Lampiran 2. Instansi/Lembaga Sebagai Responden

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 2. Instansi/Lembaga Sebagai Responden"

Transkripsi

1

2 Lampiran 2. Instansi/Lembaga Sebagai Responden No. Instansi/Lembaga Jumlah Responden (Orang) 1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh 2 2. Bapedal Aceh 2 3. Balai Konsevasi Sumberdaya Alam (KSDA) Provinsi Aceh 4. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Krueng Aceh 5. BP2PHP Provinsi Aceh 2 6 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gayo Lues 2 7. Bapeda Gayo Lues 2 8. Pemkab. Gayo Lues 2 9. DPR Gayo Lues Balai Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Aceh Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala WWF WALHI Aceh Yayasan Leuser Internasionnal (YLI) RASTIK Aceh LSM Terpel Gayo Lues LSM Hutan Lestari Gayo Lues Pelaku Ekonomi/Pengusaha Tokoh Masyarakat 4 Jumlah

3

4

5 Lampiran 6. Rincian Perhitungan Nilai Ekonomi Kayu Arahan Fungsi 1. TNGL 2. Hutan Lindung 3. Hutan Produksi 4. APL Luas Potensi Harga Kayu Total Nilai Ekonomi NE/Tahun (Rp) Jenis Kayu Lahan(Ha) (m³/ha)** Rp./m³*** (Rp. milyar) % (milyar) %***** a.ky Pinus 597, ,16 0,16 4,88 0,3 b.ky Rimba , ,91 38,29 506,20 31,21 Jumlah ,07 38,45 511,08 31,51 a.ky Pinus 3.008, ,52 0,8 24,57 1,51 b.ky Rimba , ,86 38,56 509,77 31,43 Jumlah ,38 39,36 534,34 32,94 a. ky Pinus 9.037, ,11 2,39 73,81 4,55 b.ky Rimba , ,93 4,81 63,57 3,92 Jumlah ,05 7,2 137,38 8,47 a. Ky Pinus , ,25 13,68 421,82 26,01 b.ky Rimba 6.739, ,58 1,31 17,33 1,09 Jumlah ,83 14,97 439,15 27,08 Total Nilai Ekonomi Kayu , , * = Luas hutan yang dihitung adalah hanya hutan primer. **** = Presentase berdasarakan arahan fungsi hutan ** = Potensi Hutan Pinus (30 UP), dan Hutan Alam (50 UP). ***** = Presentase berdasarakan Nilai ekonomi total *** = Harga sudah dukurangi biaya operasional 50 % 202

6 203 Lampiran 7. Rincian Perhitungan Nilai Ekonomi Getah Pinus No Variabel Uraian Keterangan 1. Potensi pinus 600 batang/hektar 2. Produksi getah pinus 2 kg/batang/bln 3. Produksi getah pinus per bulan kg/hektar 4. Produksi getah pinus per tahun kg/hektar 5. Harga getah pinus Rp /kg 6. Biaya operasional 40 % 7. Harga bersih getah pinus Rp /kg 8. Nilai ekonomi getah pinus per hektar/tahun 9. Luas hutan pinus ,17 hektar 10. Nilai ekonomi getah pinus ,17 x , Nilai ekonomi getah pinus/tahun (daur 15 tahun) x Rp Rp ,01(milyar) 2.222,01/15 Rp. 148,13 milyar

7 Lampiran 8. Potensi Karbon Pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan Potensi karbon (ton/ha) Tipe Tutupan lahan Tumbuhan Semai TP Serasah Pohon Ǿ > 30 cm Necromasa Total Bawah Ǿ 2-5 cm Ǿ 5-30 cm H. Primer 1,47 1,74 2,58 41,24 225,31 37,69 310,03 H.Sekunder 1,11 1,71 7,91 34,25 160,57 11,30 216,85 H. Pinus 1,56 1,65-41,85 112,42 3,90 161,38 H Rakyat 1,61 2,12-9,08 127,75-140,56 S. Belukar ,00* TP = Tiang dan Pancang * = JICA dan CERIndo. (2009) 204

8

9

10 Lampiran 11. Rincian Tutupan Lahan Gayo Lues No Tutupan Lahan Arahan Fungsi Hutan TNGL HP HL APL Jumlah 1. Hutan primer , , , , ,74 2. Hutan sekunder 984, , , , ,74 3. Hutan pinus 597, , , , ,17 4. Kebunan campuran/kemiri 2.341,63 414,83 933, , ,66 5. Lahan terbuka/semak 624, , , , ,42 6. Sawah 203,36 80, , ,10 7. Badan air. 390,42 274,40 874, , ,96 8. Pertanian lahan kering 805,06-820, , ,94 9. Pemukiman 80, , ,27 Total , , , , ,00 Sumber : Analisis Citra Landsat Tahun Keterangan : TNGL : Taman Nasional Gunung Leuser HP : Hutan Produksi HL : Hutan Lindung APL : Areal Penggunaan Lain 207

11 208 Lampiran 12. Potensi Karbon dan CO2e Berdasarkan Tutupan Lahan No Tutupan Lahan/Arahan Fungsi Hutan Luas (ha) Rata-Rata C (ton/ ha) Total C (juta ton) Total CO2e (juta ton) NE CO2e (RP. M/thn) 1. Hutan Primer (hutan alam campuran) a. TNGL ,60 310,03 61,03 223,78 711,33 36,46 b. Hutan lindung ,94 310,03 61,46 225,36 716,34 36,72 c. Hutan produksi ,48 310,03 7,66 28,10 89,33 4,58 d. APL 6.739,75 310,03 2,09 7,66 24,35 1,25 Jumlah ,74 310,03 132,25 484, ,35 79,02 2. Hutan Sekunder a. TNGL 984,02 246,85 0,24 0,89 2,83 0,14 b. Hutan lindung ,39 246,85 4,73 17,34 55,12 2,82 c. Hutan produksi 7.665,46 246,85 1,89 6,94 22,05 1,13 d. APL 9.022,87 246,85 2,23 8,17 25,96 1,33 Jumlah ,74 246,85 9,09 33,33 105,96 5,43 3. Hutan Pinus a. TNGL 597,18 161,38 0,10 0,35 2,62 0,13 b. Hutan lindung 3.008,30 161,38 0,49 1,78 13,20 0,68 c. Hutan produksi 9.037,66 161,38 1,46 5,35 39,67 2,03 d. APL ,03 161,38 8,34 30,56 226,69 11,62 Jumlah ,17 161,38 10,38 38,05 282,17 14,46 4. Hutan Rakyat a. TNGL 2.341,63 140,56 0,33 1,21 3,84 0,20 b. Hutan lindung 933,24 140,56 0,13 0,48 1,53 0,08 c. Hutan produksi 414,83 140,56 0,06 0,21 0,68 0,03 d. APL 3.684,96 140,56 0,52 1,90 6,04 0,31 Jumlah ,66 140,56 1,04 3,80 12,08 0,62 5. Semak Belukar a. TNGL 624,06 20,00 0,01 0,05 0,34 0,02 b. Hutan lindung 3.523,88 20,00 0,07 0,26 0,82 0,04 c. Hutan produksi 2.995,69 20,00 0,06 0,22 1,63 0,08 d. APL ,79 20,00 0,23 0,85 6,32 0,32 Jumlah ,42 20,00 0,38 1,38 9,92 0,47 Jumlah ,13 561, ,67 %

12 Lampiran 13. Distribusi Potensi Karbon Berdasarkan Arahan Fungsi Hutan No Arahan Fungsi Hutan Luas (ha) Ton C/ha Total C (juta ton) Total CO2e (juta ton) NE CO2e * (RP. M/tahun) TNGL a. Hutan primer ,60 310,03 61,03 223,78 711,32 36,46 b. Hutan sekunder 984,02 246,85 0,24 0,90 2,83 0,14 c. Hutan Pinus 597,18 161,38 0,10 0,35 2,62 0,13 d. Hutan rakyat 2.341,63 140,56 0,33 1,20 3,84 0,20 e. Semak belukar 624,06 20,00 0, ,34 0,02 Jumlah 1. 61,71 226,28 720,95 36,95 2. Hutan Lindung a. Hutan primer ,90 310,03 61,46 225,36 716,34 36,72 b. Hutan sekunder ,39 246,85 4,73 17,34 55,11 2,82 c. Hutan Pinus 3.008,30 161,38 0,48 1,80 13,20 0,68 d. Hutan rakyat 933,24 140,56 0,13 0,49 1,53 0,08 e. Semak belukar 3.523,88 20,00 0,07 0,26 0,82 0,04 Jumlah 2. 66,88 245,22 787,01 40,34 3. Hutan Produksi a. Hutan primer ,48 310,03 7,66 28,10 89,33 4,58 b. Hutan sekunder 7.665,46 246,85 1,89 6,94 22,05 1,13 c. Hutan Pinus 9.037,66 161,38 1,45 5,35 39,66 2,03 d. Hutan rakyat 414,83 140,56 0,06 0,21 0,68 0,03 e. Semak belukar 2.995,69 20,00 0,06 0,22 1,63 0,08 Jumlah 3. 11,13 40,82 153,36 7,86 4. APL a. Hutan primer 6.739,75 310,03 2,10 7,66 24,35 1,25 b. Hutan sekunder 9.022,87 246,85 2,23 8,17 25,96 1,33 c. Hutan Pinus ,03 161,38 8,33 30,56 226,68 11,62 d. Hutan rakyat 3.684,96 140,56 0,52 1,90 6,07 0,31 e. Semak belukar ,79 20,00 0,23 0,85 6,32 0,32 Jumlah 4. 13,40 49,99 289,36 14,83 Jumlah ,12 562, ,68 *) Daur Hutan alam campuran dan hutan rakyat 35 tahun, daur hutan pinus 15 tahun. %

13 210 Lampiran 14 Nilai Ekonomi Kayu Bakar Y = Konsumsi kayu bakar perkapita (kg/orang/tahun) X1 = Biaya pengadaan (Rp/kg) X2 = Pendapatan perkapita (Rp/bulan) X3 = Jumlah anggota keluarga (orang) X4 = Umur kepala keluarga (tahun) X5 = Pendidikan kepala keluarga X6 = Frekuensi memasak (kali/hari) Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X4, X5, X6 Total Variable Count Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Y X X X X X X Variable Maximum Y X X X X X X Stepwise Regression: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6 F-to-Enter: 1 F-to-Remove: 1 Response is Y on 6 predictors, with N = 224 Step Constant X T-Value P-Value X T-Value P-Value

14 211 Lanjutan Lampiran 14. X6-280 T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p Regression Analysis: Y versus X1, X5, X6 The regression equation is Y = X X5-280 X6 Predictor Coef SE Coef T P Constant X X X S = R-Sq = 2.5% R-Sq(adj) = 1.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS X X X Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid X X R X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. 1. Model yang digunakan The regression equation is Y = 8,295 7,83 X1 + 76,9 X5-280 X6 2. Penentuan Intersep Baru Mean X5 = 6,884 Mean X6 = 2,5402 Y = ,83 X1 + 76,9 X5 280 X6 Y = 8.113,124 7,83 X1

15 212 Lanjutan Lampiran Menginversi Persamaan Y = f(x1) menjadi X1=f(Y) Y = 8.113,124 7,83 X1 X1 = 8.113,124 Y /7,83 X1 = 1.036,159 0,128 Y 4. Pendugaan Kesediaan Mambayar (U) U = U = = = = , ,664 = , Penentuan X1 saat X1 = 1.036,159 0,128 Y X1 = 1.036,159 0,128 (7799) X1 = 1.036, ,272 X1 = 37, Penentuan Nilai yang dibayar (NA) konsumen saat harga X1 NA = X1 x Y NA = 37,887 x NA = , Penentuan Suplus Konsumen = U NA = , ,713 = , Penentuan total nilai ekonomi No Nilai Ekonomi Sampel (Rp/ha/tahun) 1. Kesediaan membayar , Nilai yang dibayarkan , Suplus konsumen ,664 Populasi Nilai Total (milyar) 187,94 13,25 174,68

16 213 Lampiran 15. Perhitungan Nilai Ekonomi Kayu Bakar untuk Batu Bata No Variabel Uraian Keterangan 1. Jumlah Pabrik Batu Bata (JPBB) 2. Jumlah Batu Bata/Pembakaran 25 Unit 3. Jumlah Pembakaran/Bulan 2 Kali 4. Kebutuhan Kayu Bakar/Pembakaran buah 12 M 3 5. Kebutuhan kayu bakar/bulan 24 M 3 3 x M 6. Kebutuhan Kayu Bakar/Tahun 7. Harga Kayu/Truk Rp , Rata-Rata Potensi Kayu/Truk 6 M 600 M 3 3 x M 9. Harga Kayu Bakar/M 3 Rp ,7,- (harga Pasar) 10. Biaya Operasional 40 % 11. Harga Kayu Bakar/M ,- (ditegakan) 12. Kebutuhan Biaya/Tahun Rp ,7,- x M 3 Rp , Potensi Kayu Bakar/ha 350 M 14. Luas Areal (ha) ,15 ha 15 Nilai ekonomi kayu bakar batu bata ,- x 350 x ,15 Rp ,22 milyar 16. Siklus Tebang (Daur) 15 Tahun 17. Nilai ekonomi kayu bakar batu bata/tahun Rp. 87,02 milyar

17 214 Lampiran 16. Nilai Ekonomi Makanan Ternak Y = Jumlah hijauan pakan yang diberikan (kg/ekor/hari) X1 = Biaya pengadaan (Rp/M 3 ) X2 = Pemilikan ternak setara kambing dewasa (ekor/kk) X3 = Jumlah anggota keluarga (orang) X4 = Umur kepala keluarga (tahun) X5 = Pendidikan kepala keluarga X6 = Jarak tempat pengambilan rumput (meter) Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X3, X4, X5, X6 Total Variable Count Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Y X X X X X X X Variable Maximum Y X X X X X X X Stepwise Regression: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6 F-to-Enter: 1 F-to-Remove: 1 Response is Y on 6 predictors, with N = 94 N(cases with missing observations) = 1 N(all cases) = 95 Step Constant X T-Value P-Value X T-Value P-Value X T-Value 1.09 P-Value 0.277

18 215 Lanjutan Lampiran 16. S R-Sq R-Sq(adj) Mallows Cp Regression Analysis: Y versus X4, X1, X6 The regression equation is Y = 14,4 0,0506 X4 0,0297 X1 + 0, X6 94 cases used, 1 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant X X X S = R-Sq = 6.2% R-Sq(adj) = 3.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS X X X Unusual Observations Obs X4 Y Fit SE Fit Residual St Resid X X X X denotes an observation whose X value gives it large leverage. 1. Model yang digunakan The regression equation is Y = 14,4 0,0506 X4 0,0297 X1 + 0, X6 2. Penentuan Intersep Baru Mean X4 = 46,12 Mean X6 = 408,5 Y = 14,4 0,0506 X4 0,0297 X1 + 0, X6 Y = 14,4 0,0506 (46,12) 0,0297 X1 + 0, (408,5) Y = ,0297 X1

19 216 Lanjutan Lampiran Menginversi persamaan Y = f(x1) menjadi X1 = f(y) Y = 12, ,0297 X1 X1 = 12,433 Y/0,0297 X1 = 418,619 33,67 Y 4. Pendugaan Kesediaan membayar (U) U = U = U = 4.814, ,429 U = 2.587, Penentuan X1 saat X1 = 418,619 33,67 Y X1 = 418, ,205 X1 = 31, Penentuan nilai yang bayar (NA) konsumen saat harga X1 NA = X1 x Y NA = 31,414 x 11,50 NA = 361, Penentuan Suplus konsumen = U NA = 2.587, ,261 =2.226, Penentuan total nilai ekonomi No Nilai Ekonomi Sampel (Rp/ekor/tahun) 1. Kesediaan membayar ,78 2. Nilai yang dibayarkan ,27 3. Suplus konsumen ,51 Populasi Nilai Total (Rp.milyar) 19,83 2,77 17,06

20 217 Lampiran 17. Nilai Ekonomi Air Rumah Tangga Y = Pemakaian/konsumsi air perkapita (m 3 /tahun) 3 X1 = Biaya pengadaan (Rp/m ) X2 = Pendapatan perkapita (Rp/bulan) X3 = Jumlah anggota keluarga (orang) X4 = Umur kepala keluarga (tahun) X5 = Pendidikan kepala keluarga X6 = Jarak ke sumber air (meter) Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X4, X5, X6 Total Variable Count Mean SE Mean TrMean StDev Minimum Q1 Median Y X X X X X X Variable Q3 Maximum Y X X X X X X Stepwise Regression: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6 F-to-Enter: 1 F-to-Remove: 1 Response is Y on 6 predictors, with N = 50 Step 1 2 Constant X T-Value P-Value X

21 218 Lanjutan Lampiran 17. T-Value 1.25 P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = X X X3 Predictor Coef SE Coef T P Constant X X X S = R-Sq = 8.0% R-Sq(adj) = 2.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS X X X Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid X R X R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Penentuan Nilai Ekonomi : 1. Model yang digunakan The regression equation is Y = 20,8 0,0237 X1 + 0, X2 + 1,12 X3 2. Penentuan Intersep Baru Mean dari X2 = X3 = 4,280

22 219 Lanjutan Lampiran 17. Y = 20,8 0,237 X1 + 0, X2 + 1,12 X3 Y = 27,75 0,237 X1 3. Menginversi Persamaan Y = f(x1) menjadi X1 = f(y) Y = 27,75-0,237 X1 X1 = (27,75-Y)/0,237 X1 = 117,089-4,219 Y 4. Pendugaan Kesediaan membayar (U) = 3.091, ,46 = 1.620, Penentuan X1 saat X1 = 117,089-4,219 Y X1 = 117,089 4,219 (26,402) X1 = 117, ,39 X1 =5, Penentuan nilai yang dibayar (NA) konsumen saat harga X1 NA = X1 * Y NA = 5,698 * 26,402 NA = 150, Penentuan Surplus Konsumen = U - NA = 1.620, ,438 = 1.470, Penentuan total nilai ekonomi No Nilai Ekonomi Sampel (Rp/ha/tahun) Populasi Nilai Total Kesediaan membayar Nilai yang dibayarkan Suplus konsumen 1.620, , , , , ,20

23 220 Lampiran 18. Nilai Ekonomi Air Sawah Y = Luas Panen (ha/tahun) X1 = Biaya Pengadaan (Rp/ha) X2 = Pendapatan perkapitan (Rp/bulan) X3 = Jumlah anggota keluarga (orang) X4 = Umur kepala keluarga (tahun) X5 = Pendidikan kepala keluarga X6 = Jarak sawah ke sumber air (meter) Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X4, X5, X6 Total Variable Count Mean SE Mean TrMean StDev Minimum Q1 Median Y X X X X X X Variable Q3 Maximum Y X X X X X X Stepwise Regression: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6 F-to-Enter: 1 F-to-Remove: 1 Response is Y on 6 predictors, with N = 224 Step 1 2 Constant X T-Value P-Value X T-Value 3.51 P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows Cp

24 221 Lanjutan Lampiran 18. Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = X X X3 Predictor Coef SE Coef T P Constant X X X S = R-Sq = 17.3% R-Sq(adj) = 16.2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS X X X Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid R X X X R X RX R R R X RX R R R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. 1. Model yang digunakan The regression equation is Y = - 0,360 0, X1 + 0, X2 + 0,189 X3 2. Penentuan Intersep Baru Mean dari X2 = Mean dari X3 = 4,504

25 222 Lanjutan Lampiran 18. Y = - 0,360 0, X1 + 0, X2 + 0,189 X3 Y = 1, , X1 3. Menginversi Persamaan Y = f(x1) menjadi X1=f(Y) Y = 1, , X1 X1= X1 = Y Pendugaan Kesediaan Membayar U = U = = = Penentuan X1 menjadi X1 = X1 = (1,3525) X1 = Penentuan Nilai Yang dibayar (NA) konsumen saat harga X1 NA = X1 x Y NA = x 1,3525 NA = ,6 7. Penentuan Suplus Konsumen = U NA = ,6 = ,4 8. Penentuan Total Nilai Ekonomi No Nilai Ekonomi Kesediaan membayar Nilai yang dibayarkan Suplus konsumen Sampel (Rp/ha/tahun) , ,4 Populasi 8.584, , ,10 Nilai Total (Rp.milyar) 9,25 1,40 7,85

26 Lampiran 19. Perhitungan Nilai Ekonomi Air Pembangkit Listrik No Variabel Uraian Nilai Ekonomi 1. Lokasi a. Desa Rerebe b. Kecamatan Tripe Jaya c. Koordinat Mesin d. Koordinat bendungan 2. Daya yang dihasilkan 350 KW 3. Kebutuhan solar/1 KW/24 jam 1,3 Liter 4. Kebutuhan solar/hari (24 jam) 455 Liter 5. Kebutuhan solar/tahun Liter 6. Harga solar di Gayo Lues 7. Kebutuhan biaya pengadaan solar/hari 8. Kebutuhan biaya pengadaan solar/tahun Rp ,- 9. Jumlah pengguna listrik 815 KK Rp ,- 10. Nilai Eekonomi/KK Rp Jumlah KK Nilai Ekonomi Air Listrik/Tahun 223 Rp ,-

27 224 Lampiran 20. Nilai Ekonomi Tanaman Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10, X11, X12 Total Variable Count Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Y X X X X X X X X X X X X Variable Maximum Y X X X X X X X X X X X X Stepwise Regression: Y versus X1, X2,... Alpha-to-Enter: 0.15 Alpha-to-Remove: 0.15 Response is Y on 12 predictors, with N = 50 Step Constant X T-Value P-Value

28 225 Lanjutan Lampiran 20. X T-Value P-Value X T-Value P-Value X T-Value P-Value X T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Regression Analysis: Y versus X1, X7, X10, X11, X12 The regression equation is Y = X X X X X12 Predictor Coef SE Coef T P Constant X X X X X S = R-Sq = 33.1% R-Sq(adj) = 25.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS X X X X X Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid R

29 226 Lanjutan Lampiran R R RX R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. 1. Model yang digunakan The regression equation is Y = 1,82 0, X1 0,0101 X7 + 0, X10 0, X11 + 0,0111 X12 2. Penentuan Intersep baru Mean dari X7 = 47,64 Mean dari X10= Mean dari X11 =2.864 Mean dari X12 =30,70 Y = 1,82 0, X1 0,0101 X7 + 0, X10 0, X11 + 0,0111 X12 Y = 1,82-0, X1 0,456 Y = 1,364-0, X1 3. Menginversi persamaan Y =f(x1) menjadi X1 =f(y) Y = 1,364-0, X1 Y = (1,364 -Y)/0, X1 = Y 4. Pendugaan kesediaan membayar (U) U = U = U = Penentuan X1 saat X1 = Y X1 = (0,8000) X1 = X1 = Penentuan nilai yang dibayar (NA) konsumen saat harga X1 NA = X1 * Y NA = x 0,8000 NA = Penentuan suplus konsumen = U NA = = Penentuan total nilai ekonomi Sampel No Nilai Ekonomi Populasi (Rp/ha/tahun) 1. Kesediaan membayar ,2 2. Nilai yang dibayarkan ,2 3. Suplus konsumen ,2 Nilai Total (Rp.milyar) 0,95 0,56 0,39

30 227 Lampiran 21. Karakteristik Pengunjung ke Objek Wisata Gunung Leuser Gayo Lues No Zona Jumlah Kunjungan (orang) Rata-rata Waktu Kunjungan (hari) Rata- Rata Umur (Tahun) Rata-rata Pendidikan (Tahun) Rata-Rata Pendapatan (Rp.) Rata-rata Biaya Perjalanan (Rp/orang) Jumlah Penduduk (orang) Kunjungan Per 1000 Penduduk (orang/tahun) 1. Blang 37 1,67 27,4 11, , Keujeuren 2. Rikit Gaib 22 1,46 26,8 12, , Pining 12 1,00 22,6 11, , Putri Beutung 10 2,00 19,3 9, , Blang 26 1,58 23,9 13, , Peugayon 6. Debun Gelang 34 1,27 24,8 12, , Kuta Panjang 28 1,45 25,3 13, , Tripe Jaya 8 1,00 18,6 11, , Teurangon 12 1,00 17,7 10, , Langsa 7 3,00 20,4 12, , Aceh 22 2,67 24,5 11, , Tenggara 12. Banda Aceh 45 6,00 25,8 15, , Medan 10 4,00 24,9 14, ,117120

31 216

32 Lampiran... Rincian Biaya Perjalanan Berdasarkan Penggunaannya No Zona Jenis Biaya Perjalanan (Rp/orang) Transport Akomodasi Konsumsi Lain2 Jumlah 1. Gayo Lues A. Tenggara Abdiya Bireuen Lhoeksemawe Langsa Banda Aceh Medan Bogor Jakarta Bandung Manca Negara

33 228 Lampiran 22. Nilai Ekonomi Ekowisata Y = Kunjungan per 1000 penduduk (orang/tahun) X1 = Biaya perjalanan, meliputi transportasi, konsumsi dan lain-lain (Rp) X2 = Biaya transportasi (Rp) X3 = Pendapatan perbulan (Rp) X4 = Jumlah penduduk asal pengunjung (orang) X5 = Lama kunjungan (hari) X6 = Pendidikan pengunjung (tahun) X7 = Jumlah kunjungan (orang) Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 Total Variable Count Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Y X X X X X X X Variable Maximum Y X X X X X X X Stepwise Regression: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 F-to-Enter: 1 F-to-Remove: 1 Response is Y on 7 predictors, with N = 13 Step 1 2 Constant X T-Value

34 229 Lanjutan Lampiran 22. P-Value X T-Value 3.03 P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p Regression Analysis: Y versus X1, X5 The regression equation is Y = X X5 Predictor Coef SE Coef T P Constant X X S = R-Sq = 66.6% R-Sq(adj) = 60.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS X X Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid R R denotes an observation with a large standardized residual. 1. Model yang digunakan The regression equation is Y = - 8,34 0, X1 + 1,03 X5 2. Penentuan Intersep baru Mean dari X5 = 12,331 Y = - 8,34 0, X1 + 1,03 X5 Y = - 8,34-0, X1 + 12,70093 Y = 4,361-0, X1

35 230 Lanjutan Lampiran Menginversi persamaan Y =f(x1) menjadi X1 =f(y) Y = 4,361-0, X1 X1= X1= Y Pendugaan kesediaan membayar (U) U = U = U = U = U = ,6 5. Penentuan X1 saat X1 = X1 = (2,364) X1 = X1 = Penentuan nilai yang dibayar (NA) konsumen saat harga X1 NA = X1 * Y NA = x 2,364 NA = ,8 7. Penentuan suplus konsumen = U NA = , ,8 = ,8 8. Penentuan total nilai ekonomi No Nilai Ekonomi Kesediaan membayar Nilai yang dibayarkan Suplus Konsumen Sampel (Rp/1000 penduduk) , , ,80 Populasi Nilai Total (milyar) 2,067 1,299 0,768

36 231 Lampiran 23. Distribusi Tingkat Persepsi Masyarakat/Responden Dalam Kaitannya dengan Sumberdaya Hutan Gayo Lues No Desa Sampel Aspek Pertanyaan A B C D E F G NS KP NS KP NS KP NS KP NS KP NS KP NS KP 1. Palok 4,10 T 4,05 T 3,25 S 2,45 R 2,25 R 2,05 R 2,10 R 2. K. Ujung 4,10 T 4,10 T 3,25 S 3,20 S 2,25 R 2,30 R 2,10 R 3. Tungel 4,35 T 4,00 T 3,30 S 2,50 R 2,00 R 2,10 R 1,45 R 4. Tongra 4,10 T 4,05 T 2,85 R 2,25 R 1,90 R 1,85 R 1,25 R 5. Pertik 4,30 T 4,20 T 3,25 S 2,40 R 1,75 R 1,90 R 1,40 R 6. A. Siwah 4,15 T 4,10 T 3,10 S 2,90 R 2,10 R 1,90 R 2,00 R 7. Sangir 4,25 T 4,05 T 3,05 S 2,70 R 2,20 R 1,95 R 2,30 R 8. Gumpang 4,20 T 4,45 T 4,05 T 3,10 S 2,70 R 1,85 R 2,65 R 9. Keudah 4,35 T 4,60 T 3,70 S 2,80 R 2,90 R 2,00 R 2,40 R 10. Setul 4,15 T 4,05 T 3,40 S 2,65 R 2,10 R 1,90 R 1,55 R 11. Kenyaran 4,20 T 4,15 T 3,50 S 2,60 R 1,95 R 1,95 R 1,85 R Jumlah 46,35 45,80 37,10 28,95 23,55 21,35 21,05 Rata-rata 4,214 T 4,164 T 3,373 S 2,362 R 2,141 R 1,941 R 1,914 R Keterangan : A : Manfaat sumberdaya hutan bagi masyarakat NS : Nilai Skor B : Pentingnya melestarikan sumberdaya hutan KP : Kategori Persepsi C : Pentingnya kejelasan tata batas kawasan hutan R : Persepsi Rendah D : Larangan perambahan dan pengembailan sumberdaya alam S : Persepsi Sedang dari hutan E : Pengelolaan sumberdaya hutan oleh pihak lain T : Persepsi Tinggi F : Pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan G : Pemberdayaan/penyuluhan kepada masyarakat

37 231

38 232 Lampiran 24. Rekapitulasi Kategori Persepsi Masyarakat/Responden dalam Kaitannya dengan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues No Aspek Pertanyaan Peringkat Persepsi (Skala Likert), dan Nilai Skor Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah % % % % (Orang) (Orang) (Orang) (Orang) (Orang) % 1. A 47 21, , , B 54 24, , , C 10 4, , , ,73 2 0,91 4. D 41 18, , , E 4 1, , , , ,27 6. F 4 1, , , , ,00 7. G 5 2, , , , ,91 Keterangan : A B C D E F G : Manfaat sumberdaya hutan bagi masyarakat : Pentingnya melestarikan sumberdaya hutan : Pentingnya kejelasan tata batas kawasan hutan : Larangan perambahan dan pengembailan sumberdaya alam dari hutan : Pengelolaan sumberdaya hutan oleh pihak lain : Pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan : Pemberdayaan/penyuluhan kepada masyarakat

39

40 232

41 234 Lampiran 26. Perhitungan Nilai SWOT Pengelolaan Hutan Alam Campuran No Kekuatan Bobot Rating Nilai 1. Tersedia hutan alam campuran (S1) 0,420 3,136 1, Potensi kayu komersil tinggi (S2) 0,242 2,273 0, Sudah tersedia sistem silvikultur untuk hutan alam (S3) 0,185 2,273 0, Teknologi eksplotasi sudah dikuasai (S4) 0,085 2,000 0, Dukungan pemerintah pusat dan daerah kuat (S5) 0,068 2,091 0,142 Jumlah 2,600 No Kelemahan Bobot Rating Nilai 1. Produksi masih terfokus pada jenis kayu tertentu saja (W1) 0,320 2,909 0, Manajemen HPH belum sepenuhnya menggunakan SDM kehutanan secara profesional (W2) 0,250 3,046 0, Kurang memberikan peran masyarakat dalam pengelolaan dan dampak terhadap masyarakat sekitar 0,184 2,864 0,526 sangat rendah (W3) 4. Kegiatan pembalakan cendrung menurunkan kualitas lingkungan (W4) 0,140 2,909 0,406 5 Limbah pembalakan hutan masih tinggi (W5) 0,108 2,182 0,235 Jumlah 2,857 No Variabel Peluang Bobot Rating Nilai 1. Permintaan kayu tinggi dan pasar masih terbuka (O1) 0,326 2,591 0, Berpotensi sebagai salah satu sumber PAD (O2) 0,197 2,682 0, Pemanfaatan semua jenis kayu pada hutan alam melalui riset dan pengembangan (O3) 0,240 2,182 0, Cukup tersedia investor untuk pengembangan HPH (O4) 0,102 2,546 0, Tersedia SDM Kehutanan yang Profesional (O5) 0,088 2,318 0, Kerjasama pemanfaatan hasil hutan non kayu dengan masyarakat (O6) 0,050 2,046 0,102 Jumlah 2,458 No. Peubah/Variabel Bobot Rating Nilai 1. Kepres No 33 Tahun 1998, dan UUPA No 11 Tahun 2006, melarang kegiatan/usaha dalam KEL. (T1) 0,380 3,000 1, Konflik dengan masyarakat sekitar hutan (T2) 0,230 3,091 0, Ancaman/protes dari LSM dan pemerhati lingkungan meningkat (T3) 0,129 2,909 0, Kebijakan konversi lahan untuk peruntukan lain (T4) 0,143 2,591 0, Ancaman boikot internasional terhadap produk kayu tropis (T5) 0,073 2,227 0, Kebakaran hutan (T6) 0,043 2,773 0,120 Jumlah 2,884

42 235 Lampiran 26. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Alam Campuran di Kabupaten Gayo Lues FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL PELUANG (O) O1. Permintaan kayu dan hasil hutan non kayu tinggi, dan pasar masih terbuka O2. Berpotensi sebagai salah satu sumber PAD O3. Pemanfaatan semua jenis kayu pada hutan alam melalui riset dan pengembangan O4. Cukup tersedia investor untuk pengembangan HPH O5. Tersedia SDM Kehutanan yang Profesional O6. Kerjasama pemanfaatandan pengembangan hasil hutan non kayu dengan masyarakat ANCAMAN (T) T1. Kepres No 33 Tahun 1998, dan UUPA No 11 Tahun 2006, melarang kegiatan/usaha dalam KEL. T2. Konflik dengan masyarakat sekitar hutan T3. Ancaman/protes dari LSM dan pemerhati lingkungan meningkat T4. Kebijakan konversi lahan hutan untuk peruntukan lain T5. Ancaman boikot internasional terhadap produk kayu tropis T6. Kebakaran hutan KEKUATAN (S) S1. Tersedia hutan alam campuran S2. Potensi kayu komersil tinggi S3. Sudah tersedia sistem silvikultur untuk hutan alam S4. Teknologi eksplotasi sudah dikuasai S5. Dukungan pemerintah pusat dan daerah kuat STRATEGI (SO) 1. Pengembangan R & D (S, O1, O2, O3, O4, O5, O6) 2. Pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan non kayu berbasis masyarakat (S1, S5, O1, O2, O5, O6). STRATEGI (ST) 1. Peninjauan kembali terhadap Kepres No 33 tahun 1998, dan Pasal 150 UUPA No 11 Tahun 2006 (S, T1, T3, ) KELEMAHAN (W) W1. Produksi masih terfokus pada jenis kayu tertentu saja W2. Manajemen HPH belum sepenuhnya menggunakan SDM kehutanan secara profesional W3. Kurang memberikan peran masyarakat dalam pengelolaan dan dampak terhadap masyarakat sekitar sangat rendah. W4. Kegiatan pembalakan cendrung menurunkan kualitas lingkungan W5. Limbah pembalakan hutan masih tinggi STRATEGI (WO) 1. Pengembangan R & D (W1, W4, W5, O1, O1, O3, O5, O6) 2. Pemberdayaan, dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar (W3, O5, O6) 3. Penggunaan dan pemanfaatan SDM kehutanan secara profesional (W1, W2, W4, W5, O5, O6). STRATEGI (WT) 1. Penataan perundang-undangan, dan penataan arahan fungsi hutan, (W, T1, T2, T3) 2. Pemanfaatan semua jenis hasil hutan dan pengurangan limbah melalui kegiatan riset (W1, W5, T2, T3, T6) 3. Pengawasan para pihak terhadap penerapan sistem silvikultur (W4, W5, T6) 4. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan (W3, T2, T3)

43 237 Lampiran 27. Matriks SWOT Sistem Pengelolaan Hutan Pinus FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (O) O1. Tersedianya pasar dan permintaan kayu pinus tinggi O2. Pengembangan pengelolaan HTI pola partisipatif O3. Berkembangnya industri hulu (chips) di Gayo Lues O4. Terbuka lapangan kerja dan lapangan usaha O5. Berpotensi sebagai salah satu sumber PAD ANCAMAN (T) T1. Kepres No 33 Tahun 1998, dan UUPA No 11 Tahun 2006, melarang kegiatan/usaha dalam KEL. T2. Konflik dengan masyarakat sekitar T3. Kebakaran hutan T4. Ancaman/protes masyarakat, LSM dan pemerhati lingkungan T5. Hama dan penyakit. KEKUATAN (S) S1. Tersedianya hutan alam pinus S2. Pinus tanaman endemik, kesesuaian tempat tumbuh tinggi S3. Teknologi budiadaya tanaman pinus sudah dikuasai S4. Tersedianya SDM kehutanan yang profesional S5. Pohon pinus dapat menghasilkan kayu dan getah S6. Manajemen HTI umumnya sudah dikuasai S7. Dukungan pemerintah pusat dan daerah tinggi STRATEGI (SO) 1. Pemanfaatan dukungan para pihak dalam pengelolaan hutan pinus (S7, O) 2. Pengembangan agroforestry pinus dengan tanaman unggulan lainnya (S, O1, O2, O3, O4) 3. Pengembangan industri hulu (S1, S4, S5, S6, S7, O1, O3, O4, O5) STRATEGI (ST) 1. Peninjauan kembali terhadap Kepres No 33 tahun 1998, dan Pasal 150 UUPA No 11 Tahun 2006, dengan melibatkan para pihak (S, T1, T3, ) KELEMAHAN (W) W1. Dukungan masyarakat sekitar terhadap pengembangan HTI pinus rendah W2. Pengembangan HTI memerlukan modal besar W3. Menurunkan kualitas lingkungan W4. Lemahnya kontrol/pengawasan dari pemerintah W5. Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar rendah W6. Kurang memberikan ruang/peran masyarakat dalam pengelolaan W7. Topografi cukup berat STRATEGI (WO) 1. Pengembangan agroforestry pinus dengan pola kemitraan (W1, W2, W5, W6, O1, O2, O4, O5) 2. Pengembangan industri hulu (W6, O1, O3, O4, O5) 3. Peningkatan pengontrolan dan pengawasan oleh para pihak (W3, W4, W5, W6, O2, O3, O4) STRATEGI (WT) 1. Penataan peraturan perundang-undangan, dan arahan fungsi hutan, serta menjamin hak kelola rakyat (W3, T1, T2, T3, T4) 2. Penetapan sistem silvikultur dengan tepat (W, T2, T3, T4, T6) 3. Pengelolaan secara partisipatif, pengembangan pola agroforestri (W1, W5, W6, T2, T5) 4. Pengawasan dan pengontrolan oleh para pihak (W3, W7, T2, T4, T5)

44 Lampiran 28. Perhitungan Nilai SWOT Pengelolaan Hutan pinus No. Kekuatan Bobot Rating Nilai 1. Tersedianya hutan alam pinus (S1) 0,346 2,864 0, Pinus tanaman endemik, kesesuaian tempat tumbuh tinggi (S2) 0,239 3,318 0, Teknologi budiadaya tanaman pinus sudah dikuasai (S3) 0,135 2,136 0, Tersedianya SDM kehutanan yang profesional (S4) 0,116 2,046 0, Pohon pinus dapat menghasilkan kayu dan getah (S5) 0,090 2,318 0, Manajemen HTI umumnya sudah dikuasai (S6) 0,041 3,000 0, Dukungan dari pemerintah pusat dan daerah tinggi (S7) 0,054 2,091 0,112 Jumlah 2, No. kelemahan Bobot Rating Nilai 1. Dukungan masyarakat sekitar terhadap pengembangan HTI pinus rendah (W1) 0,358 2,636 0, Pengembangan HTI memerlukan modal besar (W2) 0,185 3,182 0, Pengembangan HTI dapat menurunkan kualitas lingkungan (W3) 0,208 2,682 0, Lemahnya kontrol/pengawasan dari pemerintah (W4) 0,102 2,545 0, Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar rendah (W5) 0,063 2,773 0, Kurang memberikan ruang/peran masyarakat dalam pengelolaan (W6) 0,047 2,500 0, Topografi cukup berat (W7) 0,037 3,091 0,114 Jumlah 2,756 No. Peluang Bobot Rating Nilai 1. Tersedianya pasar dan permintaan kayu pinus tinggi 0,345 2,909 1,004 (O1) 2. Pengembangan pengelolaan HTI pola partisipatif (O2) 0,133 2,818 0, Berkembangnya industri hulu (chips) di Gayo Lues (O3) 0,345 2,773 0, Terbuka lapangan kerja dan lapangan usaha (O4) 0,106 2,818 0, Berpotensi sebagai salah satu sumber PAD (O5) 0,070 2,273 0,159 Jumlah 2,793 No. Ancaman Bobot Rating Nilai 1. Kepres 33/1998, dan UUPA 11/2006 melarang 0,373 3,091 1,154 usaha/kegiatan dalam KEL (T1) 2. Konflik dengan masyarakat sekitar (T2) 0,217 3,000 0, Kebakaran hutan (T3) 0,216 2,636 0, Ancaman/protes masyarakat, LSM dan pemerhati 0,087 3,045 0,266 lingkungan (T4) 5. Hama dan penyakit T5) 0,105 2,455 0,259 Jumlah 2,902

45 241 Lampiran 29. Matrik SWOT Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Gayo Lues KEKUATAN (S) S1. Memiliki keindahan alam, keanekaragaman hayati tinggi, dan ekosistem alami, dan pintu FAKTOR INTERNAL gerbang menuju puncak leuser S2. Kawasan TNGL di Gayo Lues seluas Ha dari luas wilayah Kabupaten Gayo Lues S3. Ekowisata TNGL telah dikenal Internasional S4. Tersediana guide dan interpreter FAKTOR EKSTERNAL S5. Kondisi keamanan sudah mendukung. PELUANG (O) O1. Pasca konflik dan tsunami, minat masyarakat meningkat un tuk wisata back to nature dan wisatawan asing meningkat datang ke NAD/TNGL khususnya wilayah Gayo Lues O2. Potensi lapangan kerja dan lapangan usaha bagi masyarakat O3. Potensi sebagai salah sumber PAD O4. Berkembangnya TNGL sebagai salah satu pusat wisata NAD dan Indonesia O5. Dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya tinggi ANCAMAN (T) T1. Terjadi degradasi kearifan lokal dan tata nilai budaya setempat T2. Terjadi degradasi ekosisten dan keanekaragaman hayati T3. Terjadi konflik/penentangan oleh masyarakat setempat T4. Perubahan kondisi keamanan, dan terjadi konflik lagi T5. Isu illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi menimbulkan aksi anti Indonesia/NAD di dunia internasional STRATEGI (SO) 1. Mengembangkan pusat ekowisata Aceh (S, O1, O4, O5) 2. Pengembangan kegiatan promosi, dan publiksi ekowisata ditingkat Nasional dan Internasional (S, O1, O3, O4) 3. Membangun kerjasama dengan lembaga lain ditingkat nasional dan internasional (S, O1, O4, O5) STRATEGI (ST) 1. Melakukan penyuluhan, tentang adat istiadat dan budaya setempat, pendidikan konservasi, dan penegakan hukum (S, T1, T2, T3, T5) KELEMAHAN (W) W1. Aksessibilitas kurang mendukung, jalan darat belum optimal, dan belum adanya transportasi udara W2. Sarana dan prasarana banyak yang rusak selama konflik antara GAM dengan pemerintah RI W3. Lokasi berjauhan dengan ibu kota provinsi W4. Promosi dan publikasi belum ada W5. Kerjasama dalam pengembangan ekowisata belum ada STRATEGI (WO) 1. Pembangunan sarana dan prasarana ekowisna (W1, W2, W3, O1, O4, O5) 2. Penyusunan rencana strategis (W4, W5, O) STRATEGI (WT) 1. Penyusunan perencanaan pengelolaan program ekowisata secara profesional.

46 239 Lampiran 28. Matriks SWOT sistem pengelolaan hutan kemiri di Gayo Lues FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (O) O1. Potensi sebagai produk unggulan daerah O2. Diversifikasi usaha melalui pola agroforestry O3. Potensi Pasar masih terbuka O4. Dukungan Pemerintah, NGO dan lembaga donor dalam pengembangan hutan rakyat semakin terbuka O5. Potensi lahan cukup luas untuk pengembangan kemiri ANCAMAN (T) T1. Ketergantungan pasar dan margin pemasaran didominasi pedagang besar, termasuk tengkulak T2. Konfersi lahan menjadi pertanian monokultur T3. Harga produk yang tidak bersaing dengan komoditi lain T4. Terjadinya konflik lahan,akibat ketidak pastian status lahan T5. Serangan hama dan penyakit KEKUATAN (S) S1. Budidaya kemiri sederhana dan sudah dikuasai masyarakat secara turun-temurun S2. Kesesuaian tempat tumbuh dan mempunyai fungsi ekologis dan mampu berasosiasi dengan tanaman lain S3. Lahan kemiri sebagai simbol status sosial S4. Produk berupa buah tahan lama disimpan S5. Sumber penghasilan sehari-hari dan tabungan rumah tangga STRATEGI (SO) 1. Memanfaatkan dukungan pemerintah, LSM, PT, dan Donor untuk memperkuat posisi hutan kemiri (S, O4) 2. Pengembangan agroforestri kemiri dengan tanaman unggulan lainnya (S1, S2, O1, O2, O3, O5) 3. Pengembangan industri kemiri (S, O) 4. Pengembangan jaringan pemasaran (S4, S5, O1, O3, O4) STRATEGI (ST) 1. Pengembangan kelompok tani, pengembangan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani dalam pemasaran, termasuk memperpendek rantai pemesaran (S3, S5, T1, T2, T5) 1. Menata kembali sumberdaya hutan, dan mengakui hak kelola rakyat, serta menjamin penguasaan lahan (S1, S3, S5, T1, T2, T5). 3. Pengembangan pola agroforestri, untuk peningkatan produktivitas lahan dan diversifikasi usaha (S1, S2, S5, T1, T2, T3, T4) KELEMAHAN (W) W1. Sistem pemasaran balum baik, petani masih tergantung pada pedagang besar dan kelompok tani belum berperan dengan baik W2. Lemahnya status penguasaan lahan dan minat Masyarakat/petani mulai menurun W3. Dukngan dan penyluhan dari pemerintah masih lemah W4. Produksi kemiri terus menurun W5. Harga produk relatif rendah STRATEGI (WO) 1. Memperkuat organisasi kelompok tani, pengembangan asosiasi, dan membangun mitra usaka dengan pihak lain (W1, W5, O1, O3) 2. Mengkui hak kelola rakyat, dan memperkuat status penguasaan lahan, melalui dukungan para pihak (W2, W3, O1, O4) 3. Peningkatan nilai lahan, dengan diversivikasi usaha (agroforestry) (W4, O1, O2, O5) STRATEGI (WT) 1. Memaksimalkan komponen sisten yang sudah berjalan

47 238 Lampiran 30. Perhitungan Nilai SWOT Pengelolaan Kemiri Rakyat No. Kekuatan Bobot Rating Nilai 1. Potensi lahan cukup luas untuk pengembangan kemiri (S1) 0,370 2,864 1, Kesesuaian tempat tumbuh, mempunyai fungsi ekologis dan mampu berasosiasi dengan tanaman lain (S2) 0,273 2,818 0, Budidaya kemiri sederhana dan sudah dikuasai masyarakat secara turun-temurun (S3) 0,182 2,500 0, Produk berupa buah tahan lama disimpan (S4) 0,129 2,636 0, Sumberpenghasilan sehari-hari dan tabungan rumah tangga (S5) 0,076 2,364 0,181 Jumlah 2,809 No. Kelemahan Bobot Rating Nilai 1. Sistem pemasaran balum baik, petani masih tergantung 0,416 2,818 1,172 pada pedagang besar dan belum ada kelompok tani (W1) 2. Lemahnya status penguasaan lahan dan minat Masyarakat/petani mulai menurun (W2) 3. Dukngan dan penyluhan dari pemerintah masih lemah (W3) 0,271 2,490 0,675 0,158 2,227 0, Produksi kemiri terus menurun (W4) 0,096 2,364 0, Harga produk relatif rendah (W5) 0,059 2,273 0,134 Jumlah 2,560 No. Peluang Bobot Rating Nilai 1. Potensi sebagai produk unggulan daerah (O1) 0,419 2,182 0, Diversifikasi usaha melalui pola agroforestry (O2) 0,262 2,135 0, Potensi Pasar masih terbuka (O3) 0,160 2,773 0, Dukungan Pemerintah, NGO dan lembaga donor dalam pengembangan hutan rakyat semakin terbuka (O4) 5. Infra Struktur Jalan desa dan Informasi semakin membaik (O5) 0,097 1,864 0,181 0,062 2,591 0,161 Jumlah 2,259 No. Ancaman Bobot Rating Nilai 1. Ketergantungan pasar dan margin pemasaran didominasi pedagang besar, termasuk tengkulak (T1) 0,420 2,818 1, Konfersi lahan menjadi pertanian monokultur (T2) 0,221 2,955 0, Harga produk yang tidak bersaing dengan komoditi lain (T3) 0,204 2,273 0, Konflik lahan akibat ketidak pastian status lahan (T4) 0,084 2,227 0, Serangan hama dan penyakit (T5) 0,070 2,682 0,188 Jumlah 2,675

48 240 Lampiran 32. Perhitungan Nilai SWOT Pengembangan Ekowisata No. Kekuatan Bobot Rating Nilai 1. Memiliki keindahan alam, keanekaragaman hayati tinggi, dan ekosistem alami, dan pintu gerbang menuju puncak leuser (S1) % luas wilayah Kabupaten Gayo Lues merupakan kawasan hutan (S2) 0,270 2,909 0,785 0,098 2,591 0, Ekowisata TNGL telah dikenal Internasional (S3) 0,067 2,455 0, Tersediana guide dan interpreter (S4) 0,141 2,682 0, Kondisi keamanan sudah mendukung (S5) 0,434 3,00 1,302 Jumlah 2,884 No. Kelemahan Bobot Rating Nilai 1. Belum adanya transportasi udara (W1) 0,410 3,636 1, Belum tersedia sarana dan prasarana RI (W2) 0,241 3,409 0, Lokasi berjauhan dengan ibu kota provinsi (W3) 0,197 3,273 0, Promosi dan publikasi belum optimal (W4) 0,067 3,000 0, Kerjasama dalam pengembangan ekowisata belum berkembang (W5) 0,086 2,273 0,195 Jumlah 3,350 No. Peluang Bobot Rating Nilai 1. Pasca konflik dan tsunami, minat masyarakat meningkat un tuk wisata back to nature dan wisatawan asing meningkat datang ke NAD/TNGL khususnya wilayah Gayo Lues (O1) 2. Potensi lapangan kerja dan lapangan usaha bagi masyarakat (O2) 0,388 2,591 1,066 0,291 2,545 0, Sebagai salah sumber PAD (O3) 0,200 2,682 0, Berkembangnya TNGL sebagai salah satu pusat wisata NAD dan Indonesia (O4) 5. Dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya tinggi (O5) 0,106 2,864 0,304 0,103 2,546 0,263 Jumlah 2,851 No. Ancaman Bobot Rating Nilai 1. Terjadi degradasi kearifan lokal dan tata nilai budaya setempat (T1) 2. Terjadi degradasi ekosisten dan keanekaragaman hayati (T2) 3. Terjadi konflik/penentangan oleh masyarakat setempat (T3) 0,453 2,864 1,297 0,135 2,682 0,362 0,106 2,500 0, Perubahan kondisi keamanan, dan konflik lagi (T4) 0,048 2,182 0, Isu illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi menimbulkan aksi anti Indonesia/NAD di dunia internasional (T5) 0,029 2,773 0,080 Jumlah 2,110

Jumlah tanggungan (org) Lama bekerja di kawasan TWA (thn)

Jumlah tanggungan (org) Lama bekerja di kawasan TWA (thn) LAMPIRAN 88 Lampiran 1. Data Responden Masyarakat Desa Karang Tengah 11 No Jenis pekerjaan Jenis kelamin (L=1 ; P=) Umur (thn) Lama pendidikan (thn) Jumlah tanggungan (org) Lama bekerja di kawasan TWA

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Tipe Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor

LAMPIRAN. Lampiran 1. Tipe Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor LAMPIRAN Lampiran 1. Tipe Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor No Penggunaan lahan No Reklasifikasi Penggunaan Lahan 1 Tanah Kosong diperuntukkan 1 Tanah kosong 2 Tanah rusak (Terlantar/Rusak/Galian) 3

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh, khususnya pada sumberdaya hutan, dan desa-desa sekitar hutan. Sebagai desa

Lebih terperinci

Pencilan. Pencilan adalah pengamatan yang nilai mutlak sisaannya jauh lebih besar daripada sisaan-sisaan lainnya

Pencilan. Pencilan adalah pengamatan yang nilai mutlak sisaannya jauh lebih besar daripada sisaan-sisaan lainnya Pencilan Pencilan adalah pengamatan yang nilai mutlak sisaannya jauh lebih besar daripada sisaan-sisaan lainnya Bisa jadi terletak pada tiga atau empat simpangan baku atau lebih jauh lagi dari rata-rata

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Tempat Pengambilan Data Waduk Cirata Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur. (Sumber : Googlemaps.com, 2013)

Lampiran 1. Peta Tempat Pengambilan Data Waduk Cirata Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur. (Sumber : Googlemaps.com, 2013) 71 Lampiran 1. Peta Tempat Pengambilan Data Waduk Cirata Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur (Sumber : Googlemaps.com, 2013) Lampiran 2. Kuisioner Penelitian 72 73 74 75 NO Lampiran 3. Produksi Ikan Mas

Lebih terperinci

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 4 Sebaran Penarikan Contoh

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 4 Sebaran Penarikan Contoh STK511 Analisis Statistika Pertemuan 4 Sebaran Penarikan Contoh Konsep Dasar Suatu statistik, misalnya, adalah fungsi dari peubah acak sering kita tulis. Idea dasaranya : Karena adalah peubah acak, maka

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Harga Beberapa Komoditas Pertanian Jawa Barat Per tanggal 31 Juli 2009

Lampiran 1. Harga Beberapa Komoditas Pertanian Jawa Barat Per tanggal 31 Juli 2009 Lampiran 1. Harga Beberapa Komoditas Pertanian Jawa Barat Per tanggal 31 Juli 2009 No Komoditas Harga Per Kg 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Bawang Daun Brokoli Bawang Merah Bawang Putih Buncis

Lebih terperinci

Oleh: KELOMPOK SOYA E46. Ahmad Mukti Almansur Batara Manurung Ika Novi Indriyati Indana Saramita Rachman Sali Subakti Tri Wulandari

Oleh: KELOMPOK SOYA E46. Ahmad Mukti Almansur Batara Manurung Ika Novi Indriyati Indana Saramita Rachman Sali Subakti Tri Wulandari TUGAS KELOMPOK METODE KUANTITATIF MANAJEMEN Oleh: KELOMPOK SOYA E46 Ahmad Mukti Almansur Batara Manurung Ika Novi Indriyati Indana Saramita Rachman Sali Subakti Tri Wulandari Dosen: Lukytawati Anggraeni,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam 52 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam berupa hutan nomor 3 (tiga) di dunia setelah Brazil dan Zaire, selain itu kita juga merupakan salah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Distribusi Nilai WTP Responden Terhadap Paket Wisata Jogging Track Plus

Lampiran 1. Distribusi Nilai WTP Responden Terhadap Paket Wisata Jogging Track Plus Lampiran 1. Distribusi Nilai WTP Responden Terhadap Paket Wisata Jogging Track Plus WTP Jumlah Responden Persentase WTPx ΣResponden NO. (Rp) (orang) (%) (Rp) 1 3 6 11,3 18 2 35 6 11,3 21 3 4 2 3,8 8 4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN GAYO LUES Economic Value Analysis on Forest Resources at Gayo Lues

ANALISIS NILAI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN GAYO LUES Economic Value Analysis on Forest Resources at Gayo Lues ANALISIS NILAI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN GAYO LUES Economic Value Analysis on Forest Resources at Gayo Lues Fauzi 1, Dudung Darusman 2, Nurheni Wijayanto 3, dan Cecep Kusmana 4 1 Mahasiswa S3 Prodi IPK

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Isian Konsumen Air Rumah Tangga Selama Satu Hari. Nama Waktu Takaran Gayung Pagi

Lampiran 1. Daftar Isian Konsumen Air Rumah Tangga Selama Satu Hari. Nama Waktu Takaran Gayung Pagi Lampiran 1. Daftar Isian Konsumen Air Rumah Tangga Selama Satu Hari Nama Waktu Takaran Gayung 1 2 3 4 5 6 7 8 Pagi Siang Sore Malam Lampiran 1. Lanjutan Kegiatan RT (mandi,mesak,cuci) Waktu Pagi Takaran

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung Kuesioner penelitian: Penilaian Ekonomi dan Prospek Pengembangan Wisata TWA Gunung Pancar. Oleh: Devina Marcia Rumanthy Sihombing (H44070045). Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi 136 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki peran yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi Sumatera Utara dan NAD

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM TANGKUBAN PERAHU

DAFTAR PERTANYAAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM TANGKUBAN PERAHU 32 Lampiran 1 DAFTAR PERTANYAAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM TANGKUBAN PERAHU A. Data Pribadi Responden 1. Nomor responden :.. 2. Jenis kelamin :.. 3. Umur :.. 4. Pendidikan tertinggi :..

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Multikolinier & penanganannya TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mahasiswa dapat menjelaskan adanya multikolinieritas pada regresi linier berganda serta prosedur penanganannya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan TMR Tahun 2011

Lampiran 1 Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan TMR Tahun 2011 LAMPIRAN 08 Lampiran Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan TMR Tahun 20 Variabel N Rata-rata Minimum Maksimum Standar Deviasi Y 00 3,0 60 6,996 TC 00 54005 5000 400000 74965,665 I 00 25338000

Lebih terperinci

Lampiran 1. Produksi Manis di Kabupaten Kerinci Tahun 2011

Lampiran 1. Produksi Manis di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 LAMPIRAN 91 Lampiran 1. Produksi Manis di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 Kecamatan LUAS TANAM (Ha) Komposisi tanaman ( Ha) TB M TM TTM/T R Total 1122 Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) Jumlah petani Gunung

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH F A U Z I

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH F A U Z I STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH F A U Z I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan proses, hasil serta pembahasan dari pengolahan data yang telah dilakukan. Analisis pengolahan data dilakukan dengan mengggunakan software Minitab

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga kelurahan (Kelurahan Hinekombe, Kelurahan Sentani Kota, dan Kelurahan Dobonsolo) sekitar kawasan CAPC di Distrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT The conservation village is a conservation initiative that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Rangkuman (Sintesa) Temuan KBU merupakan kawasan lindung yang sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pusat pengembangan wilayah yakni Kota Bandung. Sebagai bagian dari

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Berbagai Jenis Salak Di Indonesia

Lampiran 1. Berbagai Jenis Salak Di Indonesia LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran 1. Berbagai Jenis Salak Di Indonesia No. Nama Daerah Asal Rasa Ukuran/Warna Kulit 1 Bali Ds. Sibetan, Bali Manis, kering, tidak masir, daging buah tebal Kecil sampai sedang,

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

Terms Of Reference Round Table Discussion 2 Rawa Tripa, penyangga kehidupan masyarakat Nagan Raya dan Aceh Barat Daya

Terms Of Reference Round Table Discussion 2 Rawa Tripa, penyangga kehidupan masyarakat Nagan Raya dan Aceh Barat Daya Terms Of Reference Round Table Discussion 2 Rawa Tripa, penyangga kehidupan masyarakat Nagan Raya dan Aceh Barat Daya Latar Belakang Tripa merupakan hutan rawa gambut yang luasnya sekitar 61.000 ha, terletak

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Multikolinier & penanganannya TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mahasiswa dapat menjelaskan adanya multikolinieritas pada regresi linier berganda serta prosedur penanganannya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon LAMPIRAN 40 41 Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon No Tanggal Hujan S t V air TMA A P Q ratarat (m) (m/s) (m) (m 2 ) (m) (m 3 /s) a N Beton (A/P) 2/3 S 0.5

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD 8.1. PENDAHULUAN 8.1.1. Latar Belakang Keberadaan masyarakat di dalam

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografi dan Administrasi Secara geografis Kabupaten Gayo Lues terletak pada posisi garis lintang 3 0 40 32-4 0 16

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Lampiran 1. Kuisioner Penelitian INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor (16680) Telp. (0251)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lampiran 1. No. Alat dan Bahan Spesifikasi Unit/Satuan Pemeliharaan dan Percobaan Pengambilan dan Pembuatan Preparat Pengukuran Parameter

Lampiran 1. No. Alat dan Bahan Spesifikasi Unit/Satuan Pemeliharaan dan Percobaan Pengambilan dan Pembuatan Preparat Pengukuran Parameter LAMPIRAN 4 Lampiran. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Penelitian No. Alat dan Bahan Spesifikasi Unit/Satuan Pemeliharaan dan Percobaan. Akuarium pemeliharaan 00 x 4 x 4 cm 2/- 2. Akuarium pemeliharaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Berdasarkan penyelenggaraan pelayanan pada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 1 11 PRIORITAS KIB II (2010-2014) 1. Mewujudkan reformasi birokrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari pengelolaan taman nasional adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menyediakan jasa ekosistem. Sebuah taman nasional memegang peranan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

Dian Lazuardi Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru

Dian Lazuardi Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Dian Lazuardi Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Seminar Nasional Agroforestry, Bandung, 19 Nvember 2015 Perladangan berpindah, swidden agriculture, perladangan bergilir, dan perladangan gilir balik

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU RI No.41

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI KARBON PADA SUMBERDAYA HUTAN GAYO LUES

KAJIAN POTENSI KARBON PADA SUMBERDAYA HUTAN GAYO LUES KAJIAN POTENSI KARBON PADA SUMBERDAYA HUTAN GAYO LUES Study the Potensial of Carbon in Forest Resources at Gayo Lues Fauzi 1, Dudung Darusman 2, Nurheni Wijayanto 3, dan Cecep Kusmana 4 1 Mahasiswa S3

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN Ir. H. WAHYU WIDHI HERANATA, MP. KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Pengertian Konflik Kawasan Hutan atau

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aninomus, Modul Konservasi Sumber Daya Alam, Pusat Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA. Aninomus, Modul Konservasi Sumber Daya Alam, Pusat Pendidikan DAFTAR PUSTAKA Aninomus, 1986. Modul Konservasi Sumber Daya Alam, Pusat Pendidikan Kehutanan, Bogor. Badan Pusat Statistik, 2009. Kecamatan Berastagi Dalam Anggka tahun 2009. Badan Pusat Statistik kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki

Lebih terperinci

REGRESI LINEAR SEDERHANA

REGRESI LINEAR SEDERHANA REGRESI LINEAR SEDERHANA y (x 3,y 3 ) d 3 (x 5,y 5 ) d 5 d 2 (x 2,y 2 ) d (x 1 1,y 1 ) d 4 (x 4,y 4 ) x Definisi: Dari semua kurva pendekatan terhadap satu set data, kurva yang memenuhi sifat bahwa nilai

Lebih terperinci

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan

Lebih terperinci