V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari berbagai data dan informasi yang diperoleh, selanjutnya dilakukan berbagai teknik analisis untuk bisa menjawab rumusan masalah penelitian. Berikut ini adalah uraian pembahasan hasil analisis dari berbagai fenomena empiris yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai Keterkaitan Antar Sektor Struktur Input-Output (IO) Tabel Input-Output menggambarkan transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling ketergantungan. Penyusunan Tabel Input-output Kapet Bima terdiri dari 18 sektor yang disederhanakan dan diturunkan dari Tabel Input-Output Propinsi NTB Tahun 2004 yang terdiri dari 60 sektor. Adapun gambaran umum perekonomian Kapet Bima berdasarkan Tabel Input-Output Kapet Bima dijelaskan pada tabel 48. Tabel 48 Komponen Penyusun Tabel Input-Output Kapet Bima Tahun 2004 No. Komponen Jumlah (Rp.000) Distribusi (%) 1. Sisi Permintaan (Output) a. Permintaan Antara 876,764, b. Permintaan Akhir 2,905,956, c. Total Permintaan 3,782,721, Sisi Penawaran (Input) a. Input Antara 876,764, b. Import 293,537, c. Jumlah Nilai Tambah Bruto 2,612,418, d. Jumlah Input 3,782,721, Sumber : Data Hasil Analisa Dari Tabel 48 dijelaskan bahwa total nilai output ekonomi wilayah di Kapet Bima adalah sebesar Rp.3.78 trilyun yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp.0.88 trilyun (23.18 %) dan permintaan akhir sebesar Rp.2.90 trilyun

2 99 (76.82 %) yang meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan eksport. Besarnya nilai permintaan akhir menggambarkan tingginya permintaan (demand side). Konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap serta perubahan stok menggambarkan kegiatan transaksi intra regional (domestik) sedangkan nilai eksport menggambarkan kegiatan transaksi inter regional. Makin tinggi tingkat permintaan maka makin besar pula nilai transaksi barang/jasa hal ini mendorong peningkatan nilai output total suatu sektor, namun nilai permintaan akhir belum menggambarkan sepenuhnya nilai permintaan total suatu sektor serta dampak totalnya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Permintaan akhir yang terlalu tertinggi mengakibatkan permintaan antara yang rendah. Permintaan antara di Kapet Bima hanya sebesar Rp juta atau sebesar %. Artinya dari total output wilayah yang dihasilkan hanya % yang dikembalikan dalam kegiatan produksi domestik. Sedangkan di sisi lain kegiatan eksport lebih banyak barang mentah atau setengah jadi karena rendahnya kegiatan industri pengolahan domestik. Hal ini menggambarkan rendahnya keterkaitan (linkages) kegiatan ekonomi domestik dan nilai tambah (margin value) suatu sektor/komoditi, yang pada akhirnya berbagai daerah di Kapet Bima adalah sebagai daerah tertinggal karena rendahnya daya kompetitif. Disamping itu karena nilai tambah lebih besar di dapat oleh pengguna manfaat luar kawasan maka pada akhirnya juga terjadi kebocoran wilayah. Tabel 49 memberikan gambaran tentang nilai output masing-masing sektor ekonomi. Berdasarkan klasifikasi 18 sektor ekonomi, terlihat bahwa 6 (enam) sektor yang memiliki nilai output paling tinggi di atas rata-rata output sektor lain, tercermin dari nilai output sektor (IOS) > 1 adalah Tanaman bahan makanan (26.93 %), selanjutnya adalah Jasa pemerintahan umum (14.62 %), Perdagangan Besar dan Eceran (11.65 %), Industri Pengolahan Non Migas (10.94 %), dan Bangunan (8.36 %) serta angkutan (7.28 %). sektor-sektor ini pun memiliki nilai tambah bruto lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya.

3 100 Tabel 49 Nilai Output Masing-Masing Sektor di Kapet Bima Tahun 2004 Kode Nama Sektor Output Distribusi (Rp.000) (%) IOS 1 Tanaman Bahan Makanan 1,018,624, Tanaman Perkebunan 69,002, Peternakan dan Hasil- Hasilnya 173,502, Kehutanan 98,207, Perikanan 161,325, Penggalian 69,485, Industri Pengolahan Non 7 Migas 413,699, Listrik 26,358, Air bersih 2,391, Bangunan 316,102, Perdagangan Besar dan Eceran 440,672, Hotel dan Restoran 56,578, Angkutan 275,254, Pos dan Telekomunikasi 27,299, Bank dan Lembaga Keu. Bukan Bank 30,598, Sewa Bangunan dan Jasa Preusan 17,236, Jasa Pemerintahan Umum 553,212, Jasa Swasta 33,168, Jumlah 3,782,721, Sumber : Data Hasil Analisa Nilai output tanaman bahan makanan paling tinggi dibandingkan dengan sektor/komoditi lainnya. Sedangkan tanaman perkebunan, peternakan dan kehutanan nilai outputnya masih sangat rendah (masing-masing sebesar 1.82 %, 4.59 % dan 2.60 % dari total output). Keadaan ini bertolak belakang dengan potensi lahan di Kapet Bima, dimana areal beririgasi sebagai lahan usaha tani tanaman bahan makanan adalah 36,823 Ha atau 5.32 %. Sedangkan lahan kering sebagai tempat pengusahaan peternakan, perkebunan dan kehutanan adalah seluas % dari total wilayah (tidak termasuk hutan Negara). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan kering sebagai salah satu potensi sumber daya wilayah yang cukup besar masih belum dimanfaatkan secara lebih optimal. Apabila diperhatikan nilai output ekonomi tersebut, maka dapat diketahui bahwa peran petani masih dominan sebagai pelaku ekonomi di Kapet Bima, hal

4 101 ini juga ditunjukkan pada tabel 29, bahwa jumlah petani mencapai % penduduk Kapet Bima. Perekonomian Kapet Bima juga masih tergantung cukup besar terhadap sektor pemerintahan, sementara pada struktur APBD kabupaten/kota di Kapet Bima dana alokasi dari pusat (DAK dan DAU) masih dominan sedangkan penerimaan dari komponen pendapatan asli daerah (PAD) yang juga dapat dijadikan indikator kemandirian daerah masih rendah (< 5 %). Di sisi input, komponennya terdiri dari input antara (23.18 %), import (7.76 %) dan yang memberikan kontribusi paling besar adalah input primer atau nilai tambah bruto yakni sebesar Rp.2.61 trilyun (69.06 %). Proporsi nilai tambah bruto ini terhadap total input di Kapet Bima sedikit lebih tinggi dari pada di Propinsi NTB yakni %. Komponen nilai tambah bruto sendiri terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Besarnya nilai masing-masing komponen terhadap nilai tambah bruto dapat dilihat pada tabel 50 berikut ini. Tabel 50 Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi di Kapet Bima Tahun 2004 No. Komponen Jumlah (Rp.000) Distribusi (%) 1. Upah dan Gaji 1,038,418, Surplus Usaha 1,394,832, Penyusutan 147,118, Pajak Tak Langsung Netto 32,049, Jumlah 2,612,418, Sumber : Data Hasil Analisa Beberapan komponen nilai tambah bruto memiliki nilai dan besaran kontribusi yang bervariasi. Nilai tambah yang besar adalah komponen surplus usaha yang diterima oleh pengusaha yakni dengan total sebesar Rp.1.39 trilyun atau % dari total nilai tambah bruto. selanjutnya komponen upah dan gaji yang diterima pekerja dengan total nilai Rp.1.04 trilyun diterima oleh pekerja. dan komponen yang paling kecil nilainya adalah pajak tak langsung netto yang

5 102 diterima pemerintah yakni sebesar Rp milyar. Nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya masih relatif rendah yakni 1.23 % apalagi jika dibandingkan dengan Propinsi NTB yang mencapai 3.56 % dari total nilai tambah bruto. Tabel 51 Perbandingan Koefisien Teknis Komponen Input IO Kapet Bima Tahun 2004, IO Jabodetabek Tahun 2002 dan IO Riau Tahun 2001 No. Komponen IO Kapet IO Jabodetabek IO Riau Bima Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Netto Total Input Antara Total Input Primer Sumber : Data Hasil Analisa Tabel 51 memberikan gambaran perbandingan struktur penyusun Tabel IO Kapet Bima dengan dua wilayah lainnya yang memiliki karakteristik yang berbeda. Kapet Bima memiliki karakteristik wilayah dengan output ekonomi didominasi oleh aktivitas kegiatan pertanian, jasa pemerintahan dan perdagangan. Jabodetabek didominasi oleh kegiatan industri pengolahan non migas, perdagangan dan pertanian sedangkan Riau didominasi oleh pertambangan minyak, industri mesin dan industri perminyakan. Perbandingan struktur input antara pada wilayah Kapet Bima, Jabodetabek, dan Riau menunjukkan perbedaan. Total input antara Kapet Bima adalah sebesar % dari total output ekonomi, lebih rendah jika dibandingkan wilayah Jabodetabek dan Riau yakni mencapai > 40 % dari total output ekonomi wilayah. Data ini menjelaskan bahwa Kapet Bima yang didominasi oleh aktivitas pertanian, jasa pemerintahan dan perdagangan menggunakan output untuk kegiatan produksi (sebagai faktor produksi) masih sangat rendah, sehingga keterkaitan antar sektor domestik juga rendah yang dapat berakibat terjadinya kebocoran wilayah. Kegiatan-kegiatan industri pengolahan dan pemanfaatan

6 103 sektor domestik dalam kegiatan ekonomi wilayah telah mendorong Jabodetabek dan Riau sebagai wilayah yang relatif lebih maju. Pada struktur input antara, koefisien teknis upah dan gaji di Kapet Bima lebih baik dari pada dua wilayah yang lainnya, namun dari sisi penerimaan pemerintah di Kapet Bima hanya menerima 0.85 % dari total output. Sedangkan Riau mencapai 1.39 % dan yang paling tinggi adalah Jabodetabek dengan karaktristik sebagai daerah industri dan perdagangan dapat memberikan penerimaan pemerintah sebesar 3.46 % dari total output ekonomi wilayah Derajat Keterkaitan Antar Sektor Salah satu keunggulan analisa dengan menggunakan Model IO adalah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan teknis antar sektor, hubungan ini dapat berupa hubungan ke depan (forward linkages) atau daya dorong maupun hubungan kebelakang (backward linkages) atau daya tarik. Tabel 52 Indeks Keterkaitan Antar Sektor di Kapet Bima Kode Nama Sektor Indeks Daya Indeks Daya Dorong (IDD) Tarik (IDT) 1 Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-Hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Pengolahan Non Migas Listrik Air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Hotel dan Restoran Angkutan Pos dan Telekomunikasi Bank dan Lbg Keu. Bukan Bank Sewa Bangunan dan Jasa Persh Jasa Pemerintahan Umum Jasa Swasta Sumber : Data Hasil Analisis Suatu sektor yang mempunyai nilai indeks daya dorong >1, berarti daya dorong sektor tersebut di atas rata-rata sektor lainnya. Demikian juga jika nilai

7 104 indeks daya tarik >1, berarti daya tarik sektor tersebut di atas rata-rata sektor lainnya. Dari tabel 52 diketahui bahwa yang memiliki daya dorong paling tinggi adalah tanaman bahan makanan (sektor 1) yakni dengan nilai indeks sedangkan sektor yang memiliki daya tarik paling tinggi adalah industri pengolahan non migas (sektor 7) yakni dengan nilai indeks Untuk membantu menggambarkan tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lainnya maka sektor-sektor tersebut dapat ditempatkan dalam diagram kartesius keterkaitan antar sektor. Diagram ini memiki dua sumbu yakni sumbu vertikal yang menunjukkan indeks daya tarik dan sumbu horizontal yang menunjukkan indeks daya dorong. selanjutnya sumbu vertikal dibagi menjadi dua wilayah yakni yang memiki nilai daya tarik di atas rata-rata (nilai indeks >1) dan yang berada dibawah rata-rata seluruh sektor. Demikian juga sumbu horizontal dibagi menjadi dua wilayah yakni yang memiliki nilai daya dorong di atas rata-rata (nilai indeks >1) dan yang berada di bawah rata-rata. Sehingga jika dua sumbu ini diletakkan dalam satu diagram maka akan menghasilkan 4 (empat) kuadran. Gambar 6 menjelaskan keberadaan masing-masing sektor dalam kuadrankuadran keterkaitan antar sektor, Diagram tersebut memiliki 4 (empat) kuadran. Kuadran I, merupakan sektor-sektor yang memiliki hubungan dengan sektor kebelakang (hulu) yang tinggi namun memiliki hubungan dengan sektor ke depan (hilir) yang rendah. Adapun sektor-sektor yang masuk dalam kuadran I ini adalah : peternakan dan hasil-hasilnya (sektor 3), listrik (sektor 8), bangunan (sektor 10), Hotel dan restoran (sektor 12), jasa pemerintahan umum (sektor 17) dan jasa swasta (sektor 18). Keberadaan sektor-sektor pada kuadran I ini, hendaknya dapat menggerakkan sektor-sektor hilir atau dengan kata lain, harus diciptakan kegiatan atau aktivitas yang dapat memanfaatkan secara optimal sektor-sektor pada kuadran I baik sebagai bagian dari faktor produksi maupun sebagai sarana-prasarana atau komponen pendukung dalam kegiatan produksi sehingga dapat menggerakkan nilai total ekonomi wilayah secara signifikan.

8 105 KETERKAITAN ANTAR SEKTOR I N D E K S D A Y A T A R I K I II IV III INDEKS DAYA KEPEKATAN DORONG Gambar 6 Diagram Kartesius Keterkaitan Antar Sektor di Kapet Bima Kuadran II, merupakan sektor-sektor yang memiliki hubungan dengan sektor kebelakang (hulu) yang tinggi serta memiliki hubungan dengan sektor ke depan (hilir) yang tinggi pula. Adapun sektor-sektor yang masuk dalam kuadran II ini adalah : Industri Pengolahan Non Migas (sektor 7), bank dan Lembaga Keuangan Non Bank (sektor 15), Keberadaan sektor-sektor pada kuadran II sangat penting sebagai sektor atau kegiatan antara yang menghubungan sektor-sektor di hulu dengan hilir, sehingga sektor-sektor yang berada di kuadran II ini harus ditingkatkan keberadaan baik dari jumlah aktivitas maupun dari nilai output (produksi) yang dihasilkan. Kuadran III, merupakan sektor-sektor yang memiliki hubungan dengan sektor kebelakang (hulu) yang rendah namun memiliki hubungan dengan sektor ke depan (hilir) yang tinggi. Adapun sektor-sektor yang masuk dalam kuadran III ini adalah : tanaman bahan makanan (sektor 1), perikanan (5), Perdagangan besar dan eceran (sektor 11), Hotel dan restoran (sektor 13), jasa pemerintahan umum

9 106 (sektor 14) dan jasa swasta (sektor 18). Keberadaan sektor-sektor pada kuadran III ini, hendaknya dapat memanfaatkan secara optimal sektor-sektor di hulu untuk mendukung aktivitas atau dalam kegiatan produksi sehingga dapat menggerakkan nilai total ekonomi wilayah secara signifikan. Kuadran IV, merupakan sektor-sektor yang memiliki hubungan dengan sektor kebelakang (hulu) yang rendah namun memiliki hubungan dengan sektor ke depan (hilir) yang tinggi. Adapun sektor-sektor yang masuk dalam kuadran IV ini adalah : kehutanan (sektor 4), penggalian (sektor 6), air bersih (sektor 9), sewa bangunan dan jasa perusahaan (sektor 16). Keberadaan sektor-sektor pada kuadran IV ini, cenderung sebagai sektor pendukung bagi pengembangan sektorsektor lain baik di kegiatan atau industri di hulu maupun di hilir khususnya terhadap kegiatan produksi domestik Sektor Basis Model ekonomi basis (economic base model) menjelaskan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh kecenderungan eksport wilayah tersebut. Eksport tersebut dapat berupa tenaga barang, jasa atau tenaga kerja serta dapat juga berupa barang-barang tidak bergerak (immobile) seperti yang berhubungan dengan aspek geografi, iklim, peninggalan sejarah dan pariwisata. sektor atau industri yang bersifat seperti seperti itu disebut sektor basis. Salah satu metode pengukuran sektor basis adalah dengan metode location quotient (LQ). Apabila suatu sektor nilai LQ > 1 maka merupakan sektor basis sedangkan bila LQ < 1 maka sektor tersebut merupakan non basis. Pada tabel 53 terlihat bahwa dari 18 sektor ekonomi, terdapat 5 (lima) sektor yang menjadi sektor basis yakni : (1) Tanaman bahan makanan, (3) peternakan dan hasilnya, (4) kehutanan, (5) perikanan dan (9) Air bersih. Sedangkan sektor yang lain merupakan sektor non basis (sektor pendukung). Lima sektor basis di Kapet Bima adalah termasuk dalam sektor-sektor primer yakni kegiatan yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam, sedangkan sektor sekunder dan tersier seperti perdagangan, jasa dan industri kapasitas usahanya belum menjadi sektor yang memiki keunggulan komparatif wilayah.

10 107 Tabel 53 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Location Quotient (LQ) di Kapet Bima Kode Sektor PDRB (Rp.000) LQ PDRB 1 Tanaman Bahan Makanan 799,682, Tanaman Perkebunan 61,151, Peternakan dan Hasil-Hasilnya 130,132, Kehutanan 92,079, Perikanan 126,803, Penggalian 59,235, Industri Pengolahan Non Migas 79,691, Listrik 7,339, Air bersih 1,737, Bangunan 182,882, Perdagangan Besar dan Eceran 394,075, Hotel 24,772, Angkutan 202,457, Pos dan Telekomunikasi 24,242, Bank dan Lbg Keu. Bukan Bank 23,332, Sewa Bangunan dan Jasa Preusan 15,521, Jasa Pemerintahan Umum 364,150, Jasa Swasta 23,131, Jumlah 2,612,418, Sumber : Hasil Analisis Dari Data BPS Propinsi NTB, Sektor Unggulan Potensial Sektor unggulan merupakan sektor basis dan berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi wilayah serta memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Sehingga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan potensial wilayah : (1). Merupakan sektor basis, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai LQ PDRB yang tinggi. (2). Memiliki kemampuan yang tinggi untuk menggerakkan sektor lain baik keterkaitan kedepan (dengan sektor hilir) maupun keterkaitan kebelakang

11 108 (dengan sektor hulu), hal ini dapat ditunjukkan dengan indeks daya tarik dan daya dorong terhadap sektor lain yang tinggi. (3). Memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks output ekonomi suatu sektor. Tabel 54 Tingkat Keunggulan Masing-Masing Sektor di Kapet Bima Kode Nama Sektor Skor Keunggulan Sektor (SKS) IOS IDT IDD LQ Jmlh TKS 1 Tanaman Bahan Makanan I 2 Tanaman Perkebunan IV 3 Peternakan dan Hasil-Hasilnya II 4 Kehutanan III 5 Perikanan II 6 Penggalian IV 7 Industri Pengolahan Non Migas I 8 Listrik III 9 Air bersih III 10 Bangunan II 11 Perdagangan Besar dan Eceran II 12 Hotel dan Restoran III 13 Angkutan II 14 Pos dan Telekomunikasi III 15 Bank dan Lbg Keu. Bukan Bank II 16 Sewa Bangunan dan Jasa Pershn IV 17 Jasa Pemerintahan Umum II 18 Jasa Swasta III Sumber : Data Hasil Analisis Berdasarkan peringkat keunggulan sektor seperti yang dijelaskan pada tabel 54, maka yang menjadi sektor unggulan I (total skor = 3) adalah : tanaman bahan makanan dan industri pengolahan non migas; Sektor unggulan II (total skor = 2) adalah : Peternakan dan hasilnya, Perikanan, bangunan, perdagangan besar dan eceran, angkutan, bank dan lembaga keuangan bukan bank serta sektor jasa pemerintahan umum; Sektor unggulan III adalah (total skor = 1) : kehutanan, listrik, air bersih, hotel dan restoran, pos dan telekomunikasi, dan jasa swasta; sedangkan unggulan IV (total skor = 0) adalah : tanaman perkebunan, penggalian dan sewa bangunan dan jasa perusahaan.

12 109 Untuk membantu menggambarkan tingkat keunggulan suatu sektor terhadap sektor lainnya maka sektor-sektor tersebut dapat ditempatkan dalam grafik yang dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini TINGKAT KEUNGGULAN SEKTOR 5.00 INDEKS KEUNGGULAN IOS IDD IDT LQ KODE SEKTOR Gambar 7 Tingkat Keunggulan Sektor Berdasarkan Indeks Keunggulan Setiap Indikator di Kapet Bima Sektor yang merupakan unggulan I merupakan sektor yang memenuhi indikator keunggulan paling tinggi dibandingkan sektor lainnya, namun tidak ada satupun sektor yang memenuhi seluruh indikator keunggulan sektor (empat indikator). Adapun sektor unggulan I adalah : tanaman bahan makanan (sektor 1) dan industri pengolahan non migas (sektor 7). Kedua sektor ini memiliki total skor keunggulan sektor (SKS) = 3, artinya sektor tersebut memiliki keunggulan pada

13 110 tiga dari empat indikator keunggulan sektor. Sektor tanaman bahan makanan memiliki keunggulan pada indikator nilai output ekonomi wilayah yang tinggi, daya dorong (keterkaitan kedepan) terhadap sektor lain serta merupakan sektor basis yang merupakan sektor yang berpotensial untuk melakukan kegiatan eksport, namun rendah pada indikator daya tarik (keterkaitan kebelakang) terhadap sektor lainnya. Sedangkan sektor industri pengolahan non migas memiliki keunggulan pada indikator nilai output ekonomi wilayah yang tinggi serta keterkaitan yang kuat dengan sektor lainnya baik keterkaitan kebelakang (daya tarik) maupun keterkaitan kedepan (daya dorong). Seperti ditunjukkan pada gambar 7 di atas. Sektor tanaman bahan makan memiliki output yang sangat dominan terhadap total ekonomi wilayah. nilai output sektor ini adalah sebesar Rp.1.02 trilyun yakni dengan indeks output sektor (IOS) sebesar 4.85, artinya nilai outputnya hampir mencapai 5 (lima) kali besarnya output rata-rata di Kapet Bima. Jenis komoditas yang masuk dalam sektor tamanan bahan makanan antara lain padi, kacang tanah, kedelai dan bawang merah. Nilai produksi komoditi ini rata-rata > 25 % dari total produksi Propinsi NTB, bahkan bawang merah mencapai % dari total produksi Propinsi NTB sehingga merupakan salah satu komoditi unggulan yang dieksport (diperdagangkan) antar pulau. Sektor ini memiliki keterkaitan kebelakang dengan sektor pengangkutan, perdagangan besar dan eceran. Selain itu juga memiliki keterkaitan ke depan yang kuat, yang dapat mendorong pertumbuhan industri pengolahan (makanan), hotel dan restoran, bangunan, peternakan, perikanan dan pemerintahan. Sektor industri pengolahan non migas memiliki nilai output ekonomi terbesar keempat di Kapet Bima yakni sebesar Rp milyar yakni dengan indeks output sektor (IOS) sebesar 1.97, artinya nilai output sektor ini sebesar 1.97 kali besarnya output rata-rata di Kapet Bima. Sektor industri pengolahan non migas memiliki tingkat keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya. Dengan nilai indeks daya dorong sebesar 1.21 dan indeks daya tarik sebesar 1.52 menjadikan kegiatan industri pengolahan non migas sebagai sektor kunci yang menghubungkan kegiatan ekonomi sektor-sektor hulu dengan kegiatan ekonomi sektor hilir.

14 111 Di sisi lain, keberadaan sektor industri pengolahan non migas belum menjadi sebagai sektor basis. Sektor ini memiliki aktivitas dan volume usaha yang relatif masih rendah jika dibandingkan dengan daerah lain di Propinsi NTB. Produk-produk industri serta berbagai faktor produksi usaha (hulu) masih banyak yang didatangkan dari luar kawasan, seperti pakan ikan/ternak, ayam broiler, pupuk dan obat-obatan pertanian, alat dan mesin usaha perikanan/pertanian, sedangkan kegiatan industri di sektor hilir juga masih rendah. Karena komoditi yang dijual pada umumnya masih produk mentah dan setengah jadi. Oleh karena sektor ini memiliki kemampuan untuk menggerakkan sektor lainnya baik dengan keterkaitan kedepan dan kebelakang maka perlu ditingkatkan jumlah usaha dan kelembagaannya, serta nilai produktivitasnya dengan berbasis (keunggulan) produk spesifik lokal. Sektor unggulan II (total skor = 2) adalah : Peternakan dan hasilnya (sektor 3), Perikanan (sektor 5), bangunan (sektor 10), perdagangan besar dan eceran (sektor 11), sektor angkutan (sektor 13), bank dan lembaga keuangan bukan bank (sektor 15) dan jasa pemerintahan umum (sektor 17). Aktivitas ekonomi sektor bangunan dan jasa pemerintahan umum memiliki output ekonomi yang tinggi serta telah menyerap faktor produksi (input) domestik dalam kegiatan ekonominya, namun keberadaan sektor ini belum menjadi sebagai sektor basis jika dibandingkan dengan daerah lain di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sektor bangunan dan jasa pemerintahan umum ini belum mampu mendorong yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi lainnya. Indeks daya dorong atau keterkaitan kedepan masih rendah. Artinya alokasi anggaran pembangunan hendaknya memperhatikan aktivitas ekonomi produktif dan dengan proporsi nilai alokasi yang lebih besar. Sektor unggulan II yang merupakan sektor basis adalah sektor peternakan dan perikanan. Komoditi peternakan dan perikanan dapat menjadi komoditi unggulan karena merupakan komoditi eksport. Dengan potensi sumber daya lahan yang luas dimana lahan kering mencapai (termasuk didalamnya terdapat %) yang merupakan lahan potensial untuk pengembangan peternakan dan luas kawasan pesisir dan kelautan sebesar % dari total luas wilayah, merupakan sumber daya potensial untuk pengembangan sektor perikanan, namun

15 112 output sektor ini masih rendah yakni masing-masing hanya mencapai Rp milyar dan Rp milyar. Komoditi peternakan di Kapet Bima merupakan komoditi eksport antar pulau seperti kuda, sapi, kerbau dan kambing meliki keterkaitan kebelakang yang kuat namun memilki keterkaitan kedepan yang rendah. Sektor ini memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat terhadap sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, angkutan, tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan. Sedangkan keterkaitan ke depan yakni dengan sektor hotel dan restoran seta industri pengolahan. Begitu pula dengan komoditi perikanan/kelautan. Sektor ini memiliki keterkaitan kebelakang dengan sektor industri pengolahan, perdagangan, angkutan, serta memiliki keterkaitan kedepan dengan sektor hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan. Mutiara sebagai salah satu komoditi perikanan yang dibudidayakan di Kapet Bima merupakan komoditi eksport, dan nilai produksinya mencapai 42 % dari total produksi di Propinsi NTB, namun kegiatan kerajinan mutiara hampir tidak didapat Kapet Bima seperti hal di daerah Sekarbila Mataram. Begitu juga dengan kegiatan kerajinan kulit kerang mutiara, yang juga bernilai jual tinggi. Sedangkan pengolahan komoditi lainnya seperti rumput laut dan ikan juga masih terbatas. Rumput laut sudah mulai diolah dalam bentuk dodol, kemudian ikan bandeng sudah ada yang diproduksi dalam bentuk presto, sedangkan ikan laut lebih banyak yang dijual dalam keadaan segar dan pengolahannya baru diusahakan dalam bentuk pengasinan atau pengeringan. Sektor perdagangan, angkutan, bank dan lembaga keuangan bukan bank memiliki indeks daya dorong yang tinggi yakni masing-masing sebesar 1.34, 1.18 dan Dengan output ekonomi yang tinggi, sektor perdagangan dan angkutan dapat mendorong dinamika ekonomi wilayah serta hubungan antar wilayah baik intra maupun inter regional.

16 Interaksi Spasial Intra-Inter Regional Pola Hubungan Wilayah Intra-Inter Regional Setiap wilayah memiliki potensi sumber daya dan karakteristik masingmasing baik sebagi faktor endowment maupun sebagai faktor buatan berupa teknologi dan hasil interaksi sosial-ekonomi wilayah lainnya. Perbedaan sumber daya (supply side) serta disisi lainnya perbedaan kebutuhan (demand side) menyebabkan terjadinya transaksi dan interaksi sosial maupun ekonomi wilayah. Mobilisasi sumber daya dan pemenuhan kebutuhan masing-masing wilayah sehingga terjadinya hubungan/interksi wilayah dapat berwujud arus atau pergerakan orang, kendaraan atau barang serta komponen wilayah lainnya (seperti teknologi, modal dan informasi) melalui jalan dan transportasi, sistem atau kelembagaan yang melaksanakannya. dan tingkat dan sifat interaksi akan menentukan perkembangan suatu wilayah. Tabel 55 Persepsi Orientasi Perjalanan/Bepergian Penduduk Di Kapet Bima (%) No. Keperluan Dlm Desa Dlm Kec Daerah Tujuan Dlm Kab Luar Kab Jumlah 1 Membeli Sembako Membeli Saprotan Membeli Pakaian Membeli Bahan Bangunan Membeli Barang Elektronik Membeli Alat dan Mesin Membeli Sepeda Membeli Sepeda Motor Membeli Mobil Rekreasi/Traveling Menjual Produk Usaha Rerata Sumber : Hasil Analisis Data Primer Sifat pergerakan penduduk sendiri secara garis besar terbagi dua macam. Yang pertama adalah pergerakan yang bersifat sementara, yakni perjalanan atau

17 114 bepergian untuk memenuhi kebutuhan hidup dan atau usahanya kemudian selanjutnya akan kembali lagi ke tempat asalnya. Sedangkan yang kedua adalah pergerakan yang bersifat tetap, yakni perpindahan penduduk dari suatu tempat ketampat lain dengan tujuan untuk menetap secara permanen. Pergerakan penduduk yang bersifat sementara, tergambar dari orientasi perjalanan/bepergian penduduk di Kapet Bima dapat dilihat pada tabel 55. Dari tabel 55 dapat dijelaskan bahwa untuk memenuhi berbagai keperluannya, penduduk selain mendapatkan dari lingkungannya (desa/kelurahan sendiri) juga lebih banyak didapat dari luar desa/kelurahannya. Yang relatif mudah untuk didapat dalam desa/kelurajan adalah membeli sembako dan saprotan (sarana produksi pertanian) sedangkan 9 (sembilan) keperluan lainnya relatif sulit didapat. Secara umum keperluan yang dapat dipenuhi dalam desa/kelurahan sebanyak %. Dalam kecamatan (biasanya di ibu kota kecamatan) adalah sebanyak % dan yang paling banyak adalah di dalam wilayah Kabupaten (di ibu kota kabupaten atau pusat perdagangan kabupaten/kota, seperti di Kecamatan Rasanae Barat, Kecamatan Dompu, Ibu Kota Kecamatan Sape, Sila Bolo, Tente Woha, dan Manggelewa) adalah sebesar %, diantaranya untuk membeli alat dan mesin, membeli mobil serta membeli barang elektonik. Uraian di atas menunjukkan bahwa tiap keperluan penduduk (barang/jasa) memiliki tingkat ketersediaan yang berbeda-beda, jika sembako (kebutuhan primer) dan saprotan tersedia hampir di seluruh tingkat desa/kelurahan, sedangkan pakaian, bahan bangunan (kebutuhan sekunder) dan sepeda, sebagian besar penduduk mendapatkan di pasar tingkat kecamatan, maka alat dan mesin, sepeda motor dan mobil (kebutuhan tersier), pada umumnya penduduk mendapatkannya di pusat perdagangan tingkat kabupaten. Sehingga terdapat kecenderungan bahwa ada hubungan antara hirarki ketersediaan barang/jasa dengan hirarki tingkat perkembangan suatu wilayah di Kapet Bima, atau dengat kata lain, pengaruh ketersediaan barang/jasa yang dibutuhkan penduduk akan sangat menentukan tingkat perkembangan suatu wilayah. Pergerakan penduduk yang kedua adalah pergerakan yang bersifat tetap, yakni perpindahan penduduk dari suatu tempat ketempat lain dengan tujuan untuk menetap secara permanen. Dengan objek kajian tingkat desa/keluarahan maka

18 115 dapat digambarkan pola perpindahan penduduk berdasarkan daerah asal dan tujuannya. Penduduk Yang Pindah (%) Pola Perpindahan Penduduk Berdasarkan Daerah Asal Dlm Kec Dlm Kab Dlm Prop Dlm Negeri Luar Negeri Daerah Asal Gambar 8 Rerata Persentase Penduduk Pendatang Tiap Desa/Kelurahan Berdasarkan Daerah Asal di Kapet Bima Dari gambar 8 diperoleh informasi bahwa persentase penduduk yang pindah ke suatu desa/kelurahan di Kapet Bima, sebanyak % berasal dari desa tetangga sekitarnya dalam satu kecamatan, selanjutnya % berasal dari kecamatan lain dalam satu kabupaten, % dari kabupaten lain dalam satu propinsi, 5.72 dari propinsi lain dan 0.50 % berasal dari negara lain. Dari uraian di atas terdapat kecenderungan bahwa pola perpindahan penduduk ke suatu desa/kelurahan di Kapet Bima makin tinggi searah dengan makin dekatnya jarak daerah asalnya. Dari gambar 9 diketahui bahwa dari jumlah penduduk yang pindah ke luar desa/kelurahannya, sebanyak % ke propinsi lain, % ke kabupaten lain dalam satu propinsi, % ke desa lain dalam 1 kecamatan, 9.57 % ke negara lain dan 9.00 % ke kecamatan lain dalam satu kabupaten. Data ini menunjukkan bahwa perpindahan penduduk suatu desa/kelurahan di Kapet Bima ke daerah lain tidak dipengaruhi oleh jarak antar wilayah tapi di tentukan oleh daya tarik atau daya dorong suatu wilayah.

19 116 Penduduk Yang Pindah (%) Pola Perpindahan Penduduk Berdasarkan Daerah Tujuan Dlm Kec Dlm Kab Dlm Prop Dlm Negeri Luar Negeri Daerah Tujuan Gambar 9 Rerata Persentase Penduduk Tiap Desa/Kelurahan Yang Pindah Ke Daerah Lain Berdasarkan Daerah Tujuan Di Kapet Bima a. Pola Hubungan Wilayah Intra Regional Hubungan wilayah intra regional meliputi hubungan wilayah antar desa, antar kecamatan dan atau antar kabupaten/kota di Kapet Bima. Hubungan antar wilayah khususnya sangat dipicu oleh pergerakan penduduk untuk memobilisasi sumber daya wilayahnya dan atau memenuhi kebutuhan hidup dan usahanya, sehingga faktor-faktor tersebut menjadi daya dorong atau daya tarik suatu wilayah. Tabel 56 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Antar Desa/Kelurahan Dalam 1 (Satu) Kecamatan Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai 8.80 d. Rasa nyaman/keamanan 6.46 e. Sekolah f. Lain-Lain - Jumlah Sumber : Hasil Analisis Data Primer

20 117 Tabel 56 menjelaskan bahwa alasan/motivasi perpindahan penduduk antar desa/kelurahan dalam satu kecamatan di Kapet Bima masih di dominasi oleh tujuan melanjutkan pendidikan (39.64 %), hal ini disebabkan karena di tingkat desa/kelurahan lembaga pendidikan pada umumnya hanya tersedia sampai tingkat SD sementara tingkat SLTP pada umumnya hanya tersedia di ibukota kecamatan. Motivasi kedua adalah karena ikut suami/istri/keluarga, fenomena ini dapat menggambarkan masih kuatnya tingkat keeratan hubungan sosial/kekeluargaan penduduk di Kapet Bima, yaitu adanya ikatan pernikahan yang kecenderungannya dengan famili atau dengan keluarga yang telah dikenali, serta adanya fenomena migrasi berantai karena kekerabatan dalan suatu keluarga besar, yakni perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain yang diikuti penduduk (kerabatnya). Perpindahan demikian biasanya terjadi apabila rombongan atau orang yang pertama berhasil maka akan menarik saudara atau kerabatnya yang lain. Adapun alasan/motivasi perpindahan penduduk antar kecamatan dalam satu kabupaten di Kapet Bima dapat dilihat pada tabel 57 dan uraian berikut ini. Tabel 57 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Antar Kecamatan Dalam 1 (Satu) Kabupaten Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai 9.22 d. Rasa nyaman/keamanan 3.13 e. Sekolah f. Lain-Lain 2.29 Jumlah Sumber : Hasil Analisis Data Primer Tabel 57 menjelaskan masih terdapatnya kesenjangan fasilitas pendidikan antar kecamatan, khususnya antara kecamatan di ibu kota kabupaten dengan luar ibu kota kabupaten yakni pada tingkat pendidikan SMU/SMK sehingga hal tersebut masih menjadi alasan/motivasi penduduk untuk berpindah (34.91 %).

21 118 Fenomena perpindahan akan adanya hubungan kekerabatan juga sangat tinggi (30.34 %) sedangkan persepsi penduduk adanya peluang kerja dalam wilayah telah menjadi motivasi ekonomi penduduk untuk melakukan migrasi (20.12 %). Hubungan antar wilayah di Kapet Bima didukung oleh ketersediaan prasarana dan sarana transportasi baik berupa transportasi antar desa maupun antar kecamatan/daerah dalam wilayah Kapet Bima, namun terdapat beberapa daerah yang intensitasnya relatif rendah seperti di Kecamatan Donggo dan Tambora Kabupaten Bima. Tabel 58 Jumlah Kendaraan dan Trayek Angkutan Umum (Roda 4 dan 6) Intra Regional Kapet Bima Kabupaten Jumlah Trayek Jmlh Kendaraan (Buah) Perkiraan Pergerakan Perhari Jml Penumpang (Org) Jml Barang (Kg) Kab dan Kota Bima ,410 88,309 Dompu ,502 14,094 Jumlah Kapet Bima , ,403 Sumber : Hasil Analisis Dari Data Primer dan Data Sekunder Tabel 58 menjelaskan bahwa terdapat 465 jumlah kendaraan roda 4 dan 6 yang melewati sekitar 78 trayek antar kota dalam wilayah Kapet Bima sehingga diperkirakan terdapat pergerakan penumpang sebanyak lebih dari orang dengan jumlah barang sebanyak lebih dari 102 ton perhari. jumlah ini belum termasuk mobil pribadi dan kegiatan khusus pengangkutan barang yang ada dalam wilayah Kapet Bima. Dari gambar 10 terlihat bahwa wilayah Kapet Bima yang dibatasi oleh keadaan geografis yang berbukit serta wilayah yang berbentuk poligon tidak teratur, sehingga membentuk jalur transportasi yang bersifat linear dan melingkar, tidak bersifat kompak atau menyebar, sehingga sangat sulit membentuk jaringan transportasi intra regional yang optimal (kurang efisien). namun tiap wilayah membentuk hubungan dengan wilayah lain cenderung bersifat fungsional sehingga arus-arus pergerakan membentuk simpul-simpul dominan dan membentuk beberapa daerah inti atau yang berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan (node) dengan berbagai tingkatan (hirarki), yakni sebagai berikut :

22 119 (1) Hiraki pertama adalah Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima, dimana semua wilayah lain dalam Kapet Bima cenderung akan bergerak Ke daerah ini, khusunya untuk mendapatkan barang/jasa/pelayanan yang berhirarki tinggi (tidak tersedia di daerah lain). (2) Hirarki kedua adalah Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu dan Kecamatan Sape Kabupaten Bima. Kecamatan Dompu berfungsi menyangga hampir semua daerah di Kabupate Dompu, khususnya di wilayah Dompu bagian selatan. Sedangkan Kecamatan Sape menyangga sebagian wilayah Kecamatan Wawo, Kecamatan Wera dan Langgudu serta mendukung hubungan dengan Propinsi NTT dan Kawasan Timur Indonesia lainnya. (3) Hirarki ketiga adalah Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu, Kecamatan Bolo dan Woha Kabupaten Bima. Kecamatan Manggelewa mendukung perkembangan Kecamatan-Kecamatan di sekitar semenanjung Gunung Tambora, Kecamatan Bolo mendukung perkembangan Kecamatan Donggo dan Madapangga, sedangkan Kecamatan Woha mendukung perkembangan wilayah selatan Kabupaten Bima. Gambar 10 Arus Penumpang dan Barang Dominan Intra Regional di Kapet Bima

23 120 b. Pola Hubungan Wilayah Inter Regional Hubungan wilayah inter regional meliputi hubungan wilayah antara daerah-daerah di dalam dan diluar Kapet Bima, baik berupa hubungan antar pelabuhan, kota, kabupaten maupun dengan suatu propinsi. Hubungan antar wilayah khususnya sangat dipicu oleh pergerakan penduduk serta mobilisasi sumber daya wilayahnya dan atau memenuhi kebutuhan hidup penduduk dan usaha dalam skala yang lebih besar. sehingga faktor-faktor tersebut menjadi daya dorong atau daya tarik suatu wilayah. Adapun faktor-faktor yang dapat menjadi daya tarik dan daya dorong hubungan wilayah dapat diidentifikasi dari alasan/motivasi perpindahan penduduk serta besaran dan jenis pergerakan barang dan jasa yang dapat dijelaskan pada tabel 59 dan uraian berikut. Tabel 59 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Dari Kabupaten Lain Dalam 1 (Satu) Propinsi Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai d. Rasa nyaman/keamanan 5.95 e. Sekolah f. Lain-Lain - JUMLAH Sumber : Hasil Analisis Data Primer Tabel 59 mengidentifikasi tiga faktor utama yang menjadi alasan perpindahan penduduk yaitu melanjutkan pendidikan, ikut famili dan mencari nafkah/kerja. Tingginya perkembangan jumlah perguruan tinggi di Kota Bima menjadi faktor penarik bagi penduduk selain dari Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu juga berasal dari Kabupaten Sumbawa Besar dan Sumbawa Barat. Sedangkan dari Kabupaten Lobar dan Loteng cenderung mencari nafkah khususnya di sektor perdagangan dan industri pengolahan serta sebagai migrasi

24 121 berantai mengikuti kerabat yang sebelumnya banyak menjadi transmigran yang bergerak disektor pertanian. Tabel 60 menjelaskan bahwa faktor dominan yang menjadi alasan/motifasi penduduk untuk pindah ke kabupaten lain dalam satu propinsi adalah melanjutkan pendidikan (58.85 %). Daerah tujuan utama untuk melanjutkan pendidikan adalah Kota Mataram. Walaupun di Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu terdapat perguruan tinggi, namun satu-satunya perguruan tinggi negeri di Propinsi NTB adalah di Mataram (Universitas Mataram), di Kota Mataram pun memiliki berbagai perguruan tinggi yang menawarkan jurusan/program studi yang tidak terdapat diperguruan tinggi di daerah-daerah Kapet Bima. Tabel 60 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Ke Kabupaten Lain Dalam 1 (Satu) Propinsi Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai 8.75 d. Rasa nyaman/keamanan 1.15 e. Sekolah f. Lain-Lain - Jumlah Sumber : Hasil Analisis Data Primer Adapun Alasan/motiviasi Perpindahan Penduduk dari propinsi lain di Kapet Bima dapat dilihat pada tabel 61. Tabel tersebut menjelaskan bahwa tiga faktor utama yang menjadi alasan/motifasi penduduk untuk bermigrasi ke daeradaerah di Kapet Bima adalah mencari nafkah (33.19 %), ikut kerabat (29.74 %) serta mencari kehidupan yang memadai. Penduduk dari Jatim, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat banyak yang melakukan kegiatan perdagangan. Migrasi dari Bali sebagian besar sebagai transmigrasi dan bergerak di sektor pertanian sedangkan migrasi dari NTT bergerak di sektor informal.

25 122 Tabel 61 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Dari Propinsi Lain Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai d. Rasa nyaman/keamanan 2.16 e. Sekolah 3.02 f. Lain-Lain 4.31 Jumlah Sumber : Hasil Analisis Data Primer Tabel 62 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Ke Propinsi Lain Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga 8.17 c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai 3.06 d. Rasa nyaman/keamanan 0.82 e. Sekolah f. Lain-Lain - Jumlah Sumber : Hasil Analisis Data Primer Tabel 62 di atas menjelaskan bahwa terdapat dua faktor utama yang menjadi alasan motifasi penduduk bermigrasi ke luar daerah yakni mencari nafkah/kerja (41.52 %) dan sekolah (46.43 %). Penduduk yang mencari nafkah/kerja khususnya di sektor formal cenderung menuju daerah Jakarta, Tangerang dan Bekasi, Surabaya, Sulawesi Selatan, Banjarmasin, Balikpapan dan Samarinda. Sedangkan penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan cenderung menuju daerah-daerah Malang, Yogyakarta, dan Ujung Pandang. Berbagai daerah

26 123 tujuan migrasi ini memang adalah merupakan daerah-daerah pusat pertumbuhan ekonomi dan pendidikan di Kawasan Timur dan Barat Indonesia. Tabel 63 Alasan/Motiviasi Perpindahan Penduduk Ke Negara Lain Di Kapet Bima Alasan/Motivasi Pindah % a. Mencari nafkah/kerja b. Ikut suami/istri/keluarga 2.18 c. Fasilitas usaha/kehidupan yang memadai 3.64 d. Rasa nyaman/keamanan - e. Sekolah 1.45 f. Lain-Lain - Jumlah Sumber : Hasil Analisis Data Primer Hubungan wilayah di Kapet Bima, selain bersifat intra regional, inter regional juga internasional, hal ini tergambar dari migrasi penduduk ke berbagai negara seperti terlihat pada tabel 63. Tabel tersebut menjelaskan bahwa alasan utama perpindahan penduduk ke negara lain adalah untuk mencari nafkah/kerja yakni sebagai TKI/TKW di negara-negara berikut : Malaysia, Arab Saudi, Korea Selatan dan Jepang, sedangkan negara tujuan melanjutkan pendidikan adalah ke Australia. 1). Hubungan Inter Regional Melalui Jaringan Transportasi Darat Keterkaitan antar wilayah tidak dapat terjalin bila tidak didukung oleh hubungan antar wilayah yang saling berinteraksi. Hubungan tersebut dapat terjadi melalui jaringan transportasi (ketersediaan prasarana dan sara transportasi). Tabel 64 menjelaskan ketersediaan angkutan umum antar kota dalam propinsi, yang melewati jalur mulai dari Bima, Dompu, Sumbawa sampai Mataram. Jalur ini melewati semua kota/kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sehingga tingkat mobilitas antara Kapet Bima dan kabupaten/kota lain berjalan cukup lancar dengan jumlah pergerakan penumpang lebih dari 549 orang dan jumlah barang lebih dari 5 ton per hari. Nilai ini baru berasal dari angkutan umum, belum termasuk angkutan pribadi dan angkutan barang.

27 124 Tabel 64 Jumlah Kendaraan dan Trayek Angkutan Umum (Roda 4 dan 6) AKDP Di Kapet Bima No. Trayek Jmlh Kendaraan (Buah) Perkiraan Pergerakan Perhari Jml Penumpang Jml Barang (Org) (Kg) Tabel 65 menjelaskan ketersediaan angkutan umum antar kota antar propinsi, yang melewati jalur mulai dari Bima, Lombok, Bali, Surabaya sampai Jakarta. Jalur ini melewati Propinsi NTB, Bali dan semua propinsi di Jawa kecuali Jawa Barat. sehingga tingkat mobilitas antara Kapet Bima dan Propinsi Lain yang ada di Jawa dan Bali berjalan cukup lancar dengan jumlah pergerakan penumpang lebih dari 199 orang dan jumlah barang 1.9 ton per hari artinya terdapat pergerakan arus penumpang sebanyak lebih dari 70 ribu orang pertahun dari dan ke Kapet Bima dengan Kota Lain di Jawa dan Bali khususnya daerah Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Nilai ini baru berasal dari angkutan umum, belum termasuk angkutan pribadi dan angkutan barang. Tabel 65 Jumlah Kendaraan dan Trayek Angkutan Umum (Roda 4 dan 6) AKAP Di Kapet Bima No. Trayek Jmlh Kendaraan (Buah) Pergerakan Perhari Jml Penumpang (Org) Jml Brg (Kg) 1 Dara-Dompu-Sumbawa Besar-Mataram ,768 2 Dara-Tente-Dompu- Sumbawa Besar ,392 Sumber : Hasil Analisis Dari Data Primer dan Data Sekunder 1 Dara-Mataram-Surabaya Dara-Mtrm-Surabaya- Jakarta ,466 Jumlah ,903 Sumber : Hasil Analisis Dari Data Primer dan Data Sekunder

28 125 Gambar 11 Arus Penumpang dan Barang Transportasi Darat Inter Regional Kapet Bima Dalam sistem jaringan transportasi nasional, Kapet Bima memegang peranan cukup penting. Untuk sistem transportasi darat, kota-kota dalam Kapet Bima dihubungkan melalui jalur kolektor primer. Selain itu, Bima juga merupakan salah satu simpul jaringan penyeberangan lintas selatan (Jakarta- Surabaya-Bali-Lombok-Sumbawa-Bima) yang terhubungan dengan kota-kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia, (dapat dilihat pada gambar 11 di atas). 2). Hubungan Inter Regional Melalui Jaringan Transportasi Udara Hubungan wilayah Kapet Bima dengan Kota lain di Indonesia juga didukung oleh ketersediaan jaringan transportasi udara. Tabel 66 menjelaskan bahwa pada tahun 2001 jumlah kedatangan sebanyak 734 kali, kemudian turun pada tahun 2002 sebanyak 642 kali namun sejak tahun 2003 meningkat menjadi sebanyak 898 kali dan tahun 2004 sebanyak 970 kali. Sedangkan jumlah

29 126 keberangkatan pesawat nilai dan perkembangannya hampir tidak berbeda dengan kedatangan pesawat. Tabel 66 Lalu Lintas Pesawat dan Penumpang Di Bandara Udara Sultan Salahudin Kabupaten Bima Tahun Pesawat Penumpang Datang Berangkat Datang Berangkat Transit ,771 7,555 2, ,834 7,411 2, ,307 12,068 15, ,165 18,286 30,720 Sumber : Kantor Bandar Udara Muhammad Salahudin Bima, 2005 Gambar 12 Arus Penumpang dan Barang Transportasi Udara Inter Regional Kapet Bima Frekuensi kedatangan dan keberangkatan pesawat secara signifikan berkorelasi positif terhadap pergerakan penumpang. Pada tahun 2001 jumlah kedatangan penumpang sebanyak 7,771 orang dan yang berangkat 7,555 orang,

30 127 kemudian turun pada tahun 2002, yakni kedatangan penumpang sebanyak 6,834 orang dan yang berangkat sebanyak 7,411 orang, namun pada tahun 2003 mengalami peningkatan kedatangan penumpang sekitar dua kali lipat yakni sebanyak 12,304 dan yang berangkat sebanyak 12,068 orang. dan pada tahun 2004 tetap mengalami peningkatan, kedatangan penumpang sebanyak 18,165 dan yang berangkat sebanyak 18,286 orang. Untuk sistem transportasi udara, Bandara Udara M. Salahuddin di Kabupaten Bima merupakan salah satu simpul transportasi udara Nasional, yang pelayanannya meliputi beberapa kabupaten yang menghubungkan antara bandar udara utama dan kedua, yaitu Jakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram serta dengan Ende, Kupang, Labuan Bajo, Ruteng, Tambulaka dan Waingapu (dapat dilihat pada Gambar 12). Sistem transportasi udara memiliki karakteristik dengan tingkat mobilitas yang tinggi sehingga dapat mendorong akselerasi pertumbuhan sosialekonomi wilayah. 3). Hubungan Inter Regional Melalui Jaringan Transport. Laut Hubungan wilayah Kapet Bima dengan daerah lain yang tidak tercover oleh jalur transportasi darat dan udara dilayani oleh jaringan transportasi laut. Tabel 67 menjelaskan bahwa terdapat tiga pelabuhan laut utama di Kapet Bima yaitu pelabuhan laut Dompu, Bima dan Sape, namun pelabuhan laut Dompu lebih berfungsi sebagai tempat bongkar muat kayu sedangkan pelabuhan laut Bima dan Sape melayani arus penumpang dan barang. Tabel 67 Rata-Rata Jumlah Kapal Yang Berkunjung, Jumlah Penumpang dan Bongkar Muat Barang Tiap Tahun Di Berbagai Pelabuhan Laut Di Kapet Bima Pelab. Kunjgn Kapal (Kali) Barang Kayu Penumpang (Org) Hewan (Ekor) (Ton) (m 3 ) Turun Naik Bgkr Muat Bgkr Muat Bgkr Muat Dompu ,799 Bima 2,344 21,994 13,513 95,797 50,362-17,935 1,545 - Sape 551 1,599 1, Total 2,937 23,593 14,997 95,940 50,886-18,499 1,738 5,799 Sumber : BPS Kabupaten Bima, Kabupate Dompu dan Kota Bima, 2004

31 128 Total kunjungan kapal laut di Kapet Bima adalah lebih dari 2,937 kali dengan frekuensi tertinggi di pelabuhan laut Bima yakni sebanyak kali pertahun, sedangkan total arus penumpang yang turun sebanyak lebih dari orang dan yang berangkat lebih dari dengan frekuensi tertinggi di pelabuhan laut Bima yakni penumpang yang turun sebanyak lebih dari 21,994 orang dan yang berangkat lebih dari 13,513 orang. Adapun arus barang dengan total yang dibongkar 95,940 ton dan yang dimuat 50,362 ton, dan jumlah hewan yang dimuat lebih dari 18,499 ekor dengan freuensi tertinggi di Pelabuhan laut Bima. Sedangkan total kegiatan bongkar muatan kayu sebanyak 1,738 m 3 dengan frekuensi tertinggi di pelabuhan laut Bima sebanyak dan yang dimuat sebanyak 1,545 m 3 dan kegiatan muat kayu hanya di Pelabuhan Laut Dompu yakni sebanyak 5,799 m 3. Gambar 13 Arus Penumpang dan Barang Transportasi Laut Inter Regional Kapet Bima Gambar 13 memberikan gambaran tentang arus penumpang dan barang melalui transportasi laut di Kapet Bima setidaknya berhubungan dengan 29 kota/daerah di indonesia, namun interaksi yang paling tinggi adalah dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu: (1) struktur perekonomian, (2) identifikasi sektor unggulan dalam perspektif internal Kabupaten Bandung Barat (sector-based inward

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Sebelum Transformasi Sektor pertambangan memiliki peran yang sangat signifikan bagi pembentukan nilai output Kabupaten Sumbawa Barat dengan nilai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali 9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali A nalisis LQ menunjukkan potensi dari tempat terkait dengan kondisi kekayaan yang ada di wilayah tersebut. LQ berguna untuk melihat spesialisasi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Disampaikan dalam RATAS Presiden RI, 21 Februari 2017 bappeda.ntbprov.go.id NUSA TENGGARA BARAT Kemajuan Nyata,Tantangan

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB. Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB. Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB 4.1 Gambaran Umum Wilayah Provinsi NTB terdiri atas dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA 5.1. PEREKONOMIAN MASING-MASING KABUPATEN/KOTA. Nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu daerah selama satu tahun sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima

Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima 2.1. Gambaran Umum Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terletak pada 118 44-119 22 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto Tabel 9.1 : PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007 2010 (Rp. 000) 1. PERTANIAN 193.934.273 226.878.977 250.222.051 272176842 a. Tanaman bahan makanan 104.047.799 121.733.346 134.387.261

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 110 VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 6.1. Sektor Unggulan Hasil analisis terhadap persepsi stakeholder menyatakan bahwa sektor pertanian menjadi prioritas pengembangan dalam peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2002-2010 Katalog BPS : 9302008.7101 ISSN 0215 6432 Ukuran Buku : 16,5 Cm X 21,5 Cm Jumlah Halaman : ix + 115 Halaman Naskah : Badan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 57 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi NTB 1. Geografis Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115'45-119 10 BT dan antara 8 5-9 5 LS. Wilayahnya di utara berbatasan dengan Laut

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci