II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA Pilus merupakan salah satu jenis snack tradisional. Pilus banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, dan Kebumen. Pilus adalah makanan ringan berbentuk bulat terbuat dari tepung singkong/ tapioka dengan campuran bahan atau pati lain dan bumbu rempah yang diproses dengan atau tanpa menggunakan ekstrusi kemudian dipotong menjadi ukuran kecil dan digoreng (Direktorat Standardisasi Produk Pangan, 2006). Ingredien utama pilus adalah tapioka. Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari umbi singkong (Manihot esculenta). Pembuatan tapioka melalui tahap penggilingan umbi singkong, dekantasi, pemisahan ampas dengan konsentrat, pengendapan, dan pengeringan (Dziedzic dan Kearsley, 1995). Komponen utama tapioka adalah pati ( %), dengan rasio amilosa : amilopektin sebesar 17 : 83. Tapioka juga mengandung lemak ( %), protein ( %), abu ( %) dan sedikit fosfor (Rickard, 1991). Penentu mutu snack berdasarkan permintaan konsumen dibagi menjadi tiga yaitu rasa, tekstur, dan ukuran (Dunn, 2001). Rasa dan ukuran fried snack sangat beragam, sedangkan bagian tekstur yang menjadi rejection point utama bagi konsumen adalah kerenyahan. Kerenyahan snack terutama dipengaruhi oleh kadar air. Snack memiliki kadar air yang rendah sehingga cenderung bersifat higroskopis. Kadar air snack akan terus naik hingga mencapai kadar air kesetimbangan. Kadar air yang meningkat akan menurunkan kerenyahan snack. al ini disebabkan air yang masuk akan memperlunak matriks pati sehingga snack akan menjadi melempem (Pomeranz, 1991). Syarat mutu untuk pilus tidak diatur secara khusus sehingga mengikuti syarat mutu dari makanan ringan ekstrudat apabila pilus diproduksi melalui proses ektrusi. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat dapat dilihat pada Tabel 1. Syarat mutu yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah kadar air dan kadar lemak. xv

2 Tabel 1. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat (BSN, 2000) No Jenis Uji Satuan Peryaratan Keadaaan Bau Rasa Warna Normal Normal Normal 2 Kadar Air % b/b Maks. 4 3 Kadar Lemak 3.1 Tanpa proses penggorengan % b/b Maks Dengan proses penggorengan % b/b Maks.38 4 Kadar Silikat % b/b Maks Bahan Tambahan Makanan 5.1 Pemanis buatan - Sesuai SNI dan Permenkes No 722/Menkes/Per/IX/ Pewarna - s.d.a 6 Cemaran Logam 6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks Tembaga (Cu) mg/kg Maks Seng (Zn) mg/kg Maks Raksa (g) mg/kg Maks Arsen (As) 8 Cemaran Logam 8.1 Angka lempeng total Koloni/ g Maks. 1.0 x Kapang Koloni/ g Maks E. coli negatif Negatif B. IDRKLID idrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Secara bertahap istilah hidrokoloid yang merupakan kependekan dari koloid hidrofilik ini menggantikan istilah gum karena dinilai istilah gum tersebut terlalu luas artinya. Gum adalah molekul dengan bobot molekul tinggi bersifat hidrofilik maupun hidrofobik, biasanya bersifat koloid dan dalam bahan pengembang yang sesuai dapat membentuk gel, larutan ataupun suspensi kental pada konsentrasi yang sangat rendah. Berdasarkan definisi di atas, maka hidrokarbon berbobot molekul tinggi dan produk-produk sampingan dari minyak bumi yang umumnya larut dalam minyak termasuk dalam golongan gum karena memenuhi kriteria di atas (Fardiaz, 1989). xvi 4

3 Umumnya film yang terbuat dari hidrokoloid (karbohidrat dan protein) memiliki sifat mekanis yang baik namun tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofilik (Nussinovitch, 1997). idrokoloid meliputi agar, alginat, karagenan, pektin, gum gellan, pati, selulosa dan turunannya, gum eksudat (gum karaya, gum tragakan, gum arab), gum biji (gum lokus, gum guar, gum tara, gum xanthan, protein susu, xiloglukan, curdlan, dan galaktomannan (Williams, 2000) 1. Turunan Selulosa Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun dari unit-unit 1,4-ß-Dglukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida. Molekul selulosa berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler. Ikatan intermolekuler ini membuat selulosa tidak larut air. Selulosa merupakan materi penyusun dinding sel tumbuhan (Carriedo, 1994). Berdasarkan interaksi ikatan-ikatan selulosa, selulosa dibedakan menjadi empat yaitu selulosa I, selulosa II, selulosa III, dan selulosa IV. Semua selulosa yang terdapat di alam memiliki struktur selulosa I. Selulosa II terbentuk apabila ada pembengkakan dengan alkali kuat atau pada pelarutan selulosa. Selulosa III dan IV dihasilkan apabila selulosa I dan II diberi perlakuan kimia tertentu dan pemanasan (Sjöström, 1993). Selulosa II, selulosa III, dan selulosa IV disebut juga turunan selulosa. Macam-macam turunan selulosa seperti metilselulosa, hidroksipropil metilselulosa, dan metilpropil selulosa merupakan turunan selulosa yang didapatkan dengan cara subtitusi gugus-gugus hidroksil selulosa dalam kondisi basa. Metilselulosa dan hidroksipropil metilselulosa (MC dan PMC) memiliki sifat thermogelation yang berarti dapat membentuk gel ketika panas dan dapat kembali larut apabila didinginkan. Gel yang dihasilkan dari turunan selulosa memiliki sifat fungsional yang diinginkan seperti creaminess, mouthfeel seperti lemak, stabil, modifikasi tekstur, pengental dan menciptakan penampakan yang mengkilap (Brannen, 2002). Struktur selulosa, metilselulosa dan hidroksipropil metil selulosa dapat dilihat pada Gambar 1. MC dan PMC biasa digunakan untuk mengurangi kandungan lemak dalam produk pangan dengan cara memberikan mouthfeel yang mirip lemak dan xvii 5

4 mengurangi penyerapan minyak dalam produk yang digoreng (Whistler 1997). Sifat inilah yang diinginkan dalam penelitian kali ini sehingga pembahasan selanjutnya hanya dibatasi pada MC dan PMC. Keunggulan turunan selulosa lainnya adalah ketidakmampuan mereka untuk dicerna sehingga tidak menyumbangkan kalori dalam menu (Whistler 1990). C 2 C 2 (a) C 2 C 3 C 3 C3 C 2 C 2 C 3 C 3 C3 (b) C 2 (c) C 2 Gambar 1. Struktur Molekul (a) selulosa (b) metilselulosa (c) hidroksipropil metilselulosa a. Metilselulosa Metilselulosa (MC) diperoleh dengan mereaksikan selulosa fiber dengan Na menjadi selulosa alkali. Selulosa alkali dibuat dengan cara perendaman dengan larutan basa pada serat selulosa kemudian direaksikan dengan metil klorida berdasarkan reaksi eterifikasi Williamson pada C dan tekanan 14 kg/cm 2 selama beberapa jam. asil reaksinya adalah metileterselulosa dan NaCl. Reaksi eterifikasi Williamson dapat dilihat pada Gambar 2. Cell- + Na + C 3 Cl (selulosa) Cell-C 3 + NaCl + 2 (metilselulosa) Gambar 2. Eterifikasi Williamson (Imeson, 1992) Perubahan beberapa grup hidroksil () molekul selulosa menjadi grup metil eter akan meningkatkan kelarutan dalam air dari molekul selulosa dan mengurangi kemampuan untuk menyatu kembali. Setelah itu metilselulosa yang xviii 6

5 didapatkan akan dimurnikan di dalam air panas kemudian dikeringkan dan digiling. Derajat subtitusi (DS) gugus hidroksil dengan metil tergantung pada kondisi reaksi (Carriedo, 1994). Agar larut air dengan baik, metilselulosa harus memiliki derajat sutitusi sekitar 1.4. Derajat subtitusi yang lebih tinggi ( ) membuat metilselulosa dapat larut dalam pelarut organik sedangkan metilselulosa komersial memiliki DS antara 1.4 sampai 2 (Imeson, 1992). Metilselulosa larut air dingin, berwarna putih, serbuknya berserat atau bergranul, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak bersifat toksik. Metilselulosa akan membentuk film yang kuat, jernih, larut dalam air, tidak berminyak, memiliki laju oksigen dan kecepatan transmisi uap air yang rendah. Metilselulosa dalam bentuk serbuk, relatif stabil walaupun sedikit higroskopik. Metilselulosa dalam jumlah lebih besar harus disimpan dalam wadah kedap udara yang dingin atau tempat yang kering. Penampakan metilselulosa dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Metilselulosa b. idroksipropil metilselulosa idroksipropil metilselulosa (PMC), dikenal juga dengan nama hipromellose merupakan turunan dari selulosa yang dikenal sebagai eter selulosa. PMC dibuat dari metilselulosa yang direaksikan dengan propilen oksida (Dow, 2002). Reaksi pembentukan PMC dapat dilihat pada Gambar 4. RcellC 3 + NaCl + C 3 Cl + x C 3 C C 2 Rcel C 3 \ / \ (C2C)x + NaCl Gambar 4. Reaksi Pembentukan PMC PMC berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan hingga coklat muda dan dapat pula berbentuk granul. PMC juga tidak berasa dan tidak berbau. C 3 xix 7

6 PMC akan membentuk sistem koloid apabila dilarutkan didalam air. PMC bersifat non toksik, namun bersifat mudah terbakar dan mudah bereaksi dengan agen pengoksidasi. PMC komersil memiliki DS gugus metoksi dan gugus hidroksi propoksi Penampakan PMC dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. PMC PMC memiliki kemampuan untuk mengikat air yang baik. Larut perlahan di dalam air dingin, pelarut polar, tidak larut dalam air panas, alkohol anhidrous, eter dan kloroform. Kegunaan PMC dalam industri pangan adalah sebagai emulsifier, pengental, gelan, pembentuk film, stabilizer, penahan minyak/lemak (Ash, 1995). Sifat film yang dihasilkan adalah transparan, kuat, fleksibel dan bersifat reversibel dari sol ke gel selama pemanasan dan pendinginan (Budavari, 1996). 2. Sweet Whey Sweet whey merupakan hasil samping dari industri keju yang kejunya dikogulasi menggunakan enzim rennet. Apabila keju didapatkan dengan koagulasi menggunakan asam maka hasil sampingnya akan disebut acid whey (Spreer, 1998). Sweet whey memiliki kadar protein yang berkisar antara % dengan kadar lemak %. Whey biasanya dijual dalam bentuk bubuk dengan kenampakan seperti tepung yang berwarna putih kekuningan dengan aroma khas susu. Penampakan whey dapat dilihat pada Gambar 6. Whey merupakan jenis gel protein yang umum digunakan pada industri pangan. Pembentukan gel dipengaruhi oleh kekuatan ion (penambahan garam), p, enzim dan panas yang diberikan. Mekanisme gelasi atau penggumpalan protein sebenarnya masih belum sepenuhnya diketahui, namun paling tidak melalui 2 cara. Pertama, akibat denaturasi protein, konformasi molekul protein xx8

7 berubah, baik karena pemanasan atau kimiawi. Viskositas protein meningkat sebagai dampak terbukanya struktur molekular protein. Tahap berikutnya adalah aggregasi dari protein yang telah didenaturasi. Selama tahap aggregasi ini terjadi peningkatan viskositas secara eksponensial. Tahap ini seharusnya terjadi secara perlahan dibandingkan dengan tahap yang pertama agar terbentuk gel yang stabil. Apabila tahap kedua ini terjadi terlalu cepat, koagulum yang terbentuk tidak mampu menahan air sehingga terjadi sineresis. Gaya tarik dan dorong harus terjadi secara seimbang pula. Apabila gaya tarik lebih dominan, sineresis akan terjadi namun apabila gaya dorong yang dominan, gel tidak akan terbentuk (Kinsella, 1984). Gambar 6. Sweet whey C. PRSES PENGGRENGAN 1. Mekanisme Penggorengan Proses menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan Dana, 2003). Tujuan proses pengggorengan antara lain untuk meningkatkan kualitas cerna (eating quality) dari makanan, meningkatkan pengawetan yang diperoleh karena pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim, dan pengurangan kadar air (Fellow, 1992). Proses menggoreng memiliki beberapa perbedaan dibandingkan proses memasak yang lainnya, sehingga menggoreng dirasakan lebih mudah dan praktis untuk dilakukan. Menurut Blumenthal (1996), kelebihan proses menggoreng adalah (1) waktu yang lebih singkat, proses pada umumnya hanya beberapa detik hingga beberapa menit; (2) perbedaan temperatur yang besar antara minyak dan produk selama proses penggorengan, menyebabkan pemasakan menjadi efektif ketika tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan xxi 9

8 minyak menjadi optimal; (3) minyak yang digunakan menjadi bagian yang penting terhadap produk akhir; (4) produk yang lebih renyah serta warna produk yang agak kecoklatan meningkat selama proses. Menurut Moreira (2003), proses menggoreng dibagi menjadi dua kategori : (1) statis dan dalam ukuran kecil (kapasitas minyak yang digunakan sedikit, sekitar 8 liter hingga 28 liter) diklasifikasikan dalam sistem batch, biasanya digunakan dalam restoran. (2) produk yang dihasilkan dalam jumlah besar dan menggunakan sistem bed, biasanya digunakan dalam industri ( kapasitas 250 kg produk/ hari hingga kg produk/ hari). Proses menggoreng melibatkan pindah panas, pindah massa, dan interaksi yang kompleks antara produk yang digoreng dan minyak. Fellow (1992) menyatakan bahwa berdasarkan pindah panas yang terjadi terdapat dua metode menggoreng yaitu menggoreng permukaan (shallow frying) dan menggoreng terendam (deep-fat frying). Menggoreng permukaan biasa digunakan untuk makanan yang memiliki permukaan lebar. Pindah panas pada metode ini terjadi secara konduksi dari permukaan penggorengan melalui lapisan tipis dari minyak. Sedangkan pada menggoreng terendam, pindah panas yang terjadi adalah kombinasi antara konveksi dalam minyak panas dan konduksi dari minyak ke dalam produk. Semua permukaan produk mendapat perlakuan panas yang sama sehingga menghasilkan penampakan yang sama. al ini menjadi keunggulan menggoreng terendam dibanding menggoreng permukaan. Menurut Blumenthal (1996), proses penggorengan deep fat frying memiliki keuntungan seperti bahan pangan goreng lebih mudah diterima secara organoleptik karena menghasilkan rasa yang enak, produk goreng dilapisi permukaan yang renyah, warna disukai, penyerapan minyak akan menghasilkan mouthfeel yang diinginkan, khususnya oleh masyarakat Indonesia yang menyukai produk goreng. Produk yang dihasilkan dari proses penggorengan akan menghasilkan tekstur dan flavor produk yang diinginkan. Menurut Pokorny (1999), flavor produk goreng merupakan produk hasil degradasi lipida dari minyak yang digunakan untuk menggoreng namun berbagai macam komponen spesifik berkontribusi terhadap flavor secara overall jadi sulit untuk membedakan antar xxii 10

9 produk goreng. Baur (1995), menyatakan flavor dari minyak dan lemak berasal dari komponen asam lemak minyak, asam lemak tak jenuh dan gugus ester dari asam lemak, aldehid, dan hidroperoksida yang berasal dari reaksi oksidasi asam lemak tak jenuh. Yu et al (1994) menyatakan reaksi kimia yang terjadi selama proses penggorengan bertanggungjawab atas flavor produk goreng. Reaksi kimia yang berlangsung tergantung dari komponen utama bahan pangan yang digoreng. 2. Profil Penyerapan Minyak Proses penggorengan memungkinkan bahan pangan menyerap sejumlah minyak selama proses penggorengan. Bouchon et al (2003), mendefinisikan tiga fraksi minyak yang berbeda pada penggorengan keripik kentang yaitu structural oil (ST), penetrated surface oil (PS), dan surface oil (S). ST mengacu pada minyak yang terserap selama penggorengan, PS merupakan minyak yang terserap ke dalam produk selama pendinginan, sedangkan S adalah minyak yang tetap tinggal di permukaan produk. Menurut Dana dan Saguy (2006), terdapat dua mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan fenomena penyerapan minyak yaitu penggantian air (water replacement) dan efek fase pendinginan (cooling-phase effect). Kedua fenomena ini akan dijelaskan sebagai berikut : a. Penggantian air (water replacement) Mekanisme ini menjelaskan bahwa minyak akan menggantikan air yang menguap selama terjadi proses penggorengan. Ketika produk pangan terkena suhu penggorengan yang tinggi, air di permukaan produk akan menguap secara cepat. Permukaan produk akan mengering dan terbentuklah kerak yang bertekstur poripori seperti spons. Air di dalam produk akan berubah menjadi uap dan menimbulkan gradien tekanan positif. Uap air ini kemudian akan meloloskan diri dari produk melalui celah, retakan, maupun kapiler yang terbentuk. Selama proses penguapan air berlangsung, minyak yang menempel akan menempati lubanglubang besar, celah yang terbentuk akibat perubahan tekstur selama penggorengan. al ini didukung fakta bahwa kadar minyak yang terserap amat dipengaruhi oleh kadar air awal pada produk (Mellema, 2003). Teori ini tidak dapat berdiri sendiri karena penelitian-penelitian menunjukkan bahwa penyerapan minyak terjadi utamanya selama fase pendinginan. xxiii 11

10 b. Efek fase pendinginan (cooling-phase effect) Teori ini berpendapat bahwa minyak tidak masuk ke produk selama proses penggorengan karena terhalang oleh tekanan uap air yang tinggi di permukaan produk. Minyak bahkan cenderung terdorong ke luar. Baru ketika proses menggoreng selesai, produk dipindahkan dari penggorengan dan mulai mendingin. Uap air dalam produk terkondensasi sehingga tekanan dalam produk turun. Minyak yang melekat pada permukaan produk akhirnya akan tersedot dikarenakan adanya efek vakum yang tercipta (Dana dan Saguy, 2006). Proses penyerapan minyak dalam teori ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan kerak dan pori-pori (Mellema, 2003). al ini disebabkan karena air menguap ke permukaan melalui pori-pori produk sehingga ketika terjadi efek vakum karena terjadi kondensasi uap, minyak akan tersedot melalui pori-pori tersebut. Menurut Pokorny (1999), penyerapan minyak oleh produk goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: suhu, waktu, air yang terkandung dalam bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama proses penggorengan, dan kualitas minyak yang digunakan. Jenis bahan pangan yang digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan minyak. Produk goreng yang berasal dari bahan pangan nabati dan mengandung pati akan menyerap minyak lebih banyak dari pada bahan pangan hewani. Kandungan minyak pada berbagai produk goreng dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Minyak yang Terserap pada Produk Deep Fried (Pokorny, 1999) Produk pangan goreng Kandungan minyak (%) Kentang (french fries dan keripik) Serealia (doughnut) Sayuran (dengan atau tanpa batter) Jamur (dengan batter) Daging sapi, babi Ayam (tepung dan batter) Ikan (tepung) Sosis xxiv 12

11 Kualitas minyak goreng akan mempengaruhi tingkat penyerapan minyak dalam produk pangan. Tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan pangan tinggi saat minyak yang digunakan merupakan fresh oil. Selama penggorengan berulang, polaritas minyak meningkat akibat proses pemanasan sehingga tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan pangan yang digoreng menurun. Penyerapan minyak akan meningkat dengan semakin banyak penggorengan berulang (Pinthus dan Saguy, 1994). D. MINYAK GRENG DAN KUALITASNYA 1. Minyak Goreng dan Kualitas Pangan Minyak merupakan golongan lipid yang berbentuk cair pada suhu ruang (Akoh dan Min, 2002). Minyak dapat menjadi sumber energi dalam aktivitas tubuh manusia. Lemak yang dioksidasi sempurna dalam tubuh menghasilkan 9.3 kkal per gram lemak, sedangkan protein dan karbohidrat menghasilkan 4.1 dan 4.2 kkal per gram. Minyak dan lemak merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Gliserol (propane-1,2,3-triol) merupakan satu-satunya alkohol dimana asam lemak teresterifikasi menjadi trigliserida. Gliserol terdiri dari tiga gugus hidroksil yang simetris dan merupakan komponen dasar yang penting dari struktur trigliserida (Bockisch, 1998). Trigliserida dari suatu minyak mengandung sekitar 94-96% asam lemak sehingga sifat fiskokimia minyak atau lemak tergantung dari sifat asam lemaknya. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berwujud cair karena mengandung sejumlah asam lemak tak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau linolenat dengan titik cair yang rendah. Menurut Ketaren (1986), tidak semua minyak dapat digunakan untuk menggoreng seperti minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari. al ini berkaitan dengan kecepatan kerusakan minyak. Minyak yang xxv 13

12 biasa digunakan untuk menggoreng antara lain minyak kelapa sawit, minyak kacang-kacangan dan minyak kelapa. Minyak dalam proses pengggorengan memiliki fungsi utama sebagai medium penghantar panas, sementara fungsi lain yang tidak kalah penting adalah sebagai pembentuk cita rasa, pembentuk warna khas dan menggantikan air dalam produk pangan sehingga dihasilkan produk yang renyah. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida, berasal dari bahan nabati dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian. Syarat mutu minyak dapat dilihat dari Tabel 3. Bau Rasa Warna Tabel 3. Syarat Mutu Minyak Goreng (BSN, 2002) Kriteria uji Satuan Mutu I Mutu II Normal Normal Putih, kuning pucat sampai kuning % b/b maks 0.1 mg maks 0.6 K/g maks 2 Kadar air Bilangan asam Asam linolenat Timbal (Pb) Timah (Sn) Raksa (g) Tembaga (Cu) Cemaran arsen (As) % mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Keterangan : * dalam kemasan kaleng maks 0.1 maks 40.0/250* maks 0.05 maks 0.1 maks 0.1 Normal Normal Putih, kuning pucat sampai kuning maks 0.3 maks 2 maks 2 maks 0.1 maks 40.0/250* maks 0.05 maks 0.1 maks 0.1 Selain syarat-syarat dalam SNI, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemansan minyak hingga terbentuk akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk akibat hidrasi gliserol ketika dilakukan pemanasan yang berlebihan pada minyak sehingga gliserol hancur. Makin tinggi titik asap, makin tinggi mutu minyak goreng teraebut. Titik asap minyak tergantung dari kadar gliserol bebasnya (Winarno, 2002). 2. Kerusakan Minyak Goreng Selama proses deep frying minyak dipanaskan secara terbuka sehingga ada kontak antara minyak dengan udara. Pemanasan dan kontak dengan udara akan xxvi 14

13 mengubah sifat fiskokimia minyak yang digunakan. Perubahan ini meliputi (1) perubahan fisik, seperti bertambahnya kadar air karena transfer dari bahan yang digoreng, migrasi minyak; (2) perubahan kimia sebagai akibat adanya migrasi air dari bahan pangan ke minyak; dan (3) interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen bahan pangan yang digoreng. Perubahan sifat fiskokimia minyak akan semakin dipercepat dengan adanya (1) keberadaan air yang ada pada bahan pangan yang digoreng yang menimbulkan reaksi hidrolisis pada minyak; (2) oksigen dari udara yang kontak dengan permukaan minyak; dan (3) ketinggian suhu penggorengan, makin tinggi suhu penggorengan, makin cepat pula proses pengrusakan minyak (Gebhardt, 1996). Menurut awson (1995), minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan mengalami empat perubahan besar, yaitu perubahan warna, oksidasi, polimerisasi, dan hidrolisis. Perubahan warna terjadi karena adanya senyawa dari bahan pangan yang digoreng seperti pati, protein, fosfat, sulfur, dan metal akan terekstrak dan terkumpul dalam minyak. Senyawa- senyawa ini kemudian akan berwarna coklat karena interaksi dengan minyak atau interaksi antara senyawa tersebut (Lawson, 1995). ksidasi minyak terjadi akibat adanya kontak antara minyak dengan oksigen dari udara. ksidasi akan menyebabkan minyak menjadi tengik sehingga mempengaruhi karakteristik organoleptik produk yang digoreng. ksidasi terjadi secara berantai. ksidasi primer menghasilkan hidroperoksida. ksidasi sekunder memecah hidroperoksida menjadi senyawa polar sedangkan oksidasi tersier merupakan reaksi polimerisasi dari senyawa-senyawa hasil oksidasi sekunder (Nawar, 2000). Polimerisasi yang terjadi akan mempercepat terjadinya kerusakan minyak. Polimer yang terbentuk dapat meningkatkan viskositas minyak, mengurangi kemampuan transfer panas minyak, menghasilkan buih selama penggorengan dan menghasilkan off-colour. Polimer juga dapat menyebabkan peningkatan penyerapan minyak di produk (Choe dan Min, 2007). Skema reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying dapat dilihat pada Gambar 7. idrolisis merupakan reaksi yang terjadi antara air dengan komponen utama minyak/ lemak yaitu trigliserida. Reaksi hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jumlah air yang dilepaskan ke dalam minyak, temperatur, kecepatan oil xxvii 15

14 turnover, dan adanya remahan yang terdapat dalam minyak. Semakin tinggi air yang dikandung bahan makanan, semakin cepat hidrolisis yang terjadi. Demikian juga pengaruh temperatur, semakin tinggi temperatur semakin cepat pembentukan asam lemak bebas. Semakin cepat turnover minyak dengan minyak baru, semakin lambat juga peningkatan pembentukan asam lemak bebas (Lawson, 1995). FD FRYING IL Gambar 7. Reaksi-reaksi yang Terjadi Selama Proses Deep Fat Frying (Ziaiifar, 2008) 3. Analisis Kerusakan Minyak Goreng Terdapat beberapa analisis untuk menentukan tingkat kualitas minyak goreng. Analisis-analisis tersebut dapat dibagi menjadi analisis kerusakan fisik dan kerusakan kimiawi minyak. Analisis fisik meliputi analisis warna, viskositas, dan lain-lain. Analisis kimia meliputi bilangan asam, bilangan iodin, bilangan peroksida, Total Polar Material (TPM), dan masih banyak yang lainnya (Varela, 1988). Berikut ini akan dijelaskan mengenai dua jenis kerusakan yang pasti terjadi pada minyak goreng yang digunakan untuk mengoreng. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif. xxviii 16

15 a. Kerusakan idrolitik Kerusakan hidrolitik minyak adalah kerusakan minyak yang terjadi karena adanya air dalam minyak yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Standar SNI kadar air dalam minyak goreng adalah kurang dari 0.1 %. Kadar air ini akan meningkat pada kali pertama penggorengan. Tambahan ini berasal dari bahan pangan yang digoreng. Kadar air yang meningkat saat bahan pangan digoreng akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas. Setelah proses penggorengan selesai, kadar air pada minyak akan turun karena penguapan yang terjadi selama proses penggorengan namun asam lemak bebas sudah terlanjur terbentuk. Asam lemak bebas yang terkadung pada minyak akan mengkatalisasi reaksi hidrolisis yang akan menghasilkan asam lemak bebas yang lain. Pada saat asam lemak bebas terakumulasi dalam jumlah yang signifikan, akan terbentuk asap yang berlebihan dan kualitas makanan yang digoreng akan menurun sehingga minyak goreng harus diganti (Khrishnamurthy dan Vernon, 1996). Asam lemak bebas yang terbentuk dapat diketahui dengan melakukan analisis bilangan asam. Bilangan asam didefinisikan sebagai banyaknya K (mg) atau basa yang digunakan untuk menetralisasi asam bebas yang ada dalam 1 gram minyak (Pike, 2003). Prinsip dari pengukuran bilangan asam adalah titrasi asam basa. Asam lemak bebas dapat menggambarkan kerusakan minyak akibat hidrolisis dan dapat menjadi indikator ketengikan minyak dan mengurangi umur simpan produk (Blumenthal, 1996). Bilangan asam lemak bebas akan meningkat nilainya dengan semakin lama waktu dan suhu penggorengan meningkat. leh karena itu analisis ini cukup baik untuk dijadikan penentuan untuk rejection point pada minyak goreng yang digunakan berulang (Pokorny, 1999). b. Kerusakan ksidatif Kerusakan oksidatif terjadi selama proses penggorengan karena adanya kontak antara minyak dengan udara. Kerusakan oksidatif dapat dihitung dengan melakukan analisis bilangan peroksida. Bilangan peroksida dapat juga didefinisikan sebagai pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari potasium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida xxix 17

16 dalam minyak pada suhu ruang dalam medium asam asetat (Apriyantono et al., 1989). Bilangan peroksida hanya mengukur hasil oksidasi primer yaitu hidroperoksida. Namun bilangan peroksida dianggap cukup mewakili kerusakan minyak pada penelitian kali ini karena minyak hanya dipergunakan untuk satu kali penggorengan sehingga diasumsikan tidak ada oksidasi lanjut. Selain itu pengukuran bilangan peroksida memiliki keuntungan tersendiri yaitu dapat mengetahui awal kerusakan minyak karena peroksida terbentuk pada awal autooksidasi, sifatnya spesifik, dan analisanya cepat (Pike, 2003). Bilangan peroksida minyak/ lemak dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu jumlah ikatan rangkap, suhu, konsentrasi oksigen, cahaya, logam, aktivitas air, prooksidan (misalnya asam lemak bebas), antioksidan dan katalis. Bilangan peroksida yang semakin tinggi menunjukan tingkat oksidasi yang semakin tinggi hingga terjadinya oksidasi lanjut dimana bilangan peroksida akan turun. xxx18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK

SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK Oleh MELLISA SUHANDI F24050770 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS a. Kadar Air Papatan Air merupakan salah satu ingredien utama untuk pembuatan pilus. Air digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Minyak Goreng Segar Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, telah beredar asumsi di masyarakat bahwa minyak goreng yang lebih bening adalah yang lebih sehat. Didukung oleh hasil survey yang telah dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari x BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lipid Pengertian lipid secara umum adalah kelompok zat atau senyawa organik yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng untuk mengolah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN. Oleh : Astuti Setyowati

KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN. Oleh : Astuti Setyowati KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN Oleh : Astuti Setyowati KARBOHIDRAT Terdapat dalam : 1. Tumbuhan : monosakarida, oligo sakarida, pati, selulosa, gum 2. Hewan : glukosa, glikogen,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. goreng segar, 15% pada daging ayam/ikan berbumbu, 15-20% pada daging

BAB I PENDAHULUAN. goreng segar, 15% pada daging ayam/ikan berbumbu, 15-20% pada daging BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan yang digoreng menyerap lemak atau minyak goreng dalam jumlah yang bervariasi, yaitu 5% pada kentang goreng beku, 10% pada kentang goreng segar, 15% pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH Korry Novitriani dan Nurjanah Prorogram Studi DIII Analis Kesehatan, STIKes Bakti

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, namun perlu dipahami bahwa makan untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Fungsi lemak sangat penting bagi tubuh yaitu sebagai sumber energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Fungsi lemak sangat penting bagi tubuh yaitu sebagai sumber energi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lemak dan Minyak 1. Pengertian Lemak dan Minyak Banyak literatur ilmiah yang mengatakan istilah Lipid diartikan sebagai lemak, minyak atau unsur yang didapat dalam pangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan kelapa yang mencapai 3.187.700 ton pada tahun 2013 (BPS, 2014).

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci