KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografi dan Administrasi Secara geografis Kabupaten Gayo Lues terletak pada posisi garis lintang LU dan garis bujur BT. Secara administratif kabupaten ini terbentuk berdasarkan Undang-Undang No 04 Tahun 2002, yang merupakan salah satu kabupaten yang berada di bawah wewenang Provinsi Aceh, dengan luas wilayah ha. Batas-batasnya sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Nagan Raya, Aceh Tengah dan Aceh Timur. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Timur, Aceh Tamieng dan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Aceh Tenggara, dan Aceh Selatan. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, dan Kabupaten Nagan Raya. Pada tahun 2005 Kabupaten Gayo Lues melakukan pemekaran kecamatan yaitu dari 5 kecamatan menjadi 11 kecamatan, dan dari 98 desa menjadi 20 pemukiman, 1 kelurahan dan 136 desa/kampung. Rincian luas wilayah berdasarkan kecamatan setelah pemekaran kecamatan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan No Kecamatan Ibukota Kecamatan Luas Wilayah Persentase (ha) (%) 1. Blangkejeren Blangkejeren ,38 2. Kuta Panjang Kuta Panjang ,31 3. Rikit Gaib Ampa Kolak ,33 4. Terangun Terangon ,08 5. Pining Pining ,27 6. Blang Pegayon Cinta Maju ,04 7. Debun Gelang Burjumpe ,77 8. Putri Betung Gumpang ,43 9. Blang Jerango Bentul Gemuyang ,03 10 Tripe Jaya Rerebe , Pantan Cuaca Kenyaran ,08 Kab. Gayo Lues Blang Kejeren ,00 Sumber : Kabupaten Gayo Lues Dalam Angka (2009).

2 Kondisi Topografi Kondisi ketinggian tempat dari permukaan laut di Gayo Lues mulai dari 100 meter sampai dengan lebih dari meter, rinciannya tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Ketinggian Tempat dan Luas Wilayah No Ketinggian Tempat Luas Wiayah Persentase (dpl) (ha) (%) , , , , , ,11 7. > ,05 Kab. Gayo Lues ,00 Sumber : Kabupaten Gayo LuesDalam Angka (2009) Data pada Tabel 8, menunjukkan bahwa luas lahan berdasarkan ketinggian tempat dpl di Gayo Lues adalah sangat bervariasi, dimana luas lahan yang terluas yaitu 29,21 % berada pada ketinggian antara meter dpl, diikuti dengan ketinggian meter dpl yaitu 27,35 %, dan luas lahan yang terkecil berada pada ketinggian di atas meter dpl. Selanjutnya tingkat kemiringan lahan di wilayah Gayo Lues, mulai dari wilayah datar sampai sangat curam, rinciannya tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Kemiringan Lahan dan Luas Wilayah No Kemiringan Luas Wilayah Persentase Kondisi Wilayah (%) (ha) (%) Datar 997 0, Landai , Berombak , Bergelombang , Berbukit ,94 6. > 40 Bergunung ,93 Kab. Gayo Lues ,00 Sumber : Kabupaten Gayo Lues Dalam Angka (2009) Berdasarkan data pada Tabel 9, terlihat bahwa 43,93 % dari luas wilayah Gayo Lues merupakan wilayah dengan tingkat kemiringan lebih besar dari 40 % dengan kondisi wilayah bergunung dan curam, dan diikuti dengan kelas kemiringan % yaitu sebesar 23,17 %. Sedangkan untuk kelas kemiringan 48

3 25 40 %, mempunyai luas hektar (16,94 %). Selanjutnya yang termasuk dalam kondisi wilayah datar hanya 0,17 % dari luas wilayah Gayo Lues Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di Gayo Lues, untuk lahan-lahan yang dijadikan persawahan didominasi jenis tanah alluvial hidromof dan hidromof kelabu, sedangkan pada daerah pergunungan pada umumnya adalah latosol, podsolik merah kuning dan kambisol. Jenis tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah yang paling dominan yaitu ha (70,15 %) dari luas wilayah Gayo Lues, sedangkan hidromof kelabu adalah yang terkecil hanya ha (1,18 %). Rincian jenis tanah di Gayo Lues disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Luas dan Jenis Tanah No. Jenis Tanah Luas (ha) Persentase (%) 1. Aluvial Hidromof (fluvaquepts) ,79 2. Hidromof Kelabu (Eutrodeptsl) ,18 3. Kambisol (dystropepts) ,42 4. Latosol (dystrandepts) ,39 5. Podsolik Merah Kuning ,15 6. Podsolik Coklat (eutropepts) ,06 Kabupaten Gayo Lues ,00 Sumber : Kabupaten Gayo Lues Dalam Angka, (2009) Iklim Wilayah Gayo Lues termasuk type iklim Muson, dengan klasifikasi menurut Mohr, Schimidt dan Ferguson termasuk Iklim B (basah). Iklim di kabupaten ini lebih basah jika dibandingkan dengan bagian utara Provinsi Aceh. Hal ini akibat pengaruh letak wilayah Gayo Lues di daerah medium sampai tinggi, dimana daerah ini mempunyai curah hujan yang tinggi. Curah hujan tahunan berkisar 143,6 mm/bulan, dengan rata-rata 15 hari hujan per bulan. Pada Bulan April mempunyai curah hujan bulanan mencapai puncak yaitu dengan curah hujan tertinggi 322,5 mm/bulan, dan dengan jumlah hari hujan 19 hari/bulan. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata 22 mm/bulan, dengan jumlah hari hujan 7. Rata-rata curah dan hari hujan di Gayo Lues disajikan pada Tabel 11.

4 Tabel 11. Rata-Rata Curah dan Hari Hujan No. Bulan Rata-Rata Curah Hujan Rata-Rata Hari (mm) Hujan (hari) 1. Januari 22, Pebruari 43, Maret 217, April 322, Mei 297, Juni 145, Juli 106, Agustus 145, September 64, Oktober November 179, Desember 180,5 26 Rata-rata 143,6 15 Sumber : Kabupaten Gayo Lues Dalam Angka, (2009) Selanjutnya rata-rata suhu udara bulanan di Kabupaten Gayo Lues adalah 27 o C. Bulan terpanas terjadi pada bulan Maret Mei yaitu berkisar 30 o C, sedangkan bulan September Desember merupakan bulan-bulan dengan suhu terendah, dengan suhu udara berkisar 25 o C. Kelembabam udara di Kabupaten Gayo Lues cukup tinggi yaitu berkisar 84 89% dengan rata-rata dalam 10 tahun terakhir 86,6% Kependudukan Penduduk yang mendiami Gayo Lues terdiri dari beberapa suku antara lain, suku Aceh/Gayo, Alas, Jawa, Minang, Batak dan suku lainnya dalam jumlah kecil. Jumlah dan distribusi penduduk berdasarkan kecamatan yang tertera pada Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Gayo Lues tahun 2008 adalah jiwa, yang terdiri dari jiwa laki laki dan jiwa perempuan. Kepadatan penduduk sebesar 13 jiwa/kilometer persegi. Penduduk Gayo Lues tersebar pada 11 kecamatan dengan angka kepadatan penduduk bervariasi, dimana Blangkejeren dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu 43 jiwa/km 2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Pining yaitu 2 jiwa/km 2.

5 Tabel 12. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Gayo Lues Luas Wilayah Penduduk No Kecamatan 2 ha Km Jumlah % Jiwa/ha Jiwa/Km 2 1. Blangkejeren , ,92 0, Kuta Panjang , ,63 0, Terangun , ,41 0, Rikit Gaib , ,63 0, Pining , ,53 0, Blangjerango , ,31 0, Blangpegayon , ,90 0, Dabun gelang , ,83 0, Putri Betung , ,62 0, Pantan Cuaca , ,24 0, Tripe Jaya , ,00 0,29 29 Kab. Gayo Lues , ,13 13 Sumber : Kabupaten Gayo Lues Dalam Angka, (2009). Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan yang tertera pada Tabel 13, memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang tidak sekolah di Gayo Lues relatif masih tinggi yaitu mencapai jiwa atau 13,98%. 51 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Gayo Lues, yaitu tingkat pendidikan SD mempunyai jumlah terbanyak sebanyak jiwa atau 36,75 % dan tingkat pendidikan S2 mempunyai jumlah terkecil sebanyak 47 jiwa atau hanya 0,07% dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Tabel 13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Menurut Pendidikan BS TS TK SD SMP SMA D.I D.II D.III S.1 S.2 1. Blangkejeren Kuta Panjang Terangun Rikit Gaib Pining Blangjerango Blangpegayon Dabun gelang Putri Betung Pantan Cuaca Tripe Jaya Kab. Gayo Lues Persentase (%) 14,80 13,98 2,41 36,75 14,66 13,13 0,29 1,12 0,71 2,07 0,07 Sumber : Kabupaten Gayo Lues Dalam Angka (2009) BS = Belum sekolah TS = Tidak sekolah

6 Karakteristik Masyarakat Pencari Kayu Bakar Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan wawancara dengan responden ternyata semua responden menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini dikarenakan semua desa-desa sampel berbatasan dengan sumberdaya hutan, dan tersedia bahan baku kayu yang dapat dengan mudah dimanfaatkan sebagai kayu bakar oleh masyarakat. Disamping itu Gayo Lues merupakan salah satu Kabupaten yang relatif jauh dari sumber energi, seperti minyak tanah, yang dikarenakan aksesbilitas yang kurang mendukung, apalagi pada desa-desa pinggir hutan yang relatif masih sulit terjangkau. Kalaupun ada tersedia seperti BBM, tetapi harganya yang tidak terjangkau oleh masyarakat. Selain itu persoalan budaya dan kebiasaan bagi masyarakat melakukan kegiatan memasak dengan menggunakan kayu bakar. Secara umum kayu bakar bersumber dari hutan dengan cara memungut sendiri, namun sebagian masyarakat memperoleh kayu bakar dengan cara membeli, tetapi sumber kayunya juga dari hutan. Selanjutnya jenis kayu yang digunakan berupa ranting, cabang dan batang pohon dari hutan alam campuran dan hutan pinus. Khusus untuk Desa Gumpang Kecamatan Putri Betung, kebanyakan responden/masyarakat mengambil kayu bakar dari hutan alam campuran (kawasan TNGL), tetapi dalam dua-tiga tahun terakhir ini masyarakat lebih banyak memanfaatkan kayu bakar dari pohon kemiri, dimana kemiri yang sudah berumur tua kebanyakan ditebang, bahkan sebagian kemiri berumur muda juga ditebang, dan tidak diganti/ditanami kembali dengan jenis yang sama (kemiri), dan secara umum diganti dengan tanaman semusim, seperti jagung, dan tanaman lainnya. Pohon kemiri yang sudah ditebang inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber energi untuk memasak. Selanjutnya rincinan mengenai karakteristik sosial ekonomi masyarakat pencari, dan pengguna kayu bakar disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa karakteristik para pencari dan pengguna kayu bakar menunjukkan hasil yang berbeda, baik dari aspek konsumsi kayu bakar sampai kepada biaya pengadaan kayu bakar. Terjadinya perbedaan ini antara lain disebakan oleh perbedaan tujuan pengambilan kayu bakar, yaitu untuk

7 kebutuhan sendiri dan untuk dijual. Bagi masyarakat yang tujuan pengambilan kayu bakar untuk dijual, tentunya dalam curahan atau satuan waktu tertentu dapat mengumpulkan jumlah kayu bakar yang lebih banyak, sehingga dengan sendirinya biaya pengadaannya juga lebih rendah, bila dibandingkan dengan masyarakat yang tujuan pengambilan kayu bakar untuk dimanfaatkan sendiri. Tabel 14. Karakteristik Sosial Ekonomi Pencari dan Pengguna Kayu Bakar No Parameter Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur kepala keluarga Tahun ,82 2. Pendidikan kepala keluarga Tahun ,88 3. Jumlah anggota keluarga Orang ,43 4. Pendapatan perkapita Rp/bln Frekwensi memasak Kali/hari 2 3 2,54 6. Konsumsi kayu bakar Kg/org/ tahun 298, ,7 7. Biaya pengadaan Rp/Kg , Pencari Pakan ternak Secara umum masyarakat Gayo Lues, khususnya masyarakat tinggal sekitar hutan, sudah tentu pekerjaan utamanya sebagai petani, sedangkan kegiatan pemeliharaan ternak hanya sebagai pekerjaan sampingan. 53 Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dilakukan dengan memanfaatkan pakan-pakan yang dapat dimakan oleh ternak terutama yang terdapat pada sumberdaya hutan. Untuk itu pekerjaan mencari hijauan pakan ternak merupakan pekerjaan sampingan, yang tujuannya adalah sebagai tambahan ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selanjutnya karakteristik sosial ekonomi responden/masyarakat pencari pakan ternak disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik Sosial Ekonomi Pencari Pakan Ternak. No Parameter Satuan Minimum Maksimum Ratarata 1. Umur Kepala Keluarga Tahun ,12 2. Pendidikan Tahun ,45 3. Jumlah anggota Keluarga Orang Pendapatan/kapita Rp/bulan Jarak rumah ke hutan Meter ,47 6. Pemberian pakan Kg/ekor/hari 5,69 17,65 11,50 7. Biaya pengadaan pakan Rp/kg 35,18 185,62 86,82

8 54 Berdasarkan data pada Tabel 15, terlihat bahwa semua komponen karakteristik sosial ekonomi responden/masyarakat sangat bervariasi, dimana untuk pendapatan perkapita yang terendah adalah Rp , dan yang tertinggi yaitu Rp ,-, dengan pendapatan/kapita rata-rata adalah Rp ,27. Kebutuhan waktu untuk mencari pakan ternak biasanya 6 7 hari dalam seminggu, dengan curahan waktu antara 1 s/d 3 jam/hari. Bervariasinya curahan waktu pencari pakan ternak antara lain dipengaruhi oleh jarak tempuh dari rumah ke lokasi pengambilan pakan ternak. Sebenarnya mengambil pakan ternak ke hutan termasuk berat, karena lokasinya relatif jauh, namun mengingat di luar hutan ketersediaan pakan ternak sudah sulit untuk didapatkan, maka bagi masyarakat tidak ada pilihan lain, mau-tidak mau harus mengambil dari hutan Pengguna Air Sumber air yang digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan, merupakan sumber air yang dihasilkan dari hutan. Pemanfaatan air ini antara lain untuk keperluan rumah tangga, air pertanian, dan sebagai sumber pembangkit listrik. Uraian untuk setiap karakteristik manfaat air sebagai berikut: Pengguna air rumah tangga Secara umum penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga antara lain digunakan untuk kebutuhan memasak, mandi, mencuci, dan kakus (WC). Dilihat dari tempat pengambilan air, masyarakat menggunakan air dari sungai, mata air dan sumur. Untuk lebih jelasnya tentang rincian kebutuhan penggunaan air rumah tangga berdasarkan sumber airnya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Rincian Sumber Air Untuk Kebutuhan Rumah Tangga No Desa Sampel Sumber Air 1. Palok Mata Air 2. Kuta Ujung Sungai dan mata air 3. Tungel Sungai dan Sumur 4. Tongra Sungai 5. Pertik Sungai dan Mata Air 6. Akang Siwah Mata Air 7. Sangir Sungai dan Mata Air 8. Gumpang Sungai dan Mata Air 9. Keudah Mata Air 10. Perlak Sungai dan mata air 11. Kenyaran Mata Air

9 55 Keberadaan tempat dan jenis sumber air yang dimanfaatkan, ternyata dapat mempengaruhi dan membentuk pola dan perilaku masyarakat, misalnya dalam hal mandi, mencuci dan buang air besar. Bagi masyarakat yang desa atau rumahnya berdekatan dengan sungai, tentu mereka lebih memanfaatkan sumber air sungai sebagai tempat mandi, mencuci dan buang air besar. Namun bagi masyarakat yang sumber air dari mata air, tentu kebutuhan air rumah tangga dipenuhi dari mata air, bahkan sebagian ada yang mata air sampai/tersedia sampai dalam rumah, sehingga masyarakat terbiasa melakukan mandi, mencuci dan buang air besar di rumah,baik yang berada di dalam rumah, maupun kamar mandi di luar rumah. Namun bagi masyarakat dari ekonomi lemah ternyata kegiatan mandi, mencuci dan buang air besar dilakukan di tempat sumber mata air. Pada Gambar 4 dapat dilihat satu sumber air yang dimanfaatkan masyarakat melalui pembangunan instalasi penampungan air primer (utama) dan sekunder yang dibangun secara kelompok. Gambar 4. Sistem pengaliran air dari bak sekunder ke bak rumah tangga di Desa Kenyaran Kecamatan Pantan Cuaca. Persoalan perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga antara lain dipengaruhi kondisi alam, faktor budaya/kebiasaan dan juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Secara umum karakteristik sosial ekonomi masyarakat/responden pengguna air untuk kebutuhan rumah tangga disajikan pada Tabel 17.

10 Tabel 17. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pengguna Air Untuk Kebutuhan Rumah Tangga No Karakteristik Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur kepala keluarga Tahun ,58 2. Pendidikan kepala keluarga Tahun ,04 3. Jumlah anggota keluarga Orang 2 8 4,28 4. Pendapatan per kapita Rp/bulan ,26 5. Jarak kesumber air Meter ,42 6. Pemakaian/konsumsi air M 3 /org/thn 20,25 50,10 35,20 7. Biaya Pengadaan Rp. 9,55 215,52 68, Pengguna Air Pertanian/Sawah Kondisi sawah yang dikaji dalam penelitian ini ádalah sawah-sawah berpengairan, baik irigási maupun non irigasi Gambar 5. Sedangkan untuk sawah-sawah yang sumber airnya dari air hujan tidak termasuk dalam penelitian. Gambar 5. Saluran irigasi di desa Akang Siwah Kecamatan Blang Pegayon Selanjutnya rata-rata luas pemilikan lahan sawah petani adalah 0,42 hektar. Secara umum 78 % dari sawah tersebut dapat dilakukan pemanenan 2 kali dalam setahun. Rincian karakteristik petani sawah berpengairan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Karakteristik Pengguna Air Sawah No Karakteristik Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur kepala keluarga Tahun ,62 2. Pendidikan kepala keluarga Tahun ,88 3. Jumlah anggota keluarga Orang ,50 4. Pendapatan per kapita Rp/bulan ,49 5. Jarak kesumber air Meter ,06 6. Biaya pengadaan air M 3 /org/thn ,87 7. Luas panen Ha/tahun 0,25 1,00 0,42

11 Peladang Kegiatan perladangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan Gayo Lues merupakan kegiatan yang sudah berlangsung lama, dan sudah dilakukan secara turun-temurun dan kegiatan yang terbiasa mereka lakukan, bahkan sudah membudaya. Karakteristik para peladang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Karakteristik Peladang No Parameter Satuan Minimum Maksimum Rata-rata 1. Umur kepala keluarga Tahun ,64 2. Pendidikan kep keluarga Tahun ,42 3. Jumlah anggota keluarga Orang 2 8 4,54 4. Lama tinggal di desa tahun ,64 5. Pendapatan per kapita Rp/bln ,52 7. Jarak rumah ke hutan Meter ,08 8. Jarak rumah keladang Meter ,14 9. Luas areal perladangan Hektar 0,25 2,50 0, Lama berladang Tahun , Biaya pengadaan/ pengolahan lahan Rp/ha ,42 57 Secara umum jenis-jenis tanaman yang lazim ditanami adalah serewangi, nilam, tembakau, jagung, dan beberapa jenis tanaman muda lainnya. Sedangkan tanaman keras secara umum masyarakat menanam tanaman kemiri, kopi, dan lain-lain. Selanjutnya dilihat dari cara masyarakat memperoleh lahan sebagai tempat berladang, dilakukan dengan cara membuka hutan primer, dan sampai saat ini secara umum masih dilakukan secara berpindah-pindah, dimana setelah lahan digunakan untuk beberapa tahun, dan lahannya sudah tidak subur lagi, maka para peladang akan mencari dan membuka lahan baru yang lebih subur Pengunjung Tempat Rekreasi Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang termasuk daerah dataran tinggi, yang kondisinya berbukit dan bergunung-gunung. dengan ketinggian berkisar antara 400 sampai lebih besar dari 3000 meter dpl, dan juga merupakan wilayah/puncak tertinggi di Provinsi Aceh, dan sering disebut dengan kabupaten seribu bukit. Oleh karena itu di Gayo Lues, khususnya pada sumberdaya hutan terdapat beberapa tempat/objek wisata yang indah dan menakjubkan untuk dinikmati, seperti keberadaan Gunung Leuser, Gunung

12 Kemiri, pemandian air panas, air terjun, sungai alas, sungai tripe, dan sungai tamiang, serta objek-objek wisata lainnya. Secara umum para pengunjung melakukan kegiatan rekreasi kebeberapa lokasi wisata, dimana di wilayah Gayo Lues terdapat beberapa lokasi yang mempunyai panorama yang indah. Namun pengunjung dari luar Gayo Lues, baik dari dalam Provinsi Aceh maupun luar Provinsi Aceh, dan wisatawan manca negara lebih memilih untuk berkunjung ke wilayah Gunung Leuser yang lokasinya berada di Desa Keudah Panosan Sepakat Kecamatan Blang Jeurango, dan Gunung Kemiri di Kecamatan Putri Betung. Selanjutnya rincian pengunjung manca negara yang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser mulai tahun disajikan pada Lampiran 3, dan rekapitulasinya disajikan pada tabel 20. Berdasarkan data pada Tabel 20, menunjukkan bahwa mulai tahun tidak ada wisatawan manca negara yang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser, dikarenakan pada saat itu sedang puncaknya terjadi konflik antara GAM dengan Pemerintah RI. Tabel 20. Distribusi Wisatawan manca Negara yang Berkunjung ke Objek Wisata Gunung Leuser No Tahun Kunjungan Jumlah Wisatawan Jumlah Negara (Orang) Berkunjung Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang pemandu wisata di Desa Keudah Panosan Sepakat, bahwa para wisatawan berkunjung Gunung Leuser adalah melalui informasi dari kawan-kawannya yang sebelumnya pernah datang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser. Secara umum wisatawan ini datang secara berkelompok, berdua dan ada juga secara sendiri-sendiri, dan

13 mereka menginap beberapa malam di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat setempat. Selama di wilayah Gunung Leuser mereka melakukan kegiatan treaking sambil menikmati keindahan hutan alam tropis, dan juga berbagai keunikan dari flora fauna. Dari sekian banyak pengunjung yang datang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser ternyata baru hanya beberapa kelompok saja yang mampu mendaki sampai ke puncak Gunung Leuser dengan ketinggian lebih kurang meter dpl. Untuk sampai ke puncak Leuser para pendaki membutuhkan waktu selama 7 hari, berarti untuk pulang-pergi dibutuhkan waktu selama hari perjalanan. Sebagai informasi bahwa aksessibilitas untuk menuju sampai ketempat wisata di Gayo Lues, terutama ke wilayah objek wisata Gunung Leuser hanya dapat ditempuh melalui jalan darat. Rincian rute jalan darat menuju Gunung Leuser seperti tertera pada Tabel 21. Tabel 21. Aksessibilitas Menuju Objek Wisata Gunung Leuser No Rute 1. Banda Aceh Aceh Tengah Blang Keujeren 2. Banda Aceh Aceh Barat Daya Blang Keujeren 3. Medan Aceh Tenggara Blang Keujeren Jarak (Km) Waktu (Jam) Medan Aceh Tangah Blang Kejeren Medan Aceh Barat Daya Blang Kejeren Keterangan Dari Takengon ke Blang Keujeuren, jalan rawan longsor Dari Abdya ke Blang Kejenen Secara umum jalan belum diaspal Jalan Rawan Longsor Dari Takengon ke Blang Keujeuren, jalan rawan longsor Dari Abdya ke Blang Kejeuren Secara umum jalan belum diaspal 59 Karakteristik sosial ekonomi masyarakat lokal yang berkunjung ke objek wisata Gayo Lues (Gunung leuser), dari karakteristik umur ternyata berkisar antara 18 s/d 46 tahun, sedangkan dari aspek pendidikan ternyata rata-rata 11,67 tahun. Untuk lebih jelasnya tentang karakteristik sosial ekonomi pengunjung lokal yang berkunjung ke obek wisata Gayo Lues disajikan pada Tabel 22.

14 Tabel 22. Karakteristik Sosial Ekonomi Pengunjung Lokal No Karakteristik Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur Tahun ,40 2. Pendidikan Tahun ,67 3. Penghasilan Rp/bln ,33 4. Waktu kerja/hari Jam ,80 5. Waktu luang/hari Jam 0 4 2,70 6. Waktu luang/ minggu Hari 0 2 1, Karakteristik Sumberdaya Hutan Arahan Fungsi Hutan Berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh No. 19 tahun 1999 tentang arahan fungsi hutan, bahwa luas hutan Aceh adalah seluas 3.335,613 ha. Secara keseluruhan luas wilayah hutan Aceh mencapai 60,22% dari total luas daratan Provinsi Aceh. Adapun luas hutan di Gayo Lues, distribusi dan pemanfaatan sumberdaya hutan, dan luas areal untuk masing-masing fungsi tersebut disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Distribusi Fungsi Hutan Gayo Lues No Fungsi Hutan Luas (ha) % Dari Luas Kws. Hutan % Dari Luas G. Lues 1. TNGL ,3 42,75 35,47 Keterangan Sudah dikelola, belum maksimal 2. Hutan Lindung ,0 47,73 36,61 Belum dikelola 3. Hutan Produksi ,0 9,52 7,90 Belum dikelola Luas Kawasan Hutan ,3 100,00 4. Areal Pengguaan ,7 17,02 Belum dikelola Lain (APL) Luas Gayo Lues ,0 100,00 Sumber: Arahan fungsi hutan tahun 1999, diolah kembali (2011) Selanjutnya berdasarkan data dari pihak Dinas Kehutanan Gayo Lues, bahwa secara umum semua arahan fungsi hutan tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, terutama untuk hutan produksi, baik untuk hutan alam campuran, maupun hutan alam pinus. Disisi lain kawasan TNGL dan hutan lindung juga belum dikelola secara optimal. Peta arahan fungsi hutan Gayo Lues dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada dasarnya sumberdaya hutan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora maupun fauna, bahkan banyak terdapat jenis

15 61 endemik, yang keberadaannya pada saat ini ada yang sudah dan hampir punah. Kekayaan keanekaragaman hayati ini terdapat pada semua arahan fungsi hutan, terutama pada kawasan konservasi. Keberadaan sumberdaya hutan ini dapat menjaga keberlangsungan kehidupan yang lain, misalnya dapat menjamin sistem hidrologi, sehingga dampak akan terjadinya banjir tidak terjadi, mampu menyimpan karbon, dalam rangka mengantisipasi pemanasan global dan perubahan iklim, serta banyak manfaat positif lainnya. Namun sampai saat ini pemanfaatan sumberdaya hutan lebih dominan pada pemanfaatan hasil hutan kayu, sedangkan manfaat jasa lingkungannya belum dioptimalkan pemanfaatannya. Oleh karena perlu dilestarikan dari kerusakan dan kepunahan, agar dapat dinikmati dan menjadi warisan untuk generasi mendatang. Kegiatan perambahan dan illegal logging dari hari ke hari semakin meningkat. Kegiatan ini bukan hanya terjadi di hutan produksi saja, tetapi lebih banyak terjadi pada kawasan konservasi. Sehingga akan berdampak pada terjadinya perubahan akan tutupan lahan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Sejarah Kawasan Pada tahun 1920-an Pemerintah Kolonial Belanda memberikan izin kepada seorang ahli geologi Belanda bernama F.C. Van Heurn untuk meneliti dan mengeksplorasi sumber minyak dan mineral yang diperkirakan banyak terdapat di Aceh. Setelah melakukan penelitian ternyata tidak ditemukan kandungan mineral dan menyatakan bahwa pemuka adat setempat menginginkan agar mereka peduli terhadap barisan-barisan pegunungan berhutan lebat yang ada di Gunung Leuser. Sebagai gantinya, Van Heurn mendiskusikan hasil pertemuannya dan menawarkan kepada para wakil pemuka adat (para Datoek dan Oelee balang) agar mendesak Pemerintah Kolonial Belanda untuk memberikan status kawasan konservasi (Wildlife Sanctuary). Setelah berdiskusi dengan Komisi Belanda untuk Perlindungan Alam, pada bulan Agustus 1928 sebuah proposal disampaikan kepada Pemeintah Kolonial Belanda yang mengusulkan Suaka Alam di Aceh Barat seluas ha dan memberikan status perlindungan terhadap kawasan yang terbentang dari Singkil (pada hulu Sungai Simpang Kiri) di bagian selatan,

16 62 sepanjang Bukit Barisan, ke arah lembah Sungai Tripa dan Rawa Pantai Meulaboh, di bagian utara. Proposal tersebut akhirnya direalisasikan pada tanggal 6 Februari 1934 dengan diadakannya pertemuan di Tapaktuan, yang dihadiri perwakilan pemuka adat dan Pemerintah Kolonial Belanda. Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Tapaktuan, yang ditandatangani oleh perwakilan pemuka adat dan Perwakilan Gubernur Hindia Belanda di Aceh pada saat itu (Gouverneur van Atjeh en Onderhoorigheden, Vaardezen). Deklarasi tersebut mulai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1934 (Deze regeling treedt in werking met ingang 1 Januari 1934). Deklarasi tersebut mencerminkan tekad masyarakat Aceh untuk melestarian kawasan Leuser untuk selamanya sekaligus juga diatur tentang sanksi pidananya (baik pidana penjara maupun pidana denda). Dalam salah satu paragrap Deklarasi Tapaktuan disebutkan sebagai berikut: Kami Oeloebalang dari landschap Gajo Loeos, Poelau Nas, Meuke, labuhan Hadji, Manggeng, Lho Pawoh Noord, Blang Pidie, dan Bestuurcommissie dari landschap Bambel, Onderafdeeling Gajo dan Alas. Menimbang bahwa perlu sekali diadakannya peratoeran yang memperlindungi segala djenis benda dan segala padang-padang yang diasingkan boeat persediaan. Oleh karena itoe, dilarang dalam tanah persediaan ini mencari hewan yang hidoep, menangkapnya, meloekainya, atau memboenoeh mati, mengganggoe sarang dari binatang-binatang itoe, mengeloerkan hidoep atau mati atau sebagian dari binatang itoe lantaran itoe memoendoerkan banyaknya binatang Pada tahun 1934, berdasarkan ZB No. 317/35 tanggal 3 Juli 1934 dibentuk Suaka Alam Gunung Leuser (Wildreservaat Goenoeng Leoser) dengan luas ha. Selanjutnya berturut-turut pada tahun 1936, berdasarkan ZB No. 122/AGR, tanggal 26 Oktober 1936 dibentuk Suaka margasatwa Kluet seluas ha yang merupakan penghubung Suaka Alam Gunung Leuser dengan Pantai Barat. Pada tahun 1938 dibentuk Suaka Alam Langkat Barat, Suaka Alam Langkat Selatan dan Suaka Alam Sekundur. Pada masa setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1976, dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 69/Kpts/Um/12/1976, tanggal 10 Desember 1976 tentang Penunjukan Areal Hutan Kappi seluas ha yang

17 terletak di Aceh Tenggara, Daerah Istimewa Aceh sebagai Suaka Margasatwa Kappi. Keputusan tersebut diikuti dengan Pembentukan Instansi Kerja Sub Balai Pelestarian Alam Gunung Leuser pada tahun Secara Yuridis Formal keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian Nomor: 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) Taman Nasional di Indonesia, termasuk TN. Gunung Leuser seluas ha. Untuk memberikan kepastian hukum bagi pengelola TNGL pada tahun 1982 telah dikeluarkan 2 (dua) Peraturan, yaitu: Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 923/Kpts/UM/12/1982 tentang luas wilayah TN. Gunung Leuser di Propinsi Sumatera Utara adalah ha, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 924/Kpts/Um/12/1982 tentang Luas Wilayah TN. Gunung Leuser di Propinsi daerah Istimewa Aceh seluas 586,500 hektar Kondisi Tutupan Lahan TNGL Berdasarkan hasil analisis citra landsat tahun 2009, bahwa jenis tutupan lahan di wilayah TNGL disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Kondisi Tutupan Lahan TNGL. No Jenis Tutupan Lahn Luas (ha) % 1. Hutan primer ,57 97,03 2. Hutan sekunder 984,02 0,49 3. Hutan pinus 597,18 0,29 4. Hutan kemiri 2.341,63 1,15 5. Lahan terbuka/semak belukar 624,06 0,31 6. Pertania lahan kering 805,06 0,40 7. Sawah 203,36 0,10 8. Badan air 390,42 0,19 9. Pemukiman 80,00 0,03 Total ,30 100,00 Sumber: Analisis Citra Landsat Tahun 2009 Berdasarkan data pada Tabel 24, terlihat bahwa 97,03 % dari luas wilayah kawasan TNGL merupakan hutan primer Gambar 6, sedangkan hutan sekunder dan tutupan lahan lainnya secara keseluruhan hanya dibawah 4 %. Hal ini menunjukkan kondisi hutan di wilayah TNGL dapat disimpulkan masih utuh dan 63 belum banyak terjadi gangguan. Namun demikian keberadaan TNGL perlu diamankan dari berbagai gangguan, agar keberadaan TNGL dapat tercapai peran dan fungsinya.

18 64 Gambar 6. Kondisi Hutan Primer di TNGL Wilayah Gayo Lues Flora dan Fauna Formasi vegetasi alami di TNGL ditetapkan berdasarkan 5 kriteria, yaitu bioklimat (zona klimatik ketinggian dengan berbagai formasi floristiknya). Empat kriteria lainnya adalah hubungan antara komposisi floristik dengan biogeografi, hidrologi, tipe batuan dasar dan tanah. Van Steenis yang melakukan penelitian pada tahun 1937 (de Wilde W.J.J.O dan B.E.E.Duyfjes, 1996), membagi wilayah tumbuh-tumbuhan di TNGL atas 3 zona, yaitu : a. Zona Tropika (termasuk zona Colline, terletak meter dpl) Zona Tropika merupakan daerah berhutan lebat ditumbuhi berbagai jenis tegakan kayu yang berdiameter besar dan tinggi sampai mencapai 40 meter. Tegakan kayu tersebut digunakan sebagai pohon tumpangan dari berbagai tumbuhan jenis liana dan epifit yang menarik, seperti anggrek, dan lainnya. b. Zona peralihan dari Zona Tropika ke Zona Colline dan Zona Sub-Montane ditandai dengan semakin banyaknya jenis tanaman berbunga indah dan berbeda jenis karena perbedaan ketinggian. Semakin tinggi suatu tempat maka pohon semakin berkurang, jenis liana mulai menghilang dan makin banyak dijumpai jenis rotan berduri.

19 65 c. Zona Montane (termasuk zona sub montane, terletak meter dpl) Zona montane merupakan hutan montane. Tegakan kayu tidak lagi terlalu tinggi hanya berkisar antara meter. Tidak terdapat lagi jenis tumbuhan liana. Lumut banyak menutupi tegakan kayu atau pohon. Kelembaban udara sangat tinggi dan hampir setiap saat tertutup kabut. d. Zona Sub Alphine ( meter dpl) Zona Sub Alphine merupakan zona hutan Ercacoid dan tak berpohon lagi. Hutan ini merupakan lapisan tebal campuran dari pohon-pohon kerdil dan semak-semak dengan beberapa pohon berbentuk payung (familia Ericacae) yang menjulang tersendiri serta beberapa jenis tundra, anggrek dan lumut. Tipe vegetasi blang dengan tumbuhan Pinus merkusii terdapat banyak di bagian utara kawasan TNGL seperti di Terangon, Blangkeujeren dan lainnya. Tipe vegetasi ini dengan 100 % didominasi pinus dan tumbuhan rumput halus dan pakis merupakan ekosistem yang berasal dari akibat pembakaran hutan berabadabad dan secara periodik. Selanjutnya TNGL merupakan habitat dari mamalia, burung, reptil, ampibi, dan ikan. Kawasan ini juga merupakan habitat burung dengan daftar spesies 380 dan 350 di antaranya merupakan spesies yang hidup menetap. Diprediksi bahwa 36 dari 50 jenis burung endemik dapat ditemukan di kawasan TNGL. Dari 129 spesies mamalia besar dan kecil di seluruh Sumatera, 65% di antaranya berada di kawasan taman nasional ini. TNGL dan kawasan di sekitarnya yang disebut sebagai Kawasan Ekosistem Leuser merupakan habitat dari gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), Owa (Hylobates lar), Kedih (Presbytis thomasi) Enclave Di wilayah TNGL, terdapat beberapa enclave penting, yang sangat berpengaruh terhadap arah manajemen, yaitu Gumpang dan Marpunge di wilayah SKW 1 Blangkejeren. Menurut sejarahnya, faktor yang menjadi penarik perhatian masyarakat untuk berpindah ke kawasan SM Gunung Leuser, adalah dibukanya jaringan jalan oleh Kolonel Van Dallen dalam operasinya ke

20 66 pedalaman Gayo, yang membelah Suaka Margasatwa Kappi dan Suaka Margasatwa Leuser. Jaringan jalan tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat dalam melakukan hubungan perdagangan antara Tanah Alas dan Gayo. Berawal dari semakin ramainya hubungan antara Tanah Gayo dan Tanah Alas, maka dikabarkan bahwa tanah antara dua daerah tersebut sebagian dapat dijadikan areal pertanian dan pemukiman, sehingga secara perlahan tetapi pasti, mulai terjadi perpindahan penduduk dari daerah Blangkejeren, Rikit Gaib dan Kuta Panjang, dan secara perlahan, pertumbuhan penduduk di sepanjang jalur kawasan hutan tersebut mulai merambat naik seiring dengan terbentuknya beberapa dusun, seperti kantong penduduk di Gumpang dan kantong penduduk di Marpunge. Sejalan dengan itu, isu kehutanan semakin marak dengan dideklarasikannya status kawasan tersebut menjadi TN. Gunung Leuser, pada tahun Selanjutnya kedua pemukiman tersebut ditetapkan menjadi enclave, agar penduduk yang tinggal dalam enclave tidak lagi memperluas lahan garapan mereka di luar batas yang telah ditetapkan. Perlu diketahui bahwa di antara Gumpang-Marpunge, terdapat kawasan TNGL sepanjang 12 km yang dialokasikan untuk koridor satwa. Demikian pula, antara Gumpang-Agusan, juga merupakan jalur atau koridor yang ditetapkan sebagai lintasan satwa, dalam hal ini gajah. Penetapan desa dalam kawasan TNGL menjadi enclave, yaitu Enclave Gumpang dan Enclave Marpunge didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pertanian No.697/kpts/um/12/1976 tentang Tata Batas Enclave Gumpang dan Marpunge. Batas enclave juga telah direkonstruksi pada tahun 1998, dengan melibatkan semua unsur pemerintah dan masyarakat. Semetara itu saat ini desa enclave tersebut sudah dimekarkan menjadi sebuah kecamatan yaitu kecamatan Putri Betung, dan berkembang beberapa desa di kecamatan tersebut yang termasuk dalam kawasan TNGL Hutan Lindung Deliniasi kawasan lindung di Gayo Lues dilakukan berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Kondisi tutupan lahan pada hutan lindung Gayo Lues disajikan pada Tabel 25.

21 Tabel 25. Kondisi Tutupan Lahan Hutan Lindung No Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) % 1. Hutan primer ,94 87,50 2. Hutan sekunder ,39 8,46 3. Hutan pinus 3.008,30 1,33 4. Hutan kemiri 933,24 0,41 5. Lahan terbuka/semak belukar 3.523,88 0,56 6. Pertania lahan kering 820,76 0,36 7. Badan air 874,49 0,39 Total ,00 100,00 Sumber: Analisis Citra Landsat Tahun 2009 Berdasarkan data pada Tabel 25, terlihat bahwa secara umum keberadaan hutan lindung di Gayo Lues 87,50 % merupakan sebagai hutan primer, sedang hutan sekunder, hutan pinus dan tutupan lahan lainnya secara keseluruhan hanya dibawah 2,5 %. Hal ini menunnjukkan bahwa kondisi hutan lindung tersebut masih tergolong sangat baik Hutan Produksi Keberadaan hutan produksi di Gayo Lues seluas ha, dilihat dari jenis vegetasinya terdiri dari tegakan pinus alam dan hutan alam campuran, kondisi tutupan lahan hutan produksi Gayo Lues disajikan pada Tabel 26. Berdasarkan data pada Tabel 26, terlihat bahwa 54,71 % merupakan hutan primer (hutan alam campuran), 20 % dari luas hutan produksi merupakan hutan pinus alam, dan 16,96 % merupakan hutan sekunder (khusus hutan alam campuran), serta 6,63 % merupakan lahan terbuka/semak belukar. Sedangkan tutupan lahan yang lain secara keseluruhan dibawah 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa lebih kurang 25 % hutan produksi Gayo Lues sudah mengalami kerusakan, yang tentunya perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi. Tabel 26. Kondisi Tutupan Lahan Hutan Produksi No Jenis Tutupan Lahn Luas (ha) % 1. Hutan primer ,48 54,71 2. Hutan sekunder 7665,46 16,96 3. Hutan pinus 9.037,66 20,00 4. Hutan kemiri 414,83 0,92 5. Lahan terbuka/semak belukar 2.995,69 6,63 6. Sawah 80,48 0,18 7. Badan air 274,40 0,61 Total ,00 100,00 Sumber: Analisis Citra Landsat Tahun 2009

22 4.4. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten yang terletak di daerah hulu yang memiliki 9 hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), yang rinciannya disajikan pada Tabel 27, dan Peta DAS dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 27. Rincian DAS di Wilayah Gayo Lues. No Nama DAS Luas DAS (Ha) Wilayah Hilir (Kabupaten) 1. Lawe Alas ,51 Aceh Singkil 2. Aih Tripe ,48 Nagan Raya 3. Krueng Taming ,60 Aceh Taming 4. Kruemg Baroe 8165,06 Aceh Selatan 5. Krueng Batee ,15 Abdiya 6. Krueng Kluet ,06 Aceh Selatan 7. Krueng Seumayam 2.254,24 Nagan Raya 8. Krueng Seunagan 2.281,69 Nagan Raya 9. Kruemg Jambo Aye ,20 Aceh Utara Total ,00 Sumber : Analisis Citra Landsat Tahun 2009 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 27, terlihat bahwa di wilayah Gayo Lues terdapat tiga hulu DAS yang tergolong besar, yaitu DAS Aih Tripe, DAS Krueng Taming, dan DAS Lawe Alas, dimana setiap DAS mempunyai luas areal diatas hektar. Sedangkan enam DAS lainnya rata-rata dibawah hektar. Untuk itu ketiga DAS besar tersebut perlu perhatian yang serius, agar kondisi DAS tetap terjaga. Namun kenyataannya beberapa tahun yang lalu di Gayo Lues (DAS Kr. Tamiang) terjadi banjir bandang, khususnya di Kecamatan Pining. Hal ini dikarenakan sudah terjadi gangguan atau kerusakan diwilayah hulu DAS tersebut. Salah satu indikator kerusakan DAS adalah sering terjadi bencana banjir yang akan berdampak pada sendi-sendi kehidupan. Musibah banjir akan terus terjadi ketika tata lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak diperbaiki secara serius Kondisi Gangguan Sumberdaya Hutan Gayo Lues Kondisi sumberdaya hutan Gayo Lues, baik pada hutan produksi, hutan lindung dan Taman Nasional Gunung Leuser dari tahun-ketahun selalu mengalami berbagai persoalan yang menyangkut kerusakan kawasan. Kerusakan

23 ini disebabkan kegiatan pembalakan kayu/illegal logging, perambahan lahan, kebakaran, dan alih fungsi lahan Pembalakan kayu/illegal Logging Pembalakan kayu yang dilakukan secara illegal pada hutan Gayo Lues sebenarnya mulai meningkat skalanya sejak periode 1990-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1998, dan setelah itu persoalan illegal logging menurun drastis sampai tahun Hal ini dikarenakan pada periode itu merupakan masa-masa puncaknya terjadi konflik antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sehingga dapat menurunkan kegiatan illegal logging, karena pelaku illegal logging tersebut sedikit sulit dan tidak berani ke hutan, serta sulit untuk mengeluarkan kayu dari hutan. Selanjutnya setelah terjadi musibah gempa dan tsunami yang banyak menghancurkan bangunan fisik, terutama diwilayah pesisir Aceh, tentunya banyak membutuhkan bahan baku kayu untuk melakukan proses pembangunan kembali rumah-rumah, perkantoran, dan bangunan lainnya yang hancur. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku kayu tersebut, diakui, atau tidak diakui, bahwa sumber kayu tersebut salah satunya diperoleh dari hasil kegiatan illegal logging, hal semacam ini juga terjadi pada sumberdaya hutan di Gayo Lues Perambahan Lahan Kegiatan perambahan hutan/lahan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama masyarakat yang berdomisili di dalam atau sekitar hutan merupakan suatu kegiatan yang sudah lazim dilakukan, hal ini dikarenakan pola atau sistem pertanian yang dilakukan oleh sebagian masyarakat adalah masih secara berpindah-pindah. Mengingat lahan-lahan yang sudah dimanfaatakan lebih kurang 2-3 tahun sudah kurang/tidak subur, maka para peladang akan mencari dan membuka lahan baru yang lebih subur untuk ditanami tanaman semusim. Kegiatan semacam ini sudah dilakukan secara turun-temurun, dan semakin lama pembukaan lahan semakin menjauh dari perkampungan, bahkan masuk kedalam kawasan hutan. Kawasan hutan yang dibuka oleh peladang adalah tergantung pada arahan fungsi hutan yang dekat dengan perkampungan mareka. Dalam hal ini khusus

24 70 untuk masyarakat di kecamatan Tripe Jaya, Rikit Gaib, dan Panton Cuaca, kawasan hutan yang cenderung dirambah adalah kawasan hutan produksi dan hutan lindung, karena di ketiga kecamatan ini tidak terdapat Taman Nasional. Sedangkan untuk masyarakat di kecamatan Putri Beutung secara umum mereka berladang di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, karena disekitar perkampungan mereka tidak terdapat hutan produksi dan hutan lindung Kebakaran Kebakaran sumberdaya hutan di Kabupaten Gayo Lues hampir setiap tahun terjadi, terutama kebakaran pada hutan pinus, karena pohon pinus mengandung getah yang memudahkan untuk terbakar. Hal ini ditandai dengan karakteristik diameter dan umur dari tegakan pinus alam. Pada tempat dan tegakan tertentu dengan luasan tertentu didapatkan pohon pinus dengan rata-rata dimeter lebih kurang 10 cm, dan pada tegakan lain ditemukan tinggi batang dan diameter yang bervariasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa tegakan-tegakan pinus ini sudah pernah terjadi kebakaran, dan setelah itu anakan pinus akan tumbuh kembali secara alami. Pada Gambar 7 dapat dilihat tegakan pinus yang sudah terbakar dan anakan pinus yang tumbuh secara alami Gambar 7. Tegakan pinus yang sudah terbakar dan anakan pinus alam yang tumbuh secara alami

Kabupaten Gayo Lues memiliki 11 kecamatan, 25 mukim, dan 144 desa atau kampung. Nama kecamatan dan luas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Kabupaten Gayo Lues memiliki 11 kecamatan, 25 mukim, dan 144 desa atau kampung. Nama kecamatan dan luas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. 2.1. Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik 2.1.1. Kondisi Geografis BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH Kabupaten Gayo Lues terletak pada posisi garis lintang 03º 40 26-04º 16 55 LU dan garis bujur 96º

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI KABUPATEN GAYO LUES

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI KABUPATEN GAYO LUES BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI KABUPATEN GAYO LUES 2.1. Aspek Geografi dan Demografi 2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah 2.1.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Gayo Lues yang disahkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI GAYO LUES NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2016

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI GAYO LUES NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2016 1 BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI GAYO LUES NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2016 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 27 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan hasil pemekaran wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat 26 KONDISI UMUM Keadaan Geografis Keadaan geografis Kota administrasi Jakarta Pusat yaitu terletak antara 106º.22.42 BT sampai dengan 106º.58.18 BT dan 5º19,12 LS sampai dengan 6º.23 54 LS. Permukaan tanahnya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh 1 Hairul Basri, 2 Syahrul, 3,4 *Rudi Fadhli 1 Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci