522 4,483 2, , ,077 72,606 64, ,118 0,559 8,089 0,281 2,533 4,503 2, , ,429 72,804 64, ,133 0,566 8,201 0,288 8,925 0,288 2, , , ,217 66, ,155 0,577 8,366 0,298 8,341 1,192 2, , , ,258

89 76 69, ,205 0,603 8,723 0,321 9,960 1,285 2, , , ,404 69, ,212 0,606 8,767 0,324 10,057 1,298 2, , , ,767 71, ,251 0,626 9,012 0,343 12,685 0,343 3, , , ,444 73, ,285 0,642 9,203 0,359 10,047 3,229 3, , , ,679 75, ,321 0,660 9,387 0,376 2,633 9,404 3, , ,664 65,706 77, ,349 0,675 9,518 0,390 12,098 3,512 3, , , ,063 Σ 119,849 49,594 48, , , ,089 Nilai A = 0,001144; B = 0,012152; C = 0,008609; a = 9,58; c = Parameter kisi sampel B5 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γsin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ2 δ 2 αγ δγ αδ 10, ,189 0,094 0,352 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,352 17, ,297 0,149 0,857 0,022 0,000 0,022 0, , ,857 0,000 21, ,383 0,191 1,394 0,036 0,145 0,000 0, , ,000 5,574 28, ,493 0,246 2,239 0,060 0,060 0,238 0, , ,955 2,239 28, ,504 0,252 2,336 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,349 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 34, ,595 0,297 3,140 0,086 0,343 0,343 0, , ,560 12,560 40, ,698 0,349 4,135 0,117 1,522 0,000 0, , ,000 53,758 42, ,736 0,368 4,509 0,129 1,165 0,518 0, , ,034 40,578 44, ,772 0,386 4,864 0,142 2,267 0,000 0, , ,000 77,822 46, ,816 0,408 5,307 0,157 1,890 0,630 0, , ,228 63,684 48, ,845 0,422 5,592 0,168 3,193 0,000 0, , , ,248 49, ,867 0,434 5,817 0,177 1,236 1,589 1, , ,350 40,716 53, ,932 0,466 6,445 0,202 0,000 3,230 1, , ,123 0,000 54, ,954 0,477 6,658 0,211 0,211 3,375 1, , ,520 6,658 57, ,998 0,499 7,066 0,229 2,979 2,062 1, , ,590 91,852

90 77 60, ,049 0,525 7,518 0,251 7,025 0,000 1, , , ,507 61, ,077 0,539 7,755 0,263 1,842 4,210 2, , ,085 54,287 63, ,103 0,552 7,970 0,275 8,516 0,000 2, , , ,067 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 66, ,163 0,581 8,425 0,302 9,349 1,206 2, , , ,184 71, ,248 0,624 8,991 0,341 12,624 0,341 3, , , ,670 73, ,288 0,644 9,224 0,361 10,099 3,246 3, , , ,258 75, ,325 0,663 9,410 0,379 14,006 1,514 3, , , ,163 76, ,330 0,665 9,429 0,381 14,081 1,522 3, , , ,888 77, ,345 0,673 9,500 0,388 12,034 3,494 3, , , ,502 Σ 108,293 32,062 37, , , ,360 Nilai A = 0,001392; B = 0,012093; C = 0,008479; a = 9,66; c =7,00 Parameter kisi sampel B6 2Ѳ h k l α γ 2Ѳ (rad) Ѳ δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γ sin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 α γ δ γ αδ 10, ,188 0,094 0,350 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,350 21, ,384 0,192 1,401 0,036 0,145 0,000 0, , ,000 5,604 28, ,494 0,247 2,248 0,060 0,060 0,239 0, , ,990 2,248 28, ,504 0,252 2,330 0,062 0,435 0,000 0, , ,000 16,308 31, ,556 0,278 2,789 0,075 0,528 0,075 0, , ,789 19,525 32, ,575 0,287 2,957 0,080 0,723 0,000 0, , ,000 26, ,593 0,297 3,127 0,085 0,342 0,342 0, , ,508 12,508 42, ,735 0,368 4,502 0,129 1,680 0,129 0, , ,502 58,522 43, ,765 0,383 4,798 0,139 0,418 1,254 0, , ,178 14,393 45, ,793 0,396 5,073 0,149 0,596 1,341 0, , ,660 20,293 46, ,818 0,409 5,328 0,158 1,899 0,633 0, , ,312 63,935 48, ,844 0,422 5,582 0,168 2,179 0,671 0, , ,326 72,561

91 78 49, ,864 0,432 5,779 0,175 1,226 1,576 1, , ,009 40,451 50, ,880 0,440 5,937 0,181 3,444 0,181 1, , , ,801 51, ,897 0,448 6,104 0,188 3,946 0,000 1, , , ,191 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,970 0,485 6,805 0,217 4,130 0,869 1, , , , ,995 0,497 7,034 0,228 2,960 2,049 1, , ,303 91,438 59, ,040 0,520 7,436 0,247 6,911 0,000 1, , , ,215 60, ,056 0,528 7,578 0,254 6,856 0,254 1, , , ,611 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 65, ,136 0,568 8,222 0,289 8,964 0,289 2, , , ,881 66, ,159 0,579 8,395 0,300 8,391 1,199 2, , , ,050 72, ,261 0,631 9,072 0,348 13,558 0,000 3, , , ,792 74, ,293 0,646 9,246 0,363 10,155 3,264 3, , , ,882 76, ,328 0,664 9,421 0,380 14,050 1,519 3, , , ,587 77, ,361 0,680 9,565 0,396 15,432 1,583 3, , , ,030 Σ 113,419 29,390 39, , , ,240 Nilai A = 0,000278; B = 0,012444; C = 0,008832; a = 9,49; c = 6,92

92 Lanjutan Parameter kisi sampel A1 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 25, ,451 0,225 1,900 0,050 0,000 0,200 0, , ,599 0,000 28, ,490 0,245 2,219 0,059 0,059 0,236 0, , ,874 2,219 29, ,508 0,254 2,368 0,063 0,442 0,000 0, , ,000 16, ,576 0,288 2,966 0,081 0,726 0,000 0, , ,000 26,697 35, ,620 0,310 3,379 0,093 0,838 0,093 0, , ,379 30,409 39, ,697 0,349 4,121 0,117 1,516 0,000 0, , ,000 53,579 43, ,766 0,383 4,805 0,140 0,419 1,256 0, , ,241 14,414 46, ,819 0,409 5,331 0,158 1,900 0,633 0, , ,325 63,976 75, ,312 0,656 9,344 0,372 7,067 5,951 3, , , ,536 63, ,116 0,558 8,073 0,281 8,696 0,000 2, , , , ,838 0,419 5,523 0,165 2,151 0,662 0, , ,091 71,794 49, ,865 0,432 5,789 0,176 1,229 1,580 1, , ,102 40,523 50, ,882 0,441 5,957 0,182 3,460 0,182 1, , , ,192 58, ,024 0,512 7,295 0,240 5,999 0,240 1, , , ,370 52, ,910 0,455 6,237 0,193 3,092 0,773 1, , ,947 99,787 53, ,927 0,464 6,398 0,200 0,000 3,199 1, , ,373 0,000 55, ,975 0,487 6,850 0,219 4,168 0,878 1, , , ,157 60, ,048 0,524 7,503 0,250 6,754 0,250 1, , , ,582 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 74, ,294 0,647 9,251 0,363 10,169 3,269 3, , , ,036 76, ,342 0,671 9,485 0,387 11,982 3,479 3, , , ,027 Σ 75,046 31,598 30, , , ,294 64

93 Lanjutan Diperoleh nilai A = 0, ; B = 0,01236 ; C = 0,00883 Sehingga nilai parameter kisi sampel A1, a = 9,46 ; c = 6,93 Parameter kisis sampel A2 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 22, ,397 0,198 1,492 0,039 0,116 0,039 0, , ,492 4,475 25, ,450 0,225 1,892 0,050 0,000 0,199 0, , ,566 0,000 28, ,492 0,246 2,233 0,059 0,059 0,237 0, , ,932 2,233 28, ,505 0,253 2,342 0,062 0,437 0,000 0, , ,000 16,391 31, ,556 0,278 2,789 0,075 0,528 0,075 0, , ,789 19,525 32, ,573 0,286 2,938 0,080 0,718 0,000 0, , ,000 26,439 33, ,592 0,296 3,117 0,085 0,341 0,341 0, , ,469 12,469 35, ,618 0,309 3,356 0,092 0,832 0,092 0, , ,356 30,201 42, ,736 0,368 4,509 0,129 1,683 0,129 0, , ,509 58,612 43, ,767 0,383 4,812 0,140 0,420 1,259 0, , ,304 14,435 45, ,787 0,394 5,021 0,147 0,589 1,325 0, , ,188 20,084 46, ,814 0,407 5,283 0,157 1,879 0,626 0, , ,130 63,391 48, ,839 0,420 5,537 0,166 2,157 0,664 0, , ,146 71,975 49, ,862 0,431 5,761 0,174 1,221 1,570 1, , ,853 40,330 50, ,885 0,442 5,985 0,183 3,480 0,183 1, , , ,712 52, ,908 0,454 6,213 0,192 3,077 0,769 1, , ,852 99,408 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,976 0,488 6,857 0,220 4,174 0,879 1, , , ,280 57, ,000 0,500 7,078 0,230 2,987 2,068 1, , ,704 92,017 58, ,020 0,510 7,258 0,238 5,954 0,238 1, , , ,438 65

94 Lanjutan 60, ,053 0,527 7,554 0,253 6,824 0,253 1, , , ,964 61, ,077 0,538 7,749 0,263 1,840 4,205 2, , ,992 54,246 63, ,116 0,558 8,073 0,281 8,696 0,000 2, , , ,257 64, ,117 0,559 8,081 0,281 2,529 4,496 2, , ,297 72,730 69, ,221 0,611 8,828 0,329 10,194 1,315 2, , , , ,257 0,628 9,045 0,345 13,474 0,000 3, , , ,758 75, ,320 0,660 9,383 0,376 2,631 9,396 3, , ,580 65,682 77, ,344 0,672 9,495 0,388 12,019 3,489 3, , , ,360 Σ 88,857 37,051 36, , , ,080 Diperoleh nilai A = 0,00028; B = 0,012407; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel A2, a = 9,45; c = 6,92 66

95 Lanjutan Parameter kisi sampel A3 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 22, ,399 0,200 1,512 0,039 0,118 0,039 0, , ,512 4,535 25, ,451 0,225 1,900 0,050 0,000 0,200 0, , ,599 0,000 28, ,493 0,246 2,239 0,060 0,060 0,238 0, , ,955 2,239 29, ,507 0,253 2,356 0,063 0,440 0,000 0, , ,000 16,494 31, ,555 0,277 2,774 0,075 0,525 0,075 0, , ,774 19,416 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 33, ,593 0,297 3,124 0,085 0,342 0,342 0, , ,495 12,495 35, ,620 0,310 3,372 0,093 0,836 0,093 0, , ,372 30,349 39, ,684 0,342 3,995 0,113 0,788 0,450 0, , ,978 27,962 39, ,693 0,347 4,084 0,115 1,500 0,000 0, , ,000 53, ,733 0,367 4,477 0,128 1,670 0,128 0, , ,477 58,206 42, ,741 0,371 4,561 0,131 1,181 0,525 0, , ,243 41,047 43, ,767 0,383 4,812 0,140 0,420 1,259 0, , ,304 14,435 45, ,790 0,395 5,045 0,148 0,592 1,332 0, , ,408 20,182 46, ,816 0,408 5,307 0,157 1,890 0,630 0, , ,228 63,684 48, ,841 0,421 5,557 0,167 2,168 0,667 0, , ,229 72,245 49, ,864 0,432 5,786 0,175 1,228 1,579 1, , ,071 40,499 50, ,885 0,442 5,985 0,183 3,480 0,183 1, , , ,712 51, ,896 0,448 6,098 0,188 3,941 0,000 1, , , ,048 52, ,910 0,455 6,230 0,193 3,088 0,772 1, , ,920 99,679 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,976 0,488 6,863 0,220 4,179 0,880 1, , , ,403 60, ,049 0,525 7,518 0,251 6,775 0,251 1, , , ,989 67

96 Lanjutan 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,121 0,561 8,111 0,283 2,544 4,523 2, , ,779 73,001 74, ,294 0,647 9,253 0,363 10,174 3,270 3, , , ,088 77, ,347 0,674 9,508 0,389 12,061 3,502 3, , , ,737 Σ 62,553 28,339 27, , , ,186 Diperoleh nilai A = 2,89 x 10-5 ; B = 0,012547; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel A3, a = 9,42; c = 6,88 Parameter kisi sampel A4 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 Ѳ αsin 2 Ѳ γsin 2 Ѳ δsin 2 Ѳ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 25, ,451 0,226 1,902 0,050 0,000 0,200 0, , ,610 0,000 28, ,491 0,246 2,227 0,059 0,059 0,237 0, , ,909 2, ,506 0,253 2,350 0,063 0,439 0,000 0, , ,000 16,453 31, ,556 0,278 2,789 0,075 0,528 0,075 0, , ,789 19,525 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 34, ,594 0,297 3,137 0,086 0,343 0,343 0, , ,547 12,547 35, ,616 0,308 3,336 0,092 0,826 0,092 0, , ,336 30,023 39, ,684 0,342 3,995 0,113 0,788 0,450 0, , ,978 27,962 39, ,694 0,347 4,094 0,116 1,505 0,000 0, , ,000 53,222 41, ,733 0,366 4,474 0,128 1,668 0,128 0, , ,474 58,161 42, ,741 0,371 4,561 0,131 1,181 0,525 0, , ,243 41,047 43, ,759 0,379 4,731 0,137 0,411 1,234 0, , ,582 14,194 45, ,791 0,396 5,059 0,149 0,594 1,337 0, , ,534 20,237 68

97 Lanjutan 46, ,816 0,408 5,310 0,158 1,891 0,630 0, , ,242 63,726 48, ,842 0,421 5,564 0,167 2,171 0,668 0, , ,257 72,336 49, ,862 0,431 5,765 0,175 1,222 1,572 1, , ,884 40,355 50, ,887 0,444 6,012 0,184 3,501 0,184 1, , , ,232 51, ,895 0,447 6,084 0,187 3,929 0,000 1, , , ,762 52, ,909 0,454 6,223 0,193 3,084 0,771 1, , ,893 99,570 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,976 0,488 6,857 0,220 4,174 0,879 1, , , ,280 60, ,055 0,528 7,569 0,253 6,844 0,253 1, , , ,369 61, ,078 0,539 7,758 0,263 1,843 4,212 2, , ,132 54,308 64, ,117 0,559 8,081 0,281 2,529 4,496 2, , ,297 72,730 74, ,294 0,647 9,253 0,363 10,174 3,270 3, , , ,088 77, ,347 0,674 9,508 0,389 12,061 3,502 3, , , ,737 Σ 62,484 28,261 27, , , ,557 Diperoleh nilai A = -3,723E-05; B = 0, ; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel A4, a = 9,40; c = 6,88 69

98 Lanjutan Parameter kisi sampel A5 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 16, ,295 0,148 0,847 0,022 0,022 0,022 0, , ,847 0,847 18, ,327 0,163 1,030 0,026 0,079 0,000 0, , ,000 3,090 22, ,399 0,199 1,507 0,039 0,118 0,039 0, , ,507 4,520 25, ,451 0,225 1,897 0,050 0,000 0,200 0, , ,588 0,000 28, ,493 0,246 2,239 0,060 0,060 0,238 0, , ,955 2,239 28, ,505 0,252 2,339 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,370 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19,438 32, ,574 0,287 2,944 0,080 0,720 0,000 0, , ,000 26,496 33, ,590 0,295 3,095 0,085 0,338 0,338 0, , ,379 12,379 35, ,616 0,308 3,336 0,092 0,826 0,092 0, , ,336 30,023 39, ,696 0,348 4,111 0,116 1,512 0,000 0, , ,000 53,445 43, ,766 0,383 4,801 0,139 0,418 1,255 0, , ,210 14,403 46, ,815 0,408 5,297 0,157 1,885 0,628 0, , ,186 63,558 48, ,840 0,420 5,540 0,166 2,159 0,664 0, , ,160 72,020 49, ,864 0,432 5,779 0,175 1,226 1,576 1, , ,009 40,451 50, ,878 0,439 5,916 0,180 3,429 0,180 1, , , ,410 53, ,927 0,464 6,402 0,200 0,000 3,201 1, , ,427 0,000 55, ,973 0,486 6,831 0,219 4,152 0,874 1, , , ,787 57, ,996 0,498 7,043 0,228 2,966 2,053 1, , ,389 91,562 58, ,018 0,509 7,239 0,237 5,932 0,237 1, , , ,970 60, ,048 0,524 7,506 0,250 7,008 0,000 1, , , ,169 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,119 0,560 8,095 0,282 5,353 2,536 2, , , ,801 70

99 Lanjutan 74, ,300 0,650 9,282 0,366 10,249 3,294 3, , , ,903 75, ,323 0,662 9,400 0,378 2,643 9,438 3, , ,998 65,799 78, ,363 0,681 9,573 0,397 15,472 1,587 3, , , ,362 Σ 4,344 69,366 32,726 29, , , ,228 Diperoleh nilai A = -0,00048; B = 0,012722; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel A5, a = 9,35; c = 6,83 Parameter kisi sampel A6 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 10, ,189 0,094 0,352 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,352 18, ,330 0,165 1,047 0,027 0,081 0,000 0, , ,000 3,141 22, ,400 0,200 1,519 0,040 0,119 0,040 0, , ,519 4,558 25, ,453 0,226 1,913 0,050 0,000 0,201 0, , ,654 0,000 28, ,504 0,252 2,336 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,349 28, ,505 0,252 2,339 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,370 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19, ,593 0,297 3,127 0,085 0,342 0,342 0, , ,508 12,508 42, ,733 0,367 4,481 0,129 1,671 0,129 0, , ,481 58,251 46, ,815 0,408 5,300 0,157 1,887 0,629 0, , ,200 63,600 48, ,840 0,420 5,540 0,166 2,159 0,664 0, , ,160 72,020 49, ,864 0,432 5,782 0,175 1,227 1,577 1, , ,040 40,475 50, ,890 0,445 6,036 0,185 3,889 0,000 1, , , ,759 71

100 Lanjutan 53, ,929 0,464 6,415 0,201 0,000 3,210 1, , ,641 0,000 55, ,973 0,487 6,834 0,219 4,155 0,875 1, , , ,848 57, ,996 0,498 7,043 0,228 2,966 2,053 1, , ,389 91,562 58, ,016 0,508 7,229 0,237 5,920 0,237 1, , , ,736 60, ,053 0,526 7,548 0,252 6,815 0,252 1, , , ,802 61, ,078 0,539 7,758 0,263 1,843 4,212 2, , ,132 54,308 64, ,119 0,559 8,092 0,282 2,534 4,506 2, , ,473 72,828 71, ,250 0,625 9,004 0,342 12,660 0,342 3, , , ,135 73, ,286 0,643 9,208 0,359 10,061 3,234 3, , , ,838 75, ,318 0,659 9,375 0,375 2,625 9,374 3, , ,370 65,624 77, ,344 0,672 9,495 0,388 12,019 3,489 3, , , ,360 Σ 74,290 35,442 31, , , ,369 Diperoleh nilai A = 0,000432; B = 0,012379; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel A6, a = 9,49; c = 6,92 72

101 Lanjutan Parameter kisi sampel B1 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 16, ,295 0,147 0,843 0,022 0,022 0,022 0, , ,843 0,843 25, ,450 0,225 1,892 0,050 0,000 0,199 0, , ,566 0,000 27, ,488 0,244 2,198 0,058 0,058 0,233 0, , ,793 2,198 28, ,504 0,252 2,330 0,062 0,435 0,000 0, , ,000 16,308 31, ,554 0,277 2,764 0,075 0,523 0,075 0, , ,764 19,350 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 33, ,593 0,296 3,120 0,085 0,341 0,341 0, , ,482 12,482 35, ,615 0,307 3,326 0,092 0,824 0,092 0, , ,326 29,934 39, ,695 0,348 4,104 0,116 1,509 0,000 0, , ,000 53,356 42, ,737 0,369 4,519 0,130 1,168 0,519 0, , ,076 40,671 43, ,761 0,380 4,752 0,138 0,413 1,240 0, , ,770 14,257 45, ,790 0,395 5,049 0,148 0,593 1,334 0, , ,440 20,195 46, ,815 0,407 5,293 0,157 1,884 0,628 0, , ,172 63,517 48, ,839 0,420 5,537 0,166 2,157 0,664 0, , ,146 71,975 49, ,862 0,431 5,765 0,175 1,222 1,572 1, , ,884 40,355 50, ,881 0,440 5,947 0,182 3,452 0,182 1, , , ,997 51, ,907 0,454 6,208 0,192 3,074 0,768 1, , ,832 99, ,925 0,463 6,378 0,199 0,000 3,185 1, , ,051 0,000 56, ,980 0,490 6,896 0,221 4,207 0,886 1, , , ,018 57, ,998 0,499 7,059 0,229 2,975 2,060 1, , ,532 91,769 58, ,018 0,509 7,242 0,237 5,935 0,237 1, , , ,048 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 73

102 Lanjutan 71, ,252 0,626 9,016 0,343 12,697 0,343 3, , , ,598 73, ,291 0,646 9,238 0,362 10,136 3,258 3, , , ,675 75, ,319 0,659 9,378 0,375 2,627 9,383 3, , ,454 65,647 76, ,340 0,670 9,479 0,386 11,961 3,472 3, , , ,835 77, ,351 0,675 9,524 0,391 12,119 3,518 3, , , ,248 Σ 85,431 42,929 36, , , ,232 Diperoleh nilai A = -3,9 x 10 5 ; B = 0,012508; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel B1, a = 9,40; c = 6,88 Parameter kisi sampel B2 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 10, ,189 0,094 0,352 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,352 18, ,327 0,164 1,032 0,027 0,080 0,000 0, , ,000 3,097 22, ,401 0,200 1,522 0,040 0,119 0,040 0, , ,522 4,565 25, ,452 0,226 1,905 0,050 0,000 0,201 0, , ,621 0,000 28, ,491 0,246 2,224 0,059 0,059 0,236 0, , ,897 2,224 28, ,504 0,252 2,333 0,062 0,435 0,000 0, , ,000 16,329 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19,438 31, ,557 0,279 2,796 0,076 0,529 0,076 0, , ,796 19,569 32, ,574 0,287 2,944 0,080 0,720 0,000 0, , ,000 26,496 34, ,594 0,297 3,137 0,086 0,343 0,343 0, , ,547 12,547 35, ,619 0,309 3,362 0,093 0,834 0,093 0, , ,362 30,260 39, ,686 0,343 4,008 0,113 0,791 0,452 0, , ,033 28,058 39, ,695 0,347 4,097 0,116 1,506 0,000 0, , ,000 53,266 74

103 Lanjutan 42, ,735 0,368 4,502 0,129 1,680 0,129 0, , ,502 58,522 43, ,768 0,384 4,822 0,140 0,421 1,262 0, , ,398 14,466 46, ,814 0,407 5,290 0,157 1,882 0,627 0, , ,158 63,475 48, ,840 0,420 5,543 0,166 2,161 0,665 0, , ,174 72,065 49, ,864 0,432 5,779 0,175 1,226 1,576 1, , ,009 40,451 50, ,881 0,441 5,951 0,182 3,455 0,182 1, , , ,062 51, ,907 0,453 6,199 0,192 3,068 0,767 1, , ,798 99,191 53, ,928 0,464 6,408 0,200 0,000 3,206 1, , ,534 0,000 56, ,978 0,489 6,876 0,221 4,190 0,882 1, , , , ,995 0,497 7,034 0,228 2,960 2,049 1, , ,303 91,438 60, ,055 0,527 7,563 0,253 6,836 0,253 1, , , ,207 61, ,077 0,539 7,755 0,263 1,842 4,210 2, , ,085 54,287 63, ,101 0,551 7,953 0,274 8,487 0,000 2, , , ,544 63, ,117 0,558 8,076 0,281 5,332 2,526 2, , , ,436 64, ,122 0,561 8,117 0,283 2,547 4,528 2, , ,867 73,050 69, ,212 0,606 8,764 0,324 10,052 1,297 2, , , ,696 71, ,254 0,627 9,031 0,344 12,740 0,344 3, , , ,135 75, ,319 0,659 9,378 0,375 2,627 9,383 3, , ,454 65,647 77, ,349 0,674 9,515 0,390 12,087 3,509 3, , , ,971 Σ 89,543 38,911 37, , , ,492 Diperoleh nilai A = 2,6 x 10 5 ; B = 0,012539; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel B2, a = 9,43; c = 6,88 75

104 Lanjutan Parameter kisi sampel B3 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 10, ,190 0,095 0,356 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,356 16, ,287 0,144 0,803 0,020 0,020 0,020 0, , ,803 0,803 21, ,379 0,189 1,367 0,035 0,142 0,000 0, , ,000 5,469 22, ,401 0,201 1,524 0,040 0,119 0,040 0, , ,524 4,573 28, ,490 0,245 2,216 0,059 0,059 0,235 0, , ,862 2,216 28, ,505 0,253 2,342 0,062 0,437 0,000 0, , ,000 16,391 31, ,553 0,277 2,761 0,075 0,522 0,075 0, , ,761 19,328 31, ,555 0,278 2,777 0,075 0,525 0,075 0, , ,777 19,438 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 34, ,594 0,297 3,133 0,086 0,343 0,343 0, , ,534 12,534 42, ,738 0,369 4,529 0,130 1,172 0,521 0, , ,118 40,765 43, ,767 0,383 4,815 0,140 0,420 1,260 0, , ,335 14,445 45, ,791 0,396 5,059 0,149 0,594 1,337 0, , ,534 20,237 46, ,816 0,408 5,307 0,157 1,890 0,630 0, , ,228 63,684 48, ,840 0,420 5,540 0,166 2,159 0,664 0, , ,160 72,020 49, ,863 0,431 5,772 0,175 1,224 1,574 1, , ,946 40,403 50, ,881 0,440 5,947 0,182 3,452 0,182 1, , , ,997 51, ,894 0,447 6,080 0,187 3,926 0,000 1, , , ,690 52, ,910 0,455 6,237 0,193 3,092 0,773 1, , ,947 99,787 53, ,925 0,463 6,382 0,199 0,000 3,188 1, , ,105 0,000 59, ,044 0,522 7,473 0,249 6,962 0,000 1, , , ,237 60, ,056 0,528 7,572 0,254 6,848 0,254 1, , , ,449 61, ,078 0,539 7,761 0,263 1,844 4,215 2, , ,178 54,328 76

105 Lanjutan 64, ,121 0,560 8,106 0,282 2,541 4,518 2, , ,692 72,952 64, ,134 0,567 8,209 0,288 8,940 0,288 2, , , ,466 66, ,161 0,580 8,413 0,301 8,422 1,203 2, , , ,551 69, ,217 0,609 8,801 0,327 10,133 1,307 2, , , ,828 71, ,255 0,627 9,033 0,344 12,746 0,344 3, , , ,211 72, ,262 0,631 9,074 0,348 13,565 0,000 3, , , ,871 73, ,290 0,645 9,235 0,362 10,127 3,255 3, , , ,571 77, ,349 0,675 9,517 0,390 12,092 3,511 3, , , , ,361 0,681 9,568 0,396 15,446 1,584 3, , , ,141 Σ 130,491 31,396 43, , , ,225 Diperoleh nilai A = -3,17225 x 10-5 ; B = 0, ; C = 0, ; Sehingga nilai parameter kisi sampel B3, a = 9,42; c = 6,87 77

106 Lanjutan Parameter kisi sampel B4 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 21, ,382 0,191 1,389 0,036 0,144 0,000 0, , ,000 5,555 25, ,452 0,226 1,908 0,050 0,000 0,201 0, , ,632 0,000 29, ,508 0,254 2,362 0,063 0,441 0,000 0, , ,000 16,536 31, ,554 0,277 2,771 0,075 0,524 0,075 0, , ,771 19,394 32, ,562 0,281 2,843 0,077 0,231 0,308 0, , ,371 8,528 33, ,578 0,289 2,989 0,081 0,732 0,000 0, , ,000 26,898 35, ,620 0,310 3,372 0,093 0,836 0,093 0, , ,372 30,349 39, ,695 0,347 4,097 0,116 1,506 0,000 0, , ,000 53,266 42, ,737 0,368 4,512 0,130 1,685 0,130 0, , ,512 58,657 43, ,763 0,382 4,777 0,139 0,416 1,248 0, , ,990 14,330 44, ,779 0,390 4,937 0,144 2,308 0,000 0, , ,000 78,995 45, ,794 0,397 5,091 0,150 0,599 1,347 0, , ,817 20,363 46, ,818 0,409 5,328 0,158 1,899 0,633 0, , ,312 63,935 48, ,843 0,422 5,578 0,168 2,178 0,670 0, , ,313 72,516 49, ,867 0,434 5,813 0,176 1,235 1,588 1, , ,319 40,692 50, ,884 0,442 5,981 0,183 3,478 0,183 1, , , ,647 51, ,901 0,451 6,149 0,190 3,984 0,000 1, , , ,120 52, ,915 0,458 6,284 0,195 3,123 0,781 1, , , ,544 53, ,933 0,466 6,452 0,202 0,000 3,235 1, , ,229 0,000 56, ,978 0,489 6,880 0,221 4,193 0,883 1, , , ,711 60, ,056 0,528 7,572 0,254 6,848 0,254 1, , , ,449 61, ,077 0,539 7,755 0,263 1,842 4,210 2, , ,085 54,287 61, ,079 0,539 7,767 0,264 1,846 4,220 2, , ,271 54,369 78

107 Lanjutan 63, ,116 0,558 8,067 0,280 2,522 4,483 2, , ,077 72,606 64, ,118 0,559 8,089 0,281 2,533 4,503 2, , ,429 72,804 64, ,133 0,566 8,201 0,288 8,925 0,288 2, , , ,217 66, ,155 0,577 8,366 0,298 8,341 1,192 2, , , ,258 69, ,205 0,603 8,723 0,321 9,960 1,285 2, , , ,404 69, ,212 0,606 8,767 0,324 10,057 1,298 2, , , ,767 71, ,251 0,626 9,012 0,343 12,685 0,343 3, , , ,444 73, ,285 0,642 9,203 0,359 10,047 3,229 3, , , ,679 75, ,321 0,660 9,387 0,376 2,633 9,404 3, , ,664 65,706 77, ,349 0,675 9,518 0,390 12,098 3,512 3, , , ,063 Σ 119,849 49,594 48, , , ,089 Diperoleh nilai A = 0,001144; B = 0,012152; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel B6, a = 9,58; c = 6,98 79

108 Lanjutan Parameter kisi sampel B5 2θ ( o ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( o ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 10, ,189 0,094 0,352 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,352 17, ,297 0,149 0,857 0,022 0,000 0,022 0, , ,857 0,000 21, ,383 0,191 1,394 0,036 0,145 0,000 0, , ,000 5,574 28, ,493 0,246 2,239 0,060 0,060 0,238 0, , ,955 2,239 28, ,504 0,252 2,336 0,062 0,436 0,000 0, , ,000 16,349 32, ,573 0,287 2,941 0,080 0,719 0,000 0, , ,000 26,468 34, ,595 0,297 3,140 0,086 0,343 0,343 0, , ,560 12,560 40, ,698 0,349 4,135 0,117 1,522 0,000 0, , ,000 53,758 42, ,736 0,368 4,509 0,129 1,165 0,518 0, , ,034 40,578 44, ,772 0,386 4,864 0,142 2,267 0,000 0, , ,000 77,822 46, ,816 0,408 5,307 0,157 1,890 0,630 0, , ,228 63,684 48, ,845 0,422 5,592 0,168 3,193 0,000 0, , , ,248 49, ,867 0,434 5,817 0,177 1,236 1,589 1, , ,350 40,716 53, ,932 0,466 6,445 0,202 0,000 3,230 1, , ,123 0,000 54, ,954 0,477 6,658 0,211 0,211 3,375 1, , ,520 6,658 57, ,998 0,499 7,066 0,229 2,979 2,062 1, , ,590 91,852 60, ,049 0,525 7,518 0,251 7,025 0,000 1, , , ,507 61, ,077 0,539 7,755 0,263 1,842 4,210 2, , ,085 54,287 63, ,103 0,552 7,970 0,275 8,516 0,000 2, , , ,067 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 66, ,163 0,581 8,425 0,302 9,349 1,206 2, , , ,184 71, ,248 0,624 8,991 0,341 12,624 0,341 3, , , ,670 73, ,288 0,644 9,224 0,361 10,099 3,246 3, , , ,258 80

109 Lanjutan 75, ,325 0,663 9,410 0,379 14,006 1,514 3, , , ,163 76, ,330 0,665 9,429 0,381 14,081 1,522 3, , , ,888 77, ,345 0,673 9,500 0,388 12,034 3,494 3, , , ,502 Σ 108,293 32,062 37, , , ,360 Diperoleh nilai A = 0,001392; B = 0,012093; C = 0, Sehingga nilai parameter kisi sampel B5, a = 9,66; c =7,00 Parameter kisi sampel B6 2θ ( O ) h k l α γ 2θ (rad) θ ( O ) δ sin 2 θ αsin 2 θ γsin 2 θ δsin 2 θ α 2 γ 2 δ 2 αγ δγ αδ 10, ,188 0,094 0,350 0,009 0,009 0,000 0, , ,000 0,350 21, ,384 0,192 1,401 0,036 0,145 0,000 0, , ,000 5,604 28, ,494 0,247 2,248 0,060 0,060 0,239 0, , ,990 2,248 28, ,504 0,252 2,330 0,062 0,435 0,000 0, , ,000 16,308 31, ,556 0,278 2,789 0,075 0,528 0,075 0, , ,789 19,525 32, ,575 0,287 2,957 0,080 0,723 0,000 0, , ,000 26, ,593 0,297 3,127 0,085 0,342 0,342 0, , ,508 12,508 42, ,735 0,368 4,502 0,129 1,680 0,129 0, , ,502 58,522 43, ,765 0,383 4,798 0,139 0,418 1,254 0, , ,178 14,393 45, ,793 0,396 5,073 0,149 0,596 1,341 0, , ,660 20,293 46, ,818 0,409 5,328 0,158 1,899 0,633 0, , ,312 63,935 48, ,844 0,422 5,582 0,168 2,179 0,671 0, , ,326 72,561 49, ,864 0,432 5,779 0,175 1,226 1,576 1, , ,009 40,451 50, ,880 0,440 5,937 0,181 3,444 0,181 1, , , , , ,897 0,448 6,104 0,188 3,946 0,000 1, , , ,191

110 53, ,928 0,464 6,405 0,200 0,000 3,203 1, , ,480 0,000 55, ,970 0,485 6,805 0,217 4,130 0,869 1, , , , ,995 0,497 7,034 0,228 2,960 2,049 1, , ,303 91,438 59, ,040 0,520 7,436 0,247 6,911 0,000 1, , , ,215 60, ,056 0,528 7,578 0,254 6,856 0,254 1, , , ,611 61, ,075 0,538 7,741 0,262 1,836 4,197 2, , ,852 54,185 64, ,121 0,560 8,108 0,283 2,543 4,521 2, , ,736 72,976 65, ,136 0,568 8,222 0,289 8,964 0,289 2, , , ,881 66, ,159 0,579 8,395 0,300 8,391 1,199 2, , , ,050 72, ,261 0,631 9,072 0,348 13,558 0,000 3, , , ,792 74, ,293 0,646 9,246 0,363 10,155 3,264 3, , , ,882 76, ,328 0,664 9,421 0,380 14,050 1,519 3, , , ,587 77, ,361 0,680 9,565 0,396 15,432 1,583 3, , , ,030 Σ 113,419 29,390 39, , , ,240 Lanjutan Diperoleh nilai A = 0,000278; B = 0,012444; C = 0,00883 Sehingga nilai parameter kisi sampel B6, a = 9,49; c = 6,92 82

111 83

112 84

113 85

114 86

115 87

116 88

117 89

118 Nilai parameter kisi sampel A2 90

119 79 Lampiran 4 Perhitungan ukuran kristal sampel berdasarkan persamaan Debye Scherrer Ukuran kristal pada bidang 002 untuk sampel A1 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,86 12,93 0,45 0,23 0,97 0,56 0,01 0,01 14,69 25,84 12,92 0,45 0,23 0,97 0,55 0,01 0,01 14,77 25,86 12,93 0,45 0,23 0,97 0,52 0,01 0,01 15,67 D 002 rata-rata 15,04 ± 0,55 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel A1 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,98 16,49 0,58 0,29 0,96 0,85 0,01 0,01 9,75 32,92 16,46 0,57 0,29 0,96 0,97 0,02 0,02 8,54 32,92 16,46 0,57 0,29 0,96 0,88 0,02 0,01 9,41 D 300 rata-rata 9,23 ± 0,62 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel A2 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,82 12,91 0,45 0,23 0,97 0,55 0,01 0,01 14,91 25,81 12,90 0,45 0,23 0,97 0,64 0,01 0,01 12,83 28,16 14,08 0,49 0,25 0,97 0,72 0,01 0,01 11,38 D 002 rata-rata 13,04 ± 1,78 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel A2 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,86 16,43 0,57 0,29 0,96 0,95 0,02 0,02 8,75 32,92 16,46 0,57 0,29 0,96 0,86 0,02 0,01 9,63 32,92 16,46 0,57 0,29 0,96 0,89 0,02 0,01 9,25 D 300 rata-rata 9,21 ± 0,44 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel A3 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,90 12,95 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,36 25,83 12,92 0,45 0,23 0,97 0,57 0,01 0,01 14,30 25,85 12,92 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,47 D 002 rata-rata 13,71 ± 0,51

120 80 Lanjutan Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel A3 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,90 16,45 0,57 0,29 0,96 0,80 0,01 0,01 10,35 33,02 16,51 0,58 0,29 0,96 0,70 0,01 0,01 11,84 32,76 16,38 0,57 0,29 0,96 0,96 0,02 0,02 8,63 D 300 rata-rata 10,27 ± 1,61 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel A4 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,92 12,96 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,29 25,90 12,95 0,45 0,23 0,97 0,62 0,01 0,01 13,08 25,84 12,92 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,58 D 002 rata-rata 13,32 ± 0,25 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel A4 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,78 16,39 0,57 0,29 0,96 1,08 0,02 0,02 7,67 32,70 16,35 0,57 0,29 0,96 1,17 0,02 0,02 7,08 32,94 16,47 0,57 0,29 0,96 0,72 0,01 0,01 11,51 D 300 rata-rata 8,75 ± 2,41 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel A5 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,96 12,98 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,51 25,98 12,99 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,59 25,87 12,94 0,45 0,23 0,97 0,62 0,01 0,01 13,15 D 002 rata-rata 13,42 ± 0,24 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel A5 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,96 16,48 0,58 0,29 0,96 0,66 0,01 0,01 12,55 32,88 16,44 0,57 0,29 0,96 0,95 0,02 0,02 8,75 32,82 16,41 0,57 0,29 0,96 0,99 0,02 0,02 8,39 D 300 rata-rata 9,90 ± 2,30

121 81 Lanjutan Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel A6 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,83 12,91 0,45 0,23 0,97 0,64 0,01 0,01 12,70 25,83 12,92 0,45 0,23 0,97 0,62 0,01 0,01 13,15 25,87 12,94 0,45 0,23 0,97 0,62 0,01 0,01 13,15 D 002 rata-rata 13,00 ± 0,26 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel A6 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,78 16,39 0,57 0,29 0,96 0,97 0,02 0,02 8,55 32,74 16,37 0,57 0,29 0,96 0,91 0,02 0,02 9,13 32,82 16,41 0,57 0,29 0,96 0,72 0,01 0,01 11,50 D 300 rata-rata 9,73 ± 1,56 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel B1 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,82 12,91 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,58 25,76 12,88 0,45 0,22 0,97 0,53 0,01 0,01 15,24 25,80 12,90 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,70 D 002 rata-rata 14,17 ± 0,93 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel B1 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,88 16,44 0,57 0,29 0,96 0,94 0,02 0,02 8,81 32,78 16,39 0,57 0,29 0,96 0,92 0,02 0,02 9,00 32,86 16,43 0,57 0,29 0,96 0,90 0,02 0,02 9,20 D 300 rata-rata 9,01 ± 0,20 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel B2 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,85 12,92 0,45 0,23 0,97 0,59 0,01 0,01 13,74 25,83 12,92 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,47 25,84 12,92 0,45 0,23 0,97 0,57 0,01 0,01 14,34 D 300 rata-rata 13,85 ± 0,45

122 82 Lanjutan Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel B2 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 33,02 16,51 0,58 0,29 0,96 0,73 0,01 0,01 11,30 32,76 16,38 0,57 0,29 0,96 1,05 0,02 0,02 7,86 32,88 16,44 0,57 0,29 0,96 0,88 0,02 0,01 9,41 D 300 rata-rata 9,52 ± 1,72 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel B3 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,90 12,95 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,59 25,82 12,91 0,45 0,23 0,97 0,56 0,01 0,01 14,69 25,83 12,92 0,45 0,23 0,97 0,57 0,01 0,01 14,37 D 002 rata-rata 14,22 ± 0,57 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel B3 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,78 16,39 0,57 0,29 0,96 0,96 0,02 0,02 8,63 32,80 16,40 0,57 0,29 0,96 0,96 0,02 0,02 8,63 32,80 16,40 0,57 0,29 0,96 0,85 0,01 0,01 9,70 D 300 rata-rata 8,99 ± 0,62 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel B4 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 26,08 13,04 0,46 0,23 0,97 0,56 0,01 0,01 14,56 25,88 12,94 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,36 25,91 12,96 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,51 D 002 rata-rata 3,81 ± 0,65 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel B4 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,92 16,46 0,57 0,29 0,96 0,60 0,01 0,01 13,73 32,92 16,46 0,57 0,29 0,96 0,60 0,01 0,01 13,73 32,98 16,49 0,58 0,29 0,96 0,60 0,01 0,01 13,73 D 300 rata-rata 13,73 ± 0,00

123 83 Lanjutan Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel B5 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 26,09 13,05 0,46 0,23 0,97 0,62 0,01 0,01 13,15 25,85 12,93 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,32 25,88 12,94 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,66 D 002 rata-rata 13,38 ± 0,26 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel B5 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 33,10 16,55 0,58 0,29 0,96 0,72 0,01 0,01 11,51 32,88 16,44 0,57 0,29 0,96 0,71 0,01 0,01 11,72 32,64 16,32 0,57 0,28 0,96 1,12 0,02 0,02 7,39 D 300 rata-rata 10,21 ± 2,44 Ukuran Kristal pada bidang 002 untuk sampel B6 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 002 (nm) 25,93 12,96 0,45 0,23 0,97 0,61 0,01 0,01 13,41 25,95 12,98 0,45 0,23 0,97 0,60 0,01 0,01 13,66 25,92 12,96 0,45 0,23 0,97 0,63 0,01 0,01 12,94 D 002 rata-rata 13,34 ± 0,37 Ukuran Kristal pada bidang 300 untuk sampel B6 2θ ( o ) θ ( o ) 2θ (rad) θ (rad) Cos θ β ( o ) β (rad) β Cos θ D 300 (nm) 32,80 16,40 0,57 0,29 0,96 0,96 0,02 0,02 8,63 33,00 16,50 0,58 0,29 0,96 0,71 0,01 0,01 11,67 32,80 16,40 0,57 0,29 0,96 0,90 0,02 0,02 9,20 D 300 rata-rata 9,83 ± 1,62

124 84 Lampiran 5 Spektra FTIR setiap sampel Spektra FTIR sampel A1 Spektra FTIR sampel A2

125 85 Lanjutan Spektra FTIR sampel A3 Spektra FTIR sampel A4

PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI

PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI AI NURLAELA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan bagian substansial pada sistem skeletal manusia. Jaringan tulang mempunyai empat fungsi utama antara lain fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK SEBAGAI SUMBER KALSIUM UNTUK SINTESIS MINERAL TULANG

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK SEBAGAI SUMBER KALSIUM UNTUK SINTESIS MINERAL TULANG p-issn: 1693-1246 e-issn: 2355-3812 Januari 2014 DOI: 10.15294/jpfi.v10i1.3054 PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK SEBAGAI SUMBER KALSIUM UNTUK SINTESIS MINERAL TULANG THE USE OF HEN S AND

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI

PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (2): 42-48 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Hardiyanti, K. Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C TUGAS AKHIR STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C Disusun : ANDY HERMAWAN NIM : D200 050 004 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitasi yang baik,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (1): 42-53 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING N. Selvia,* K. Dahlan, S. U. Dewi. Bagian Biofisika, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian XRD Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan Proses Terbuka Disusun : DWI AGUS RIMBAWANTO NIM : D200 040 014 NIRM : 04.6.106.03030.50014 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN Disusun : GINANJAR PURWOJATMIKO D 200 040 020 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat TUGAS AKHIR Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat Disusun : AGUS DWI SANTOSO NIM : D200 050 182 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN. Disetujui Oleh : NIP NIP Mengetahui : Ketua Jurusan Kimia

HALAMAN PENGESAHAN. Disetujui Oleh : NIP NIP Mengetahui : Ketua Jurusan Kimia HALAMAN PENGESAHAN PEMBUATAN KOMPOSIT KITIN-KITOSAN YANG DI EKSTRAK DARI KULIT UDANG DAN KARAKTERISASINYA. Skripsi Sarjana Kimia oleh Refrani Andyta (BP 07132067) diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN MENGGUNAKAN X-RAY FLUORESCENCE

Lebih terperinci

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA SINTESIS KOMPOSIT BIOMATERIAL (β-ca 3 (PO 4 ) 2 ) (ZrO) BERBASIS CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

Lebih terperinci

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI Djarwani S. Soejoko dan Sri Wahyuni Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of the art dalam bidang orthopedik Tulang adalah salah satu bahan komposit yang tersusun dari collagen (polimer) dan mineral (keramik). Secara umum, ada dua jenis tulang

Lebih terperinci

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit 3 Uji Mikrostruktur dengan SEM Sampel ditempelkan pada cell holder kemudian disalut emas dalam keadaan vakum selama waktu dan kuat arus tertentu dengan ion coater. Sampel dimasukkan pada tempat sampel

Lebih terperinci

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS KRISTAL

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBAHAN DASAR PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) DENGAN METODE BASAH-PENGENDAPAN

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBAHAN DASAR PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) DENGAN METODE BASAH-PENGENDAPAN SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBAHAN DASAR PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) DENGAN METODE BASAH-PENGENDAPAN SYNTHESIS HYDROXYAPATITE MADE FROM PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) WITH WET PRECIPITATION

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI i OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA 1 ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA SETIAUTAMI DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI Nurul Fitria Apriliani 1108 100 026 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan Disusun : SLAMET WIDODO D 200 040 030 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang

Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang Synthesis and Characteritation of Bone Graft from Hydroxyapatite/Collagen/Chitosan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik, 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik,, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang memiliki peranan yang penting dalam tubuh manusia. Fungsi tulang antara lain sebagai pembentuk kerangka tubuh, tempat menempelnya otot dan jaringan, penyimpan

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP Jurnal Biofisika 8 (1): 25-33 SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP I. P. Ramadhani, * S. T. Wahyudi*, S. U. Dewi Bagian Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci