BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran."

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras keluaran. Penguat audio kelas D dengan dua aras keluaran mempunyai tiga bagian utama (Gambar 2.1.a) yaitu modulator, tingkat daya dan tapis induktor-kapasitor (LC). Sedangkan pada penguat audio kelas D dengan tiga aras keluaran bagian tapis LC dapat dihilangkan sehingga keluaran dari tingkat daya dapat dihubungkan langsung ke penyuara (Gambar 2.1.b). Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. Bagian modulator berfungsi untuk memodulasi isyarat audio masukan menjadi rentetan pulsa-pulsa yang akan mengandung frekuensi dari isyarat audio masukan dan frekuensi tinggi yang terjadi dikarenakan proses dari modulasi. Pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran, bagian modulator akan mengirimkan pulsa-pulsa hasil modulasi untuk mengontrol bagian tingkat daya sehingga pada keluaran muncul isyarat termodulasi dengan tiga aras keluaran. Teknik modulasi yang sering dipakai sebagai modulator pada penguat audio kelas D adalah modulasi lebar pulsa (pulse width 7

2 modulation PWM) dan modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Pada tugas akhir ini penulis menggunakan teknik modulasi/penyandian noise-shaping coding yang merupakan pengembangan dari SDM. Teknik modulasi ini akan dijelaskan secara lebih terperinci pada subbab 2.1. Bagian tingkat daya digunakan untuk memperkuat daya isyarat dari keluaran modulator. Isyarat keluaran modulator yang berupa rentetan pulsa-pulsa akan mengendalikan komponen aktif MOSFET pada bagian tingkat daya sebagai saklar. MOSFET akan dikendalikan dalam dua kondisi saja yaitu saturasi ( ON ) atau cut-off ( OFF ). Oleh karenanya, secara ideal tidak ada disipasi daya yang terjadi pada MOSFET. Hal inilah yang membuat penguat kelas D mempunyai efisiensi yang sangat besar jika dibandingkan dengan penguat konvensional lainnya dimana MOSFET bekerja pada daerah aktif. Bagian tingkat daya pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran diwujudkan dengan penguat jembatan penuh Modulator pada Penguat Kelas D Bagian modulator dari penguat kelas D dapat menghasilkan isyarat keluaran termodulasi lebar pulsa (pulse width modulation, PWM) atau termodulasi rapat pulsa (pulse density modulation, PDM) [4]. PWM dihasilkan dengan membandingkan isyarat masukan dengan isyarat segitiga. Metode PWM ini merupakan metode konvensional dari kelas D. Sedangkan PDM merupakan keluaran dari teknik modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Perbandingan antara PWM dan PDM akan dijelaskan pada subbab Kemudian pada subbab akan dijelaskan mengenai teknik modulasi sigma delta (SDM). Penjelasan mengenai SDM akan diawali terlebih dahulu dengan penjelasan mengenai modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) dimana pada PCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang terjadi pula pada SDM. Pada penjelasan PCM terdapat pemodelan linear dari proses kuantisasi dimana pemodelan ini juga akan digunakan pada pemodelan pengkuantisasi yang ada pada SDM. Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan penjelasan lebih mendalam mengenai SDM dimana akan dibahas pemodelan linear dari SDM dan proses pembentukan derau (noise-shaping) yang diperlukan pada SDM dimana derau pada frekuensi audio ditekan dan meloloskan frekuensi di atasnya. Sehingga SDM menghasilkan SNR yang lebih baik dari PCM. 8

3 Untuk menghasilkan SNR yang lebih tinggi diperlukan SDM orde tinggi, padahal SDM orde tinggi mempunyai masalah pada ketidakstabilannya. Untuk mengatasi masalah ketidakstabilan pada SDM, maka dikembangkanlah teknik penyandian noise-shaping coding. Noise-shaping coding akan dijelaskan pada subbab Modulasi Lebar Pulsa (PWM) dan Modulasi Rapat Pulsa (PDM) Modulator merupakan bagian yang sangat penting dari penguat audio kelas D. Teknik modulasi paling dasar dari penguat kelas D adalah PWM. Isyarat audio analog sebagai isyarat masukan modulator akan diubah menjadi isyarat PWM. Perubahan ini dilakukan dengan cara membandingkan isyarat audio dengan isyarat segitiga yang bersumber dari luar yang mempunyai frekuensi tinggi 5 hingga 50 kali dari frekuensi isyarat audio [3]. Diagram kotak dari penguat kelas D menggunakan PWM dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pada tahap ini, penguat masih menggunakan dua aras keluaran. Gambar 2.2. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan Metode PWM [5]. Dalam setiap periode dari isyarat segitiga, lebar pulsa dari isyarat PWM yang terbentuk akan sebanding dengan amplitudo dari isyarat audio analog masukan [4]. Gambar 2.3. memperlihatkan contoh isyarat PWM itu. 9

4 Gambar 2.3. Contoh Keluaran Isyarat PWM. Warna merah menunjukkan isyarat audio masukan, warna hijau menunjukkan isyarat segitiga dan warna biru isyarat PWM [3]. Selain PWM, penguat kelas D dapat pula menghasilkan isyarat keluaran modulasi rapat pulsa (PDM), PDM dapat dihasilkan dengan teknik modulasi sigma delta (SDM). Diagram kotak penguat kelas D menggunakan SDM dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan SDM. Berbeda dengan PWM, pada PDM, rata-rata dari amplitudo isyarat masukan akan sebanding dengan banyaknya pulsa yang muncul pada keluaran. Gambar 2.5. memperlihatkan contoh dari isyarat PDM. 10

5 Gambar 2.5. Contoh Keluaran Isyarat PDM (bawah) dengan Isyarat Masukan (atas) [9]. Metode PWM mempunyai kelemahan yaitu ketika duty cyle dari PWM mendekati 100% (terjadi ketika isyarat masukan mempunyai amplitudo yang mendekati amplitudo dari isyarat segitiga) maka diperlukan kecepatan switching yang tinggi dari komponen yang dipakai karena keadaan keluaran akan berubah dengan sangat cepat. Jika komponen switching tidak dapat mengikuti perubahan kondisi yang sangat cepat, maka proses switching menjadi tidak sempurna. Misalnya ketika keluaran dari modulator masih dalam transisi kondisi low menuju high, keluaran sudah harus berubah menuju kondisi low mengakibatkan isyarat keluaran proses switching tidak sempurna dan sebagai akibatnya isyarat keluaran akan mengalami cacat. PDM tidak akan mengalami masalah ini, karena pada SDM perubahan kondisi pada keluaran hanya dapat terjadi tiap periode dari isyarat clock. Hal ini dikarenakan keluaran dari pengkuantisasi dari SDM akan diperbaharui setiap mendapat picuan dari isyarat clock. Isyarat clock ini merupakan isyarat kotak dengan frekuensi tetap, sehingga setiap proses switching akan terjadi secara sempurna. Selain itu, PDM mempunyai kelebihan lain yaitu PDM mendistribusikan energi dari frekuensi tinggi hasil modulasi, sedangkan pada PWM, energi frekuensi tinggi akan terkonsentrasi pada frekuensi isyarat segitiga beserta frekuensi harmonik-harmoniknya [4]. Pada PDM terjadi proses pendistribusian frekuensi dikarenakan pada SDM terdapat proses pembentukan derau (noise-shaping). SDM akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab di bawah ini Sigma Delta Modulation (SDM) Sigma delta modulation (SDM) merupakan metode modulasi yang digunakan dalam modulator penguat kelas D untuk mengubah isyarat audio masukan menjadi 11

6 isyarat pulse density modulation (PDM). Di dalam SDM terjadi proses pembentukan derau (noise-shaping) di dalamnya untuk menekan derau pada frekuensi pada pita tertentu. SDM secara umum mempunyai diagram kotak seperti pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Diagram Kotak SDM. adalah isyarat analog masukan, adalah isyarat error antara dan yang telah ditapis oleh, adalah isyarat keluaran dari SDM. SDM terbagi menjadi dua blok bagian utama yaitu loop filter ( ) dan pengkuantisasi (quantizer). SDM akan dijelaskan dengan melakukan pemodelan linear pada bagian pengkuantisasi. Oleh karena itu, sebelumnya penulis akan membahas terlebih dahulu bagian pengkuantisasi dimana hal ini akan dijelaskan menggunakan modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) pada subbab Digunakan PCM karena pada PCM terjadi proses pencuplikan dan proses kuantisasi yang mana kesemuanya itu terjadi pada bagian pengkuantisasi pada SDM. Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan mengenai penjelasan SDM pada subbab dimana penjelasan mengenai SDM akan menggunakan pemodelan linear dari bagian pengkuantisasi yang telah dijelaskan pada bagian PCM Pulse Code Modulation (PCM) Pulse-code modulation (PCM) akan menyampling isyarat masukan pada frekuensi Nyquist kemudian mengkuantisasi isyarat masukan menjadi N-bit keluaran. PCM membutuhkan aras kuantisasi sebesar. Jarak antara aras kuantisasi ( ) disebut sebagai quantization step yang dapat dituliskan sebagai berikut,. (2.1) Pada Gambar 2.7 dapat dilihat transfer karakteristik untuk 3-bit pengkuantisasi. merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah isyarat masukan. 12

7 Pengkuantisasi akan mengkuantisasi isyarat ke aras terdekat dari aras pengkuantisasi yang ada. Derau kuantisasi merupakan perbedaan antara masukan dan keluaran hasil pengkuantisasi [9]. Gambar 2.7. Transfer Karakteristik dari 3-bit Pengkuantisasi [9]. Sumbu tegak merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah masukan pengkuantisasi. Pengkuantisasi merupakan sistem yang sangat tidak linear, sehingga efek dari proses kuantisasi pada sinyal masukan dan derau yang dihasilkan dari proses kuantisasi sangat sulit untuk diukur secara pasti. Oleh karenanya dilakukan pendekatan secara linear (Gambar 2.8) dengan beberapa asumsi-asumsi antara lain [9], 1. Derau kuantisasi adalah stasioner (proses acak). 2. Derau kuantisasi tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri dan dengan isyarat masukan ( ). 3. Probablity-density function dari derau adalah uniform pada rentang derau kuantisasi. Gambar 2.8. Model Linear dari Proses Kuantisasi [9]. merupakan isyarat keluaran hasil kuantisasi dan merupakan isyarat masukan, adalah derau kuantisasi. 13

8 Oleh karenanya, derau dari proses kuantisasi ini merupakan derau putih yang tersebar merata pada berbagai frekuensi hingga frekuensi Nyquist. Gambar 2.9 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi pada ranah frekuensi. Gambar 2.9. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling Fs [10]. untuk N-bit kuantisasi dari sinyal sinusoisal dengan amplitudo dapat dirumuskan sebagai berikut [9],...(2.2). Pada proses kuantisasi dapat dilihat untuk kenaikan 1 bit kuantisasi, SNR akan mengalami kenaikan sekitar 6 db. Untuk mendapatkan yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperbesar frekuensi sampling yang dinamakan sebagai oversampling. Jika frekuensi Nyquist adalah, dan isyarat disampling dengan frekuensi, maka oversampling ratio nya adalah. Derau dari proses kuantisasi akan tersebar pada rentang frekuensi yang lebih lebar, sehingga derau kuantisasi pada fekuensi di bawah frekuensi Nyquist akan berkurang. yang dihasilkan dapat dirumuskan sebagai berikut [9],...(2.3). Dapat dilihat untuk setiap melipatduakan frekuensi sampling, akan naik sebesar 3dB. 14

9 Gambar FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling kfs [10]. Gambar 2.10 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi dengan frekuensi sampling k kali dari frekuensi Nyquist pada ranah frekuensi Pemodelan Secara Linear Modulasi Sigma Delta Modulasi sigma delta (SDM) tersusun dari pengkuantisasi dan tapis di depan pengkuantisasi dan keluaran isyarat hasil kuantisasi yang diumpan balik seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Pengkuantisasi pada SDM akan dikendalikan oleh sinyal error yang telah ditapis ( ) oleh tapis. Dalam melakukan analisis, pengkuantisasi dimodelkan secara linear dan direpresentasikan seperti pada Gambar Gambar Blok Diagram dari SDM Menggunakan Model Linear pada Bagian Pengkuantisasinya. Pada Gambar 2.11, bagian pengkuantisasi dimodelkan secara linear dengan derau kuantisasi dilambangkan dengan. Melalui asumsi yang telah dijelaskan pada subbab derau bagian kuantisasi merupakan derau putih yang mempunyai 15

10 komponen frekuensi tersebar merata pada semua frekuensi. Sehingga dalam model linear, keluaran merupakan penjumlahan dari masukan pengkuantisasi dengan derau kuantisasi. Dari pemodelan Gambar 2.11, dapat dicari hubungan antara keluaran dengan derau dan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan. Hubungan antara keluaran dengan derau disebut sebagai noise transfer function ( ) dicari dengan mengabaikan isyarat masukan seperti dapat dilihat pada Gambar Gambar Diagram Kotak Noise Transfer Function. NTF(s) ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,...(2.4). Sedangkan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan disebut sebagai signal transfer function ( ) dicari dengan mengabaikan derau seperti dapat dilihat pada Gambar Gambar Diagram Kotak Signal Transfer Function. ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,...(2.5). 16

11 Keluaran dari SDM ini dapat ditulis sebagai berikut,...(2.6). Dengan melakukan pendekatan linear, dapat dilihat efek dari tapis terhadap isyarat baik masukan, keluaran dan derau. Dapat dilihat bahwa akan berperan terhadap pembentukan derau pada keluaran. Jika diinginkan derau pada keluaran ditekan pada pita frekuensi audio, maka harus merupakan tapis lolos tinggi. Derau pengkuantisasi akan dilemahkan pada pita frekuensi audio dan diloloskan pada frekuensi tinggi. Oleh karena itu, SDM disebut melakukan pembentukan derau (noise shaping). Gambar 2.14 menunjukkan contoh keluaran dari spektrum isyarat keluaran. Gambar Spektrum Isyarat Keluaran Modulator dengan Derau yang Telah Dibentuk pada Frekuensi Tinggi [10]. Pada perancangan SDM, dirancang terlebih dahulu tanggapan yang diinginkan. Kemudian dari dapat dicari tapis dari persamaan (2.4) yang dapat ditulis sebagai berikut,...(2.7). Jika dituliskan sebagai...(2.8), dengan, adalah numerator dari dan adalah denumerator dari. Tapis dapat dituliskan kembali sebagai berikut, 17

12 ...(2.9) Semakin besar orde dari tapis, modulasi sigma delta akan memberikan keuntungan pada kenaikan signal-to-noise ratio ( ). Hal ini dikarenakan terjadinya proses noise-shaping dimana derau akan dipindahkan pada pita frekuensi yang jauh lebih tinggi dari pita audio. ideal untuk SDM orde tinggi (k-orde) dapat dirumuskan sebagai berikut [6],...(2.10). Pada SDM untuk tapis orde 1 (k = 1), dengan melakukan melipatduakan frekuensi sampling akan terjadi kenaikan SNR sebesar 9 db. Pada PCM yang tidak melakukan proses noise-shaping melipatduakan frekuensi sampling hanya akan menaikkan SNR sebesar 3 db. Gambar Noise-Shaping pada SDM untuk Orde 1, 2 dan 3 [11]. Dari Gambar 2.15, dapat dilihat bahwa dengan melakukan penambahan orde dari tapis, maka dapat dicapai SNR pada pita frekuensi audio yang lebih tinggi. Namun, SDM dengan orde tinggi (lebih dari dua) mempunyai masalah pada kestabilannya, yaitu sangat tidak stabil. 18

13 Permasalahan ini tidak dapat dijelaskan dengan model linear karena adanya umpan balik dari pengkuantisasi yang bersifat sangat tidak linear. Hingga saat ini belum ada yang dapat memecahkan persoalan ketidakstabilan dari SDM orde tinggi [12] Noise-Shaping Coding [13 13] Sigma Delta Modulation (SDM) kemudian dikembangkan menjadi noiseshaping coding seperti yang telah dikerjakan pada [13] untuk mengatasi masalah ketidakstabilan orde tinggi pada SDM. Blok diagram noise-shaping coding dapat dilihat pada Gambar Gambar Diagram Kotak Noise-Shaping Coding [13]. Gambar 2.15 menunjukkan diagram kotak dari teknik penyandian noise-shaping dimana adalah isyarat audio analog masukan, dan merupakan keluaran dari tapis. Isyarat merupakan isyarat error antara masukan r(t) dan keluaran y(t) yang telah ditapis oleh tapis. Sedangkan isyarat akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan mengenai tapis. Keluaran dari akan bergantung dari isyarat dan sesuai dengan aturan kuantisasi yang telah ditentukan. Dari aturan kuantisasi yang telah ditentukan dan persamaan untuk isyarat akan dijabarkan kemudian bahwa isyarat sebagai masukan ke bagian pengkuantisasi akan terbatas nilainya, sehingga penyandi noiseshaping coding yang dibuat stabil. Tapis untuk noise-shaping coding digambarkan lebih jelas pada Gambar

14 Gambar Tapis pada Noise-Shaping Coding. Tapis ini merupakan tapis dengan dua masukan ( dan ) dan dua keluaran ( dan ). Oleh karenanya tapis ini ditulis dalam bentuk statevariable karena bentuk state variable dapat memperlihatkan hubungan dari suatu sistem yang memiliki banyak input dan banyak output. Tapis dalam state-variable ditulis sebagai berikut [14], G :...(2.11) dengan = state vector (n 1) untuk sistem orde n, = matriks sistem (n n), = matriks masukan (n 1), = matriks keluaran (1 n). Untuk menyederhanakan perhitungan, semua sinyal ternormalisasi terhadap tegangan catu daya ±1. Jika kuantisasi yang dipakai adalah kuantisasi seragam, kuantisasi ternormalisasi untuk N-bit coding adalah, dimana adalah quantization step. Untuk 1 bit kuantisasi atau dua aras kuantisasi, maka aras kuantisasi nya ( ) adalah, sedangkan untuk tiga aras kuantisasi,. Perbedaan antara noise-shaping coding dengan SDM terletak pada loop filter. Pada tapis G(s) ditambahkan satu buah keluaran yang memenuhi persamaan,...(2.12). 20

15 Isyarat ini menjamin kestabilan dari penyandi noise-shaping yang dibuat [14]. Bagian pengkuantisasi akan melakukan kuantisasi dengan syarat kuantisasi adalah isyarat ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada ( ), bergantung pada isyarat. Sebagai contoh jika, dengan adalah bilangan bulat, maka keluaran kuantisasi dari sinyal adalah : Dengan adanya isyarat yang mengendalikan pengkuantisasi menyebabkan terbatasnya amplitudo isyarat [14]. Sebuah modulator dikatakan stabil jika masukan ke pengkuantisasi terbatas atau dapat dikatakan error sinyal dibatasi [15]. Oleh karenanya, noise-shaping coding menjamin kestabilan dari coder atau modulator. Keterbatasan dari isyarat error yang telah ditapis oleh tapis dapat dilihat dari persamaan-persamaan sebagai berikut,...(2.13.a)...(2.13.b) oleh karena sesuai dengan persamaan (2.12) bahwa maka...(2.14). Bagian pengkuantisasi akan mengkuantisasi sinyal ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada bergantung pada sinyal e, sehingga akan didapatkan,...(2.15) sehingga,...(2.16). Dengan melakukan proses integrasi maka akan didapatkan sebagai berikut,...(2.17.a)...(2.17.b), dimana adalah periode dari frekuensi sampling. Dapat dilihat bahwa error yang telah ditapis akan terbatas pada nilai sehingga modulator dapat dikatakan stabil. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar modulator stabil, yang pertama adalah isyarat tidak boleh overload atau tidak melebihi dari tegangan catu daya yang 21

16 digunakan. Syarat yang kedua adalah zero dari tapis sumbu imajiner [13]. harus ada di sebelah kiri 2.2. Tingkat Daya dengan MOSFET Pada tugas akhir ini MOSFET dipakai sebagai komponen aktif yang dipakai pada bagian tingkat daya untuk menguatkan isyarat pulsa keluaran modulator. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari MOSFET serta konfigurasi full-bridge dengan MOSFET yang dipakai dalam perancangan sebagai bagian penguat akhir dari penguat audio kelas D yang dirancang Konsep MOSFET MOSFET mempunyai impedans masukan yang sangat tinggi dan menyerap daya searah yang sedikit sekali. Hal ini yang menyebabkan MOSFET sangat efisien dalam rangkaian berdayamikro, baik digital maupun analog [16]. Tidak seperti transistor sambungan dua kutub (bipolar junction transistor, BJT), MOSFET tidak membutuhkan pengendali arus yang besar. Demikian pula, MOSFET mempunyai kecepatan operasi yang tinggi dibandingkan dengan BJT, sehingga MOSFET cocok digunakan dalam aplikasi pensaklaran (switching) dengan frekuensi yang cukup tinggi [8]. Terdapat dua jenis MOSFET yaitu MOSFET tipe pengosongan dan MOSFET tipe peningkatan. Kedua jenis MOSFET ini mempunyai operasi kerja yang berbeda. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai MOSFET tipe peningkatan yang dipakai penulis dalam perancangan tugas akhir. MOSFET akan bekerja jika tegangan gerbang ( ) lebih besar atau sama dengan tegangan ambang. Besarnya suatu MOSFET biasanya berkisar antara 1 sampai 3 V. Karakteristik ideal dari suatu MOSFET saluran-n tipe peningkatan dapat dilihat seperti pada Gambar

17 Gambar Karakteristik Ideal MOSFET Saluran-n Tipe Peningkatan [16]. Dari Gambar 2.13 dapat dilihat ada dua buah daerah kerja MOSFET yaitu daerah trioda dan daerah pinch-off (aktif). Daerah aktif terjadi ketika MOSFET memenuhi kondisi. Pada daerah aktif ini besarnya akan konstan bergantung pada besarnya meskipun tegangan penguras-sumber ( ) dinaikkan. Sedangkan daerah trioda akan terjadi ketika MOSFET berada pada kondisi. Pada daerah trioda, akan bernilai sangat kecil dan menyebabkan akan bernilai maksimum bergantung pada besarnya. Saat kondisi trioda ini, terdapat hambatan searah antara penguras dan sumber yang dinyatakan sebagai parameter. Ketika MOSFET akan dioperasikan sebagai saklar, MOSFET akan bekerja dalam dua kondisi. Yang pertama adalah MOSFET akan bekerja dalam kondisi cut-off atau mati (MOSFET OFF). Pada kondisi cut-off, MOSFET tidak bekerja, hal ini terjadi ketika. Arus penguras ( ) akan bernilai 0 dan akan bernilai maksimum. Hal ini ditunjukkan untuk pada Gambar 2.17 untuk. Yang kedua adalah MOSFET bekerja pada daerah triode, dimana besarnya arus pernguras maksimal dan bernilai mendekati 0 (MOSFET ON). Pada saat kondisi ini terjadi disipasi daya pada MOSFET yang akan terbuang menjadi panas. Besarnya disipasi daya dari MOSFET akan bergantung pada parameter dari MOSFET. 23

18 MOSFET Konfigurasi Jembatan Penuh (Full Bridge) Sebagai penguat bagian akhir, MOSFET dapat diwujudkan dalam dua konfigurasi yaitu half bridge dan full bridge. Perbedaan konfigurasi half bridge dan full bridge dapat dilihat pada Gambar (a) (b) Gambar (a). Konfigurasi Half Bridge. (b). Konfigurasi Full Bridge. Konfigurasi full bridge mempunyai kelebihan dibandingkan dengan half bridge antara lain, konfigurasi full bridge tidak mempunyai DC offset seperti pada konfigurasi half bridge, konfigurasi full bridge tidak mengalami terjadinya bus pumping effect seperti pada half bridge dimana catu daya mengalami pemompaan balik dari penggeser aras, sehingga menghasilkan fluktuasi pada tegangan bus [8]. Selain itu, daya keluaran yang dihasilkan pada konfigurasi full bridge dua kali lebih besar dari daya yang dihasilkan half bridge dengan tegangan catu daya yang sama. Pada konfigurasi full bridge, tiga aras keluaran pada penguat dapat diimplementasikan karena pada beban dapat terjadi tiga kondisi keluaran seperti dapat dilihat pada Gambar 2.20, sedangkan pada half bridge, hanya dua aras keluaran saja yang dapat diimplementasikan. 24

19 (a) (b) (c) (d) Gambar (a) dan (b). Kondisi MOSFET pada Full Bridge MOSFET ketika Ada Aliran Arus pada Penyuara. (c) dan (d). Tidak ada aliran arus pada penyuara. Pada Gambar 2.20 (a) dan (b) ada arus yang melewati penyuara, namun berbeda polaritasnya pada penyuara, sedangkan untuk Gambar 2.20 (c) dan (d) tidak ada beda potensial di antara penyuara atau potensial di kedua ujung penyuara sama besarnya sehingga menyebabkan tidak adanya arus yang melewati penyuara. Tabel 2.1 memperlihatkan kondisi yang dapat terjadi pada keluaran dari full bridge mengacu pada Gambar 2.20, beserta kondisi tiap MOSFET (M1, M2, M3, M4), diasumsikan tegangan catu daya Vcc = 1. Tabel 2.1. Kondisi Tiap MOSFET pada Konfigurasi Full Bridge dan Keluarannya. MOSFET Keluaran M1 M2 M3 M4 (OUT+) (OUT-) on off off on 1 off on on off -1 on off on off 0 off on off on 0 25

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah BAB I PENDAHULUAN Pada tugas akhir ini penulis akan merancang dan membuat penguat audio kelas D tanpa tapis induktor-kapasitor (LC) yang memanfaatkan modulasi tiga aras. Pada bab I, penulis akan menjelaskan

Lebih terperinci

PENGUAT AUDIO KELAS D TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS

PENGUAT AUDIO KELAS D TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS PENGUAT AUDIO KELAS TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS Suryo Santoso, F. Dalu Setiaji, Matias H.W. Budhianto PENGUAT AUDIO KELAS D TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS Suryo Santoso 1, F. Dalu

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D

BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D TANPA TAPIS LC PADA BAGIAN KELUARAN DENGAN MODULASI TIGA ARAS Pada bab III penulis akan menjelaskan perancangan dari penguat kelas D tanpa tapis LC dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB. Kinerja Pengujian

BAB. Kinerja Pengujian BAB IV PENGUJIAN PENGUAT KELAS D TANPA TAPIS LC Bab ini akan menjelaskan pengujian dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang dibuat.pengujian ini terdiri dari dua utama yaitupengujian untuk mengetahui kinerja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Amplifier Suatu rangkaian elektronik yang menggunakan komponen aktif, dimana suatu input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat digunakan disebut

Lebih terperinci

MODULASI TIGA ARAS. oleh Suryo Santoso

MODULASI TIGA ARAS. oleh Suryo Santoso PENGUAT AUDIO KELAS D TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS oleh Suryo Santoso NIM : 612007021 Skripsi Untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 5 Modulasi Pulsa

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 5 Modulasi Pulsa TKE 2102 TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR Kuliah 5 Modulasi Pulsa Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 B A B

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan spesifikasi alat sehingga memudahkan menganalisa rangkaian. Pengukuran dilakukan pada setiap titik pengukuran

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Brilliant Adhi Prabowo Pusat Penelitian Informatika, LIPI brilliant@informatika.lipi.go.id Abstrak Motor dc lebih sering digunakan

Lebih terperinci

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut:

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut: 1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Adaptive delta modulation (ADM) merupakan modifikasi dari DM (Delta Modulation). ADM digunakan untuk mengatasi bising kelebihan beban yang terjadi pada modulator data

Lebih terperinci

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi Rijal Fadilah Transmisi & Modulasi Pendahuluan Sebuah sistem komunikasi merupakan suatu sistem dimana informasi disampaikan dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tempat A yang terletak ditempat yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PWM Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap, namun, lebar pulsanya bervariasi. Lebar pulsa PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. BAB II DASAR TEORI. Umum Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. Karena sebagian besar sinyal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 48 BAB I HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 4.1. HASIL PERCOBAAN 4.1.1. KARAKTERISTIK DIODA Karakteristik Dioda dengan Masukan DC Tabel 4.1. Karakteristik Dioda 1N4007 Bias Maju. S () L () I D (A) S () L ()

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah teori catu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Inverter dan Aplikasi Inverter daya adalah sebuah perangkat yang dapat mengkonversikan energi listrik dari bentuk DC menjadi bentuk AC. Diproduksi dengan segala bentuk dan ukuran,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem perangkat keras dari UPS (Uninterruptible Power Supply) yang dibuat dengan menggunakan inverter PWM level... Gambaran Sistem input

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAHASAN dan Pengujian

BAB IV. PEMBAHASAN dan Pengujian BAB IV PEMBAHASAN dan Pengujian Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan pengujian dari alat yang dibuat secara keseluruhan. Seperti halnya perancangan maka pada tahapan pengujian dilakukan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL DIBUAT OLEH: WAHYU PAMUNGKAS, ST LABORATORIUM SWITCHING DAN TRANSMISI AKATEL SANDHY PUTRA PURWOKERTO 2006 1 MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL SIFAT-SIFAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas dasar teori yang berhubungan dengan perancangan skripsi antara lain fungsi dari function generator, osilator, MAX038, rangkaian operasional amplifier, Mikrokontroler

Lebih terperinci

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI Sebagian besar sinyal-sinyal di alam adalah sinyal analog. Untuk memproses sinyal analog dengan sistem digital, perlu dilakukan proses pengubahan sinyal analog menjadi

Lebih terperinci

SINYAL DISKRIT. DUM 1 September 2014

SINYAL DISKRIT. DUM 1 September 2014 SINYAL DISKRIT DUM 1 September 2014 ADC ADC 3-Step Process: Sampling (pencuplikan) Quantization (kuantisasi) Coding (pengkodean) Digital signal X a (t) Sampler X(n) Quantizer X q (n) Coder 01011 Analog

Lebih terperinci

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS 3.1. Pendahuluan Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk menghidupkan HPL (High Power LED) dengan watt

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T Konversi Data Analog ke Sinyal Digital Proses transformasi data analog ke digital dikenal sebagai digitalisasi. Tiga hal yang paling umum terjadi setelah proses digitalisasi adalah: 1. Data digital dapat

Lebih terperinci

Rijal Fadilah. Transmisi Data

Rijal Fadilah. Transmisi Data Rijal Fadilah Transmisi Data Review Sistem Komunikasi Data Entitas yg melambangkan suatu pengertian Jenis : data analog & data digital Signal / Sinyal Suatu bentuk/cara utk menyalurkan data Jenis : signal

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan Switching Amplifier ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu. Noise Shaping

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan Switching Amplifier ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu. Noise Shaping BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Perancangan Switching Amplifier ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu perancangan Modul Input, Modul FPGA dan Modul Output. Modul Input Digital audio dalam ROM 8 bit Bus

Lebih terperinci

BAB VI PEMANGKAS (CHOPPER)

BAB VI PEMANGKAS (CHOPPER) BAB VI PEMANGKAS (CHOPPER) Elektronika Daya ALMTDRS 2014 KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti materi ini diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi: Menguasai dasar prinsip kerja chopper penaik tegangan (step-up),

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Magnet Eksternal µt Gambar Grafik Respon Daya Output Buck Converter dengan Gangguan Medan

DAFTAR GAMBAR. Magnet Eksternal µt Gambar Grafik Respon Daya Output Buck Converter dengan Gangguan Medan DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1. Skema Buck Converter [5]... 7 Gambar 2. 2. Buck Converter: Saklar Tertutup [5]... 7 Gambar 2. 3. Buck Converter: Saklar Terbuka [5]... 8 Gambar 2. 4. Rangkaian Boost Converter

Lebih terperinci

Mono Amplifier Class D menggunakan Semikron SKHI 22B dan IGBT Module Semikron SKM75GB128DN

Mono Amplifier Class D menggunakan Semikron SKHI 22B dan IGBT Module Semikron SKM75GB128DN JURNAL DIMENSI TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 29-36 29 Mono Amplifier Class D menggunakan Semikron SKHI 22B dan IGBT Module Semikron SKM75GB128DN Ivan Christanto Jurusan Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dewasa ini dunia telekomunikasi berkembang sangat pesat. Banyak transmisi yang sebelumnya menggunakan analog kini beralih ke digital. Salah satu alasan bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter) BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulator 8-QAM Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM Dari blok diagram diatas dapat diuraikan bahwa pada modulator 8-QAM sinyal data yang dibangkitkan oleh rangkaian pembangkit

Lebih terperinci

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 JUDUL AMPITUDE SHIFT KEYING GRUP 4 3A PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Lebih terperinci

KENDALI MOTOR DC. 3. Mahasiswa memahami pengontrolan arah putar dan kecepatan motor DC menggunakan

KENDALI MOTOR DC. 3. Mahasiswa memahami pengontrolan arah putar dan kecepatan motor DC menggunakan KEGIATAN BELAJAR 7 KENDALI MOTOR DC A. Tujuan 1. Mahasiswa memahami penerapan switching dengan rangkaian H-bridge pada motor DC 2. Mahasiswa memahami pengontrolan arah dan kecepatan motor DC menggunakan

Lebih terperinci

MODULASI DELTA ADAPTIF

MODULASI DELTA ADAPTIF MODULASI DELTA ADAPTIF SIGIT KUSMARYANTO http://sigitkus@ub.ac.id I. PENDAHULUAN Kecenderungan dalam perancangan sistem komunikasi baru untuk masa mendatang telah meningkatkan penggunaan teknik-teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inverter BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kedudukan inverter pada sistem pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS adalah sebagai peeralatan yang mengubah listrik arus searah (DC) menjadi listrik arus bolak-balik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen murni. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh frekuensi medan eksitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konverter Elektronika Daya Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan daya elektrik dari satu bentuk ke bentuk daya elektrik lainnya di bidang elektronika

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Sistem Komputer. Skripsi Sarjana Komputer. Semester Genap tahun 2003/2004

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Sistem Komputer. Skripsi Sarjana Komputer. Semester Genap tahun 2003/2004 Universitas Bina Nusantara Jurusan Sistem Komputer Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap tahun 2003/2004 PERANCANGAN SWITCHING AMPLIFIER DENGAN TEKNIK DIGITAL PULSE WIDTH MODULATION BERBASISKAN FPGA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. MOSFET MOSFET atau Metal Oxyde Semiconductor Field Effect Transistor merupakan salah satu jenis transistor efek medan (FET). MOSFET memiliki tiga pin yaitu gerbang (gate), penguras

Lebih terperinci

Penguat Kelas-D dengan RWDM

Penguat Kelas-D dengan RWDM National Conference: Design and Application of Technology 00 Penguat Kelas-D dengan RWDM Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

MAKALAH PENGUAT DAYA

MAKALAH PENGUAT DAYA MAKALAH PENGUAT DAYA Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Elektronika Komunikasi Disusun oleh: Shintya Yosvine Monro 111090109 FAKULTAS ELEKTRO DAN KOMUNIKASI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM BANDUNG

Lebih terperinci

Komunikasi Data. Bab 5. Data Encoding. Bab 5. Data Encoding 1/46

Komunikasi Data. Bab 5. Data Encoding. Bab 5. Data Encoding 1/46 Bab 5. Data Encoding Bab 5. Data Encoding 1/46 Outline Teknik Encoding Data Digital Signal Digital Teknik Encoding Data Analog Signal Digital Teknik Encoding Data Digital Signal Analog Teknik Encoding

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK PENGKODEAN

BAB II TEKNIK PENGKODEAN BAB II TEKNIK PENGKODEAN 2.1 Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu kumpulan dengan sesuatu yang lain. Seperti

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI

BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI 3.1 Pendahuluan Pada tugas akhir ini akan membahas tentang pengisian batere dengan metode constant current constant voltage. Pada implementasinya mengunakan rangkaian konverter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, penelitian mengenai sumber energi terbarukan sangat gencar dilakukan. Sumber-sumber energi terbarukan yang banyak dikembangkan antara lain sumber energi tenaga

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 3 B. DASAR TEORI 1. MOSFET

KEGIATAN BELAJAR 3 B. DASAR TEORI 1. MOSFET KEGIATAN BELAJAR 3 A. Tujuan a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami karakteristik switching dari mosfet b. Mahasiswa diharapkan dapat menggambarkan kurva karakteristik v-i masukan dan keluaran mosfet.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari 2015. Perancangan dan pengerjaan perangkat keras (hardware) dan laporan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG LISA SAKINAH (07 00 70) Dosen Pembimbing: Dr. Melania Suweni Muntini,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1. Perangkat Keras Sistem Perangkat Keras Sistem terdiri dari 5 modul, yaitu Modul Sumber, Modul Mikrokontroler, Modul Pemanas, Modul Sensor Suhu, dan Modul Pilihan Menu. 3.1.1.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller

Lebih terperinci

BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan konverter daya yang efisien dan berukuran kecil terus berkembang di berbagai bidang. Mulai dari charger baterai, catu daya komputer, hingga

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan BAB II DASAR TEORI 2. 1 Suara Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitude tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun benda

Lebih terperinci

Elektronika. Pertemuan 8

Elektronika. Pertemuan 8 Elektronika Pertemuan 8 OP-AMP Op-Amp adalah singkatan dari Operational Amplifier IC Op-Amp adalah piranti solid-state yang mampu mengindera dan memperkuat sinyal, baik sinyal DC maupun sinyal AC. Tiga

Lebih terperinci

Model Transmisi Digital Optik Isyarat Analog Dengan Modulasi Delta

Model Transmisi Digital Optik Isyarat Analog Dengan Modulasi Delta Model Transmisi Digital Optik Isyarat Analog Dengan Modulasi Delta Iwan Handoyo Putro Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra E-mail: iwanhp@petra.ac.id Abstrak Makalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan elektronika daya telah membuat inverter menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari mesin-mesin listrik AC. Penggunaan inverter sebagai sumber untuk mesin-mesin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN SISTEM

BAB II LANDASAN SISTEM BAB II LANDASAN SISTEM Berikut adalah penjabaran mengenai sistem yang dibuat dan teori-teori ilmiah yang mendukung sehingga dapat terealisasi dengan baik. Pada latar belakang penulisan sudah dituliskan

Lebih terperinci

BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA. 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan

BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA. 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA 2.1 Umum Telinga manusia memiliki kemampuan menerima frekwensi dalam kisaran 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan frekwensi yang sempit

Lebih terperinci

Praktikum Sistem Komunikasi

Praktikum Sistem Komunikasi UNIT V Modulasi BPSK dan DPSK 1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui perbedaan komunikasi analog dengan komunikasi digital 2. Mengetahui jenis-jenis format data coding 3. Mampu memahami sistem komunikasi digital

Lebih terperinci

Jaringan Komputer Data Encoding Data Enc

Jaringan Komputer Data Encoding Data Enc Jaringan Komputer Data Encoding Teknik Encoding Data digital, sinyal digital Data analog, sinyal digital Data digital, sinyal analog Data analog, sinyal analog Data Digital, Sinyal Digital Sinyal digital

Lebih terperinci

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER IV TH 2010/2011

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER IV TH 2010/2011 LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER IV TH 2010/2011 JUDUL DELTA MODULATOR GRUP 01 4A PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA Judul

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN 2.1. C-V Meter Karakteristik kapasitansi-tegangan (C-V characteristic) biasa digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu

Lebih terperinci

Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan.

Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan. Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Definisi : Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan. Diagram blok yang umum : Aplikasi : - Mode saklar penyuplai daya,

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma 3 Oleh: SHALLY

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab tiga ini akan dijelaskan mengenai perancangan dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada alat ini. Dimulai dari uraian perangkat keras lalu uraian perancangan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

MODULASI DELTA. Budihardja Murtianta. Intisari

MODULASI DELTA. Budihardja Murtianta. Intisari MODULASI DELTA MODULASI DELTA Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika & Komputer UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari Modulasi Delta merupakan

Lebih terperinci

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T ENCODING DAN TRANSMISI Budhi Irawan, S.Si, M.T ENCODING Encoding atau penyandian atau pengodean adalah teknik yang digunakan untuk mengubah sebuah karakter pada informasi digital kedalam bentuk biner sehingga

Lebih terperinci

12-9 Pengaruh dari Kapasitor Pintas Emiter pada Tanggapan Frekuensi-Rendah

12-9 Pengaruh dari Kapasitor Pintas Emiter pada Tanggapan Frekuensi-Rendah DAFTARISI Prakata ' *' Bab 12 Penguat Tahapan Majemuk 1 12-1 Klasifikasi Penguat 1 12-2 Distorsi dalam Penguat 2 12-3 Tanggapan Frekuensi dari Penguat 3 12-4 Grafik-grafik Bode 7 12-5 Tanggapan Undak (Step

Lebih terperinci

NAMA :M. FAISAL FARUQI NIM : TUGAS:ELEKTRONIKA DAYA -BUCK CONVERTER

NAMA :M. FAISAL FARUQI NIM : TUGAS:ELEKTRONIKA DAYA -BUCK CONVERTER NAMA :M. FAISAL FARUQI NIM :2201141004 TUGAS:ELEKTRONIKA DAYA -BUCK CONVERTER Rangkaian ini merupakan salah satu konverter DC-DC pada Elektronika Daya (ELDA). Dengan rangkaian Buck-Converter ini, kita

Lebih terperinci

PERCOBAAN 5 REGULATOR TEGANGAN MODE SWITCHING. 1. Tujuan. 2. Pengetahuan Pendukung dan Bacaan Lanjut. Konverter Buck

PERCOBAAN 5 REGULATOR TEGANGAN MODE SWITCHING. 1. Tujuan. 2. Pengetahuan Pendukung dan Bacaan Lanjut. Konverter Buck PEROBAAN 5 REGUATOR TEGANGAN MODE SWITHING 1. Tujuan a. Mengamati dan mengenali prinsip regulasi tegangan mode switching b. Mengindetifikasi pengaruh komponen pada regulator tegangan mode switching c.

Lebih terperinci

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta MODULATOR DAN DEMODULATOR FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PENGUKURAN

BAB III PERANCANGAN DAN PENGUKURAN BAB III PERANCANGAN DAN PENGUKURAN 3.1 Perancangan Sistem Perancangan mixer audio digital terbagi menjadi beberapa bagian yaitu : Perancangan rangkaian timer ( timer circuit ) Perancangan rangkaian low

Lebih terperinci

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A 1. Jelaskan jenis-jenis modulasi digital? 2. Apa keuntungan modulasi FM jika dibandingkan dengan modulasi AM? 3. Sebutkan interface mux SDH dan dapan menampung sinyal

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KENDALI. Kontrol Putaran Motor DC. Dosen Pembimbing Ahmad Fahmi

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KENDALI. Kontrol Putaran Motor DC. Dosen Pembimbing Ahmad Fahmi LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KENDALI Kontrol Putaran Motor DC Dosen Pembimbing Ahmad Fahmi Oleh: Andrik Kurniawan 130534608425 PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan yang

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jenis Jenis Motor DC Motor DC merupakan jenis motor yang paling sering digunakan di dalam dunia robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

Lebih terperinci

penulisan ini dengan Perancangan Anti-Aliasing Filter Dengan Menggunakan Metode Perhitungan Butterworth. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sampling Teori Sampl

penulisan ini dengan Perancangan Anti-Aliasing Filter Dengan Menggunakan Metode Perhitungan Butterworth. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sampling Teori Sampl PERANCANGAN ANTI-ALIASING FILTER DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERHITUNGAN BUTTERWORTH 1 Muhammad Aditya Sajwa 2 Dr. Hamzah Afandi 3 M. Karyadi, ST., MT 1 Email : muhammadaditya8776@yahoo.co.id 2 Email : hamzah@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal Fery Antony, ST Universitas IGM Gambar Teknik Pengkodean dan Modulasi a) Digital signaling: sumber data g(t), berupa digital atau analog, dikodekan menjadi sinyal

Lebih terperinci

Bab IV Pengujian dan Analisis

Bab IV Pengujian dan Analisis Bab IV Pengujian dan Analisis Setelah proses perancangan, dilakukan pengujian dan analisis untuk mengukur tingkat keberhasilan perancangan yang telah dilakukan. Pengujian dilakukan permodul, setelah modul-modul

Lebih terperinci

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu

Lebih terperinci

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat Modul 04: Op-Amp Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis Reza Rendian Septiawan March 3, 2015 Op-amp merupakan suatu komponen elektronika aktif yang dapat menguatkan sinyal dengan

Lebih terperinci

TEKNIK ENCODING SINYAL

TEKNIK ENCODING SINYAL William Stallings Data and Computer Communications 7 th Edition TEKNIK ENCODING SINYAL Ir. Hasanuddin Sirait, MT 1 Teknik Encoding Data digital, sinyal digital Data analog, sinyal digital Data digital,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGKODEAN SINYAL

TEKNIK PENGKODEAN SINYAL TEKNIK PENGKODEAN SINYAL Sumber: Bab 5 Data and Computer Communications William Stallings Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Telkom 3/17/2006 JARINGAN

Lebih terperinci

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Respati Noor 1) Leonardus Heru P 2) 1) Jurusan Teknik Elektro UNIKA Soegijapranata, Semarang 50234, email : reswi_83@yahoo.co.id

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Oleh : Nila Feby Puspitasari

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Oleh : Nila Feby Puspitasari STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh : Nila Feby Puspitasari Data digital, sinyal digital - Merupakan bentuk paling sederhana dari pengkodean digital - Data digital ditetapkan satu level tegangan untuk biner satu

Lebih terperinci

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) + PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OPAMP) Penguat operasional atau Operational Amplifier (OPAMP) yaitu sebuah penguat tegangan DC yang memiliki 2 masukan diferensial. OPAMP pada dasarnya merupakan sebuah

Lebih terperinci

Perancangan Sistim Elektronika Analog

Perancangan Sistim Elektronika Analog Petunjuk Praktikum Perancangan Sistim Elektronika Analog Lab. Elektronika Industri Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Lab 1. Amplifier Penguat Dengan

Lebih terperinci

Analog to Digital Converter (ADC)

Analog to Digital Converter (ADC) Analog to Digital Converter (ADC) Analog to Digital Converter by AGL ADC merupakan proses untuk mengubah sinyal analog menjadi digital. Tahap-tahap nya adalah sebagai berikut: Gambar: Proses ADC Analog

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perangkat Keras ( Hardware) Dalam pembuatan tugas akhir ini diperlukan penguasaan materi yang digunakan untuk merancang kendali peralatan listrik rumah. Materi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Hasil Oversampling 13 Bit Hasil Oversampling 14 Bit Hasil Oversampling 15 Bit Hasil Oversampling 16

Hasil Oversampling 13 Bit Hasil Oversampling 14 Bit Hasil Oversampling 15 Bit Hasil Oversampling 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN... xiv INTISARI... xv ABSRACT...

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan III-1 BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1. Perancangan Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan menghasilkan suatu sistem yang dapat mengontrol cahaya pada lampu pijar untuk pencahayaanya

Lebih terperinci

PERBAIKAN FAKTOR KERJA PADA PENYEARAH SCR PWM (PULSEWIDTH MODULATION) TIGA FASA MENGGUNAKAN METODE PEMADAMAN AKTIF

PERBAIKAN FAKTOR KERJA PADA PENYEARAH SCR PWM (PULSEWIDTH MODULATION) TIGA FASA MENGGUNAKAN METODE PEMADAMAN AKTIF Tugas Akhir RE 1549 PERBAIKAN FAKTOR KERJA PADA PENYEARAH SCR PWM (PULSEWIDTH MODULATION) TIGA FASA MENGGUNAKAN METODE PEMADAMAN AKTIF Himawan Sutamto 2203.109.615 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Mochamad Ashari,

Lebih terperinci

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Respati Noor 1) Leonardus Heru P 2) 1) Jurusan Teknik Elektro UNIKA Soegijapranata, Semarang 50234, email : reswi_83@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM 3.1 Gambaran Umum Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate 64 Kbps untuk melakukan proses modulasi terhadap sinyal data digital. Dalam

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN SMPS JENIS PUSH PULL. Pada bab ini dijelaskan tentang perancangan power supply switching push pull

BAB III RANCANGAN SMPS JENIS PUSH PULL. Pada bab ini dijelaskan tentang perancangan power supply switching push pull BAB III RANCANGAN SMPS JENIS PUSH PULL 3.1 Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan tentang perancangan power supply switching push pull konverter sebagai catu daya kontroler. Power supply switching akan mensupply

Lebih terperinci