6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU"

Transkripsi

1 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu seperti solar, es balok, dan air bersih masih belum optimal. Beberapa masalah yang sering dialami nelayan adalah kehabisan solar, harga es balok yang tinggi disebabkan tidak adanya pabrik es di pelabuhan, terjadinya keterlambatan penyaluran es, dan lain-lain (subbab 5.2). Penyediaan/penyaluran bahan kebtuhan melaut nelayan di pelabuhan melibatkan pihak penyedia/penyalur dan pihak pelabuhan sebagai fasilitator. Kelancaran penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan di pelabuhan penting untuk aktivitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan. 6.1 Faktor Internal Pihak Penyalur Bahan Kebutuhan Melaut dan Pihak PPN Palabuhanratu sebagai Fasilitator Faktor-faktor internal yang mempengaruhi pengembangan bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berupa kekuatan dan kelemahannya, dapat dijadikan sebagai komponen penting dalam menentukan strategi pengembangan bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kekuatan (Strength) (1) Adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu memiliki tiga penyalur BBM (sub-subbab 5.2.1). Diantara ketiga penyalur tersebut SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut dan SPBN PT. Mekartunas Rayasejati merupakan penyalur untuk kapal penangkapan ikan berukuran < 30 GT termasuk kapal pancing rumpon. Adanya penyalur ini memberikan nilai positif bagi pengembangan penyediaan/penyaluran solar di PPN Palabuhanratu, khususnya kapal pancing rumpon. Hal ini dikarenakan kapal-kapal penangkapan ikan domisili PPN Palabuhanratu di dominasi kapal-kapal penangkapan ikan < 30 GT, sehingga dengan adanya kedua penyalur solar < 30 GT diharapkan penyediaan/penyaluran solar terlayani dengan baik.

2 109 (2) Penyedia/penyalur telah memiliki izin penyaluran solar dari PT. Pertamina Ketiga penyedia/penyalur solar di PPN Palabuhanratu, yaitu SPDN KUD Mina Nusantara, SPBN PT. Mekartunas Rayasejati, dan SPBB PT. Paridi Asyudewi (sub-subbab 5.2.1) telah memiliki izin penyaluran berupa nomor langganan penyaluran solar dari PT. PT. Pertamina. Penyalur solar SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut memiliki nomor langganan ; SPBN PT. Mekartunas Rayasejati memiliki nomor langganan ; dan SPBB PT. Paridi Asyudewi memiliki nomor langganan Nomor langganan ini sekaligus berfungsi untuk mendapatkan DO (delivery order) solar yang dilakukan penyedia/penyalur melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Mandiri. Jumlah penebusan DO sesuai dengan jumlah pasokan/kuota solar masing-masing penyalur solar yang telah diberikan oleh PT. Pertamina. Adanya nomor langganan penyaluran solar yang sah dari PT. Pertamina ini memberikan nilai positif terhadap pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut solar di PPN Palabuhanratu. Hal ini dikarenakan dengan adanya nomor langganan tersebut, ketiga penyalur dapat mengajukan penambahan pasokan/kuota solar per bulan ke PT. Pertamina. (3) Adanya instalasi solar di PPN Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu memiliki instalasi penyaluran solar berupa 2 unit tangki solar dan pipa salurannya yang dikelola oleh SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (kapasitas 320 m 3 ) dan SPBN PT. Mekartunas Rayasejati (kapasitas 208 m 3 ); sedangkan SPBB PT. Paridi Asyudewi memiliki kapal tongkang sebagai bungker atau tempat penyimpanan solar berkapasitas sebesar 550 kl. Kondisi dari kedua tangki solar tersebut dalam keadaan baik/memadai; begitupun dengan kondisi tongkang (sub-subbab 5.2.1). Tangki solar SPDN dan SPBN berfungsi sebagai tempat penampungan solar dan melalui pom/dispenser solar disalurkan ke jerigen-jerigen solar nelayan. Pom/dispenser SPDN berada di kolam/dermaga I, sedangkan pom/dispenser solar SPBN dan SPBB berada di kolam II. Keberadaan pom/dispenser solar SPDN di kolam I memudahkan nelayan dalam mengisi solar, terutama nelayan pancing

3 rumpon yang konsentrasinya berada di kolam/dermaga I. Hal ini memberi nilai positif untuk pengembangan penyediaan/penyaluran solar di PPN Palabuhanratu. (4) Dekatnya jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal pancing rumpon Gambar 29 Pom/dispenser solar SPDN KUD Mina MSL di dermaga I Lokasi penyaluran solar SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut sangat dekat, yaitu berada di dermaga/kolam I yang merupakan tempat tambat-labuh kapalkapal penangkapan ikan < 30 GT, termasuk kapal pancing rumpon (Gambar 29). Kapal pancing rumpon yang akan mengisi solar dapat langsung menambatkan kapalnya di dekat pom/dispenser solar {sub-subbab (butir 3)}. Hal ini sangat memudahkan nelayan dalam pengisian solar. Selain itu, nelayan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk upah angkut. (5) Adanya sistem berlangganan dalam pembelian solar Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penyalur solar di PPN Palabuhanratu, nelayan dalam membeli solar ke pihak penyedia/penyalur cenderung menunjukkan sistem berlangganan (sub-subbab 5.2.1). Sistem berlangganan dalam pembelian solar adalah dimana nelayan pancing rumpon hanya membeli solar pada penyedia/penyalur solar yang sama, selama penyedia/penyalur tersebut masih memiliki solar. Hal ini sesuai dengan data laporan hasil penjualan bulanan yang diserahkan penyedia/penyalur solar ke pihak PPN Palabuhanratu. Kapal yang sama hanya mengisi solar di satu tempat penyalur. Namun jika di pom/dispenser solar tersebut kehabisan solar, nelayan lebih memilih membeli di SPBU yang berada di luar PPN Palabuhanratu daripada ke penyalur solar lainnya di pelabuhan.

4 (6) Adanya instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu Instalasi air bersih yang ada di PPN Palabuhanratu berupa reservoir/tempat penampungan air untuk menampung air yang berasal dari PDAM (sub-subbab 5.2.3). Selain itu, menurut Qadarian (2010), terdapat satu unit menara air dengan kapasitas 400 m 3 yang berada di dekat kantor PPN Palabuhanratu. Oleh sebab itu, penyaluran air bersih di PPN Palabuhanratu masih cukup besar. Kondisi penampungan air bersih juga dalam keadaan berfungsi dengan baik. Untuk nelayan yang berada di dermaga/kolam I (termasuk nelayan pancing rumpon), air bersih disalurkan dengan selang plastik melalui kran air yang terdapat di dermaga I ke blong-blong dan jerigen-jerigen air nelayan. Kran air ini dekat dengan konsentrasi nelayan, sehingga memudahkan nelayan dalam mengisi air bersih untuk kebutuhan melautnya. Adanya fasilitas dan instalasi air bersih ini memberikan nilai positif bagi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. (7) Dekatnya jarak penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal pancing rumpon Lokasi penyaluran air bersih juga sangat dekat yakni berada di dermaga I (sub-subbab 5.2.3). Kapal yang tambat labuh di kolam I termasuk kapal pancing rumpon dapat langsung menambatkan kapalnya dan mengeluarkan jerigen airnya ke dekat kran air. Posisi kran air ini mempermudah nelayan pancing rumpon dalam pengisian air. Selain itu, dapat menghemat biaya pengeluaran berupa biaya angkut. 2) Kelemahan (Weakness) (1) Adanya pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina Penyalur solar PT. Pertamina di PPN Palabuhanratu, yaitu SPDN, SPBN dan SPBB memiliki pasokan/kuota solar yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara, pada tahun 2010 SPDN memperoleh pasokan/kuota solar sebesar 136 kl per bulan, SPBN sebesar 600 kl per bulan, dan SPBB sebesar 400 kl. Dari ketiga penyalur solar tersebut, nelayan pancing rumpon hanya mengisi solar di SPDN dan SPBB, tidak di SPBN. Hal ini dikarenakan SPBN hanya mau mengisi solar pada kapal-kapal GT (sub-subbab 5.2.1), sedangkan kapal-kapal pancing rumpon berukuran 6 GT.

5 Besaran pasokan/kuota solar tersebut di atas belum dapat memenuhi kebutuhan nelayan. Hal ini dapat dilihat dari seringnya SPDN kehabisan solar kurang dari satu bulan, sehingga nelayan harus membeli ke SPBU yang berada di luar pelabuhan. Kehabisan solar ini disebabkan SPDN KUD Mina MSL tidak hanya menyalurkan solar ke kapal pancing rumpon, namun juga ke kapal-kapal berukuran < 30 GT lainnya yang menggunakan solar. Dengan demikian pembatasan pasokan/kuota solar merupakan kelemahan dalam pengembangan bahan kebutuhan melaut (solar) nelayan pancing rumpon. (2) Penyalur solar SPBN hanya menyalurkan solar ke kapal penangkapan ikan GT Penyalur solar SPBN seharusnya menyalurkan solar untuk semua kapalkapal penangkapan ikan < 30 GT (termasuk kapal pancing rumpon yang berukuran 6 GT), sama halnya dengan SPDN. Namun SPBN PT. Mekartunas Rayasejati hanya menyalurkan solar untuk kapal penangkapan ikan GT {sub-subbab (butir 2)}. Hal ini terlihat dari laporan data penjualan SPBN tersebut. Selama penelitian juga tidak ditemui adanya kapal pancing rumpon yang mengisi solar di SPBN. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pengurus kapal pancing rumpon, nelayan pancing rumpon memang tidak ada yang mengisi solar di SPBN. Alasannya, karena SPBN hanya mau mengisi solar untuk kapal penangkapan ikan berukuran GT. Hal ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, menyebabkan nelayan pancing rumpon membeli solar di SPBU jika pasokan/kuota solar di SPDN dan SPBB habis. (3) Lokasi SPBN jauh dari lokasi konsentrasi kapal-kapal nelayan pancing rumpon Lokasi pom/dispenser solar SPBN berada di dermaga/kolam II {sub-subab (butir 2)}. Hal ini menyebabkan nelayan dengan ukuran < 30 GT yang bertambat-labuh di kolam I, termasuk kapal-kapal pancing rumpon harus mengeluarkan biaya tambahan berupa biaya angkut jika membeli solar di SPBN. (4) Nelayan sering berhutang dalam pembelian solar Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penyalur solar dan nelayan, nelayan sering berhutang dalam pembelian solar kepada pihak penyalur. Hal ini menyebabkan pihak penyalur kesulitan atau terlambat dalam pembelian solar ke

6 PT. Pertamina. Akibatnya pom/dispenser tutup selama beberapa hari atau hingga nelayan kembali dari laut dan melunasi hutangnya. (5) Tidak ada pabrik es di PPN Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu tidak memiliki pabrik es (sub-subbab 5.2.2). Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PPN Palabuhanratu, tidak adanya pabrik es di PPN Palabuhanratu dikarenakan tidak adanya lahan untuk pembangunan pabrik es dan keterbatasan sumber air sebagai bahan baku pembuatan es. Untuk memenuhi kebutuhan es, nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu memesan dari dua pabrik es yang berada di luar pelabuhan yaitu PT. Tirta Jaya (Desa Benteng, Jayanti), dan PT. Saripetojo (Sukabumi). Kedua pabrik es ini mendistribusikan es tidak hanya untuk nelayan, tetapi juga untuk depot-depot es masyarakat umum. Hal ini menyebabkan terjadinya keterlambatan dan antrian dalam pendistribusian es, sehingga berpengaruh pada waktu keberangkatan melaut nelayan. (6) Adanya dermaga muat namun tidak diterapkan Dermaga di pelabuhan perikanan utamanya berfungsi sebagai tempat mendaratkan hasil tangkapan (dermaga pendaratan), dan atau mengisi bahan kebutuhan melaut (dermaga muat) bagi kapal-kapal penangkapan ikan. Di pelabuhan perikanan, dermaga selain berfungsi untuk membongkar muatan (unloading) dan mengisi bahan kebutuhan melaut (out fitting), juga dapat digunakan untuk berlabuh (idle berthing). Ketiga kegiatan tersebut dilakukan di dua dermaga, namun adakalanya ketiga kegiatan tersebut dilakukan pada satu dermaga yang sama (Lubis 2006). Di PPN Palabuhanratu, dermaga I, yang merupakan dermaga muat, memiliki panjang 500 m. Dermaga ini sekaligus juga merupakan tempat konsentrasi kapal-kapal nelayan pancing rumpon. Pihak pelabuhan menetapkan areal pengisian bahan kebutuhan melaut bagi kapal < 30 GT di dermaga I sepanjang 106 m. Namun kenyataannya dilapangan, nelayan tidak menjalankan aturan tersebut. Sebagian besar nelayan termasuk nelayan pancing rumpon melakukan ketiga aktivitas tersebut di atas pada satu tempat dimana kapal tersebut bertambat. Selain itu, masih banyak kapal nelayan yang bertambat sembarangan.

7 Misalnya setelah mendaratkan hasil tangkapan, nelayan tetap bertambat di dermaga pendaratan. Akibatnya, banyak nelayan yang tidak dapat mendaratkan hasil tangkapan di dermaga pendaratan yang telah ditentukan. Tidak berjalannya aturan zonasi dermaga untuk bongkar-muat selain disebabkan oleh ketidakdisiplinan nelayan-nelayan di atas, juga disebakan oleh kurang tegasnya petugas pelabuhan dalam mengawasi kapal-kapal penangkapan ikan yang akan tambat-labuh. Hal ini menjadi kelemahan, sebab berpengaruh terhadap aktivitas pengisian bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon. Tidak jarang nelayan harus melompati beberapa kapal untuk dapat memperoleh dan membawa bahan kebutuhan melautnya karena posisi kapalnya berada di tengah kolam. (7) Kolam I pelabuhan telah overcapacity Kolam pelabuhan berfungsi sebagai pintu masuk kapal penangkapan ikan yang akan tambat-labuh atau bongkar-muat di dermaga. Berdasarkan PPN Palabuhanratu (2011), pada tahun 2010 jumlah perahu motor tempel dan kapal motor yang beroperasi di PPN Palabuhanratu adalah sejumlah 837 unit dengan fluktuasi sebesar 28,18 % dan sudah melebihi dari jumlah optimal yang ditargetkan yaitu 462 unit atau telah berada pada kondisi kelebihan tampung (overcapacity). Jumlah armada yang beroperasi tersebut, juga berpengaruh pada daya tampung kolam pelabuhan. Kondisi jumlah armada tersebut mengakibatkan kolam pelabuhan sudah tidak mampu lagi untuk menampung seluruh jumlah kapal/perahu yang ada apabila sedang tambat. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti, kondisi kolam I pelabuhan adalah benar telah mengalami kelebihan tampung, akibatnya nelayan kesulitan untuk tambat dan melakukan bongkar-muat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, hal ini dikarenakan kurang tegasnya petugas pelabuhan dalam menangani kapal-kapal penangkapan ikan yang akan tambat-labuh sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan selain kurang disiplinnya nelayan. Akibatnya kapal-kapal ditambatkan secara sembarangan. Selain itu, di kolam juga banyak dijumpai nelayan yang melakukan perbaikan kapal di kolam. Ketidakteraturan nelayan dalam melakukan kegiatan di kolam dan dermaga pelabuhan berdampak selain pada aktivitas pendaratan hasil tangkapan juga pada

8 pengisian bahan kebutuhan melaut nelayan. Ketidakteraturan ini semakin berlebihan dengan adanya perahu/kapal rusak atau karam yang dibiarkan berada di kolam pelabuhan. 6.2 Faktor Strategi Eksternal dari Pihak Penyalur Bahan Kebutuhan Melaut dan Pihak PPN Palabuhanratu sebagai Fasilitator Faktor eksternal berupa peluang yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan ancaman merupakan faktor yang harus dihindari. Fakor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut: 1) Peluang (Opportunity) (1) Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon Jumlah armada perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu semakin meningkat sejak tahun 2005 {sub-subbab (butir 2)}. Hal ini juga diindikasikan dengan adanya pembuatan kapal-kapal baru di docking pelabuhan (Gambar 30). Berdasarkan data PPN Palabuhanratu, pertambahan kapal-kapal pancing rumpon baru, cenderung dilakukan oleh pemilik yang sama, sehingga pemilik tersebut memiliki beberapa kapal pancing rumpon. Gambar 30 Pembuatan kapal-kapal pancing rumpon baru

9 Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon semakin meningkatkan jumlah rumpon, dan bersamaan dengan meningkatnya posisi pemasangan rumpon yang semakin jauh {sub-subbab (butir 4)} tentu saja akan memberikan peluang terhadap peningkatan jumlah kebutuhan bahan melaut perikanan pancing rumpon. Semakin tingginya jumlah kebutuhan bahan melaut perikanan pancing rumpon akan menjadi peluang pula dalam pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. (2) Adanya armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut Armada penangkapan ikan yang mengisi bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu bukan hanya armada penangkapan ikan yang menjadikan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base-nya, namun juga oleh kapal-kapal penangkapan ikan pendatang. Kapal-kapal penangkapan ikan pendatang tersebut tidak hanya berasal dari PP/PPI yang berada di Kabupaten Sukabumi, namun juga dari berbagai daerah di Indonesia. Kapal-kapal pendatang tersebut dapat bertujuan mendaratkan hasil tangkapannya lalu mengisi bahan kebutuhan melaut seperti solar, es, dan air bersih; atau dapat juga hanya mengisi bahan kebutuhan melaut saja. Hal ini menjadi peluang untuk pengembangan bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu, baik untuk memenuhi kebutuhan kapal-kapal penangkapan ikan yang berdomisili di PPN Palabuhanratu (termasuk kapal pancing rumpon) maupun kapal-kapal penangkapan ikan pendatang tersebut. (3) Adanya rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah merencanakan akan mengembangkan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu menjadi pelabuhan perikanan tipe Samudera (Lampiran 2). Pada lampiran tersebut terlihat rencana pengembangan dengan pembangunan dermaga/kolam III. Bersama dengan itu pemerintah propinsi Jawa Barat juga telah menetapkan prioritas pengembangan perikanan laut di pantai selatan Jawa Barat dengan pusatnya di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Pemerintah Kabupaten Sukabumi juga mendukung pengembangan tersebut (Lamatta 2008). Adanya rencana pengembangan ini memberikan peluang akan bertambah dan

10 meningkatnya fasilitas kepelabuhanan perikanan terutama terkait dengan fasilitas bahan kebutuhan melaut nelayan, khususnya nelayan pancing rumpon. 2) Ancaman (Threats) (1) Terlambatnya penyaluran solar dari Pertamina Adalah sering terjadi keterlambatan pengiriman solar oleh PT. Pertamina akibat adanya antrian dalam pengiriman solar di terminal BBM PT. Pertamina. Akibat keterlambatan tersebut, penyedia/penyalur solar SPDN terpaksa tutup sehingga truk tangki penyaluran/pengiriman solar PT. Pertamina terlambat tiba di pelabuhan {sub-subbab (butir 3)}. Dalam pengiriman solar ke penyalur solar yang berada di PPN Palabuhanratu, PT. Pertamina mendistribusikan solar dari Depot Padalarang; Bandung. Waktu tempuh dari Depot Padalarang ke PPN Palabuhanratu dengan kecepatan normal km/jam adalah kurang lebih 6-7 jam perjalanan. Hal ini juga berpengaruh pada keterlambatan pendistribusian solar PT. Pertamina ke PPN Palabuhanratu. Menurut penyalur solar di PPN Palabuhanratu, pendistribusian solar oleh PT. Pertamina sering terlambat dan juga terjadi antrian. (2) Terlambatnya penyaluran es balok ke pelabuhan Penyalur es balok nelayan pancing rumpon berasal dari luar pelabuhan, sehingga terjadi keterlambatan pengiriman es balok. Hal ini terjadi karena adanya antrian penditribusian es balok. Pihak penyalur es tidak hanya mendistribusikan es ke nelayan, namun juga ke depot-depot es yang berada di pelabuhan dan di luar pelabuhan (sub-subbab 5.2.2). (3) Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah walaupun pada akhirnya tidak jadi, berpengaruh pada biaya operasional nelayan (seperti kenaikan harga BBM beberapa tahun yang lalu), khususnya nelayan pancing rumpon karena meningkatnya harga-harga barang-barang lainnya termasuk biaya bahan-bahan kebutuhan melaut. Menurut Fauziyah (2003), pada perikanan tangkap, biaya operasional terbesar dalam operasi penangkapan ikan adalah biaya BBM yang dapat menghabiskan sekitar 30-45% dari total biaya operasional.

11 Dampak rencana kenaikan harga BBM akan berlangsung selama waktu tertentu. Menurut Pane (2007), dampak tersebut dapat berlangsung selama 8-9 bulan. Selanjutnya Pane menyebutkan bahwa untuk kategori nelayan kecil (< 30 GT) dan sedang (30-50 GT), ada tiga respon yang dilakukan nelayan terhadap kenaikan harga BBM yaitu : a. Bereaksi : pasrah s/d protes informal, sebagian sementara tidak melaut, dan ada yang berkeinginan menjual unit penangkapannya. Respon ini terjadi pada bulan ke 1 s/d 2. b. Mulai beradaptasi dengan keadaan : melakukan upaya-upaya mengurangi biaya operasional melaut, misalnya mengoplos solar dengan minyak tanah atau bahan lainnya; mengurangi lama melaut; mengurangi jumlah trip melaut; mengurangi jumlah ABK; dan lain-lain. Respon ini terjadi pada bulan ke-3 s/d 7/8. c. Telah beradaptasi dengan kenaikan harga BBM. Respon ini terjadi pada bulan ke-8 s/d 9. Sehubungan dengan hal di atas, rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah dapat menjadi ancaman bagi pengembangan bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu. 6.3 Strategi Pengembangan Penyediaan/Penyaluran Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Faktor internal yang diperoleh dari hasil identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh penyedia/ penyalur dan pihak pelabuhan (subbab 6.1) untuk selanjutnya disusun dalam matrik faktor internal (Internal Factor Analysis Summary/IFAS Tabel 36). Faktor eksternal diperoleh dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman yang berasal dari faktor-faktor luar pihak penyedia/penyalur dan pihak pelabuhan untuk selanjutnya disusun dalam matrik faktor strategi eksternal (External Factor Analysis Summary/EFAS Tabel 37).

12 Tabel 36 Matriks analisis faktor internal (IFAS) pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Kode Faktor-faktor Internal Skor Bobot Nilai (Skor x Bobot) Kekuatan (Strength) S1 Adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT S2 Penyedia/penyalur telah memiliki izin penyaluran solar dari PT. Pertamina S3 Adanya instalasi solar di PPN Palabuhanratu S4 Dekatnya jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon S5 Adanya "sistem berlangganan" dalam pembelian solar S6 Adanya instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu S7 Dekatnya jarak lokasi penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon Sub Jumlah Kelemahan (Weakness) W1 Adanya pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina W2 Penyalur solar SPBN hanya menyalurkan solar ke kapal penangkapan ikan GT W3 Lokasi SPBN jauh dari lokasi konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon W4 Nelayan sering berhutang dalam pembelian solar W5 Tidak ada pabrik es di PPN Palabuhanratu W6 Adanya dermaga muat namun tidak diterapkan W7 Kolam I pelabuhan telah overcapacity Sub Jumlah Jumlah Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) diperoleh total nilai (skor x bobot) sebesar 345. Nilai ini berada pada kriteria baik ( 344); yang menunjukkan kondisi internal berupa kekuatan dari pihak penyedia/penyalur solar, es balok, air bersih maupun pihak PPN Palabuhanratu sebagai fasilitator dalam keadaan dominan (subbab 3.4).

13 Tabel 37 Matriks analisis faktor eksternal (IFAS) pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Kode Faktor-faktor Eksternal Skor Bobot Nilai (Skor x Bobot) Peluang (Opportunity) O1 Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon O2 Adanya armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut O3 Adanya rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu Sub Jumlah Ancaman (Threatment) T1 Terlambatnya penyaluran solar dari PT. Pertamina T2 Terlambatnya penyaluran es balok ke pelabuhan T3 Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah Sub Jumlah Jumlah Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) diperoleh total nilai (skor x bobot) sebesar 405. Nilai ini berada pada kriteria baik ( 404); yang menunjukkan kondisi eksternal berupa peluang dari pihak penyedia/penyalur solar, es balok, air bersih maupun pihak PPN Palabuhanratu sebagai fasilitator dalam keadaan dominan (subbab 3.4). Nilai-nilai yang diperoleh dari identifikasi faktor-faktor internal (345) dan eksternal (405), selanjutnya digunakan dalam analisis matrik internal-eksternal (subbab 3.4). Berdasarkan analisis tersebut diperoleh posisi pihak penyedia/ penyalur dan pihak pelabuhan berada pada fase pertumbuhan dan strategi pengembangan berada pada posisi integrasi vertikal. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan izin penyaluran solar untuk pengajuan penambahan pasokan/kuota solar ke PT. Pertamina, pengoptimalan pemanfaatan fasilitas yang telah ada, pengadaan pabrik es, dan ketegasan petugas dalam pelaksanaan aturan yang ada (untuk faktor internal); sedangkan untuk faktor eksternal dilakukan dengan cara menjalankan rencana pengembangan PPNP menjadi PPSP, dan

14 pengajuan subsidi BBM khusus nelayan; sedangkan berdasarkan matriks SWOT diperoleh strategi sebagai berikut (Tabel 38). Tabel 38 Strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berdasarkan matriks SWOT EFAS Peluang (O) IFAS 1. Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon (O1) 2. Adanya armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut (O2) 3. Adanya rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu (O3) Kekuatan (S) 1. Adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT (S1) 2. Penyedia/penyalur telah memiliki izin penyaluran solar dari PT. Pertamina (S2) 3. Adanya instalasi solar di PPN Palabuhanratu (S3) 4. Dekatnya jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon (S4) 5. Adanya "sistem berlangganan" dalam pembelian solar (S5) 6. Adanya instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu (S6) 7. Dekatnya jarak lokasi penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon (S7) Strategi SO 1. Mengoptimalkan penyedia/ penyalur yang ada, izin penyaluran & fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut agar dapat memenuhi kebutuhan solar kapal-kapal pancing rumpon yang semakin meningkat & kapal pendatang (S1, S2, S3, S4, S6, S7, O1, O2) 2. Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut yang telah ada dalam rangka rencana peningkatan status PPN menjadi PPS (S3, S4, S6, S7, O3) 3. Penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut meningkatkan pelayanan penyalurannya untuk menarik nelayan yang memiliki kapal-kapal baru & nelayan kapal pendatang (S5, O1, O2) Kelemahan (W) 1. Adanya pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina (W1) 2. Penyalur solar SPBN hanya menyalurkan solar ke kapal penangkapan ikan GT (W2) 3. Lokasi SPBN jauh dari lokasi konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon (W3) 4. Nelayan sering berhutang dalam pembelian solar (W4) 5. Tidak ada pabrik es di PPN Palabuhanratu (W5) 6. Adanya dermaga muat namun tidak diterapkan (W6) 7. Kolam I pelabuhan telah overcapacity (W7) Strategi WO 1. Peningkatan jumlah kapal-kapal baru dan & kapal pendatang memerlukan peningkatan jatah pasokan/kuota solar (W1, O1, O2) 2. Peningkatan jumlah kapalkapal baru & kapal pendatang memerlukan penyaluran solar tidak hanya ke kapal GT, namun juga kapal < 20 GT termasuk pancing rumpon (W2, O1, O2) 3. Peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS memerlukan pembangunan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut, seperti pabrik es, dermaga dan kolam pelabuhan (W3, W5, W6, W7, O3). 4. Agar penyaluran solar ke kapal-kapal pancing rumpon baru & kapal penda-

15 Tabel 38 lanjutan Ancaman (T) 1. Terlambatnya penyaluran solar dari PT. Pertamina (T1) 2. Terlambatnya penyaluran es balok ke pelabuhan (T2) 3. Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah (T3) Strategi ST 1.Pengoptimalan izin penyaluran solar untuk pengajuan penyaluran solar dari lokasi terminal PT. Pertamina yang lebih dekat agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran (S2, T1) 2.Pemanfaatan izin oleh penyalur untuk pengajuan subsidi bagi nelayan agar rencana kenaikan harga BBM tidak berdampak pada nelayan (S2, T3) tang berjalan lancar, maka diperlukan ketegasan pihak penyalur agar nelayan tidak berhutang (W4, O1, O2) 5. Perlunya ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan di dermaga dan kolam pelabuhan untuk mendukung peningkatan kapal-kapal baru dan kapal pendatang (W6, W7, O1, O2) Strategi WT 1. Pembangunan pabrik es di PPN Palabuhanratu agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran es (W5, T2) 2. Pengajuan peningkatan jatah pasokan/kuota solar untuk menutupi keterlambatan penyaluran oleh PT. Pertamina (W1, T1) Berdasarkan strategi SWOT pada Tabel 38, diperoleh dua belas strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu, sebagai berikut : Strategi SO 1) Mengoptimalkan penyedia/penyalur yang ada, izin penyaluran & fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut agar dapat memenuhi kebutuhan solar kapalkapal pancing rumpon yang semakin meningkat & kapal pendatang (S1, S2, S3, S4, S6, S7, O1, O2) 2) Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut yang telah ada dalam rangka rencana peningkatan status PPN menjadi PPS (S3, S4, S6, S7, O3) 3) Penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut meningkatkan pelayanan penyalurannya untuk menarik nelayan yang memiliki kapal-kapal baru & nelayan kapal pendatang (S5, O1, O2)

16 Strategi WO 1) Peningkatan jumlah kapal-kapal baru dan & kapal pendatang memerlukan peningkatan jatah pasokan/kuota solar (W1, O1, O2) 2) Peningkatan jumlah kapal-kapal baru & kapal pendatang memerlukan penyaluran solar tidak hanya ke kapal GT, namun juga kapal < 20 GT termasuk pancing rumpon (W2, O1, O2) 3) Peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS memerlukan pembangunan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut, seperti pabrik es, dermaga & kolam pelabuhan (W3, W5, W6, W7, O3) 4) Agar penyaluran solar ke kapal-kapal pancing rumpon baru & kapal pendatang berjalan lancar, maka diperlukan ketegasan pihak penyalur agar nelayan tidak berhutang (W4, O1, O2) 5) Perlunya ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan di dermaga dan kolam pelabuhan untuk mendukung peningkatan kapal-kapal baru dan kapal pendatang (W6, W7, O1, O2) Strategi ST 1) Pengoptimalan izin penyaluran solar untuk pengajuan penyaluran solar dari lokasi terminal PT. Pertamina yang lebih dekat agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran solar (S2, T1) 2) Pemanfaatan izin oleh penyalur solar untuk pengajuan subsidi bagi nelayan agar rencana kenaikan harga BBM tidak berdampak pada nelayan (S2, T3) Strategi WT 1) Pembangunan pabrik es di PPN Palabuhanratu agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran es (W5, T2) 2) Pengajuan peningkatan jatah pasokan/kuota solar untuk menutupi keterlambatan penyaluran oleh PT. Pertamina (W1, T1) Berdasarkan strategi-strategi di atas kemudian dirumuskan strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu adalah mengoptimalkan izin penyaluran solar untuk penambahan pasokan/kuota solar; peningkatan pelayanan penyaluran

17 oleh penyedia/penyalur solar; pembangunan fasilitas terkait kegiatan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut: pabrik es, dermaga, dan kolam pelabuhan; serta ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan terkait penggunaan dermaga dan kolam pelabuhan guna mendukung peningkatan armada perikanan pancing rumpon secara khusus dan kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi secara umum; atau disingkat Peningkatan fasilitas bahan kebutuhan melaut untuk perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu.

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU

5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 58 5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Perikanan Pancing Rumpon 5.1.1 Unit penangkapan pancing rumpon Perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu semakin

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Pancing Tonda Pada klasifikasi Brandt (2005), pancing tonda masuk ke dalam kelompok perikanan pancing (lines); sedangkan dalam klasifikasi statistik perikanan Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU 59 5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Kondisi Aktual Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sebagaimana telah dikemukakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS

BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain LEmBRGn PEHELITinn STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR Jonny Zain ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2008 di Pelabuhan

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT

JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT OLEH RIMA STEFI EKARISKI FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Validitas dan Realibilitas Data Sebelum menghitung besarnya tingkat kualitas pelayanan di PPS Nizam Zachman Jakarta, perlu dilakukan pengujian

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN FASILITAS DAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI M.

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN FASILITAS DAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI M. TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN FASILITAS DAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI M. IQBAL HIDAYAT DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 43-49, Desember 2012 Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Strategic analysis

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT. 1 THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE Oleh : Rendra Triardi 1), Jonny Zain, M.Si 2), dan Syaifuddin, M.Si 2) ABSTRACT Rendra_triardi@yahoo.com This

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TERHADAP KELANCARAN OPERASI PENANGKAPAN IKAN ARMADA PAYANG

PERAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TERHADAP KELANCARAN OPERASI PENANGKAPAN IKAN ARMADA PAYANG PERAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TERHADAP KELANCARAN OPERASI PENANGKAPAN IKAN ARMADA PAYANG MUHAMMAD REZA QADARIAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 52 5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Fasilitas Pelayanan Penyediaan Bahan Perbekalan Kapal Perikanan Selama di laut, nelayan tetap melakukan aktivitas layaknya di darat seperti makan,

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

D. Bambang Setiono Adi, Alfan Jauhari. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

D. Bambang Setiono Adi, Alfan Jauhari. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Studi Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Kabupaten Trenggalek dengan Menggunakan Metode SWOT (Strenghts Weakness Opportunity Threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) D.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan 13 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dilakukan di PPN Palabuhanratu. Sebagai kasus dalam penelitian ini adalah kondisi perikanan yang berbasis di pelabuhan ini dengan

Lebih terperinci

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung 2. TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung dari badai atau ombak sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar atau membuang sauh sedemikian rupa sehingga bongkar

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 yang bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat

Lebih terperinci

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5.1 Keadaan Umum 5.1.1 Letak dan sejarah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh secara geografis terletak pada 4 0 07 30 LU dan 96 0 30 BT dan terletak di wilayah

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain THE STUDY of SPATIAL PLANNING FACILITIES BRONDONG FISHING PORT LAMONGAN DISTRICT EAST JAVA PROVINCE (Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 1-11 EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA Jonny Zain 1), Syaifuddin 1), Yudi Aditya 2) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Silvia Sely Murthy, 2014 Analisis rantai nilai dan strategi pengembangan industri kreatif di kota bandung dan cimahi.

DAFTAR ISI Silvia Sely Murthy, 2014 Analisis rantai nilai dan strategi pengembangan industri kreatif di kota bandung dan cimahi. DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah.. 8 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. maka perlu dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang sebagai sarana pokok, melalui suatu perencanaan pengembangan

PENDAHULUAN. maka perlu dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang sebagai sarana pokok, melalui suatu perencanaan pengembangan STUDI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PRIGI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWOT (STRENGHTS WEAKNESS OPPORTUNITY THREATS) DAN QSPM (QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX) D.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I 1.1 Tinjauan Umum Indonesia adalah negara kepulauan yang mana luas wilayah perairan lebih luas dibanding luas daratan. Oleh karena itu pemerintah saat ini sedang mencoba untuk menggali potensi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2013 Vol. 2 No. 2 Hal : 159-169 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 009. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAN FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TAHUN GILANG TRIONO

PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAN FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TAHUN GILANG TRIONO PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAN FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TAHUN 1993-2014 GILANG TRIONO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 21 Pulau Ambon

Gambar 21 Pulau Ambon 4 KONDISI UMUM PPN AMBON 4.1 Lokasi dan wilayah kerja PPN Ambon Wilayah Perairan kota Ambon dapat dibagi atas 4 (empat) wilayah perairan, yaitu: perairan Teluk Ambon Dalam, Perairan Teluk Ambon Luar, perairan

Lebih terperinci

5. FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU

5. FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU 5. FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU Berjalannya fungsi pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas dan juga berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas pelabuhan. Fasilitas pokok

Lebih terperinci

6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP

6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP 40 6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP Fasilitas pabrik es merupakan bentuk pelayanan yang disediakan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Keberadaan fasilitas ini beserta pelayanan

Lebih terperinci

2 METODOLOGI PENELITIAN

2 METODOLOGI PENELITIAN 11 2 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2013 di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Singapura (Port of Singapore Authority).

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

6 PRAKIRAAN DAMPAK PEMINDAHAN PPI PANGANDARAN

6 PRAKIRAAN DAMPAK PEMINDAHAN PPI PANGANDARAN 77 6 PRAKIRAAN DAMPAK PEMINDAHAN PPI PANGANDARAN Keberadaan pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran dan obyek wisata bahari di Pangandaran sudah ada sejak lama. Aktivitas wisata bahari belum seramai

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan Hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari hasil tangkapan nelayan di laut dengan menggunakan alat tangkap tertentu dan didaratkan di

Lebih terperinci

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port Contributions of Tiku Fishing Port (PPI Tiku) for fisheries sector at Agam regency, West Sumatera province, Indonesia Erly Novida Dongoran 1), Jonny Zain 2), Syaifuddin 2) 1) Student of Fisheries and Marine

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan bobot faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru

Lampiran 1 Perhitungan bobot faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru 6 Lampiran Perhitungan bobot faktor internal Pangandaran di lokasi baru Kekauatan Kelemahan Internal Kekuatan Kelemahan Bobot Xi (%) a b c d e f a b c d e f g h i a. Dukungan dari pemerintah daerah berupa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI Berdasarkan dari hasil kajian ini, rekomendasi tentang evaluasi pelaksanaan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan sebagai berikut:

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS Faktor-faktor strategis pembentuk SWOT PT. KLS

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS Faktor-faktor strategis pembentuk SWOT PT. KLS BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS 5.1. Faktor-faktor strategis pembentuk SWOT PT. KLS Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan strategi, dan kebijakan perusahaan.

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN KAPAL PENYAMBANG TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN DI PELABUHAN PERIKANAN MUARA KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT

DAMPAK KEBERADAAN KAPAL PENYAMBANG TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN DI PELABUHAN PERIKANAN MUARA KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT Martiah, A., dkk, Dampak Keberadaan Kapal Penyambang... DAMPAK KEBERADAAN KAPAL PENYAMBANG TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN DI PELABUHAN PERIKANAN MUARA KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT (PRESENCE

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana 75% dari luas wilayahnya adalah perairan laut. Luas keseluruhan wilayah Indonesia mencapai 5.8 juta kilometer persegi dan memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DATA. kesengajaan karena kondisi keluarga yang pindah ke Babadan untuk

BAB IV HASIL ANALISIS DATA. kesengajaan karena kondisi keluarga yang pindah ke Babadan untuk 36 BAB IV HASIL ANALISIS DATA 4.. Gambaran Umum Perusahaan Bisnis Air Isi Ulang BERKAH merupakan salah satu UKM yang bergerak di bidang air minum isi ulang dan didirikan pada tanggal Mei 204 dengan pemilik

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan kebutuhan terhadap pasar akan produk jenis ikan terus meningkat, berupa ragam produk ikan maupun banyaknya pangsa pasar yang membutuhkan produk jenis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini dilakukan Bulan Januari-April 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini dilakukan Bulan Januari-April 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini dilakukan Bulan Januari-April 2015.

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS DAN FASILITAS

6 AKTIVITAS DAN FASILITAS 48 6 AKTIVITAS DAN FASILITAS 6.1 Aktivitas PPI Perkembangan aktivitas kepelabuhanan di PPI Cituis didasarkan kepada fungsi pelabuhan perikanan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis VI. PERUMUSAN STRATEGI Formulasi alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap di Lampung Barat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap identifikasi faktor strategis yang meliputi faktor internal

Lebih terperinci

7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES

7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES 46 7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES Pembahasan mengenai Mekanisme penyediaan dan pendistribusi es adalah untuk mengetahui bagaimana suatu pabrik es sebagai fasilitas penyediaan es berjalan sesuai

Lebih terperinci

PENGKAJIAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT USAHA PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU ARDI YASA

PENGKAJIAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT USAHA PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU ARDI YASA PENGKAJIAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT USAHA PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU ARDI YASA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

SKRIPSI INI MILIK ROIF HARDANI C

SKRIPSI INI MILIK ROIF HARDANI C SKRIPSI INI MILIK ROIF HARDANI C54103076 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tangkapan, terutama ikan, merupakan sumber bahan pangan berprotein yang dibutuhkan oleh masyarakat; selain itu juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun LAMPIRAN 96 97 Lampiran 1 Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 Tahun Produktivitas Produksi Pertumbuhan Ratarata per Pertumbuhan ikan yang Rata-rata didaratkan

Lebih terperinci

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 59 5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 5.1 Kondisi Sanitasi Aktual di Dermaga dan Tempat Pelelangan Ikan PPP Lampulo (1) Kondisi dermaga Keberhasilan aktivitas

Lebih terperinci