6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 155 6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Simulasi Perubahan Fase Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Untuk memperoleh spektrum frekuensi dari gelombang ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan amplitude dalam satuan db, dilakukan dengan cara yang dijelaskan pada Subbab 3.3 metodologi melalui Gambar 32. Gambar spektrum untuk 1 ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dapat dilihat pada Gambar 114 Dalam bentuk tabel, amplitude dalam satuan db dari spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm untuk 5 (lima) dapat dilihat pada Tabel 16. Gambar 114. Spektrum frekuensi gelombang perubahan fase gerakan ikanikanan berukuran 20 x 25 cm dari 1.

2 156 Tabel 16. Besar amplitude spektrum dari 5 (lima) ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dalam db Frekuensi No (Hz) , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E+01 Dari spektrum pada Gambar 114 dapat dilihat frekuensi yang dominan berada pada frekuensi 0 Hz sampai dengan 160 Hz dengan batas pengamatan 40 db, sehingga dalam pembahasan ini pengamatan dilakukan maksimum sampai frekuensi 190 Hz. Hal tersebut berarti frekuensi range gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berkisar 20 sampai sekitar 160 Hz. Untuk membandingkan spektrum dari kelima tersebut agar dapat jelas dilihat perbedaannya, digunakan amplitude dalam skala linear yang dinormalisir dimana nilai amplitude terbesar adalah 1 (satu) yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel tersebut diperoleh dari hasil olahan MS Excel berdasarkan bilangan ASCII suatu amplitude spektrum gelombang perubahan fase hasil uji coba hasil olahan FFT dengan menggunakan perangkat lunak wavelab. Selanjutnya besarnya amplitude tersebut dikonversi ke skala linear yang dinormalisir. Tabel 17. Amplitude spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dalam skala linear yang dinormalisir No. Frekuensi (Hz) , , , , , , , , Dari data pada Tabel 17 tersebut diatas, diperoleh perbandingan spektrum frekuensi dalam bentuk puncak kemiringan (envelope) dari kelima hasil

3 157 untuk ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm yang dapat dilihat pada Gambar 115. Dari gambar tersebut dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum 1 (satu) sampai ke 4 (empat) mendekati sejajar, kecuali garis kemiringan puncak spektrum kelima membentuk sudut 30 0 akibat posisi ikanikanan mulai berubah. 1.2 Perbandingan spektrum 5 ikan-ikanan berbadan lebar Amplitude (skala norm) perc 1 perc 2 perc 3 perc 4 perc ,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Gambar 115. Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan berukuran 30 cm Dengan cara yang sama seperti pada ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm, perbandingan spektrum frekuensi dari ikan-ikanan berukuran 30 cm untuk 5 (lima) dapat dilihat pada Gambar 116, yang diperoleh berdasarkan bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm yang sebagian terdapat pada Gambar 81. Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum saling sejajar hanya pada 2 (dua) dan 3 (tiga). sedangkan 1 (satu) membentuk sudut sebesar 30 0 dengan spektrum pada 2 (dua). Demikian pula spektrum 3 (tiga) membentuk sudut 40 0 dengan spektrum 2 (dua). Hal ini disebabkan pada 2 (dua) dan 4 (empat) posisi ikan-ikanan berubah akibat bentuknya yang panjang sehingga mudah dibelokkan oleh arus air. Demikian pula beberapa ikan-ikanan pada akhir posisinya tidak lagi sejajar.

4 158 Perbandingan spektrum 4 ikan-ikanan panjang 1.2 Amplitude (skala norm) Perc 1 Perc 2 Perc 3 Perc ,83 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 116. Spektrum ikan-ikanan berukuran 30 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan berukuran 10 cm Berdasarkan bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm yang sebagian terdapat pada Gambar 85, diperoleh spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm untuk 4 (empat) yang dapat dilihat pada Gambar 117. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan kecil untuk perc perc perc perc ,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Gambar 117. Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm.

5 159 Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum setiap saling sejajar yang berarti spektrum untuk semua ikan ikanan berukuran 10 cm bentuknya sama Perbandingan spektrum ikan-ikanan dengan permukaan tripleks dan karet Spektrum frekuensi dalam bentuk garis puncak ikan-ikanan dengan permukaan tripleks dan permukaan dari karet masing-masing untuk dua dapat dilihat pada Gambar 118. Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum dua ikan-ikanan dengan permukaan dari tripleks maupun dari karet masingmasing saling sejajar. Tetapi kemiringan garis puncak spektrum permukaan karet dengan permukaan dari tripleks membentuk sudut 33 0, yang berarti deteksi ikanikanan dari perbedaan jenis bahan permukaannya dapat saling diidentifikasikan. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum untuk ikanikanan lebar bahan karet & tripleks karet 1 karet 2 tripleks 1 tripleks ,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Gambar 118. Spektrum gerakan ikan-ikanan dengan permukaan dari tripleks dan karet.

6 Perbandingan spektrum ikan-ikanan dengan bentuk permukaan rata dan permukaan cembung Spektrum frekuensi ikan-ikanan dengan bentuk permukaan rata dan bentuk permukaan cembung masing-masing untuk dua dapat dilihat pada Gambar 119. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan permukaan cembung & rata rata cembung1 cembung2 43,07 53,83 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 119. Spektrum gerakan ikan-ikanan dengan permukaan rata dan cembung. Pada gambar dapat dilihat garis garis kemiringan puncak spektrum semua saling sejajar, berarti dengan mendeteksi perubahan fase untuk ikanikanan berukuran kecil tidak dapat membedakan bentuk permukaannya. Hal terebut karena tinggi badan ikan-ikanan 2 cm (cembungnya kearah vertikal) lebih kecil dari panjang gelombang minimum 7.5 cm untuk 200 khz sehingga perubahan bentuk permukaannya tidak dapat terdeteksi Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) lapis frame Spektrum frekuensi ikan-ikanan untuk satu lapis, dua lapis dengan jarak 5 cm dan dua lapis dengan jarak 10 cm frame masing-masing dapat dilihat pada Gambar 120. Dari gambar, garis kemiringan puncak spektrum lapisan kedua dengan jarak 5 cm terhadap spektrum 1 (satu) lapis membentuk sudut 16 0 dan garis kemiringan puncak spektrum lapisan kedua dengan jarak 10 cm terhadap garis

7 161 kemiringan puncak spektrum 1 (satu) lapis saling membentuk sudut Dari sini dapat disimpulkan makin jauh jaraknya makin besar perbedaannya. Disamping itu pula dengan mendeteksi perubahan fase dapat membedakan banyaknya lapisan dan jarak antar lapisan. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk berbagai lapis 53,83 64,60 75,37 86, , ,67 118,43 129,20 1 lapis 2 lp 5 cm 2 lp 10 cm 139,97 150,73 Gambar 120. Perbedaan spektrum gerakan ikan-ikanan 1 (satu) lapis dengan 2 (dua) lapis jarak 5 cm dan 2 (dua) lapis dengan jarak 10 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 2 (dua) kecepatan Spektrum frekuensi ikan-ikanan untuk kecepatan 1 m/det dan kecepatan 1.5 m/det masing-masing dapat dilihat pada Gambar 121. Pada gambar, garis kemiringan puncak spektrum antara gerakan ikanikanan dengan kecepatan 1 m/detik dengan garis kemiringan puncak spektrum ikan-ikanan dengan kecepatan 1.5 m/detik membentuk sudut sekitar 6 0, berarti pendeteksian perubahan fase mampu membedakan gerakan ikan-ikanan dengan kecepatan yang berbeda. Dengan membentuk sudut sebesar 6 0 dapat dikatakan spektrum pada kecepatan 1 m/det mirip dengan spektrum ikan-ikanan pada kecepatan 1.5 m/det. Hal tersebut berarti perbedaan kecepatan 1 m/detik dengan kecepatan 1,5 mdetik tidak dapat dibedakan.

8 162 Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum untuk 2 kecepatan 1m/det 1.5/det ,07 53,83 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 121. Perbandingan spektrum gerakan ikan-ikanan untuk 2 (dua) kecepatan Perbandingan spektrum 3 (susun) ikan-ikanan dalam satu frame Spektrum frekuensi 3 (tiga) susun ikan-ikanan dalam satu frame masingmasing dapat dilihat pada Gambar Perbandingan spektrum 3 (tiga) susun ikan-ikanan dalam satu frame Amplitude (skala norm) acak 1 acak 2 zig zag ,53 43,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Gambar 122. Spektrum 3 (susun) ikan-ikanan dalam satu frame..

9 163 Pada gambar, garis kemiringan puncak spetrum untuk susunan acak dengan susunan zig zag membentuk sudut sekitar Hal tersebut membuktikan bahwa pendeteksian perubahan fase gerakan ikan ikanan dengan berbagai susunan dalam satu frame dapat saling dibedakan Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer Spektrum frekuensi ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer masingmasing dapat dilihat pada Gambar 123. Pada gambar dapat dilihat bentuk spektrum frekuensi yang dihasilkan dari gelombang perubahan fase untuk 3 (tiga) posisi transducer saling berbeda, yang seyogyanya spektrumnya harus sama sesuai dengan hipotesis pada subbab hal tersebut disebabkan setiap susunan ikan-ikanannya berubah sehinggan bentuk gelombang yang dihasilkan tidak sama. 1.2 Perbandingan spektrum untuk berbagai posisi transducer Amplitude (skala norm) normal 135 der 45 der ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 123. Spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer Perbandingan spektrum untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan Spektrum frekuensi untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan masingmasing dapat dilihat pada Gambar 124.

10 164 Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan berbagai ukuran panjang lebar kecil 0.0 0,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Gambar 124. Perbandingan spektrum untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan. Dari gambar, garis kemiringan puncak spektrum untuk ketiga jenis ukuran ikan-ikanan masing-masing membentuk sudut. Hal ini membuktikan bahwa pendeteksian perubahan fase gerakan ikan-ikanan dapat membedakan jenis ukurannya. 6.2 Analisis Simulasi Pengaruh Gangguan Pengaruh gangguan dari gelombang lainnya dengan frekuensi berbeda Dari hasil uji coba simulasi, output dari rangkaian phase detector setelah melewati rangkaian LPF bentuknya sama dengan gelombang dari gerakan ikanikanan yang diwakili oleh gelombang output dari signal generator. Hal ini disebabkan karena transducer yang digunakan hanya dapat menerima gelombang dengan frekuensi f c = 200 khz. Untuk kondisi khusus bila gangguan yang terjadi mempunyai frekuensi sangat mendekati frekuensi transducer yaitu masih dalam frequency range dari transducer yaitu sekitar 200 khz ± 10 Hz maka pengaruhnya terhadap sinyal yang diterima dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Persamaan gekombang yang diterima akibat pantulan gerakan kawanan ikan

11 165 V o (t) = C [cos (ω c t + φ(t))] (57) dimana ω c = 2 πf c dan φ(t) adalah perubahan fase akibat pantulan gerakan kawanan ikan. 2) Persamaan simulasi gangguan yang digunakan adalah V g (t) = A Cos ω 1 t (58) dimana ω 1 ω c, 1 Hz < (ω 1 - ω c ) < 10 Hz atau 1 Hz < (ω c - ω 1 ) < 10 Hz. 3) Gelombang yang masuk ke rangkaian phase detector V i (t) = A Cos ω 1 t + C [cos (ω c t + φ(t))] (59) 4) Gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A Cos ω 1 t Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))]cos ω c t = ½ A [Cos (ω c t + ω 1 t) + Cos (ω c t - ω 1 t)] + ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A [Cos (ω c t + ω 1 t) + Cos (ω c t - ω 1 t)] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (60a) atau untuk ω 1 > ω c V PD (t) = ½ A [Cos (ω c t + ω 1 t) + Cos (ω 1 t - ω c t)] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (60b) Setelah melewati rangkaian LPF komponen frekuensi (ω c t + ω 1 t) >> ω cutoff dan 2ω c t + φ(t) >> ω cutoff akan diredam sehingga yang keluar LPF hanya frekuensi dibawah f c =1 khz (ω cutoff = 2π f c ), yaitu Cos (ω 1 t - ω c t)] untuk ω 1 > ω c atau Cos (ω c t - ω 1 t)] untuk ω c > ω 1 dan Cos φ(t) dimana φ(t) = ω m t, ω m = 2πf m, sedangkan f m besarnya berkisar 20 Hz Hz berdasarkan hasil uji coba. V LPF (t) = Cos (ω 1 t - ω c t)] + Cos φ(t) untuk ω 1 > ω c (61a) atau V LPF (t) = Cos (ω c t - ω 1 t)] + Cos φ(t) untuk ω c > ω 1 (61b)

12 166 Jadi yang keluar rangkaian LPF adalah gelombang perubahan fase φ(t) yaitu gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan dan gelombang gangguan dengan frekuensi ω c - ω 1 atau ω 1 - ω c yang besarnya sekitar 1 10 Hz. Adapun φ(t) itu sendiri dapat berupa gelombang sinusoida, gelombang nonsinusoida atau gelombang tidak beraturan tergantung dari gerakan kawanan ikan yang diamati. Jadi gangguan dengan frekuensi lebih kecil atau lebih besar dari frekuensi pembawa yang besarnya diluar frequency range transducer tidak berpengaruh terhadap keluaran dari sistim pendeteksian fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan tetapi bila gangguan berada dalam frequency range transducer akan timbul gangguan pada frekuensi 1 10 Hz yang seyogianya masih diluar dari frequency range gerakan kawanan ikan itu sendiri yaitu sekitar Hz Pengaruh gangguan dari pantulan gelombang yang dipancarkan Dari Gambar 93 gelombang yang keluar dari rangkaian phase detector setelah melewati LPF terhadap pengaruh gangguan pantulan gelombang yang dipancarkan sama bentuknya dengan gelombang dari output function generator yang mewakili gelombang gerakan kawanan ikan. Hal tersebut dapat dibuktikan secara matematis sebagai berikut : 1) Persamaan gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan : V o (t) = C [cos (ω c t + φ(t))] (62) 2) Persamaan simulasi gangguan yang digunakan adalah V g (t) = A Cos ( ω c t + θ) (63) dimana θ adalah perbedaan fase dari gelombang pembawa ω c yang masuk ke transducer penerima akibat pantulan dari obyek sekitarnya 3) Gelombang yang masuk ke rangkaian phase detector V i (t) = A Cos(ω c t + θ) + C [cos (ω c t + φ(t))] (64) 4) Gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A [Cos (ω c t + θ)] Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))] Cos ω c t

13 167 = ½ A [Cos (ω c t + θ + ω c t) + Cos (ω c t + θ - ω c t)] + ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A [Cos (2ω c t + θ) + Cos θ] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t)) + Cos φ(t)] (65) 5) Setelah melewati rangkaian LPF Cos (2ω c t + θ), Cos (2ω c t + φ(t) akan teredam karena 2ω c >> ω cutoff (ω c = 2π f c dimana f c = 200 khz dan ω cutoff = 2π f cutoff dimana f cutoff = 1 khz) V LPF (t) = Cos φ(t) (66) Dari persamaan diatas perbedaan antara θ dan φ(t) dapat dijelaskan pada Gambar 125., dimana θ besarnya tetap, sedangkan φ(t) besarnya berubah-ubah. Jadi yang keluar rangkaian LPF adalah Cos φ(t) karena (2ω c t + φ(t)), (2ω c t + θ), teredam. Jadi gangguan dari gelombang pantul frekuensi pengirim (pembawa) tidak berpengaruh terdap keluaran dari sistim pendeteksian fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan. Cos (2ω c t + θ), θ tetap Cos 2ω c t Cos (2ω c t + φ(t)) φ (t) Gambar 125. Pengertian persamaan Cos (2ω c t + φ(t)) dengan Cos (2ω c t + θ).

14 Pengaruh gangguan dari pantulan gelombang gerakan schooling ikan itu sendiri Dari Gambar 95 gelombang yang keluar dari rangkaian phase detector setelah melewati LPF bentuknya agak berubah dari gelombang output function generator yang mewakili gelombang gerakan kawanan ikan. Hal tersebut dapat dijelaskan secara matematis sebagai berikut : 1) Persamaan gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan V o (t) = C [cos (ω c t + φ(t))] (67) 2) Persamaan simulasi gangguan yang digunakan adalah V g (t) = A Cos (ω c t + φ(t) + θ) (68) dimana θ adalah perbedaan fase gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan dengan pantulan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri dari obyek sekitarnya. 3) Gelombang yang masuk ke rangkaian phase detector V i (t) = A Cos(ω c t + φ(t) + θ) + C [cos (ω c t + φ(t))] (69) 4) Gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A [Cos (ω c t + φ(t) + θ)] Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))] Cos ω c t = ½ A [Cos (ω c t + φ(t) + θ + ω c t) + Cos (ω c t + φ(t) + θ - ω c t)] + ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A [Cos (2ω c t + φ(t) + θ) + Cos( φ(t) + θ)] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (70) Setelah melewati rangkaian LPF V LPF (t) = Cos (φ(t) + θ) + Cos φ(t) (71) Jadi output dari phase detector setelah melewati rangkaian LPF terdapat 2 (dua) gelombang dengan frekuensi yang sama tetapi beda fase sebesar θ.

15 169 Hal tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 7 subbab bab hipotesis yang hasilnya menjadi sebuah gelombang dengan bentuk tergantung dari besar perbedaan fase θ dan amplitude dari gelombang pantul yang tergantung dari faktor pantul obyek yang dipantulkan. Hal ini sesuai dengan Gambar 95 dimana bentuk gelombang yang keluar phase detector setelah melewati rangkaian LPF bentuknya berubah Pengaruh gangguan dari suara mesin dan noise lainnya Dari hasil uji coba noise dari suara mesin tidak berpengaruh (Gambar 97). Noise dari mesin atau suara motor lainnya mempunyai frequency band sekitar 5 sampai Hz atau 5 khz yang merupakan batas maksimum getaran mekanik (Taub and Shilling, 1987). Dengan analisis pada subbab dan pada Gambar 45, harga ω c - ω i besarnya adalah 2π (200 khz 5 khz) atau 2π.195 khz dan untuk frekuensi 5 Hz harga ω c - ω i besarnya adalah 2π.199,995 khz. Hargaharga tersebut masih jauh berada diatas nilai ω cutoff dari LPF yaitu sekitar 2 π 1 khz. sehingga gelombang yang keluar dari LPF adalah Cos φ(t) dan frekuensi dari noise yang terimposisi dengan gelombang pembawa 200 khz akan teredam Pengaruh gangguan dari peralatan akustik lainnya dengan frekuensi dan fase sama Dari hasil uji coba (Gambar 99), gangguan dari peralatan akustik dengan frekuensi dan fase sama dengan gelombang pembawa tidak berpengaruh terhadap gelombang perubahan fase dari pantulan gerakan kawanan ikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan penjabaran matematis seperti pada persaman 63 hanya besar fase θ = 0. sehingga persaman 63 menjadi : V g (t) = A Cos ω c t (72) Sehingga gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A Cos ω c t Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))] Cos ω c t = ½ A [Cos(ω c t + ω c t) + Cos (ω c t - ω c t)] +

16 170 ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A Cos 2ω c t + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (73) Jadi gelombang yang keluar dari rangkaian LPF adalah Cos φ(t) sama dengan fase gerakan ikan. Dari analisis tersebut diatas, semua gangguan yang timbul tidak berpengaruh terhadap penerimaan perubahan fase yang diterima kecuali 1) Gelombang pantul dari pantulan gelombang gerakan schooling kawanan ikan itu sendiri. 2) Gelombang dari perangkat akustik lainnya yang frekuensi kerjanya sama 200 khz tetapi dalam kenyataannya tidak tepat 200 Kz misalnya frekuensi 200 ± 5 Kz. 6.3 Analisis Hasil Uji Coba di Lapangan Analisis hasil uji coba bandeng Berdasarkan hasil uji coba pada Gambar 103, dapat diperoleh spektrum frekuensi dari gerakan kawanan bandeng yang pada skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 18. Besaran-besaran pada tabel tersebut diperoleh dari hasil pemrosesan FFT pada Wavelab yang dikonversi kebesaran skala linear dengan bantuan MS Excel. Dari tabel tersebut dapat ditampilkan spectrum frekuensi dalam bentuk kurva garis. Dengan memperhatikan garis kemiringan puncak dari kurva garis setiap spektrum-spektrum yang ditampilkan, dapat dilihat perbedaannya atau kesamaannya. Bila garis kemiringan puncak dari dua atau lebih spektrum saling sejajar, berarti bentuk gelombang dari spektrum yang dibandingkan tersebut mirip satu sama lainnya. Sebaliknya bila garis kemiringan puncak beberapa spektrum saling membentuk sudut berarti bentuk gelombang dari spektrum yang dibandingan tidak mirip atau tidak sama. Spektrum garis atau garis kemiringan puncak spektrum gerakan kawanan bandeng dapat dilihat pada Gambar 126.

17 171 Tabel 18. Besar spektrum bandeng dalam skala linear yang dinormalisir Frek (Hz) , , , , , , , , , , , , , , , , , Pada Gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum untuk setiap agak berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan schooling ikan selama uji coba tidak stabil. Bandeng tersebut tidak bergerak Amplitude (mv) Perbandingan spektrum ikan bandeng untuk 4 perc 1 perc 2 perc 3 perc 4 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 126. Perbandingan envelope spektrum gerakan kawanan bandeng.

18 172 mengelilingi kolam yang disediakan tetapi balik kembali setelah berada di ujung kiri maupun di ujung kanan kolam seperti yang dapat dilihat pada Gambar 126. Hal ini menyebabkan susunannya selalu berubah karena mulai dari gerak balik sampai ke posisi pengamatan susunannya belum sempat stabil. Hal ini disebabkan karena saat kawanan ikan tersebut melintasi jaring ikan-ikan tersebut melihat kesempatan untuk keluar dari daerah gerakannya sehingga saat jaring tidak terlihat ikan-ikan tersebut berusaha kembali ke daerah jaring. Dari Gambar 126 envelope spektrum gerakan kawanan bandeng tersebut, dapat dilihat daerah frekuensi yang dominan berada pada cakupan (range) 75 Hz 120 Hz Analisis hasil uji coba 10 ekor bandeng Dengan cara yang sama seperti pada analisis bandeng sebelumnya, diperoleh besar spektrum frekuensi dari gerakan kawanan 10 ekor ikan bandeng (sebelumnya digunakan sebanyak 40 ekor). Dengan mengurangi jumlah ikan yang diamati, besar spektrum frekuensi pada skala linear yang dinormalisir pada frekuensi dari 43 sampai dengan 150 Hz untuk 4 (empat) dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan gambar kurva kemiringan puncak spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 128. Dari gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum masing-masing saling sejajar hanya berbeda 5 0 antara keempat dengan pertama yang disebabkan bentuk schoolingnya mulai berubah. Dibandingkan dengan pengamatan gerakan kawanan ibandeng dengan jumlah 40 ekor, spektrum frekuensi gerakan kawanan untuk 10 ekor lebih teratur. Hal ini disebabkan saat berbalik ke areal pengamatan ikan dengan jumlah kecil lebih cepat menyesuaikan susunan schoolingnya.

19 173 Balik arah Gambar 127. Foto bandeng bergerak berbalik arah.

20 174 Tabel 19. Besar spektrum untuk 10 ekor bandeng dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) , , , , , , Perbandingan spektrum 10 ekor ikan bandeng Amplitude (skala nomalisasi) Perc 1 perc 2 perc 3 perc ,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Gambar 128. Spektrum untuk 10 ekor bandeng Analisis hasil uji coba hiubambu Besar spektrum frekuensi dari gelombang perubahan fase hiubambu hasil uji coba dalam skala linear yang dinormalisir untuk 4 (empat) dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan gambar garis kemiringan puncak spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 129. Pada gambar dapat dilihat kemiringan garsi puncak spektrum untuk setiap saling membentuk sudut tertentu. Hal ini berarti gerakan hiubambu untuk setiap posisi ikannya tidak selalu sama meskipun demikian dilihat dari bentuk gelombangnya hampir seirama.

21 175 Tabel 20. Besar spektrum frekuensi dinormalisir Frek. (Hz) 1 2 hiubambu dalam skala linear yang , , , , , , , , , , , , , , , , , Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan hiubambu untuk 4 perc 1 perc 2 perc 3 perc ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 129. Spektrum perubahan fase gelombang pantul gerakan kawanan hiubambu.

22 Analisis hasil uji coba kerong Bentuk gelombang perubahan fase gerakan kawanan kerong hasil uji coba yang ditampilkan pada Gambar 110. untuk setiap tidak sama dan bentuk gelombangnya acak. Hal ini disebabkan hanya 4 ekor dari 10 ekor yang masih bergerak secara schooling sisanya masih tidak beraturan (Subbab 5.4.2). Ikan-ikan yang bergerak tidak beraturan tersebut berada pada daerah yang terdeteksi, sedangkan ikan yang bergerak secara schooling berada di posisi jauh dari daerah deteksi. Akibatnya bentuk gelombang perubahan fasenya acak dimana setiap perubahan gelombang pada Gambar 110 mewakili gerakan individu seekor ikan yang terdeteksi. Dari bentuk gelombang hasil uji coba tersebut, diperoleh besar spektrum perubahan fase gerakan kerong dalam skala linear yang dinormalisir yang dapat dilihat pada Tabel 21, sedangkan envelope spektrum perubahan fase tersebut untuk 3 dapat dilihat pada Gambar 130. Tabel 21. Besar spektrum kerong dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

23 177 Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum untuk setiap saling membentuk sudut karena gerakan kerong tidak beraturan. Hal ini disebabkan seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu disebabkan ikan-ikan yang terdeteksi adalah ikan-ikan yang bergerak secara acak. Perbandingan spektrum ikan kerong 1.2 Amplitude (skala norm) Perc 1 perc 2 perc ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 130. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan Kerong Analisis hasil uji coba Bendera Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan bendera pada skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 22. Dari besar spektrum tersebut diperoleh envelope spektrum dari gerakan kawanan bendera untuk 3 (tiga) yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 131. Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum untuk setiap bentuknya saling membentuk sudut, yang berarti gerakan untuk setiap tidak sama. Hal ini disebabkan bendera yang diamati secara individu gerakannya tidak seirama (shoaling).

24 178 Tabel 22. Besar spektrum gerakan bendera dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) , , , , , , , , , , , , , , , , , , Perbandingan spektrum ikan bendera untuk 4 Amplitude (skala norm) perc 1 perc 2 perc3 perc ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 131. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan bendera.

25 Analisis hasil uji coba kakap Dari hasil uji coba pada Gambar 112, dapat dilihat bentuk gelombang perubahan fase untuk kakap merah tergantung dari jumlah ikan yang diamati. Pada gambar juga dapat dilihat besar simpangan gerakan kakap merah jauh lebih besar dari simpangan kerong yang juga terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan karena ukuran kakap jauh lebih besar dari kerong dan kakap berenang dengan pola amplitude horizontal wriggle yaitu bergerak dengan menggoyangkan ekor dan sebagian badannya secara horisontal. Pada kakap merah pada uji coba ini simpangan geraknya sekitar 5 cm. Jadi simpangan gelombang yang dibangkitkan diakibatkan dari simpangan gerak badan kakap tersebut, sehinggan makin besar simpangan gerak badan ikan makin besar simpangan gelombang yang dibangkitkan. Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan kakap merah untuk 3 (tiga) dapat dilihat pada Tabel 23, sedangkan bentuk puncak spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 132 dimana pertama dan kedua uji coba untuk satu ekor ikan. Percobaan ketiga uji coba untuk 2 ekor ikan Tabel 23. Frekuensi (Hz) Besar spektrum gerakan kakap dalam skala linear yang dinormalisir , , , , , , , , , , , , , , ,

26 180 dan keempat untuk tiga ekor ikan. Pada gambar dapat dilihat spektrum untuk setiap bentuknya tidak mirip. Frekuensi yang paling besar berada pada frekuensi dibawah 43 Hz karena gerakan i kakap sangat lambat dan simpangan geraknya (meliuk) jauh lebih besar dibandingkan dari gerakan ikan yang jauh lebih kecil seperti kerong, dan bendera yang umumnya bergerak dengan pola pectoral fin movement yaitu bergerak dengan gerakan sirip pectoralnya. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan kakap untuk 4 Perc 1 Perc 2 Perc 3 Perc ,53 32,30 43,07 53,83 64,60 75,37 86,13 96,90 Gambar 132. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan kakap Analisis hasil uji coba untuk berbagai posisi transducer Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan 10 ekor bandeng untuk tiga posisi transducer dalam skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 24 sedangkan bentuk kurva spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 133. Dari kurva dapat dilihat pengaruh terhadap posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan tidak berpengaruh sesuai dengan hipotesis pada subbab kecuali posisi transducer pada jarak 1m karena pada jarak tersebut beamwidth transducer menjadi lebar (45 0 ) akibat side loop dari transducer (lihat Gambar 134) sehingga gerakan kawanan ikan sepanjang 1.42 m berada dalam 1 (satu) loop sehingga akan terdeteksi secara bersamaan, atau dengan kata lain

27 181 pendeteksian harus berada pada daerah far field. Bila gain side-loop 2 db dan gain main loop 10 db, perbedaannya adalah 8 db atau 1/6 kali. Bila jarak maksimum 10 m, maka jarak batas near field ke far field adalah 10m/6 = 1.6 m dari transducer. Tabel 24. Besar spektrum bandeng dengan tiga posisi transducer dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) normal 45 deg 135 deg 90 deg 1 m 86, , , , , , , , , Perbandingan spektrum ikan bandeng untuk berbagai posisi transducer Amplitude (skala norm) normal 45 deg 135 deg 90 deg 1 m 86,13 91,52 96,90 102,28 107,67 113,05 118,43 123,82 129,20 Gambar 133. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan untuk beberapa posisi transducer.

28 182 Β = 45 o α = 12 o Far Field Near Field 1m 3 db 1.42 m Gambar 134. Diagram polar atau beamwidth transducer yang digunakan Analisis hasil uji coba untuk adanya gangguan Dalam uji coba ini bandeng yang diuji jumlahnya 10 ekor. Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan ikan dengan adanya gangguan suara motor, gangguan dari perangkat fish finder dengan frekuensi sama dalam skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 25, sedangkan bentuk kurva spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 135. Dari kurva dapat dilihat garis garis kemiringan puncak spektrum dengan adanya gangguan suara motor/mesin saling sejajar dengan kemiringan garis puncak tanpa gangguan, sedangkan garis kemiringan puncak spektrum adanya gangguan dari fish finder membentuk sudut sekitar 8 0 dengan garis kemiringan puncak tanpa gangguan, hal tersebut berarti gangguan dari perangkat fish finder mempunyai frekuensi tidak sepenuhnya sama 200 khz tetapi lebih besar 3 Hz.

29 183 Tabel 25. Frekuensi (Hz) Besar spektrum dengan adanya gangguan dalam skala linear yang dinormalisir normal Fish finder suara motor 64, , , , , , , , , , , , , Perbandingan spektrum gerakan ikan bandeng untuk berbagai gangguan Amplitude (skala norm) normal Fish F engine ,60 69,98 75,37 80,75 86,13 91,52 96,90 102,28 107,67 113,05 118,43 123,82 129,20 Gambar 135. Spektrum 10 ekor bandeng dengan adanya gangguan.

30 Analisis perbandingan spektrum 4 jenis ikan Pada Gambar 136 dapat dilihat perbandingan spektrum perubahan fase dari gerakan untuk 4 (empat) jenis kawanan ikan yaitu bandeng, hiubambu, bendera dan kerong. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum untuk berbagai jenis ikan bandeng Hiu bendera kerong 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 Gambar 136. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan 4 (empat) jenis kawanan ikan. Dari Gambar 136 dapat dilihat secara jelas perbedaan spektrum dari gerakan 4 (empat) jenis kawanan ikan. Jadi dengan menerapkan teknik pendeteksian perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan berbagai jenis ikan dapat dibedakan satu sama lainnya. Dari hasil uji coba spektrum untuk setiap dari 1 (satu) jenis ikan, hanya kawanan ikan yang berenang secara schooling mempunyai spektrum frekuensi yang sama, sedangkan untuk jenis kawanan ikan yang berenang secara shoaling atau soliter spektrumnya saling berbeda hal ini disebabkan ikan shoaling dan ikan soliter, secara individu bergeraknya tidak teratur atau tidak pasti, sehingga tehnik ini hanya dapat digunakan untuk mengidetifikasi jenis kawanan ikan schooling.

31 Analisis Proses Pengenalan HMM Pengaruh perubahan ukuran codebook Peningkatan besarnya tingkat akurasi akibat ukuran codebook (yang dinyatakan dengan jumlah bit yang digunakan) yang lebih besar disebabkan karena jumlah codeword (centroid) yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 22 dimana banyaknya codeword ini akan membuat proses kuantisasi pemilihan nilai vektor data semakin teliti, sehingga pemetaan terhadap vektor data dapat dilakukan dengan jarak yang lebih kecil. Dengan kata lain, distorsi VQ (jarak antara sebuah vektor data dengan codeword terdekat) pada akhir iterasi akan makin kecil. Sebelumnya telah diketahui bahwa peningkatan ukuran codebook dapat meningkatkan tingkat akurasi secara keseluruhan, akan tetapi bila kita melihatnya dari tiap label (jenis ikan) maka peningkatan ukuran codebook belum tentu meningkatkan tingkat akurasi. Ada label dari gelombang perubahan fase yang tingkat akurasinya tetap dan menurun ketika ukuran codebooknya meningkat. Kondisi ini dapat dilihat dari Tabel Menurunnya tingkat akurasi untuk tiap label ketika ukuran codebook meningkat tidak mempengaruhi kemampuan keseluruhan sistem sebab tingkat akurasi untuk keseluruhan sistem tetap meningkat. Berkurangnya tingkat akurasi untuk tiap label ini dikarenakan beberapa gelombang pantulan fase yang awalnya teridentifikasi oleh sistem menjadi tidak teridentifikasi. Salah satunya terjadi pada file bendera19a untuk besar repetisi 5 dari codebook 64 ke 128 seperti yang terlihat dalam Tabel 9 dan Tabel 10. Salah pengidentifikasian ini bisa terjadi karena ketidakstabilan dari gelombang perubahan fase yang dimiliki oleh bendera sebab gerakan bendera adalah shoaling yaitu gerakan secara bergerombol tetapi tidak beraturan. Ketidak stabilan ini akan membuat titik sample dari gelombang perubahan fase untuk bendera19a lebih dekat (distorsi kecil) kepada codeword label lain, sehingga perhitungan untuk mendapatkan nilai LoP juga ikut berubah. Pada Tabel 26 dapat dilihat nilai-

32 186 nilai LoP dari tiap label untuk file bendera19a dengan berbagai ukuran codebook pada ukuran repetisi yang sama. Tabel 26. Nilai LoP dari file bendera19a untuk ukuran codebook 64 dan 128 dengan ukuran repetisi 5 Label Log of probability (LoP) Codebook 64 Codebook 128 Bendera Bandeng Kerong Kakap Hiubambu Dari nilai LoP diatas dapat dilihat bahwa nilai LoP untuk label bendera dengan file yang sama berubah dari untuk ukuran codebook 64 menjadi untuk ukuran codebook 128. Nilai LoP untuk label bandeng pada ukuran codebook 128 lebih besar dari pada label bendera yaitu Oleh karena inilah maka sistem akan salah mengindentifikasi dan label yang diidentifikasi adalah label bandeng Pengaruh perubahan ukuran repetisi Perubahan ukuran repetisi yang semakin meningkat akan membuat tingkat akurasi dari sistem pengenalan gelombang perubahan fase semakin meningkat, peningkatan ini dapat dilihat pada Tabel 11. Peningkatan besar repetisi akan membuat jumlah data dari gelombang perubahan fase semakin banyak, sehingga data yang digunakan untuk pembuatan basis data pada proses make label akan semakin banyak pula. Perubahan data ini tentu akan mempengaruhi proses make codebook dan make HMM menjadi lebih akurat karena data ini lebih mewakili keseluruhan gelombang perubahan fase yang mempunyai karakteristik tertentu yang belum tercakup oleh repetisi sebelumnya. Dari Tabel 11 juga dapat dilihat peningkatan tingkat akurasi ini lebih baik dibandingkan dengan peningkatan tingkat akurasi ketika ukuran codebook meningkat.

33 187 Peningkatan besar repetisi jika dilihat dari tiap label belum tentu meningkatkan besar tingkat akurasi. Sama seperti pada peningkatan ukuran codebook ada label dari gelombang perubahan fase yang tingkat akurasinya tetap dan menurun seperti yang terlihat pada Tabel Akan tetapi, tetap dan menurunnya tingkat akurasi tiap label ini tidak mempengaruhi terhadap tingkat akurasi dari keseluruhan sistem sebab nilai tingkat akurasi ini tetap meningkat. Berkurangnya tingkat akurasi untuk tiap label ini dikarenakan beberapa gelombang pantulan fase yang awalnya teridentifikasi oleh sistem menjadi tidak teridentifikasi. Salah satunya terjadi pada file bandeng16a untuk besar codebook 32 dari besar repetisi 10 ke 15 seperti yang terlihat dalam hasil recognition pada Tabel 5. Salah pengidentifikasian ini bisa terjadi karena peningkatan repetisi berarti menambah data untuk membuat label data base. Ketika repetisi ini bertambah masing-masing label akan mempunyai data baru terhadap keseluruhan sinyal gelombang perubahan fase yang direpetisi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Data baru ini akan mempengaruhi proses pembentukan codebook dan pembentukan model HMM sehingga perhitungan untuk mendapatkan nilai LoP juga ikut berubah. Ternyata data baru ini terhadap file bandeng16a lebih mengarah ke label yang berbeda dikarenakan ada sedikit dari penambahan data yang cenderung ke label lain. Pada Tabel 27 adalah nilai-nilai LoP dari tiap label untuk file bandeng16a dengan ukuran codebook berbeda. Tabel 27. Nilai LoP dari file bendera16a untuk ukuran repetisi 10 dan 15 dengan ukuran codecook 32 Label Log of Probability Repetisi 10 Repetisi 15 Hiubambu Bandeng Kakap Bendera Kerong Dari nilai LoP diatas dapat dilihat bahwa nilai LoP untuk label bandeng dengan file yang sama berubah dari untuk besar repetisi 10 menjadi

34 188 untuk besar repetisi 15. Nilai LoP untuk label hiubambu pada besar repetisi 15 lebih besar dari pada label bandeng yaitu Oleh karena inilah maka sistem akan salah mengindentifikasi dan label yang diidentifikasi adalah label hiubambu Pengaruh perubahan ukuran durasi Perubahan durasi sinyal dari 0.2 detik menjadi 1 detik memberikan tingkat akurasi yang lebih besar, seperti yang terlihat pada Tabel 11. Gelombang perubahan fase untuk durasi sinyal 0.2 detik merupakan bagian dari durasi sinyal 1 detik. Perubahan durasi sinyal yang semakin lama akan memberikan lebih banyak titik sampling pada pembuatan label, sehingga mempengaruhi pembuatan codebook dan model HMM. Penambahan durasi ini juga akan membuat jumlah titik sampling yang dibandingkan lebih banyak sehingga kemungkinannya menjadi lebih besar untuk teridentifikasi. Penambahan durasi sinyal jika dilihat dari tiap label belum tentu meningkatkan besar tingkat akurasi. Sama seperti pada peningkatan ukuran codebook dan peningkatan besar repetisi ada label dari gelombang perubahan fase yang tingkat akurasinya tetap dan menurun seperti yang terlihat pada Tabel Akan tetapi tetap dan menurunnya tingkat akurasi tiap label ini tidak mempengaruhi terhadap tingkat akurasi dari keseluruhan sistem sebab nilai tingkat akurasi ini tetap meningkat. Berkurangnya tingkat akurasi untuk tiap label ini dikarenakan beberapa gelombang pantulan fase yang awalnya teridentifikasi oleh sistem menjadi tidak teridentifikasi. Salah satunya terjadi pada file bendera7a dan bendera7b untuk besar repetisi 5 dan codebook 64 seperti yang terlihat dalam Tabel 6 dan Tabel 9. Salah pengidentifikasian ini bisa terjadi karena titik sampling sebanyak 0.8 detik untuk durasi 1 detik yang berbeda dengan titik sampling untuk durasi 0.2 lebih dekat kepada codeword label lain atau dengan kata lain karakteristik sinyal sepanjang 0.8 detik lebih mirip ke karakteristik sinyal lain, sehingga nilai LoP

35 189 untuk file bendera7b terhadap label bendera lebih kecil dibandingkan dengan nilai LoP file bendera7b terhadap label lain, untuk file ini adalah label kerong, kakap dan bandeng seperti terlihat pada urutan nilai LoP dibawah ini. Ukuran codebook 64, besar repetisi 5, file bendera7b Kerong Kakap Bandeng Bendera Hiu Bambu Oleh karena itulah maka sistem akan salah mengindentifikasi dan label yang teridentifikasi adalah label kerong Perbandingan proses pengenalan untuk berbagai jenis kawanan ikan Berdasarkan data pada Tabel 11, baik untuk berbagai ukuran codebook, durasi dan jumlah repetisi, pengenalan untuk jenis kawanan ikan schooling yang diwakili ikan bandeng mempunyai tingkat akurasi yang paling tinggi dan hasilnya sesuai dengan pembahasan sebelumnya. Untuk kawanan ikan shoaling yang diwakili kawanan bendera, tingkat akurasi maksimum hanya mencapai 85 % sampai 95 %. Untuk beberapa ukuran tingkat akurasinya tidak teratur. Hal ini disebabkan gerakan ikan secara individu tidak teratur, sehingga bentuk gelombang perubahan fase yang dihasilkan sangat berbeda dan kemungkinan centroidnya akan sama dengan jenis ikan lainnya. Untuk ikan yang gerakannya tidak teratur seperti hiubambu, kerong dan kakap merah tingkat akurasinya rendah dan tidak juga teratur karena setiap gelombang yang dibentuk akan tidak teratur akibatnya besar LoP yang dihasilkan juga tidak teratur.

5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI

5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI 98 5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI 5.1 Simulasi Perubahan Fase 5.1.1 Konfigurasi uji coba Simulasi dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan fase yang diterima dari gelombang pantul berbagai kondisi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Deteksi Perubahan Fase

3 METODOLOGI. 3.1 Deteksi Perubahan Fase 41 3 METODOLOGI 3.1 Deteksi Perubahan Fase Dalam penelitian ini deteksi perubahan fase dari gerakan suatu target atau gerakan kawanan ikan dilakukan dengan menggunakan perangkat dengan diagram blok seperti

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO

ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB IV UJI COBA DAN ANALISA

BAB IV UJI COBA DAN ANALISA xlix BAB IV UJI COBA DAN ANALISA 4.1. PENGENALAN JENIS IKAN Uji coba pengenalan (Recognition) dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: secara langsung dan secara tidak langsung. Secara tidak langsung, uji

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO

ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN JENIS IKAN SECARA REAL-TIME DENGAN MENGGUNAKAN METODA HIDDEN MARKOV

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN JENIS IKAN SECARA REAL-TIME DENGAN MENGGUNAKAN METODA HIDDEN MARKOV UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN JENIS IKAN SECARA REAL-TIME DENGAN MENGGUNAKAN METODA HIDDEN MARKOV SKRIPSI YUNANTO WIDYATMAJI 0404030881 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL UJI COBA DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL UJI COBA DAN ANALISIS 38 BAB 4 HASIL UJI COBA DAN ANALISIS Uji coba dilakukan terhadap 5 buah citra tanda tangan. Dari tiap citra kemudian diujicobakan dengan ditransmisikan sebanyak 1 kali yang akan menghasilkan 1 variasi

Lebih terperinci

4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN

4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN 60 4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN 4.1 Rancang Bangun Perangkat Pendeteksi Kawanan Ikan 4.1.1 Diagram blok Diagram blok dari perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PENGENALAN JENIS IKAN DENGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 SKRIPSI

PENGENALAN JENIS IKAN DENGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 SKRIPSI PENGENALAN JENIS IKAN DENGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 SKRIPSI Oleh ARIO MUHAMAD FANIE 0403030195 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL 2007/2008

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Gelombang Mekanik - Latihan Soal Doc. Name: AR12FIS0198 Version: 2012-09 halaman 1 01. t = 0.4s Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. 01. t = 0.4s Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. t = 0.4s Amplituda dari gelombang pada gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar.

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar. BAB II DASAR TEORI 2.1 Suara (Speaker) Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitudo tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun

Lebih terperinci

INTERFERENSI GELOMBANG

INTERFERENSI GELOMBANG INERFERENSI GELOMBANG Gelombang merupakan perambatan dari getaran. Perambatan gelombang tidak disertai dengan perpindahan materi-materi medium perantaranya. Gelombang dalam perambatannya memindahkan energi.

Lebih terperinci

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi sudut / Modulasi eksponensial Sudut gelombang pembawa berubah sesuai/ berpadanan dengan gelombang informasi kata lain informasi ditransmisikan dengan perubahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu.

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 2. Sebuah gelombang transversal frekuensinya 400 Hz. Berapa jumlah

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI.

Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI. Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK MENENTUKAN JENIS KAWANAN IKAN, JARAK KAWANAN IKAN, DAN POSISI KAPAL

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK MENENTUKAN JENIS KAWANAN IKAN, JARAK KAWANAN IKAN, DAN POSISI KAPAL xxxi BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK MENENTUKAN JENIS KAWANAN IKAN, JARAK KAWANAN IKAN, DAN POSISI KAPAL Perangkat lunak pengenal gelombang perubahan fasa ini dilakukan dengan menggunakan komputer

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK)

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) Sigit Kusmaryanto http://sigitkus@ub.ac.id I Pendahuluan Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi pada sinyal pembawa sehingga menghasilkan sinyal termodulasi.

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digital Signal Processing Pada masa sekarang ini, pengolahan sinyal secara digital yang merupakan alternatif dalam pengolahan sinyal analog telah diterapkan begitu luas. Dari

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan pada : Waktu : Juni 2014 Maret 2015 Tempat : Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 4 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK

IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK Ade Fruandta dan Agus Buono Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 21 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Sebelum citra tanda tangan dikenali dengan menggunakan Hidden Markov Model (HMM) citra tanda tangan tersebut ditransmisikan dengan dikompresi menggunakan Run Length Encoding

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 206/207 JUDUL SINGLE SIDEBANDD-DOUBLE SIDEBAND (SSB-DSB) GRUP 2 3C PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

SINYAL. Adri Priadana ilkomadri.com

SINYAL. Adri Priadana ilkomadri.com SINYAL Adri Priadana ilkomadri.com Pengertian Sinyal Merupakan suatu perubahan amplitude dari tegangan atau arus terhadap waktu (time). Data yang dikirimkan dalam bentuk analog ataupun digital. Sinyal

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL DIBUAT OLEH: WAHYU PAMUNGKAS, ST LABORATORIUM SWITCHING DAN TRANSMISI AKATEL SANDHY PUTRA PURWOKERTO 2006 1 MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL SIFAT-SIFAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kardiawarman, Ph.D. Modul 7 Fisika Terapan 1

PENDAHULUAN. Kardiawarman, Ph.D. Modul 7 Fisika Terapan 1 PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Rangkaian Elektronika Dalam eknologi Audio Visual yang mencakup: teknik pemancar dan penerima audio, serta pemancar dan penerima audio-video.

Lebih terperinci

Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik

Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik Eko Rendra Saputra, Agus Purwanto, dan Sumarna Pusat Studi Getaran dan Bunyi, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi

BAB II DASAR TEORI. sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi BAB II DASAR TEORI Modulasi adalah proses dimana parameter gelombang pembawa diubah sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi sinyal analog dan modulasi sinyal digital.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. BAB II DASAR TEORI. Umum Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. Karena sebagian besar sinyal

Lebih terperinci

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 JUDUL AMPITUDE SHIFT KEYING GRUP 4 3A PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu TEKNIK MODULASI PRINSIP UMUM PRINSIP UMUM Bagian dari komunikasi Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu PRINSIP UMUM Modulasi merupakan suatu proses dimana informasi, baik berupa sinyal audio,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Genre musik adalah pengelompokan musik sesuai dengan kemiripan satu dengan yang lain, seperti kemiripan dalam hal frekuensi musik, struktur ritmik, dan konten harmoni. Genre

Lebih terperinci

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A 1. Jelaskan jenis-jenis modulasi digital? 2. Apa keuntungan modulasi FM jika dibandingkan dengan modulasi AM? 3. Sebutkan interface mux SDH dan dapan menampung sinyal

Lebih terperinci

Digital to Analog Conversion dan Rekonstruksi Sinyal Tujuan Belajar 1

Digital to Analog Conversion dan Rekonstruksi Sinyal Tujuan Belajar 1 Digital to Analog Conversion dan Rekonstruksi Sinyal Tujuan Belajar 1 Tujuan Belajar Peserta mengerti proses interpolasi yang terjadi dalam DAC Digital to Analog Converter Digital to Analog Converter digunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkah Laku ikan Dalam Karamba Perekaman suara dilakukan dengan meletakkan hidrofon dekat dengan permukaan air. Hal ini karena gerakan ikan secara dominan berada di permukaan

Lebih terperinci

Sinyal pembawa berupa gelombang sinus dengan persamaan matematisnya:

Sinyal pembawa berupa gelombang sinus dengan persamaan matematisnya: Modulasi Amplitudo (Amplitude Modulation, AM) adalah proses menumpangkan sinyal informasi ke sinyal pembawa (carrier) dengan sedemikian rupa sehingga amplitudo gelombang pembawa berubah sesuai dengan perubahan

Lebih terperinci

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o.

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o. Bila dua buah gelombang dengan persamaan Ф = Фm cos ωt dan e = Em sin ωt dilukiskan secara bersama dalam satu susunan sumbu Cartesius seperti pada Gambar 1, maka terlihat bahwa kedua gelombang tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Manusia dianugrahi oleh Tuhan dua telinga yang memiliki fungsi untuk menangkap sinyal-sinyal suara. Namun untuk mengoptimalkan dari fungsi telinga tersebut manusia harus belajar

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Tujuan Latar Belakang Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nada dan Chord Gitar

PENDAHULUAN Tujuan Latar Belakang Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nada dan Chord Gitar PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pendengaran manusia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menangkap dan mengenali sinyal suara. Dalam mengenali sebuah kata ataupun kalimat bukanlah hal yang sulit

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan Getaran Teredam Dalam Rongga Tertutup pada Sembarang Bentuk Dari hasil beberapa uji peredaman getaran pada pipa tertutup membuktikan bahwa getaran teredam di dalam rongga tertutup dapat dianalisa tidak

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber: Gejala Gelombang B a b B a b 1 gejala gelombang Sumber: www.alam-leoniko.or.id Jika kalian pergi ke pantai maka akan melihat ombak air laut. Ombak itu berupa puncak dan lembah dari getaran air laut yang

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A VI. ANALISA DATA Percobaan SSB dan DSB yang pertama sinyal audio dengan gelombang sinus 1kHz dan amplitudo 2Vpp dimodulasi dengan carrier. Sinyal audio digabung

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Alat Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 3.1. Sinyal masukan carrier recovery yang berasal

Lebih terperinci

λ = = 1.grafik simpangan waktu dan grafik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini.

λ = = 1.grafik simpangan waktu dan grafik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini. simpangan simpangan.graik simpangan waktu dan graik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini. - - Waktu mikro sekon 0 0 30 0 posisi 0 0 30 0 tentukan: rekuensi getaran, b. panjang gelombang

Lebih terperinci

BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN

BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN 15 BALIKAN (FEEDBACK) 15.1 Dasar Penguat Balikan Karena sebuah transistor dapat memberikan penguatan > 100 kali, kita hanya memerlukan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KENDALI GERAK SEGWAY

BAB II SISTEM KENDALI GERAK SEGWAY BAB II SISTEM KENDALI GERAK SEGWAY Sistem merupakan suatu rangkaian beberapa organ yang menjadi satu kesatuan. Maka sistem kendali gerak adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen pengendali

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG LISA SAKINAH (07 00 70) Dosen Pembimbing: Dr. Melania Suweni Muntini,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Perangkat elektronik atau perangkat komunikasi dapat saling berhubungan diperlukan antena yang menggunakan frekuensi baik sebagai pemancar ataupun penerima.

Lebih terperinci

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO 1. Tujuan 1.1 Mahasiswa dapat mempelajari tentang modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB) 1.2 Mahasiswa dapat mempraktekkan modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB)

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Fandhi Nugraha K D411 13 313 Teknik Elektro Makalah Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Universitas Hasanuddin Makassar 2015/2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan teknologi saat ini sangat

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA 4.1 Amplitude Modulation and Demodulation 4.1.1 Hasil Percobaan Tabel 4.1. Hasil percobaan dengan f m = 1 KHz, f c = 4 KHz, A c = 15 Vpp No V m (Volt) E max (mvolt) E

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER A. GELOMBANG BERJALAN

FISIKA. Sesi GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER A. GELOMBANG BERJALAN FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM KTSP 0 Sesi GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER A. GELOMBANG BERJALAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Adapun gelombang berjalan merupakan suatu gelombang di mana setiap

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2014/2015 JUDUL SSB-DSB GRUP 2 3D PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2014 1 PEMBUAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM VIDEO KAMERA VIDEO KELOMPOK : 6 ISA MAHFUDI NIM KELAS / Abs : JTD-2A / 13

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM VIDEO KAMERA VIDEO KELOMPOK : 6 ISA MAHFUDI NIM KELAS / Abs : JTD-2A / 13 LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM VIDEO KAMERA VIDEO KELOMPOK Oleh : 3 ISA MAHFUDI NAMA ISA MAHFUDI : ISA MAHFUDI NIM. 1141160018 NIM (NIM. 1141160018) : 1141160018 KELAS / Abs : JTD-2A / 13 KELOMPOK : 6 Kelompok

Lebih terperinci

BAB GEJALA GELOMBANG

BAB GEJALA GELOMBANG BAB GEJALA GELOMBANG 1 BAB GEJALA GELOMBANG Contoh 1.1 Pengertian besaran-besaran pada gelombang transversal 1. Pengertian panjang gelombang Gelombang air laut mendekati mercusuar dengan cepat rambat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. serta pengujian terhadap perangkat keras (hardware), serta pada bagian sistem

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. serta pengujian terhadap perangkat keras (hardware), serta pada bagian sistem BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pengujian terhadap sistem yang telah dibuat dilakukan untuk mengetahui apakah sistem yang telah dibuat sudah dapat digunakan sesuai dengan perencanaan yang ada. Pengujian dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK. Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau

BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK. Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK 3.1 Gelombang Ultrasonik Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau gelombang bunyi dengan persamaan

Lebih terperinci

SIGNAL & SPECTRUM O L E H : G U TA M A I N D R A. Rangkaian Elektrik Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik 2017

SIGNAL & SPECTRUM O L E H : G U TA M A I N D R A. Rangkaian Elektrik Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik 2017 SIGNAL & SPECTRUM O L E H : G U TA M A I N D R A Rangkaian Elektrik Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik 2017 TUJUAN PERKULIAHAN Memahami berbagai pernyataan gelombang sinyal Memahami konsep harmonisa

Lebih terperinci

BAB GEJALA GELOMBANG I. SOAL PILIHAN GANDA. C. 7,5 m D. 15 m E. 30 m. 01. Persamaan antara getaran dan gelombang

BAB GEJALA GELOMBANG I. SOAL PILIHAN GANDA. C. 7,5 m D. 15 m E. 30 m. 01. Persamaan antara getaran dan gelombang 1 BAB GEJALA GELOMBANG I. SOAL PILIHAN GANDA 01. Persamaan antara getaran dan gelombang adalah (1) keduanya memiliki frekuensi (2) keduanya memiliki amplitude (3) keduanya memiliki panjang gelombang A.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan spesifikasi alat sehingga memudahkan menganalisa rangkaian. Pengukuran dilakukan pada setiap titik pengukuran

Lebih terperinci

BAB GEJALA GELOMBANG

BAB GEJALA GELOMBANG BAB GEJALA GELOMBANG Contoh. Pengertian besaran-besaran pada gelombang transversal. Pengertian panjang gelombang Gelombang air laut mendekati mercusuar dengan cepat rambat 7 m/s. Jarak antara dua dasar

Lebih terperinci

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK 4.1 Simulasi Simulasi merupakan penggambaran suatu sistem atau proses dengan memperagakan atau menirukan (menyerupai) sesuatu yg besar dengan

Lebih terperinci

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan.

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan. Untai Elektrik I Waveforms & Signals Dr. Iwan Setyawan Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana Secara umum, tegangan dan arus dalam sebuah untai elektrik dapat dikategorikan menjadi tiga jenis

Lebih terperinci

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI Sebagian besar sinyal-sinyal di alam adalah sinyal analog. Untuk memproses sinyal analog dengan sistem digital, perlu dilakukan proses pengubahan sinyal analog menjadi

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

BAB 1 GEJALA GELOMBANG

BAB 1 GEJALA GELOMBANG BAB 1 GEJALA GELOMBANG 1.1 Deskripsi Gelombang Secara umum, gejala gelombang dapat didefinisikan sebagai peristiwa perambatan energi dari satu tempat ke tempat yang lain. Jika kita perhatikan, banyak kejadian

Lebih terperinci

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Octavianus P. Hulu, Agus Purwanto dan Sumarna Laboratorium Getaran dan Gelombang, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk sensor

Lebih terperinci

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif Resonansi paralel sederhana (rangkaian tank ) Kondisi resonansi akan terjadi pada suatu rangkaian tank (tank circuit) (gambar 1) ketika reaktansi dari kapasitor dan induktor bernilai sama. Karena rekatansi

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Membuat aplikasi pengenalan suara untuk pengendalian robot dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan sebagai algoritma pembelajaran dan pemodelan dalam pengenalan suara.

Lebih terperinci

MOTOR DRIVER. Gambar 1 Bagian-bagian Robot

MOTOR DRIVER. Gambar 1 Bagian-bagian Robot ACTION TOOLS OUTPUT INFORMATION MEKANIK MOTOR MOTOR DRIVER CPU SISTEM KENDALI SENSOR Gambar 1 Bagian-bagian Robot Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian robot secara garis besar. Tidak seluruh bagian ada pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Penggunaan program PLAXIS untuk simulasi Low Strain Integrity Testing pada dinding penahan tanah akan dijelaskan pada bab ini, tentunya dengan acuan tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan melalui blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Suara Burung Burung Kacer Burung Kenari Pengambil an

Lebih terperinci

OSILOSKOP (CRO : CATHODE-RAY OSCILLOSCOPES)

OSILOSKOP (CRO : CATHODE-RAY OSCILLOSCOPES) Pengukuran Besaran Listrik (TC22082) Pertemuan 12 OSILOSKOP (CRO : CATHODE-RAY OSCILLOSCOPES) Osiloskop mrpk instrumen dasar utk mempelajari semua tipe bentuk gelombang (waveform). Osiloskop dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM KENDALI

ANALISIS SISTEM KENDALI ANALISIS SISTEM KENDALI PENDAHULUAN ANALISIS WAKTU ALIH Tanggapan Waktu Alih Orde 1 Tanggapan Waktu Alih Orde Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Penurunan Rumus Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Lebih terperinci