PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI"

Transkripsi

1 PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode Sonikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Setia Utami Dewi G

3 3 ABSTRACT SETIA UTAMI DEWI. Synthesizes of Calcium Phosphate-Chitosan Composite by Sonication Method. Under direction of KIAGUS DAHLAN and DJARWANI SOEHARSO SOEJOKO. Formation of biomaterial composite consisting of organic matrix and inorganic mineral has been studied. The inorganic minerals used hydroxyapatite and hydroxyapatite and carbonated apatite compound that was result reaction of calcium from calcinations of chicken eggshell at 1000 o C and phosphor in the form of diammonium hydrogen phosphates. Whereas the organic matrix was a commercial chitosan originated from shrimp shell. To produce the composite, both of apatite was mixed with chitosan using sonication method. The result samples were further dried at 50 C. Used calcium phosphate is hysroxyapatite as stable crystal and carbonated apatite as resorbable crystal. That calcium phosphate results from optimation process. Percentages of chitosan and calcium phosphate that used are 20:80 and 30:70. Another was studied influence percentages of hydroxyapatite and hydroxyapatite-carbonated apatite compound. Characteristics of the samples were performed using X-ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM) and Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. Identification phase from XRD profile shown there are not change calcium phosphate compound phase. Added chitosan influences to crystalline degree where an increase of chitosan tends to decrease crystalline the composite. Chitosan presenting was shown by N-H and C-H bands transmittance from FTIR spectrum. The SEM micrograph also showed granules of apatite carbonate and rod of hydroxyapatite. Increase of chitosan tends to increase of composite density. Keywords: composite, apatite carbonate, hydroxyapatite, chitosan.

4 4 RINGKASAN SETIA UTAMI DEWI. Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode Sonikasi. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan DJARWANI SOEHARSO SOEJOKO. Tinginya kasus kerusakan tulang dalam medis sering terjadi sebagai akibat fraktur yang penanganannya memerlukan pembedahan dan grafting (pencangkokan) dengan menggunakan biomaterial. Pemenuhan kebutuhan biomaterial tulang di Indonesia masih menggunakan material import. Adapun yang telah dikembangkan di tanah air adalah biomaterial yang berasal dari tulang manusia ataupun tulang sapi yang disebut allograft pada umumnya hanya terdiri dari komponen mineral saja serta mempunyai kelemahan, yakni karakternya tidak pasti, tidak konstan dan perbedaan imunitas yang dapat menyebabkan terjadinya karsinogenik. Dalam perkembangannya untuk mengatasi persoalan tersebut dilakukan pembuatan biomaterial sintetik diharapkan karakter bahan diketahui secara pasti sehingga lebih biokompatibel dibanding dengan biomaterial allograft t. Biomaterial sintetik yang telah berhasil diproduksi oleh negara lain memiliki harga yang tinggi. Oleh karena itu perlu dikembangkan produksi biomaterial di tanah air. Kelimpahan bahan alam yang sangat tinggi dapat dikembangkan sebagai raw material dalam membuat biomaterial. Kelimpahan kalsit (CaCO 3 ) dapat dimanfaatkan sebagai donor kalsium dalam sintesis kalsium fosfat yang merupakan komponen mineral tulang. Kalsit dapat diperoleh dari koral, kerang dan marin alga bahkan cangkang telur yang dianggap sebagai limbah dapat dimanfaatkan karena mengandung 94-97% CaCO 3. Dalam pengembagan biomaterial tulang tidak hanya komponen mineral saja namun perlu dimodifikasi dalam bentuk komposit antara komponen mineral dan matriks organik karena mendekati komponen alamiah tulang yang terdiri dari mineral apatit dan kolagen sebagai matriks organik. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan. Pembuatan komposit ini menggunakan sumber kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur ayam dan kitosan dari kulit udang. Dua jenis senyawa kalsium fosfat yang digunakan untuk pembuatan komposit yaitu, hidroksiapatit (HA) sebagai kristal stabil dan campuran HA-apatit karbonat (AK) sebagai kristal yang lebih mudah diserap oleh cairan tubuh. Keberadaan HA sebagai kristal stabil bertujuan untuk memberikan sifat mekanik yang tinggi sedangkan AK dapat mempercepat penyerapan komposit yang dapat memberikan kesempatan sel untuk berinfiltrasi dalam komposit sehingga dapat mempercepat proses remodellling tulang. Kitosan digunakan sebagai matriks untuk mengurangi sifat brittle. Selain itu kitosan memiliki sifat osteokonduktif, bioresorbable, biokompatible dan tidak mengandung racun. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mempresipitasi prekursor kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur dan diamonium hidrogen fosfat ((NH 4 ) 2 HPO 4 ) dengan perbandingan konsentrasi kalsium dan fosfor 1,67. Hidroksiapatit diperoleh dari hasil sintering presipitat kering pada temperatur 900 o C sedangkan campuran HA-AK diperoleh dari presipitat kering tanpa sintering. Pembuatan

5 komposit kalsium fosfat-kitosan dilakukan dengan menggunakan metode sonikasi. Untuk memperoleh komposisi komposit yang tepat dilakukan variasi perbandingan kalsium fosfat (HA dan campuran HA-AK) dengan kitosan yaitu (80:20)% dan (70:30)%. Kalsium fosfat yang digunakan juga dilakukan variasi perbandingan HA dan campuran HA-AK. Sampel komposit yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan difraksi sinar-x, spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dilakukan dengan metode sonikasi memberikan keseragaman morfologi komposit. Pengaruh kitosan diamati pada sampel HA dan campuran HA-AK yang ditambahkan dengan 20 dan 30% kitosan. Penambahan kitosan dianalisis dari pola difraksi memperlihatkan tidak terjadi perubahan fase namun dapat menurunkan ukuran kristal. Selain itu penambahan kitosan dapat memberikan sifat ulet dilihat dari bentuk pellet yang dihasilkan. Keberadaan komponen kitosan yang terlihat dari spektra FTIR menunjukkan pengaruh kitosan 20% tidak signifikan dibandingkan dengan kitosan 30%. Komposit dengan kitosan 20% cukup baik untuk dikembangkan sebagai biomaterial substitusi tulang. Pengaruh penambahan jumlah campuran HA-AK pada komposit dapat pula menurunkan derajat kristalin dan ukuran kristal. Semakin tinggi perbandingan campuran HA-AK untuk kedua penambahan kitosan menunjukkan bahwa ukuran kristal menurun. Morfologi komposit yang dihasilkan dalam bentuk padat dapat memberikan kekuatan mekanik yang lebih tinggi. Hasil analisis semua data diketahui yang komposit dengan komposisi 64% HA+16% campuran HA-AK+20% kitosan merupakan komposit yang optimum. Penggunaan komposit ini berpeluang dikembangkan sebagai biomaterial implantasi pada bagian tulang yang dapat menerima beban berat. 5

6 6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 7 PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 8 Judul Tesis Nama NIM : Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode Sonikasi : Setia Utami Dewi : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Kiagus Dahlan Ketua Prof. Dr. Djarwani Soeharso Soejoko Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Akhiruddin Maddu Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 07 Agustus 2009 Tanggal Lulus : 19 Agustus 2009

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Akhiruddin Maddu 9

10 10 PRAKATA Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, anugrah dan kasih sayang-nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Magister Sains pada Program Studi Biofisika, Sekolah Pascasarjana IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2008 ialah biomaterial substitusi tulang, dengan judul Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode Sonikasi. Pemilihan tema ini bertujuan sebagai upaya pengembangan bidang biomaterial tulang di Indonesia. Penyusunan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Kiagus Dahlan dan Prof. Dr. Djarwani S. Soejoko sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan dan nasehat serta kepada kedua orang tua dan keluarga besar atas segala dukungan dan doa. Ungkapan terima kasih yang mendalam Penulis ucapkan kepada Mas Chairudin yang telah memberikan segala motivasi, doa dan bantuannya selama menempuh pendidikan ini. Penghargaan Penulis sampaikan kepada Dr. Irzaman dan Ibu Yessie Widya Sari, M.Si yang selalu memberikan semangat dan inspirasi. Kepada Bapak Didik, Bapak Dadang, Bapak Gustan Pari, Bapak Saptadi serta seluruh staf Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor, Staf Biofarmaka IPB dan Bapak Wawan serta Bapak Wikanda, Penulis menghaturkan terima kasih yang telah membantu dalam pengambilan data. Kepada rekan-rekan S2 biofisika Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan, semangat dan keceriaan selama menempuh pendidikan Magister ini. Penulis pula sampaikan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Biofisika atas keceriaan dan kebersamaan selama penelitian. Semoga hasil penulisan ini dapat menjadi wacana yang memberikan wawasan yang bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan karya selanjutnya. Terima kasih. Bogor, Agustus 2009 Setia Utami Dewi

11 11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan-Jawa Barat pada tanggal 14 Januari Penulis merupakan putri bungsu dari pasangan Bapak Salim dan Ibu Karwiti. Penulis menyelesaikan Program Sarjana di Departemen Fisika, FMIPA-IPB pada tahun Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana IPB dengan Program Studi Biofisika. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Program Beasiswa Unggulan Diknas tahun Selama mengikuti perkuliahan Program Magister, Penulis menjadi Research Assistant di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, FMIPA-IPB. Penulis juga tergabung dalam redaktur penerbitan Jurnal Biofisika dan sebagai asisten praktikum mahasiswa Program Sarjana.

12 12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 Ruang Lingkup Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tulang... 4 Struktur Tulang... 4 Komposisi Tulang... 6 Kalsium Fosfat... 9 Hidroksiapatit (HAP) Apatit karbonat (AK) Trikalsium Fosfat (TKF) Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan Kitosan Sintesis dan Karakterisasi Komposit kalsium fosfat-kitosan METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Metode Tahap Pertama: Sintesis Kalsium Fosfat Kalsinasi cangkang telur Sintesis kalsium fosfat Uji kelarutan dlam Simulated Body Fluid (SBF) Tahap Kedua: Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan Karakterisasi Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 70

13 13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kandungan unsur mineral dalam tulang Jenis-jenis senyawa kalsium fosfat Parameter kisi untuk sampel hasil penelitian Saraswaty dkk Variasi konsentrasi Ca dan P pada pembuatan HA Variasi termperatur dan waktu pada sintesis TKF Volume larutan ionik untuk pembuatan SBF Komposisi ionik dalam SBF Variasi komposisi sintesis komposit Efisiensi kalsinasi cangkang telur pada temperatur 1000 o C selama 5 jam Effisiensi penggunaan senyawa kalsium dari cangkang telur dan (NH 2 )HPO 4 pada sintesis HA Ukuran parameter kisi sampel HA Ukuran kristal pada bidang h k l (0 0 2) dan (3 0 0) untuk sampel HA Efisiensi penggunaan senyawa kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur dan (NH 4 ) 2 HPO 4 pada sintesis TKF Kelarutan sampel kalsium fosfat dalam SBF Massa komposit kalisum fosfat-kitosan... 40

14 14 DAFTAR GAMBAR Halaman 16 Struktur tulang padat dan tulang jala Bentuk tulang panjang (a) dan pipih (b) Spektra FTIR untuk mineral tulang tibia laki-laki usia 37 Tahun Pola difraksi sinar-x untuk mineral tulang tibia laki-laki usia 37 Tahun Struktur unit sel hidroksiapatit Pola difraksi sinar-x HA hasil kalsinasi pada berbagai temperatur (hasil penelitian Deepak dkk) Pola difraksi sinar-x HA dengan metode hidrotermal pada temperatur 200 o C pada berbagai waktu 24 jam (a), 48 jam (b) dan 72 jam (c) (hasil penelitian Earl dkk) Pola difraksi sinar-x untuk HA yang menggunakan cangkang telur (hasil penelitian prabakaran) Spektra FTIR untuk apatit karbonat sintetik Tipe A (a) dan Tipe B (b) (hasil penelitian Sonju Clasen dkk) Pola difraksi sinar-x hasil sintesis apatit karbonat (hasil penelitian Sari dkk) Pola difraksi sinar-x TKF pada berbagai temperatur (hasil penelitian Wang dkk) Struktur monomer kitosan Pola difraksi sinar-x pada kitosan Difraksi sinar-x untuk DGB (a), HA (b) dan komposit DBG-kitosangelatin (c) (hasil penelitian Saraswaty dkk) Mikrograf SEM Kitosan (a) dan Komposit kitosan-ha (b) (hasil penelitian Yamaguchi dkk) Proses kalisinasi cangkang telur Skema tahap-tahap presipitasi Pengujian kelarutan kalsium fosfat dalam SBF Proses sonikasi komposit kalsium fosfat-kitosan Pola difraksi sinar-x hasil kalsinasi cangkang telur pada temperatur 1000 o C selama 5 jam Pola difraksi sinar-x sampel HA dengan perbandingan Ca:P (0,30:0,18) M H3 (a) dan (0,50:0,30) M. H5 (b) Pola difraksi sinar-x sampel apatit karbonat (a) dan HA (b)... 35

15 15 38 Spektra FTIR untuk sampel Hidroksiapatit (HA) (a) dan Apatit Karbonat (AK) (b) Pola difraksi sinar-x untuk sampel TKF sintering 1000 o C selama 5 jam(a) dan sintering 1300 o C selama 5 jam (b) Pola difraksi sinar-x kitosan Spektra FTIR kitosan Pola difraksi sinar-x untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan perbandingan HA dan kitosan (80:20)% (a) dan (70:30)% (c) Grafik ukuran kristal pada HA dan AK terhadap pengaruh kitosan Spektra FTIR untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan variasi perbandingan HA dan kitosan (100:0)% (a), (80:20)% (b), (70:30)% (c) dan (0:100)% (d) Spektra FTIR untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan variasi perbandingan campuran HA-AK dan kitosan (100:0)% (a), (80:20)% (b), (70:30)% (c) dan (0:100)% (d) Pola difraksi sinar-x komposit kalsium fosfat kitosan 20% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (80:0)% (a), (64:16)% (b), (56:24)% (c) dan (0:80)% (d) Pola difraksi sinar-x komposit kalsium fosfat kitosan 30% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (70:0)% (a), (56:14)% (b), (49:21)% (c) dan (0:70)% (d) Grafik ukuran kristal bidang (3 0 0 ) komposit kalisum fosfat-kitosan dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK Grafik ukuran kristal bidang (0 0 2) komposit kalisum fosfat-kitosan dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK Spektra FTIR komposit kalsium fosfat kitosan 20% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (80:0)% (a), (64:16)% (b), (56:24)% (c) dan (0:80)% (d) Spektra FTIR komposit kalsium fosfat kitosan 30% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (70:0)% (a), (56:14)% (b), (49:214)% (c) dan (0:70)% (d) Mikrograf kitosan (a) Hidroksiapatit (HA) (b) dan campuran HA-AK (c) Mikrograf komposit kalsium fosfat-kitosan dengan variasi perbandingan HA, campuran HA dan AK dan kitosan (64:16:20)% (a), (56:24:20)% (b) dan (0:80:20)% (c)... 51

16 16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian Perhitungan massa komponen pada sintesis kalsium fosfat Massa komponen dan hasil pembuatan komposit Pola difraksi sinar-x untuk sampel Hidroksiapatit (HA) hasil sintering pada temperatur 900 o C selama 5 jam Perhitungan parameter kisi untuk sampel Hidroksiapatit (HA) Perhitungan ukuran kristal untuk sampel Hidroksiapatit (HA) Pola difraksi sinar-x untuk sampel Trikalsium fosfat (TKF) Pola difraksi sinar-x untuk sampel campuran hidroksiapatit (HA) dan apatit karbonat (AK) Perhitungan parameter kisi dan ukuran kistal sampel campuran hidroksiapatit (HA) dan apatit karbonat (AK) Massa hasil uji kelarutan dalam Simulated Body Fluid (SBF) Pola difraksi sinar-x untuk komposit kalsium fosfat-kitosan Perhitungan parameter kisi sampel komposit kalsium fosfat-kitosan Perhitungan ukuran kristal untuk komposit kalsium fosfat-kitosan Spektra FTIR untuk kalsium fosfat Spektrum FTIR kitosan Spektra FTIR untuk komposit kalsium fosfat-kitosan

17 17 PENDAHULUAN Latar Belakang Penurunan kualitas hidup manusia erat kaitannya dengan kesehatan organ tubuh. Terganggunya fungsi organ dapat disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan. Penanganan kerusakan fungsi pada beberapa organ dilakukan dengan implantasi biomaterial. Contohnya adalah kerusakan katup jantung, pembuluh darah, lensa kontak, tulang dan gigi. Biomaterial yang paling banyak digunakan ialah untuk keperluan substitusi tulang sebesar 46% dari total keseluruhan. Penderita kerusakan tulang meningkat setiap tahunnya 1. Fraktur merupakan salah satu penyakit tulang yang sering ditemui. Selain fraktur, kerusakan tulang lainnya ialah osteoporosis. Studi di dunia menyatakan bahwa satu di antara tiga wanita di atas usia 50 tahun dan satu di antara lima pria di atas 50 tahun menderita osteoporosis 2. Penanganan yang tepat pada kerusakan tulang sangat penting karena tulang berperan sebagai penyokong fungsi tubuh, maka penggunaan material yang tepat merupakan faktor keberhasilkan implantasi tulang. Material substitusi tulang yang digunakan harus bersifat dapat diterima oleh tubuh (biokompatible), tidak korosif, disain yang tepat dan dapat berintegrasi dengan cepat 3. Pada bidang medis telah dilakukan rekonstruksi tulang dengan berbagai jenis biomaterial. Berdasarkan sumber material, biomaterial dikelompokkan menjadi empat jenis. Biomaterial yang berasal dari tulang manusia disebut allograft. Penggunaan bahan ini mempunyai kelemahan dapat terjadi infeksi jika tulang donor tidak sehat. Xenograft yaitu implantasi bagian tubuh dari spesies yang berbeda. Kelemahan dari biomaterial ini yaitu memiliki perbedaan karakter mineral tulang. Autograft yaitu substitusi tulang dari bagian tulang yang lain yang dimiliki oleh pasien yang sama. Hal ini akan memberikan beban tambahan pada pasien 3. Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan material tersebut dilakukan berbagai modifikasi pembuatan biomaterial sintetik. Dengan biomaterial sintetik diharapkan karakter bahan diketahui secara pasti dan terkontrol.

18 18 Biomaterial sintetik yang tepat yaitu biomaterial yang mendekati sifat alamiah tulang. Struktur tulang merupakan komposit alami antara substansi anorganik dan susbtansi organik. Substansi organik meliputi matriks organik, sel osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Sel-sel tersebut memegang peranan dalam pertumbuhan mineral tulang 3. Substansi anorganik adalah mineral yang memberikan sifat mekanik yang kuat. Kalsium fosfat merupakan komponen dominan terdapat dalam mineral tulang. Kalsium fosfat dalam tulang membentuk senyawa apatit 4. Senyawa apatit tulang terdiri dari fase amorf dan kristal 5. Hidroksiapatit (HA) merupakan kristal kalsium fosfat yang umum digunakan untuk implantasi dibidang biomedis karena memiliki sifat bioaktif dan osteokonduktif yang sangat bermanfaat dalam proses mineralisasi tulang 4. Namun HA memiliki keterbatasan yaitu bersifat keras dan brittle. Untuk mengurangi sifat ini perlu dilakukan modifikasi dengan menambahkan polimer sebagai matriks. Biomaterial dengan menggabungkan dua komponen senyawa kalsium fosfat dan polimer disebut komposit. Komposit sangat berpotensi untuk digunakan sebagai biomaterial substitusi tulang. Komposit substitusi tulang dengan menggunakan bahan alam dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang dapat dijadikan prekursor pembentuk senyawa kalsium fosfat. Bahan alam yang berpeluang digunakan yaitu limbah cangkang telur dan kulit udang. Kandungan kalsium yang tinggi pada cangkang telur dapat dimanfaatkan sebagai donor kalsium pada sintesis kalsium fosfat. Kulit udang terdiri dari struktur kitin yang dapat diekstrak menjadi biopolimer kitosan. Kitosan bersifat biokompatibel, bioderadabel, oseokonduktif dan dapat mengurangi sifat britle senyawa kalsium fosfat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai matriks pada sintesis komposit kalsium fosfat-kitosan sebagai biomaterial substitusi tulang. Komposit dengan menggunakan bahan alam diharapkan dapat meningkatkan biokompatibilitas saat diaplikasikan. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan komposit substitusi tulang menggunakan bahan alam. Bahan alam yang digunakan adalah cangkang telur sebagai donor kalsium pada senyawa kalsium fosfat dan kitosan dari kulit udang

19 19 sebagai matriks organik. Pendekatan terhadap struktur tulang dalam tubuh dilakukan dengan sintesis senyawa kalsium fosfat dalam dua fasa, yaitu fasa kristal dan amorf. Komposit disintesis dengan mengkombinasikan pencampuran kalsium fosfat kristal dan amorf dengan kitosan. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengaruh penambahan jumlah kitosan dan variasi bobot fase kristal dan amorf dalam sintesis komposit. Pengujian karakteristik yang diamati yaitu struktur dan morfologi komposit. Tujuan Penelitian 1. Dapat menyintesis komposit kalsium fosfat-kitosan dari cangkang telur sebagai material substitusi tulang 2. Dapat memahami pengaruh penambahan kitosan pada komposit substitusi tulang 3. Dapat memperoleh komposisi komposit yang tepat untuk aplikasi implantasi tulang Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan prototype komposit substitusi tulang berbasis bahan alam yaitu cangkang telur dan kitosan. Prototype ini diharapkan mampu menjaring para medis khususnya bidang ortopodik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan implantasi tulang. Lebih jauh lagi, dari segi harga, diharapkan pula biomaterial tulang yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Ruang Lingkup Penelitian Kajian yang akan dilakukan yaitu rekayasa sintesis komposit dari limbah cangkang telur ayam dan kitosan sehingga memiliki nilai tambah sebagai sumber kalsium untuk sintesis senyawa kalsium fosfat dan pemanfaatan kitosan sebagai matriks organik. Komposit yang diperoleh akan dimanfaatkan sebagai implantasi tulang. Pemanfaatan limbah cangkang telur dan kulit udang diharapkan mampu menekan biaya produksi sehingga diharapkan keluaran penelitian ini mampu

20 20 menyelesaikan permasalahan masyarakat dalam hal penyediaan bahan implan tulang yang terjangkau oleh berbagai aspek masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan jaringan kuat pembentuk kerangka tubuh manusia. Tulang sebagai pembentuk kerangka manusia memiliki empat fungsi utama yaitu fungsi mekanik, protektif, metabolik dan hemopetik. Fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat melekatnya jaringan otot untuk pergerakan. Fungsi protektif yaitu sebagai pelindung berbagai alat vital dalam tubuh dan sumsum tulang. Fungsi metabolik yaitu sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan fosfat. Fungsi hemopetik yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses pembentukan dan perkembanagan sel darah 6. Karena perbedaan fungsi tersebut, tulang memilki struktur dan komposisi yang berbeda. Struktur Tulang Kompleksitas dalam tulang mengakibatkan klasifikasi tulang dilakukan dalam berbagai cara. Secara radiologis tulang dibedakan menjadi dua yaitu tulang padat atau compact dan tulang jala atau cancellous 6. Jumlah tulang jala dalam tubuh relatif lebih banyak dibandingkan dengan tulang padat. Struktur tulang secara radiologis ditunjukan oleh Gambar 1. Unit struktur dari tulang padat dewasa adalah sistem harvesian atau osteon dengan diameter μm. Sistem harvesian memiliki sebuah kanal harvesian yang dikelilingi oleh lamela yang tersusun secara konsentrik. Kanal harvesian memiliki paling sedikit satu pembuluh darah kapiler yang menyediakan nutrien bagi osteosit untuk remodelling tulang. Lamela pada sistem harvesian memiliki rongga-rongga yang disebut lakuna. Setiap lakuna berisi sel yang bernama osteosit. Semua lakuna pada sistem harvesian dihubungkan oleh kanal-kanal kecil yang disebut kanalikuli. Osteosit pada tulang jala terletak pada lakuna yang saling

21 21 dihubungkan dengan kanalikuli seperti pada tulang padat tetapi lamela pada tulang jala tidak tersusun secara konsentrik 7. Gambar 1 Struktur tulang padat dan tulang jala 7. Berdasarkan anatomi, tulang memiliki berbagai bentuk dan ukuran untuk memenuhi kebutuhan tubuh, tulang dibedakan menjadi empat macam, yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, dan tulang tak sama bentuk. Tulang panjang merupakan tulang dengan ukuran yang panjang yang dibentuk oleh bagian epiphyses dan diaphyses (Gambar 2a). Diaphyses terdapat pada bagian tengah yang didalamnya terdapat medullar cavity sebagai tempat sumsum tulang. Epiphyses terdiri dari tulang jala yang terbungkus oleh lapisan tulang padat terdapat pada ujung tulang panjang. Pada anak-anak tulang panjang berisi sumsum merah. Setelah dewasa, sumsum ini diganti menjadi sumsum kuning. Tulang pendek berupa jala yang dipenuhi dengan ruang-ruang. Strukturnya hampir sama dengan tulang panjang namun tidak memiliki medullar cavity. Tulang pipih merupakan tulang berbentuk pipih, tipis dan melengkung. Tulang pipih terbentuk dari dua lapisan tulang padat yang diantara keduanya terdapat tulang jala. Tulang pipih seperti tampak pada Gambar 2b. Tulang ini berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot dan melindungi organ-organ yang ada di dalamnya. Tulang tak sama bentuk merupakan tulang yang tidak memiliki kesesuaian dengan bentuk yang sebelumnya. Tulang ini memiliki fungsi sebagai tempat melekatnya otot 7.

22 22 (a) Gambar 2 Bentuk tulang panjang (a) dan pipih (b) 7. (b) Komposisi Tulang Komposisi utama jaringan tulang jumlahnya bergantung pada spesies, umur, jenis kelamin, jenis tulang dan posisi tulang. Komposisi tulang secara umum terdiri dari 60% material anorganik, 30% organik dan 15% air 3. Material anorganik merupakan mineral tulang yang mengandung cukup kalsium yaitu dalam bentuk kalsium fosfat karbonat atau disebut apatit karbonat dan mineralmineral lain. Mineral-mineral lain yaitu magnesium (Mg), flouride (F) dan klor (Cl), natrium (Na) dan kalium (K) 8. Kehadiran mineral-mineral tersebut menjadikan kalsium fosfat dalam tulang mempunyai sifat yang kompleks, seperti dapat hadir dalam berbagai fase dan adanya impuritas. Apatit karbonat atau dahlite [(Ca, Na, Mg) 5 (HPO 4, PO 4, CO 3 ) 3 (OH, CO 3 )] 4. Senyawa kalsium fosfat dalam tulang disebut juga sebagai apatit biologi. Kandungan senyawa mineral tulang manusia secara umum terdapat pada Tabel 1. Fase apatit yang stabil yaitu hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2. Kehadiran karbonat (CO 2-3 ) dalam tubuh dapat mensubstitusi formula HA dengan menempati dua posisi. Karbonat menggantikan posisi hidroksil (OH - ) disebut apatit karbonat tipe A dan menggantikan posisi fosfat (PO 4 ) 3- disebut apatit karbonat tipe B 10,11,12.

23 23 Tabel 1 Kandungan unsur mineral dalam tulang 9 Unsur Kandungan (% berat) Ca 34,00 P 15,00 Mg 0,50 Na 0,80 K 0,20 C 1,60 Cl 0,20 F 0,08 Zat sisa 47,62 Untuk mengetahui karakteristik apatit biologi tulang dilakukan penelitian dengan menggunakan hewan uji. Tahun 1998, Baig dkk melakukan pengujian karakter tulang dengan mineral tulang tikus. Karakter tulang tikus menunjukkan bahwa mineralnya mengandung banyak karbonat. Semakin bertambah usia tikus kelarutan apatit menurun karena karena kristalinitas meningkat 13. Solehan (2001) mengamati kehadiran karbonat dalam mineral tulang tikus yang berumur 1-6 bulan diteliti dengan menggunakan difraksi sinar-x. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam bentuk apatit karbonat meningkat dengan kenaikan umur. Selanjutnya disamping konsentrasi mineral, kristalinitas apatit karbonat dalam tulang tikus juga meningkat dengan kenaikan umur 14. Penelitian yang lebih komprehensif juga telah dilakukan oleh Sari YW dkk (2005) untuk mengetahui pertumbuhan senyawa kalsium fosfat dalam tulang tikus yang berumur dalam rentang 1-8 bulan 15,16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa kalsium fosfat dalam tulang tikus hadir dalam bentuk amorf dan kristalin ukuran kecil dengan morfologi berbentuk kepingan. Selain menggunakan tulang hewan, penelitian dengan menggunakan tulang manusia dilakukan oleh Nurizati dkk (2006), menunjukkan bahwa mineral tulang dalam bentuk senyawa campuran senyawa apatit karbonat dan HA. Data ini ditunjukkan pada hasil spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan

24 24 difraksi sinar X (Gambar 3 dan Gambar 4) 17. Puncak untuk karbonat pita ν 3 menujukkan kehadiran senyawa apatit karbonat tipe B begitu juga dengan ν 2. Hasil tersebut didukung dengan data difraksi sinar-x yang menujukkan puncak tertinggi merupakan puncak apatit karbonat tipe B. Hasil analisis komposisi mineral tulang manusia menunjukkan kehadiran unsur-unsur lain yaitu Na, Mg dan K. Kehadiran ion asing selain karbonat menyebabkan adanya inhibitor bagi apatit biologi. Inhibitor tersebut mengakibatkan apatit biologi yang hadir dalam tulang mempunyai kristalinitas rendah dan nonstoikiometri. Sebagian ion asing masuk ke dalam kisi kristal apatit, dan sebagian lain ada yang hanya diadsorpsi. Hal ini menyebabkan tulang terdiri dari fase kristal dan amorf. ν 2 CO 3 T ν 1PO 4 ν 3 CO 3 OH ν 4 PO 4 ν 3 PO 4 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 3 Spektra FTIR untuk mineral tulang tibia laki-laki usia 37 Tahun.

25 25 Gambar 4 Pola difraksi sinar-x untuk mineral tulang tibia laki-laki usia 37 Tahun. Dalam penelitian kalsifikasi tulang diketahui bahwa proses pertumbuhan dan pendewasaan tulang berkaitan erat dengan konversi fase amorf kalsium fosfat menjadi kristal apatit. Proses transformasi tersebut akan terbentuk kristal non apatit sebagai fase antara yang mendahului pembentukan kristal apatit 18. Fase antara yaitu dikalsium fosfat dihidrat (DKFD), oktakalsium fosfat (OKF) dan trikalsium fosfat (TKF). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin bertambah usia kristalnitas semakin tinggi. Hidroksiapatit merupakan kristal apatit yang paling stabil. Hidroksiapatit (HA) adalah yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P dicirikan sebesar 1,67. Struktur HA adalah heksagonal. Dimensi parameter kisi HA pada tulang adalah nilai a = b = 9,419 Å dan c = 6,880 Å dan sudut α = β = 90 o dan γ =120 o 19. Komponen organik tulang terdiri dari sel dan matriks. Sel-sel yang terdapat pada tulang adalah osteoblas, osteoklas dan osteosit. Osteoblas merupakan sel yang membantu pertumbuhan tulang. Osteoklas merupakan sel penyerapan tulang sedangkan osteosit untuk mempertahankan mineral tulang. Penyusun matriks alami tulang adalah kolagen. Kolagen merupakan protein yang keras pembentuk struktur jaringan konektif tulang. Terdapat 13 jenis kolagen dari tipe I sampai XIII. Kolagen tipe I yaitu tipe kolagen yang terdapat pada tulang. Melalui pengamatan dengan mikroskop elektron, kolagen merupakan polimer dalam bentuk fibril. Kolagen berfungsi sebagai media tumbuh senyawa mineral yang membantu sel-sel pembentuk tulang melakukan mineralisasi. Dimana kristal mineral tulang berada di dalam dan di antara fibril kolagen. Kristal apatit karbonat bergabung sepanjang fibril kolagen dan penggabungan tersebut menjadikan tulang dalam bentuk komposit yang kuat dan keras 20. Kalsium fosfat Komponen utama mineral tulang adalah senyawa kalsium fosfat. Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh material substitusi tulang yang tepat dengan menggunakan modifikasi senyawa kalsium fosfat. Senyawa kalsium

26 26 fosfat sintetik diperoleh dengan mencampurkan prekursor kalisum dan fosfat dengan berbagai metode. Kalsium fosfat merupakan keramik yang yang memiliki ikatan kovalen atau ionik. Senyawa kalsium fosfat tidak memiliki muatan bebas sehingga memiliki sifat listrik yang rendah. Dalam berbagai penelitian kalsium fosfat sintetik berhasil diperoleh dalam berbagai macam fase. Perbedaan fase kalsium fosfat dapat digunakan dalam medis tergantung pada bioaktivitas atau kemampuan penyerapan material yang diperlukan. Pada Tabel 2 menjukkan daftar kalsium fosfat yang sering digunakan pada bidang medis 19. Biomaterial untuk implantasi tulang menggunakan senyawa kalsium fosfat yang memiliki kekuatan tinggi. Meninjau sifat tersebut, HA merupakan senyawa apatit yang banyak digunakan dibidang ortopedik 9. Kombinasi beberapa fase kalsium fosfat dapat dilakukan untuk menghasilkan biomaterial yang optimum dan dapat mempercepat proses remodelling. HA memiliki stabilitas yang tinggi. Pada penggunaannya HA dimodifikasi dengan menambahkan fase kalsium fosfat lain yang memiliki kelarutan yang tinggi bertujuan untuk menghasilkan bagian yang dapat terdegradasi selama remodelling tulang. Fase senyawa kalsium fosfat yang mudah terserap adalah Trikalsium fosfat (TKF) dan apatit karbonat (AK) 21. Tabel 2 Jenis-jenis senyawa kalsium fosfat Nama mineral Nama kimia Rumus kimia Ca : P (rasio molar) Monetite Dikalsium fosfat CaHPO 4 1,00 (DKF) Brushite Dikalsium fosfat CaHPO 4.2H 2 O 1,00 dihidrat (DKFD) Whitlockite Oktakalsium fosfat (OKF ) Trikalsium fosfat Ca 8 H 2 (PO 4 ) 6 5H 2 O Ca 3 (PO 4 ) 2 1,33 1,50 (TKF) Hidroksiapatit Hidroksiapatit (HA) Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 1,67 Hillinstockite Tetrakalsium Fosfat Ca 4 P 2 O 9 2,00

27 27 (TTCP) Hidroksiapatit (HA) Hidroksiapatit merupakan kristal apatit yang paling stabil. HA termasuk kelompok apatit yang paling banyak digunakan dibidang medis karena memilki sifat biokompatibel dan osteokonduktif 9. Rumus kimia HA adalah Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 yang memiliki rasio Ca:P adalah 1,67. Secara teoritis densitas HA adalah 3,156 g/cm 3. Struktur kristal dari HA adalah heksagonal dalam bentuk closed-paked dengan paramenter kisi a = 9,418 Å dan c = 6,881 Å 9. Struktur unit sel HA terdiri dari dua triangular (Gambar 7). Atom kalsium (Ca) ditunjukan oleh warna hijau, atom fosfor oleh warna merah dan atom oksigen oleh warna biru. Setiap unit sel memiliki dua jenis atom Ca yaitu Ca1 dan Ca2. Perbedaan ini berdasarkan letak posisi Ca, dimana Ca1 yaitu yang berada di pusat triangular sedangkan Ca2 yang berada di dinding trianngular. Sintesis HA telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Berbagai metode dan prekursor sudah ditemukan untuk menghasilkan HA. Metode yang dapat dilakukan yaitu metode basah melalui presipitasi, metode kering dengan perlakuan termperatur tinggi dan hidrotermal. Raw material yang digunakan pada sintesis HA berasal dari bahan alam atau sintetik. Deepak dkk (2005) melaporkan hasil sintesis HA dari kalsium nitrat tetrahidrat [Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O] dan di-ammonium hidrogen ortofosfat [(NH 3 ) 2 HPO 4 ] dengan metode presipitasi. Pada penelitiannya juga dilakukan variasi temperatur dari 200 o C sampai 1000 o C dengan interval 200 o C 22. Gambar 5 Struktur unit sel hidroksiapatit.

28 28 Gambar 6 Pola difraksi sinar-x HA hasil kalsinasi pada berbagai temperatur (hasil penelitian Deepak dkk). Hasil difraksi sinar-x menunjukkan bahwa pada kalsinasi 200 o C dan 400 o C HA tampak dalam fase amorf sedangkan pada temperatur 600 o C terlihat peningkatan derajat kristalin dengan disertai munculnya fase trikalsium fosfat (TKF). Semakin tinggi temperatur maka kristalinitasnya semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya nilai lebar setengah puncak. Selain itu pada temperatur 800 o C dan 1000 o C terdapat penambahan fase dikalsium fosfat (DKF) (Gambar 6) 22. Earl dkk (2006) melakukan sintesis HA dari senyawa yang sama yaitu Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O dan (NH 3 ) 2 HPO 4 dengan metode hidrotermal. Metode hidrotermal dilakukan dengan memberikan perlakuan panas dan tekanan pada proses sintesis HA. Temperatur yang digunakan yaitu 200 o C dengan variasi waktu pada 24, 48 dan 72 jam. Hasil eksperimen dianalisis dengan difraksi sinar-x. Pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa tidak hanya muncul fase HA namun terdapat monetit (CaHPO 4 ) pada waktu perlakuan 48 dan 72 jam. Pada waktu perlakuan 24 jam terlihat fase HA tanpa impuritas fase lain (Gambar 7) 23.

29 29 Gambar 7 Pola difraksi sinar-x HA dengan metode hidrotermal pada temperatur 200 o C pada berbagai waktu 24 jam (a), 48 jam (b) dan 72 jam (c) (hasil penelitian Earl dkk). Sumber prekursor untuk menghasilkan HA dapat juga diperoleh dari bahan alam. Bahan alam yang mulai dikembangkan yaitu koral, kerang dan cangkang telur. Penggunaan bahan tersebut sebagai sumber kalsium. Sebagian besar kandungan yang terdapat pada bahan tersebut adalah kalsit (kalsium karbonat, CaCO 3 ) 24,25,26. Senyawa HA diperoleh dengan mereaksikan kalsium dari bahan-bahan tersebut dengan senyawa yang mengandung fosfat. Ben-Nissan (2003) menunjukkan sintesis HA dengan menggunakan koral dan diamonium hidrogen fosfat dengan metode hidrotermal. Pada proses tersebut dapat memelihara struktur pori pada koral 24. Vecchio dkk (2007) melakukan sintesis HA dari kulit kerang dengan metode hidrotermal pada termperatur 180 o C dan 200 o C selama 10 hari. HA murni diperoleh dari perlakuan hidrotermal temperatur 200 o C selama 10 jam. Perlakuan dengan temperatur 180 o C selama 10 jam masih menunjukkan adanya kalsit 25.

30 30 Gambar 8 Pola difraksi sinar-x untuk HA yang menggunakan cangkang telur (hasil penelitian prabakaran). Prabakaran dkk (2005) melakukan sintesis HA dari cangkang telur. Metode yang dilakukan dengan menghilangkan komponen organik pada cangkang telur sehingga dapat menghasilkan senyawa kalsium dengan mengkalsinasi cangkang telur pada temperatur 900 o C. Kalsium yang diperoleh selanjutnya direaksikan dengan senyawa asam fosfat sehingga menghasilkan senyawa kalsium fosfat. Untuk memperoleh HA dilakukan perlakuan pemanasan pada temperatur 400, 700 dan 900 o C. Dari hasil analisis dengan difraksi sinar-x diperoleh bahwa pemanasan yang dapat menghasilkan HA yaitu pada temperatur 900 o C (Gambar 8) 26. Nurlaela dkk (2009) melakukan metode ekstraksi senyawa kalsium dari cangkang telur menjadi senyawa kalsium oksida dengan memberikan variasi temperatur, yaitu 900 dan 1000 o C dengan berbagai variasi waktu. Hasil optimum untuk menghasilkan senyawa kalsium oksida dari cangkang telur yaitu pada temperatur 1000 o C selama 5 jam 27. Penelitian in vivo mengenai penggunaan HA pada rekonstruksi tulang rahang kelinci dari bahan alam menunjukkan hasil yang sangat baik. Penelitian lain menunjukkan HA dari bahan alam memiilki osteokonduktif yang lebih baik dibandingkan dengan dari bahan sintetik 28.

31 31 Apatit karbonat (AK) Mayoritas apatit yang terdapat pada apatit biologi adalah apatit karbonat [(Ca, Na, Mg) 5 (HPO 4, PO 4, CO 3 ) 3 (OH, CO 3 )] 17,21. Pada penelitian kalsium fosfat sintetik telah diperoleh fase-fase kalsium fosfat yang sesuai dengan apatit biologi. Terbentuknya apatit karbonat sintetik yaitu dengan menambahkan karbonat dalam formulasi HA. Karbonat dapat menggantikan posisi OH - pada HA membentuk apatit karbonat tipe A dan jika menggantikan posisi (PO 4 ) 3- disebut apatit karbonat tipe B 10,11,12. Ukuran parameter kisi untuk Tipe A adalah a = 9,529 Å, b = 19,10 Å dan c = 6,860 Å. Ukuran parameter kisi untuk Tipe B nilai a = 9,309 Å dan c = 6,927 Å. Probalitas karbonat untuk membentuk apatit karbonat tipe B lebih mudah dibandingkan dengan membentuk apatit karbonat tipe A. Fenomena itu terjadi karena OH - pada HA membutuhkan energi yang lebih besar untuk lepas dari pada (PO 4 ) 3-. Apatit karbonat tipe A dapat dibentuk pada termperatur yang tinggi dan mayoritas apatit tipe B karbonat dapat dibentuk pada termperatur rendah. Sonju Clasen dkk (1997) melakukan sintesis apatit karbonat tipe A dan tipe B. Apatit karbonat tipe A disintesis pada termperatur 900 o C dengan ditambahkan gas karbon dioksida dengan laju 0,5 L/jam selama lima jam. Apatit karbonat tipe B disintesis dengan mereaksikan (NH 4 ) 2 HPO 4, (NH 4 ) 2 CO 3, dan Ca(NO 3 ) 2 lalu disimpan selama 2 jam kemudian dikeringkan pada termperatur 70 o C. Hasil yang diperoleh ditunjukkan dengan spektra FTIR (Gambar 9). Pita karbonat untuk tipe A yaitu pada bilangan gelombang 1545 dan 1460 cm -1, sedangkan pita karbonat untuk tipe B yaitu pada bilangan gelombang 1466, 1455 dan 1422 cm (a) (b) Gambar 9 Spektra FTIR untuk apatit karbonat sintetik Tipe A (a) dan Tipe B (b) (hasil penelitian Sonju Clasen dkk).

32 32 Gambar 10 Pola difraksi sinar-x hasil sintesis apatit karbonat (hasil penelitian Sari dkk). Sintesis apatit karbonat dengan metode pereaksian basah dilakukan oleh Waluyo dkk (2006). Sintesis dilakukan dari senyawa CaCl 2.2H 2 O, Na 2 HPO 4.2H 2 O dan NaHCO 3. Hasil difraksi sinar-x menunjukkan bahwa fase yang terbentuk lebih dari satu yaitu HA, apatit karbonat tipe A, apatit karbonat tipe B (Gambar 10) 30. Trikalsium fosfat (TKF) Rumus kimia TKF adalah Ca 3 (PO 4 ) 2. TKF memiliki empat polimorf: α, β, γ dan super- α. Polimorf super- α dapat diamati pada termperatur sekitar 1500 o C. Polimorf yang sering diperoleh pada TKF yaitu α dan β. α-tkf memiliki struktur monoklinik dengan parameter kisi a = 12,887 Å, b = 27,728 Å dan c = 15,219 Å. β-tkf memiliki struktur rhombohedral dengan unit sel memiliki ukuran a = 10,439 Å dan c = 37,3775 Å. Struktur β-tkf memiliki plot yang sama dengan heksagonoal 19. Sintesis TKF dilakukan dengan memberikan perlakuan temperatur tinggi. Pemanasan ini diperlukan untuk menghilangkan semua OH yang terbentuk. Termperatur pembentukan fase TKF diatas 1000 o C. β-tkf stabil sampai termperatur 1125 o C. Diatas temperatur tersebut sampai 1430 o C menjadi TKF pada fase α. Super- α TKF dapat terbentuk pada termperatur 1430 o C dan memiliki titik leleh 1756 o C,

33 33 α-tkf memiliki densitas yang lebih rendah dari pada β-tkf. α-tkf memiliki reaktivitas yang tinggi dalam sistem air dapat terhidrolisis jika dicampur dengan dikalsium fosfat dihidrat (DKFD), oksihidroksiapatit dan kalsium fosfat lain dalam berbagai macam proporsi, tergantung pada kondisi. β-tkf tidak dapat terbentuk pada sistem cair. β-tkf dikenal lebih mudah larut dari pada oksihidroksiapatit, tetapi diatas ph=6 kemampuan kelarutannya lebih kecil dibandingkan dengan kalsium fosfat lain. Selain itu, kelarutannya menurun dengan meningkatnya temperatur. Penelitian kelarutan TKF dan HA telah diamati oleh banyak peneliti. Hasil yang diperoleh bahwa TKF memiliki waktu yang lebih cepat larut 12,3 waktu dibanding HA dalam larutan penyangga asam laktik (0,4 M, ph 5,2) dan 22,3 waktu lebih besar dari HA pada larutan etilen diamin tetrasetik acid (EDTA) (0,05 M, ph 8,2). Kelarutan antara HA dan β-tkf yaitu berbeda 3 kali waktu lebih besar β-tkf. Kelarutan HA dan fase-fase TKF jika diurutkan berdasarkan kelarutannya adalah: HA< β-tkf< α TKF Untuk keperluan medis TKF memiliki sifat biodegradabel, bioaktif dan kelarutan yang tinggi. Material ini dapat digunakan untuk material implan tulang. Para peneliti melakukan sintesis TKF dengan menggunakan temperatur tinggi.. Gambar 11 Pola difraksi sinar-x TKF pada berbagai temperatur (hasil penelitian Wang dkk).

34 34 Wang dkk melakukan sintesis TKF dari senyawa kalsium fosfat sintetik kemudian diberi perlakuan beberapa variasi temperatur yaitu o C dengan interval 100 o C. Hasilnya pada temperatur 1100 dan 1200 o C menghasilkan β-tkf. Semakin tinggi temperatur maka α-tkf semakin banyak terbentuk 31 (Gambar 11). Komposit kalsium fosfat-kitosan Komposit kitosan diperoleh dengan menggabungkan kalsium fosfat dengan kitosan. Penggunaaan kitosan yaitu untuk media melekatnya kalsium fosfat. Kitosan diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitas, biokompatibel dan sifat mekanik komposit. Kitosan Kitosan merupakan polimer alami yang berpotensi digunakan sebagai matriks dalam pembuatan komposit. Ketersediaan kitosan banyak terdapat di alam. Kitosan dapat diekstrak dari kepiting atau udang 32. Kitosan merupakan polisakarida alam yang terdapat di biota laut, dengan strukturnya menyerupai glycosaminoglycansi 33. Kitosan terdiri dari glusamine dan N-acetylglusamine yang dihasilkan dari ikatan 1-4 glicosideic 34 (Gambar 12). Kitosan diperoleh dari eliminasi asetil kitin. Kitosan memiliki karakter bioresorbabel, biokompatibel, non-toksin, nonantigenik, biofungsional 35 dan osteokonduktif 36. Karakter osteokonduktif yang dimiliki kitosan dapat mempercepat pertumbuhan osteoblas sehingga dapat mempercepat pembentukan mineral tulang. Karakter lain yang dimiliki kitosan adalah tidak larut dalam air, alkali dan pelarut organik tetapi larut dalam larutan asam organik dan dapat terdegradasi oleh enzim dalam tubuh. Kitosan dapat dibentuk menjadi struktur berpori dengan freezing dan lyophilising 35. Hasil penelitian sebelumnya membentuk struktur berpori dengan metode freezing menghasilkan makropori yang homogen pada rongga permukaan dan hubungan antar mikrostruktur yang seragam dilihat dari penampang lintang rongga.

35 35 Gambar 12 Struktur monomer kitosan 33. Gambar 13 Pola difraksi sinar-x pada kitosan. Pengataman difraksi sinar-x untuk kitosan ditunjukkan pada Gambar 13. Puncak difraksi terjadi pada sudut 20 o dengan nilai lebar setengah puncak (FWHM) yang tinggi 37. Besarnya nilai FWHM menujukkan bahwa kristalinitas kitosan rendah (Gambar 13). Sintesis dan karakterisasi komposit kalsium fosfat-kitosan Sintesis komposit kalsium fosfat-kitosan untuk penggunaan implantasi tulang diperlajari dari beberapa literatur. Metode utama yaitu dilakukan dengan presipitasi ex situ dan in situ, sol gel dan pembentukan semen. Saraswaty dkk (2001) mengamati sintesis tiga dimensi jaringan HA/kitosan gelatin komposit yang dihasilkan dengan metode pemisahan fase. Fase yang dibuat yaitu, suspensi HA melalui proses dispersi dengan ultrasonik, larutan kitosan pada asam asetat dan gelatin. Pencampuran semua larutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer. Hasil yang diperoleh disimpankan dan dikeringkan dengan freeze drier. Hasil yang diperoleh semakin besar konsentrasi

36 36 kitosan-gelatin maka porositas menurun 28. Difraksi sinar-x ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar tersebut membandingkan Deglued Bone (DGB), HA dan komposit HA kitosan gelatin. Fase HA pada komposit tidak berubah, hasil difraksi hanya menggeser posisi sudut sehingga nilai parameter kisinya berubah (Tabel 3). Gambar 14 Difraksi sinar-x untuk DGB (a), HA (b) dan komposit DBGkitosan-gelatin (c) (hasil penelitian Saraswaty dkk).

37 37 Tabel 3 Parameter kisi untuk sampel hasil penelitian Saraswaty dkk Parameter kisi HA DGB Komposit a 9,418 Å 9,414 Å 9,406 Å c 6,886 Å 8,886 Å 6,880 Å Yamaguchi dkk (2003) melakukan sintesis komposit HA-kitosan dengan metode presipitasi. Larutan kitosan dalam asam asetat disiapkan dengan menambahkan bubuk kitosan pada aquabides yang dicampur dengan asam asetat. Larutan tersebut ditambahkan pada larutan H 3 PO 4 sehingga diperoleh larutan kitosan- H 3 PO 4, larutan tersebut kemudian ditambahkan pada larutan Ca(OH) 2 dalam kondisi distirring sampai ph 9. Pada saat tersebut kitosan tidak larut dan presipitasi HA terbentuk maka dapat dihasilkan komposit HA-kitosan. Hasil presipitasi kemudian disimpan selama 24 jam. Presipitat kemudian disaring dan dibilas dengan aquabidest selanjutnya dikeringkan 38. Hasil pengamatan dengan mikroskop menunjukka bahwa HA hasil presipitasi menempel pada permukaan kitosan (Gambar 15). (a) (b) Gambar 15 Mikrograf SEM Kitosan (a) dan Komposit kitosan-ha (b) (hasil penelitian Yamaguchi dkk).

38 38 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu cangkang telur ayam sebagai donor kalsium, diamonium hidrogen fosfat ((NH 4 ) 2 HPO 4 ) pro analis (Merck) dan kitosan (Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB) sebagai matriks organik. Bahan pendukung lain yang digunakan yaitu aquades, aquabides dan asam asetat. Alat yang digunakan terdiri dari dua kelompok, peralatan yang digunakan untuk pembuatan sampel dan pengujian sampel. Peralatan pembuatan sampel terdiri dari magnetic stirrer, ultrasonic chamber, hot plate, neraca analitik, thermometer digital, furnace, incubator, buret 100 ml, gelas kimia, mortar, pipette Mohr, corong, dan kertas saring (whatman 40). Pembuatan sampel dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika FMIPA-IPB. Peralatan karakterisasi sampel pada prinsipnya digunakan untuk tiga jenis analisis. Analisis struktur dilakukan dengan menggunakan difraktometer sinar-x Shimadzu Philips Diffraktometer yang terdapat di Laboratorium Terpadu bagian Kimia Kayu di Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan (Balithut) Bogor. Difraksi menggunakan sinar-x karakteristik Kα Cu (λ kαcu = 1,54002 Å). Kandungan gugus fungsi sampel dianalisis dengan spektrometer Fourier Transform Infrared (FTIR) Burker Tensor 37 milik Laboratorium Biofarmaka IPB-Bogor. Morfologi permukaan diamati dengan Mikroskop elektron JEOL SEM (Scanning Electron Microscope) yang dilakukan di Pusat Penelitian Geologi Bandung. Metode Sintesis komposit kalsium fosfat-kitosan sebagai material substitusi tulang dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk memperoleh fase kalsium fosfat kristal stabil dan kristal yang dapat larut dalam cairan tubuh. Telah diketahui fase senyawa hidroksiapatit (HA) 10 sebagai kristal stabil dan fase trikalsium fosfat (TKF) atau apatit karbonat (AK) sebagai kristal yang lebih

39 39 mudah larut oleh cairan tubuh 20. Tahap kedua melakukan sintesis dan karakterisasi komposit kalsium fosfat-kitosan. Tahap Pertama: Sintesis Kalsium Fosfat Proses ini diawali dengan kalsinasi cangkang telur untuk memperoleh senyawa kalsium. Selanjutnya dilakukan sintesis kalsium fosfat. Masing-masing tahapan diuraikan di bawah ini. 1. Kalsinasi Cangkang Telur Proses kalsinasi cangkang telur diawali dengan membersihkan cangkang dari membran dan kotoran makro dengan menggunakan aquades. Selanjutnya, dikeringkan pada termperatur ruang dan dikalsinasi pada termperatur 1000 o C selama 5 jam dengan laju kenaikan termperatur 5 o C/menit. Karakterisasi fase diamati dengan menggunakan difraksi sinar-x dan kadar kalsium diuji dengan spektroskopi serapan atom. Secara skematis proses kalsinasi cangkang telur dapat ditunjukkan pada Gambar 16. Cangkang telur yang sudah dibersihkan Kalsinasi pada T=1000 o C selama 5 jam Serbuk hasil kalsinasi Karakterisasi serapan atom Karakterisasi difraksi sinar-x Gambar 16 Proses kalisinasi cangkang telur.

40 40 2. Sintesis Kalsium Fosfat Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mereaksikan prekursor kalsium (Ca) dan prekursor fosfat (P). Prekursor Ca diperoleh dari hasil kalsinasi cangkang telur. Prekursor P diperoleh dari senyawa (NH 4 ) 2 HPO 4. Masing masing prekursor dilarutkan dalam aquabides. Kedua prekursor direaksikan dengan metode presipitasi, yang dilakukan dengan cara meneteskan 100 ml larutan (NH 4 ) 2 HPO 4 ke dalam 100 ml suspensi Ca dari hasil kalsinasi cangkang telur (Gambar 17). Presipitasi dilakukan pada termperatur 37 o C larutan diaduk dengan magnetic stirrer. Selanjutnya, hasil presipitasi diendapkan selama 24 jam pada termperatur ruang. Kemudian presipitat disaring dan dikeringkan pada termperatur 110 o C selama 5 jam. Larutan (NH 4 ) 2 HPO 4 Suspensi CaO Presipitasi T=37 o C Pengendapan selama 24 jam, T= ruang Presipitat kering Pengeringan pada T=110 o C selama 5 jam Gambar 17 Skema tahap-tahap presipitasi. Penyaringan dengan whatman 40

41 41 Presipitasi untuk sintesis HA dilakukan dengan berbagai variasi konsentrasi komponen prekursor yang dapat dilihat pada Tabel 4. Presipitat kering yang diperoleh selanjutnya disintering pada termperatur 900 o C selama 5 jam. Tabel 4 Variasi konsentrasi Ca dan P pada pembuatan HA konsentrasi Kode sampel Ca (M) P (M) 0,10 0,06 H1 0,20 0,12 H2 0,30 0,18 H3 0,40 0,24 H4 0,50 0,30 H5 Sintesis AK dilakukan setelah diperoleh fase HA optimum karena konsentrasi yang digunakan pada presipitasi AK sama dengan konsentrasi yang digunakan untuk memperoleh HA optimum. Perbandingan konsentrasi tersebut adalah 0,3 M suspensi Ca dari hasil kalsinasi cangkang telur dan 0,18 M larutan (NH 4 ) 2 HPO 4. Proses yang dilakukan seperti pada sintesis HA namun tanpa proses sintering. Untuk memperoleh fase TKF, proses presipitasi dilakukan dengan mereaksikan 100 ml larutan Ca dari hasil kalsinasi cangkang telur 0,3 M dan 100 ml larutan (NH 4 ) 2 HPO 4 0,2 M. Selanjutnya dilakukan sintering presipitat kering pada termperatur yang bervariasi mulai 1000 o C sampai 1300 o C. Variasi waktu sintering dipilih sesuai dengan kemampuan furnace. Variasi temperatur dan waktu sintering ditunjukkan pada Tabel 5. Analisis senyawa HA, AK dan TKF dilakukan dengan difraktometer sinar-x dan uji kelarutan dalam larutan Simulated Body Fluid (SBF).

42 42 Tabel 5 Variasi termperatur dan waktu pada sintesis TKF Termperatur ( o C) Waktu (jam) Kode sampel T T T T T T6 3. Uji kelarutan dalam Simulated Body Fluid (SBF) Simulated Body Fluid (SBF) adalah larutan sintetik yang memiliki komposisi ionik mendekati komposisi dalam plasma darah. Dalam penelitian ini SBF dibuat dengan mencampur larutan-larutan ionik KCl 0,8 M, NaCl 2 M, NaHCO 3 0,54 M, MgSO 4.7H 2 O 0,2 M, CaCl 2 52,5 mm, Tris+HCl 0,77 M, NaN 3 1,54 M, KH 2 PO 4 0,2 M. Pembuatan SBF mengikuti Muller L dan Muller FA (2006) dilakukan dengan cara menambahkan secara berurutan KCl, NaCl, NaHCO 3, MgSO 4.7H 2 O, CaCl 2, Tris+HCl, NaN 3, KH 2 PO 4 sesuai dengan Tabel 6 ke dalam 70 ml aquabides. Hasil pencampuran ditambah dengan aquabides sampai 100 ml. SBF yang hasilkan dengan cara yang sama telah diuji konsentrasi ionik yang ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 6 Volume larutan ionik untuk pembuatan SBF Larutan ionik SBF (ml) KCl 0,8 M 0,50 NaCl 2 M 5,60 NaHCO 3 0,54 M 2,78 MgSO 4.7H 2 O 0,2 M 0,50 CaCl 2 52,5 mm 2,50 Tris+HCl 0,77 M 5,00 NaN 3 1,54 M 1,00 KH 2 PO 4 0,2 M 0,50

43 43 Tabel 7 Komposisi ionik dalam SBF Ion Jumlah (mm) Na + 108,69 K + 5,01 Mg 2+ 1,11 Ca 2+ 0,99 Cl - 155,13 3- SO 4 3- PO 4 1,08 2,01 Pada pengujian HA dan campuran HA-AK yang dipilih adalah yang disintesis dengan konsentrasi larutan Ca dari hasil kalsinasi cangkang telur 0,3 M dan (NH 4 ) 2 HPO 4 0,18 M sedangkan TKF yang digunakan yaitu seluruh sampel TKF. Cara uji kelarutan dilakukan dengan merendam sampel dalam 10 ml SBF selama 24 dan 48 jam. Laju kelarutan diamati dengan membandingkan bobot sebelum dan setelah perendaman. Serbuk kalsium fosfat SBF 10 ml Perendaman dalam SBF (24 dan 48 jam) Penyaringan dengan whatman 40 Serbuk kalsium fosfat setelah perendaman Gambar 18 Pengujian kelarutan kalsium fosfat dalam SBF.

44 44 Tahap kedua: Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Kalisum Fosfat- Kitosan 1. Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dilakukan metode sonikasi. Larutan kitosan 2% (b/v) diperoleh dengan melarutkan serbuk kitosan dalam asam asetat 3% (v/v). Larutan kitosan yang digunakan dengan konsentrasi 2%. Larutan yang diperoleh disaring dan disimpan pada termperatur ruang selama lebih dari 12 jam untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara. Kalsium fosfat yang digunakan HA dan campuran HA-AK. Selanjutnya HA dan campuran HA-AK didispersikan dalam aquabidest dengan menggunakan ultrasonik selama 1 jam. Larutan kitosan dengan HA dan AK dicampurkan dengan fraksi massa bervariasi dengan metode sonikasi sampai homogen. Variasi fraksi massa pembuatan komposit ditunjukkan pada Tabel 8. Secara skematis pembuatan komposit kalsium fosfat-kitoan ditunjukkan pada Gambar 19. Untuk memastikan homogentitas campuran tersebut dilakukan penyimpanan selama 12 jam pada temperatur ruang. Secara visual diamati sampel terlihat tetap homogen. Selanjutnya sampel dikeringkan pada termperatur 50 o C selama 15 jam. Pembuatan sampel komposit untuk masing-masing variasi dilakukan tiga kali ulangan. Tabel 8 Variasi komposisi sintesis komposit Kitosan (C) (%) Kalsium fosfat (A) (%) Kode Sampel HA Campuran HA-AK 80 0 C1A C1A C1A C1A C2A C2A C2A C2A4

45 45 2. Karakterisasi Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan Komposit yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan difraksi sinar-x, SEM dan spektroskopi FTIR. Prngukuran difraksi sinar-x dilakukan pada rentang o dengan laju 0,02 o per detik. Untuk kedelapan sampel komposit dilakukan masing-masing 2 kali ulangan. Persiapan sampel untuk pengukuran dengan spektrometer FTIR dilakukan dengan mencampurkan 10 mg sampel dan 100 mg KBr kemudian ditekan sehingga membentuk pellet. Pengukuran FTIR dilakukan pada rentang bilangan gelombang cm -1. Untuk pengamatan morfologi dengan SEM, sebelumnya sampel dilapisi dengan emas untuk memberikan sifat konduktif pada sampel. Observasi dilakukan sampai perbesaran kali. Larutan kitosan Dispersi HA dan AK Campuran Larutan kitosan + HA dan AK Sonikasi selama 3 jam Campuran homogen Gambar 19 Proses sonikasi komposit kalsium fosfat-kitosan.

46 46 HASIL PENELITIAN Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dalam penelitian ini diperoleh dari pencampuran senyawa kalsium fosfat yang disintesis dengan menggunakan sumber kalsium dari cangkang telur ayam dan kitosan dari kulit udang. Senyawa kalsium fosfat yang digunakan terdiri dari dua fase yaitu fase stabil, hidroksiapatit (HA) dan fase yang mudah larut dalam cairan tubuh, trikalsium fosfat (TKF) atau apatit karbonat (AK). Sintesis kalsium fosfat diawali dengan melakukan kalsinasi cangkang telur pada temperatur 1000 o C selama 5 jam. Metode ini merupakan metode optimum untuk menghasilkan kalsium oksida (CaO) dari cangkang telur 29. Kalsinasi bertujuan untuk mengeliminasi komponen organik dan mengkonversi senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) sebagai komponen utama cangkang telur menjadi CaO. Prediksi reaksi tersebut yaitu : CaCO 3 CaO + CO 2 Hasil kalsinasi menunjukkan adanya eliminasi komponen-komponen tersebut dilihat dari data pengurangan massa setelah kalsinasi. Rata-rata pengurangan massa selama proses kalsinasi adalah 34,33%. Ini berarti efisiensi senyawa kalsium yang dihasilkan sebesar 65,67%. Data perubahan massa untuk 5 kali ulangan diperlihatkan dalam Tabel 9. Tabel 9 Efisiensi kalsinasi cangkang telur pada temperatur 1000 o C selama 5 jam Ulangan Massa sebelum kalsinasi (gram) Massa setelah kalsinasi (gram) Efisiensi massa hasil kalsinasi (%) 1 5,81 3,8 65,40 2 6,96 4,18 60,06 3 6,57 4,4 66,97 4 6,35 4,1 64,57 5 6,00 4,28 71,33 Rata-rata massa (%) 65,67 ± 4,07

47 47 CaO Intensitas (counts/s) CaCO 3 2 θ ( o ) Gambar 20 Pola difraksi sinar-x hasil kalsinasi cangkang telur pada temperatur 1000 o C selama 5 jam. Hasil kalsinasi dianalisis dengan difraksi sinar-x dan spektroskopi serapan atom. Identifikasi material hasil kalsinasi cangkang telur menggunakan pola difraksi sinar-x (Gambar 20) mengacu pada data Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS untuk CaO ( ) dan CaCO 3 ( ). Hasil penyesuaian puncak-puncak tertinggi pada nilai 2θ 32,3 o, 37,48 o, 54,3 o, 64,41 o, 67,6 o, 79,93 o dan 88,85 o milik CaO dan puncak pada 18 o, 23,05 o, 29,4 o dan puncak dengan intensitas rendah lainnya milik CaCO 3. Pengukuran kandungan kalsium pada hasil kalsinasi dilakukan dengan menggunakan spektrometer serapan atomya. Hasil pengukuran menunjukkan sampel mengandung kalsium 70,86% (b/b). Hasil ini selanjutnya digunakan untuk perhitungan stoikiometri sintesis senyawa kalsium fosfat. Massa hasil sintering presipitat kering yang diperoleh dari presipitasi dengan berbagai konsentrasi senyawa kalsium dan (NH 4 ) 2 HPO 4 pada proses sintesis hidroksiapatit (HA) diperlihatkan dalam Tabel 10. Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa massa yang diperoleh dari proses sintering lebih kecil dari jumlah komponen senyawa yang digunakan. Data ini dapat menginformasikan efisiensi penggunaan kedua komponen. Nilai efisiensi yang memiliki hasil yang cukup tinggi terdapat pada interval konsentrasi Ca 0,2-0,4 M. Hasil efisiensi

48 48 tertinggi sebesar 65,47% pada sampel H3 sedangkan nilai efisiensi terendah sebesar 50,67% pada sampel H1. Tabel 10 Effisiensi penggunaan senyawa kalsium dari cangkang telur dan (NH 2 )HPO 4 pada sintesis HA Kode Konsentrasi (M) Massa (gram) Massa hasil Efisiensi Sampel Senyawa (NH 2 )HPO 4 Senyawa (NH 2 )HPO 4 sintering (%) Ca Ca (gram) H1 0,10 0,06 0,57 0,79 0,69 50,67 H2 0,20 0,12 1,13 1,58 1,75 64,50 H3 0,30 0,18 1,70 2,38 2,67 65,47 H4 0,40 0,24 2,26 3,17 3,54 65,21 H5 0,50 0,30 2,83 3,96 4,16 61,29 Penetuan produk HA optimum dilakukan dengan uji difraksi sinar-x. Pola hasil difraksi tersebut dicocokkan dengan data JCPDS untuk HA. Hasil penyesuaian diperoleh bahwa seluruh puncak difraksi sesuai dengan pola HA terjadi pada perbandingan molaritas Ca dan P (0,01 : 0,06) M [H1], (0,02 : 0,12) M [H2] dan (0,03 : 0,18) M [H3] sedangkan pada sampel dengan perbandingan Ca dan P (0,40 : 0,24) M [H4] dan (0,50 : 0,30) M [H5] selain puncak-puncak yang bersesuaian dengan HA terdapat pula puncak pada 2θ = 31,27 o pada sampel H4 dan 31,31 o pada sampel H5 yang menunjukkan kemungkinan kehadiran α-tkf (trikalsium fosfat). Seluruh pola difraksi untuk sampel HA dapat dilihat dalam Lampiran 4. Untuk mewakili pola difraksi sinar-x sampel HA diperlihatkan pada Gambar 21. Gambar 21a memperlihatkan pola difraksi untuk H3 sebagai contoh dari sampel yang seluruh puncaknya bersesuaian dengan HA dan Gambar 21b memperlihatkan pola difraksi untuk H5 sebagai contoh dari sampel memiliki puncak selain HA.

49 (a) Intensitas (counts/s) (b) x θ ( o ) Gambar 21 Pola difraksi sinar-x sampel HA dengan perbandingan Ca:P (0,30:0,18) M H3 (a) dan (0,50:0,30) M. H5 (b). Tabel 11 Ukuran parameter kisi sampel HA Konsentrasi Parameter kisi (Å) Kode Sampel HA CaO (M) (NH 4 ) 2 HPO 4 (M) a c H1 0,10 0,06 9,294 6,781 H2 0,20 0,12 9,454 6,911 H3 0,30 0,18 9,420 6,881 H4 0,40 0,24 9,397 6,863 H5 0,50 0,30 9,477 7,015

50 50 Struktur unit kristal HA berbentuk heksagonal dengan parameter kisi a = b = 9,418 Å dan c = 6,881 Å. Dengan pola difraksi, parameter kisi sampel HA dapat dihitung dengan menggunakan metode Cohen yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 11. Berdasarkan tabel tersebut parameter kisi H3 memiliki nilai yang paling mendekati dengan data JCPDS yaitu a = b =9,420 Å dan c = 6,881 Å. Berdasarkan hasil penyesuaian dengan JCPDS dan efisiensi tertinggi maka sampel yang paling optimum yaitu H3 dengan perbandingan konsentrasi Ca 0,3 M dan (NH 4 ) 2 HPO 4 0,18 M. Kekonsistenan sampel H3 diamati dengan melakukan ulangan sebanyak tiga kali. Hasil pola difraksi ulangan kedua dan ketiga yang diperlihatkan pada Lampiran 4. Pola tersebut menunjukkan pola yang bersesuaian dengan HA dan parameter kisi yang diperoleh a = b = (9,419 ± 0,004) Å dan c = (6,881 ± 0,002) Å. Ukuran kristal hasil dihitung melalui rumus Debye Scherrer. Untuk semua sampel ukuran kristal dihitung pada puncak 25,89 o untuk bidang (0 0 2) dan 32,90 o untuk bidang (3 0 0) yang bersesuaian dengan pajang c dan a. Perhitungan ukuran kristal untuk semua sampel HA ditunjukkan dalam Lampiran 6. Hasil perhitungan dapat dilihat dalam Tabel 12. Tabel 12 Ukuran kristal pada bidang h k l (0 0 2) dan (3 0 0) untuk sampel HA Kode Sampel Konsentrasi D (0 0 2) D (3 0 0) HA CaO (M) (NH 4 ) 2 HPO 4 (M) (nm) (nm) H1 0,10 0,06 28,29 34,49 H2 0,20 0, H3 0,30 0, H4 0,40 0, H5 0,50 0, Perbandingan 0,3 M larutan senyawa kalsium dan 0,18 M larutan (NH 4 ) 2 HPO 4 telah diketahui sebagai kosentrasi optimum maka untuk memperoleh senyawa Apatit karbonat (AK) dipilih perbandingan konsentrasi tersebut. Pola difraksi sinar-x untuk sampel AK diperlihatkan dalam Gambar 22.

51 (a) Intensitas (counts/s) θ ( o ) Gambar 22 Pola difraksi sinar-x sampel apatit karbonat (a) dan HA (b). (b) Pola difraksi sinar-x sampel AK memperlihatkan kurva yang lebih lebar dibandingkan dengan pola difraksi HA. Pelebaran puncak menunjukkan ukuran kristal yang lebih kecil. Selain itu terdapat perbedaan puncak sudut pada 2θ = 31,73 o sampel HA dan 32,02 o untuk sampel AK menunjukkan kehadiran karbonat pada kristal. Adanya puncak-puncak yang lebar dimungkinkan bahwa sampel merupakan campuran HA dan AK. Identifikasi adanya karbonat dalam kristal diamati dari spektra FTIR untuk sampel HA dan AK (Gambar 23). Pita transmitansi yang muncul dikedua sampel terdapat pada bilangan gelombang cm -1 untuk vibrasi bending asimetri fosfat (υ 4 -PO 4 ), 958 cm -1 untuk vibrasi stretching fosfat (υ 1 -PO 4 ) dan cm -1 untuk vibrasi stretching asimetri fosfat (υ 3 -PO 4 ) 40,41,42. Pita-pita tersebut menunjukkan kehadiran senyawa kalsium fosfat.

52 52 Pita transmitansi yang mengindikasikan perbedaan HA dan AK adalah puncak pita pada bilangan gelombang 630 dan 3568 cm -1 untuk spektra HA dan puncak pita pada bilangan gelombang 862, 1411 dan 1438 cm -1 untuk spektra AK. Puncak pita bilangan gelombang 630 dan 3568 cm -1 menunjukkan pita transmitansi untuk OH pada Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 sebagai karakteristik HA. Puncak pita pada bilangan gelombang 862, 1411 dan 1438 cm -1 menunjukkan adanya karbonat dengan bentuk apatit karbonat tipe B 40,41,42. Tidak adanya puncak pita OH karakteristik HA sangat dimungkinkan hadirnya apatit karbonat tipe B. Untuk selanjutnya sampel AK ini disebut sampel campuran HA-AK. Trikalsium fosfat (TKF) diperoleh dengan sintering berbagai temperatur hasil presipitasi larutan dengan konsentrasi larutan senyawa kalsium 0,3 M dan larutan (NH 4 ) 2 HPO 4 0,2 M (Tabel 5). Nilai konsentrasi ini dipilih sesuai perbandingan stoikiometri TKF (Ca 3 (PO 4 ) 2 ). Tabel 13 memperlihatkan massa yang dihasilkan pada proses sintesis TKF. OH υ 1-PO 4 (a) Transmitansi OH CO υ 3-PO 4 CO υ 1-PO 4 υ 4-PO 4 (b) OH υ 4-PO υ 3-PO Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 23 Spektra FTIR untuk sampel Hidroksiapatit (HA) (a) dan Apatit Karbonat (AK) (b).

53 53 Tabel 13 Efisiensi penggunaan senyawa kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur dan (NH 4 ) 2 HPO 4 pada sintesis TKF Kode Sintering Massa hasil sintering Sampel Temperatur ( o C) Waktu (Jam) (gram) Efektifitas (%) T ,15 49,57 T ,75 63,41 T ,85 65,74 T ,90 66,75 T ,55 58,79 T ,46 56,61 Massa yang digunakan pada proses presipitasi sama untuk semua sampel TKF sebanyak 1,7 gram serbuk senyawa kalsium hasil kalsinasi cangkang telur dan 2,64 gram serbuk (NH 4 ) 2 HPO 4. Efisiensi tertinggi pada sintesis TKF yaitu sampel T4 sintering pada temperatur 1100 o C selama 3 jam sebesar 66,75% (a) α-tkf Intensitas (counts/s) α-tkf (b) θ ( o ) Gambar 24 Pola difraksi sinar-x untuk sampel TKF sintering 1000 o C selama 5 jam (a) dan sintering 1300 o C selama 5 jam (b).

54 54 Penetuan terbentuknya fase TKF dilakukan dengan difraksi sinar-x. Pola hasil difraksi tersebut dicocokkan dengan data JCPDS untuk HA, untuk TKF, untuk α-tkf dan untuk β-tkf. Pola difraksi sinar-x menunjukkan hasil yang sama pada semua sampel TKF, mayoritas bersesuaian dengan HA, α-tkf muncul dengan intensitas yang rendah pada nilai 2θ=32,20 o. Tingginya pembentukan TKF ditunjukkan dengan kenaikan intensitas kurva difraksi. Pola difraksi sinar-x untuk semua sampel TKF dapat dilihat dalam Lampiran 7. Untuk menunjukkan kesamaan pola difraksi sinar-x untuk sampel TKF, Gambar 24 menjukkan pola difraksi sinar-x untuk sampel dengan sintering 1000 o C selama 5 jam [T1] dan sintering 1300 o C selama 5 jam [T6]. Penentuan kristal apatit yang stabil dan yang lebih mudah larut dalam cairan tubuh ditentukan melalui uji kelarutan sampel dalam larutan Simulated Body Fluid (SBF). Uji kelarutan sampel HA, campuran HA-AK serta TKF dalam SBF dilakukan dalam dua waktu perendaman yaitu, 24 jam dan 48 jam. Hasil uji kelarutan ditunjukkan dalam Tabel 14. Dari hasil yang diperoleh massa kalsium fosfat untuk semua sampel pada perendaman 48 jam terlarut dua kali lebih besar daripada perendaman 24 jam. Senyawa HA memiliki kelarutan yang paling rendah sedangkan campuran HA-AK memiliki kelarutan yang paling tinggi. Jadi senyawa yang dipilih dalam pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan adalah HA dan campuran HA-AK. Tabel 14 Kelarutan sampel kalsium fosfat dalam SBF Sampel Kelarutan (%) Pada 24 jam Pada 48 jam Campuran HA-AK 2,29±0,16 4,61±0,62 HA 0,34±0,02 0,69±0,01 T1 0,45±0,06 0,89±0,14 T2 0,40±0,05 1,00±0,36 T3 0,60±0,09 1,50±0,24 T4 0,47±0,01 1,06±0,14 T5 0,53±0,01 1,03±0,17 T6 0,45±0,13 1,06±0,24

55 55 Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan komersial. Untuk mengetahui karakteristik kitosan yang digunakan dilakukan pengujian dengan difraksi sinar-x dan spektroskopi FTIR. Pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa kitosan hanya memiliki puncak dengan nilai FWHM yang tinggi pada 2θ = 20 o sebesar 2,4 o yang diperlihatkan pada Gambar 25. Kurva difraksi berada cukup atas garis nol menunjukkan bahwa kitosan memiliki struktur campuran kristal dan amorf. 500 Intensitas (counts/s) θ 2 Gambar 25 Pola difraksi sinar-x kitosan. 1 0,8 Transmitansi 0,6 0,4 0, OH NH 3400 CH NH CH CO 1400 CO Bilangan Gelombang (cm- 1 ) Gambar 26 Spektra FTIR kitosan.

56 56 Gugus-gugus fungsi yang terkandung dalam kitosan diidentifikasi dari pitapita transmitansi pada spektra FTIR kitosan (Gambar 26). Pita transmitansi pada bilangan gelombang cm -1 menunjukkan pita vibrasi C-O, pada bilangan gelombang cm -1 dan cm -1 menunjukkan pita vibrasi bending C-H dari CH 3, pada bilangan gelombang cm -1 menunjukkan pita vibrasi N-H, pada bilangan gelombang cm -1 menunjukkan pita vibrasi stretching C-H dari CH 2 dan pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm -1 pita vibrasi O-H yang overlap dengan pita vibrasi N-H 43. Proses pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dilakukan dengan mendispersikan partikel-partikel HA dan AK pada serat kitosan prediksi proses dibawah ini. Massa komposit kalsium fosfat yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan jumlah komponen yang digunakan. Massa hasil sintesis komposit terdapat pada Tabel Kitosan HA dan AK Komposit kalsium fosfat-kitosan Tabel 15 Massa komposit kalisum fosfat-kitosan Kitosan (C) (%) HA Campuran HA-AK Kode Sampel Jumlah massa masing-masing senyawa (gram) Massa yang dihasilkan (gram) 80 0 C1A1 2,001 ± 0,00 1 1,982 ± 0, C1A2 2,002 ± 0,001 1,982 ± 0, C1A3 2,032 ± 0,051 1,947 ± 0, C1A4 2,002 ± 0,001 1,987 ± 0, C2A1 2,002 ± 0,001 1,967 ± 0, C2A2 2,002 ± 0,000 2,037 ± 0, C2A3 2,002 ± 0,000 1,970 ± 0, C2A4 2,001 ± 0,001 1,965 ± 0,013

57 57 Pengaruh kitosan diamati pada sampel HA dan campuran HA-AK yang ditambahkan dengan 20 dan 30% kitosan. Penambahan kitosan baik pada sampel HA maupun campuran HA-AK menunjukkan pola yang sama, tidak terdapat penambahan atau pengurangan puncak difraksi jadi senyawa HA maupun campuran HA-AK dalam komposit tidak terjadi perubahan fase. Namun berpengaruh terhadap intensitas puncak yakni semakin tinggi kandungan kitosan semakin rendah intensitas kristal HA maupun campuran dan terjadi pelebaran puncak. Gambar 27 menujukkan pola difraksi sinar-x untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan menggunakan HA pada variasi perbandingan HA dan kitosan. Ukuran kristal dihitung dengan rumus Debye Scherre. Hasilnya diperlihatkan dalam Gambar 28. Semakin besar persentase kitosan yang ditambahkan maka ukuran kristal semakin kecil. Ukuran kristal HA dari 33,33 nm menjadi 18,32 nm untuk bidang (0 0 2) dan dari 33,84 nm menjadi 20,91 nm untuk bidang (3 0 0). Untuk campuran HA-AK penurunan ukuran tidak sebesar penurunan pada HA dari 15,01 nm menjadi 12,84 nm untuk bidang (0 0 2) dan dari 15,11 nm menjadi 9,26 nm untuk bidang (3 0 0). 800 (a) Intensitas (counts/s) (b) θ ( o ) Gambar 27 Pola difraksi sinar-x untuk komposit kalsium fosfat-kitosan variasi perbandingan HA dan kitosan (80:20)% (a) dan (70:30)% (b).

58 Ukuran Kristal (nm) Tanpa kitosan Kitosan 20% Kitosan 30% Sampel HA-kitosan campuran HA-AK kitosan Bidang (0 0 2), HA Bidang (0 0 2), Campuran HA-AK Bidang (3 0 0), HA Bidang (3 0 0), Campuran HA-AK Gambar 28 Grafik ukuran kristal pada HA dan campuran HA-AK terhadap pengaruh kitosan. OH υ 1-PO 4 OH υ 3-PO 4 υ 4-PO 4 Transmitansi OH OH CH NH NH CO CO υ 3-PO 4 υ 1-PO 4 υ 1-PO 4 OH υ 4-PO 4 OH υ 4-PO 4 υ 3-PO OH NH CH CH NH 1600 CO CO Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 29 Spektra FTIR untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan variasi perbandingan HA dan kitosan (100:0)% (a), (80:20)% (b), (70:30)% (c) dan (0:100)% (d).

59 59 Pola difraksi sinar-x tidak dapat mengidentifikasi kehadiran kitosan. Untuk mengidentifikasi kitosan dilakukan analisis dengan menggunakan FTIR. Spektra FTIR untuk sampel komposit HA dan kitosan ditampilkan pada Gambar 29. Tidak adanya perubahan fase HA dari hasil difraksi sinar-x didukung pula oleh tidak ada perubahan bentuk pita transmitansi fosfat untuk vibrasi bending asimetri fosfat υ 4 -PO 4 pada bilangan gelombang cm -1, vibrasi stretching fosfat (υ 1 -PO 4 ) pada bilangan gelombang 958 cm -1 dan vibrasi stretching asimetri fosfat (υ 3 -PO 4 ) pada bilangan gelombang cm -1. Perubahan terjadi pada semakin lebar pita transmitansi pita transmitansi υ 4 -PO 4 dan υ 3 -PO 4 terhadap penambahan kitosan. Kitosan diamati dengan membandingkan antara pita-pita HA dan kitosan dengan pita-pita yang terdapat pada komposit. Pita transmitansi kitosan terdapat pada bilangan gelombang cm -1 menunjukkan pita vibrasi C-O, cm -1 dan cm -1 menunjukkan pita vibrasi bending C-H dari CH 3, cm -1 menunjukkan pita vibrasi N-H, cm -1 menunjukkan pita vibrasi stretching C-H dari CH 2 dan sekitar 3400 cm -1 mengindikasikan pita vibrasi O-H yang overlap dengan pita vibrasi N-H. Semakin besar jumlah kitosan pita transmitasi semakin besar. Spektra FTIR pada komposit dengan menggunakan HA dan campuran HA-AK, semakin bertambahnya kitosan menyebabkan pita transmitansi kitosan semakin tinggi. Komposit dengan kitosan 30% dengan campuran HA-AK teramati secara visual hasil pengeringan tampak masih terdapat kitosan yang tidak berinteraksi dengan apatit seperti lembaran. Karena hal tersebut maka spektra FTIR untuk sampel kitosan 30% dengan campuran HA-AK terlihat pita kitosan mendominasi komposit, ditandai dengan pita vibrasi fosfat sebagai indikator apatit tertutup dengan adanya overlaping yang tinggi dengan kitosan. Spektra FTIR untuk komposit campuran HA-AK yang diperlihatkan pada Gambar 30. Derajat belah pada pita vibrasi υ 4 -PO 4 berkorelasi dengan ukuran kristal. Derajat belah pita tersebut semakin berkurang seiring dengan penambahan kitosan. Data ini memperkuat hasil perhitungan ukuran kristal dari data difraksi sinar-x.

60 60 OH NH NH CO CO υ 1-PO 4 υ 3-PO 4 υ 4-PO 4 (a) (b) Transmitansi OH NH NH CO υ 3-PO 4 υ 4-PO 4 (c) OH NH NH CO υ 3-PO 4 CO υ 4-PO 4 (d) 4000 OH NH CH CO NH CO Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 30 Spektra FTIR untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan variasi perbandingan campuran HA-AK dan kitosan (100:0)% (a), (80:20)% (b), (70:30)% (c) dan (0:100)% (d). Pengaruh penggunaan perbandingan HA dan campuran HA-AK dalam komposit diamati pada penambahan 20 dan 30% kitosan. Penambahan campuran HA-AK dari 20% dan 30% cenderung melebarkan kurva difraksi dan menurunkan intensitas. Pola difraksi untuk komposit kalsium fosfat-kitosan dengan perbandingan kalsium fosfat dan kitosan (80:20)% terdapat pada Gambar 31 dan untuk (70:30)% pada Gambar 32. Pola difraksi seluruh sampel komposit tidak menunjukkan adanya pergeseran sudut setiap puncaknya. Perubahan terjadi adanya pelebaran puncak difraksi, mengindikasikan adanya kandungan apatit karbonat. Semakin tinggi campuran HA-AK maka kurva difraksi semakin lebar. Pelebaran ini berpengaruh pada ukuran kristal.

61 61 Intensitas (counts/s) 2θ Gambar 31 Pola difraksi sinar-x komposit kalsium fosfat kitosan 20% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (80:0)% (a), (64:16)% (b), (56:24)% (c) dan (0:80)% (d). Ukuran kristal komposit kalsium fosfat-kitosan terhadap pengaruh perbandingan HA dan campuran HA-AK terdapat pada Gambar 33 dan Gambar 34. Pada gambar tersebut menunjukkan grafik hubungan perbandingan HA dan campuran HA-AK terhadap kitosan. Perbandingan kalsium fosfat dan kitosan (80:20)% dan (70:30)%. Pada kalsium fosfat 80% memiliki perbandingan HA dan campuran HA-AK (80:0)%, (64:16)%, (56:24) dan (0:80)% dan pada kalsium fosfat 70% perbandingan HA dan campuran HA-AK (70:0)%, (56:14)%, (49:21)% dan (0:70)%. Jika dikonversi jumlah kalsium fosfat jadi 100% maka

62 62 perbandingan HA dan campuram HA-AK pada kitosan 20 dan 30% menjadi (100:0)%, (80:20)%, (70:30)% dan (0:100)%. Semakin tinggi perbandingan campuran HA-AK untuk kedua penambahan kitosan menunjukkan bahwa ukuran kristal menurun. Meskipun tidak diketahui secara pasti jumlah apatit karbonat dalam sampel komposit dapat diamati bahwa dengan adanya karbonat dapat menurunkan derajat kristal. Perubahan ukuran kristal tidak diiringi dengan perubahan parakisi komposit yang cenderung tetap (Lampiran 12). Intensitas (counts/s) 2θ Gambar 32 Pola difraksi sinar-x komposit kalsium fosfat kitosan 30% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (70:0)% (a), (56:14)% (b), (49:21)% (c) dan (0:70)% (d).

63 Ukuran Kristal (nm) HA 100%: (C.HA dan AK) 0% HA 80%: (C.HA dan AK) 20% HA 70%: (C.HA dan AK) 30% HA 0%: (C.HA dan AK)100% Sampel Kitosan 20% Kitosan 30% Gambar 33 Grafik ukuran kristal bidang (3 0 0 ) komposit kalisum fosfat-kitosan dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK Ukuran Kristal (nm) HA 100%: (C.HA dan AK) 0% HA 80%: (C.HA dan AK) 20% HA 70%: (C.HA dan AK) 30% HA 0%: (C.HA dan AK)100% Sampel Kitosan 20% Kitosan 30% Gambar 34 Grafik ukuran kristal bidang (0 0 2) komposit kalisum fosfat-kitosan dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK.

64 64 Pengamatan kandungan kitosan yang terdapat pada komposit diamati dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Spektra FTIR dapat dilihat pada Gambar 35 untuk komposit dengan kitosan 20% dan Gambar 36 dan untuk komposit dengan kitosan 30%. Spektra FTIR menunjukkan adanya kitosan pada komposit dengan teridentifikasinya pita N-H, C-H, dan C-O pada 1630 cm -1, 2958 dan 2856 cm -1 secara berturut-turut 30. Pengaruh kitosan sangat nampak pada penambahan kitosan 30%. Ditandai dengan luasnya pita puncak-puncak kitosan. Pada penambahan kitosan 20% masih dapat diidentifikasi pita-pita vibrasi dari apatit secara jelas. OH CO NH υ 1-PO 4 (a) Transmitansi OH OH CH NH CO NH CO υ 3-PO 4 υ 1-PO 4 υ 3-PO 4 υ 1-PO 4 υ 4-PO 4 (b) υ 4-PO 4 (c) OH CH NH CO υ 3-PO 4 υ 1-PO 4 υ 4-PO 4 (d) υ 3-PO υ 4-PO Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 35 Spektra FTIR komposit kalsium fosfat kitosan 20% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (80:0)% (a), (64:16)% (b), (56:24)% (c) dan (0:80)% (d).

65 65 Pita-pita transmitansi kitosan pada komposit dengan panambahan kitosan 30% menunjukkan bahwa kitosan tidak bercampur secara merata semakin banyak campuran HA-AK pita vibrasi kitosan semakin tinggi dan semakin mendominasi.. Pita transmitansi untuk υ 4 -PO 4 digunakan sebagai indikator apatit. Pada sampel yang mengandung HA relatif tinggi pita fosfat ini masih tampak pada FTIR indikasi apatit masih tampak jelas. Semakin tinggi kandungan campuran yang ditambahkan indikasi ini semakin kecil dan didominasi oleh pita kitosan. (a) OH CH NH CO υ 3-PO 4 υ 1-PO 4 υ 4-PO 4 (b) Transmitansi OH NH CH NH CO υ 1-PO 4 υ 3-PO 4 υ 4-PO 4 (c) (d) OH NH CH NH CO υ 3-PO 4 CO υ 4-PO 4 OH NH NH CO υ 3-PO 4 υ 4-PO Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 36 Spektra FTIR komposit kalsium fosfat kitosan 30% dengan berbagai perbandingan HA dan campuran HA-AK (70:0)% (a), (56:14)% (b), (49:214)% (c) dan (0:70)% (d).

66 66 (a) (b) (c) Gambar 37 Mikrograf kitosan (a), Hidroksiapatit (HA) (b) dan campuran HA- (AK) (c).

67 67 (a) (b) Gambar 38 (c) Mikrograf komposit kalsium fosfat-kitosan dengan variasi perbandingan HA, campuran HA-AK dan kitosan (64:16:20)% (a), (56:24:20)% (b) dan (0:80:20)% (c).

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI

PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI AI NURLAELA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan bagian substansial pada sistem skeletal manusia. Jaringan tulang mempunyai empat fungsi utama antara lain fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA 1 ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA SETIAUTAMI DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (2): 42-48 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Hardiyanti, K. Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI

PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI PENUMBUHAN KRISTAL APATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK PADA KITOSAN DENGAN METODE PRESIPITASI AI NURLAELA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA SINTESIS KOMPOSIT BIOMATERIAL (β-ca 3 (PO 4 ) 2 ) (ZrO) BERBASIS CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK SEBAGAI SUMBER KALSIUM UNTUK SINTESIS MINERAL TULANG

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK SEBAGAI SUMBER KALSIUM UNTUK SINTESIS MINERAL TULANG p-issn: 1693-1246 e-issn: 2355-3812 Januari 2014 DOI: 10.15294/jpfi.v10i1.3054 PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM DAN BEBEK SEBAGAI SUMBER KALSIUM UNTUK SINTESIS MINERAL TULANG THE USE OF HEN S AND

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang

Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang Synthesis and Characteritation of Bone Graft from Hydroxyapatite/Collagen/Chitosan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (1): 42-53 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING N. Selvia,* K. Dahlan, S. U. Dewi. Bagian Biofisika, Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI i OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan produk industri barang pecah belah, seperti perhiasan dari tanah, porselin, ubin, batu bata, dan lain-lain

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat TUGAS AKHIR Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat Disusun : AGUS DWI SANTOSO NIM : D200 050 182 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of the art dalam bidang orthopedik Tulang adalah salah satu bahan komposit yang tersusun dari collagen (polimer) dan mineral (keramik). Secara umum, ada dua jenis tulang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Kalsium Fosfat Senyawa kalsium fosfat merupakan komponen utama pada mineral tulang. Senyawa kalsium fosfat sintetik diperoleh dengan mencampurkan prekursor kalsium dan fosfat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa dari hasil studi dari Depkes dan beberapa yayasan swasta di Indonesia pada tahun didapatkan data:

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa dari hasil studi dari Depkes dan beberapa yayasan swasta di Indonesia pada tahun didapatkan data: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa hidroksiapatit merupakan senyawa biokeramik yang dibentuk dari unsur utama kalsium dan fosfor dengan rumus Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2. Saat ini, hidroksiapatit banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan untuk prosedur transplantasi (Ana dkk., 2008). Setiap tahun, lebih dari lima ratus ribu prosedur

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP Jurnal Biofisika 8 (1): 25-33 SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP I. P. Ramadhani, * S. T. Wahyudi*, S. U. Dewi Bagian Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI Nurul Fitria Apriliani 1108 100 026 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitasi yang baik,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH

KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN Disusun : GINANJAR PURWOJATMIKO D 200 040 020 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI Djarwani S. Soejoko dan Sri Wahyuni Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit 3 Uji Mikrostruktur dengan SEM Sampel ditempelkan pada cell holder kemudian disalut emas dalam keadaan vakum selama waktu dan kuat arus tertentu dengan ion coater. Sampel dimasukkan pada tempat sampel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C TUGAS AKHIR STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C Disusun : ANDY HERMAWAN NIM : D200 050 004 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci