SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK"

Transkripsi

1 SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK Oleh MELLISA SUHANDI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh MELLISA SUHANDI F Dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1987 Di Cirebon, Jawa Barat Tanggal Lulus: 14 September 2009 Menyetujui, Bogor, Desember 2009 Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M. Si Pembimbing Akademik Iwan Surjawan, Ph. D Pembimbing Lapang Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan ii

3 Mellisa Suhandi. F Penambahan Turunan Selulosa dan Whey sebagai Penghambat Penyerapan Minyak untuk Meningkatkan Mutu Produk Fried Snack. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Iwan Surjawan, Ph.D RINGKASAN Produk fried snack merupakan makanan selingan yang sangat digemari di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya makanan yang digoreng baik di tingkat rumah tangga maupun industri. Karena kesadaran masyarakat yang meningkat di bidang kesehatan, masyarakat mulai mengurangi konsumsi minyak dalam makanan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya tren healthy food dengan klaim rendah lemak. Oleh karena itu, industri mulai mencari cara untuk menurunkan penyerapan minyak ke dalam produk fried snack. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh turunan selulosa dan whey yang diperkirakan dapat menurunkan penyerapan minyak dan juga pengaruhnya pada bilangan asam dan peroksida minyak. Turunan selulosa merupakan selulosa yang mengalami penggantian pada gugus hidroksinya. Turunan selulosa yang digunakan pada penelitian kali ini adalah dua jenis metilselulosa (MC) dan satu jenis hidroksipropil metilselulosa (HPMC) sementara model pangan yang digunakan adalah pilus. Turunan selulosa dan whey memiliki kemampuan untuk membentuk film yang dapat menghambat penyerapan minyak ke dalam pilus. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu; (1) pembuatan pilus; (2) analisa kimia (kadar air, total minyak pilus, bilangan asam dan peroksida minyak) dan analisa fisik menggunakan texture analyzer; (3) uji organoleptik dengan parameter kerenyahan dan oily aftertaste pilus yang dihasilkan. Pembuatan pilus dilakukan dengan mencampur kering (dry mixing) masing-masing MC A, MC B, HPMC dan whey dengan tapioka pada beberapa konsentrasi yaitu 0.25 %, 0.5 %, 0.75 % dan 1 % (b/b). Kadar air pilus akan meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi oil blocking agent. Hal ini disebabkan kemampuan oil blocking agent dalam mengikat air. Peningkatan kadar air dalam produk akhir pilus perlu diperhatikan karena kadar air yang meningkat dapat membuat pilus melempem. Uji total minyak pada pilus membuktikan bahwa penambahan MC, HPMC dan whey dapat mengurangi minyak yang terserap pada saat penggorengan pilus. Kadar minyak pilus kontrol sebesar % (dry based). Konsentrasi optimum untuk MC A adalah 0.5 % dengan penurunan minyak sebesar % sementara untuk MC B didapatkan pada konsentrasi 0.75 % dengan penurunan minyak %. HPMC dapat menurunkan penyerapan minyak hingga % pada konsentrasi 0.75 %. Penambahan MC, HPMC dan whey akan mempengaruhi karakteristik pilus yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dengan uji menggunakan texture analyzer. Penambahan MC, HPMC dapat meningkatkan kerenyahan dari pilus yang dihasilkan hingga konsentrasi tertentu. Kerenyahan yang meningkat merupakan pengaruh dari pengembangan yang lebih baik ketika digoreng. Sementara penambahan whey akan mengurangi kerenyahan pilus. iii

4 Uji organoleptik dilakukan terhadap parameter kerenyahan dan oily aftertaste. Sampel yang diuji adalah kontrol, HPMC 0.75 %, MC A 0.5 %, MC B 0.75 % dan whey 0.5 %. Berdasarkan data uji organoleptik parameter kerenyahan, didapatkan bahwa whey 0.5 % memiliki kerenyahan yang berbeda dengan pilus yang lain, yaitu lebih rendah (keras), sedangkan untuk parameter oily aftertaste, tidak ada perbedaan tingkat kesukaan pada taraf signifikansi 5 %. Bilangan asam minyak yang digunakan untuk menggoreng pilus kontrol sebesar mg NaOH/ g minyak. Pada awalnya, penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi kecil ( %) akan menurunkan bilangan asam minyak goreng hingga mg NaOH/ g minyak. Peningkatan konsentrasi oil blocking agent (0.5-1 %) akan meningkatkan bilangan asam minyak goreng hingga mg NaOH/ g minyak. Bilangan peroksida minyak kontrol meq/kg. Penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi kecil (0.25 %) akan menurunkan bilangan peroksida minyak hingga meq/ kg minyak. Sementara penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi yang lebih besar (0.5-1 %) akan meningkatkan bilangan peroksida minyak hingga meq/ kg minyak. Berdasarkan seluruh data hasil analisa terutama kadar minyak dan uji organoleptik, dapat disimpulkan bahwa oil blocking agent yang paling baik digunakan pada pilus adalah MC B dengan konsentrasi 0.75 %. iv

5 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Mellisa Suhandi. Dilahirkan di Cirebon, 12 Juli 1987 dari pasangan Nanang Suhandi dan Margareth Lingga Ie. Penulis menempuh jenjang pendidikan formal di TK Santa Maria ( ), SD Santa Maria ( ), SMP Santa Maria ( ), SMA Negeri 1 Cirebon ( ). Tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur USMI. Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi seperti Divisi Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), Sekretaris Paduan Suara FATETA, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) XV, LCTIP XVI, Food Processing Club, dan Koor Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik (KEMAKI). Penulis juga berpengalaman sebagai Asisten Praktikum MK Biologi dasar pada tahun Selama masa studi, penulis mendapatkan beasiswa dari Bank Negara Indonesia (2007) dan Karya Salemba Empat ( ). Penulis melakukan magang penelitian untuk Tugas Akhir di PT. Tudung Putra Putri Jaya yang berjudul Penambahan Turunan Selulosa dan Whey sebagai Penghambat Penyerapan Minyak untuk Meningkatkan Mutu Produk Fried Snack. v

6 KATA PENGANTAR Terima kasih kepada Yesus Kristus, Tuhan yang selalu memberi kasih, berkat, dan bimbingan. Hanya karena izinnya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Penambahan Turunan Selulosa dan Whey sebagai Oil Blocking Agent untuk Meningkatkan Mutu Produk Fried Snack.. Selama penelitian serta penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan memacu penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. 2. Bapak Iwan Surjawan, Ph. D dan Ibu Wati, S.TP selaku pembimbing lapang atas saran dan pengertian yang diberikan kepada penulis. 3. Pimpinan Manajemen PT Tudung Putra Putri Jaya yang sudah memberikan kesempatan dan membiayai penulis untuk melakukan magang penelitian. 4. Ibu Dian Herawati, S.TP atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 5. Mami dan Papi atas segala cinta kasih dan doa yang tidak pernah putus diberikan, semangat, pengertian, perjuangan yang telah dilakukan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada Ananda. Oo Desta, Retno dan Vanya yang memberikan keceriaan pada penulis. 6. Sepupu-sepupuku Ci Yoshie, Ci Tylar, Alvin, Jonathan, Irene dan Vonni. Tante Susi, Tante Elly, Om Gandhi dan seluruh anggota keluarga yang telah mendukung. 7. Teman-teman magang, Eriel Horton, Resna, Juju, Wita, Cany dan Glenn atas hiburan, lawakan dan kebersamaan yang dijalani sehingga magang terasa lebih hidup. 8. Ananda ers, Maria (my rumate), Rina, Kamalita, Agnes, Debbie, Mei Cink, Pesta, Melos, Tetty, Devina, dan Devi. 9. Abbie dan Arya atas persahabatan dan kesediaan sebagai seksi transpotasi logistik penulis selama ini. Achel atas kesediaannya menjadi tempat bertanya penulis. R.H Fitri Faradilla dan Retno sebagai teman satu bimbingan yang vi

7 selalu membantu penulis. Teman-teman ITP 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kebersamaan yang tak terlupakan. 10. Popi Forestiana yang bersedia menemani penulis disaat terkena quater life crisis. 11. Rekan-rekan labtech divisi snack, Mba Nita, Lince, Herlina, Mas Haris, Mas Novi sarta divisi lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Rekanrekan lab sentral, Pak Ferdian, Mba Ratih, Mba Susan, Mba Tri, Ko Willi, dan Ka Delita. Rekan-rekan di kosan Bintaro, Mas Anom, Mas Adi, Mas Sapri dan Mas Dion. 12. Teman-teman masa kecil yang tetap eksis hingga sekarang, kalianlah yang setia mendampingi penulis pada saat-saat sulit. 13. Uu yang paling mendukung penulis sejak awal untuk kuliah namun tidak dapat menyaksikan penulis diwisuda. Om De atas dukungannya. Semoga Uu dan Om De beristirahat dalam damai Tuhan Yesus. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan tugas akhir ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, September 2009 Penulis vii

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. MANFAAT... 2 x II. III. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA... 3 B. HIDROKOLOID Turunan Selulosa... 5 a. Metilselulosa... 6 b. Hidroksipropil metilselulosa Sweet Whey... 8 C. PROSES PENGGORENGAN Mekanisme Penggorengan Profil Penyerapan Minyak a. Penggantian Air (water replacement) b. Fase Pendinginan (cooling-phase effect) D. MINYAK GORENG DAN KUALITASNYA Minyak Goreng Kerusakaan Minyak Goreng Analisis Kerusakan Minyak Goreng a. Kerusakan Hidrolitik b. Kerusakan Oksidatif METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Pembuatan Pilus Analisis Pengaruh MC, HPMC dan Whey terhadap Sifat Kimia dan Sifat Fisik Analisis Organoleptik C. PROSEDUR ANALISIS Sifat Kimia a. Kadar Air b. Kadar Lemak Metode Soxlet viii

9 c. Bilangan Asam Metode Titrasi d. Bilangan Peroksida Sifat Fisik Uji Organoleptik Pengolahan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS Kadar Air Papatan Kadar Air Pilus Kadar Minyak Pilus B. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT FISIK : KERENYAHAN PILUS C. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK PILUS Kerenyahan Oily Aftertaste D. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT KIMIA MINYAK Bilangan Asam Bilangan Peroksida V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat Minyak yang terserap pada produk deep fried Syarat mutu minyak goreng Formulasi pilus dengan berbagai jenis dan konsentrasi oil blocking agent Perbandingan kadar air papatan berdasarkan kesetimbangan massa air dengan kadar air papatan terukur x

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1a. Struktur molekul selulosa b. Struktur molekul metilselulosa c. Struktur molekul hidroksipropil metilselulosa Reaksi eterifikasi Williamson Metilselulosa Reaksi Pembentukan HPMC HPMC Sweet whey Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying Kerangka pikir penelitian Tahapan proses pembuatan pilus Pengaruh penambahan oil blocking agent terhadap kadar air pilus Efektifitas penghambatan pada berbagai tingkat konsentrasi oil blocking agent Pengaruh oil blocking agent terhadap kerenyahan Pengaruh penambahan oil blocking agent terhadap skor hedonik kerenyahan Pengaruh penambahan oil blocking agent terhadap skor hedonik oily aftertaste Tingkat kerusakan minyak hidrolisik pada berbagai konsentrasi oil blocking agent Tingkat kerusakan oksidatif minyak pada berbagai konsentrasi oil blocking agent xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Spesifikasi alat texture analyzer XT Plus Texture analyzer XT Plus Grafik blanko texture analyzer Grafik blanko texture analyzer Struktur pilus yang pecah Hasil analisa kadar air bahan baku Hasil analisa kadar air papatan Hasil One Way ANOVA kadar air papatan Hasil analisa kadar air pilus Hasil analisa kadar lemak pilus Kerenyahan objektif pilus Hasil uji hedonik kerenyahan pilus Hasil uji ANOVA kerenyahan pilus Hasil uji hedonik oily aftertaste pilus Hasil uji ANOVA oily aftertaste Hasil analisa bilangan asam minyak goreng Hasil analisa bilangan peroksida minyak goreng xii

13 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produk fried snack merupakan makanan selingan yang sangat digemari di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk fried snack yang beredar di pasaran. Beberapa alasan produk fried snack disukai oleh masyarakat adalah karakteristik tekstur yang renyah, rasa yang gurih, warna yang lebih menarik dan aroma goreng yang khas (Fellow, 1992). Karena fried snack dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak (bahkan tidak memiliki batasan) maka kadar minyak dalam produk fried snack perlu diperhatikan. Produk pangan hasil penggorengan akan menyerap minyak selama proses penggorengan dan pendinginan. Sebanyak 4 30 % bobot akhir produk pangan goreng merupakan minyak yang terserap selama proses penggorengan (Lawson, 1995). Minyak sendiri merupakan sumber kalori yang besar. Minyak menyumbangkan 9 kkal/g sementara protein dan karbohidrat hanya menyumbangkan 4 kkal/g. Karena sifatnya yang padat kalori, mengkonsumsi lemak dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan obesitas dan penyakit - penyakit lainnya. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) tahun 2007, terdapat 19.1 persen kasus obesitas pada penduduk Indonesia diatas 15 tahun. Sementara penyakit lain yang mungkin timbul antara lain cardiovasculary disease (CVD). Diperkirakan 17 juta orang meninggal setiap tahun akibat CVD. Dari 17.5 juta kematian akibat CVD yang terjadi pada tahun 2005, sekitar 7.6 juta diantaranya terjadi karena penyakit jantung koroner dan 5.7 juta karena stroke. Data WHO menyebutkan bahwa CVD menyebabkan sepertiga dari total kematian diseluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian didunia dibandingkan dengan penyakit kanker dan diabetes (WHO, 2005). Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi masyarakat yang sudah mulai sadar mengenai kesehatan. Industri mulai mencari cara untuk menurunkan penyerapan minyak dalam produk fried snack. Pengurangan penyerapan kadar minyak dalam produk, memerlukan studi khusus. Selama penggorengan, minyak berfungsi menggantikan air yang yang hilang / menguap dari produk pangan (Shih, 2002) sehingga dengan xiii

14 mengurangi penyerapan minyak dalam produk dapat menimbulkan naiknya kadar air produk. Kadar air produk yang meningkat kemungkinan besar akan menurunkan penerimaan konsumen karena akan membuat produk melempem. Selain itu penurunan penyerapan jumlah minyak dalam produk tetap harus mempertahankan cita rasa dan kerenyahan produk goreng. Penelitian kali ini menggunakan hidrokoloid seperti turunan selulosa (metilselulosa dan hidroksipropil metilselulosa) dan protein (whey) sebagai oil blocking agent. Oil blocking agent adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk mengurangi penyerapan minyak. Pemilihan ini berdasarkan kemudahan untuk mendapatkan metilselulosa, hidroksipropil metilselulosa dan whey. Selain itu, ketiganya merupakan oil blocking agent yang efektif pada produk goreng seperti donat, kentang (Garcia et al., 2002), seafood (Sanz et al., 2003) dan chicken nugget (Ballard, 2003). Model fried snack yang digunakan adalah pilus karena merupakan fried snack tradisional sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi makanan khas Indonesia. B. TUJUAN 1) Mengevaluasi pengaruh penambahan oil blocking agent terhadap kualitas dengan menganalisis sifat kimia, fisik dan organoleptik pilus yang dihasilkan; serta sifat kimia minyak hasil penggorengan. 2) Mendapatkan jenis dan konsentrasi oil blocking agent yang cocok untuk menurunkan penyerapan minyak pada pilus. C. MANFAAT Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan gambaran bagi produsen mengenai penambahan turunan selulosa (MC dan HPMC) dan whey terhadap pilus dan pengaruhnya pada penyerapan minyak, kualitas minyak, dan penerimaan produk secara organoleptik. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengembangan produk pilus pada khususnya, dan fried snack lain pada umumnya. xiv 2

15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA Pilus merupakan salah satu jenis snack tradisional. Pilus banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, dan Kebumen. Pilus adalah makanan ringan berbentuk bulat terbuat dari tepung singkong/ tapioka dengan campuran bahan atau pati lain dan bumbu rempah yang diproses dengan atau tanpa menggunakan ekstrusi kemudian dipotong menjadi ukuran kecil dan digoreng (Direktorat Standardisasi Produk Pangan, 2006). Ingredien utama pilus adalah tapioka. Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari umbi singkong (Manihot esculenta). Pembuatan tapioka melalui tahap penggilingan umbi singkong, dekantasi, pemisahan ampas dengan konsentrat, pengendapan, dan pengeringan (Dziedzic dan Kearsley, 1995). Komponen utama tapioka adalah pati ( %), dengan rasio amilosa : amilopektin sebesar 17 : 83. Tapioka juga mengandung lemak ( %), protein ( %), abu ( %) dan sedikit fosfor (Rickard, 1991). Penentu mutu snack berdasarkan permintaan konsumen dibagi menjadi tiga yaitu rasa, tekstur, dan ukuran (Dunn, 2001). Rasa dan ukuran fried snack sangat beragam, sedangkan bagian tekstur yang menjadi rejection point utama bagi konsumen adalah kerenyahan. Kerenyahan snack terutama dipengaruhi oleh kadar air. Snack memiliki kadar air yang rendah sehingga cenderung bersifat higroskopis. Kadar air snack akan terus naik hingga mencapai kadar air kesetimbangan. Kadar air yang meningkat akan menurunkan kerenyahan snack. Hal ini disebabkan air yang masuk akan memperlunak matriks pati sehingga snack akan menjadi melempem (Pomeranz, 1991). Syarat mutu untuk pilus tidak diatur secara khusus sehingga mengikuti syarat mutu dari makanan ringan ekstrudat apabila pilus diproduksi melalui proses ektrusi. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat dapat dilihat pada Tabel 1. Syarat mutu yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah kadar air dan kadar lemak. xv

16 Tabel 1. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat (BSN, 2000) No Jenis Uji Satuan Peryaratan Keadaaan Bau Rasa Warna Normal Normal Normal 2 Kadar Air % b/b Maks. 4 3 Kadar Lemak 3.1 Tanpa proses penggorengan % b/b Maks Dengan proses penggorengan % b/b Maks.38 4 Kadar Silikat % b/b Maks Bahan Tambahan Makanan 5.1 Pemanis buatan - Sesuai SNI dan Permenkes No 722/Menkes/Per/IX/ Pewarna - s.d.a 6 Cemaran Logam 6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks Tembaga (Cu) mg/kg Maks Seng (Zn) mg/kg Maks Raksa (Hg) mg/kg Maks Arsen (As) 8 Cemaran Logam 8.1 Angka lempeng total Koloni/ g Maks. 1.0 x Kapang Koloni/ g Maks E. coli negatif Negatif B. HIDROKOLOID Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Secara bertahap istilah hidrokoloid yang merupakan kependekan dari koloid hidrofilik ini menggantikan istilah gum karena dinilai istilah gum tersebut terlalu luas artinya. Gum adalah molekul dengan bobot molekul tinggi bersifat hidrofilik maupun hidrofobik, biasanya bersifat koloid dan dalam bahan pengembang yang sesuai dapat membentuk gel, larutan ataupun suspensi kental pada konsentrasi yang sangat rendah. Berdasarkan definisi di atas, maka hidrokarbon berbobot molekul tinggi dan produk-produk sampingan dari minyak bumi yang umumnya larut dalam minyak termasuk dalam golongan gum karena memenuhi kriteria di atas (Fardiaz, 1989). xvi 4

17 Umumnya film yang terbuat dari hidrokoloid (karbohidrat dan protein) memiliki sifat mekanis yang baik namun tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofilik (Nussinovitch, 1997). Hidrokoloid meliputi agar, alginat, karagenan, pektin, gum gellan, pati, selulosa dan turunannya, gum eksudat (gum karaya, gum tragakan, gum arab), gum biji (gum lokus, gum guar, gum tara, gum xanthan, protein susu, xiloglukan, curdlan, dan galaktomannan (Williams, 2000) 1. Turunan Selulosa Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun dari unit-unit 1,4-ß-Dglukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida. Molekul selulosa berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler. Ikatan intermolekuler ini membuat selulosa tidak larut air. Selulosa merupakan materi penyusun dinding sel tumbuhan (Carriedo, 1994). Berdasarkan interaksi ikatan-ikatan selulosa, selulosa dibedakan menjadi empat yaitu selulosa I, selulosa II, selulosa III, dan selulosa IV. Semua selulosa yang terdapat di alam memiliki struktur selulosa I. Selulosa II terbentuk apabila ada pembengkakan dengan alkali kuat atau pada pelarutan selulosa. Selulosa III dan IV dihasilkan apabila selulosa I dan II diberi perlakuan kimia tertentu dan pemanasan (Sjöström, 1993). Selulosa II, selulosa III, dan selulosa IV disebut juga turunan selulosa. Macam-macam turunan selulosa seperti metilselulosa, hidroksipropil metilselulosa, dan metilpropil selulosa merupakan turunan selulosa yang didapatkan dengan cara subtitusi gugus-gugus hidroksil selulosa dalam kondisi basa. Metilselulosa dan hidroksipropil metilselulosa (MC dan HPMC) memiliki sifat thermogelation yang berarti dapat membentuk gel ketika panas dan dapat kembali larut apabila didinginkan. Gel yang dihasilkan dari turunan selulosa memiliki sifat fungsional yang diinginkan seperti creaminess, mouthfeel seperti lemak, stabil, modifikasi tekstur, pengental dan menciptakan penampakan yang mengkilap (Brannen, 2002). Struktur selulosa, metilselulosa dan hidroksipropil metil selulosa dapat dilihat pada Gambar 1. MC dan HPMC biasa digunakan untuk mengurangi kandungan lemak dalam produk pangan dengan cara memberikan mouthfeel yang mirip lemak dan xvii 5

18 mengurangi penyerapan minyak dalam produk yang digoreng (Whistler 1997). Sifat inilah yang diinginkan dalam penelitian kali ini sehingga pembahasan selanjutnya hanya dibatasi pada MC dan HPMC. Keunggulan turunan selulosa lainnya adalah ketidakmampuan mereka untuk dicerna sehingga tidak menyumbangkan kalori dalam menu (Whistler 1990). O H CH 2 OH OH OH H O H O H H OH OH H O O H OH CH 2 OH (a) O H CH 2 OCH 3 O OH OCH 3 H H O H H OH OCH3 H H O O O H CH 2 OCH 2 CH 3 O OH OCH 3 H H O H H OH OCH3 H H O O H (b) OH CH 2 OH H (c) OH CH 2 OH Gambar 1. Struktur Molekul (a) selulosa (b) metilselulosa (c) hidroksipropil metilselulosa a. Metilselulosa Metilselulosa (MC) diperoleh dengan mereaksikan selulosa fiber dengan NaOH menjadi selulosa alkali. Selulosa alkali dibuat dengan cara perendaman dengan larutan basa pada serat selulosa kemudian direaksikan dengan metil klorida berdasarkan reaksi eterifikasi Williamson pada C dan tekanan 14 kg/cm 2 selama beberapa jam. Hasil reaksinya adalah metileterselulosa dan NaCl. Reaksi eterifikasi Williamson dapat dilihat pada Gambar 2. Cell-OH + NaOH + CH 3 Cl (selulosa) Cell-OCH 3 + NaCl + H 2 O (metilselulosa) Gambar 2. Eterifikasi Williamson (Imeson, 1992) Perubahan beberapa grup hidroksil (OH) molekul selulosa menjadi grup metil eter akan meningkatkan kelarutan dalam air dari molekul selulosa dan mengurangi kemampuan untuk menyatu kembali. Setelah itu metilselulosa yang xviii 6

19 didapatkan akan dimurnikan di dalam air panas kemudian dikeringkan dan digiling. Derajat subtitusi (DS) gugus hidroksil dengan metil tergantung pada kondisi reaksi (Carriedo, 1994). Agar larut air dengan baik, metilselulosa harus memiliki derajat sutitusi sekitar 1.4. Derajat subtitusi yang lebih tinggi ( ) membuat metilselulosa dapat larut dalam pelarut organik sedangkan metilselulosa komersial memiliki DS antara 1.4 sampai 2 (Imeson, 1992). Metilselulosa larut air dingin, berwarna putih, serbuknya berserat atau bergranul, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak bersifat toksik. Metilselulosa akan membentuk film yang kuat, jernih, larut dalam air, tidak berminyak, memiliki laju oksigen dan kecepatan transmisi uap air yang rendah. Metilselulosa dalam bentuk serbuk, relatif stabil walaupun sedikit higroskopik. Metilselulosa dalam jumlah lebih besar harus disimpan dalam wadah kedap udara yang dingin atau tempat yang kering. Penampakan metilselulosa dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Metilselulosa b. Hidroksipropil metilselulosa Hidroksipropil metilselulosa (HPMC), dikenal juga dengan nama hipromellose merupakan turunan dari selulosa yang dikenal sebagai eter selulosa. HPMC dibuat dari metilselulosa yang direaksikan dengan propilen oksida (Dow, 2002). Reaksi pembentukan HPMC dapat dilihat pada Gambar 4. RcellOCH 3 + NaCl + CH 3 Cl + x C H 3 CH CH 2 Rcel OCH 3 \ O / \ O (OCH2CH)xOH + NaCl Gambar 4. Reaksi Pembentukan HPMC HPMC berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan hingga coklat muda dan dapat pula berbentuk granul. HPMC juga tidak berasa dan tidak berbau. CH 3 xix 7

20 HPMC akan membentuk sistem koloid apabila dilarutkan didalam air. HPMC bersifat non toksik, namun bersifat mudah terbakar dan mudah bereaksi dengan agen pengoksidasi. HPMC komersil memiliki DS gugus metoksi dan gugus hidroksi propoksi Penampakan HPMC dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. HPMC HPMC memiliki kemampuan untuk mengikat air yang baik. Larut perlahan di dalam air dingin, pelarut polar, tidak larut dalam air panas, alkohol anhidrous, eter dan kloroform. Kegunaan HPMC dalam industri pangan adalah sebagai emulsifier, pengental, gelan, pembentuk film, stabilizer, penahan minyak/lemak (Ash, 1995). Sifat film yang dihasilkan adalah transparan, kuat, fleksibel dan bersifat reversibel dari sol ke gel selama pemanasan dan pendinginan (Budavari, 1996). 2. Sweet Whey Sweet whey merupakan hasil samping dari industri keju yang kejunya dikogulasi menggunakan enzim rennet. Apabila keju didapatkan dengan koagulasi menggunakan asam maka hasil sampingnya akan disebut acid whey (Spreer, 1998). Sweet whey memiliki kadar protein yang berkisar antara % dengan kadar lemak %. Whey biasanya dijual dalam bentuk bubuk dengan kenampakan seperti tepung yang berwarna putih kekuningan dengan aroma khas susu. Penampakan whey dapat dilihat pada Gambar 6. Whey merupakan jenis gel protein yang umum digunakan pada industri pangan. Pembentukan gel dipengaruhi oleh kekuatan ion (penambahan garam), ph, enzim dan panas yang diberikan. Mekanisme gelasi atau penggumpalan protein sebenarnya masih belum sepenuhnya diketahui, namun paling tidak melalui 2 cara. Pertama, akibat denaturasi protein, konformasi molekul protein xx8

21 berubah, baik karena pemanasan atau kimiawi. Viskositas protein meningkat sebagai dampak terbukanya struktur molekular protein. Tahap berikutnya adalah aggregasi dari protein yang telah didenaturasi. Selama tahap aggregasi ini terjadi peningkatan viskositas secara eksponensial. Tahap ini seharusnya terjadi secara perlahan dibandingkan dengan tahap yang pertama agar terbentuk gel yang stabil. Apabila tahap kedua ini terjadi terlalu cepat, koagulum yang terbentuk tidak mampu menahan air sehingga terjadi sineresis. Gaya tarik dan dorong harus terjadi secara seimbang pula. Apabila gaya tarik lebih dominan, sineresis akan terjadi namun apabila gaya dorong yang dominan, gel tidak akan terbentuk (Kinsella, 1984). Gambar 6. Sweet whey C. PROSES PENGGORENGAN 1. Mekanisme Penggorengan Proses menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan Dana, 2003). Tujuan proses pengggorengan antara lain untuk meningkatkan kualitas cerna (eating quality) dari makanan, meningkatkan pengawetan yang diperoleh karena pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim, dan pengurangan kadar air (Fellow, 1992). Proses menggoreng memiliki beberapa perbedaan dibandingkan proses memasak yang lainnya, sehingga menggoreng dirasakan lebih mudah dan praktis untuk dilakukan. Menurut Blumenthal (1996), kelebihan proses menggoreng adalah (1) waktu yang lebih singkat, proses pada umumnya hanya beberapa detik hingga beberapa menit; (2) perbedaan temperatur yang besar antara minyak dan produk selama proses penggorengan, menyebabkan pemasakan menjadi efektif ketika tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan xxi 9

22 minyak menjadi optimal; (3) minyak yang digunakan menjadi bagian yang penting terhadap produk akhir; (4) produk yang lebih renyah serta warna produk yang agak kecoklatan meningkat selama proses. Menurut Moreira (2003), proses menggoreng dibagi menjadi dua kategori : (1) statis dan dalam ukuran kecil (kapasitas minyak yang digunakan sedikit, sekitar 8 liter hingga 28 liter) diklasifikasikan dalam sistem batch, biasanya digunakan dalam restoran. (2) produk yang dihasilkan dalam jumlah besar dan menggunakan sistem bed, biasanya digunakan dalam industri ( kapasitas 250 kg produk/ hari hingga kg produk/ hari). Proses menggoreng melibatkan pindah panas, pindah massa, dan interaksi yang kompleks antara produk yang digoreng dan minyak. Fellow (1992) menyatakan bahwa berdasarkan pindah panas yang terjadi terdapat dua metode menggoreng yaitu menggoreng permukaan (shallow frying) dan menggoreng terendam (deep-fat frying). Menggoreng permukaan biasa digunakan untuk makanan yang memiliki permukaan lebar. Pindah panas pada metode ini terjadi secara konduksi dari permukaan penggorengan melalui lapisan tipis dari minyak. Sedangkan pada menggoreng terendam, pindah panas yang terjadi adalah kombinasi antara konveksi dalam minyak panas dan konduksi dari minyak ke dalam produk. Semua permukaan produk mendapat perlakuan panas yang sama sehingga menghasilkan penampakan yang sama. Hal ini menjadi keunggulan menggoreng terendam dibanding menggoreng permukaan. Menurut Blumenthal (1996), proses penggorengan deep fat frying memiliki keuntungan seperti bahan pangan goreng lebih mudah diterima secara organoleptik karena menghasilkan rasa yang enak, produk goreng dilapisi permukaan yang renyah, warna disukai, penyerapan minyak akan menghasilkan mouthfeel yang diinginkan, khususnya oleh masyarakat Indonesia yang menyukai produk goreng. Produk yang dihasilkan dari proses penggorengan akan menghasilkan tekstur dan flavor produk yang diinginkan. Menurut Pokorny (1999), flavor produk goreng merupakan produk hasil degradasi lipida dari minyak yang digunakan untuk menggoreng namun berbagai macam komponen spesifik berkontribusi terhadap flavor secara overall jadi sulit untuk membedakan antar xxii 10

23 produk goreng. Baur (1995), menyatakan flavor dari minyak dan lemak berasal dari komponen asam lemak minyak, asam lemak tak jenuh dan gugus ester dari asam lemak, aldehid, dan hidroperoksida yang berasal dari reaksi oksidasi asam lemak tak jenuh. Yu et al (1994) menyatakan reaksi kimia yang terjadi selama proses penggorengan bertanggungjawab atas flavor produk goreng. Reaksi kimia yang berlangsung tergantung dari komponen utama bahan pangan yang digoreng. 2. Profil Penyerapan Minyak Proses penggorengan memungkinkan bahan pangan menyerap sejumlah minyak selama proses penggorengan. Bouchon et al (2003), mendefinisikan tiga fraksi minyak yang berbeda pada penggorengan keripik kentang yaitu structural oil (STO), penetrated surface oil (PSO), dan surface oil (SO). STO mengacu pada minyak yang terserap selama penggorengan, PSO merupakan minyak yang terserap ke dalam produk selama pendinginan, sedangkan SO adalah minyak yang tetap tinggal di permukaan produk. Menurut Dana dan Saguy (2006), terdapat dua mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan fenomena penyerapan minyak yaitu penggantian air (water replacement) dan efek fase pendinginan (cooling-phase effect). Kedua fenomena ini akan dijelaskan sebagai berikut : a. Penggantian air (water replacement) Mekanisme ini menjelaskan bahwa minyak akan menggantikan air yang menguap selama terjadi proses penggorengan. Ketika produk pangan terkena suhu penggorengan yang tinggi, air di permukaan produk akan menguap secara cepat. Permukaan produk akan mengering dan terbentuklah kerak yang bertekstur poripori seperti spons. Air di dalam produk akan berubah menjadi uap dan menimbulkan gradien tekanan positif. Uap air ini kemudian akan meloloskan diri dari produk melalui celah, retakan, maupun kapiler yang terbentuk. Selama proses penguapan air berlangsung, minyak yang menempel akan menempati lubanglubang besar, celah yang terbentuk akibat perubahan tekstur selama penggorengan. Hal ini didukung fakta bahwa kadar minyak yang terserap amat dipengaruhi oleh kadar air awal pada produk (Mellema, 2003). Teori ini tidak dapat berdiri sendiri karena penelitian-penelitian menunjukkan bahwa penyerapan minyak terjadi utamanya selama fase pendinginan. xxiii 11

24 b. Efek fase pendinginan (cooling-phase effect) Teori ini berpendapat bahwa minyak tidak masuk ke produk selama proses penggorengan karena terhalang oleh tekanan uap air yang tinggi di permukaan produk. Minyak bahkan cenderung terdorong ke luar. Baru ketika proses menggoreng selesai, produk dipindahkan dari penggorengan dan mulai mendingin. Uap air dalam produk terkondensasi sehingga tekanan dalam produk turun. Minyak yang melekat pada permukaan produk akhirnya akan tersedot dikarenakan adanya efek vakum yang tercipta (Dana dan Saguy, 2006). Proses penyerapan minyak dalam teori ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan kerak dan pori-pori (Mellema, 2003). Hal ini disebabkan karena air menguap ke permukaan melalui pori-pori produk sehingga ketika terjadi efek vakum karena terjadi kondensasi uap, minyak akan tersedot melalui pori-pori tersebut. Menurut Pokorny (1999), penyerapan minyak oleh produk goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: suhu, waktu, air yang terkandung dalam bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama proses penggorengan, dan kualitas minyak yang digunakan. Jenis bahan pangan yang digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan minyak. Produk goreng yang berasal dari bahan pangan nabati dan mengandung pati akan menyerap minyak lebih banyak dari pada bahan pangan hewani. Kandungan minyak pada berbagai produk goreng dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Minyak yang Terserap pada Produk Deep Fried (Pokorny, 1999) Produk pangan goreng Kandungan minyak (%) Kentang (french fries dan keripik) Serealia (doughnut) Sayuran (dengan atau tanpa batter) Jamur (dengan batter) Daging sapi, babi Ayam (tepung dan batter) Ikan (tepung) Sosis xxiv 12

25 Kualitas minyak goreng akan mempengaruhi tingkat penyerapan minyak dalam produk pangan. Tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan pangan tinggi saat minyak yang digunakan merupakan fresh oil. Selama penggorengan berulang, polaritas minyak meningkat akibat proses pemanasan sehingga tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan pangan yang digoreng menurun. Penyerapan minyak akan meningkat dengan semakin banyak penggorengan berulang (Pinthus dan Saguy, 1994). D. MINYAK GORENG DAN KUALITASNYA 1. Minyak Goreng dan Kualitas Pangan Minyak merupakan golongan lipid yang berbentuk cair pada suhu ruang (Akoh dan Min, 2002). Minyak dapat menjadi sumber energi dalam aktivitas tubuh manusia. Lemak yang dioksidasi sempurna dalam tubuh menghasilkan 9.3 kkal per gram lemak, sedangkan protein dan karbohidrat menghasilkan 4.1 dan 4.2 kkal per gram. Minyak dan lemak merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Gliserol (propane-1,2,3-triol) merupakan satu-satunya alkohol dimana asam lemak teresterifikasi menjadi trigliserida. Gliserol terdiri dari tiga gugus hidroksil yang simetris dan merupakan komponen dasar yang penting dari struktur trigliserida (Bockisch, 1998). Trigliserida dari suatu minyak mengandung sekitar 94-96% asam lemak sehingga sifat fiskokimia minyak atau lemak tergantung dari sifat asam lemaknya. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berwujud cair karena mengandung sejumlah asam lemak tak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau linolenat dengan titik cair yang rendah. Menurut Ketaren (1986), tidak semua minyak dapat digunakan untuk menggoreng seperti minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari. Hal ini berkaitan dengan kecepatan kerusakan minyak. Minyak yang xxv 13

26 biasa digunakan untuk menggoreng antara lain minyak kelapa sawit, minyak kacang-kacangan dan minyak kelapa. Minyak dalam proses pengggorengan memiliki fungsi utama sebagai medium penghantar panas, sementara fungsi lain yang tidak kalah penting adalah sebagai pembentuk cita rasa, pembentuk warna khas dan menggantikan air dalam produk pangan sehingga dihasilkan produk yang renyah. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida, berasal dari bahan nabati dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian. Syarat mutu minyak dapat dilihat dari Tabel 3. Bau Rasa Warna Tabel 3. Syarat Mutu Minyak Goreng (BSN, 2002) Kriteria uji Satuan Mutu I Mutu II Normal Normal Putih, kuning pucat sampai kuning % b/b maks 0.1 mg maks 0.6 KOH/g maks 2 Kadar air Bilangan asam Asam linolenat Timbal (Pb) Timah (Sn) Raksa (Hg) Tembaga (Cu) Cemaran arsen (As) % mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Keterangan : * dalam kemasan kaleng maks 0.1 maks 40.0/250* maks 0.05 maks 0.1 maks 0.1 Normal Normal Putih, kuning pucat sampai kuning maks 0.3 maks 2 maks 2 maks 0.1 maks 40.0/250* maks 0.05 maks 0.1 maks 0.1 Selain syarat-syarat dalam SNI, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemansan minyak hingga terbentuk akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk akibat hidrasi gliserol ketika dilakukan pemanasan yang berlebihan pada minyak sehingga gliserol hancur. Makin tinggi titik asap, makin tinggi mutu minyak goreng teraebut. Titik asap minyak tergantung dari kadar gliserol bebasnya (Winarno, 2002). 2. Kerusakan Minyak Goreng Selama proses deep frying minyak dipanaskan secara terbuka sehingga ada kontak antara minyak dengan udara. Pemanasan dan kontak dengan udara akan xxvi 14

27 mengubah sifat fiskokimia minyak yang digunakan. Perubahan ini meliputi (1) perubahan fisik, seperti bertambahnya kadar air karena transfer dari bahan yang digoreng, migrasi minyak; (2) perubahan kimia sebagai akibat adanya migrasi air dari bahan pangan ke minyak; dan (3) interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen bahan pangan yang digoreng. Perubahan sifat fiskokimia minyak akan semakin dipercepat dengan adanya (1) keberadaan air yang ada pada bahan pangan yang digoreng yang menimbulkan reaksi hidrolisis pada minyak; (2) oksigen dari udara yang kontak dengan permukaan minyak; dan (3) ketinggian suhu penggorengan, makin tinggi suhu penggorengan, makin cepat pula proses pengrusakan minyak (Gebhardt, 1996). Menurut Hawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan mengalami empat perubahan besar, yaitu perubahan warna, oksidasi, polimerisasi, dan hidrolisis. Perubahan warna terjadi karena adanya senyawa dari bahan pangan yang digoreng seperti pati, protein, fosfat, sulfur, dan metal akan terekstrak dan terkumpul dalam minyak. Senyawa- senyawa ini kemudian akan berwarna coklat karena interaksi dengan minyak atau interaksi antara senyawa tersebut (Lawson, 1995). Oksidasi minyak terjadi akibat adanya kontak antara minyak dengan oksigen dari udara. Oksidasi akan menyebabkan minyak menjadi tengik sehingga mempengaruhi karakteristik organoleptik produk yang digoreng. Oksidasi terjadi secara berantai. Oksidasi primer menghasilkan hidroperoksida. Oksidasi sekunder memecah hidroperoksida menjadi senyawa polar sedangkan oksidasi tersier merupakan reaksi polimerisasi dari senyawa-senyawa hasil oksidasi sekunder (Nawar, 2000). Polimerisasi yang terjadi akan mempercepat terjadinya kerusakan minyak. Polimer yang terbentuk dapat meningkatkan viskositas minyak, mengurangi kemampuan transfer panas minyak, menghasilkan buih selama penggorengan dan menghasilkan off-colour. Polimer juga dapat menyebabkan peningkatan penyerapan minyak di produk (Choe dan Min, 2007). Skema reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying dapat dilihat pada Gambar 7. Hidrolisis merupakan reaksi yang terjadi antara air dengan komponen utama minyak/ lemak yaitu trigliserida. Reaksi hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jumlah air yang dilepaskan ke dalam minyak, temperatur, kecepatan oil xxvii 15

28 turnover, dan adanya remahan yang terdapat dalam minyak. Semakin tinggi air yang dikandung bahan makanan, semakin cepat hidrolisis yang terjadi. Demikian juga pengaruh temperatur, semakin tinggi temperatur semakin cepat pembentukan asam lemak bebas. Semakin cepat turnover minyak dengan minyak baru, semakin lambat juga peningkatan pembentukan asam lemak bebas (Lawson, 1995). FOOD FRYING OIL Gambar 7. Reaksi-reaksi yang Terjadi Selama Proses Deep Fat Frying (Ziaiifar, 2008) 3. Analisis Kerusakan Minyak Goreng Terdapat beberapa analisis untuk menentukan tingkat kualitas minyak goreng. Analisis-analisis tersebut dapat dibagi menjadi analisis kerusakan fisik dan kerusakan kimiawi minyak. Analisis fisik meliputi analisis warna, viskositas, dan lain-lain. Analisis kimia meliputi bilangan asam, bilangan iodin, bilangan peroksida, Total Polar Material (TPM), dan masih banyak yang lainnya (Varela, 1988). Berikut ini akan dijelaskan mengenai dua jenis kerusakan yang pasti terjadi pada minyak goreng yang digunakan untuk mengoreng. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif. xxviii 16

29 a. Kerusakan Hidrolitik Kerusakan hidrolitik minyak adalah kerusakan minyak yang terjadi karena adanya air dalam minyak yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Standar SNI kadar air dalam minyak goreng adalah kurang dari 0.1 %. Kadar air ini akan meningkat pada kali pertama penggorengan. Tambahan ini berasal dari bahan pangan yang digoreng. Kadar air yang meningkat saat bahan pangan digoreng akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas. Setelah proses penggorengan selesai, kadar air pada minyak akan turun karena penguapan yang terjadi selama proses penggorengan namun asam lemak bebas sudah terlanjur terbentuk. Asam lemak bebas yang terkadung pada minyak akan mengkatalisasi reaksi hidrolisis yang akan menghasilkan asam lemak bebas yang lain. Pada saat asam lemak bebas terakumulasi dalam jumlah yang signifikan, akan terbentuk asap yang berlebihan dan kualitas makanan yang digoreng akan menurun sehingga minyak goreng harus diganti (Khrishnamurthy dan Vernon, 1996). Asam lemak bebas yang terbentuk dapat diketahui dengan melakukan analisis bilangan asam. Bilangan asam didefinisikan sebagai banyaknya KOH (mg) atau basa yang digunakan untuk menetralisasi asam bebas yang ada dalam 1 gram minyak (Pike, 2003). Prinsip dari pengukuran bilangan asam adalah titrasi asam basa. Asam lemak bebas dapat menggambarkan kerusakan minyak akibat hidrolisis dan dapat menjadi indikator ketengikan minyak dan mengurangi umur simpan produk (Blumenthal, 1996). Bilangan asam lemak bebas akan meningkat nilainya dengan semakin lama waktu dan suhu penggorengan meningkat. Oleh karena itu analisis ini cukup baik untuk dijadikan penentuan untuk rejection point pada minyak goreng yang digunakan berulang (Pokorny, 1999). b. Kerusakan Oksidatif Kerusakan oksidatif terjadi selama proses penggorengan karena adanya kontak antara minyak dengan udara. Kerusakan oksidatif dapat dihitung dengan melakukan analisis bilangan peroksida. Bilangan peroksida dapat juga didefinisikan sebagai pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari potasium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida xxix 17

30 dalam minyak pada suhu ruang dalam medium asam asetat (Apriyantono et al., 1989). Bilangan peroksida hanya mengukur hasil oksidasi primer yaitu hidroperoksida. Namun bilangan peroksida dianggap cukup mewakili kerusakan minyak pada penelitian kali ini karena minyak hanya dipergunakan untuk satu kali penggorengan sehingga diasumsikan tidak ada oksidasi lanjut. Selain itu pengukuran bilangan peroksida memiliki keuntungan tersendiri yaitu dapat mengetahui awal kerusakan minyak karena peroksida terbentuk pada awal autooksidasi, sifatnya spesifik, dan analisanya cepat (Pike, 2003). Bilangan peroksida minyak/ lemak dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu jumlah ikatan rangkap, suhu, konsentrasi oksigen, cahaya, logam, aktivitas air, prooksidan (misalnya asam lemak bebas), antioksidan dan katalis. Bilangan peroksida yang semakin tinggi menunjukan tingkat oksidasi yang semakin tinggi hingga terjadinya oksidasi lanjut dimana bilangan peroksida akan turun. xxx18

31 METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, bumbu, air, whey, metilselulosa (MC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC), minyak goreng baru, petroleum eter, asam asetat glasial, kloroform, larutan KI, larutan Na 2 S 2 O 3, K 2 Cr 2 O 7, larutan pati 1 %, larutan NaOH, asam oksalat, indikator PP, dan alkohol 96 % netral. Alat yang digunakan adalah neraca analitik, pisau, penggorengan, termometer, mesin tiris, soxlet extractor, labu lemak, kertas Whatman 42, oven, cawan alumunium, desikator, pipet, gelas erlenmeyer, gelas pengaduk, sudip, gelas ukur, bulb, dan buret. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu (1) pembuatan pilus, (2) analisis pengaruh whey, MC dan HPMC terhadap sifat kimia (kadar air, kadar lemak, bilangan asam dan bilangan peroksida) dan sifat fisik (kerenyahan) pada pilus, dan (3) uji organoleptik. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar Pembuatan Pilus Bahan kering seperti MC, HPMC dan whey dicampur menjadi satu pada tapioka yang digunakan karena aplikasi dengan cara tersebut paling mudah dilakukan dan tidak perlu menambah unit operasi yang sudah ada di skala industri. Selain itu aplikasi dengan cara dry mixing akan membuat MC, HPMC dan whey menjadi lebih merata. Penambahan oil blocking agent dengan cara dry mixing juga untuk berdasarkan penelitian sebelumnya (Juanita, 2008). Skema pembuatan pilus selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9. Premiks tapioka dan oil blocking agent kemudian dicampur dengan air dan bumbu hingga didapatkan adonan yang kalis. Kalis didefinisikan sebagai pencapaian pengadukan maksimum yang mengakibatkan terbentuknya permukaan film pada adonan. Tanda-tanda kalis adalah bila adonan tidak lagi menempel di wadah atau tangan, dan saat adonan dilebarkan akan terbentuk lapisan tipis elastis. xxxi

32 Tujuan Tahapan penelitian Luaran Mendapatkan jenis dan konsentrasi yang cocok untuk menurunkan penyerapan minyak pada pilus Formulasi (pencampuran kering) Jenis: MC, HPMC A, HPMC B, whey Konsentrasi : 0.25, 0.5, 0.75, 1 % Premiks pilus Menguji sifat fisik dan kimia pilus yang dihasilkan Pembuatan pilus Pilus Menguji sifat sensori pilus yang dihasilkan Menguji sifat kimia minyak hasil penggorengan Minyak Analisis kimia : bilangan asam, bilangan peroksida Analisa kimia : kadar air, total lemak Pilus Analisa fisik: Texture analyzer kadar air, total lemak pilus, bilangan asam minyak, bilangan peroksida minyak, dan kerenyahan secara objektif Analisa sensori : kerenyahan dan oily aftertaste Kerenyahan dan oily aftertaste pilus Gambar 8. Kerangka Pikir Penelitian 20 32

33 Tapioka+MC/ HPMC/Whey Air + bumbu Dry mixing Diaduk rata Premiks Larutan bumbu Diaduk hingga kalis Adonan papatan Dibentuk silinder dengan diameter 5 mm Dipotong-potong dengan panjang 5 mm Papatan Digoreng (T = a ± 2ºC; t = b menit) Ditiriskan ( kecepatan x rpm; t = y menit) Pilus Gambar 9. Tahapan Proses Pembuatan Pilus Adonan dibentuk menjadi silinder panjang dengan diameter 5 mm kemudian diporong-potong dengan panjang 5 mm. Potongan kecil pilus mentah yang belum digoreng lazim disebut produsen sebagai papatan. Papatan kemudian digoreng pada suhu a C selama b menit dan ditiriskan pada kecepatan x rpm selama y menit. Parameter proses penggorengan dan penirisan tidak dapat diuraikan lebih lanjut karena sifatnya yang confidential. Parameter tersebut adalah sama dalam setiap pembuatan pilus. Pembuatan pilus dilakukan sebanyak dua kali ulangan untuk melihat konsistensi pengaruh 21

34 penambahan oil blocking agent terhadap penyerapan minyak pilus. Variasi penambahan oil blocking agent pada pilus dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Formulasi Pilus dengan Berbagai Jenis dan Konsentrasi Oil Blocking Agent Oil Blocking Konsentrasi Tapioka Bumbu Air Oil Blocking Agent (gram) Agent (%) (gram) (gram) (gram) HPMC MC A MC B Whey Kontrol HPMC MC A MC B whey Pemilihan konsentrasi yang digunakan berdasarkan studi literatur, saran suplier, dan peningkatan biaya produksi. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, konsentrasi MC dan HPMC yang digunakan hingga 2 % dengan interval 0.5 %. Namun model pangan yang digunakan adalah seafood, potongan kentang dan donat. Metode aplikasi yang digunakan pun berbeda. Aplikasi penambahan MC dan HPMC pada potongan kentang dan donat adalah dengan mencelupkan kentang dan donat selama 10 detik ke dalam suspensi MC dan HPMC sesaat sebelum digoreng, sedangkan untuk seafood, MC dan HPMC ditambahkan dalam batter yang digunakan. Saran dari suplier untuk MC dan HPMC berkisar antara %. Penambahan MC, HPMC dan whey akan meningkatkan biaya produksi sehingga pengunaan MC dan HPMC hanya hingga konsentrasi 1 %. Whey biasanya digunakan sebagai campuran predust dan batter pada nugget ayam atau sebagai breader pada ayam goreng dengan konsentrasi hingga 3 %. xxxiv 22

35 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut terpilihlah konsentrasi 0.25, 0.5, 0.75, dan 1 % untuk masing-masing oil blocking agent yang akan dicampur kering pada tapioka yang digunakan. 2. Analisis Pengaruh MC, HPMC dan Whey terhadap Sifat Kimia Papatan dan Pilus dan Sifat Fisik Pilus Tahap ini merupakan tahapan seleksi pertama untuk memilih oil blocking agent untuk diaplikasikan pada pilus. Sifat kimia yang diuji meliputi kadar air papatan, kadar air pilus, kadar minyak pilus, serta bilangan asam dan peroksida minyak hasil penggorengan, sedangkan sifat fisik meliputi uji kerenyahan objektif pilus menggunakan texture analyzer. Analisis kadar air papatan, kadar air pilus dan kadar minyak pilus dilakuakan terhadap dua ulangan pilus untuk mengetahui kekonsistenan pengaruh oil blocking agent terutama kadar minyak pilus karena penurunan kadar minyak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap seleksi konsentrasi oil blocking agent yang akan digunakan pada tahap berikutnya. Tahap ini menghasilkan 4 jenis pilus dengan oil blocking agent yang berbeda dengan penyerapan minyak terendah dibandingkan dengan kontrol. 3. Analisis Organoleptik Tahap ini dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap pilus yang memiliki penurunan penyerapan minyak terbesar. Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik dengan parameter kerenyahan dan oily aftertaste pilus. C. PROSEDUR ANALISIS Analisis yang digunakan bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan MC, HPMC dan whey terhadap mutu pilus dan minyak hasil penggorengan. Analisis dilakukan dengan satu kali ulangan kecuali untuk analsis kadar air dan minyak pilus. Tiap analisis dilakukan dua kali (duplo). Analisis yang dilakukan pada penelitian kali ini meliputi analisis kimia, analisis fisik dan analisis sensori. Analisis kimia yang dilakukan adalah kadar air metode oven (AOAC, 1995), kadar lemak metode ekstrasi langsung dengan soxhlet (SNI ), bilangan asam metode titrasi (SNI ), bilangan peroksida (SNI ). Analisis fisik dilakukan secara objektif xxxv 23

36 menggunakan alat texture analyzer. Analisis yang terakhir adalah analisis organoleptik tekstur (kerenyahan) dan oily aftertaste pilus. 1. Sifat Kimia a. Kadar Air (SNI ) Pengujian kadar air dilakukan pada papatan dan pilus. Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Kemudian cawan ditimbang. Sampel (potongan papatan atau hancuran pilus) ditimbang 1-2 gram dalam cawan. Selanjutnya cawan beserta isinya ditempatkan dalam oven bersuhu 105º C selama 3 jam. Cawan dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan. Setelah dingin, cawan ditimbang kembali sampai diperoleh berat tetap. Rumus kadar air dapat dilihat dibawah ini : Kadar air bb (%) = X- (Y-A ) x 100% X Keterangan : bb = basis basah X = berat sampel (gram) Y = berat sampel + cawan setelah dikeringkan (gram) A = berat cawan kering (gram) b. Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI ) Sebanyak 1-2 gram pilus dihancurkan kemudian ditimbang langsung dalam kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak yang sudah dioven dan ditimbang berat awalnya. Sampel dalam kertas saring dimasukkan dalam tabung soxhlet dan diberi pemberat. Refluks dilakukan selama 6 jam. Setelah 6 jam, sampel dan pemberat diambil lalu pelarut disuling. Labu lemak kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C sampai semua pelarut menguap. Labu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi hingga bobot labu konstan. Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut : Kadar lemak bb (%) = X Y x 100% W Kadar lemak bk (%) = kadar lemak bb x 100 % (100-Ka) xxxvi 24

37 Keterangan : bb = basis basah bk = basis kering Ka = kadar air X = bobot labu lemak hasil ekstraksi dan labu lemak (gram). Y = bobot labu lemak kosong (gram) W = bobot sampel pilus (gram) c. Bilangan Asam Metode Titrasi (SNI ) Bilangan asam adalah banyaknya mg NaOH yang diperlukan untuk menetralkan 1 g lemak. Prinsip pengujiannya adalah dengan pelarutan contoh lemak atau minyak dalam pelarut organik yang dilanjutkan dengan titrasi menggunakan NaOH. Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml. Setelah itu ditambah 50 ml etanol 96% netral. Larutan ditambah 3-5 tetes indikator PP sebelum dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda tetap (tidak berubah selama 30 detik). Bilangan asam dihitung dengan rumus dibawah ini : Bilangan asam = a x b x 40 (mg NaOH/g sampel) c Keterangan : a = volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi (ml) b = normalitas NaOH yang digunakan (N) c = bobot contoh (g) d. Bilangan Peroksida (SNI ) Prinsip analisis bilangan peroksida adalah pembebasan iod dari KI oleh zatzat yang bersifat peroksida dalam larutan. Iod dititer dengan natrium tiosulfat. Sampel minyak ditimbang 5 gram ke dalam erlenmeyer. Pelarut (larutan yang terdiri dari 20% asam asetat glasial, 55% kloroform, dan 25 % alkohol 95%) ditambahkan sebanyak 30 ml. Kemudian larutan dikocok sampai semua sampel minyak larut. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan KI jenuh, didiamkan selama 30 menit di ruang gelap sambil sesekali digoyang. Lalu ditambahkan 50 ml air suling yang telah dididihkan dan didinginkan kembali. Larutan pati 1% sebagai indikator ditambahkan sebanyak 3-5 tetes kemudian larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan sodium tiosulfat 0.02 N. Rumus bilangan periksida dapat dilihat dibawah ini : xxxvii 25

38 Bilangan peroksida = (a-b) x c x 1000 (meq Oksigen/ kg sampel) d Keterangan: a = volume Na 2 S 2 O 3 yang diperlukan untuk penitaran contoh (ml) b = volume Na 2 S 2 O 3 yang diperlukan untuk penitaran blanko (ml) c = normalitas Na 2 S 2 O 3 d = bobot contoh (gram) 2. Sifat Fisik (Analisis Kerenyahan menggunakan Texture Analyzer) Pengukuan kerenyahan menggunakan texture analyzer XT Plus dengan spesifikasi yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemilihan probe yang sesuai dilakukan dengan beberapa pertimbangan antara lain jenis produk yang akan diukur, tujuan pengukuran, dan akuransi yang diharapkan. Probe yang digunakan adalah probe 5-bladed Kramer shear cell. Alat texture analyzer beserta probe yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemilihan probe juga dibatasi oleh pilihan probe yang tersedia. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran antara lain bentuk dan ukuran sampel, suhu dan kelembaban di sekitar tempat pengukuran, bentuk probe dan wadah/ landasan, kecepatan probe, sensitivitas pengukuran pencatatan alat yang digunakan. Sampel menunjukkan kerenyahan yang dapat diukur apabila memiliki derajat kekerasan yang dominan dibandingkan dengan kelengketannya. Pengukuran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan setting pada alat. Sampel diletakkan di dalam wadah hingga memenuhi setengah dari wadah. Kalibrasi dilakukan dengan mengatur ketinggian awal probe dari sampel. Pengukuran dilakukan duplo. Prinsip pengukuran kerenyahan menggunakan texture analyzer ini adalah dengan menghitung banyaknya puncak yang terbentuk. 3. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan metode rating hedonik terhadap kerenyahan dan oily aftertaste pilus. Panelis tidak terlatih yang digunakan terdiri dari 27 orang. Skala yang digunakan memiliki batasan 1-5 dengan 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = antara suka dan tidak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Hasil uji kemudian dirata-rata. Batas nilai yang dapat diterima adalah 3. xxxviii 26

39 4. Pengolahan Data Analysis of Variance (ANOVA) dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Lea et al, 1998) untuk menganalisis pengaruh penambahan oil blocking agent terhadap homogenitas kadar air papatan, kesukaan terhadap kerenyahan dan kesukaan terhadap oily aftertaste. Tingkat signifikansi (α) adalah probabilitas suatu hipotesis dapat diterapkan pada suatu populasi. Nilai α yang lazim digunakan adalah 0.1, 0.05 dan Pemilihan nilai α dilakukan sebelum analisis ANOVA. Pemilihan nilai α tergantung dari tingkat kepentingan kesimpulan yang akan ditarik dari suatu data populasi. Semakin besar resiko/ tingkat kepentingan kesimpulan, semakin kecil tingkat signifikansi yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam menerapkan hipotesis. Tingkat signifikansi untuk uji obat-obatan adalah 0.01, untuk analisa laboratoriun selain obat adalah 0.05, sedangkan untuk analisis di bidang sosial dapat menggunakan tingkat signifikansi 0.1 (Harinaldi 2005). Untuk itu maka, tingkat signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah xxxix 27

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS a. Kadar Air Papatan Air merupakan salah satu ingredien utama untuk pembuatan pilus. Air digunakan untuk melarutkan bumbu-bumbu. Penambahan air dilakukan secara bertahap ke dalam adonan untuk membentuk tekstur adonan yang kalis dan homogen. Air juga berfungsi untuk membantu terjadinya gelatinisasi ketika papatan digoreng. Ketika papatan digoreng, air pada papatan akan menguap dan meninggalkan rongga pada pilus sehingga pilus akan menjadi porous. Semakin porous pilus yang dihasilkan, pilus akan semakin renyah. Penambahan oil blocking agent pada adonan akan meningkatkan jumlah air yang diperlukan untuk membuat adonan menjadi lebih kalis. Hal ini disebabkan sebagian besar oil blocking agent bersifat hidrofilik. Kadar air yang terukur tidak sama dengan kadar air yang didapatkan dari neraca kesetimbangan massa air. Hal ini dikarenakan adanya penguapan selama proses pengadonan sehingga kadar air yang terukur lebih rendah daripada yang seharusnya. Perbandingan antara kadar air papatan berdasarkan kesetimbangan massa air dengan kadar air papatan yang terukur dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil penelitian menujukkan bahwa kadar air papatan dengan penambahan oil blocking agent berfluktuasi dikisaran %, lebih kecil dibandingkan dengan kadar air papatan kontrol yang memiliki nilai sebesar %. Hal ini disebabkan karena air yang ditambahkan masih lebih sedikit dibandingkan total padatan yang ditambahkan dalam bentuk oil blocking agent. Kadar air yang lebih rendah dinilai menguntungkan karena salah satu teori penyerapan minyak adalah minyak diserap untuk menggantikan air yang menguap dari produk. Maka apabila kadar air awal papatan rendah, diharapkan minyak yang terserap akan lebih sedikit. Namun pembatasan kadar air pada papatan juga harus diperhatikan karena apabila kadar air papatan kurang, pilus yang dihasilkan tidak akan mengembang. xl

41 Tabel 5. Perbandingan Kadar Air Papatan Berdasarkan Kesetimbangan Massa Air dengan Kadar Air Papatan Terukur Pilus Konsentrasi Kadar air papatan berdasarkan Kadar air papatan neraca kesetimbangan (%) terukur (%) Kontrol a HPMC a a a a MC A a a a a MC B a a a a Whey a a a a Kadar air papatan yang fluktuatif dapat disebabkan oleh lama waktu pengadonan yang tidak sama. Makin lama pengadonan, kadar air akan semakin turun. Walaupun kadar air cenderung naik namun apabila kadar air terukur dianggap sebagai ulangan dan dianalsis, relative standard deviation (RSD) analisis masih lebih kecil dibandingkan dengan RSD Horwitz. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar air yang terjadi tidaklah signifikan. Analisa kadar air papatan pada ulangan pilus menggunakan uji Homogenitas One Way Anova, menghasilkan signifikansi sebesar (lebih besar dari 0.05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa data kadar air berdasarkan ulangan memiliki varian yang sama. b. Kadar Air Pilus Kadar air merupakan salah satu rejection point produk snack. Kadar air yang meningkat akan menyebabkan snack menjadi melempem. Melempem merupakan fenomena masuknya air ke dalam matriks pati sehingga matriks pati menjadi lunak xli 29

42 (Pomeranz, 1991; Van Vliet et al., 2007). Pelunakan ini membuat kerenyahan menjadi berkurang serta meningkatkan elastisitas snack. Kadar air pilus dengan penambahan oil blocking agent pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol kecuali untuk oil blocking agent pada konsentrasi 0.25 %. Kadar air yang lebih tinggi ini disebabkan kemampuan metilselulosa (MC) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) dalam mengikat air (Nussinovitch, 1997) dan membentuk film sehingga air tidak dapat keluar dari matriks (Carriedo, 1994). Hubungan kadar air pilus pada berbagai tingkat konsentrasi oil blocking agent dapat dilihat pada Gambar Kadar Air (%) Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Konsentrasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 10. Pengaruh Penambahan Oil Blocking Agent terhadap Kadar Air Pilus Berdasarkan Gambar 10, pilus yang menggunakan whey sebagai oil blocking agent memiliki kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan pilus yang ditambah MC dan HPMC. Sisi hidrofilik dari whey protein membuat film whey tidak efektif sebagai barrier kelembaban (Krochta et al, 2002). Hal ini perlu mendapat perhatian karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan tekstur menjadi kurang renyah. Fluktusi kadar air terjadi pada pilus MC B 0.5 % dimana kadar air pilus menurun. Penurunan ini dimungkinkan karena faktor pengadukan yang tidak seragam antar penggorengan. Selain itu faktor pengadonan yang menggunakan tangan dapat menyebabkan tingkat kekalisan yang berbeda sehingga pori adonan xlii 30

43 juga berbeda-beda. Pori adonan yang berbeda membuat penguapan yang terjadi ketika penggorengan juga menjadi berbeda-beda. Analisis pada pilus dari batch yang berbeda menghasilkan data dengan standar deviasi yang cukup besar terutama pada pilus yang menggunakan MC A dan whey sebagai oil blocking agent. Standar deviasi yang besar dapat menunjukkan dua hal yaitu adanya faktor dari proses yang kurang konsisten atau pengaruh oil blocking agent yang tidak konsisten terhadap kadar air pilus. c. Kadar Minyak Pilus Penyerapan minyak merupakan hal yang pasti terjadi ketika penggorengan. Penyerapan minyak akan memberikan mouthfeel dan rasa minyak yang khas. Namun hal ini menjadi bermasalah ketika penyerapan minyak menjadi berlebihan sehingga menimbulkan penolakan dari konsumen. Penyerapan minyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah temperatur, lama menggoreng, kadar air, bentuk, ukuran, porositas, perlakuan terhadap produk sebelum digoreng, dan kualitas dari minyak goreng (Pokorny, 1999). Variabel yang mempengaruhi penyerapan minyak pada pada penelitian ini antara lain bentuk dan ukuran pilus, porositas, faktor pengadukan, pengaturan suhu yang dipertahankan pada a ºC, dan waktu penggorengan. Namun pada prakteknya, tidak semua variabel tersebut dapat dikontrol karena proses pembuatan dan penggorengan pilus yang masih manual seperti porositas, faktor pengadukan dan suhu penggorengan. Porositas menjadi salah satu variabel yang tidak dapat dikontrol karena terpengaruh proses pengadonan yang menyebabkan tingkat kekalisan dan pori yang berbeda. Pengadukan yang dilakukan pada saat penggorengan berfungsi untuk membentuk pilus menjadi bulat. Selain itu pengadukan juga berfungsi memeratakan penyebaran pilus sehingga penyerapan minyak dan kematangan menjadi merata karena walaupun digunakan sistem deep fat frying namun karena sifat pilus yang porous, pilus tidak akan terendam sepenuhnya. Suhu berubah-ubah selama penggorengan akan berpengaruh terhadap penyerapan minyak. Semakin tinggi suhu, penyerapan minyak akan makin tinggi. Penggorengan yang manual membuat suhu tidak dapat dipertahankan konstan a ºC sehingga berkisar antara a ± 2 ºC. xliii 31

44 Penelitian ini menggunakan turunan selulosa (MC dan HPMC) dan whey untuk mengurangi penyerapan minyak ke dalam produk fried snack. Makin tinggi penyerapan minyak yang bisa dicegah, makin efektif pula turunan selulosa dan whey yang digunakan. MC dan HPMC biasa digunakan untuk mengurangi kandungan lemak dalam produk pangan dengan cara memberikan mouthfeel yang mirip lemak dan membentuk film yang dapat mengurangi penyerapan minyak ketika digoreng (Whistler dan BeMiller, 1997). Turunan selulosa (MC dan HPMC) memiliki aktifitas termogelasi. Ketika turunan selulosa ini dipanaskan (dalam hal ini digoreng) akan terjadi pembentukan film yang akan menghambat penyerapan minyak. Whey juga digunakan dalam penelitian kali ini karena dapat pula membentuk film apabila dipanaskan diatas suhu denaturasi (gelasi). Kekuatan gel protein dipengaruhi oleh konsentrasi protein, ph, dan kekuatan ion (Belitz & Grosch, 1999). Bagian whey yang dominan adalah β-laktoglobulin. Gel dari β-laktoglobulin terbentuk ketika dilarutkan dalam air dan dipanaskan diatas suhu denaturasinya. Beta-laktoglobulin memiliki titik isoelektrik pada ph 5.1. Derajat keasaman tapioka yang digunakan berkisar antara mendekati ph isoelektriknya sehingga terjadi aggregasi yang lebih cepat dibandingkan dengan denaturasi. Hal ini membuat film yang terbentuk tidak kuat (Belitz & Grosch, 1999). Selain itu film yang dihasilkan akan bersifat buram dan menahan banyak air di pori-porinya (Gossett, Rizvi, & Baker, 1984). Hasil penelitian menunjukkan bahwa MC, HPMC dan whey memiliki kemampuan yang berbeda beda untuk mengurangi penyerapan minyak pada pilus. MC memiliki umumnya perforrma yang lebih baik dalam mengurangi penyerapan minyak (Mallikarjunan, 1997 ; Garcia., et al, 2002). Namun hal ini tidak mutlak karena penyerapan minyak karena kekuatan film yang dihasilkan juga berpengaruh. Kekuatan film/ gel yang dihasilkan tergantung oleh derajat subtitusi (DS) MC dan HPMC yang digunakan (Glicksman, 1986). Selain itu, yang dapat mnempengaruhi kekuatan film adalah konsentrasi, viskositas, bobot molekul, elektrolit, dan waktu pembentukan gel. Makin besar bobot molekul turunan selulosa, viskositas akan bertambah sehingga kekuatan gel akan semakin kuat. xliv 32

45 Derajat subtitusi juga mempengaruhi karakteristik MC dan HPMC yang lainnya seperti retensi air, sensitifitas terhadap elektrolit, dan suhu pelarutan. Elektrolit akan menambah kekuatan gel hingga dicapai suatu batas maksimum konsentrasi penambahan. Maksimum penambahan elektrolit berbeda-beda sesuai dengan jenis garamnya. Subtitusi hidroksipropil akan menurunkan kekuatan gel karena penambahan hidroksipropil akan meningkatkan suhu awal gelasi. Pengaruh penambahan berbagai konsentrasi oil blocking agent terhadap efektifitas penurunan kadar minyak pilus dapat dilihat pada Gambar Kadar minyak (% basis kering) ± Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 11. Efektifitas Penghambatan Penyerapan Minyak pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Oil Blocking Agent Berdasarkan Gambar 11, dapat disimpulkan bahwa MC A memiliki kadar penurunan penyerapan minyak terkecil dibandingkan dengan MC B, HPMC dan whey. Penurunan penyerapan minyak paling signifikan oleh MC A hanya sebesar % pada konsentrasi 0.5 %. Hal ini disebabkan karena MC A memiliki viskositas paling rendah dibandingkan dengan MC B dan HPMC. Whey menunjukkan performa terbaiknya pada konsentrasi 0.5 % dengan penurunan kadar minyak sebesar %. Hubungan antara viskositas terhadap kekuatan gel dan penyerapan minyak tidak dapat diketahui karena tidak dilakukan pengujian viskositas whey. HPMC dapat mengurangi penyerapan minyak sebesar % pada konsentrasi 0.75 % sedangkan MC B mampu mengurangi penyerapan minyak hingga %. Performa HPMC lebih baik dibandingkan dengan MC A karena viskositasnya yang lebih besar. Viskositas yang tinggi xlv 33

46 membuat gel yang terbentuk menjadi lebih kuat sehingga mampu menghalangi penyerapan minyak. Kadar minyak pada ulangan pilus yang berbeda menunjukkan perbedaan antara 0.22 % hingga 2.35 % basis kering. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya faktor proses yang kurang terkontrol seperti pencampuan oil blocking agent yang kurang merata dan proses pengadukan pada saat penggorengan. Berdasarkan penelitian Yuanita, 2008, didapatkan kadar minyak untuk pilus dengan gum gellan 2 % adalah % sedangkan CMC 1 % sebesar % (basis kering). Dapat dilihat bahwa penambahan MC B, menghasilkan kadar minyak yang kurang lebih sama (22.24 % basis kering) dengan konsentrasi yang lebih kecil (0.75 %). B. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT FISIK : KERENYAHAN PILUS Kerenyahan merupakan penentu mutu produk fried snack seperti kesegaran pada buah dan sayuran (Vickers, 1987). Renyah diartikan sebagai keras tapi mudah patah; kompak tapi rapuh, dan tidak lunak (Saklar et al., 1999). Telah menjadi kesepakatan bersama bahwa suara yang dikeluarkan ketika mengigit makanan yang renyah merupakan sesuatu yang penting untuk mengkuantifikasi kerenyahan sebagai suatu sensasi dengan menghubungkan kekerasan suara dengan kerenyahan. Kerenyahan objektif diukur menggunakan instrumen. Instrumen yang digunakan pada penelitian kali ini adalah texture analyzer XT Plus. Langkah pertama yang dilakukan adalah penetapan blanko. Blanko diperlukan untuk melihat pengaruh gesekan antara probe dengan wadah terhadap gaya yang dihasilkan. Blanko yang diharapkan adalah blanko yang kecil/ tidak signifikan sehingga pengaruhnya terhadap hasil pengukuran dianggap nol (0). Grafik yang dihasilkan pada saat pengukuran blanko dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengukuran kerenyahan pilus dilakukan dengan memasukkan pilus ke dalam wadah yang telah dirangkaikan pada landasan texture analyzer hingga wadah terisi separuhnya. Setelah kalibrasi dilakukan pengukuran hingga dihasilkan grafik. xlvi 34

47 Grafik yang tampil berupa puncak-puncak. Kerenyahan didefinisikan sebagai banyaknya puncak yang terbentuk diantara dua anchor. Asumsi pengukuran kerenyahan adalah semakin renyah suatu sampel maka puncak yang terbentuk akan semakin banyak. Grafik yang didapatkan kemudian diolah untuk mendapatkan kerenyahan. Pengolahan data dilakukan dengan cara menandai puncak pertama dengan puncak tertinggi. Grafik yang telah ditandai dapat dilihat pada Lampiran 4. Kerenyahan dilihat sebagai banyaknya puncak yang terbentuk diantara dua puncak. Semakin renyah pilus makan puncak yang terbentuk akan semakin banyak. Angka-angka yang mewakili kerenyahan kemudian dipetakan pada grafik untuk melihat hubungan antara konsentrasi oil blocking agent dengan kerenyahan. Grafik hubungan antara konsentrasi oil blocking agent dengan kerenyahan dapat dilihat pada Gambar Kerenyahan Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 12. Pengaruh Oil Blocking Agent terhadap Kerenyahan Penambahan oil blocking agent hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kerenyahan pilus yang dihasilkan. Pilus dengan penambahan whey merupakan pilus yang paling tidak renyah apabila dibandingkan dengan dengan pilus dengan metilselulosa (MC) atau hidroksipropil metilselulosa (HPMC). Pilus dengan penambahan whey 0.5 % memiliki nilai kerenyahan 51 yang merupakan pilus whey yang paling renyah dibandingkan variasi konsentrasi lain. Nilai kerenyahan 51 berarti terdapat 51 puncak diantara puncak pertama yang signifikan xlvii 35

48 dan puncak tertinggi. Penambahan konsentrasi whey akan mengurangi kerenyahan. Penelitian Nelson, 2003 juga menunjukkan bahwa penambahan whey pada produk ekstrusi pati (jagung) akan mengurangi pengembangan snack yang dihasilkan namun ketika whey yang ditambahkan dihidrolisis terlebih dahulu, pengembangan snack akan lebih baik. Hal ini mungkin karena kuatnya kompleks pati-protein yang terbentuk sehingga snack yang dihasilkan menjadi tidak mengembang dan keras sedangkan ketika whey dihidrolisis, kompeks pati-protein tidak akan terbentuk. Pilus dengan penambahan MC A memiliki kerenyahan 59 pada konsentrasi 0.5 %. Pilus dengan penambahan HPMC 0.75 % memiliki kerenyahan 55 sedangkan pilus dengan penambahan MC B 0.5 % memiliki kerenyahan 57. Berdasarkan data kerenyahan yang telah disebutkan diatas, pilus yang ditambahkan HPMC dengan konsentrasi 0.5 % merupakan pilus yang paling renyah. Variabel yang mempengaruhi kerenyahan antara lain jenis dan konsentrasi oil blocking agent, kadar air papatan, dan penyerapan minyak. Turunan selulosa memiliki kemampuan untuk menambah kerenyahan pilus karena memiliki kemampuan untuk meretensi gas yang ada di dalam pilus (Glicksman, 1986). Semakin tinggi konsentrasi oil blocking agent, makin renyah pilus yang dihasilkan namun pada konsentrasi tertentu kerenyahan akan kembali turun. Kadar air papatan berpengaruh terhadap pengembangan pilus. Kadar air yang rendah akan membuat pilus tidak mengembang sehingga kurang renyah, namun apabila kadar air terlalu tinggi, struktur permukaan pilus akan pecah ketika digoreng. Penampakan struktur permukaan pilus yang pecah ketika digoreng dapat dilihat pada Lampiran 5. Minyak yang terserap akan meningkatkan kerenyahan karena minyak akan menggantikan air sehingga matriks tidak menjadi lunak. xlviii 36

49 C. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK PILUS a. Kerenyahan Tingkat kesukaan terhadap kerenyahan diuji secara subjektif menggunakan uji rating hedonik. Hasil uji organoleptik kerenyahan pilus dapat dilihat pada Gambar Skor Hedonik Kerenyahan a a a a 3.44 b kontrol HPMC 0.75 MC A 0.5 MC B 0.75 whey 0.5 Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 13. Pengaruh Penambahan Oil Blocking Agent terhadap Skor Hedonik Kerenyahan Berdasarkan Gambar 13, pilus yang kerenyahannya paling disukai adalah pilus HPMC 0.75 % lalu MC A, kontrol, MC B dan yang terakhir adalah whey. Urutan ini juga tidak sesuai dengan hasil kerenyahan yang diukur menggunakan texture analyzer. Hasil texture analyzer menunjukkan pilus terenyah adalah pilus, MC A 0.5 %, HPMC 0.75 %, MC B 0.75 %, whey 0.5 % dan yang terakhir adalah kontrol. Hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian panelis yang menyukai pilus yang agak keras. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada taraf signifikansi 5 %. Uji lanjut yang dilakukan adalah uji lanjut Duncan untuk mengetahui sampel pilus yang berbeda. Sampel pilus yang berbeda adalah pilus yang ditambahkan whey 0.5 %. Pilus whey 0.5 % dinilai paling keras oleh panelis. Umumnya panelis dapat menerima kerenyahan pilus karena memberikan nilai lebih dari 3 kecuali untuk pilus whey. Hal ini karena penggunaan whey pada tapioka yang memiliki ph 4.5-5, mendekati ph isoelektrik whey sehingga terjadi aggregasi yang lebih capat dibandingkan dengan denaturasi. Hal ini membuat film xlix 37

50 yang terbentuk tidak kuat (Belitz & Grosch, 1999). Selain itu film yang dihasilkan akan bersifat buram dan menahan banyak air di pori-porinya (Gossett, Rizvi, & Baker, 1984). Kelebihan whey juga dapat mengurangi kerenyahan karena whey dapat mengemulsi air dan minyak (Mohamed et al., 1998). b. Oily Aftertaste Kandungan minyak yang terasa pada fried snack merupakan karakteristik yang diinginkan oleh konsumen namun kesan berminyak yang berlebihan (oily aftertaste), tidak disukai konsumen. Pentingnya penilaian konsumen terhadap oily aftertaste perlu diketahui karena mempengaruhi penerimaan konsumen. Cara untuk menetahui penerimaan konsumen terhadap karakter produk tertentu dapat diketahui dengan melakukan uji hedonik. Uji rating hedonik merupakan alat untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen yang paling umum dipakai. Uji ini tidak bertujuan untuk membandingkan antar sampel sehingga penilaian dilakukan langsung setelah panelis mencicipi sampel. Terdapat dua parameter yang terkait dengan organoleptik minyak yaitu oily dan greasy. Oily adalah sensasi dari minyak (cair) dalam rongga mulut sedangkan greasy adalah sensasi dari lemak (padat) yang tebal dan plastis pada rongga mulut atas (Drewnowski, 1987). Sensasi oily yang ada di dalam pilus berasal dari minyak goreng yang terserap selama proses penggorengan dan pendinginan. Tidak semua sampel pilus diuji rating hedoniknya melainkan hanya kontrol dan pilus dengan penyerapan minyak paling rendah dari tiap oil blocking agent. Skala yang digunakan dalam uji rating hedonik ini berkisar antara 1-5 dimana skor 1 berarti sangat tidak suka dan skor 5 berarti sangat suka terhadap oily aftertaste. Umumnya panelis tidak menyukai adanya aftertaste minyak. Apabila panelis dapat merasakan dengan jelas oily aftertaste pada pilus, skor kesukaan yang diberikan akan bernilai rendah (tidak suka). Begitu juga dengan sebaliknya. Apabila panelis tidak begitu merasakan oily aftertaste pada pilus, maka skor yang diberikan akan tinggi (suka). Pengaruh pemambahan oil blocking agent terhadap kerenyahan pilus dapat dilihat pada Gambar l

51 5 Skor Hedonik Oily Aftertaste a a 3.26 a 3.48 a a kontrol HPMC 0.75 MC A 0.5 MC B 0.75 whey 0.5 Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 14. Pengaruh Penambahan Oil Blocking Agent terhadap Skor Hedonik Oily Aftertaste Berdasarkan Gambar 12, pilus yang memiliki oily aftertaste yang paling disukai panelis adalah MC A 0.5 %, kemudian whey 0.5 %, MC B 0.75 %, HPMC 0.75 % dan yang terakhir adalah kontrol. Hasil tersebut membuktikan bahwa penelis tidak menyukai oily aftertaste pada pilus. Hal ini berarti penambahan oil blocking agent dalam meningkatkan penerimaan panelis terhadap pilus yang dihasilkan namun setelah diuji menggunakan ANOVA, ternyata kesukaan penelis terhadap oily aftertaste tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 %. Hasil uji hedonik oily aftertaste pilus tidak sesuai dengan kadar minyak yang didapatkan sebelumnya. Kadar minyak mulai yang tertinggi adalah kontrol, MC A, whey, MC B dan HPMC namun hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pilus yang paling disukai oily aftertastenya adalah MC A, whey, MC B dan HPMC. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena panelis tidak dapat membedakan intensitas dari oily aftertaste pilus. Hal ini wajar karena untuk uji rating hedonik, digunakan panelis yang tidak terlatih. Umumnya panelis dapat menerima oily aftertaste pilus karena skor yang diberikan lebih dari 3 kecuali untuk pilus kontrol namun pilus kontrol sendiri tidak berbeda nyata dibandingkan yang lain berdasarkan uji ANOVA. 39 li

52 D. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT KIMIA MINYAK HASIL PENGGORENGAN a. Bilangan Asam Bilangan asam merupakan salah satu indikator kerusakan minyak yang mudah dan cepat dalam pelaksanaannnya (Pantzaris, 1999). Kerusakan minyak sebagai pengaruh penambahan MC, HPMC dan whey dalam pilus menjadi penting untuk diketahui karena kualitas minyak akan berdampak secara langsung terhadap produk yang digoreng terutama apabila sistem yang digunakan adalah penggorengan berulang. Hasil uji ini dapat menentukan kapan dilakukan topping pada minyak atau penggantian minyak. Asam lemak bebas terbentuk akibat terjadinya reaksi hidrolisis antara air dan trigliserida pada minyak/lemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis minyak yaitu: (1) jumlah air yang dilepaskan dalam minyak; semakin banyak jumlahnya, semakin cepat proses hidrolisis terjadi, (2) suhu yang digunakan untuk menggoreng; semakin tinggi suhunya semakin cepat pembentukan asam lemak bebas, (3) kecepatan turnover minyak, (4) banyaknya remahan produk di minyak akan semakin mempercepat pembentukan asam lemak bebas (Lawson, 1995). Bilangan asam kontrol sebesar 0.12 mg NaOH/ g minyak, lebih besar dibandingkan dengan pilus yang ditambahkan dengan MC, HPMC dan whey pada konsentrasi 0.25 % dan 0.5 %. Hal ini disebabkan kadar air papatan memang turun pada awalnya. Peningkatan konsentrasi oil blocking agent (0.5-1 %) akan meningkatkan bilangan asam minyak goreng hingga 0.16 mg NaOH/ g minyak. Peningkatan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengaplikasian oil blocking agent lain seperti gellan gum dan CMC dimana pada konsentarasi 1% telah mencapai nilai 0.19 mg NaOH/ g minyak untuk gellan gum dan 0.29 mg NaOH/ g minyak untuk CMC (Juanita, 2008) sementara pada konsentrasi 1 % untuk HPMC, MC A, MC B dan whey hanya mencapai 0.12, 0.16, 0.16, 0.12 mg NaOH/ g minyak. Hal ini wajar mengingat air yang ditambahkan pada saat pengadonan papatan MC, HPMC dan whey tidak sebanyak air yang ditambahkan pada saat pengadonan papatan CMC dan gellan gum. Air yang ditambahkan pada saat pengadonan papatan masing 0.54 g dan 1.5 g untuk gellan gum dan CMC sementara untuk HPMC, MC A, MC B dan whey hanya ditambahkan air sebesar 40 lii

53 0.38, 0.28, 0.3 dan 0.29 g pada konsentrasi 1 %. Pengaruh penambahan berbagai konsentrasi oil blocking agent terhadap bilangan asam minyak dapat dilihat pada Gambar Bilangan asam (mg NaOH/ g minyak) Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 15. Tingkat Kerusakan Hidrolitik Minyak pada Berbagai Konsentrasi Oil Blocking Agent Meningkatnya kadar air papatan yang diiringi dengan peningkatan bilangan asam minyak dapat menjadi pertimbangan khusus dalam penggunaan MC, HPMC dan whey untuk mengurangi penyerapan minyak karena walaupun penyerapan minyak pada pilus berkurang dan penggunaan minyak dapat dihemat secara kuantitas, tetapi kualitas minyak goreng cenderung turun karena bilangan asam yang meningkat. b. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida menunjukkan banyaknya hidroperoksida yang terkandung dalam minyak/ lemak. Hidroperoksida sendiri merupakan hasil oksidasi primer dari trigliserida. Bilangan peroksida dapat menggambarkan seberapa jauh oksidasi yang terjadi. Variabel yang mempengaruhi bilangan peroksida antara lain jumlah ikatan rangkap, suhu, konsentrasi oksigen, cahaya, logam, aktivitas air, prooksidan (misalnya asam lemak bebas), antioksidan dan katalis. Hubungan antara pengaruh penambahan berbagai konsentrasi oil blocking agent terhadap bilangan peroksida minyak dapat dilihat pada Gambar 16. liii 41

54 Bilangan Peroksida (meq O2/ kg minyak) Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 16. Tingkat Kerusakan Oksidatif Minyak pada Berbagai Konsentrasi Oil Blocking Agent Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa bilangan peroksida minyak kontrol sebesar 1.73 meq/kg. Penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi kecil (0.25 %) akan menurunkan bilangan peroksida minyak hingga 1.34 meq/ kg minyak. Sementara penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi yang lebih besar (0.5-1 %) akan meningkatkan bilangan peroksida minyak hingga 3.55 meq/ kg minyak. Salah satu faktor yang menyebabkan naiknya bilangan peroksida adalah terbentuknya asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terbentuk akan mempermudah terjadinya oksidasi sehingga bilangan peroksida akan meningkat. Minyak bekas menggoreng pilus HPMC memiliki bilangan peroksida yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan MC A, MC B dan whey. Hal ini mungkin disebabkan metilselulosa menjadi penghambat oksidasi minyak yang lebih baik dibandingkan dengan metilselulosa. liv 42

55 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan data yang didapatkan, penggunaan metilselulosa (MC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC) dan whey terbukti dapat menurunkan penyerapan minyak pada produk fried snack. Penurunan minyak terbesar pada pilus adalah MC B 0.75 % dengan penurunan kandungan minyak % dibandingkan dengan kontrol. Penurunan terbesar berikutnya adalah HPMC 0.75 % sebesar %, whey 0.5 %, sebesar % dan MC A 0.5 % sebesar %. Penambahan MC, HPMC dan whey akan mempengaruhi karakteristik pilus yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dengan uji menggunakan texture analyzer. Penambahan MC, HPMC dapat meningkatkan kerenyahan dari pilus yang dihasilkan hingga konsentrasi tertentu. Kerenyahan yang meningkat merupakan pengaruh dari pengembangan yang lebih baik ketika digoreng. Sementara penambahan whey akan mengurangi kerenyahan pilus. Uji organoleptik dilakukan terhadap parameter kerenyahan dan oily aftertaste. Sampel yang diuji adalah kontrol, HPMC 0.75 %, MC A 0.5 %, MC B 0.75 % dan whey 0.5 %. Berdasarkan data uji organoleptik parameter kerenyahan, didapatkan bahwa whey 0.5 % memiliki kerenyahan yang berbeda dengan pilus yang lain, yaitu lebih rendah (keras), sedangkan untuk parameter oily aftertaste, tidak ada perbedaan tingkat kesukaan pada taraf signifikansi 5 %. Bilangan asam minyak yang digunakan untuk menggoreng pilus kontrol sebesar 0.12 mg NaOH/ g minyak. Pada awalnya, penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi kecil ( %) akan menurunkan bilangan asam minyak goreng hingga 0.06 mg NaOH/ g minyak. Peningkatan konsentrasi oil blocking agent (0.5-1 %) akan meningkatkan bilangan asam minyak goreng hingga 0.16 mg NaOH/ g minyak. Bilangan peroksida minyak kontrol 1.73 meq/kg. Penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi kecil (0.25 %) akan menurunkan bilangan peroksida minyak hingga 1.34 meq/ kg minyak. Sementara penambahan oil blocking agent 43 lv

56 dalam konsentrasi yang lebih besar (0.5-1 %) akan meningkatkan bilangan peroksida minyak hingga 3.55 meq/ kg minyak. Berdasarkan seluruh data hasil analisa terutama kadar minyak dan uji organoleptik, dapat disimpulkan bahwa oil blocking agent yang paling baik digunakan pada pilus adalah MC B dengan konsentrasi 0.75 %. B. SARAN Optimasi konsentrasi MC B untuk menghasilkan penurunan minyak yang terbesar masih perlu diteliti lebih lanjut. Konsentasi yang perlu diteliti antara 0.5 hingga 1 % dengan interval yang diperkecil yaitu 0.1 %. Uji kelayakan penggunaan MC dari segi bisnis juga perlu dilakukan terutama apabila tujuan utama dari penambahan MC adalah untuk meningkatkan turnover minyak. Hal ini berkaitan dengan naiknya bilangan asam dan bilangan peroksida minyak yang digunakan. Penggunaan MC B sebagai oil blocking agent pada konsentrasi yang paling efektif berdasarkan percobaan kali ini (0.75 %) tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dibandingkan dengan kontrol namun berpotensi meningkatkan bilangan peroksida minyak. 44 lvi

57 DAFTAR PUSTAKA Apriantono, A, Fardiaz, D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto, S Analisis Pangan. Depdiknas-PAU IPB. Bogor. Ash M Handbook of Food Additives. Gower Publ. Ltd. Ballard, Tameshia Application of Edible Coating in Maintaining Crispness of Breaded Fried Food [Tesis]. Virginia: Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State University. Baur, F.J Flavor. Di dalam: H Lawson, editor. Food Oils and Fats. Chapman and Hall. New York. Belitz, H.D. and W. Grosch Food Chemistry. Verlag Springer. Berlin. Blumethal, M.M Frying technology. Di dalam : Hui, Y.H. (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product and Application Technology (4 th ed). Wiley Interscience Publication. New York. Bockisch, M Fats and Oils Handbook. AOCS Press. Illnois. Bouchon, P., Aguilera, J.M., Pyle, D.L., Structure oil-absorption relationships during deep-fat frying. Journal of Food Science, 68: Brannen A.L Food Additives. Marcel Dekker. New York. BSN Minyak Goreng. SNI Badan Standarisasi Nasional Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat. SNI Badan Standarisasi Nasional Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI Badan Standarisasi Nasional Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI Badan Standarisasi Nasional. Budavari, S The Merck Index 12th Ed. Hydroxypropyl Methyl Cellulose. Whitehouse Station NJ, Merck and Co. Carriedo, Myrna O.N Edible Coating and Film Based on Polysaccharides. Di dalam: J.M Krochta, E. Baldwin., dan Myrna O.N. Carriedo, editor.. Edible Coatings to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co, Inc. Basel. lvii

58 Dana, D dan Saguy, S Review : Mechanism of oil uptake during deep-fat frying and the surfactant effect-theory and myth. Advances in Colloid and Interface Science, ( ). Direktorat Standardisasi Produk Pangan SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK tentang Kategori Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI. Jakarta. Dow Chemical 2002 METHOCEL Cellulose Ethers Technical Handbook Drewnowski, A Fats and Food Texture. Sensory and Hedonic Evaluations. Di dalam: H.R Moskowitz, editor. Food Texture. Instrumental and Sensory Measurement. Moskowitz/Jacobs, Inc. New York. Dunn, Tom Product Protection and Packaging Materials. Di dalam: Snack Food Processing. CRC Press. New York. Fardiaz, D Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fellow, P Food Processing Technology. Principles and Practice. Horwood. New York. Ellis Garcia, M. A., Ferrero, C., Bértola, N., Martino, M., & Zaritzky, N. (2002). Edible coatings from cellulose derivatives to reduce oil uptake in fried products. Innovative Food Science & Emerging Technologies, 3(4): Gebhardt, B Oils and Fat in Snack Product. Di dalam: Bailey s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application Tachnology (4 th ed., Vol 3). Wiley Interscience Publication. New York.pp Glicksman, M.1986a. Food Hydrocolloids Volume III. CRC Press, Inc. Florida. Gossett, P. W., Rizvi, S. S. H., & Baker, R. C. (1984). Quantitative analysis of gelation in egg protein systems. Food Technology, 38(5), Harinaldi Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Erlangga. Jakarta. Imeson, A Thickening and Gelling Agent for Food. Chapman & Hall. New York. Ketaren, S Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kinsella, J. E. 1984a. A Review. Milk Proteins : Physicochemical and Functional Properties. CRC Crit. Rev. Food Science and. Nutrition, 21(3): lviii 46

59 Khrishnamurthy R.G. dan Vernon, C.W Salad Oil and Oil-Based Dressings. Di dalam: Bailey s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application Tachnology (4 th ed., Vol 3). Wiley Interscience Publication. New York. pp Krochta, John M., and Maria B. Perez-Gago Formation and Properties of Whey Protein Film and Coatings. Di dalam: Aristippos Genadios, editor. Protein Based Films and Coatings. CRC Press. New York. Lawson, H Food Oils and Fats : Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall. New York. Lea, Per., Tormod Næs, Marit Rødbotten Analysis of Variance for Sensory Data. John Wiley and Sons, Inc. New York. Mallikarjunan, P., Chinnan, M.S., Balasubramaniam, V.M., & Phillips, R.D Edible coatings for deep-fat frying of starchy products. Lebensmittle- Wissenschaft Und Technology, 30: Mellema, M Mechanism and Reduction of Fat Uptake in Deep-Fat Fried Foods. Trends in Food Science & Technology, 14 : Mohamed, S., Hamid, N. A., & Hamid, M. A. (1998). Food components affecting the oil absorption and crispness of fried batter. Journal of Science Food and Agriculture, 78 (1): Moreira, Rosana G Deep fat frying. Di dalam: Encyclopedia of Agricultural, Food, and Biological Engineering. CRC Press. Florida. Nawar, W.W Lipids. Di dalam: O.R. Fennema, Editor. Food Chemistry. Marcel Dekker. New York. Nelson, Heather M Protein Rich Extruded Snack Using Hydrolyzed Proteins [Skripsi]. Food and Nutritional Science Degree, University of Wincosin- Stout. Wincosin. Nussinovitch, A Hydrocolloid Applications. Gum technology in the food and other industries. Blackie Academic and professional. London. Pantzaris, T.P Palm Oil in Frying. Di dalam: D Boskov dan I Elmadfa, editor. Frying of Food. Technomic Publishing Co Inc. Lancaster, USA. Pike, O.A Fat Characterization. Di dalam: S Nielsen, editor. Food Analysis. Kluwer Academic. New York. Pinthus, E.J. dan I.S. Saguy Initial interfacial tension and oil uptake by deep fat fried food. Journal of Food Science, 59: lix

60 Pokorny, J Changes of Nutrients at Frying Temperatures. Di dalam: Boskou, D. dan I. Elmadfa (ed). Frying of Food. Technomic Publishing Co Inc, Lancaster. Pomeranz, Y Functional Properties of Food Component, Second Edition. Academic Press, Inc. New York. Riset Kesehatan Dasar Dirjen : Obesitas Mulai Jadi Ancaman di Indonesia. ancamandi-indonesia [10 Februari 2009]. Saklar, S., S. Ungan, and Katnas, S Instrumental crispness and crunchiness of roasted hazelnuts and correlations with sensory assessment. Journal of Food Science. 64 (6): Sanz, T., A. Salvador., and S.M. Fiszman Effect of concentration and temperature on properties of methylcelulose-added batters Application to battered, fried seafood. Food Hydocolloid, 18 : Shih, F., dan K Daigle Preparation and characteristic of low oil uptake rice cake donuts. American Association of Cereal Chemists Journal, 79 : Sjöström, Eero Kimia Kayu, Dasar-dasar Penggunaan Edisi Kedua. Dr. Harjono Sastrohamidjojo, penerjemah. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Spreer, E Milk and Diary Product Technology. Marcel Dekker, Inc., New York. Basel. Van Vliet, T., Lakemond, C. M. M., & Visschers, R. W. (2004). Rheology and structure of milk protein gels. Current Opinion Colloid Interface Science, 9(5) : Varela, G Frying of Food, Principles and Changes New Approaches. Ellis Horwood Ltd. England. Vickers, A. M Sensory, acoustical, and force-deformation measurements of potato chip crispness. Journal of Food Science, 52(1), Whistler R and J. R Daniel, Functions of Polysaccharides in Foods. In : Food Additives. Marcel Dekker, Inc. New York. Whistler, R. and J. N. BeMiller Carbohydrate Chemistry for Food Scientists. Chapter 7 - Cellulosics. Eagen Press, St Paul, MN. WHO Kenali Pembunuh No 1 di Dunia, Kardiovaskular. [10 Februari 2009]. 48 lx

61 Williams, P.A., G.O. Phillips Handbook of Hydrocolloid. CRC Press. Boca Raton, USA. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yu, T.H., M.W. Chung, dan C.T. Ho Volatile Compounds Generate from Thermal Interaction of Glucose and Alliin or Deoxyalliin in Propylene Glycol. Jorrnal of Food Chemistry, 51: Ziaiifar, Aman Mohammad Oil Absorption During Deep-Fat Frying: Mechanisms and Important Factors [Tesis]. Paris : l Institut des Sciences et Industries du Vivant et de l Environnement. lxi 49

62 Lampiran lxii

63 Lampiran 1. Spesifikasi alat texture analyzer XT Plus Force Capacity: 50kg.f (500N) Force Resolution: 0.1g Loadcells: 1, 5, 30, 50kg.f Loadcell features: Directly interchangeable by the user. Factory calibration and identification information in onboard' non-volatile memory Loadcell Accuracy: 0.5% of reading down to 1% of loadcell capacity. Meets the requirements of ISO and similar international standards Speed Range: 30-50kg.f) Speed Accuracy: Better than 0.1% Range Setting: 1-295mm Transducer Channels: Two linear analogue inputs and one bi-phase digital encoder Data Acquisition Rate: Up to 500 points per second (PPS) for each data channel Data Sampling Rate: 8KHz External Instrumentation Channels: Four channels of RS485 Operating Temperature: 0-40 C Operating Environment: Laboratory conditions. Dust and splash resistant PC Interface: Standard RS232 serial port Power supply: Universal mains input voltage Net weight: 16.2 kg Lampiran 2. Texture analyzer XT Plus Probe 5- bladed kramer shear cell : 1 cell (with removable face) 1 bladed head 1 rapid locating adapter 1 fixing screw (M6 x 25 mm) 1 5mm allen key lxiii 51

64 Lampiran 3. Grafik blanko texture analyzer Force (g) Force (g) Time (sec) Time (s) Lampiran 4. Grafik texture analyzer pilus kontrol Force (kg) Force (kg) Time (sec) (s) lxiv 52

65 Lampiran 5. Struktur permukaan pilus yang pecah Lampiran 6. Hasil analisa kadar air bahan baku jenis sampel kadar air ulangan 1 ulangan 2 rata-rata HPMC MC A MC B Whey Premiks pilus Bumbu Lampiran 7. Hasil analisa kadar air papatan pilus konsentrasi analisis 1 ulangan 1 ulangan 2 analisis analisis 2 1 analisis 2 X1 X2 Ratarata Kontrol HPMC MC A MC B Whey lxv 53

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, bumbu, air, whey, metilselulosa (MC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC), minyak goreng baru, petroleum eter, asam asetat glasial,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA Pilus merupakan salah satu jenis snack tradisional. Pilus banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwokerto,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS a. Kadar Air Papatan Air merupakan salah satu ingredien utama untuk pembuatan pilus. Air digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH Korry Novitriani dan Nurjanah Prorogram Studi DIII Analis Kesehatan, STIKes Bakti

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS Nur Istiqomah, Sutaryono, Farida Rahmawati INTISARI Berdasarkan kebiasaan masyarakat dalam menyimpan margarin untuk dikonsumsi dalam jangka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Minyak Goreng Segar Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) DASAR TEORI Penggolongan lipida, dibagi golongan besar : 1. Lipid sederhana : lemak/ gliserida,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS. Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS. Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada ABSTRAK Alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci