BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS"

Transkripsi

1 BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sukabumi adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan sebelumnya maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 04 Juni 2012 Refi Hania Lubis C

3 ABSTRAK REFI HANIA LUBIS, C Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Sukabumi. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan IIN SOLIHIN. Penangkapan ikan berbasis rumpon mulai dikembangkan nelayan di perairan Palabuhanratu, khususnya Teluk Palabuhanratu sejak tahun Salah satu alat tangkap yang memanfaatkan rumpon adalah pancing tonda, yang disebut sebagai pancing rumpon oleh masyarakat nelayan di PPN Palabuhanratu. Bahan kebutuhan melaut memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran operasi penangkapan ikan dilaut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran jenis, biaya, pemetaan, dan strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kasus. Jenis dan besaran biaya bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon per trip di PPN Palabuhanratu adalah solar 500 liter dengan biaya Rp ,00; es balok 54 balok dengan biaya Rp ,00; air bersih 442 liter dengan biaya Rp17.800,00; dan ransum Rp ,00. Nelayan pancing rumpon memperoleh bahan kebutuhan melaut dari dalam dan luar pelabuhan dengan jarak yang bervariasi dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon : solar diperoleh dari SPBB (berjarak sekitar 430 m), SPDN (berjarak sekitar 40 m), dan SPBU (berjarak sekitar 200 m); es balok diperoleh dari PT. Tirta Jaya (berjarak sekitar 2,43 km) dan PT. Sari Petojo (dari utara berjarak sekitar 43,26 km dan dari selatan berjarak sekitar 42,66 km); air bersih bersumber dari PDAM yang dikelola oleh CV. Eko Mulyo yang berjarak sekitar 55m; sedangkan ransum diperoleh dari pasar yang berjarak sekitar 175 m. Terdapat beberapa permasalahan dan ancaman dalam pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon. Strategi yang dapat dilakukan pihak penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut dan pihak pengelola PPN Palabuhanratu adalah peningkatan fasilitas bahan kebutuhan melaut untuk perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Kata kunci : bahan kebutuhan melaut, PPN Palabuhanratu, perikanan pancing rumpon ii

4 ABSTRACT REFI HANIA LUBIS, C Fishing Supplies for Rumpon (Fish Aggregating Devices/FADs) fishing at archipelago fishing port (PPN) Palabuhanratu Sukabumi. Guided by ANWAR BEYPANE and IIN SOLIHIN. Rumpon (Fish Aggregating Devices/FADs)-based fishing has begun to be expanded by fishermen at the Palabuhanratu, especially at the Gulf Palabuhanratu since One of the fishing tools that used on FADs is trolling lines, known as FADs fishing by fisherman communities at PPN Palabuhanratu. And the fishing supplies have had important role in supporting fishing activities. So the objective of the research was to determine the scale of the type, cost, mapping, and development strategies of supply/distribution of fishing supplies on FADs fishing at PPN Palabuhanratu. The method used was descriptive method with case studies. Type and cost of fishing supplies on FADs fishing per trip at PPN Palabuhanratu is 500 liters diesel fuel at a cost of IDR ; 54 ice blocks at a cost of IDR ; 442 liters clean water at a cost of IDR ; and food stuff at a cost of IDR Fishermen that use FADs obtain fishing supplies from inner and outer port which have varying distance from FADs fishing boat concentration : diesel fuel obtained from SPBB (is about 430 m), SPDN (is about 40 m), and SPBU (is about 200 m); ice blocks obtained from PT. Tirta Jaya (is about 2,43 miles) and PT. Sari Petojo (from the north is about 43,26 miles and from the south is about 42,66 miles); clean water is sourced from PDAM, maintained by CV. Eko Mulyo which is about 55 m; whereas food stuff obtained from market which is about 175 m. There are few challenges and threats in the development supply/distribution of FADs fishing supplies. The strategy that can be done by the suppliers/distributors of fishing supplies and PPN Palabuhanratu administrator is increasing the fishing supplies facility for FADs fishing at PPN Palabuhanratu. Keywords : fishing supplies, FADs fishing, PPN Palabuhanratu iii

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB. iv

6 BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 v

7 Judul Skripsi Nama NRP Program Studi : Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sukabumi : Refi Hania Lubis : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si NIP NIP Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc NIP Tanggal Ujian : 07 Juni 2012 Tanggal Lulus : vi

8 PRAKATA Puji dan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Judul dari skripsi ini adalah Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sukabumi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini terdiri dari 7 Bab, berisikan Bab 1 Pendahuluan; Bab 2 Tinjauan Pustaka; Bab 3 Metodologi Penelitian; Bab 4 Keadaan Umum; Bab 5 Perikanan Pancing Rumpon dan Bahan Kebutuhan Melautnya di PPN Palabuhanratu; Bab 6 Strategi Pengembangan Penyediaan/Penyaluran Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu; dan Bab 7 Kesimpulan dan Saran. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, 07 Juni 2012 Refi Hania Lubis vii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si, atas bimbingan, pengarahan serta perhatiannya selama proses pra penelitian, penelitian, penyusunan skripsi, seminar, sidang, hingga perbaikan; 2) Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA atas kesediaannya menjadi penguji tamu serta masukan yang diberikan dalam rangka memperbaiki skripsi penulis menjadi lebih baik; 3) Dr. Ir. M. Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas petunjuk serta masukan yang diberikan dalam rangka memperbaiki skripsi penulis menjadi lebih baik; 4) Pihak PPN Palabuhanratu, khususnya Bapak Rukmana, Ibu Imas Masriyah, Bapak Eko Suheriyanto, Bapak Jajat, Bapak Bebey, Bapak Nurdin, Bapak Karma, dan Bapak Asep atas data, informasi dan bantuannya selama penelitian; 5) Nelayan dan pengurus kapal pancing rumpon PPN Palabuhanratu atas kesediaannya memberikan informasi selama penelitian; 6) Ayahanda Na im Lubis, Ibunda Misnawati, Abang-abangku (M. Haris Lubis & keluarga, Hardiman Lubis & keluarga, Hadia Putra Lubis, Hijrah Saputra Lubis), Adik-adikku (Insanil Aufa & keluarga, Rezania, Annita Nauli, Novenra Satria), dan seluruh keluarga besar atas segala kasih sayang, motivasi, bantuan baik moril maupun materil dan do anya; 7) Eko Sulkhani Y, S.Pi atas kasih sayang dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini; 8) Kakak Asep Hamzah atas bantuannya; Sahabat-sahabatku Alvi Rahmah, Soraya Gigentika, Pipih Hadiyanti, Rachman Rosadi dan seluruh temanteman seperjuangan PSP 43; Imelda (PSP 45); Rani Unifa, Waode Khairunnisa, Kakak Vergina A.P, Kakak Faniti Paramesuwari, Kakak Diana Sumolang, atas dorongan moral dan persahabatannya; 9) Semua pihak lainnya yang telah membantu dan memberikan motivasi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. viii

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Gading, Sumatera Barat, pada tanggal 29 Januari 1987 dari pasangan Na im Lubis dan Misnawati sebagai anak ke lima dari sembilan bersaudara. Penulis lulus dari SMA Amir Hamzah Medan pada tahun Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun pertama di IPB, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun kedua, penulis terseleksi masuk pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Metodologi Penelitian pada tahun ajaran 2009/2010 dan asisten praktikum mata kuliah Teknik Perencanaan Pembangunan dan Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan (TP5) pada tahun ajaran 20011/ Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) pada periode sebagai Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Keprofesian. Dalam rangka menyelesaikan studi, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sukabumi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di bawah bimbingan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Iin Solikhin, S.Pi, M.Si. ix

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..... xii DAFTAR GAMBAR..... DAFTAR LAMPIRAN. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Pancing Tonda Unit penangkapan pancing tonda Rumpon Bahan Kebutuhan Melaut Bahan kebutuhan melaut nelayan Bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan Pelabuhan Perikanan Pengertian dan fungsi pelabuhan perikanan Fasilitas pelabuhan perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Analisis SWOT METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Alat Bahan Metode Penelitian Analisis Data KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kondisi geografi dan iklim Kabupaten Sukabumi Penduduk Kabupaten Sukabumi Pendidikan Kabupaten Sukabumi Prasarana dan sarana umum Kabupaten Sukabumi xiv xvi x

12 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi Unit penangkapan ikan Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Prasarana perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi Pangkalan pendaratan ikan PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Perikanan Pancing Rumpon Unit penangkapan pancing rumpon Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Prosedur Penyediaan/Penyaluran dan Besaran Jenis Bahan Kebutuhan Melaut di PPN Palabuhanratu Bahan bakar minyak Es balok Air bersih Oli, minyak tanah, layang-layang, dan ransum Biaya Penyediaan Bahan Kebutuhan Melaut Pemetaan Bahan Kebutuhan Melaut STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 6.1 Faktor Internal Pihak Penyalur Bahan Kebutuhan Melaut dan Pihak PPN Palabuhanratu sebagai Fasilitator Faktor Eksternal dari Pihak Penyalur Bahan Kebutuhan Melaut dan Pihak PPN Palabuhanratu sebagai Fasilitator Strategi Pengembangan Penyediaan/Penyaluran Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran 122 DAFTAR PUSTAKA 124 xi

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Matriks SWOT Kriteria skor penilaian faktor internal penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Penghitungan nilai minimum-maksimum faktor-faktor internal Kriteria skor penilaian faktor eksternal penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Penghitungan nilai minimum-maksimum faktor-faktor eksternal 28 6 Matrik internal-eksternal Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi tahun Perkembangan jumlah armada penagkap ikan di Kabupaten Sukabumi tahun Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Sukabumi tahun Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan laut di Kabupaten Sukabumi tahun Jenis dan volume fasilitas yang ada di PPN Palabuhanratu tahun Jenis dan jumlah alat tangkap serta persentasenya di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah dan persentasi pertumbuhan nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun Daerah penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu menurut jenis/ ukuran kapal dan jenis alat tangkap tahun Jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Ukuran kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Produksi hasil tangkapan nelayan pancing rumpon di PPN xii

14 Palabuhanratu tahun Nilai produksi hasil tangkapan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah hari dan trip melaut nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah penggunaan es balok kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun menurut responden di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah air bersih kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah oli kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah minyak tanah kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah layang-layang kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Biaya solar nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Biaya es balok nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Biaya air bersih nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun menurut responden di PPN Palabuhanratu tahun Biaya oli nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Biaya minyak tanah nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Biaya layang-layang nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah biaya ransum kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun Matriks analisis faktor internal pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Matriks analisis faktor eksternal pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berdasarkan matriks SWOT 121 xiii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alat tangkap pancing tonda Rumpon di PPN Palabuhanratu Peta lokasi penelitian Komposisi jenis alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun Konstruksi pancing tonda di PPN Palabuhanratu Konstruksi pancing layang-layang di PPN Palabuhanratu Konstruksi pancing tomba jerigen di PPN Palabuhanratu Konstruksi pancing kondo-kondo di PPN Palabuhanratu Konstruksi pancing coping di PPN Palabuhanratu Konstruksi pancing taber di PPN Palabuhanratu Perkembangan jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Armada pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Konstruksi rumpon laut dalam di PPN Palabuhanratu Bagian-bagian rumpon di PPN Palabuhanratu Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Skema standar operasional prosedur (SOP) penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu tahun Tongkang sebagai SPBB (20a), mobil tangki (20b), dan kantor (20c) PT. Paridi Asyudewi di PPN Palabuhanratu tahun Tangki solar (21a), pom/dispenser solar (21b), dan kantor SPBN (21c) PT. Mekartunas Rayasejati di PPN Palabuhanratu tahun Tangki solar (22a), dispenser solar (22b) dan kantor SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (22c) di PPN Palabuhanratu tahun Truk pengangkut es balok PT. Tirta Jaya (23a) dan truk pengangkut es balok PT. Sari Petojo (23b) tahun xiv

16 24 Es balok dihacurkan (24a) dan es yang telah dihancurkan (curah) dimasukkan ke palkah kapal pancing rumpon (24b) tahun Rumah pompa (25a), kran air di dermaga I (25b) dan mobil tangki air (25c) milik PPN Palabuhanratu tahun Layang-layang yang digunakan nelayan pancing rumpon sebagai alat bantu pengoperasian pancing layang-layang dan pancing kondokondo di PPN Palabuhanratu tahun Jalur pembelian bahan kebutuhan melaut solar, air bersih, dan ransum nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Jalur pembelian es balok nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Pom/dispenser solar SPDN KUD Mina MSL di dermaga I Pembuatan kapal-kapal pancing rumpon baru. 115 xv

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lay out pelabuhan perikanan nusantara Palabuhanratu Layout rencana pengembangan pelabuhan perikanan samudera Palabuhanratu Wilayah operasional pelabuhan perikanan nusantara Palabuhanratu 134 xvi

18 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2004, usaha penangkapan ikan berbasis rumpon mulai dikembangkan oleh nelayan di perairan Palabuhanratu, khususnya Teluk Palabuhanratu (Besweni 2009). Salah satu alat tangkap yang memanfaatkan rumpon adalah pancing tonda, yang kemudian disebut sebagai pancing rumpon oleh masyarakat nelayan di PPN Palabuhanratu. Pancing rumpon mengalami peningkatan sejak keberadaannya pada tahun Berdasarkan data statistik PPN Palabuhanratu, pada tahun 2005 pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berjumlah 9 unit, tahun 2006 meningkat menjadi 20 unit, dan terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi 135 unit. Hasil tangkapan pancing rumpon yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti cakalang, yellowfin tuna/tuna sirip kuning, dan bigeye tuna/tuna mata besar berpengaruh pada penghasilan yang diperoleh nelayan menjadi lebih tinggi. Hal ini menjadi salah satu daya tarik nelayan dalam mengembangkan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Bahan kebutuhan melaut memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran operasi penangkapan ikan di laut. Jenis bahan kebutuhan melaut yang dibawa nelayan melaut berupa bahan bakar minyak (BBM), es, air bersih, ransum dan lain-lain. Jumlah bahan kebutuhan melaut yang dibawa nelayan bergantung pada jumlah hari melaut per tripnya. Semakin lama nelayan melaut, maka jumlah bahan kebutuhan yang dibawa juga semakin besar. Bahan kebutuhan melaut merupakan salah satu faktor yang vital dalam usaha kegiatan perikanan tangkap, sudah menjadi kewajiban dari pihak pelabuhan sebagai fasilitator untuk mengadakan fasilitas fungsionalnya. Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas pelabuhan, terutama fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut antara lain BBM, es dan air bersih. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan satusatunya pelabuhan tipe B di pantai selatan Jawa Barat, dan menjadi basis perikanan tangkap terbesar di Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya. Letak PPN Palabuhanratu sesuai dengan fungsinya memiliki peran strategis karena berada

19 2 pada posisi yang dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudera Hindia (Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP-RI 572 dan WPP-RI 573) dan akses pemasaran baik domestik maupun ekspor. Berdasarkan pengamatan awal peneliti di PPN Palabuhanratu, terjadi kekurangan bahan kebutuhan melaut nelayan, khususnya perikanan pancing rumpon. Hal ini dikarenakan masih banyak kendala yang dihadapi pelabuhan. Pelabuhan diduga masih belum dapat secara optimal menyediakan/menyalurkan bahan kebutuhan melaut untuk keseluruhan aktivitas sesuai jumlah yang dibutuhkan, terutama bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon. Penyebab hal tersebut diantaranya adalah tingkat kebutuhan akan bahan kebutuhan melaut yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, kegiatan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, ketersediaan dan kondisi fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut. Untuk itu, dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Hal ini perlu untuk menunjang kelancaran aktivitas melaut nelayan (khususnya perikanan pancing rumpon) dan operasional pelabuhan perikanan. 1.1 Permasalahan Penelitian 1) Belum diketahuinya jenis dan besaran biaya bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 2) Belum adanya pemetaan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 3) Belum diketahuinya strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk : 1) Mengetahui jenis dan besaran biaya bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 2) Membuat peta penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu.

20 3 3) Membuat strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Memberikan informasi mengenai jenis dan besaran biaya bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 2) Memberikan peta penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 3) Sebagai dasar pertimbangan atau bahan masukan bagi pihak penyedia/ penyalur bahan kebutuhan melaut (swasta) dan pihak pelabuhan dalam mengambil/menentukan kebijakan yang berhubungan dengan bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu.

21 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Pancing Tonda Pada klasifikasi Brandt (2005), pancing tonda masuk ke dalam kelompok perikanan pancing (lines); sedangkan dalam klasifikasi statistik perikanan Indonesia yang dikeluarkan Kementrian Kelautan dan Perikanan, pancing tonda masuk dalam kelompok pancing (hook and line) Unit penangkapan pancing tonda 1) Alat tangkap Konstruksi pancing tonda terdiri dari tali utama berupa nilon tunggal (monofilamen) dan memiliki panjang yang bervariasi, namun pada umumnya antara m; kili-kili (swivel); tali kawat (wire rope); mata pancing (hook), dapat berupa mata pancing tunggal maupun ganda; dan umpan tiruan, berbentuk cumi-cumi, ikan, dan lain-lain (Subani dan Barus 1989) (Gambar 1). Parameter utama alat tangkap ini adalah jumlah dan ukuran mata pancing yang dioperasikan dalam kegiatan penangkapan. Sumber : Gambar 1 Alat tangkap pancing tonda

22 5 Alat tangkap pancing tonda dioperasikan dengan cara ditarik secara horizontal oleh perahu atau kapal. Kecepatan kapal yang menarik pancing tonda bergantung pada ikan target tangkapan. Untuk ikan perenang cepat, seperti tuna dan cakalang biasanya ditarik dengan kecepatan antara 6-8 knot (Sainsbury 1971). 2) Kapal pancing tonda Alat tangkap pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil. Panjang perahu berkisar antara 5-20 m, dengan ruang kemudi di bagian depan kapal (haluan) dan dek tempat bekerja berada di bagian belakang kapal (buritan (Sainsbury 1971). Menurut Handriana (2007), spesifikasi kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu sebagai berikut : jenis perahu inboard engine, dimensi 11,5 m x 2,8 m x 1,2 m; bahan kayu bungur; mesin utama (yanmar 22 PK) dan mesin cadangan (jiondang 18 PK); bahan bakar solar; tanki BBM sebanyak 2 buah dengan kapasitas tiap tangki 250 liter; palkah sebanyak 3 buah, bagian luar dan penutupnya dari kayu, sedangkan bagian dalamnya dari alumunium. 3) Nelayan Jumlah nelayan pancing tonda per kapal antara 4-6 orang, terdiri dari satu orang nakhoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin, dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung (Sainsbury 1971). 4) Hasil tangkapan Pancing tonda merupakan alat tangkap tradisional yang ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi. Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain jenis ikan tuna, cakalang, tenggiri dan lainnya (Gunarso 1998) Rumpon Rumpon merupakan suatu bangunan menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di tengah laut. Disebut sebagai alat bantu penangkapan karena fungsinya hanya sebagai pembantu, yaitu untuk mengumpulkan ikan pada suatu

23 6 titik atau tempat tertentu untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan ikan (Subani dan Barus 1989). Menurut Monintja (1993), fish aggregating device (FADs) atau di Indonesia dikenal dengan sebutan rumpon adalah suatu konstruksi bangunan yang dipasang di dalam air dengan tujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan penangkapan ikan tersebut. Tujuan pemasangan rumpon di suatu perairan adalah untuk memikat ikan yang beruaya agar mau singgah, beristirahat, berkumpul, atau terkonsentrasi di sekitar rumpon, sehingga akan mempermudah nelayan dalam menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Selanjutnya dengan adanya kepastian daerah penangkapan ikan maka waktu dan biaya operasi penangkapan bisa dprediksi secara akurat, sehingga usaha penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien (Martasuganda 2008). Berdasarkan penempatannya, di Indonesia dikenal tiga jenis rumpon yaitu rumpon laut dangkal, rumpon laut dalam dan rumpon laut dasar. Rumpon laut dangkal yaitu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan di perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m dan biasanya dipergunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil; rumpon laut dalam yaitu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan diperairan laut dengan kedalaman lebih besar dari 200 m untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang disamping pelagis kecil; sedangkan rumpon laut dasar yaitu rumpon yang dipasang didasar perairan dan umumnya menangkap ikan-ikan dasar dan ikan-ikan karang (Departemen Pertanian 1997 vide Besweni 2009). Menurut Martasuganda (2008), konstruksi rumpon terdiri dari pelampung utama, atraktor, tali-temali, dan pemberat. Pada bagian atas dari pelampung utama dapat dipasang bendera, pemantul gelombang radar, dan lampu suar, yang kesemuanya bisa dijadikan sebagai tanda keberadaan rumpon diperairan. Pada bagian bawah pelampung dapat dilengkapi dengan atraktor (pelepah daun kelapa, pelepah daun rumbia, dan atau benda lain seperti jaring bekas) sebagai pemikat ikan. Kemudian agar rumpon dapat menetap diperairan, harus diikat dengan tali sintetis (rope) atau tali kawat baja (wire rope) yang ujungnya diikatkan dengan pemberat yang terbuat dari cor semen dan dapat juga ditambahkan dengan jangkar besi untuk lebih memperkuat kedudukan pemberat didasar perairan. Panjang tali

24 7 pengikat rumpon yang baik adalah antara 2-3 kali kedalaman perairan dan harus disesuaikan dengan besar kecilnya kecepatan arus dimana rumpon dipasang. Sumber: Jungjunan 2009 Gambar 2 Rumpon di PPN Palabuhanratu

25 8 Secara umum, jenis ikan yang berasosiasi disekitar rumpon terdiri dari ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Menurut Subani (1958) vide Besweni (2009), kelompok ikan pelagis besar yang berasosiasi di sekitar rumpon berupa cakalang, tuna madidihang, tuna albakor, tuna sirip biru, dan tongkol; sedangkan kelompok ikan pelagis kecil berupa layang, siro, lemuru, tembang, bentong, dan selar. 2.2 Bahan Kebutuhan Melaut Bahan kebutuhan melaut nelayan Bahan kebutuhan melaut merupakan bahan-bahan yang disuplai oleh nelayan ke kapal ikan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan. Adapun jenis bahan kebutuhan melaut nelayan yang utama adalah sebagai berikut: 1) Bahan bakar minyak Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam sektor industri, rumah tangga, pertanian, dan perikanan. Pada perikanan tangkap, biaya BBM khususnya solar dapat menghabiskan sekitar 30-45% dari total biaya operasional (Fauziyah 2003). Hal-hal yang berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar kapal penangkapan ikan meliputi kekuatan mesin/hp (Horse Power) dan lama kapal beroperasi. Keduanya berbanding lurus dengan penggunaan bahan bakan bakar, semakin besar kekuatan mesin kapal maka penggunaan bahan bakar juga semakin besar. Begitu juga halnya dengan lama kapal beroperasi, semakin lama waktu kapal beroperasi maka semakin besar pula jumlah bahan bakar yang dibutuhkan (Dewi 2004). Hal lain yang mempengaruhi penggunaan bahan bakar adalah jenis mesin kapal yang digunakan. Diperkirakan jenis mesin darat lebih irit daripada mesin laut (Ashidiqqi 2003). 2) Es balok Selain bahan bakar minyak (BBM), es juga berperan penting dalam mendukung kelancaran aktivitas operasi penangkapan ikan. Es merupakan salah satu komponen yang menentukan mutu hasil tangkapan dikarenakan fungsinya untuk menjaga kesegaran ikan agar tidak cepat mengalami pembusukan. Menurut Ruhimat (1993) vide Wulandari (2007), es yang digunakan nelayan berupa es

26 9 balok yang dipecah menjadi kerikil-kerikil es untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam palkah sejak ditangkap hingga didaratkan. Oleh sebab itu, menurut Lubis (2012), pabrik es termasuk dalam sembilan unsur kategori fasilitas pelabuhan perikanan yang mutlak diperlukan atau vital. Jumlah es yang digunakan harus disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan ditangani sehingga akan diperoleh suhu pendinginan yang optimal. Dalam praktiknya, perbandingan es dan ikan selama penyimpanan/pendinginan bervariasi antara 1:4 sampai 1:1. Perbandingan tersebut sangat bergantung pada waktu penyimpanan yang diperkirakan, suhu udara diluar kemasan, jenis wadah penyimpanan dan cara penyusunan ikan dalam wadah (Junianto 2003 vide Christanti 2005). 3) Air bersih Air bersih memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran aktivitas nelayan saat melaut. Lubis (2006) menggolongkan tangki dan instalasi air bersih di pelabuhan perikanan sebagai fasilitas yang bersifat mutlak/vital, artinya fasilitas yang tidak boleh tidak ada di suatu pelabuhan perikanan. Menurut Pane (2005), air bersih penting bagi nelayan/abk/kapal untuk air minum, memasak bahan makanan, mandi/wc, mencuci pakaian dan peralatan, pembersihan hasil tangkapan, dan pembersihan kapal. 4) Ransum Jenis ransum yang dibawa oleh nelayan berupa bahan makanan mentah dan instan, sebagai cadangan untuk konsumsi saat melaut. Jumlah bahan makanan tersebut bergantung pada lama hari operasional penangkapan. Jika berhari-hari maka bahan makanan yang dibawa dalam keadaan mentah (dimasak di atas kapal), seperti nelayan pancing rumpon, namun jika hanya one day fishing nelayan cenderung membawa bekal makanan yang telah dimasak. Untuk bahan makanan yang masih mentah biasanya dibeli di pasar atau koperasi di pelabuhan, sedangkan untuk bekal makanan yang telah masak biasanya dibawa dari rumah atau dibeli di warung nasi di pelabuhan.

27 Bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) vide Shanticka (2008), kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan terbagi atas aktivitas pendaratan ikan; aktivitas penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan; dan aktivitas penyaluran bahan kebutuhan melaut. Aktivitas penyaluran bahan kebutuhan melaut yaitu kegiatan untuk menyediakan/menyalurkan bahan kebutuhan melaut nelayan ke kapal-kapal penangkapan ikan. Pelayanan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut yang berkaitan dengan fasilitas pelabuhan perikanan saat ini adalah penyaluran BBM, es, air bersih, dan suku cadang. Penyediaan/penyaluran tersebut umumnya diadakan oleh pihak Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelabuhan, Koperasi Unit Desa (KUD), koperasi pegawai pelabuhan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta. Di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia, penyediaan sarana dan fasilitas bahan kebutuhan melaut diserahkan pengaturan dan pengelolaannya kepada Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana pelabuhan perikanan setempat, sedangkan sektor swasta dan KUD dapat melakukan permohonan sewa kepada pihak PERUM Prasarana pelabuhan (Direktorat Jenderal Perikanan 1993 vide Lubis 2006). Mekanisme penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan di Indonesia ada yang disalurkan secara langsung oleh pihak pelabuhan dan tidak langsung seperti melalui agen penjualan atau nelayan membeli di luar pelabuhan perikanan (Ashidiqqi 2003). 2.3 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan fungsi pelabuhan perikanan Menurut Lubis (2012), pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Jika dilihat berdasarkan fungsinya pelabuhan perikanan merupakan tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan pengusaha perikanan tangkap dan menjadi basis pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan di daerah pesisir yang bersangkutan.

28 11 Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Pelabuhan perikanan dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu : 1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN). 3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Menurut Lubis (2012), pelabuhan perikanan ditinjau dari fungsinya berbeda dengan pelabuhan lainnya, dimana pelabuhan perikanan dikhususkan untuk akivitas di bidang perikanan tangkap. Terdapat dua jenis pengelompokan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau berdasarkan pendekatan kepentingan dan dari segi aktivitasnya. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut : 1) Fungsi maritim Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya; 2) Fungsi pemasaran Fungsi pemasaran timbul karena pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan; 3) Fungsi jasa Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi : (1) Jasa pelayanan pendaratan ikan, yaitu : penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang, dan buruh untuk membongkar ikan. (2) Jasa pelayanan bahan kebutuhan melaut kapal-kapal penangkapan ikan, yaitu : penyediaan bahan bakar, air bersih dan es;

29 12 (3) Jasa penanganan mutu ikan, yaitu : fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih; (4) Jasa pelayanan keamanan pelabuhan, yaitu : jasa pemanduan bagi kapalkapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, syahbandar, dan douane/beacukai yang masing-masing berfungsi memeriksa surat-surat kapal, jumlah, dan jenis barang yang dibawa; (5) Jasa pemeliharaan kapal, yaitu : fasilitas docking, slipways, dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, serta peralatannya agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap melaut kembali Fasilitas pelabuhan perikanan Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006). Menurut Lubis (2012), fasilitasfasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (PP/PPI) umumnya terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas tambahan/penunjang. Berikut fasilitas-fasilitas tersebut : 1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluarmasuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok terdiri dari : (1) Dermaga Dermaga merupakan suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar-muat hasil tangkapan dan mengisi bahan kebutuhan melaut untuk keperluan penangkapan ikan di laut. Dermaga pelabuhan berfungsi untuk : 1) membongkar muatan (unloading), 2) mengisi bahan kebutuhan melaut (out fitting), dan 3) berlabuh (idle berthing). Di pelabuhan tertentu, dermaga untuk masing-masing fungsi tersebut dibuat berbeda sehingga terdapat istilah dermaga untuk bongkar, dermaga untuk mengisi bahan kebutuhan

30 13 melaut, dan dermaga istirahat. Akan tetapi di pelabuhan perikanan skala kecil, ketiga kegiatan tersebut dilakukan pada dermaga yang sama. Untuk efisiensi kegiatan di pelabuhan perikanan, panjang dermaga untuk bongkar muat dan mengisi bahan kebutuhan melaut harus mencukupi kebutuhan, sedangkan untuk dermaga istirahat tidak terlalu penting karena kapal dapat beristirahat atau berlabuh di kolam pelabuhan (mooring). (2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi dua yaitu : a) Alur pelayaran, merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga (navigational channels); dan b) Kolam putar, merupaka daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin). (3) Alat bantu navigasi, yaitu : pelampung (bungo) dan channel markers, lampu navigasi, mercusuar, dan instalasi lampu jajar atau suar penuntun (rangerlight installation) (4) Breakwater atau pemecah gelombang Pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini diantaranya tidak harus ada di suatu pelabuhan, namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas-fasilitas fungsional ini dikelompokkan untuk : (1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yaitu : a) Tempat pelelangan ikan (TPI); b) Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan c) Pabrik es; d) Gudang es; e) Refrigerasi/fasilitas pendingin, seperti cool room, cold storage;

31 14 f) Gedung-gedung pemasaran. (2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan : a) Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan; b) Ruang mesin; c) Tempat penjemuran alat penangkapan ikan; d) Bengkel : fasilitas untuk memperbaiki mesin kapal; e) Slipways : tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal; f) Gudang jaring : tempat untuk penyimpanan jaring; g) Vessel lift : fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan kapal. (3) Fasilitas bahan kebutuhan melaut : tangki dan instalansi air minum, tangki bahan bakar (4) Fasilitas komunikasi : stasiun jaringan telepon, radio SSB. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan sehingga para pengguna mendapatkan kenyamanaan melakukan aktivitas di pelabuhan. Berikut fasilitas penunjang yang biasanya ada di pelabuhan perikanan : (1) Fasilitas kesejahteraan : Mandi Cuci Kakus (MCK), poliklinik, tempat tinggal, kantin/warung, Musholla. (2) Fasilitas administrasi : kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai. Di antara fasilitas-fasilitas di atas, beberapa fasilitas yang harus ada dan berperan penting dalam mendukung aktivitas dan operasional penangkapan ikan nelayan (termasuk nelayan pancing rumpon) adalah kolam pelabuhan, dermaga, dan fasilitas bahan kebutuhan melaut (tangki dan instalasi bahan bakar, tangki dan instalansi air minum, pabrik es). Kolam pelabuhan dan dermaga penting untuk aktivitas pendaratan dan pembongkaran hasil tangkapan serta memuat bahan kebutuhan melaut. Fasilitas bahan kebutuhan melaut penting untuk menunjang operasi penangkapan ikan di laut.

32 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan satusatunya pelabuhan perikanan tipe B yang ada di pantai selatan Pulau Jawa dan menjadi basis perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan Lubis (2012), kriteria pelabuhan perikanan tipe B adalah : 1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI); 2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 30 GT; 3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; 4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus; 5) Terdapat industri perikanan. Berdasarkan PPN Palabuhanratu (2010 a ), sesuai dengan fungsinya PPN Palabuhanratu memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudera Hindia (Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP-RI 572 dan WPP-RI 573) dan akses pemasaran domestik maupun ekspor. Selain itu, sebagai basis perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, PPN Palabuhanratu menampung kegiatan-kegiatan masyarakat perikanan, terutama aspek produksi meliputi: penyediaan basis (home base) bagi armada penangkapan ikan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai bahan kebutuhan melaut kapal-kapal penangkapan ikan (BBM, es, air bersih); sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga produksi meliputi: memfasilitasi pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan, dan melakukan pembinaan masyarakat nelayan atau kelompok usaha bersama. Meningkatnya kegiatan perikanan tangkap di PPN Palabuhanratu dan sejalan dengan perkembangan teknologi perikanan, pelabuhan dituntut untuk melakukan peningkatan dalam hal penyediaan sarana dan parasarana serta peningkatan pemeliharaan fasilitas yang ada (terutama dalam keadaan siap pakai),

33 16 sehingga dapat memberikan kemudahan pada pemakai jasa dalam melakukan aktivitasnya di PPN palabuhanratu. 2.5 Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini dilakukan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Perusahaan yang merupakan suatu badan yang memiliki organisasi secara terstruktur, dalam hal ini pelabuhan perikanan, dapat dianggap sebagai suatu badan atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa untuk melayani dan memastikan kelancaran kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan-kegiatan turunannya mulai dari penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut; pengolahan, pemasaran, dan pendistribusian hasil tangkapan sampai kepada konsumen; dan kegiatan lainnya. Analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) dilakukan untuk mempelajari faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor internal, juga peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari faktor eksternal dalam penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Lingkup internal meliputi segala aspek yang berada dalam sistem penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu yang dimiliki oleh penyedia/penyalur dan pihak PPN Palabuhanratu, yaitu lingkup kekuatan yang memberikan nilai positif bagi pengembangannya, sedangkan lingkup kelemahan manjadi nilai negatif yang dapat menghambat pengembangannya. Lingkup eksternal adalah faktor dari lingkungan di luar sistem penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu, dimana peluang merupakan faktor pendukung, sedangkan ancaman yang diperkirakan dapat menghambat pengembangannya. Menurut Rangkuti (2006), penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT

34 17 membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan. Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal dan internal harus diidentifikasi dan dianalisis faktor-faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan). Dalam analisis SWOT digunakan matriks TOWS atau SWOT yang merupakan tahapan lanjutan dalam memanfaatkan informasi mengenai faktor eksternal dan internal untuk mendapatkan strategi tertentu dengan memanfaatkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Tabel 1). Matriks ini dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman (faktor eksternal) dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan (faktor internal). Matriks ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yang dapat digunakan. Tabel 1 Matriks SWOT IFAS EFAS Opportunities (O) Faktor-faktor peluang eksternal Threaths (T) Faktor-faktor ancaman eksternal Strengths (S) Faktor-faktor kekuatan in- Ternal Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Weaknesses (W) Faktor-faktor kelemahan internal Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber: Rangkuti 2006 Berdasarkan matriks analisis SWOT di atas, matriks SWOT menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi, yaitu : 1) strategi SO (agresive strategy), memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 2) Strategi ST (diversification strategy), menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman; 3) Strategi WO (turn around strategy), bertujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada; dan 4) Strategi WT (defensive strategy), berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

35 18 Analisis SWOT dapat dilakukan secara cepat, namun hasil penilaian yang diperoleh bersifat lebih umum. Kelemahan penggunaan analisis ini adalah subyektifitas dari peneliti yang tidak dapat dihindari. Namun menurut Pane (2006) vide Rakhmania (2008), obyektifitas dari analisis SWOT dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pendalaman terhadap parameter-parameter yang terdapat dalam kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, yang disebut sebagai analisis SWOT Plus. Analisis SWOT Plus merupakan analisis SWOT yang diperdalam/ditingkatkan kedalamannya dengan memberikan bukti/fakta atau indikator atas pernyataan yang dibuat dalam faktor-faktor SWOT (strength, weakness, opportunity, threat).

36 19 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 2010 hingga Januari 2011 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta lokasi penelitian disampaikan pada Gambar 3. N 5 30' 5 45' W E Samudera Hindia PPN Palabuhanratu PPN Palabuhanratu # 6 00' 6 15' 6 30' 6 45' 7 00' 7 15' 7 30' 7 45' S Keterangan: Daratan Lautan # Lokasi penelitian INSERT PETA: 3 45' 4 40' 5 35' 6 30' 7 25' 8 20' 9 15' 10 10' 11 5' 8 00' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 8 15' skala 1 : Gambar 3 Peta lokasi penelitian 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang ditujukan kepada penyalur solar, penyalur air bersih, penyalur es balok, pihak pelabuhan dan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu Bahan Bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah data hasil kuesioner (data primer) yang telah diisi melalui wawancara kepada penyedia/penyalur solar, penyedia/penyalur air bersih, penyedia/penyalur es balok, pihak pelabuhan dan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu.

37 20 Selain itu, bahan lainnya yaitu data sekunder terkait bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu. 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study). Kasus dalam penelitian ini adalah terjadinya kekurangan bahan kebutuhan melaut nelayan, khususnya perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Hal ini diduga berpengaruh terhadap kegiatan operasional nelayan pancing rumpon, yang terus berkembang sejak diadakannya program rumponisasi pada tahun Aspek yang diteliti adalah aspek bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu dan aspek internal dan eksternal pengembangannya. Aspek tersebut mengenai : 1) Pihak-pihak penyalur bahan kebutuhan melaut 2) Kapasitas dan kondisi fasilitas penyaluran bahan kebutuhan melaut 3) Aktivitas penyaluran bahan kebutuhan melaut oleh penyalur 4) Kapasitas dan kondisi fasilitas PPN Palabuhanratu terkait persiapan bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon sebelum melaut 5) Besaran jenis dan biaya bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon 6) Pemetaan lokasi pembelian/penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon 7) Faktor-faktor dalam penentuan strategi pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut Pada penelitian akan dilakukan pengamatan dan wawancara langsung tentang aspek yang diteliti: 1) Pengamatan Dilakukan pengamatan langsung terhadap ketersediaan, kapasitas, dan kondisi fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut yang dimanfaatkan oleh penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut dan aktivitas penyediaan/ penyalurannya di PPN Palabuhanratu; pengamatan terhadap fasilitas-fasilitas di PPN Palabuhanratu terkait bahan kebutuhan melaut yang disediakan oleh pihak PPN Palabuhanratu sebagai fasilitator; dan pengamatan terhadap aktivitas

38 21 persiapan bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut, pihak PPN Palabuhanratu, dan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Informasi dan permasalahan tersebut akan digunakan sebagai bahan analisis yang akan dicari solusinya dengan menggunakan analisis SWOT yang diperdalam (analisis SWOT Plus (Pane 2006 vide Rakhmania 2008)). 2) Wawancara Wawancara dan pengisian kuesioner terhadap responden, penentuan responden dilakukan secara purposive; yaitu dengan mengambil responden yang dianggap mampu mewakili kepentingan penelitian. Responden yang diwawancarai meliputi kelompok penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut, pihak pelabuhan, dan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Responden pada setiap kelompok tersebut diupayakan sehomogen mungkin. (1) Wawancara terhadap penyalur bahan kebutuhan melaut (6 orang) Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi: a) Mekanisme/prosedur pemanfaatan fasilitas PPN Palabuhanratu terkait penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut. b) Kapasitas dan kondisi fasilitas yang dimanfaatkan. c) Produsen atau sumber bahan kebutuhan melaut. d) Pasokan/kuota yang diperoleh. e) Harga bahan kebutuhan melaut. f) Mekanisme penyaluran bahan kebutuhan melaut. g) Permasalahan yang dihadapi dalam penyaluran. (2) Wawancara terhadap pihak pelabuhan (5 orang) Adapun wawancara dilakukan bertujuan memperoleh data dan informasi: a) Kondisi kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. b) Mekanisme/prosedur pemanfaatan fasilitas terkait penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut oleh pihak swasta/investor. c) Kapasitas dan kondisi fasilitas PPN Palabuhanratu terkait bahan kebutuhan melaut.

39 22 d) Peran pihak PPN Palabuhanratu dalam penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut. e) Permasalahan yang dihadapi terkait bahan kebutuhan melaut (3) Wawancara terhadap nakhoda pancing rumpon yang keseluruhannya menggunakan kapal motor (KM) berukuran 6 GT (5 orang) Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi: a) Ukuran kapal, jumlah ABK, lama operasi penangkapan ikan per trip, fishing ground, jenis hasil tangkapan. b) Besaran jenis dan biaya bahan kebutuhan melaut per trip, per bulan, per tahun. c) Lokasi pembelian bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon. d) Kondisi pelayanan penyaluran bahan kebutuhan melaut. e) Fasilitas PPN Palabuhanratu yang dimanfaatkan terkait penyediaan bahan kebutuhan melaut sebelum melaut. f) Permasalahan/kendala dalam memperoleh bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data utama dan data tambahan, yaitu: 1) Data Utama (1) Data utama primer : a) Kondisi perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu b) Besaran jenis dan biaya bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon per trip c) Penyalur-penyalur bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu d) Pasokan/kuota bahan kebutuhan melaut e) Kapasitas dan kondisi fasilitas terkait penyaluran bahan kebutuhan melaut f) Kondisi aktual persiapan bahan kebutuhan melaut, khususnya nelayan pancing rumpon sebelum melaut g) Kondisi dan pemanfaatan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut h) Permasalahan terkait bahan kebutuhan melaut (2) Data utama sekunder : a) Ukuran kapal dan jumlah ABK

40 23 b) Lama operasi penangkapan ikan per trip c) Jenis hasil tangkapan d) Perkembangan jumlah armada dan alat tangkap pancing rumpon 2) Data tambahan (1) Data tambahan primer : a) Gambar/foto-foto terkait penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut dan perikanan pancing rumpon b) Pengamatan mengenai kondisi fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut c) Pengamatan mekanisme penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut (2) Data tambahan sekunder : a) Kondisi umum perikanan tangkap PPN Palabuhanratu b) Kondisi umum fasilitas PPN Palabuhanratu c) Peta lokasi PPN Palabuhanratu d) Keadaan umum Kabupaten Sukabumi: letak geografis, jumlah penduduk, dan pendidikan. e) Kondisi umum sarana dan prasarana umum di Kabupaten Sukabumi: listrik, air bersih, perhubungan, transportasi, dan telekomunikasi. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1) Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif (rata-rata, simpangan, dan analisis grafik). Analisis ini dilakukan untuk : (1) Mengetahui kondisi aktual perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu (2) Mengetahui besaran jenis dan biaya bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon secara kualitatif (3) Mengetahui kondisi penyalur bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu (4) Mengetahui permasalahan/kendala dalam penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu

41 24 (5) Mengetahui lokasi pembelian/penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon; sehingga dapat dilakukan pemetaan penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon (6) Mengetahui besaran penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon. 2) Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats) Analisis SWOT yang diperdalam dilakukan untuk mendapatkan strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Analisis ini ditujukan kepada pihak penyedia/penyalur dan yang memfasilitasi penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon yaitu pihak swasta dan pihak pengelola PPN Palabuhanratu. Adapun tahapan-tahapan analisis yang dilakukan sebagai berikut : (1) Mengetahui faktor-faktor SWOT a. Faktor Internal : Kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) Analisis faktor internal adalah analisis yang menilai prestasi/kinerja yang merupakan faktor kekuatan dan kelemahan yang ada untuk mencapai tujuan organisasi (Rangkuti 2006). Faktor internal dapat menjadi keunggulan suatu perusahaan yang dapat digunakan sebagai suatu kekuatan atau kemampuan perusahaan dalam membaca kelemahan yang dimiliki, sehingga dapat menyiasati kemungkinan yang akan terjadi (Syafitri 2007). Kekuatan dan kelemahan yang diidentifikasi dan dianalisis meliputi faktor-faktor internal PPN Palabuhanratu yang berhubungan dengan strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu yang memberikan nilai positif atau negatif bagi kelancaran usaha pengembangan tersebut untuk masa yang akan datang. Faktor-faktor internal terkait penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu diantaranya adalah adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT, izin penyaluran solar dari PT. Pertamina, instalasi solar, jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal pancing rumpon, sistem berlangganan dalam pembelian solar, instalasi air bersih, dan lain-lain.

42 25 Berikut kriteria skor penilaian faktor internal penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu pada Tabel 2. Tabel 2 Kriteria skor penilaian faktor internal penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun 2010 No. Kriteria Penilaian Skor 1. Apakah ada penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT? a. Tidak ada b. Ada 2. Apakah ada izin penyaluran solar dari PT. Pertamina? a. Tidak ada b. Ada 3. Apakah ada instalasi solar? a. Tidak ada b. Ada 4. Bagaimana jarak lokasi penyaluran solar SPDN dari konsentrasi kapal pancing rumpon? a. Jauh b. Dekat 5. Apakah ada sistem langganan dalam pembelian solar? a. Tidak ada b. Ada 6. Apakah ada instalasi air bersih? a. Tidak ada b. Ada 7. Bagaimana jarak lokasi penyaluran air bersih dari konsentrasi kapal pancing rumpon? a. Jauh b. Dekat 8. Apakah ada pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina? a. Tidak ada b. Ada 9. Penyaluran solar oleh SPBN? a. Kapal penangkapan ikan > 30 GT b. 30 kapal penangkapan ikan 20 GT c. Kapal penangkapan ikan < 20 GT 10. Bagaimana jarak lokasi penyaluran solar SPBN ke konsentrasi kapal pancing rumpon? a. Jauh b. Dekat 11. Bagaimana sistem pembayaran pembelian solar? a. Hutang b. Lunas 12. Apakah ada pabrik es di PPN Palabuhanratu? a. Tidak ada b. Ada 13. Apakah ada pembagian wilayah dermaga untuk dermaga muat bahan kebutuhan melaut? a. Tidak ada b. Ada, tidak diterapkan c. Ada, telah diterapkan 14. Bagaimana kondisi kolam I pelabuhan? a. Kolam I pelabuhan sudah overcapacity b. Kolam I pelabuhan belum overcapacity

43 26 Selanjutnya kriteria skor penilaian faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan digambarkan dalam bentuk kuantitatif yaitu dengan menggunakan matrik perhitungan nilai skor minimum-maksimum faktor-faktor internal yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Penghitungan nilai minimum-maksimum faktor-faktor internal Kode Faktor-faktor Internal Skor Nilai Bobot Min Max Min Max Kekuatan (Strength) S1 Penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT S2 Izin penyaluran solar dari PT. Pertamina S3 Instalasi solar di PPN Palabuhanratu S4 Jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon S5 "Sistem berlangganan" dalam pembelian solar S6 Instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu S7 Jarak lokasi penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon Sub Jumlah Kelemahan (Weakness) W1 Pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina W2 Penyalur solar SPBN W3 Lokasi SPBN W4 Sistem pembelian solar oleh nelayan pancing rumpon W5 Pabrik es di PPN Palabuhanratu W6 Dermaga muat W7 Kolam I pelabuhan Sub Jumlah Jumlah b. Faktor eksternal : peluang (opportunity) dan ancaman (threats) Analisis faktor eksternal difokuskan pada kondisi yang ada dan kecenderungan yang muncul dari luar, tetapi berpengaruh pada kinerja organisasi (Rangkuti 2006). Pengaruh faktor eksternal sangat penting bagi perusahaan. Perusahaan harus pandai membaca situasi lingkungan baik berupa peluang

44 27 maupun ancaman (Syafitri 2007). Peluang dan ancaman yang diidentifikasi dan dianalisis meliputi faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah jumlah kapal pancing rumpon, armada penangkapan ikan pendatang, rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu, penyaluran solar dari PT. Pertamina, penyaluran es balok ke pelabuhan, dan rencana kenaikan harga BBM. Berikut kriteria skor penilaian faktor eksternal penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon pada Tabel 4. Tabel 4 Kriteria skor penilaian faktor eksternal penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun 2010 No. Kriteria Penilaian Skor 1. Jumlah armada kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu? a. Menurun b. Tetap c. Meningkat 2. Apakah ada armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu? a. Tidak ada b. Ada, tidak mengisi bahan kebutuhan melaut c. Ada dan mengisi bahan kebutuhan melaut 3. Apakah ada rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu? a. Tidak ada b. Ada 4. Bagaimana penyaluran solar dari terminal BBM PT. Pertamina ke penyalur solar pelabuhan? a. Terjadi keterlambatan pengiriman b. Pengiriman tepat waktu c. Pengiriman tiba lebih cepat 5. Bagaimana pengiriman es balok ke nelayan pancing rumpon di pelabuhan? a. Terjadi keterlambatan pengiriman b. Pengiriman tepat waktu c. Pengiriman tiba lebih cepat 6. Apakah ada pengaruh/dampak rencana kenaikan harga BBM? a. Tidak ada b. Ada Selanjutnya kriteria skor penilaian faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman digambarkan dalam bentuk kuantitatif yaitu dengan menggunakan

45 28 matrik perhitungan nilai skor minimum-maksimum faktor-faktor eksternal yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Penghitungan nilai minimum-maksimum faktor-faktor eksternal Skor Nilai Kode Faktor-faktor Internal Bobot Min Max Min Max Peluang (Opportunity) O1 Jumlah kapal pancing rumpon O2 Armada penangkapan ikan pendatang O3 Rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu Sub Jumlah Ancaman (Threats) T1 Penyaluran solar dari PT. Pertamina T2 Penyaluran es balok ke pelabuhan T3 Rencana kenaikan harga BBM Sub Jumlah Jumlah (2) Membuat matrik IFAS dan EFAS Berdasarkan data dan informasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di atas, kemudian disusun matrik analisis IFAS dan EFAS untuk menganalisis penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu dan selanjutnya strategi pengembangannya. Berdasarkan nilai (skor x bobot) untuk faktor internal, diperoleh nilai total faktor internal maksimum sebesar 430 (Tabel 3), maka ditetapkan kriteria penilaian faktor internal sebagai berikut : Baik = 80% dari nilai maksimum ( 344); faktor kekuatan yang dimiliki PPN Palabuhanratu adalah dominan. Sedang = 60-79% dari nilai maksimum ( ,7); kondisi internal PPN Palabuhanratu dalam keadaan seimbang antara kekuatan dan kelemahan. Buruk = < 60% dari nilai maksimum (< 258); faktor kelemahan PPN Palabuhanratu sangat dominan.

46 29 Berdasarkan nilai (skor x bobot) untuk faktor eksternal, diperoleh nilai total faktor eksternal maksimum sebesar 505 (Tabel 5), ditetapkan kriteria penilaian faktor eksternal sebagai berikut : Baik Sedang Buruk = 80% dari nilai maksimum ( 404); faktor peluang yang dimiliki PPN Palabuhanratu adalah dominan = 60-79% dari nilai maksimum ( ,95); kondisi eksternal PPN Palabuhanratu dalam keadaan seimbang antara peluang dan ancaman = < 60% dari nilai maksimum (< 303); faktor ancaman PPN Palabuhanratu sangat dominan (3) Matrik internal-eksternal : fase dan strategi pengembangan Faktor-faktor yang digunakan dalam matrik internal-eksternal adalah faktorfaktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, dan faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang diwakili dengan total nilai faktor-faktor tersebut yang diperoleh dari matrik IFAS dan EFAS. Menurut Rangkuti (2006), tujuan penggunaan matrik internal-eksternal adalah untuk melihat strategi yang tepat untuk diterapkan (Tabel 6). Tabel 6 Matrik internal-eksternal Keterangan : I II III Tinggi Menengah Rendah Kuat Rata-rata Lemah I Pertumbuhan IV Stabilitas VII Pertumbuhan : strategi konsentrasi melalui integrasi vertikal II Pertumbuhan V Pertumbuhan Stabilitas VIII Pertumbuhan : strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal : strategi turnaround III Penciutan VI Penciutan IX Likuidasi

47 30 IV V VI VII VIII IX : strategi stabilitas : strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stabilitas (tidak ada perubahan terhadap laba) : startegi divestasi : strategi diversifikasi konsentrik : strategi diversifikasi konglomerat : strategi likuidasi atau bangkrut. Selanjutnya menurut Rangkuti (2006), matrik internal-eksternal dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : 1) Growth strategy merupakan pertumbuhan perusahaan atau dalam penelitian ini pihak penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut dan pihak pelabuhan sebagai fasilitator (sel 1, 2, dan 5) atau upaya diversivikasi (sel 7 dan 8). 2) Stability strategy merupakan strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. 3) Retrenchment strategy (sel 3, 6, dan 9) merupakan usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (dalam penelitian ini pihak penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut dan pihak pelabuhan sebagai fasilitator).

48 31 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kondisi geografi dan iklim Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa Barat yang beribukota di Palabuhanratu. Berdasarkan Kabupaten Sukabumi dalam Angka (2010), Kabupaten Sukabumi memiliki jarak tempuh 96 km dari ibukota propinsi Jawa Barat atau Bandung, dan 119 km dari ibukota negara atau Jakarta. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak diantara 6º 57-7º 25 Lintang Selatan dan 106º º 00 Bujur Timur, dengan luas daerah km 2 (11,21% dari luas Jawa Barat atau 3,01% dari luas Pulau Jawa) dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Bogor - Sebelah Selatan : Samudera Indonesia - Sebelah Barat : Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia - Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur Selain itu, secara administratif, Kabupaten Sukabumi juga berbatasan langsung dengan wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah kantong (enclave) yang dikelilingi oleh beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Sukabumi di sebelah Utara, Kecamatan Nyalindung di sebelah Selatan, Kecamatan Cisaat dan Kecamatan Gunung Guruh di sebelah Barat, serta Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Kebon Pedes di sebelah Timur. Menurut badan pelayanan perizinan terpadu (BPPT) Kabupaten Sukabumi (2010), wilayah kepemerintahan yang berada di Kabupaten Sukabumi meliputi 47 Kecamatan, 4 Kelurahan, 363 Desa, RW, dan RT. Pada tahun 2007, terjadi pemekaran wilayah desa sebanyak 10 desa. Berdasarkan kategori wilayah, yang berkategori perkotaan sebanyak 66 desa/kelurahan dan sisanya yaitu 293 desa merupakan kategori pedesaan. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki karakteristik tertentu meliputi permukaan yang bergelombang di daerah bagian selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah dengan ketinggian berkisar antara 0

49 m. Kabupaten Sukabumi juga memiliki variasi bentang alam yang cukup lengkap mulai dari pegunungan dan perbukitan, hingga laut dan pantai. Selain daerah pesisir pantai yang cukup luas dan panjang sekitar 117 km, di Kabupaten Sukabumi juga terdapat Gunung Salak dan Gunung Gede dengan ketinggian masing-masing m dan m (BPPT Kabupaten Sukabumi 2010). Adanya daerah pantai dan gunung-gunung di Kabupaten Sukabumi menyebabkan keadaan lereng sangat miring (lebih besar dari 35 0 ) meliputi 29% dari luas Kabupaten Sukabumi. Kemiringan antara ( ) meliputi 37%, dan kemiringan antara ( ) meliputi 21% dari luas Kabupaten Sukabumi. Sisanya merupakan daerah datar meliputi 13% dari luas Kabupaten Sukabumi. Keadaan tersebut menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap erosi tanah, longsor, dan lain-lain (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010). Kondisi topografi di atas, selain rawan bencana alam juga menyebabkan jalan-jalan penghubung menjadi berkelok-kelok, banyak tanjakan dan turunan, serta sempit. Akibatnya jarak tempuh Kabupaten Sukabumi baik ke ibukota negara (Jakarta) maupun ke ibukota propinsi Jawa Barat (Bandung) yang tergolong tidak jauh/strategis menjadi memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, berdasarkan pengamatan peneliti buruknya infrastruktur jalan-jalan penghubung juga mengganggu kelancaran pengangkutan/pendistribusian hasil perikanan baik didalam maupun keluar wilayah Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur), daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanah lempung). Kedalaman tanahnya dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan besar, yaitu kedalaman tanah sangat dalam (lebih dari 90 cm) yang tersebar di bagian utara; dan kedalaman tanah kurang dalam (kurang dari 90 cm) yang tersebar di bagian tengah dan selatan. Hal ini mengakibatkan wilayah bagian utara lebih subur dibandingkan wilayah bagian selatan. Jenis tanah di bagian utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol, andosol dan regosol; di bagian tengah terdiri dari tanah latosol dan podsolik; sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit, grumosol, podsolik dan alluvial (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010).

50 33 Selanjutnya dalam Kabupaten Sukabumi dalam Angka disebutkan bahwa, Kabupaten Sukabumi seperti juga daerah lainnya di Indonesia termasuk beriklim tropis. Udara yang cukup hangat hampir setiap tahunnya. Pada tahun 2009, ratarata curah hujan di Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 191,25 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan sebesar 362 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan curah hujan sebesar 68 mm. Kegiatan melaut nelayan sangat bergantung pada kondisi cuaca di laut. Jika cuaca cerah nelayan dapat melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan, sehingga pendaratan hasil tangkapan dan aktivitas lainnya di pelabuhan perikanan berjalan dengan baik. Sebaliknya jika cuaca buruk akan menyebabkan gelombang tinggi dan angin kencang (badai) sehingga nelayan yang akan melaut menjadi tidak dapat melaut. Akibatnya nelayan merugi karena sedikitnya ikan yang tertangkap bahkan bisa jadi tidak ada yang dapat di tangkap. Hal ini berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang didaratkan dan harga jual ikan, yaitu ikan yang didaratkan sedikit dan menyebabkan harga jual ikan menjadi tinggi Penduduk Kabupaten Sukabumi Penduduk merupakan salah satu faktor strategis dalam pembangunan karena posisinya bukan hanya sebagai subyek tetapi juga obyek dari pembangunan tersebut. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi jika kualitasnya baik dan dapat juga menjadi hambatan jika kualitasnya rendah. Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 adalah jiwa, yang terdiri dari laki-laki (50,91%) dan perempuan (49,08%), dengan rasio jenis kelamin sebesar 103,75 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki. Penduduk Kabupaten Sukabumi tersebar di 47 Kecamatan, jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Cicurug yaitu sebesar jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Cidolog yaitu sebesar jiwa (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010). Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang berada di wilayah pesisir, terutama yang memiliki sarana perikanan tangkap penduduknya mayoritas bekerja di bidang perikanan tangkap. Kecamatan yang memiliki sarana perikanan

51 34 tangkap adalah Kecamatan Palabuhanratu, Kecamatan Cisolok, Kecamatan Surade, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Simpenan, dan Kecamatan Ciemas. Penduduk yang berada di kecamatan-kecamatan ini bekerja sebagai nelayan, pedagang ikan, dan pengolahan ikan (ikan asin, ikan pindang, ikan asap). Jumlah, persentase pertumbuhan dan kepadatan penduduk per km 2 Kabupaten Sukabumi cenderung meningkat dalam kurun waktu (Tabel 7). Selama periode tersebut rata-rata jumlah penduduk sebesar jiwa, dengan rata-rata jumlah laki-laki sebesar jiwa dan rata-rata jumlah perempuan sebesar jiwa. Kemudian rata-rata persentase pertumbuhan penduduk sebesar 1,15% dengan rata-rata kepadatan penduduknya sebesar 545 per km 2. Pada tahun 2009, terjadi peningkatan jumlah penduduk terbesar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selisih jumlah penduduk tahun yaitu sebesar jiwa dengan selisih persentase pertumbuhan sebesar 1,44%. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 adalah sebesar 559 jiwa per km 2, ini berarti bahwa setiap 1 km 2 wilayah Kabupaten Sukabumi dihuni oleh sekitar 559 jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi tiap tahunnya akan menambah tingkat kepadatan penduduk per km 2 di Kabupaten Sukabumi. Tabel 7 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Pertumbuhan Penduduk Laki-Laki Perempuan Jumlah (%) per km , , , , Rata-rata , Sumber : Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010 (data diolah kembali) Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Sukabumi tahun 2009, jumlah penduduk kelompok usia muda (0-14 tahun) yaitu sebesar jiwa, usia produktif (15-64 tahun) sebesar jiwa, dan usia tua ( 65 tahun) sebesar jiwa. Ini artinya, pada tahun 2009 penduduk

52 35 dengan kelompok usia produktif merupakan yang terbanyak di Kabupaten Sukabumi. Hal ini terbukti dari banyaknya jumlah pencari kerja pada tahun 2009 dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Sukabumi tahun 2009 yang terbanyak adalah lulusan Sekolah Menengah Tinggi Atas (SMTA) sebesar orang, kemudian sarjana muda sebesar orang. Hal ini memperlihatkan semakin besarnya komitmen pemerintah daerah dalam bidang pendidikan agar dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010). Berdasarkan uraian di atas, kelompok penduduk usia produktif merupakan yang paling banyak di Kabupaten Sukabumi. Ini artinya kelompok usia ini memiliki tenaga kerja potensial yang cukup tinggi, yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja di berbagai bidang termasuk bidang perikanan tangkap. Pemerinyah daerah sudah seharusnya semakin memberikan perhatian yang tinggi untuk memajukan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, dengan cara antara lain menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan di bidang perikanan tangkap. Dengan demikian, harapan peningkatan produktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi akan dapat direalisasikan dengan berkesinambungan Pendidikan Kabupaten Sukabumi Kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat sangat tergantung dari kualitas pendidikannya. Untuk itu, pendidikan penting dalam meningkatkan kemampuan penduduk; termasuk masyarakat umum dan nelayan. Pemerintah dalam hal ini terus membuat program-program dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah-daerah. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam menikmati layanan pendidikan yang dibutuhkan, sehingga anak-anak usia sekolah dapat bersekolah dengan baik. Program pemerintah diantaranya adalah pembangunan gedung-gedung sekolah baru dan pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD dan SLTP, sehingga jumlah sekolah di Kabupaten Sukabumi terus bertambah. Ketersediaan prasarana dan sarana fisik pendidikan dan tenaga pengajar yang memadai dan berkualitas merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan di suatu daerah. Berdasarkan Kabupaten Sukabumi dalam Angka (2010), pada

53 36 tahun 2009 pemerintah Kabupaten Sukabumi telah menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar (SD) sebanyak unit dengan jumlah tenaga pengajar orang; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 207 unit dengan tenaga pengajar orang; Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 55 unit dengan tenaga pengajar orang; dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 62 unit dengan orang. Jumlah fasilitas/bangunan sekolah dan tenaga pengajar tersebut meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas di Kabupaten Sukabumi. Selain jenis sekolah di atas, ada juga sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebanyak 293 unit dengan tenaga pengajar sebanyak orang; Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 189 unit dengan tenaga pengajar sebanyak orang; dan Madrasah Aliyah (MA) sebanyak 71 unit dengan tenaga pengajar sebanyak orang. Upaya pemerintah dalam penyediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Sukabumi menghasilkan partisipasi penduduk dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah murid di semua jenjang pendidikan. Pada tahun 2009, jumlah murid SD sebanyak orang; murid SLTP sebanyak orang; murid SMU sebanyak orang; dan murid SMK sebanyak orang. Jumlah tersebut meningkat dari jumlah murid tahun sebelumnya. Hal ini juga terjadi pada jumlah murid yang bersekolah di Madrasah, yaitu jumlah murid MI sebanyak orang; murid MTs sebanyak orang; dan murid MA sebanyak orang (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010). Banyaknya jumlah SD di Kabupaten Sukabumi diharapkan dapat mengurangi masyarakat yang buta huruf, menekan angka anak yang putus sekolah, serta untuk mensukseskan program pemerintah wajib belajar 9 tahun. Selain itu, banyaknya jumlah SMK diharapkan agar lulusannya memiliki keahlian (skill) khusus sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran di Kabupaten Sukabumi. Salah satu SMK yang bergerak di bidang perikanan adalah SMK Negeri 1 Pelayaran Palabuhanratu. Sekolah ini diharapkan mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang dapat meningkatkan produktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi.

54 Prasarana dan sarana umum Kabupaten Sukabumi 1) Transportasi/perhubungan Transportasi di Kabupaten Sukabumi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu transportasi darat dan transportasi laut. Transportasi darat merupakan yang paling mendominasi dan berpengaruh terhadap perkembangan dan kegiatan perekonomian di Kabupaten Sukabumi. Hal ini terlihat dari tingginya arus lalu lintas barang dan jasa melalui transportasi darat. Berdasarkan Kabupaten Sukabumi dalam Angka (2010), pada tahun 2009 panjang jalan yang dikelola oleh negara dan propinsi masing-masing sepanjang 172,830 km dan 242,360 km dengan jenis permukaan diaspal. Kondisi jalan propinsi baik (sepanjang 121,655 km), kondisi sedang (sepanjang 97,919 km), dan kondisi rusak sedang (sepanjang 22,786 km). Jalan yang dikelola kabupaten sepanjang 1.752,285 km; dengan jenis permukaan diaspal (sepanjang 1.277,935 km), kerikil (sepanjang 413,050 km), dan masih tanah (sepanjang 61,300 km). Kondisi jalan kabupaten baik (sepanjang 170,050 km), kondisi sedang (sepanjang 525,335 km), kondisi rusak sedang (sepanjang 143,850 km), kondisi rusak (sepanjang 753,400 km), kondisi rusak berat (sepanjang 159,650 km). Kemudian jalan desa sepanjang 485,200 km dengan jenis permukaan diaspal (sepanjang 74,500 km), kerikil (sepanjang 301,700 km), dan tanah (sepanjang 109,000 km). Kondisi jalan desa baik (sepanjang 2,700 km), kondisi sedang (sepanjang 21,800 km), kondisi rusak sedang (sepanjang 43,000 km), kondisi rusak (sepanjang 374,000 km), dan kondisi rusak berat (sepanjang 43,700 km). Secara umum, Kabupaten Sukabumi merupakan daerah yang strategis pada sisi industri barang dan jasa sebab jaraknya yang hanya berkisar 119 km dari Jakarta. Oleh sebab itu, banyak industri yang berpusat di Jakarta membangun beberapa pabriknya di wilayah Kabupaten Sukabumi. Mengingat besarnya peranan jalan raya sebagai prasarana transportasi darat dalam memperlancar kegiatan perekonomian di Kabupaten Sukabumi, pemerintah Kabupaten Sukabumi harus memperbaiki semua infrastruktur yang berhubungan dengan transportasi darat. Hal ini untuk mempermudah mobilisasi penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dan jasa, seperti pendistribusian hasil tangkapan nelayan baik berupa ikan segar maupun olahan ke daerah-daerah pemasarannya.

55 38 Daerah pemasaran tersebut baik lokal maupun antar propinsi yang tidak dapat dijangkau melalui transportasi laut. Di Kabupaten Sukabumi terdapat 2 jenis kendaraan, yaitu kendaraan umum dan kendaraan bukan umum. Pada tahun 2009, jumlah kendaraan umum di Kabupaten Sukabumi sebesar unit; sedangkan kendaraan bukan umum sebesar unit. Jumlah tersebut bertambah dibandingkan tahun lalu. Adapun jenis kendaraan umum yang beroperasi di wilayah Kabupaten Sukabumi, yaitu oplet/angkutan pedesaan (24 unit), otobis (78 unit), truk (79 unit), pick up (5 unit), tangki (4 unit), bis metro/micro (205 unit), angkutan kota (4.500 unit), bus mini (467 unit), mobil box (4 unit), dan tandem (5 unit). Jenis kendaraan bukan umum, yaitu besten wagon (6 unit), otobis (6 unit), truk (4.104 unit), pick up (5.874 unit), tangki (102 unit), bis metro/micro (6 unit), bis mini (21 unit), box (411 unit), tandem (50 unit), dan kendaraan khusus (10 unit). Jenis kendaraan terbanyak di Kabupaten Sukabumi adalah kendaraan bukan umum berupa pick up (5.874 unit). Kendaraan ini digunakan untuk mengangkut hasil perikanan, pertanian, dan lainlain (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010). Jenis kendaraan yang sering digunakan dalam pendistribusian hasil tangkapan ikan adalah mobil box dan pick up. Mobil box yang telah dilengkapi alat pendingin digunakan untuk pendistribusian jarak jauh, sedangkan pick up untuk pengangkutan lokal atau jarak dekat. Kendaraan lainnya seperti truk digunakan dalam pendistribusian es balok ke PP/PPI dan masyarakat umum di Kabupaten Sukabumi. 2) Komunikasi Telekomunikasi memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan dan perekonomian Kabupaten Sukabumi dalam era globalisasi saat ini. Untuk itu, pemerintah Kabupaten Sukabumi telah menyediakan sarana dan prasarana telekomunikasi dengan cukup baik. Seluruh ibukota Kecamatan di Kabupaten Sukabumi tersambung dengan jaringan telepon, baik telepon PSTN, seluler maupun telepon satelit. Provider sambungan telepon seluler yang ada di Kabupaten Sukabumi diantaranya adalah Telkomsel, Indosat, Excelcom, Telkom Flexi, dan Mobile-8 (BPPT Kabupaten Sukabumi 2010).

56 39 Telekomunikasi berperan penting dalam kegiatan perikanan tangkap, karena dapat mempermudah hubungan komunikasi jarak jauh. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan memanfaatkan seluler dalam pemesanan bahan kebutuhan melaut, seperti es balok. Hal ini dikarenakan nelayan memperoleh es balok dari luar pelabuhan. Selain itu, seluler juga menjadi sarana pertukaran informasi antar nelayan. 3) Air bersih Pengadaan air bersih di Kabupaten Sukabumi dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sukabumi. Untuk mendapatkan pelayanan pengadaan air bersih tersebut pelanggan dikenakan beban biaya setiap bulannya. Air PDAM umumnya digunakan oleh penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan, sedangkan air sumur/tanah dan air sungai banyak digunakan penduduk yang berada dipinggiran perkotaan. Berdasarkan Kabupaten Sukabumi dalam Angka (2010), pada tahun 2009 jumlah air bersih yang didistribusikan oleh PDAM Kabupaten Sukabumi sebesar M 3. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Jenis konsumen yang menggunakan jasa PDAM adalah sebanyak unit, terdiri dari rumah tempat tinggal ( unit), niaga kecil (474 unit), niaga besar (46 unit), social (440 unit), instansi (89 unit), keran umum (67 unit), industri (21 unit), khusus (4 unit), dan TNI/POLRI (23 unit). Rumah tempat tinggal merupakan konsumen terbesar. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya pembangunan perumahan di Kabupaten Sukabumi. Konsumen PDAM tidak hanya rumah tempat tinggal dan industri, namun juga pelabuhan perikanan. Air sumber PDAM penting dalam menunjang aktivitas perikanan di pelabuhan tersebut, seperti air bersih untuk perbekalan melaut nelayan, pencucian TPI, pencucian basket dan keranjang ikan, dan lain-lain. Selain penggunaan air yang berasal dari PDAM, beberapa jenis usaha di Kabupaten Sukabumi juga menggunakan air tanah. Jenis usaha tersebut terdiri dari AMDK (sebesar m 3 ), industri (sebesar m 3 ), makanan dan minuman (sebesar m 3 ), PDAM (sebesar m 3 ), perkebunan (sebesar m 3 ), perumahan/mess/kantor (sebesar m 3 ), dan peternakan (sebesar m 3 ) (Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010). Berdasarkan data di atas, beberapa PDAM juga menggunakan air tanah sebagai sumber airnya.

57 40 4) Listrik Pengadaan listrik di Kabupaten Sukabumi dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) Distribusi Jawa Barat, sehingga untuk mendapatkan pelayanan pengadaan listrik pelanggan dikenakan beban biaya setiap bulannya. Jaringan listrik PLN telah menjangkau seluruh desa dan kelurahan serta seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Sukabumi. Selain itu, tingginya curah hujan dan debit air juga dimanfaatkan oleh penduduk Kabupaten Sukabumi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), terdapat dua unit Pembangkit listrik, yaitu PLTA Ubrug dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Gunung Salak. Program listrik masuk desa di Kabupaten Sukabumi berjalan baik, hal ini terlihat dari rumahrumah penduduk yang telah dialiri listrik serta jumlah pengguna sarana listrik di Kabupaten Sukabumi yang terus meningkat tiap tahunnya (BPPT Kabupaten Sukabumi 2010). Berdasarkan Kabupaten Sukabumi dalam Angka (2010), pada tahun 2009 jumlah langganan/pengguna meningkat dari tahun sebelumnya menjadi unit. Peningkatan langganan/pengguna tersebut menyebabkan pemakaian listrik semakin bertambah sehingga Kwh yang terjual mencapai Kwh dengan pendapatan sebesar Rp ;. Meningkatnya pengguna listrik di Kabupaten Sukabumi disebabkan oleh banyaknya pembangunan baik berupa perumahan maupun pertokoan. Pengadaan listrik juga penting dalam menunjang berbagai kegiatan di pelabuhan perikanan, antara lain untuk keperluan penerangan, peralatan elektronik dalam pembuatan kapal, perbaikan kapal dan mesin, dan perbengkelan. Industri atau usaha yang berada di pelabuhan perikanan juga membutuhkan pasokan listrik yang cukup untuk kegiatan operasionalnya, seperti industri pengolahan ikan, cold storage, pabrik es, dan lain-lain. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi Unit penangkapan ikan 1) Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Sukabumi cukup beragam. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan tabel tersebut, pada

58 41 tahun 2009, jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi sebesar 1951 unit. Jenis alat tangkap yang dominan adalah jaring insang hanyut sebesar 905 unit atau sebesar 46,39%; sedangkan alat tangkap yang paling sedikit adalah jaring insang lingkar sebesar 9 unit atau 0,46%. Jenis alat tangkap lainnya yang digunakan nelayan di Kabpaten Sukabumi adalah rawai tuna sebesar 350 unit atau 17,94%; bagan tancap sebesar 154 unit atau 7,89%; payang sebesar 150 unit atau 7,69%; jaring insang tetap sebesar 106 unit atau 5,43%; pancing tonda sebesar 100 unit atau 5,13%; pancing ulur sebesar 84 unit atau 4,31%; bagan tancap sebesar 54 unit atau 2,77%; dogol sebesar 24 unit atau 1,23%; dan garpu, tombak, dan lain-lain sebesar 15 unit atau 0,77%. Adanya program rumponisasi disekitar Teluk Palabuhanratu serta di Samudera Hindia berpotensi pada terjadinya peningkatan penggunaan alat tangkap pancing rawai tuna, pancing tonda, dan pancing ulur di Kabupaten Sukabumi. Tabel 8 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi tahun 2009 Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) Persentase (%) Payang 150 7,69 Dogol 24 1,23 Jaring Insang Hanyut ,39 Jaring Insang Lingkar 9 0,46 Jaring Insang Tetap 106 5,43 Bagan Perahu/Rakit 154 7,89 Bagan Tancap 54 2,77 Rawai Tuna ,94 Pancing Tonda 100 5,13 Pancing Ulur 84 4,31 Garpu, Tombak, dan lain-lain 15 0,77 Jumlah ,00 Sumber : DKP Kabupaten Sukabumi 2010 (data diolah kembali) 2) Armada penangkapan ikan Kategori armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Sukabumi terdiri dari Perahu Tanpa Motor (PTM), Motor Tempel (MT), dan Kapal Motor (KM). Jumlah armada penangkapan ikan secara keseluruhan mengalami peningkatan sejak tahun Pada periode ini peningkatan jumlah armada terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 253 unit atau 18,74%. Namun pada tahun 2009, jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten

59 42 Sukabumi mengalami penurunan yaitu sebesar 64 unit atau 3,90%. Penurunan armada penangkapan ikan ini disebabkan penurunan jumlah armada kategori perahu tanpa motor yang menurun sejak periode Hal ini dapat disebabkan oleh perkembangan teknologi dan modernisasi, sehingga nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor menjadi berkurang. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan tahun secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Sukabumi tahun Tahun Kategori Armada Penangkapan ikan (unit) Jumlah Pertumbuhan Perahu Tanpa Motor Kapal (unit) (%) Motor Tempel Motor 2005* , , , ,90 Rata-rata ,64 Keterangan : *hasil estimasi Sumber : Statistik Bidang Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi 2010 (data diolah kembali) 3) Nelayan Nelayan yang ada di Kabupaten Sukabumi dibedakan dalam dua kelompok yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah orang yang memiliki modal dan armada penangkapan ikan serta tidak selalu ikut melaut, sedangkan nelayan buruh adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Sukabumi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Sukabumi tahun Nelayan (orang) Jumlah Pertumbuhan Tahun Nelayan Buruh Nelayan Pemilik (orang) (%) 2005* , , , ,72 Rata-rata ,01 Keterangan : *hasil estimasi Sumber : Statistik Bidang Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi 2010 (data diolah kembali)

60 43 Berdasarkan tabel di atas, periode rata-rata jumlah nelayan di Kabupaten Sukabumi sebesar per tahun, yang terdiri dari nelayan buruh sebesar orang dan nelayan pemilik sebesar orang; dengan pertumbuhan rata-rata per tahun adalah 0,01%. Pada tahun 2006 jumlah nelayan mengalami penurunan sebesar 0,05%; kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 0,38% hingga 2008 sebesar 0,42%. Namun pada tahun 2009 jumlah nelayan kembali mengalami penurunan sebesar 0,72%. Penurunan jumlah nelayan yang terjadi di Kabupaten Sukabumi disebabkan oleh penurunan jumlah nelayan buruh Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Potensi kelautan dan perikanan Kabupaten Sukabumi sangatlah besar. Wilayah pesisir pantai di Kabupaten Sukabumi cukup panjang yakni sepanjang 117 km, yang membentang dari Kecamatan Tegalbuleud yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur, sampai dengan Kecamatan Cisolok yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lebak. Luas lahan produksi perikanan laut diukur dari garis pantai sampai 4 mil laut adalah seluas 702 km², namun pengembangan usaha perikanan laut hanya dilakukan di enam Kecamatan saja, yaitu Kecamatan Palabuhanratu, Cisolok, Ciemas, Ciracap, Simpenan, dan surade (BPPT Kabupaten Sukabumi 2010). Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan laut Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan laut di Kabupaten Sukabumi tahun Tahun Produksi Pertumbuhan Nilai Produksi Pertumbuhan (10 3 ton) (%) (Rp.10 6 ) (%) 2005* 10, ,04-6, , ,66-13, , ,38-14, , ,88 6, ,32 Rata-rata 8,94-7, ,02 Keterangan : *hasil estimasi Sumber : Statistik Bidang Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi 2010 (data diolah kembali)

61 44 Berdasarkan tabel di atas, rata-rata perkembangan produksi hasil tangkapan di Kabupaten Sukabumi periode mengalami penurunan yaitu sebesar 7,12%; sedangkan rata-rata perkembangan nilai produksinya mengalami peningkatan sebesar 3,02%. Penurunan produksi hasil tangkapan terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 14,75% dengan nilai produksi sebesar Rp ,-. Namun pada tahun 2009 jumlah produksi hasil tangkapan mengalami peningkatan sebesar 6,76% dengan nilai produksi sebesar Rp ,-. Jumlah nilai produksi ini merupakan yang terbesar selama periode Besarnya nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Sukabumi disebabkan oleh hasil tangkapan yang didaratkan merupakan ikan ekonomis penting, seperti yellowfin tuna dan cakalang. Hasil tangkapan tersebut banyak yang didaratkan di PPN Palabuhanratu yang merupakan pusat perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi Prasarana perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi Kegiatan perikanan tangkap terbesar di Kabupaten Sukabumi berada di Kecamatan Palabuhanratu, karena pada kecamatan ini terdapat fasilitas perikanan yang cukup besar, yaitu PPN Palabuhanratu; selain itu terdapat aktivitas yang cukup tinggi di pelabuhan perikanan tersebut. Hal ini menyebabkan kecamatan ini menjadi pusat aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. 1) PPN Palabuhanratu (1) Lokasi dan kondisi PPN Palabuhanratu Lokasi PPN Palabuhanratu terletak di kecamatan Palabuhanratu yang merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, PPN Palabuhanratu berada pada posisi 06º59'47,156" LS dan 106º32 61,884" BT, merupakan daerah pesisir selatan Kabupaten Sukabumi yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia (PPN Palabuhanratu 2010 a ). Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu berada di Kecamatan Palabuhanratu yang merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, yang berjarak 123 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 180 km dari Ibukota Negara (Jakarta). Wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu terletak di Pantai Selatan Jawa dan

62 45 berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Panjang pantai Teluk Palabuhanratu sekitar 117 km dimulai dari ujung barat Kecamatan Cisolok sampai dengan ujung timur Kecamatan Tegalbuled yang melintasi 9 kecamatan pesisir serta 65 desa (DKP Kabupaten Sukabumi 2010). Secara administrasi Palabuhanratu berbatasan dengan Kecamatan Cisolok di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah barat, Kecamatan Ciemas di sebelah selatan, dan Kecamatan Warung Kiara di sebelah timur. Luas wilayah Kecamatan Palabuhanratu adalah ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sebesar jiwa (Statistik Kabupaten Sukabumi 2010). Topografi teluk Palabuhanratu menunjukkan tipe perairan yang dangkal sampai jarak 300 meter dari garis pantai, yaitu memiliki kedalaman sampai 200 meter. Perairan dengan jarak di atas 300 meter dari garis pantai memiliki kedalaman sampai 600 meter, dimana sepanjang 7,9 km merupakan jenis pantai berpasir (Statistik Kecamatan Palabuhanratu 2010). Topografi Pantai Palabuhanratu berupa perpaduan antara pantai yang curam dan landai, tebing karang terjal, hempasan ombak dan memiliki ombak yang sangat kuat. (2) Sarana dan prasarana PPN Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan basis kegiatan perikanan tangkap terbesar di Kabupaten Sukabumi. Untuk mendukung kelancaran operasional dan aktivitas di PPN Palabuhanratu maka dibangun fasilitas-fasilitas yang terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan/penunjang. Diantara fasilitas yang ada di PPN Palabuhanratu (Tabel 12), ada beberapa fasilitas yang mendukung secara langsung dalam kegiatan penyediaan bahan kebutuhan melaut nelayan. Mendukung secara langsung maksudnya adalah pihak PPN Palabuhanratu menyediakan fasilitas berupa lahan, bangunan, instalasi dan prasarana lainnya; sedangkan yang mengelolanya adalah pihak ketiga. Fasilitas tersebut meliputi instalasi BBM, instalasi air bersih, mobil tangki air bersih, dan lain-lain. Untuk kebutuhan es nelayan memesannya dari luar pelabuhan karena tidak adanya pabrik es di dalam pelabuhan.

63 46 Tabel 12 Jenis dan volume fasilitas yang ada di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Fasilitas Volume a. Fasilitas Pokok Areal Pelabuhan 10,29 ha Kolam I Pelabuhan 3 ha Kolam II Pelabuhan 2 ha Dermaga Lama (tahap I) 500 m - Areal Tambat Labuh 310 m - Areal Tempat Pendaratan Ikan 94 m - Areal Tempat Perbekalan 106 m - Tempat Pendaratan Perahu m Breakwater I/Utara 140 m Breakwater II/Selatan 340 m Breakwater Baru Timur 200 m Breakwater Baru Barat 50 m Alur Masuk 295 m Alat Bantu Navigasi 5 unit Krip Penahan Sedimen 75 m b. Fasilitas Fungsional Gedung TPI 920 m 2 UPT PPN Palabuhanratu 528 m 2 Air Bersih : - Tangki Air 400 m 3 - Rumah Pompa 54 m 2 - Jaringan Pipa Air Bersih m BBM: - Kantor Penjualan 96 m 2 - Tangki BBM I 208 m 3 - Tangki BBM II 320 m 3 - Instalasi BBM 495 m Listrik dan Instalasi 82,4 KVA Genset dan Instalasi 95 KVA Gedung Bengkel 250 m 2 Balai Pertemuan Nelayan 150 m 2 Tempat Perbaikan Jaring 500 m 2 Tempat Penjemuran Jaring m 2 Areal Docking m 2 Radio SSB 52 m 2 Garasi Alat Berat 200 m 2 Forklift 2 unit Dump truck 2 unit Truck folder crane 2 unit Kendaraan operasional 9 unit Laboratorium mutu hasil perikanan 117 m 2 c. Fasilitas Penunjang Rumah tipe 70 (2 Rumah) 140 m 2 Rumah Tipe 50 (5 Rumah) 250 m 2 Rumah Tipe 45 (5 Rumah) 225 m 2 Mess Operator Tipe 36 (7 Rumah) 252 m 2 Wisma Nelayan Tipe 36 (6 Rumah) 216 m 2 Masjid Nelayan m 2 Guest house 2 unit Billboard informasi prakiraan cuaca 1 unit Pasar Ikan 360 m 2 Tempat Parkir Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 b

64 47 Kegiatan perikanan tangkap yang tinggi di PPN Palabuhanratu menyebabkan pihak pengelola menambah kolam pelabuhan (Kolam II). Selain itu, karena kolam pelabuhan I (Kolam I) sudah tidak mampu menampung kapal-kapal ikan yang akan tambat-labuh. Hal ini disebabkan kurang tertibnya nelayan dalam menambat-labuhkan kapal-kapalnya sehingga mengganggu alur masuk/keluar kapal lain yang akan tambat-labuh, melakukan pendaratan hasil tangkapan, ataupun pengisian bahan kebutuhan melaut. (3) Unit penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu Keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh unit penangkapan ikan yang ada. Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan yang saling terkait dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri dari alat tangkap, armada penangkapan (perahu atau kapal penangkapan ikan dan mesin), dan nelayan. a) Alat tangkap Jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan PPN Palabuhanratu sangat beragam. Berdasarkan PPN Palabuhanratu (2010 c ), tahun 2009 terdapat 9 jenis alat tangkap yang dominan dioperasikan yaitu pancing ulur, payang, pancing tonda (pancing rumpon), jaring rampus, gillnet, tuna longline, bagan apung, trammel net, dan purse seine. Jumlah dan persentasenya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Jenis dan jumlah alat tangkap serta persentasenya di PPN Palabuhanratu tahun 2009 Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) Persentase (%) Pancing Ulur ,34 Payang ,04 Pancing Tonda ,11 Jaring Rampus 443 9,60 Gillnet 370 8,02 Tuna Longline 274 5,94 Bagan Apung 164 3,55 Trammel Net 93 2,02 Purse Seine 18 0,39 Jumlah ,00 Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 c

65 48 Gambar 4 Komposisi jenis alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun 2009 Berdasarkan tabel dan gambar di atas, pada tahun 2009 alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan PPN Palabuhanratu adalah pancing ulur yaitu sebesar unit (36,34%), sedangkan jumlah alat tangkap paling sedikit adalah purse seine yang hanya 18 unit (0,39%). Berdasarkan wawancara, tingginya penggunaan alat tangkap pancing ulur dikarenakan keberadaan perusahaan pengekspor layur (PT. AGB), tingginya produksi dan permintaan layur pada tahun itu. Menurut mereka penggunaan pancing ulur untuk penangkapan layur lebih efektif dan lebih hemat (tidak memerlukan modal yang besar). Selain alat tangkap pancing ulur, alat tangkap lainnya yang dominan digunakan nelayan di PPN Palabuhanratu adalah payang sebesar 971 unit (21,04%), pancing tonda (pancing rumpon) sebesar 605 unit (13,11%), jaring rampus sebesar 443 unit (9,60%), gillnet sebesar 370 unit (8,02%), tuna longline sebesar 274 unit (5,94%), bagan apung sebesar 164 unit (3,55%), dan trammel net sebesar 93 unit (2,02%). b) Armada penangkapan ikan Kategori armada penangkapan ikan yang menggunakan fishing base-nya PPN Palabuhanratu adalah Perahu Motor Tempel (PMT) dan Kapal Motor (KM) dengan ukuran kapal < 10 GT s/d > 30 GT. Perahu motor tempel menggunakan mesin luar (outboard boat), sedangkan kapal motor menggunakan mesin dalam (inboard boat). Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 5.

66 49 Tabel 14 Jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah Kapal/Perahu Perikanan Tahun (unit) Jumlah Pertumbuhan Perahu Motor Tempel (PMT) Kapal Motor (KM) (unit) (%) , , , ,34 Rata-rata ,49 Kisaran (-24,18)-18,05 Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 c Gambar 5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu tahun Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada tahun , jumlah armada penangkapan ikan perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM) di PPN Palabuhanratu mengalami peningkatan. Namun pada tahun terus mengalami penurunan, berbeda dengan KM yang mengalami penurunan pada tahun 2008 tetapi meningkat drastis pada tahun Jika dilihat berdasarkan jumlah keseluruhan, pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan terbesar terjadi pada tahun 2006 sebesar 18,05% (122 unit), sedangkan penurunan jumlah armada penangkapan terjadi pada tahun 2008 sebesar 24,18 % (206 unit). Rata-rata pertumbuhan armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu sebesar 4,49%. Jumlah terbesar terjadi pada tahun 2007 sebesar 852 unit, sedangkan jumlah terkecil terjadi tahun 2008 sebesar 646 unit.

67 50 Hal ini karena pada tahun 2008 kedua jenis armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu mengalami penurunan. Jumlah PMT dan KM di PPN Palabuhanratu dipengaruhi oleh adanya program rumponisasi dari pemerintah yang bertujuan meningkatkan produksi hasil tangkapan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan; dan bertambahnya perusahaan pengekspor ikan layur di PPN Palabuhanratu. Selain itu karena menurunnya produksi hasil tangkapan alat tangkap payang dan gillnet menyebabkan banyak nelayan yang berpindah alat tangkap, sehingga berpengaruh pada armada penangkapan yang digunakan. c) Nelayan Nelayan adalah orang yang melakukan operasi penangkapan ikan di laut dengan menggunakan suatu alat tangkap dan jenis perahu/kapal tertentu. Berdasarkan wawancara, nelayan yang terdapat di PPN Palabuhanratu merupakan penduduk asli dan pendatang diantaranya dari Cirebon, Binuangen, Sumatera, dan Sulawesi. Nelayan di PPN Palabuhanratu dibedakan dalam dua kelompok, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan buruh adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan, sedangkan nelayan pemilik adalah orang yang memiliki modal dan armada penangkapan ikan serta tidak selalu ikut melaut. Nelayan pemilik biasa disebut juragan. Adapun pertumbuhan dan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu pada periode dapat dilihat pada Tabel 15 Gambar 6. Tabel 15 Jumlah dan persentasi pertumbuhan nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Jumlah Nelayan (orang) Pertumbuhan (%) , , , ,18 Rata-rata ,34 Kisaran (-34,93)-37,38 Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 c

68 51 Gambar 6 Perkembangan nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Berdasarkan tabel dan grafik di atas, pertumbuhan dan jumlah nelayan pada kurun waktu mengalami fluktuasi. Rata-rata pertumbuhan jumlah nelayan pertahun adalah sebesar 10,34%. Pada tahun 2008, terjadi penurunan jumlah nelayan sebesar orang (34,93%), sedangkan pertumbuhan jumlah nelayan terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar orang (37,38%). Namun pada tahun 2009 jumlah nelayan kembali meningkat 553 orang (14,18%) dari tahun Berdasarkan wawancara, penurunan jumlah nelayan disebabkan terjadinya penurunan jumlah hasil tangkapan nelayan dari beberapa alat tangkap seperti payang dan gillnet, sehingga nelayan tersebut ada yang beralih alat tangkap namun ada juga yang beralih pekerjaan. Selain itu, sebagian nelayan yang bekerja sebagai ABK merupakan nelayan sementara atau nelayan sambilan tambahan. d) Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu Produksi hasil tangkapan adalah banyaknya hasil tangkapan (ton) yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan, sedangkan nilai produksi adalah suatu nilai/nominal yang dihasilkan dari sejumlah hasil tangkapan yang didaratkan (rupiah). Produksi ikan di PPN Palabuhanratu berasal dari hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan domisili dan ikan yang berasal dari luar pelabuhan. Adapun produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 16 dan Gambar 7.

69 52 Tabel 16 Produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun Ikan didaratkan di Ikan Asal luar PPNP Jumlah PPNP Tahun Produksi Nilai Produksi Nilai Produksi Nilai (10 3 ton) (Rp.10 9 ) (10 3 ton) (Rp.10 9 ) (10 3 ton) (Rp 10 9 ) , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata 5, , ,70 81 Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 c Produksi (10 3 ton) Nilai Produksi (Rp.10 9 ) Produksi HT Tahun Nilai Produksi HT Gambar 7 Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun Berdasarkan tabel dan gambar di atas, jumlah total produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu pada periode mengalami fluktuasi. Jumlah total produksi hasil tangkapan terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar ,68 ton dengan nilai produksi sebesar Rp ,00; sedangkan nilai produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp ,00 dengan jumlah produksi hanya sebesar 8.716,78 ton. Rata-rata total produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu periode adalah sebesar ,44 ton dengan rata-rata nilai produksi sebesar Rp ,00. Jumlah produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu terdiri dari yang didaratkan oleh kapal-kapal ikan yang menjadikan PPN Palabuhanratu sebagai

70 53 fishing base-nya, dan dari luar PPN Palabuhanratu. Hasil tangkapan yang berasal dari luar PPN Palabuhanratu berupa kiriman dari daerah lain yang melalui jalan darat seperti Jakarta, Juwana, Binuangeun, Indramayu, Pameungpeuk; dan sentral pendaratan ikan lainnya yang ada di kabupaten Sukabumi seperti Loji, Cisolok, Ujung Genteng; sedangkan kapal-kapal ikan pendatang yang mendarakan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu diantaranya berasal dari Cilacap, Jakarta, Bali, Sibolga dan Binuangeun (PPN Palabuhanratu 2010 a ). Berdasarkan PPN Palabuhanratu (2010 c ), jenis ikan yang dominan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2009 adalah ikan layaran (indo-pacific sailfish) dengan jumlah produksi sebesar 30,72 ton dan nilai produksi sebesar Rp ,00; ikan peperek (slipmounths) dengan jumlah produksi sebesar 29,92 ton dan nilai produksi sebesar Rp ,00; ikan cucut (shark) dengan jumlah produksi sebesar 20,29 ton dan nilai produksi sebesar Rp ,00; ikan tongkol komo (eastern little tuna) dengan jumlah produksi sebesar 15,19 ton dan nilai produksi sebesar Rp ,00; serta ikan tongkol abu-abu (longtail tuna) dengan jumlah produksi sebesar 12,05 ton dan nilai produksi sebesar Rp ,00. e) Musim penangkapan ikan Pada masyarakat nelayan ada 3 macam musim ikan, yaitu musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Musim puncak merupakan musim banyak ikan, musim sedang merupakan musim dimana ikan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, sedangkan musim paceklik merupakan musim dimana ikan jumlahnya sedikit. Musim paceklik terjadi pada musim barat. Namun masyarakat di PPN Palabuhanratu mengenal 2 musim penangkapan ikan, yaitu musim barat dan musim timur. Pada musim barat (Desember-Maret) sebagian besar nelayan di PPN Palabuhanratu tidak melaut, karena sering terjadi angin kencang, gelombang besar dan hujan lebat. Selain itu ada musim ini, nelayan yang tidak melaut, terutama kapal-kapal ukuran < 10 GT lebih memilih melakukan aktivitas di pelabuhan, seperti perbaikan kapal, mesin, dan alat tangkap. Berbeda halnya ketika musim timur (Juni-Agustus), keadaan perairan lebih tenang, angin yang bertiup tidak terlalu kencang dan jarang terjadi hujan. Pada kondisi ini nelayan kembali

71 54 beraktivitas/melaut. Musim ini merupakan musim puncak bagi nelayan PPN Palabuhanratu karena merupakan musim banyak ikan. f) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan nelayan PPN Palabuhanratu menurut jenis/ukuran kapal dan jenis alat tangkap pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Daerah penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu menurut jenis/ukuran kapal dan jenis alat tangkap tahun 2009 No. Jenis/ukuran kapal Jenis alat tangkap Daerah penangkapan 1. Perahu Motor Tempel (PTM) Payang Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng, Bayah, Binuangen. Pancing ulur Teluk Palabuhanratu Rampus Teluk Palabuhanratu 2. Kapal Motor (KM) < 10 GT 3. Kapal Motor (KM) GT 4. Kapal Motor (KM) GT 5. Kapal Motor (KM) > 30 GT Trammel net Purse seine Bagan Gill net Pancing ulur Rawai Trammel net Pancing tonda Payang Gill net Rawai Gill net Rawai Tuna long line Gill net Rawai Tuna long line Sumber : PPN Palabuhanratu 2010 c Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Teluk Palabuhanratu Ujung Genteng, Cidaun, Ujung kulon (Perairan Selatan Jawa) Samudera Hindia Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Samudera Hindia Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng, Bayah, Binuangeun. Sumatera, Jawa Tengah, Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa), Samudera Hindia Sumatera, Jawa Tengah, Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa) Sumatera, Jawa Tengah, Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa), Samudera Hindia Sumatera, Jawa Tengah, Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa) Samudera Hindia Sumatera, Jawa Tengah, Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa), Samudera Hindia Sumatera, Jawa Tengah, Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa) Samudera Hindia

72 55 Nelayan yang menjadikan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base-nya mayoritas merupakan nelayan tradisional. Kapal yang digunakan masih terbuat dari kayu dan fiber dengan ukuran <10 GT. Hal ini menyebabkan daya jelajah armada penangkapannya menjadi terbatas. Daerah penangkapan ikan nelayan PPN Palabuhanratu masih banyak dilakukan di sekitar Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan tabel di atas, armada penangkapan ikan jenis perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM) < 10 GT dominan masih melakukan operasi penangkapan ikan di sekitar Teluk Palabuhanratu, kecuali gill net dan pancing tonda yang daerah operasinya telah mencapai Samudera Hindia. Hal ini dikarenakan fishing ground pancing tonda (pancing rumpon) adalah rumpon yang ditanam/dipasang di perairan Samudera Hindia (Lampiran 3). Kapal motor ukuran > 11 GT telah melakukan operasi penangkapan sampai ke Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa), Sumatera, dan Samudera Hindia Pangkalan pendaratan ikan Selain PPN Palabuhanratu, di Kabupaten Sukabumi terdapat enam Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang mendukung aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, yaitu PPI Cisolok, PPI Cibangban, PPI Loji, PPI Minajaya, PPI Ujunggenteng, dan PPI Ciwaru. Keenam PPI tersebut terletak di enam titik di Kabupaten Sukabumi (Putri 2011) yaitu : 1) PPI Cisolok Terletak di Desa Pajagan Cikahuripan, Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi. PPI Cisolok terletak kurang lebih 17 km dari PPN Palabuhanratu. Letaknya tidak terlalu jauh dari PPN Palabuhanratu, maka aktivitas yang dilakukan baik oleh nelayan, pedagang dan pendistribusi hasil tangkapan sering berinteraksi dengan PPN Palabuhanratu. 2) PPI Cibangban Terletak di Desa Pasir Batu Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi. Letak PPI Cibangban tidak jauh dari PPI Cisolok, hanya sekitar 5 km setelah PPI Cisolok. Letaknya yang cukup jauh ke pusat kota Palabuhanratu maka aktivitas yang dilakukan baik itu oleh nelayan, pedagang maupun pendistribusian hasil

73 56 tangkapan kurang sering berinteraksi dengan PPN Palabuhanratu, terkecuali pada musim ikan. PPI Cibangban dibangun oleh pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi guna menunjang perikanan di daerah-daerah yang cukup jauh dengan pusat kota. 3) PPI Loji Terletak di Desa Loji Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi. Letak PPI Loji cukup jauh dengan pusat kota Palabuhanratu. Aktivitas yang dilakukan oleh nelayan di daerah Loji masih ada, terbukti dengan adanya pendaratan hasil tangkapan dan perahu-perahu nelayan yang jumlahnya tidak terlalu banyak dan mmendarat disepanjang pantai Loji. Sebelum tahun 2000 PPI Loji berfungsi sebagaimana mestinya, yakni sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) bagi masyarakat nelayan daerah Loji. Pemerintah Kabupaten Sukabumi membangun PPI Loji di atas tanah milik pemerintah daerah, dan memiliki beberapa fasilitas fungsional dan tambahan, kecuali fasilitas pokok seperti dermaga, breakwater, dan kolam pelabuhan. Namun sekitar tahun 2000 pemerintah menjual tanah tersebut ke PT. Texmaco, sehingga seluruh bangunan PPI Loji dihancurkan untuk membangun perusahaan tersebut. Setelah 3 tahun berlalu, PT. Texmaco belum melakukan pembangunan, sehingga masyarakat yang dulunya telah berpindah tempat kini kembali ke daerah PPI Loji dan kembali melakukan aktivitas perikanan tangkap hingga sekarang. 4) PPI Minajaya Terletak di Desa Minajaya Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi. Letak PPI Minajaya jaraknya kurang lebih 20 km dari pusat kota Surade, 80 km dari pusat kota Palabuhanratu dan kurang lebih 150 km dari pusat kota Sukabumi. PPI Minajaya memiliki luas yang sangat kecil, meskipun demikian aktivitas didalam PPI Minajaya tersebut cukup ramai. Letaknya yang cukup jauh dari pusat kota dan akses jalan yang kurang baik maka nelayan umumnya hanya menjual hasil tangkapan ke daerah lokal yakni sekitar PPI Minajaya, dan menjual langsung ke penampung yang berada di dalam PPI. Pemerintah daerah membangun PPI Minajaya dikarenakan potensi wilayah perairan Minajaya cukup besar, dengan potensi wilayah perairan berkarang sehingga menghasilkan hasil tangkapan

74 57 ekonomis penting. Namun tanah bangunan dari PPI Minajaya bertumpang tindih dengan tanah swasta sehingga kepemilikan tanah di PPI Minajaya kurang jelas. 5) PPI Ujunggenteng Terletak di Desa Ujunggenteng, Gunung Batu Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi. Letak PPI Ujunggenteng berjarak kurang lebih 23 km dari PPI Minajaya. Namun karena kondisi PPi Ujunggenteng lebih baik daripada PPI Minajaya dan akses jalan yang lebih cukup memadai maka PPI Ujunggenteng lebih banyak aktivitas nelayannya, baik dari segi jumlah nelayan dan fasilitas lebih banyak daripada PPI Minajaya. PPI Ujunggenteng mendistribusikan hasil ke daerah lokal sekitar PPI dan juga umumnya langsung menjual ke pengumpul untuk dibawa ke Jakarta dan di ekspor. Pembangunan PPI Ujunggenteng oleh pemerintah daerah, namun kepemilikannya masih sering bersengketa dengan AURI karena letaknya dari PPI Ujunggenteng berada dalam wilayah dan bersebelahan dengan AURI. 6) PPI Ciwaru Terletak di Desa Palampang Ciwaru, Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi. Letak PPI Ciwaru berjarak kurang lebih 60 km dari PPI Ujunggenteng dengan menempuh 2 jam perjalanan. PPI Ciwaru berada di daerah aliran muara sungai Palampang, sehingga perahu-perahu nelayan umumnya menambatkan perahunya di sepanjang muara. Pemerintah daerah membangun PPI Ciwaru di atas tanah milik pemerintah daerah yang bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan perikanan tangkap yang cukup ramai disekitar aliran muara sungai Palampang dan untuk meningkatkan perekonomian daerah khususnya Kecamatan Ciwaru. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa nelayan dari beberapa PPI tersebut ada yang mendaratkan hasil tangkapan dan mengisi bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu. Hal ini dikarenakan PPI tersebut belum memiliki fasilitas yang memadai terkait penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut. Selain itu, tingginya aktivitas di PPN Palabuhanratu memberikan peluang yang lebih besar bagi nelayan dari PPI-PPI tersebut dalam penjualan hasil tangkapannya dengan harga yang lebih baik.

75 58 5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Perikanan Pancing Rumpon Unit penangkapan pancing rumpon Perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kapal pancing rumpon dan rumpon yang dipasang. Banyaknya keuntungan yang diperoleh nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing rumpon menarik minat masyarakat nelayan di Palabuhanratu. Keuntungan penggunaan alat tangkap ini diantaranya adalah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) lebih efisien karena telah mengetahui tujuan penangkapan dan harga jual hasil tangkapan yang lebih baik karena memiliki mutu dan kualitas ekspor. Unit penangkapan pancing tonda terdiri dari alat tangkap, kapal, nelayan, dan alat bantu yang membentuk satu kesatuan teknis dalam operasional penangkapan ikan di laut. Berikut unit penangkapan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu : 1) Alat tangkap pancing rumpon Alat tangkap pancing yang dibawa oleh nelayan pancing rumpon PPN Palabuhanratu tidak hanya satu jenis melainkan beberapa jenis pancing, yaitu pancing tonda, pancing layang-layang, pancing tomba jerigen, pancing kondokondo, pancing coping, dan pancing taber. Semua jenis pancing tersebut memiliki konstuksi, metode pengoperasian dan waktu penangkapannya secara kondisional (bergantung kondisi saat di laut). Berikut rincian alat tangkap pancing yang digunakan nelayan pancing rumpon : (1) Pancing tonda Konstruksi pancing tonda tergolong sederhana, karena hanya terdiri dari tali nilon, mata pancing, dan umpan buatan yang terbuat dari benang warna-warni atau tali rafia. Benang dan tali rafia yang digunakan biasanya berwarna cerah agar dapat memikat/menarik perhatian ikan. Menurut Jungjunan (2009), konstruksi alat tangkap pancing tonda hanya terdiri dari tali nilon monofilamen berukuran nomor

76 59 100, mata pancing berukuran nomor 7 atau 8 dengan umpan buatan berupa benang warna-warni (Gambar 8). Menurut Baskoro dan Effendi (2005), nelayan-nelayan tonda pantai barat Sumatera menggunakan umpan buatan dari tali plastik yang dibentuk sedemikian rupa. Ikan-ikan tertangkap disebabkan tertarik pada kemilau tali plastik yang ditarik dengan kecepatan tertentu hingga menyerupai mangsa di mata ikan-ikan tersebut. Alat tangkap pancing tonda dioperasikan di bagian buritan kapal. Cara pengoperasiannya yaitu di tarik oleh kapal secara horizontal. Nelayan memegang tali pancing dan menarik-ulurnya dari atas kapal. Mata pancing berumpan buatan yang berada di perairan bergerak-gerak karena adanya pengaruh tarikan kapal dan tali pancing yang ditarik-ulur. Menurut Gunarso (1985), tidak jarang pada satu kapal dioperasikan sejumlah tali pancing tonda, masing-masing tali pancing tonda dapat pula terdiri dari sejumlah mata pancing, masing-masing ditautkan pada talitali pancing tonda tersebut. Agar tidak terjadi saling kait-mengait, masing-masing tali tonda direntangkan dengan outriggers (bagian berbentuk tiang-tiang yang dapat direntang ataupun dilipat; Gambar 1 sub-subbab 2.1.1). Kecepatan kapal yang menarik pancing tonda bergantung pada ikan target tangkapan. Untuk ikan perenang cepat, seperti tuna dan cakalang biasanya ditarik dengan kecepatan antara 6-8 knot (Sainsbury 1971). Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 8 Konstruksi pancing tonda di PPN Palabuhanratu

77 60 (2) Pancing layang-layang Pancing layang-layang memiliki konstruksi yang terdiri dari line roller, layang-layang, tali nilon, mata pancing, dan umpan buatan berupa cumi-cumi berbahan karet (Gambar 9). Layang-layang terbuat dari plastik berwarna hitam dengan rangka bambu. Pada mata pancing digunakan 3 mata pancing yang diikat menjadi satu. Mata pancing dimasukkan kedalam umpan cumi-cumi dengan posisi ketiga mata pancing berada didalam tangan-tangan cumi-cumi. Umpan cumi-cumi biasanya berwarna cerah agar dapat memikat/menarik perhatian ikan. Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 9 Konstruksi pancing layang-layang di PPN Palabuhanratu Menurut Jungjunan (2009), konstruksi pancing layang-layang terdiri dari layang-layang plastik, umpan buatan berupa cumi-cumi, multiple hook, dan tali. Layang-layang diikat dengan tali nilon monofilamen (ukuran nomor 200) yang terhubung dengan line roller. Tali pada line roller dapat mencapai 100 m, pada bagian bawah tali diikatkan ke layang-layang yang terhubung dengan mata pancing/umpan buatan. Panjang tali antara layang-layang dan mata pancing/ umpan mencapai 9 m. Multiple hook yang digunakan merupakan rakitan sendiri dengan ukuran mata pancing nomor 2. Jumlah mata pancing yang dirakit terdiri dari 3 mata pancing yang diikat menggunakan benang nilon monofilamen. Alat tangkap pancing layang-layang biasanya dioperasikan saat siang atau menjelang sore, saat arah angin datang dari sisi kanan atau kiri kapal. Pengoperasian pancing ini dimulai dengan penurunan mata pancing yang telah berumpan ke perairan, kemudian layang-layang diterbangkan dengan arah menyamping. Ini dilakukan agar umpan menyusur permukaan perairan dan menimbulkan riak-riak air untuk menarik perhatian ikan. Jika umpan dimakan ikan,

78 61 umpan akan ditarik ke dalam perairan beserta layang-layang sehingga layanglayang tersebut rusak. (3) Pancing tomba jerigen Berdasarkan hasil wawancara, alat tangkap pancing tomba jerigen (Gambar 10) merupakan alat tangkap utama yang digunakan dalam operasi penangkapan di sekitar rumpon. Hal ini sesuai dengan Jungjunan (2009) bahwa pancing tomba jerigen alat tangkap utama yang memiliki konstruksi terdiri atas jerigen (kapasitas 25 liter), tali nilon monofilamen (berukuran nomor ), swivel, pemberat yang terbuat dari bahan timah (massa pemberat 100 gr), mata pancing yang terbuat dari besi berlapis (berukuran nomor 1 atau 2), dan umpan hidup. Jarak antara jerigen dengan swivel umumnya 45 m, sedangkan panjang tali antara swivel dan mata pancing yaitu 9 m. Pada swivel dipasang pemberat. permukaan air Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 10 Konstruksi pancing tomba jerigen di PPN Palabuhanratu Pancing tomba jerigen dioperasikan dari pagi sampai sore hari (selama jerigen masih dapat terlihat saat terapung di laut dan umpan hidup masih ada). Metode pengoperasianya yaitu umpan hidup dikaitkan ke mata pancing/mata pancing lalu dimasukkan keperairan sesuai kedalaman yang diinginkan, diikuti penurunan jerigen. Nelayan harus jeli dalam memperhatikan pergerakan jerigen, jika ikan memakan umpan dan terjerat maka jerigen harus langsung diangkat ke atas kapal. 4 Keterangan : 1. Jerigen 2. Tali pancing 3. Swivel & Pemberat 4. Mata pancing (hook) Non skala

79 62 (4) Pancing kondo-kondo Sama seperti pancing layang-layang, pancing kondo-kondo juga menggunakan layang-layang. Perbedaan kedua pancing ini terletak pada konstruksi dan metode pengoperasiannya. Konstruksi pancing kondo-kondo terdiri dari line roller, layang-layang plastik, tali nilon, swivel, mata pancing, dan umpan cumi-cumi buatan berbahan karet. Layang-layang plastik dan bentuk mata pancing pada pancing ini sama dengan pancing layang-layang. Bedanya ukuran mata pancing alat tangkap pancing kondo-kondo lebih kecil, sehingga ukuran ikan yang diperoleh juga lebih kecil. Menurut Jungjunan (2009), konstruksi pancing kondo-kondo terdiri dari layang-layang-layang plastik, tali nilon monofilamen, swivel, umpan buatan, dan multiple hook (Gambar 11). Layang-layang pada pancing kondo diikat dengan tali nilon monofilamen sepanjang 100 m dengan ukuran tali nomor 70. Ujung lain tali diikatkan swivel dan dihubungkan dengan tali nilon monofilamen sepanjang 20 m dengan ukuran tali nomor 100 dan diberi swivel. Swivel diikatkan pada tali nilon monofilamen sepanjang 1 roll yang digulung di line roller. Pada tali nilon sepanjang 20 m digantungkan 5 tali cabang dengan ujung mengikat umpan buatan yang berukuran kecil dan hook berukuran nomor 7. Panjang tali cabang bervariasi, tali cabang pertama memiliki panjang 2 m; tali cabang kedua ketiga dan memiliki panjang 1,5 m; tali cabang keempat memiliki panjang 1 m; dan tali cabang kelima memiliki panjang 0,5 m. Panjang tali cabang yang berbeda dimaksudkan agar pada saat pengoperasian alat tangkap semua umpan terdapat pada satu garis lurus secara horizontal. Cara pengoperasian pancing kondo-kondo yaitu mula-mula layang-layang diterbangkan. Ketinggian pada layang-layang ini lebih tinggi dibandingkan layang-layang pada pancing layang-layang. Hal ini karena posisi umpan pada kedua pancing ini berbeda. Setelah layang-layang naik pada ketinggian yang diinginkan, umpan-umpan diturunkan satu-persatu. Perbedaan lainnya, pada pancing kondo tali layangan ditarik dan diulur agar umpan terlihat bergerak. Jika pada salah satu umpan ada ikan yang terjerat, tali layang-layang langsung ditarik hingga mencapai umpan dimana ikan terjerat. Namun demikian, posisi layanglayang tetap berada di atas sehingga tidak rusak.

80 63 Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 11 Konstruksi pancing kondo-kondo di PPN Palabuhanratu (5) Pancing coping Pancing coping memiliki konstruksi yang terdiri dari tali nilon, swivel, pemberat, dan mata pancing. Pada mata pancing diikatkan benang berwarna-warni yang sebagai umpan buatan. Benang warna-warni tersebut menggunakan warnawarna cerah dan terang agar dapat memikat/menarik perhatian ikan untuk mendekat dan akhirnya memakan umpan. Menurut Jungjunan (2009), pancing coping memiliki mata pancing dengan ukuran nomor 8 yang diikat oleh tali nilon monofilamen ukuran nomor 50 sepanjang 7 m. Tali ini diikatkan pada swivel, pemberat, kemudian swivel dan mata pancing (Gambar 12). Pemberat yang digunakan memiliki massa 250 gr. Ujung swivel kedua diikat oleh tali nilon monofilamen ukuran nomor 150 dengan panjang 100 m. Alat tangkap pancing coping dioperasikan di bagian sisi kapal dan kapal dalam keadaan diam. Cara pengoperasiannya yaitu dengan melempar mata pancing terlebih dahulu diikuti pemberat hingga pemberatnya tenggelam. Mata pancing berada pada kedalaman sesuai dengan kedalaman pemberat.

81 64 Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 12 Konstruksi pancing coping di PPN Palabuhanratu (6) Pancing taber Kontruksi pancing taber terdiri dari tali nilon, swivel, pemberat, dan mata pancing. Pada mata pancing diikatkan umpan buatan dari tali rafia yang berwarna cerah. Mata pancing yang digunakan pada satu unit pancing taber terdiri dari beberapa mata pancing yang diikatkan pada tali-tali cabang sepanjang tali utama. Menurut Jungjunan (2009), pancing taber memiliki konstruksi terdiri dari 15 tali cabang, swivel, dan pemberat (Gambar 13). Panjang tali cabang 30 cm dengan jarak antar tali cabang sepanjang 1 m. Jarak antara swivel pertama dengan tali cabang pertama sepanjang 1,5 m, sedangkan dari tali cabang terakhir hingga swivel kedua berjarak hanya 1 m. Pada swivel kedua ini digantungi pemberat 100 gr. Tali cabang menggunakan tali nilon monofilamen ukuran nomor 70, sedangkan tali utama berukuran nomor 150. Mata pancing yang digunakan memiliki ukuran nomor 7 dengan umpan buatan berupa tali rafia berwarna. Pancing taber dioperasikan di bagian buritan kapal dengan cara ditarik oleh kapal. Cara pengoperasiannya sama dengan cara pengoperasian pada pancing tonda. Tali pancing dipegang dan ditarik-ulur oleh nelayan, sementara mata pancing berada di perairan.

82 65 7 Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) 2) Kapal pancing rumpon Gambar 13 Konstruksi pancing taber di PPN Palabuhanratu Berdasarkan hasil wawancara, perikanan pancing rumpon mulai berkembang di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005, setelah sebelumnya pada akhir tahun 2004 Yayasan Anak Nelayan Indonesia (YANI) melakukan uji coba menggunakan rumpon laut dalam sebagai alat bantu penangkapan ikan. Keberhasilan YANI dalam uji coba tersebut diikuti oleh nelayan pancing di PPN Palabuhanratu, sehingga perikanan pancing rumpon terus meningkat sampai sekarang. Peningkatan jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun (Tabel 18 dan Gambar 14). Tabel 18 Jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Jumlah Kapal (unit) Persentase (%) , , , , ,69 Rata-rata 50 75,07 Kisaran ,93-122,22 Sumber: PPN Palabuhanratu 2011 (data diolah kembali)

83 66 Jumlah (unit) Tahun Gambar 14 Perkembangan jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Pada tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada awal keberadaannya yaitu tahun 2005, jumlah kapal pancing rumpon hanya 9 unit. Namun pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 20 unit atau 122,22%, dan terus mengalami peningkatan hingga tahun Pada tahun 2010, pancing rumpon mengalami peningkatan sebesar 107,69% dari tahun sebelumnya. Rata-rata peningkatan kapal pancing rumpon adalah sebesar 50 unit atau 75,07% per tahun. Peningkatan minimumnya sebesar 9 unit atau 37,93% per tahun; sedangkan peningkatan maksimumnya sebesar 135 unit atau 122,22% per tahun. Berdasarkan hasil wawancara, kapal pancing rumpon yang digunakan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berukuran 6 GT, dengan rata-rata panjang 12,60 m dengan kisaran antara 12,50-13,00 m. Rata-rata lebar kapal adalah 2,54 m dengan kisaran antara 2,10-3,00 m; sedangkan rata-rata draftnya adalah 1,18 m dengan kisaran antara 1,00-1,50 m. Berikut rincian ukuran kapal dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 15. Tabel 19 Ukuran kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Responden Ukuran (GT) Panjang (m) Lebar (m) Draft (m) R1 6,00 12,50 3,00 1,20 R2 6,00 13,00 2,50 1,50 R3 6,00 12,50 2,10 1,00 R4 6,00 12,50 2,10 1,00 R5 6,00 12,50 3,00 1,20 Rata-rata 6,00 12,60 2,54 1,18 Kisaran 6,00 12,50-13,00 2,10-3,00 1,00-1,50

84 67 Gambar 15 Armada pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun ) Nelayan Nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik merupakan orang yang memiliki armada pancing rumpon namun tidak ikut serta dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik memperoleh keuntungan dari hasil penjualan hasil tangkapan kapalnya. Keuntungan yang dibagikan merupakan jumlah hasil penjualan hasil tangkapan dikurangi biaya operasional. Pembagian keuntungan (setelah dikurangi biaya operasinal) antara nelayan pemilik dan nelayan buruh adalah 50:50, yaitu 50 % untuk nelayan pemilik dan 50% nelayan buruh. Bagian nelayan buruh tersebut dibagi lagi antara tekong dan ABK, yaitu tekong memperoleh bagian dua kali dari bagian ABK. Nelayan buruh merupakan nelayan yang selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan buruh pancing rumpon di PPN Palabuhanratu terdiri dari nelayan asli dan nelayan pendatang yang berdomisili di Palabuhanratu. Nelayan pendatang tersebut berasal dari Pulau Jawa (Banten) dan Makasar (Bugis). Pada saat tidak melaut yaitu musim barat (gelombang besar, angin sangat kencang, ombak besar, dan hujan lebat), nelayan pendatang biasanya memanfaatkan untuk pulang ke kampung halamannya. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah nelayan pancing rumpon per kapal adalah lima orang yang terdiri dari satu orang juru mudi (nakhoda/tekong), sisanya adalah anak buah kapal (ABK). Setiap ABK memiliki tugas masingmasing, yaitu juru mesin, juru masak, dan memancing. Namun pada saat sedang melakukan operasi penangkapan semua ABK tetap memancing, kecuali juru mudi

85 68 (tekong) yang harus tetap memegang kendali kapal. Walaupun ada sebagian juru mudi (tekong) yang juga ikut memancing. Menurut Sainsbury (1971), jumlah nelayan pancing tonda per kapal antara 4-6 orang, terdiri dari satu orang nakhoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin, dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pengoperasian pancing biasanya dilakukan mulai dari pagi (subuh) sampai sore, sedangkan pada malam harinya juru mudi (tekong) dan ABK beristirahat untuk melanjutkan operasi penangkapan keesokan harinya. Operasi penangkapan ikan berakhir (pulang) jika palkah telah penuh terisi ikan. Nelayan bisa pulang lebih cepat dari perkiraan waktu jika sedang musim banyak ikan, namun jika ikan sedikit nelayan akan pulang sampai palkah penuh atau bahan kebutuhan melaut telah habis. 4) Rumpon Rumpon yang dimanfaatkan oleh nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu terdiri atas rumpon bantuan pemerintah, milik perusahaan, dan milik perorangan. Pada rumpon bantuan dari pemerintah daerah boleh dimanfaatkan oleh siapa saja, sedangkan pada rumpon milik perusahaan dan milik perseorangan harus mendapat izin dari pemilik. Namun dalam pemanfaatan rumpon, nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu telah membentuk kelompok nelayan yang terdiri dari 6-9 kapal pancing rumpon per satu unit rumpon. Jenis rumpon yang dimanfaatkan oleh nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu merupakan rumpon laut dalam (Gambar 16). Menurut Departemen Pertanian (1997) vide (Besweni 2009) rumpon laut dalam yaitu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan diperairan laut dengan kedalaman lebih besar dari 200 m untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang disamping pelagis kecil. Berdasarkan hasil wawancara, rumpon yang dimanfaatkan nelayan pancing rumpon di pasang pada perairan dalam yaitu pada posisi lintang lintang 8 0, kemudian semakin menjauh mencapai posisi lintang 9 0 (Samudera Hindia).

86 69 Sama seperti konstruksi rumpon pada umumnya, konstruksi rumpon yang utama pada perikanan pancing rumpon terdiri dari pelampung utama (Gambar 17a), pemikat (attractor) (Gambar 17b), tali (rope) (Gambar 17c), dan pemberat (sinker) (Gambar 17d). Pelampung utama berbentuk tabung yang terbuat dari ponton, pemikat yang digunakan merupakan daun kelapa, tali yang digunakan tali tambang yang panjangnya bergantung pada kedalaman perairan rumpon dipasang, dan pemberatnya terbuat dari semen beton berbentuk segi empat. Gambar 16 Konstruksi rumpon laut dalam di PPN Palabuhanratu 17a Pelampung utama 17b Pemikat (attractor) 17c Tali (rope) 17d Pemberat (sinker) Gambar 17 Bagian-bagian rumpon di PPN Palabuhanratu

87 70 Menurut Jungjunan (2009), rumpon yang digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu memiliki komponen utama dan komponen pelengkap. Komponen utama terdiri dari pelampung, yang terbuat dari ponton; tali utama, terbuat dari tali polypropylene (PP); atraktor alami, terbuat dari pelepah daun kelapa; sedangkan atraktor permanennya terbuat dari bahan sintetis dari waring bekas dan tali plastik rafia; serta pemberat utama, yang terbuat dari campuran semen. Komponen pelengkap rumpon terdiri dari swivel, yang terbuat dari besi; hillban, yang terbuat dari ban luar mobil bekas; karung plastik; selang plastik; tali PE; dan pemberat atraktor, yang terbuat dari batu bata merah Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Hasil tangkapan nelayan pancing rumpon terdiri dari hasil tangkapan dominan dan hasil tangkapan lainnya. Hasil tangkapan dominan terdiri dari cakalang, yellowfin tuna/tuna sirip kuning, dan bigeye tuna/tuna mata besar; sedangkan hasil tangkapan lainnya berupa banyar, abu-abu, lisong, layang, tongkol komo, setuhuk loreng, pedang-pedang, cucut, dan layaran. Produksi dan nilai produksi ikan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun dapat dilihat pada Tabel 20, Tabel 21, dan Gambar 18. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa produksi hasil tangkapan nelayan pancing rumpon pada tahun 2009 adalah sebesar 597,21 ton; dengan peningkatan produksi hasil tangkapan sebesar 105,47%. Jumlah produksi ini didominasi oleh hasil tangkapan dominan nelayan pancing rumpon. Produksi hasil tangkapan dominan terbesar adalah yellowfin tuna, yaitu sebesar 305,65 ton atau 51,18%; kemudian cakalang sebesar 179,37 ton atau 30,04%; dan bigeye tuna sebesar 88,18 ton atau 14,76%. Produksi hasil tangkapan lainnya berupa setuhuk loreng hanya sebesar 23,45 ton atau 3,93%; pedang-pedang sebesar 0,16 ton atau 0.03%; cucut sebesar 0,21 ton atau 0,03%; dan layaran sebesar 0,19 ton atau 0,03%. Selanjutnya pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai produksi hasil tangkapan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp ,00. Pada tahun ini terjadi peningkatan nilai produksi sebesar 170,76%. Jumlah nilai produksi hasil tangkapan terbesar diperoleh dari penjualan hasil tangkapan dominan yaitu yellowfin tuna sebesar Rp ,00 atau sebesar 66,06%; cakalang sebesar

88 71 Rp ,00 atau sebesar 17,24%; dan bigeye tuna sebesar Rp ,00 atau sebesar 12,18%. Tabel 20 Produksi hasil tangkapan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Produksi (ton) Jenis Hasil 2009 Tangkapan (ton) (%) 1. Cakalang 109,44 200,41 132,53 128,79 179,37 30,04 2. Yellowfin tuna 88,34 97,45 89,78 121,30 305,65 51,18 3. Bigeye tuna 0,49 7,40 53,19 35,49 88,18 14,76 4. Banyar 0,11 0, Abu-abu - 0,07 0,14 0, Lisong - - 0, Layang - - 0, Tongkol komo , Setuhuk loreng ,45 23,45 3, Pedang-pedang ,07 0,16 0, Cucut ,21 0, Layaran ,19 0,03 Jumlah 198,38 305,66 276,66 290,66 597,21 100,00 Pertumbuhan (%) - 54,08-9,49 5,06 105,47 - Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 c (data dioleh kembali) Tabel 21 Nilai produksi hasil tangkapan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Nilai Produksi (Rp. 10 6,-) Jenis Hasil 2009 Tangkapan ton (%) 1. Cakalang 623, ,13 912, , ,82 17,24 2. Yellowfin tuna 565,74 747, , , ,60 66,06 3. Bigeye tuna 3,83 56,73 513,14 446, ,31 12,18 4. Banyar 0,57 1, Abu-abu - 0,36 0,82 1, Lisong - - 0, Layang - - 5, Tongkol komo , Setuhuk loreng ,39 424,52 4, Pedang-pedang ,67 3,03 0, Cucut ,83 0, Layaran ,27 0,02 Jumlah 1.193, , , , ,37 100,00 Pertumbuhan (%) - 80,05 15,21 42,56 170,76 - Sumber : PPN Palabuhanratu 2010 c (data diolah kembali)

89 Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp.10 9,-) Produksi Tahun Nilai Produksi Gambar 18 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Selama periode , perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pada kondisi tahun terakhir (2009) perkembangan produksi hasil tangkapan meningkat sebesar 105,47% dan nilai produksinya meningkat sebesar 170,76% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah armada pancing rumpon sejak keberadaannya di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005 (Tabel 16). Selain itu, hasil tangkapan perikanan pancing rumpon merupakan jenis ikan ekonomis penting dan masuk standar ekspor, sehingga menarik minat nelayan untuk membuat kapalkapal pancing rumpon baru ataupun beralih alat tangkap. 5.2 Prosedur Penyediaan/Penyaluran dan Besaran Jenis Bahan Kebutuhan Melaut di PPN Palabuhanratu Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan dapat diusahakan, dimana pengusahaannya berupa penyewaan fasilitas dan pelayanan jasa. Penyewaan fasilitas meliputi sewa lahan, sewa bangunan, dan sewa peralatan; sedangkan pelayanan jasa meliputi pelayanan kapal, pelayanan barang dan alat, pelayanan pemenuhan bahan kebutuhan melaut kapal perikanan, pelayanan cold storage, pelayanan perbaikan kapal, pelayanan pelelangan ikan, pelayanan pas masuk dan parkir, dan jasa lainnya sesuai peraturan perundang-

90 73 undangan yang berlaku. Penyewaan fasilitas dan pelayanan jasa di pelabuhan perikanan dapat bekerjasama dengan pihak ketiga dalam pengusahaannya. Demikian halnya, PPN Palabuhanratu dalam mendukung kegiatan operasionalnya melakukan pengusahaan penyewaan fasilitas berupa lahan, bangunan, peralatan, atau kombinasi dari ketiganya; serta menyediakan berbagai jenis pelayanan jasa. Penyewaan fasilitas tersebut dilakukan oleh pihak ketiga, salah satu tujuan usahanya adalah penyediaan dan penyaluran bahan kebutuhan melaut. Pihak ketiga yang berminat untuk menyewa fasilitas di PPN Palabuhanratu harus melengkapi semua persyaratan penyewaan sesuai prosedur yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak pelabuhan, standar operasional prosedur (SOP) penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu ada dua bentuk. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 19. Bentuk pertama adalah kontrak/perjanjian antara pihak ketiga (investor/pengusaha) dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Dirjen Perikanan Tangkap) (1-2-3), dan bentuk kedua adalah kontrak/perjanjian antara pihak ketiga dengan Koperasi Karyawan Mina Nusantara (Kopkar Mina Nusantara) (A-B-C-D-E). Penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu (pihak ketiga) ada yang melakukan kedua bentuk kerjasama tersebut. Berdasarkan Gambar 19, pada cara pertama, pihak ketiga (investor/pengusaha) mengajukan permohonan sewa dan persyaratannya kepada Kepala PPN Palabuhanratu (1); Kepala PPN Palabuhanratu menugaskan Kepala Seksi Pengembangan untuk menelaah dan meneliti permohonan tersebut, kemudian membuat draft/konsep kontrak penggunaan lahan industri di PPN Palabuhanratu dan diserahkan kepada Kepala PPN Palabuhanratu, jika disetujui selanjutnya diserahkan kepada pihak ketiga apakah disetujui atau tidak. Jika pihak ketiga juga menyetujuinya, maka Kepala Seksi Pengembangan membuat naskah kontrak penggunaan lahan industri perikanan. Selanjutnya Pihak ketiga menandatangani dan membubuhkan stempel pada naskah kontrak tersebut (2). Kemudian kontrak yang telah ditandatangani oleh pihak ketiga kemudian diserahkan kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk ditandatangani

91 74 oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (3). Kontrak/perjanjian ini merupakan untuk penyewaan fasilitas berupa lahan dengan luas > 100 m 2. Standar operasional prosedur penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Pihak Ketiga (Investor/Pengusaha) 2 2 C 1 3 PPN Palabuhanratu A B D Koperasi Karyawan Mina Nusantara PPN Palabuhanratu, Sukabumi Keterangan : 1, 2, 3 : kontrak/perjanjian antara pihak ketiga dengan Dirjen Perikanan Tangkap A, B, C, D : kontrak/perjanjian antara pihak ketiga dengan Kopkar Mina Nusantara PPNP Sumber: PPN Palabuhanratu 2009 (diolah kembali) Gambar 19 Skema standar operasional prosedur penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu tahun 2009 Pada cara kedua, pihak ketiga (investor/pengusaha) melakukan kerjasama dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Mina Nusantara. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pelabuhan, Kopkar Mina Nusantara adalah suatu usaha yang dibentuk oleh karyawan PPN Palabuhanratu yang bertujuan memperoleh penghasilan tambahan. Koperasi ini bekerjasama dengan UPT PPN Palabuhanratu dalam penyewaan fasilitas berupa lahan (dengan luas < 100 m 2 ) dan bangunan di pelabuhan. Koperasi karyawan Mina Nusantara berfungsi sebagai perantara antara pihak ketiga (investor/pengusaha) yang ingin melakukan penyewaan fasilitas dengan pihak PPN Palabuhanratu. Keuntungan yang diperoleh oleh Kopkar Mina Nusantara dari kerjasama ini adalah selisih harga sewa yang ditetapkan oleh pihak PPN Palabuhanratu dengan harga sewa yang diberikan oleh Kopkar Mina Nusantara kepada pihak ketiga. Prosedur penyewaan fasilitas dengan Kopkar Mina Nusantara adalah sebagai berikut : Pihak ketiga yang akan melakukan penyewaan fasilitas (berupa lahan dan bangunan) di PPN Palabuhanratu mengajukan permohonan sewa dan persyaratannya kepada Kopkar Mina Nusantara (A). Kopkar Mina Nusantara lalu

92 75 meneruskannya kepada PPN Palabuhanratu untuk membuat draft kontrak penyewaan (B). Selanjutnya draft kontrak tersebut diserahkan kepada pihak ketiga, jika disetujui maka dibuat naskah kontrak untuk ditandatangani oleh pihak ketiga (C). Kemudian kontrak yang telah ditandatangani pihak ketiga diserahkan ke Kopkar Mina Nusantara untuk ditandatangani (D). Selain penyewaan fasilitas, PPN Palabuhanratu juga menyediakan berbagai pelayanan jasa. Salah satu pelayanan jasa tersebut adalah jasa penyediaan bahan kebutuhan melaut. Pelabuhan ini dalam memberikan teknis pelayanan bahan kebutuhan melaut terhadap kapal perikananan dengan 2 cara (PPN Palabuhanratu 2009) : 1) menyediakan bahan kebutuhan melaut secara langsung melalui fasilitas milik PPN Palabuhanratu; 2) bekerjasama dengan pihak ketiga (investor/ pengusaha), seperti: penyediaan solar, dock, pembekuan, pengepakan dan lain-lain dengan memanfaatkan lahan & bangunan PPN Palabuhanratu. Berdasarkan wawancara, pada cara pertama di atas, pihak PPN Palabuhanratu menyediakan bahan kebutuhan melaut secara langsung melalui fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan, seperti tangki solar dan instalasinya, serta rumah pompa air bersih dan instalasinya; yang digunakan dalam penyediaan dan penyaluran bahan kebutuhan melaut kepada nelayan. Pada cara kedua, pihak PPN Palabuhanratu bekerjasama dengan pihak ketiga di dalam penyediaan, pengelolaan, dan penyaluran bahan kebutuhan melaut seperti solar dan air bersih dengan memanfaatkan lahan dan bangunan milik PPN Palabuhanratu. Bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu disediakan oleh pemilik kapal dengan bantuan pengurus. Pengurus merupakan orang yang dipercaya oleh pemilik kapal untuk mengurus kapal-kapalnya. Tugas pengurus adalah mengurus administrasi kapal, mencatat dan menjual hasil tangkapan, serta mencatat bahan kebutuhan melaut nelayan yang akan dibawa yang kemudian dilaporkan kepada pemilik kapal. Dalam mengurus kapal-kapal penangkapan ikan, pengurus dibantu oleh juru batu (karyawan/tenaga kerja). Tugas juru batu meliputi membersihkan kapal, membeli bahan kebutuhan melaut nelayan, dan membongkar hasil tangkapan nelayan setelah kembali dari melaut. Jenis bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon yang utama adalah solar, es balok, air bersih, dan ransum. Bahan kebutuhan melaut tersebut ada yang

93 76 di beli didalam pelabuhan dan ada juga yang di beli diluar pelabuhan. Bahan kebutuhan melaut yang dibeli didalam pelabuhan seperti solar dan air bersih, sedangkan yang di beli di luar pelabuhan seperti es balok dan ransum. Namun jika solar di dalam pelabuhan habis, maka nelayan akan membeli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berada di luar pelabuhan. Menurut Ashidiqqi (2003), mekanisme penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan di Indonesia ada yang disalurkan secara langsung oleh pihak pelabuhan dan tidak langsung seperti melalui agen penjualan atau nelayan membeli diluar pelabuhan perikanan. Jumlah hari melaut nelayan pancing rumpon dapat dilihat pada Tabel 22 Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata jumlah hari per trip melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu adalah 5-9 hari per trip, 3-5 trip per bulan, dan trip per tahun. Namun, jumlah hari per trip dapat lebih lama atau lebih cepat bergantung pada hasil tangkapan yang tertangkap dan persediaan bahan kebutuhan melaut di kapal. Jika hasil tangkapan telah banyak dan memenuhi palkah lebih cepat dari jumlah hari yang diperkirakan, maka nelayan akan langsung pulang (meskipun bahan kebutuhan melaut masih ada). Sebaliknya, jika hasil tangkapan sedikit maka nelayan akan tetap di laut hingga persediaan bahan kebutuhan melaut habis. Tabel 22 Jumlah hari dan trip melaut nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah hari per trip (hari) Jumlah trip per bulan (trip) Jumlah trip per tahun (trip) min max min max min max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 0,89 1,64 0,55 0,45 6,57 5,37 Kisaran Jumlah bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon menurut jenis yang dibawa dapat dilihat pada Tabel 23 s/d 29. Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon kemudian dihitung

94 77 dengan menggunakan asumsi jumlah hari melaut nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahunnya Bahan bakar minyak Bahan bakar minyak (BBM) merupakan milik pemerintah yang harganya masih disubsidi dan satu-satunya perusahaan milik negara yang mengelola penyaluran BBM di dalam negeri adalah PT. Pertamina. Subsidi BBM dibidang perikanan disalurkan melalui penyalur-penyalur PT. Pertamina yang berada di pelabuhan perikanan (PP/PPI). Menurut PT. Pertamina (2003) vide Razak (2004), jatah BBM yang diberikan PT. Pertamina kepada PP/PPI ditentukan berdasarkan besarnya konsumsi BBM dilihat dari jumlah, jenis, dan tonase kapal penangkapan ikan yang menggunakan PP/PPI tersebut sebagai fishing base-nya. Selanjutnya berdasarkan PT. Pertamina (2003) vide Razak (2004), lembaga penyalur BBM PT. Pertamina saat ini adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB); Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU), Agen Premium dan Minyak Solar (APMS); Premium Solar Packed Dealer (PSPD); dan Pool Konsumen Nelayan. Lembaga-lembaga penyalur tersebut telah turut melayani kebutuhan BBM nelayan, namun jumlah dan lokasinya masih terbatas (tidak menyebar). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan BBM nelayan pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang saat ini berubah nama menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama dengan PT. Pertamina mengeluarkan Surat Keputusan No. Kpts- 061/E0000/2003-SO tentang lembaga penyalur BBM bagi nelayan tradisional. Lembaga penyalur tersebut dinamakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Nelayan (SPBN) dan Solar Package Dealer Nelayan (SPDN) (Dewi 2004). Produsen penyediaan BBM di PPN Palabuhanratu adalah PT. Pertamina. Jenis BBM yang disalurkan oleh lembaga penyalur BBM PT. Pertamina di PPN Palabuhanratu hanya berupa solar. Hal ini dikarenakan solar merupakan bahan bakar minyak yang dominan digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu, termasuk nelayan pancing rumpon. Penyaluran solar di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga (investor/pengusaha) yaitu PT. Paridi Asyudewi sebagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB) berupa tongkang,

95 78 PT. Mekartunas Rayasejati sebagai (SPBN), dan KUD Mina Mandiri Sinar Laut sebagai SPDN. Berdasarkan hasil wawancara, sebagai penyalur solar PT. Pertamina yang sah, ketiga penyalur solar tersebut memiliki nomor langganan yang diberikan oleh PT. Pertamina. Nomor langganan ini digunakan dalam penebusan delivery order (DO) solar sesuai dengan kuota masing-masing. Penyalur solar SPBB memiliki nomor langganan ; SPBN memiliki nomor langganan ; dan SPDN memiliki nomor langganan Penebusan DO dilakukan dengan pembayaran melalui bank Mandiri. 1) Perusahaan PT. Paridi Asyudewi (SPBB) Perseroan Terbatas (PT) Paridi Asyudewi merupakan pihak ketiga (investor) dalam penyaluran solar untuk kapal-kapal perikanan di PPN Palabuhanratu sejak tahun Perusahaan ini memiliki 1 unit tongkang dengan panjang 28,80 m (kapasitas 550 kl; Gambar 20a) dan 2 unit mobil tangki (masing-masing dengan kapasitas 16 kl; Gambar 20b). Tongkang ini berfungsi sebagai bunker (tempat penyimpanan solar) sekaligus penyaluran solar ke kapal-kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT; sedangkan mobil tangki untuk mengangkut solar dari Depot PT. Pertamina di Padalarang, Bandung ke tongkang SPBB yang berada di PPN Palabuhanratu. 20a. Tongkang 20b. Mobil tangki 20c. Kantor Gambar 20 Tongkang sebagai SPBB (20a), Mobil tangki (20b), dan Kantor (20c) PT. Paridi Asyudewi di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Untuk penempatan tongkang SPBB di PPN Palabuhanratu, PT. Paridi Asyudewi melakukan perjanjian dengan Dirjen Perikanan Tangkap. Berdasarkan perjanjian tersebut, PT. Paridi Asyudewi telah diberikan izin dan persetujuan

96 79 dalam membangun SPBB di PPN Palabuhanratu berupa tongkang. Tongkang tersebut ditambatkan di salah satu sisi dermaga di kolam II. Untuk itu, PT. Paridi Asyudewi diwajibkan membayar biaya tambat dan biaya kebersihan kolam kepada pihak pertama (Dirjen Perikanan Tangkap). Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 15 tahun, sehingga biaya tambat (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2002) yang harus dibayar oleh PT. Paridi Asyudewi adalah sebesar 28,80 m x Rp1.500,00 x 365 hari x 15 Tahun = Rp ,00. Biaya tambat ini dibayar dengan cara tiga tahap pembayaran; masing-masing tahap pembayaran sebesar Rp ,00 per tahun selama tiga tahun. Kemudian biaya kebersihan kolam yang harus dibayarkan adalah sebesar 28,80 m x Rp200,00 x 365 hari = Rp ,00 per tahun. Selain melakukan perjanjian pertama dengan Dirjen Perikanan Tangkap dalam hal SPBB, PT. Paridi Asyudewi juga melakukan perjanjian kedua dengan Kopkar Mina Nusantara dalam hal pemanfaatan bangunan permanen seluas 21 m 2 yang digunakan sebagai kantor perusahaan PT. Paridi Asyudewi (Gambar 20c). Berdasarkan hasil wawancara, PT. Paridi Asyudewi membayar biaya sewa bangunan/kantor tersebut sebesar Rp ,00 per tahun. Untuk menunjang kegiatan operasionalnya di PPN Palabuhanratu, pada tahun 2010 PT. Paridi Asyudewi menerima pasokan solar dari PT. Pertamina secara kuota sebesar 400 kl/bulan. Kuota solar dapat dibeli secara bertahap atau sekaligus dengan maksimal jumlah pembelian sesuai dengan kuota tersebut. Pembelian kuota dilakukan dengan penebusan DO (delivery order). Penebusan DO SPBB dilakukan oleh perusahaan induknya yang berada di Jakarta. Perusahaan induk tersebut melakukan penebusan/pembayaran DO solar melalui bank Mandiri. Setelah melakukan transaksi/pembayaran, bukti pembayan dikirim melalui fax ke SPBB di PPN Palabuhanratu. Selanjutnya, SPBB mengambil solar sesuai dengan jumlah yang ditebus ke terminal BBM PT. Pertamina Padalarang dengan menggunakan mobil tangki miliknya. Kapal-kapal penangkapan ikan yang akan membeli/mengisi solar di tongkang SPBB merupakan kapal-kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT. Kapal-kapal penangkapan ikan ini harus memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) dari

97 80 Syahbandar dan Buku Langganan Bunker (BLB). Buku Langganan Bunker tersebut digunakan untuk mengetahui besaran jumlah pembelian solar yang telah dilakukan oleh kapal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan penyalur (pada tahun 2010), nelayan Indonesia yang menggunakan kapal penangkapan ikan dengan ukuran < 30 GT diberikan kuota solar maksimum 25 kl per bulan; sedangkan kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT diberikan kuota solar maksimum 75 kl per 3 bulan untuk kegiatan penangkapan ikan. Pembelian solar dapat dilakukan dimana saja dan lebih dari satu kali pembelian dengan membawa bukti form pembelian atau BLB. Pembelian solar ke PT. Paridi Asyudewi di atas dilakukan dengan pembayaran tunai. Kapal penangkapan ikan yang telah melengkapi persyaratan administrasi pembelian solar dapat segera merapat ke tongkang SPBB di kolam II, dan selanjutnya petugas/karyawan PT. Paridi Asyudewi di tongkang SPBB akan mengisi solar ke kapal tersebut dengan jumlah sesuai bukti atau form pembelian. Pada tahun 2010, harga pembelian solar di PT. Paridi Asyudewi adalah sebesar Rp4.530,00 per liter. Harga ini merupakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp4.500,00 per liter ditambah biaya transportasi sebesar Rp30,00 per liter. Berdasarkan hasil wawancara, perbedaan harga ini dikarenakan ongkos angkut (biaya transportasi) solar ditanggung oleh PT. Paridi Asyudewi sebagai SPBB. Biaya transportasi tersebut adalah ketetapan pemerintah yang dihitung berdasarkan jumlah dan jarak tempuh pengiriman solar. Menurut Ashshiddiqi (2003), penambahan biaya ini seharusnya tidak dibebankan kepada nelayan. Hal ini karena pihak swasta yang mengelola SPBB memperoleh margin (keuntungan) sebesar 5% dari harga jual per liter. Nelayan yang membeli/mengisi solar di SPBB PT. Paridi Asyudewi tidak hanya kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT, namun juga < 30 GT termasuk kapal pancing rumpon. Hal ini terlihat pada saat penelitian dan juga pada laporan penjualan bulanan SPBB. Pada laporan tersebut juga terlihat adanya sistem berlangganan oleh kapal-kapal > 30 GT maupun kapal < 30 GT (termasuk kapal pancing rumpon). Ini dikarenakan sebagian besar kapal yang membeli/mengisi solar per bulannya merupakan kapal-kapal yang sama.

98 81 Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak SPBB, permasalahan yang dialami oleh SPBB dalam penyaluran solar adalah adanya keterlambatan dalam pendistribusian solar ke pelabuhan. Hal ini dikarenakan, walaupun mengambil solar menggunakan mobil tangki sendiri namun tetap harus antri pada saat pengisian solar ke mobil tangkinya di terminal BBM PT. Pertamina Padalarang. Selain itu, jarak dan kondisi jalan raya terminal BBM PT. Pertamina Padalarang membuat waktu tempuh menjadi lebih lama. 2) Perusahaan PT. Mekartunas Rayasejati (SPBN) Salah satu lembaga penyalur solar PT. Pertamina khusus nelayan lainnya berupa SPBN di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga yaitu PT. Mekartunas Rayasejati. Untuk pembangunan tempat penyaluran solar (SPBN) dan penggunaan tangki BBM di PPN Palabuhanratu, PT. Mekartunas melakukan perjanjian dengan Dirjen Perikanan Tangkap pada tahun Pada perjanjian tersebut, telah disepakati bahwa PT. Mekartunas Rayasejati mengelola fasilitas berupa satu unit tangki BBM dengan kapasitas 208 m 3 (Gambar 21a) beserta instalasinya (dispenser solar untuk nelayan, Gambar 21b) dan memanfaatkan tanah industri perikanan seluas 500 m 2 untuk pembangunan kantor (Gambar 21c). Selain itu, dalam perjanjian juga disebutkan bahwa PT. Mekartunas diwajibkan membayar biaya pengembangan (berdasarkan Peraturan Pemerintah No.62 Tahun 2002) sebesar 500 m 2 x Rp1.000,00/m 2 /tahun x 15 tahun = Rp ,00; biaya pemeliharaan prasarana untuk tanah di pelabuhan perikanan sebesar 500 m 2 x Rp700,00/m 2 /tahun = Rp ,00 per tahun; dan biaya sewa pemakaian tangki solar beserta instalasinya sebesar Rp3.000,00 per ton (pada hari pengisian solar) kepada pihak pertama (Dirjen Perikanan Tangkap). Berbeda dengan PT. Paridi Asyudewi, PT. Mekartunas tidak melakukan kerjasama dengan Kopkar Mina Nusantara untuk pemanfaatan lahan atau bangunan di PPN Palabuhanratu, karena PT. Mekartunas memanfaatkan lahan > 100 m 2 sehingga kontrak perjanjian kerjasama hanya dengan Dirjen Perikanan Tangkap.

99 82 21a. Tangki solar 21b. Dispenser solar 21c. Kantor SPBN Gambar 21 Tangki solar (21a), Dispenser solar untuk nelayan (21b), dan Kantor SPBN (21c) PT. Mekartunas Rayasejati di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Untuk menunjang operasionalnya di PPN Palabuhanratu, pada tahun 2010 PT. Mekartunas menerima kuota solar dari PT. Pertamina sebesar 600 kl/bln. Sama seperti PT. Paridi Asyudewi, kuota tersebut dapat dibeli secara bertahap atau langsung namun dengan maksimal pembelian sebesar kuota yang telah ditetapkan. Pembelian kuota solar dilakukan dengan penebusan DO (delivery order). Penebusan DO oleh SPBN PT. Mekartunas dilakukan melalui bank Mandiri. Solar yang telah ditebus didistribusikan oleh mobil tangki milik PT. Pertamina. Hal ini menyebabkan adanya antrian dalam pendistribusian, sehingga terjadi keterlambatan dalam pendistribusian/pengiriman solar dari terminal BBM PT. Pertamina Padalarang. Kapal penangkapan ikan yang akan melakukan pembelian solar di SPBN PT. Mekartunas harus memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan Buku Langganan Bunker (BLB). Sebelum melakukan transaksi penyaluran solar, nelayan harus melengkapi semua persyaratan pembelian terlebih dahulu, dan melakukan pembayaran secara tunai, kemudian nelayan dapat mengambil solar ke pom/dispenser solar SPBN PT. Mekartunas yang berada di dermaga/kolam II dengan membawa bukti pembelian. Kapal penangkapan ikan yang akan membeli solar ke SPBN PT. Mekartunas seharusnya kapal-kapal ikan < 30 GT, termasuk kapal pancing rumpon. Namun kenyataannya tidak demikian. Penyalur solar SPBN PT. Mekartunas hanya mau mengisi solar ke kapal-kapal penangkapan ikan berukuran GT. Berdasarkan rekap penjualan solar SPBN PT. Mekartunas pada tahun

100 tidak ada kapal pancing rumpon yang mengisi solar di SPBN. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon, alasan nelayan pancing rumpon tidak membeli/mengisi solar di SPBN PT. Mekartunas dikarenakan: 1) SPBN tidak menjual solar dalam jumlah sedikit; 2) pom/dispenser solar SPBN berada di dermaga/kolam II yang jaraknya cukup jauh dari tempat kapal pancing rumpon bertambat, yaitu di dermaga/kolam I; dan 3) nelayan telah berlangganan dengan penyalur solar yang lain. Dalam penyaluran solar PT. Pertamina, lembaga penyalur memperoleh kompensasi. Adapun kompensasi terhadap usaha penyaluran solar PT. Pertamina sebagai SPBN adalah 1) Ongkos angkut solar dari depot PT. Pertamina ke lokasi usaha penyaluran ditanggung oleh PT. Pertamina; 2) Pengusaha memperoleh margin (keuntungan) sebesar 5% dari harga jual per liter (Dewi 2004). Oleh sebab itu, harga jual solar di SPBN sesuai dengan harga subsidi dan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp4.500,00. Harga jual solar di SPBN PT. Mekartunas adalah sebesar Rp4.500,00 (sesuai dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah). Namun demikian, nelayan pancing rumpon tidak ada yang membeli solar di SPBN PT. Mekartunas. 3) Koperasi KUD Mina Mandiri Sinar Laut (SPDN) Selain SPBN PT. Mekartunas Rayasejati, di PPN Palabuhanratu juga terdapat SPDN yang dikelola oleh Koperasi Unit Desa Mina Mandiri Sinar Laut (KUD Mina MSL) sebagai penyalur solar khusus nelayan tradisional (ukuran kapal < 30 GT). Koperasi ini melakukan perpanjangan perjanjian dengan Dirjen Perikanan Tangkap pada tahun Berdasarkan perjanjian tersebut, telah disepakati bahwa KUD Mina MSL mengelola fasilitas berupa 1 unit tangki BBM dengan kapasitas 320 m 3 (Gambar 22a) beserta instalasinya (dispenser solar, Gambar 22b) dan bangunan permanen seluas 96 m 2 yang digunakan sebagai kantor (Gambar 22c). Pada perjanjian tersebut juga disebutkan bahwa SPDN KUD Mina MSL diwajibkan membayar biaya pemakaian tangki BBM beserta fasilitasnya, biaya penggunaan aliran listrik, air bersih, biaya sewa pemakaian fasilitas gedung/bangunan, dan biaya jasa kebersihan pelabuhan bangunan permanen tertutup kepada pihak pertama (Dirjen Perikanan Tangkap). Sama halnya dengan

101 84 PT. Mekartunas dalam pengelolaan SPDN, KUD Mina MSL juga tidak melakukan kerjasama dengan Kopkar Mina Nusantara. 22a. Tangki solar 22b. Dispenser solar 22c. Kantor SPDN Gambar 21 Tangki solar (22a), Dispenser solar (22b) dan Kantor SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (22c) di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Dalam pengusahaan/pengelolaan SPDN, KUD Mina MSL memperoleh keuntungan sebesar 3-4% dari harga per liter solar yang terjual, dan ongkos angkut solar dari PT. Pertamina ke SPDN KUD Mina MSL ditanggung oleh PT. Pertamina. Harga jual solar di SPDN adalah sebesar Rp4.500,00. Harga tersebut sesuai dengan ketetapan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Direktorat Sarana Perikanan Tangkap DKP (2003) vide Razak (2004), bahwa dalam pengelolaan SPDN akan mendapatkan pendapatan berupa bonus (fee) sebesar 3-4% dari harga setiap liter yang terjual. Untuk menunjang operasionalnya, pada tahun 2010 SPDN KUD Mina MSL menerima pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina sebesar 136 kl/bln. Sama seperti SPBB PT. Paridi Asyudewi dan SPBN PT. Mekartunas, kuota tersebut dapat dibeli secara bertahap atau langsung namun dengan maksimal pembelian sebesar kuota yang telah ditetapkan. Pembelian kuota dilakukan dengan penebusan DO (delivery order). Penebusan DO SPDN dilakukan melalui bank Mandiri. Sama halnya dengan SPBN PT. Mekartunas, solar yang telah ditebus oleh SPDN KUD Mina MSL didistribusikan oleh mobil tangki milik PT. Pertamina. Hal ini menyebabkan adanya antrian sehingga terjadi keterlambatan dalam pendistribusian/ pengiriman solar dari terminal BBM PT. Pertamina Padalarang. Setelah pengiriman solar dari Depot PT. Pertamina Padalarang (Bandung) tiba di PPN Palabuhanratu langsung dialirkan ke tangki BBM SPDN KUD Mina

102 85 MSL. Kemudian baru penyaluran solar dapat disalurkan ke jerigen-jerigen BBM solar nelayan, termasuk nelayan pancing rumpon. Cara pembayaran solar di SPDN KUD Mina MSL ada yang dengan tunai dan ada juga yang dibayar setelah kembali dari melaut dan hasil tangkapannya terjual (hutang). Oleh sebab itu, kapal-kapal berukuran kecil (berbahan bakar solar) termasuk kapal pancing rumpon lebih memilih membeli solar di SPDN, sehingga solar di SPDN cepat habis. Namun sebelum melakukan pembelian solar, sama halnya dengan SPBB dan SPBN, nelayan harus memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan Buku Langganan Bunker (BLB). Berdasarkan hasil wawancara, alasan nelayan pancing rumpon dominan membeli solar di SPDN KUD Mina MSL disebabkan oleh 4 hal, yaitu: 1) Harga solar di SPDN lebih murah (sesuai dengan harga ketetapan dari pemerintah); 2) Posisi pom/dispenser solar SPDN berada di dermaga/kolam I dan dekat dengan posisi tambat kapal-kapal pancing rumpon yang juga di kolam I; 3) Nelayan pancing rumpon telah lama berlangganan dengan SPDN KUD Mina MSL; dan 4) Adanya saling percaya antara nelayan pancing rumpon dengan pihak SPDN sehingga nelayan dapat membayar solar setelah kembali dari melaut (hasil tangkapannya terjual). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu, diperoleh jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon per trip, per bulan dan per tahun (Tabel 23). Tabel 23 Jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah Jumlah solar per Jumlah solar per bulan (liter) Responden solar per tahun (100 liter) trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 122,47 313,05 544,98 37,57 65,40 Kisaran

103 86 Berdasarkan tabel di atas, rata-rata jumlah solar nelayan pancing rumpon per kapal adalah sebesar 500 liter per trip atau antara liter per trip; liter per bulan; dan liter per tahun. Kebutuhan dan penggunaan solar akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya armada pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Hal ini dapat dilihat di area docking pelabuhan, yang dimanfaatkan nelayan untuk pembuatan kapal-kapal pancing rumpon baru. Selain itu, pada tabel juga terlihat adanya persamaan dan perbedaan jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon. Perbedaan penggunaan solar tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kekuatan mesin/horse power (HP) yang digunakan dan lama kapal beroperasi. Menurut Dewi (2004), hal-hal yang berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar kapal penangkapan ikan meliputi kekuatan mesin/hp (Horse Power) dan lama kapal beroperasi. Keduanya berbanding lurus dengan penggunaan bahan bakan bakar, semakin besar kekuatan mesin kapal maka penggunaan bahan bakar juga semakin besar. Begitu juga halnya dengan lama kapal beroperasi, semakin lama waktu kapal beroperasi maka semakin besar pula jumlah bahan bakar yang dibutuhkan Es balok Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu tidak memiliki pabrik es sendiri, sehingga kebutuhan es nelayan disuplai oleh 2 perusahaan swasta yang berada di luar pelabuhan yaitu PT. Tirta Jaya dan PT. Sari Petojo. Kedua pabrik es tersebut menyalurkan tidak hanya ke nelayan di PPN Palabuhanratu (termasuk nelayan pancing rumpon), tetapi juga ke depot-depot es di dalam dan diluar PPN Palabuhanratu. 1) Perusahaan PT. Tirta Jaya Pabrik es PT. Tirta Jaya, sebagaimana telah dikemukakan di atas, merupakan perusahaan swasta yang memproduksi es balok yang tidak hanya didistribusikan ke PPN Palabuhanratu tetapi juga ke depot-depot es umum di Palabuhanratu. Pabrik es PT. Tirta Jaya berada di desa Benteng, Jayanti. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola pabrik es, dalam menunjang

104 87 operasional usahanya, pabrik es PT. Tirta Jaya memiliki 66 baris cetakan es balok yang masing-masing baris cetakan berisi 20 balok berukuran 50 kg. Selain itu, pabrik es PT. Tirta Jaya juga memiliki 3 unit truk pengangkut es untuk mendistribusikan/menyalurkan pesanan es balok ke konsumennya. Proses pembuatan es balok oleh pabrik es PT. Tirta Jaya adalah dengan memanfaatkan air yang berasal dari sungai Cimandiri. Air dialirkan ke bak penampungan, kemudian disaring dan dicampur bahan kimia (agar air tersebut bening), dan terakhir dituang ke dalam cetakan es untuk dibuat menjadi es balok. Es balok yang dihasilkan berukuran 50 kg. Pada saat penelitian, harga es balok dari pabrik Tirta Jaya sebesar Rp13.500,00 per balok, dimana harga tersebut tidak sama begitu sampai ke tangan nelayan. Hal ini dikarenakan nelayan dibebankan biaya angkut/supir, biaya kuli, dan biaya penghancuran es (menjadi curah). Dalam pendistribusian es di dalam PPN Palabuhanratu PT. Tirta Jaya membayarkan fee ke KUD Mina Mandiri Sinar Laut sebesar Rp200,00/balok es. Pembayaran fee ini dimaksudkan agar nelayan memesan es melalui KUD Mina; kemudian KUD Mina yang memesan/menghubungi pabrik es PT. Tirta Jaya. Namun berdasarkan hasil wawancara, nelayan pancing rumpon memesan langsung ke pabrik Tirta Jaya atau melalui sopir truk yang sedang mengantar pesanan es nelayan lain. Nelayan pancing rumpon memesan es beberapa jam sebelum berangkat melaut. Walaupun nelayan memesan es balok secara langsung, pabrik es PT. Tirta Jaya tetap membayarkan fee per baloknya kepada KUD Mina. Selain membayar fee kepada KUD Mina MSL, PT. Tirta Jayajuga dikenakan biaya parkir sebesar Rp500,00 untuk setiap truk pengangkut es yang masuk ke dalam wilayah PPN Palabuhanratu yang dibayarkan kepada pihak UPT PPN Palabuhanratu. 2) Perusahaan PT. Sari Petojo Pabrik es PT. Sari Petojo merupakan perusahaan swasta yang memproduksi es balok dalam jumlah besar. Menurut Anonim (2011), pabrik es PT. Sari Petojo memiliki beberapa cabang di wilayah Jawa Barat, yaitu Bandung, Bogor, Sukabumi, dan Cirebon. Pabrik es PT. Sari Petojo cabang Sukabumi yang menyalurkan es baloknya ke PPN Palabuhanratu dan depot-depot umum di

105 88 Kabupaten Sukabumi. Kapasitas produksi pabrik es cabang Sukabumi yaitu sebesar 102 ton/hari. Pabrik es ini dibangun di atas lahan seluas m 2 dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta fasilitas permesinan yang sangat menunjang dalam menghasilkan es balok yang berkualitas. Adapun sarana dan prasarana serta permesinan tersebut seperti bak es, ice can, compressor, condensor, agitator, ice tube machine, cool storage, water treatment, dan lainlain. Hasil produksinya berupa es balok berukuran 25 kg, 50 kg, 100 kg, ice cube/tube dan ice crusher. Nelayan pancing rumpon yang memesan es balok ke pabrik es Sari Petojo secara langsung melalui telepon, namun ada juga yang memesan es melalui agen penjual es di PPN Palabuhanratu. Bagi nelayan yang melakukan pemesanan melalui agen, pemesanan dilakukan secara kolektif. Es balok yang dipesan berukuran 50 kg. Harga es yang dibayarkan nelayan PPN Palabuhanratu adalah Rp17.000,00 per balok. Es balok yang dipesan langsung dikirim pada hari yang sama menggunakan truk ke PPN Palabuhanratu. Pihak pelabuhan juga memungut biaya parkiri pada truk pengangkut es balok yang masuk ke dalam wilayah PPN Palabuhanratu. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan pancing rumpon membeli es dari kedua pabrik es tersebut. Namun untuk menghemat waktu dan biaya, nelayan pancing rumpon lebih sering memesan es balok di pabrik es PT. Tirta Jaya. Hal ini karena lokasi pabrik es PT. Tirta Jaya yang berada di Jayanti (Palabuhanratu) sehingga keterlambatan dalam pendistribusian es balok jarang terjadi; berbeda halnya dengan pabrik es PT. Sari Petojo yang berada di Sukabumi, karena lokasinya yang jauh sehingga sering terjadi keterlambatan pendistribusian es yang mengakibatkan waktu keberangkatan nelayan juga terlambat. Selain itu, harga es balok di pabrik es PT. Tirta Jaya juga lebih murah dibandingkan dengan harga es di PT. Sari Petojo. Walaupun menurut nelayan jika dilihat dari kualitasnya, es balok dari pabrik es PT. Sari Petojo lebih bening dan bersih (Gambar 22b). Pada Gambar 22 dapat dilihat perbedaan warna pada es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya (Gambar 22a) dan es balok dari pabrik es PT. Sari Petojo (Gambar 22b). Es balok pabrik es PT. Tirta Jaya berwarna keruh atau kekuningan, dikarenakan masih banyaknya gelembung udara yang terperangkap didalamnya; sedangkan es

106 89 pabrik PT. Sari Petojo berwarna bening, dan hanya sedikit gelembung udara yang terperangkap didalamnya. 23a. Truk es PT. Tirta Jaya 23b. Truk es PT. Sari Petojo Gambar 23 Truk pengangkut es balok PT. Tirta Jaya (23a) dan truk pengangkut es balok PT. Sari Petojo (23b) tahun 2010 Nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu masih bergantung pada es untuk mempertahankan mutu hasil tangkapannya. Es yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut bukan dalam bentuk balok, melainkan telah dihancurkan sebelumnya. Penghancuran es balok dilakukan di pelabuhan setelah truk pengangkut es tiba. Dari truk tersebut es balok langsung dimasukkan ke mesin penghancur es satu-persatu (Gambar 24a). Es yang telah dihancurkan (curah) lalu dimasukkan ke dalam palkah kapal pancing rumpon (Gambar 24b). Gambar 24a. Es balok bihancurkan Gambar 24b. Es curah dimasukkan ke palkah Gambar 24 Es balok dihancurkan (24a) dan es yang telah dihancurkan (curah) dimasukkan ke palkah kapal pancing rumpon (24b) tahun 2010 Jumlah es balok yang dibawa nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 24.

107 90 Tabel 24 Jumlah penggunaan es balok kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun menurut responden di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah es Jumlah es per bulan Responden per trip (balok) Jumlah es per tahun (balok) (balok) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 8,94 34,93 42,66 419,14 511,94 Kisaran Berdasarkan tabel di atas, rata-rata jumlah es yang dibawa nelayan per kapal pancing rumpon untuk kebutuhan melaut adalah sebesar 54 balok per trip atau berkisar antara balok per trip; balok per bulan; atau balok per tahun. Berdasarkan jumlah es balok tersebut, dapat diketahui bahwa nelayan pancing rumpon masih bergantung pada es dalam mempertahankan mutu hasil tangkapannya. Menurut Ruhimat (1993) vide Wulandari (2007), es yang digunakan nelayan berupa es balok yang dipecah menjadi kerikil-kerikil es untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam palkah sejak ikan ditangkap hingga didaratkan Air bersih Penyediaan dan penyaluran air bersih di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak swasta CV. Eko Mulyo. Berdasarkan kontrak/perjanjian antara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dengan Direktur CV. Eko Mulyo telah disepakati/disetujui fasilitas milik PPN Palabuhanratu yang dimanfaatkan yaitu reservoir atau tempat penampungan air tawar (kapasitas 200 m 3 ) dan rumah pompa (Gambar 25a), kran penyaluran air (Gambar 25b), serta mobil tangki air (kapasitas 5000 liter; Gambar 25c). Berbeda dengan penyalur solar, CV. Eko Mulyo tidak memiliki kantor di PPN Palabuhanratu, sehingga nelayan yang akan membeli air harus menghubungi lewat telepon.

108 91 25a. Rumah pompa 25b. Kran air (nampak dari atas) 25c. Mobil tangki air Gambar 24 Rumah pompa (25a), Kran air di dermaga I (25b) dan Mobil tangki air (25c) milik PPN Palabuhanratu tahun 2010 Perusahaan CV. Eko Mulyo di dalam penyaluran air bersih menggunakan air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air kemudian di tampung di bak penampungan (reservoir air). Melalui bak penampungan dan kran penyaluran air, air lalu disalurkan ke nelayan. Nelayan yang berada di dermaga I, disalurkan melalui empat kran penyaluran air, sedangkan untuk dermaga II didistribusikan menggunakan mobil tangki air. Proses pemesanan air bersih oleh nelayan kepada CV. Eko Mulyo dilakukan sebagai berikut, nelayan yang berada di dermaga I maupun II yang akan melaut biasanya menghubungi pihak CV. Eko Mulyo melalui telepon seluler. Kemudian nelayan meletakkan blong (drum plastik) atau jerigen plastik yang akan diisi air di dekat kran penyalur air (dermaga I). Air lalu dialirkan dari kran air ke blong (drum plastik) berkapasitas 200 liter dan 150 liter atau jerigen plastik (kapasitas 30 liter) menggunakan selang plastik. Bagi nelayan yang berada di dermaga II, air disalurkan dari mobil tangki menggunakan jaringan pipa atau selang langsung ke dalam kapal. Penyaluran ke kapal menggunakan satuan ukuran penjualan dalam bentuk kubik. Hal ini karena kapal-kapal yang berada di dermaga II merupakan kapal-kapal besar, sedangkan di dermaga I berupa kapal-kapal kecil. Pengelolaan air bersih di PPN Palabuhanratu seharusnya dapat dikelola langsung oleh pihak pelabuhan tanpa melibatkan pihak swasta. Hal ini dikarenakan air bersih berasal dari PDAM, sehingga dalam penyaluran air menjadi lebih mudah. Pengelolaan air hanya bermodalkan instalasi air (jaringan pipa), sehingga tarif peggunaan air kemungkinan menjadi lebih kecil. Berdasarkan hasil wawancara, ketetapan besarnya tarif untuk air bersih yang bersumber dari PDAM adalah tarif dasar dari PDAM ditambah biaya eksploitasi instalasi air

109 92 sebesar 10%. Jika pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta, tentunya tarif akan lebih tinggi untuk memperoleh keuntungan. Tabel 25. Berikut penggunaan air bersih kapal pancing rumpon dapat dilihat pada Tabel 25 Jumlah air bersih kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah air per Jumlah air Jumlah air per bulan (liter) tahun (100 liter) per trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 106,40 520,85 597,49 62,50 71,70 Kisaran Berdasarkan tabel di atas, rata-rata jumlah air bersih yang dibawa nelayan pancing rumpon per kapal adalah sebesar 442 liter per trip atau berkisar antara liter per trip; liter per bulan; atau liter per tahun. Air bersih penting bagi nelayan/abk/kapal untuk air minum, memasak bahan makanan, mandi/wc, mencuci pakaian dan peralatan, pembersihan hasil tangkapan, dan pembersihan kapal (Pane 2005). Namun bagi nelayan pancing rumpon air bersih yang dibawa melaut hanya digunakan untuk keperluan memasak, mandi, air minum/panas dan mencuci peralatan, sedangkan untuk pembersihan hasil tangkapannya menggunakan air laut. Menurut mereka, hasil tangkapan menjadi lebih tahan lama dan segar jika dicuci dengan menggunakan air laut dibandingkan air bersih/tawar yang dibawa. Hal ini karena air laut memiliki kandungan garam. Untuk air minum, nelayan membawa aqua galon Oli, minyak tanah, layang-layang dan ransum Bahan kebutuhan melaut lainnya yang juga biasanya dibawa nelayan pancing rumpon adalah oli, minyak tanah, layang-layang dan ransum.

110 93 1) Oli/pelumas Nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan lebih dari satu hari biasanya membawa oli untuk perawatan kapalnya selama melaut. Berdasarkan hasil wawancara, oli atau pelumas pada mesin berfungsi untuk meminimalkan gesekan antar komponen mesin dan mencegah korosi. Penggantian oli pada mesin kapal biasanya dilakukan tiap 5-8 hari sekali, tergantung mutu oli yang digunakan. Jumlah oli tiap penggantian adalah 1-2 liter. Nelayan pancing rumpon membeli oli di bengkel PPN Palabuhanratu ataupun di luar pelabuhan. Pada Tabel 26 dapat dilihat rata-rata jumlah oli yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut adalah 4 liter per trip atau berkisar antara 3-5 liter per trip; liter per bulan; atau liter per tahun. Berikut jumlah oli yang digunakan nelayan melaut. Tabel 26 Jumlah oli kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah oli per bulan Jumlah oli per tahun Jumlah oli (liter) (liter) per trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 1,10 5,50 6,39 66,05 76,65 Kisaran ) Minyak tanah Minyak tanah digunakan nelayan pancing rumpon sebagai bahan bakar minyak untuk memasak bahan makanan dan air dengan menggunakan kompor. Nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan lebih dari satu hari seperti nelayan pancing rumpon, memasak bahan makanan yang dibawa di atas kapal. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian nelayan telah beralih menggunakan kompor gas. Gas yang dibeli dalam bentuk tabung gas (3 kg) di agen pendistribusian gas. Hal ini dikarenakan harga minyak tanah yang semakin tinggi dan semakin sulit untuk didapatkan.

111 94 Tabel 27 Jumlah minyak tanah kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah minyak Jumlah minyak Jumlah tanah per bulan tanah per tahun minyak tanah (liter) (liter) per trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 2,24 7,58 11,51 90,99 138,13 Kisaran Berdasarkan di atas, rata-rata jumlah minyak tanah yang dibawa nelayan pancing rumpon adalah sebesar 14 liter per trip atau berkisar antara liter per trip; liter per bulan; atau liter per tahun. 3) Layang-layang Layang-layang merupakan salah satu alat bantu penangkapan yang digunakan nelayan untuk pengoperasian alat tangkap pancing layang-layang dan pancing kondo-kondo (Gambar 26). Fungsi layang-layang pada kedua alat tangkap ini adalah untuk menahan agar umpan tidak tenggelam pada saat diterbangkan (umpan tetap berada disekitar permukaan air). Posisi layang-layang pada konstruksi kedua alat tangkap tersebut berbeda. Pada pancing layang-layang, layang-layang berada pada tali utama dan umpan diikatkan dengan tali pada ekor layang-layang (Gambar 9); sedangkan pada pancing kondo-kondo, layang-layang berada pada tali utama dan umpan diikatkan dengan tali cabang pada tali utama di depan layang-layang (Gambar 11). Pada pancing layang-layang, akibat posisi layang-layang yang demikian pada saat pengoperasian sering menyebabkan layang-layang rusak. Hal ini dikarenakan ikan yang memakan umpan buatan akan menyelam lebih dalam sehingga layang-layang tersebut tertarik ke perairan dan rusak, sehingga nelayan harus selalu mengganti layang-layang pada pancing layang-layang, walaupun terkadang ikan tidak sampai terjerat pada mata pancing.

112 95 Gambar 26 Layang-layang yang digunakan nelayan pancing rumpon sebagai alat bantu pengoperasian pancing layang-layang dan pancing kondokondo di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Berbeda halnya dengan pancing kondo-kondo, posisi layang-layang yang berada di ujung tali utama menyebabkan layang-layang tetap berada di atas walaupun ikan memakan umpan. Hal ini dikarenakan umpan buatan yang dimakan berada di tali utama bagian depan layang-layang sehingga tidak besar pengaruhnya terhadap layang-layang. Layang-layang untuk operasi penangkapan di atas ada yang dibeli dipasar dan ada juga yang dibuat sendiri oleh nelayan. Nelayan membuatnya sendiri karena bentuknya yang sederhana dan mudah untuk dibuat serta untuk menghemat biaya operasional melaut. Pada Tabel 28 dapat dilihat jumlah layang-layang yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut. Rata-rata jumlah layang-layang yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut sebesar 50 unit per trip; unit per bulan; atau unit per tahun. Tabel 28 Jumlah layang-layang kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah Jumlah layanglayang per bulan Jumlah layang-layang per layanglayang per (unit) Responden bulan (unit) trip (unit) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 0,00 27,39 22,36 328,63 268,33 Kisaran

113 96 4) Ransum Ransum yang dibawa nelayan selama melaut berupa bahan makanan dan lainnya, ada yang disediakan oleh pemilik kapal itu sendiri, dan ada juga yang disediakan oleh pengurus. Pemilik kapal yang memiliki kapal lebih dari satu biasanya menggunakan pengurus untuk mengurus/mengelola kapal-kapalnya. Tugas pengurus meliputi mengurus administrasi kapal, bahan kebutuhan melaut nelayan, hasil tangkapan nelayan dan lain-lain. Pengurus dibantu oleh juru batu, yang tugasnya meliputi membeli bahan kebutuhan melaut nelayan, membersihkan kapal, dan lain-lain. Bahan makanan yang dibawa nelayan pancing rumpon berupa bahan mentah, seperti beras, mie instan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain. Hal ini karena selama di laut nelayan pancing rumpon memasak makanan sendiri di atas kapal. Menurut Handriana (2007), ransum yang dibawa yaitu kebutuhan pangan selama satu minggu, berupa bahan makanan mentah yang siap dimasak ketika dibutuhkan saat di tengah laut seperti sayuran dan beras. Sayuran dan buahbuahan disimpan di palkah bersama es supaya tetap segar. 5.3 Biaya Penyediaan Bahan Kebutuhan Melaut Biaya penyediaan bahan kebutuhan melaut merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan nelayan untuk membeli bahan kebutuhan melaut yang akan dibawa dalam operasi penangkapan ikan. Semakin lama jumlah hari dalam satu trip penangkapan ikan, maka bahan kebutuhan melautnya akan semakin banyak sehingga biaya yang dikeluarkan juga akan semakin besar. 1) Biaya bahan bakar minyak solar Harga bahan bakar solar yang dibeli nelayan pancing rumpon adalah berbeda, yaitu Rp4.500,00 per liter dan Rp4.600,00 per liter (Tabel 29). Perbedaan harga ini disebabkan oleh nelayan membeli bahan bakar solar di tempat yang berbeda, yaitu SPBB dan SPDN KUD Mina MSL yang berada di dalam pelabuhan dan SPBU yang berada diluar pelabuhan. Harga di SPDN KUD Mina MSL dan SPBU sebenarnya sama, yaitu Rp4.500,00 per liter. Namun karena lokasi SPBU berada diluar pelabuhan sehingga membutuhkan biaya tambahan untuk biaya angkut sebesar Rp100,00 per liter, sedangkan lokasi SPDN KUD

114 97 Mina MSL berada di dermaga/kolam I yang merupakan konsentrasi kapal pancing rumpon sehingga jaraknya dekat dan tidak membutuhkan biaya angkut. Berdasarkan Tabel 28, rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk solar per trip adalah Rp ,00 atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00 per trip, atau rata-rata Rp ,00- Rp ,00 per bulan; atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Dibandingkan dengan biaya atau pengeluaran untuk kebutuhan lainnya, biaya solar merupakan yang paling besar yang harus dikeluarkan oleh nelayan setiap melaut. Pengeluaran nelayan akan lebih besar jika harga BBM naik. Tabel 29 Biaya solar nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya solar per Biaya solar per tahun Biaya solar per trip (Rp) bulan (Rp1000,-) (Rp1000,-) Responden Banyak (liter) Harga per liter (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 122,47 54,77 576, , , , ,69 Kisaran: Min Max ) Biaya es balok Berdasarkan wawancara terhadap nelayan pancing rumpon, nelayan cenderung membeli es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya, karena lokasinya berada lebih dekat ke PPN Palabuhanratu dibandingkan pabrik es PT. Sari Petojo. Kelima responden yang diwawancara, membeli es di pabrik es PT. Tirta Jaya (Tabel 30). Harga es di pabrik es tersebut adalah Rp15.500,00 per balok. Harga per balok ini meliputi: harga dasar dari pabrik Rp13.500,00; upah supir truk Rp500,00; upah kuli Rp1.000,00; dan upah menghancurkan es balok Rp500,00. Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan es balok per trip adalah

115 98 Rp ,00 atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00 per trip, atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00 per bulan, atau Rp ,00- Rp ,00 per tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon, harga es balok per balok dirasakan memberatkan. Hal ini dikarenakan dalam penanganan dan menjaga mutu hasil tangkapannya di laut, nelayan pancing rumpon masih bergantung pada es. Tabel 30 Biaya es balok nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya Es Balok Biaya Es Balok per Biaya Es Balok per Trip (Rp) per Bulan Tahun (Rp1000,-) (Rp1000,-) Responden Banyak (balok) Harga per balok (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 8,94 0,00 138,64 541,39 661, , ,03 Kisaran: Min Max ) Biaya air bersih Tempat menampung air bersih yang akan dibawa nelayan pancing rumpon melaut berbeda-beda, seperti blong dan jerigen, sehingga harga dan biaya untuk air bersih juga berbeda-beda. Harga air bersih untuk satu blong adalah Rp5.000,00 (isi 200 liter); dan untuk satu jerigen adalah Rp2.000,00 (isi 30 liter) (Tabel 31). Bagi nelayan yang membawa air minum dalam galon, maka pada setiap pengisian ulang dikenakan biaya Rp5.000,00 per galon. Berdasarkan Tabel 31, biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan air bersih rata-rata per trip adalah Rp17.800,00 atau berkisar antara Rp10.000,00-Rp25.000,00 per trip, atau rata-rata berkisar antara Rp59.400,00-Rp87.000,00 per bulan, atau antara Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan air bersih yang tidak terlalu besar disebabkan karena nelayan membawa air bersih hanya untuk keperluan

116 99 memasak, mencuci peralatan, dan mandi. Untuk mencuci hasil tangkapan nelayan lebih memilih menggunakan air laut. Menurut nelayan, penggunaan air laut untuk mencuci hasil tangkapan selain menghemat biaya operasional juga karena hasil tangkapan menjadi lebih segar dan tahan lama. Tabel 31 Biaya air bersih nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun menurut responden di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya air per trip Biaya air per bulan Biaya air per tahun (Rp) (Rp) (Rp) Responden Banyak Jumlah Min Max Min Max (liter) (Rp) R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 106, , , , , ,96 Kisaran: Min Max ) Biaya oli, minyak tanah, layang-layang, dan ransum (1) Biaya oli/pelumas Biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan oli dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Biaya oli nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya Oli per Biaya Oli per Trip (Rp) Bulan (Rp1.000,-) Responden Banyak (ltr) Harga per liter (Rp) Jumlah (Rp) Biaya Oli per Tahun (Rp1.000,-) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 1, , ,65 159,93 219, , ,63 Kisaran: Min Max

117 100 (2) Biaya minyak tanah Walaupun harga minyak tanah sebagai bahan bakar untuk kompor tinggi, namun masih ada nelayan yang belum beralih menggunakan kompor gas. Harga minyak tanah per liter di Palabuhanratu adalah Rp9.000,00. Pada Tabel 33 dapat dilihat biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan minyak tanah. Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk minyak tanah per trip adalah Rp ,00 atau berkisar antara Rp90.000,00- Rp ,00 per trip, atau rata-rata Rp ,00-Rp ,00 per bulan, atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Tabel 33 Biaya minyak tanah nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya minyak Biaya minyak Biaya Minyak Tanah per Trip tanah per tanah per tahun (Rp) bulan (Rp1.000,-) Responden (Rp1.000,-) Banyak (liter) Harga per liter (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi Kisaran: Min Max (3) Biaya layang-layang Biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk layang-layang dapat dilihat pada Tabel 34. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat rata-rata biaya untuk layang-layang per trip adalah Rp ,00; atau rata-rata Rp ,00- Rp ,00 per bulan; atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Layang-layang pada perikanan pancing rumpon dibeli per 50 unit dengan harga Rp2.000,00 per unit layang-layang. Layang-layang ini merupakan alat bantu untuk pengoperasian alat tangkap pancing layang-layang dan pancing kondokondo.

118 101 Tabel 34 Biaya layang-layang nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya layanglayang per bulan Biaya Layang-Layang per Trip (Rp) (Rp1.000,-) Responden Banyak (unit) Harga per layangan (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min (Rp) Max (Rp) Biaya layanglayang per tahun (Rp1.000,-) Min (Rp) Max (Rp) R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 0,00 0,00 0,00 54,77 44,72 657,27 536,66 Kisaran: Min Max (4) Biaya ransum Untuk kebutuhan ransum atau bahan makanan nelayan dan lainnya, pemilik kapal biasanya menyerahkan dalam bentuk uang kepada penanggung jawab di kapal. Uang tersebut dibelikan ke ransum atau bahan makanan untuk persediaan selama di laut. Bahan makanan yang dibeli harus mencukupi kebutuhan semua awak kapal selama di laut, sehingga penanggung jawab harus bijak dalam menggunakan uang tersebut. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk bahan kebutuhan ransum dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35 Jumlah biaya ransum kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah Jumlah ransum per bulan Jumlah ransum per tahun ransum (Rp1000,-) (Rp1000,-) Responden per trip (Rp10 3 Min Max Min Max ) R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 109,54 328,63 447, , ,56 Kisaran

119 102 Berdasarkan Tabel 35 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan untuk kebutuhan ransum per trip adalah sebesar Rp ,00 atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00; atau rata-rata Rp ,00- Rp ,00 per bulan, atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Nelayan pancing rumpon membeli ransum tersebut di pasar yang berada di luar pelabuhan. Semakin banyak kebutuhan ransum yang dibeli, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. 5.4 Pemetaan Bahan Kebutuhan Melaut Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan/pengurus kapal pancing rumpon, bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu yang utama adalah solar, es balok, air bersih, dan ransum. Bahan kebutuhan melaut tersebut diperoleh nelayan dari dalam dan luar pelabuhan. Pemetaan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut solar, air bersih, dan ransum nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 27; sedangkan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut es balok dapat dilihat pada Gambar 28. 1) Pemetaan bahan kebutuhan melaut solar Mekanisme penyediaan solar di pelabuhan perikanan ada yang disalurkan langsung oleh pihak pelabuhan dan ada pula yang tidak langsung, seperti melalui agen penjualan solar atau nelayan membeli di SPBU di luar pelabuhan perikanan (Direktort Jenderal Perikanan 2000 vide Razak 2004). Penyediaan/penyaluran solar di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga, yaitu SPBB PT. Paridi Asyudewi, SPBN PT. Mekartunas Rayasejati, dan SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (sub-subbab 5.2.1). Ketiga penyalur tersebut hanya menyalurkan BBM jenis solar. Perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu menggunakan kapal penangkapan ikan berukuran 6 GT dengan mesin berbahan bakar solar. Dari ketiga penyalur yang ada di dalam PPN Palabuhanratu, nelayan pancing rumpon membeli/mengisi solar di SPBB PT. Paridi Asyudewi yang berjarak sekitar 430 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon dan SPDN KUD Mina MSL yang

120 103 berjarak sekitar 40 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Namun ada juga yang membeli solar dari SPBU yang berada di luar pelabuhan, yang berjarak sekitar 200 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Berdasarkan laporan penjualan bulanan masing-masing penyedia/penyalur solar pada tahun 2010, jumlah solar yang disalurkan oleh SPBB PT. Paridi Asyudewi ke kapal nelayan pancing rumpon adalah sebesar liter atau 7,2%, dengan rata-rata penyaluran sebesar liter per bulan; jumlah solar yang disalurkan oleh SPDN KUD Mina MSL ke kapal nelayan pancing rumpon adalah sebesar liter atau 78,4%, dengan rata-rata penyaluran sebesar liter per bulan; sedangkan jumlah solar dari SPBU sebesar liter atau 14,4% dengan rata-rata penyaluran sebesar liter per bulan. Berdasarkan data tersebut, nelayan pancing rumpon dominan membeli solar di SPDN KUD Mina MSL. Hal ini disebabkan oleh 4 hal, yaitu: 1) Harga solar di SPDN sesuai dengan harga ketetapan dari pemerintah; 2) Posisi pom/dispenser solar SPDN berada di dermaga/kolam I dan dekat dengan posisi tambat kapal-kapal pancing rumpon yang juga berada di kolam I; 3) Nelayan pancing rumpon telah lama berlangganan dengan SPDN KUD Mina MSL; dan 4) Adanya saling percaya antara nelayan pancing rumpon dengan pihak SPDN sehingga nelayan dapat membayar solar setelah kembali dari melaut (hasil tangkapannya terjual). Jumlah solar yang disalurkan dari SPBB ke nelayan pancing rumpon jauh lebih kecil dibandingkan dari SPDN. Nelayan pancing rumpon yang mengisi solar ke SPBB merupakan nelayan yang memiliki beberapa kapal. Menurut Manajer Operasional SPBB, kapal pancing rumpon yang membeli solar di SPBB dikenakan syarat minimum pembelian, yaitu sebesar 1000 liter per satu kali pembelian. Alasannya adalah alat penyaluran solar di SPBB menggunakan satuan ukuran kiloliter (kl), sehingga jika pembelian solar kurang dari 1 kl atau 1000 liter akan merugikan SPBB. Penyaluran solar dari SPBU lebih besar daripada SPBB. Menurut nelayan pancing rumpon, alasan nelayan membeli solar di SPBU adalah 1) posisi SPBU lebih dekat ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon; 2) Harga solar lebih murah; 3) pembelian solar tidak menyulitkan nelayan; 4) solar di SPDN dan SPBB habis.

121 104 2) Pemetaan bahan kebutuhan melaut air bersih Penyediaan/penyaluran air bersih di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga yaitu CV. Eko Mulyo (sub-subbab 5.2.3). Dalam penyaluran air bersih, CV. Eko Mulyo memanfaatkan 4 kran air yang berada di dermaga I dan 1 unit mobil tangki air kapasitas 5000 liter untuk penyaluran air bersih di dermaga/kolam II. Nelayan yang konsentrasinya berada di dermaga/kolam I (termasuk nelayan pancing rumpon), mengisi air di kran air dermaga I dengan meletakkan jerigen atau blongnya di dekat kran air tersebut. Dari 4 kran air yang ada, hanya 1 kran air saja yang digunakan. Hal ini mengakibatkan sering terjadi antrian dalam penyaluran air bersih. Selain itu, jika petugas/karyawan CV. Eko Mulyo tidak berada di sekitar kran air tersebut, nelayan yang akan mengisi air harus menghubungi melalui telepon karena CV. Eko Mulyo tidak memiliki kantor di PPN Palabuhanratu. Kran air tersebut berjarak sekitar 55 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Dalam memenuhi kebutuhan air bersih selama melaut, nelayan pancing rumpon hanya membeli air dari CV. Eko Mulyo, sehingga penyaluran air bersih kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu 100% berasal dari CV. Eko Mulyo. Hal ini dikarenakan penggunaan air bersih oleh nelayan pancing rumpon hanya untuk keperluan mandi, masak, air minum, dan mencuci peralatan; sedangkan untuk mencuci hasil tangkapan nelayan menggunakan air laut. Menurut nelayan, penggunaan air laut untuk pencucian hasil tangkapan selain dapat membuat ikan lebih segar dan tahan lama, juga untuk menghemat biaya operasional dalam pembelian air bersih. 3) Pemetaan bahan kebutuhan melaut ransum Pada perikanan pancing rumpon, operasi penangkapan ikan dilakukan 5-10 hari per trip. Oleh sebab itu, ransum yang dibawa untuk kebutuhan nelayan selama di laut merupakan bahan mentah seperti beras, sayur-sayuran, buahbuahan, mie instan, teh dan kopi. Ransum tersebut dibeli di pasar yang lokasinya tidak jauh dari PPN Palabuhanratu, yaitu berjarak sekitar 175 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Nelayan membeli ransum tersebut sehari sebelum melaut dan pada hari akan berangkat melaut.

122 105 4) Pemetaan bahan kebutuhan melaut es balok Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu tidak memiliki fasilitas pabrik es, sehingga kebutuhan es balok di pelabuhan diperoleh dari pabrik es yang berada di luar pelabuhan. Kebutuhan es balok nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu diperoleh dari dua pabrik es yaitu PT. Tirta Jaya dan PT. Sari Petojo (sub-subbab 5.2.2). Pabrik es PT. Tirta Jaya berada di Desa Benteng, Jayanti, yang berjarak sekitar 2,43 km dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu; sedangkan PT. Sari Petojo berada di Sukabumi. Penyaluran es dari Sukabumi ke PPN Palabuhanratu dapat dilakukan melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur selatan. Jarak tempuh melalui jalur utara sekitar 43,26 km, sedangkan jarak tempuh melalui selatan sekitar 42,66 km. Berdasarkan data statistik PPN Palabuhanratu, pada tahun 2010 jumlah penyaluran es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya adalah sebesar balok atau 73,2%, dengan rata-rata penyaluran sebesar balok per bulan; sedangkan penyaluran es balok dari pabrik es PT. Sari Petojo sebesar balok atau 26,8%, dengan rata-rata penyaluran sebesar balok per bulan. Berdasarkan jumlah tersebut, nelayan pancing rumpon dominan membeli es dari pabrik es PT. Tirta Jaya dibandingkan pabrik es PT. Sari Petojo. Alasan nelayan pancing rumpon adalah dikarenakan lokasinya lebih dekat ke PPN Palabuhanratu dan harga es balok lebih murah dibandingkan PT. Sari Petojo. Namun jika penyaluran es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya mengalami antrian, maka nelayan memesan es balok dari PT. Sari Petojo. Pemetaan penyediaan/penyaluran es balok nelayan pancing rumpon dapat dilihat pada Gambar 28. Pemesanan es balok pada kedua pabrik es dilakukan melalui telepon atau supir truk pengangkut es yang sedang mendistribusikan es balok di pelabuhan. Untuk pemesanan es di PT. Tirta Jaya dilakukan sehari sebelum berangkat melaut dan es didistribusikan keesokan harinya (pada hari keberangkatan); sedangkan untuk pemesanan es balok di PT. Sari Petojo dilakukan 1-2 hari sebelum berangkat melaut. Selain itu, pemesanan es di PT. Sari Petojo dilakukan secara kolektif oleh nelayan atau diupayakan satu truk es tersebut untuk kebutuhan beberapa kapal. Hal ini dikarenakan PT. Sari Petojo tidak mau mendistribusikan es balok dalam jumlah sedikit karena biaya transportasi yang cukup tinggi.

123 Gambar 27 Jalur pembelian bahan kebutuhan melaut solar, air bersih, dan ransum nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun

124 109 Gambar 28 Jalur pembelian es balok nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun

125 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu seperti solar, es balok, dan air bersih masih belum optimal. Beberapa masalah yang sering dialami nelayan adalah kehabisan solar, harga es balok yang tinggi disebabkan tidak adanya pabrik es di pelabuhan, terjadinya keterlambatan penyaluran es, dan lain-lain (subbab 5.2). Penyediaan/penyaluran bahan kebtuhan melaut nelayan di pelabuhan melibatkan pihak penyedia/penyalur dan pihak pelabuhan sebagai fasilitator. Kelancaran penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan di pelabuhan penting untuk aktivitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan. 6.1 Faktor Internal Pihak Penyalur Bahan Kebutuhan Melaut dan Pihak PPN Palabuhanratu sebagai Fasilitator Faktor-faktor internal yang mempengaruhi pengembangan bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berupa kekuatan dan kelemahannya, dapat dijadikan sebagai komponen penting dalam menentukan strategi pengembangan bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kekuatan (Strength) (1) Adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu memiliki tiga penyalur BBM (sub-subbab 5.2.1). Diantara ketiga penyalur tersebut SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut dan SPBN PT. Mekartunas Rayasejati merupakan penyalur untuk kapal penangkapan ikan berukuran < 30 GT termasuk kapal pancing rumpon. Adanya penyalur ini memberikan nilai positif bagi pengembangan penyediaan/penyaluran solar di PPN Palabuhanratu, khususnya kapal pancing rumpon. Hal ini dikarenakan kapal-kapal penangkapan ikan domisili PPN Palabuhanratu di dominasi kapal-kapal penangkapan ikan < 30 GT, sehingga dengan adanya kedua penyalur solar < 30 GT diharapkan penyediaan/penyaluran solar terlayani dengan baik.

126 109 (2) Penyedia/penyalur telah memiliki izin penyaluran solar dari PT. Pertamina Ketiga penyedia/penyalur solar di PPN Palabuhanratu, yaitu SPDN KUD Mina Nusantara, SPBN PT. Mekartunas Rayasejati, dan SPBB PT. Paridi Asyudewi (sub-subbab 5.2.1) telah memiliki izin penyaluran berupa nomor langganan penyaluran solar dari PT. PT. Pertamina. Penyalur solar SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut memiliki nomor langganan ; SPBN PT. Mekartunas Rayasejati memiliki nomor langganan ; dan SPBB PT. Paridi Asyudewi memiliki nomor langganan Nomor langganan ini sekaligus berfungsi untuk mendapatkan DO (delivery order) solar yang dilakukan penyedia/penyalur melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Mandiri. Jumlah penebusan DO sesuai dengan jumlah pasokan/kuota solar masing-masing penyalur solar yang telah diberikan oleh PT. Pertamina. Adanya nomor langganan penyaluran solar yang sah dari PT. Pertamina ini memberikan nilai positif terhadap pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut solar di PPN Palabuhanratu. Hal ini dikarenakan dengan adanya nomor langganan tersebut, ketiga penyalur dapat mengajukan penambahan pasokan/kuota solar per bulan ke PT. Pertamina. (3) Adanya instalasi solar di PPN Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu memiliki instalasi penyaluran solar berupa 2 unit tangki solar dan pipa salurannya yang dikelola oleh SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (kapasitas 320 m 3 ) dan SPBN PT. Mekartunas Rayasejati (kapasitas 208 m 3 ); sedangkan SPBB PT. Paridi Asyudewi memiliki kapal tongkang sebagai bungker atau tempat penyimpanan solar berkapasitas sebesar 550 kl. Kondisi dari kedua tangki solar tersebut dalam keadaan baik/memadai; begitupun dengan kondisi tongkang (sub-subbab 5.2.1). Tangki solar SPDN dan SPBN berfungsi sebagai tempat penampungan solar dan melalui pom/dispenser solar disalurkan ke jerigen-jerigen solar nelayan. Pom/dispenser SPDN berada di kolam/dermaga I, sedangkan pom/dispenser solar SPBN dan SPBB berada di kolam II. Keberadaan pom/dispenser solar SPDN di kolam I memudahkan nelayan dalam mengisi solar, terutama nelayan pancing

127 rumpon yang konsentrasinya berada di kolam/dermaga I. Hal ini memberi nilai positif untuk pengembangan penyediaan/penyaluran solar di PPN Palabuhanratu. (4) Dekatnya jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal pancing rumpon Gambar 29 Pom/dispenser solar SPDN KUD Mina MSL di dermaga I Lokasi penyaluran solar SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut sangat dekat, yaitu berada di dermaga/kolam I yang merupakan tempat tambat-labuh kapalkapal penangkapan ikan < 30 GT, termasuk kapal pancing rumpon (Gambar 29). Kapal pancing rumpon yang akan mengisi solar dapat langsung menambatkan kapalnya di dekat pom/dispenser solar {sub-subbab (butir 3)}. Hal ini sangat memudahkan nelayan dalam pengisian solar. Selain itu, nelayan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk upah angkut. (5) Adanya sistem berlangganan dalam pembelian solar Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penyalur solar di PPN Palabuhanratu, nelayan dalam membeli solar ke pihak penyedia/penyalur cenderung menunjukkan sistem berlangganan (sub-subbab 5.2.1). Sistem berlangganan dalam pembelian solar adalah dimana nelayan pancing rumpon hanya membeli solar pada penyedia/penyalur solar yang sama, selama penyedia/penyalur tersebut masih memiliki solar. Hal ini sesuai dengan data laporan hasil penjualan bulanan yang diserahkan penyedia/penyalur solar ke pihak PPN Palabuhanratu. Kapal yang sama hanya mengisi solar di satu tempat penyalur. Namun jika di pom/dispenser solar tersebut kehabisan solar, nelayan lebih memilih membeli di SPBU yang berada di luar PPN Palabuhanratu daripada ke penyalur solar lainnya di pelabuhan.

128 (6) Adanya instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu Instalasi air bersih yang ada di PPN Palabuhanratu berupa reservoir/tempat penampungan air untuk menampung air yang berasal dari PDAM (sub-subbab 5.2.3). Selain itu, menurut Qadarian (2010), terdapat satu unit menara air dengan kapasitas 400 m 3 yang berada di dekat kantor PPN Palabuhanratu. Oleh sebab itu, penyaluran air bersih di PPN Palabuhanratu masih cukup besar. Kondisi penampungan air bersih juga dalam keadaan berfungsi dengan baik. Untuk nelayan yang berada di dermaga/kolam I (termasuk nelayan pancing rumpon), air bersih disalurkan dengan selang plastik melalui kran air yang terdapat di dermaga I ke blong-blong dan jerigen-jerigen air nelayan. Kran air ini dekat dengan konsentrasi nelayan, sehingga memudahkan nelayan dalam mengisi air bersih untuk kebutuhan melautnya. Adanya fasilitas dan instalasi air bersih ini memberikan nilai positif bagi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. (7) Dekatnya jarak penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal pancing rumpon Lokasi penyaluran air bersih juga sangat dekat yakni berada di dermaga I (sub-subbab 5.2.3). Kapal yang tambat labuh di kolam I termasuk kapal pancing rumpon dapat langsung menambatkan kapalnya dan mengeluarkan jerigen airnya ke dekat kran air. Posisi kran air ini mempermudah nelayan pancing rumpon dalam pengisian air. Selain itu, dapat menghemat biaya pengeluaran berupa biaya angkut. 2) Kelemahan (Weakness) (1) Adanya pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina Penyalur solar PT. Pertamina di PPN Palabuhanratu, yaitu SPDN, SPBN dan SPBB memiliki pasokan/kuota solar yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara, pada tahun 2010 SPDN memperoleh pasokan/kuota solar sebesar 136 kl per bulan, SPBN sebesar 600 kl per bulan, dan SPBB sebesar 400 kl. Dari ketiga penyalur solar tersebut, nelayan pancing rumpon hanya mengisi solar di SPDN dan SPBB, tidak di SPBN. Hal ini dikarenakan SPBN hanya mau mengisi solar pada kapal-kapal GT (sub-subbab 5.2.1), sedangkan kapal-kapal pancing rumpon berukuran 6 GT.

129 Besaran pasokan/kuota solar tersebut di atas belum dapat memenuhi kebutuhan nelayan. Hal ini dapat dilihat dari seringnya SPDN kehabisan solar kurang dari satu bulan, sehingga nelayan harus membeli ke SPBU yang berada di luar pelabuhan. Kehabisan solar ini disebabkan SPDN KUD Mina MSL tidak hanya menyalurkan solar ke kapal pancing rumpon, namun juga ke kapal-kapal berukuran < 30 GT lainnya yang menggunakan solar. Dengan demikian pembatasan pasokan/kuota solar merupakan kelemahan dalam pengembangan bahan kebutuhan melaut (solar) nelayan pancing rumpon. (2) Penyalur solar SPBN hanya menyalurkan solar ke kapal penangkapan ikan GT Penyalur solar SPBN seharusnya menyalurkan solar untuk semua kapalkapal penangkapan ikan < 30 GT (termasuk kapal pancing rumpon yang berukuran 6 GT), sama halnya dengan SPDN. Namun SPBN PT. Mekartunas Rayasejati hanya menyalurkan solar untuk kapal penangkapan ikan GT {sub-subbab (butir 2)}. Hal ini terlihat dari laporan data penjualan SPBN tersebut. Selama penelitian juga tidak ditemui adanya kapal pancing rumpon yang mengisi solar di SPBN. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pengurus kapal pancing rumpon, nelayan pancing rumpon memang tidak ada yang mengisi solar di SPBN. Alasannya, karena SPBN hanya mau mengisi solar untuk kapal penangkapan ikan berukuran GT. Hal ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, menyebabkan nelayan pancing rumpon membeli solar di SPBU jika pasokan/kuota solar di SPDN dan SPBB habis. (3) Lokasi SPBN jauh dari lokasi konsentrasi kapal-kapal nelayan pancing rumpon Lokasi pom/dispenser solar SPBN berada di dermaga/kolam II {sub-subab (butir 2)}. Hal ini menyebabkan nelayan dengan ukuran < 30 GT yang bertambat-labuh di kolam I, termasuk kapal-kapal pancing rumpon harus mengeluarkan biaya tambahan berupa biaya angkut jika membeli solar di SPBN. (4) Nelayan sering berhutang dalam pembelian solar Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penyalur solar dan nelayan, nelayan sering berhutang dalam pembelian solar kepada pihak penyalur. Hal ini menyebabkan pihak penyalur kesulitan atau terlambat dalam pembelian solar ke

130 PT. Pertamina. Akibatnya pom/dispenser tutup selama beberapa hari atau hingga nelayan kembali dari laut dan melunasi hutangnya. (5) Tidak ada pabrik es di PPN Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu tidak memiliki pabrik es (sub-subbab 5.2.2). Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PPN Palabuhanratu, tidak adanya pabrik es di PPN Palabuhanratu dikarenakan tidak adanya lahan untuk pembangunan pabrik es dan keterbatasan sumber air sebagai bahan baku pembuatan es. Untuk memenuhi kebutuhan es, nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu memesan dari dua pabrik es yang berada di luar pelabuhan yaitu PT. Tirta Jaya (Desa Benteng, Jayanti), dan PT. Saripetojo (Sukabumi). Kedua pabrik es ini mendistribusikan es tidak hanya untuk nelayan, tetapi juga untuk depot-depot es masyarakat umum. Hal ini menyebabkan terjadinya keterlambatan dan antrian dalam pendistribusian es, sehingga berpengaruh pada waktu keberangkatan melaut nelayan. (6) Adanya dermaga muat namun tidak diterapkan Dermaga di pelabuhan perikanan utamanya berfungsi sebagai tempat mendaratkan hasil tangkapan (dermaga pendaratan), dan atau mengisi bahan kebutuhan melaut (dermaga muat) bagi kapal-kapal penangkapan ikan. Di pelabuhan perikanan, dermaga selain berfungsi untuk membongkar muatan (unloading) dan mengisi bahan kebutuhan melaut (out fitting), juga dapat digunakan untuk berlabuh (idle berthing). Ketiga kegiatan tersebut dilakukan di dua dermaga, namun adakalanya ketiga kegiatan tersebut dilakukan pada satu dermaga yang sama (Lubis 2006). Di PPN Palabuhanratu, dermaga I, yang merupakan dermaga muat, memiliki panjang 500 m. Dermaga ini sekaligus juga merupakan tempat konsentrasi kapal-kapal nelayan pancing rumpon. Pihak pelabuhan menetapkan areal pengisian bahan kebutuhan melaut bagi kapal < 30 GT di dermaga I sepanjang 106 m. Namun kenyataannya dilapangan, nelayan tidak menjalankan aturan tersebut. Sebagian besar nelayan termasuk nelayan pancing rumpon melakukan ketiga aktivitas tersebut di atas pada satu tempat dimana kapal tersebut bertambat. Selain itu, masih banyak kapal nelayan yang bertambat sembarangan.

131 Misalnya setelah mendaratkan hasil tangkapan, nelayan tetap bertambat di dermaga pendaratan. Akibatnya, banyak nelayan yang tidak dapat mendaratkan hasil tangkapan di dermaga pendaratan yang telah ditentukan. Tidak berjalannya aturan zonasi dermaga untuk bongkar-muat selain disebabkan oleh ketidakdisiplinan nelayan-nelayan di atas, juga disebakan oleh kurang tegasnya petugas pelabuhan dalam mengawasi kapal-kapal penangkapan ikan yang akan tambat-labuh. Hal ini menjadi kelemahan, sebab berpengaruh terhadap aktivitas pengisian bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon. Tidak jarang nelayan harus melompati beberapa kapal untuk dapat memperoleh dan membawa bahan kebutuhan melautnya karena posisi kapalnya berada di tengah kolam. (7) Kolam I pelabuhan telah overcapacity Kolam pelabuhan berfungsi sebagai pintu masuk kapal penangkapan ikan yang akan tambat-labuh atau bongkar-muat di dermaga. Berdasarkan PPN Palabuhanratu (2011), pada tahun 2010 jumlah perahu motor tempel dan kapal motor yang beroperasi di PPN Palabuhanratu adalah sejumlah 837 unit dengan fluktuasi sebesar 28,18 % dan sudah melebihi dari jumlah optimal yang ditargetkan yaitu 462 unit atau telah berada pada kondisi kelebihan tampung (overcapacity). Jumlah armada yang beroperasi tersebut, juga berpengaruh pada daya tampung kolam pelabuhan. Kondisi jumlah armada tersebut mengakibatkan kolam pelabuhan sudah tidak mampu lagi untuk menampung seluruh jumlah kapal/perahu yang ada apabila sedang tambat. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti, kondisi kolam I pelabuhan adalah benar telah mengalami kelebihan tampung, akibatnya nelayan kesulitan untuk tambat dan melakukan bongkar-muat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, hal ini dikarenakan kurang tegasnya petugas pelabuhan dalam menangani kapal-kapal penangkapan ikan yang akan tambat-labuh sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan selain kurang disiplinnya nelayan. Akibatnya kapal-kapal ditambatkan secara sembarangan. Selain itu, di kolam juga banyak dijumpai nelayan yang melakukan perbaikan kapal di kolam. Ketidakteraturan nelayan dalam melakukan kegiatan di kolam dan dermaga pelabuhan berdampak selain pada aktivitas pendaratan hasil tangkapan juga pada

132 pengisian bahan kebutuhan melaut nelayan. Ketidakteraturan ini semakin berlebihan dengan adanya perahu/kapal rusak atau karam yang dibiarkan berada di kolam pelabuhan. 6.2 Faktor Strategi Eksternal dari Pihak Penyalur Bahan Kebutuhan Melaut dan Pihak PPN Palabuhanratu sebagai Fasilitator Faktor eksternal berupa peluang yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan ancaman merupakan faktor yang harus dihindari. Fakor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut: 1) Peluang (Opportunity) (1) Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon Jumlah armada perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu semakin meningkat sejak tahun 2005 {sub-subbab (butir 2)}. Hal ini juga diindikasikan dengan adanya pembuatan kapal-kapal baru di docking pelabuhan (Gambar 30). Berdasarkan data PPN Palabuhanratu, pertambahan kapal-kapal pancing rumpon baru, cenderung dilakukan oleh pemilik yang sama, sehingga pemilik tersebut memiliki beberapa kapal pancing rumpon. Gambar 30 Pembuatan kapal-kapal pancing rumpon baru

133 Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon semakin meningkatkan jumlah rumpon, dan bersamaan dengan meningkatnya posisi pemasangan rumpon yang semakin jauh {sub-subbab (butir 4)} tentu saja akan memberikan peluang terhadap peningkatan jumlah kebutuhan bahan melaut perikanan pancing rumpon. Semakin tingginya jumlah kebutuhan bahan melaut perikanan pancing rumpon akan menjadi peluang pula dalam pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. (2) Adanya armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut Armada penangkapan ikan yang mengisi bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu bukan hanya armada penangkapan ikan yang menjadikan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base-nya, namun juga oleh kapal-kapal penangkapan ikan pendatang. Kapal-kapal penangkapan ikan pendatang tersebut tidak hanya berasal dari PP/PPI yang berada di Kabupaten Sukabumi, namun juga dari berbagai daerah di Indonesia. Kapal-kapal pendatang tersebut dapat bertujuan mendaratkan hasil tangkapannya lalu mengisi bahan kebutuhan melaut seperti solar, es, dan air bersih; atau dapat juga hanya mengisi bahan kebutuhan melaut saja. Hal ini menjadi peluang untuk pengembangan bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu, baik untuk memenuhi kebutuhan kapal-kapal penangkapan ikan yang berdomisili di PPN Palabuhanratu (termasuk kapal pancing rumpon) maupun kapal-kapal penangkapan ikan pendatang tersebut. (3) Adanya rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah merencanakan akan mengembangkan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu menjadi pelabuhan perikanan tipe Samudera (Lampiran 2). Pada lampiran tersebut terlihat rencana pengembangan dengan pembangunan dermaga/kolam III. Bersama dengan itu pemerintah propinsi Jawa Barat juga telah menetapkan prioritas pengembangan perikanan laut di pantai selatan Jawa Barat dengan pusatnya di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Pemerintah Kabupaten Sukabumi juga mendukung pengembangan tersebut (Lamatta 2008). Adanya rencana pengembangan ini memberikan peluang akan bertambah dan

134 meningkatnya fasilitas kepelabuhanan perikanan terutama terkait dengan fasilitas bahan kebutuhan melaut nelayan, khususnya nelayan pancing rumpon. 2) Ancaman (Threats) (1) Terlambatnya penyaluran solar dari Pertamina Adalah sering terjadi keterlambatan pengiriman solar oleh PT. Pertamina akibat adanya antrian dalam pengiriman solar di terminal BBM PT. Pertamina. Akibat keterlambatan tersebut, penyedia/penyalur solar SPDN terpaksa tutup sehingga truk tangki penyaluran/pengiriman solar PT. Pertamina terlambat tiba di pelabuhan {sub-subbab (butir 3)}. Dalam pengiriman solar ke penyalur solar yang berada di PPN Palabuhanratu, PT. Pertamina mendistribusikan solar dari Depot Padalarang; Bandung. Waktu tempuh dari Depot Padalarang ke PPN Palabuhanratu dengan kecepatan normal km/jam adalah kurang lebih 6-7 jam perjalanan. Hal ini juga berpengaruh pada keterlambatan pendistribusian solar PT. Pertamina ke PPN Palabuhanratu. Menurut penyalur solar di PPN Palabuhanratu, pendistribusian solar oleh PT. Pertamina sering terlambat dan juga terjadi antrian. (2) Terlambatnya penyaluran es balok ke pelabuhan Penyalur es balok nelayan pancing rumpon berasal dari luar pelabuhan, sehingga terjadi keterlambatan pengiriman es balok. Hal ini terjadi karena adanya antrian penditribusian es balok. Pihak penyalur es tidak hanya mendistribusikan es ke nelayan, namun juga ke depot-depot es yang berada di pelabuhan dan di luar pelabuhan (sub-subbab 5.2.2). (3) Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah walaupun pada akhirnya tidak jadi, berpengaruh pada biaya operasional nelayan (seperti kenaikan harga BBM beberapa tahun yang lalu), khususnya nelayan pancing rumpon karena meningkatnya harga-harga barang-barang lainnya termasuk biaya bahan-bahan kebutuhan melaut. Menurut Fauziyah (2003), pada perikanan tangkap, biaya operasional terbesar dalam operasi penangkapan ikan adalah biaya BBM yang dapat menghabiskan sekitar 30-45% dari total biaya operasional.

135 Dampak rencana kenaikan harga BBM akan berlangsung selama waktu tertentu. Menurut Pane (2007), dampak tersebut dapat berlangsung selama 8-9 bulan. Selanjutnya Pane menyebutkan bahwa untuk kategori nelayan kecil (< 30 GT) dan sedang (30-50 GT), ada tiga respon yang dilakukan nelayan terhadap kenaikan harga BBM yaitu : a. Bereaksi : pasrah s/d protes informal, sebagian sementara tidak melaut, dan ada yang berkeinginan menjual unit penangkapannya. Respon ini terjadi pada bulan ke 1 s/d 2. b. Mulai beradaptasi dengan keadaan : melakukan upaya-upaya mengurangi biaya operasional melaut, misalnya mengoplos solar dengan minyak tanah atau bahan lainnya; mengurangi lama melaut; mengurangi jumlah trip melaut; mengurangi jumlah ABK; dan lain-lain. Respon ini terjadi pada bulan ke-3 s/d 7/8. c. Telah beradaptasi dengan kenaikan harga BBM. Respon ini terjadi pada bulan ke-8 s/d 9. Sehubungan dengan hal di atas, rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah dapat menjadi ancaman bagi pengembangan bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu. 6.3 Strategi Pengembangan Penyediaan/Penyaluran Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Faktor internal yang diperoleh dari hasil identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh penyedia/ penyalur dan pihak pelabuhan (subbab 6.1) untuk selanjutnya disusun dalam matrik faktor internal (Internal Factor Analysis Summary/IFAS Tabel 36). Faktor eksternal diperoleh dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman yang berasal dari faktor-faktor luar pihak penyedia/penyalur dan pihak pelabuhan untuk selanjutnya disusun dalam matrik faktor strategi eksternal (External Factor Analysis Summary/EFAS Tabel 37).

136 Tabel 36 Matriks analisis faktor internal (IFAS) pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Kode Faktor-faktor Internal Skor Bobot Nilai (Skor x Bobot) Kekuatan (Strength) S1 Adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT S2 Penyedia/penyalur telah memiliki izin penyaluran solar dari PT. Pertamina S3 Adanya instalasi solar di PPN Palabuhanratu S4 Dekatnya jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon S5 Adanya "sistem berlangganan" dalam pembelian solar S6 Adanya instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu S7 Dekatnya jarak lokasi penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon Sub Jumlah Kelemahan (Weakness) W1 Adanya pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina W2 Penyalur solar SPBN hanya menyalurkan solar ke kapal penangkapan ikan GT W3 Lokasi SPBN jauh dari lokasi konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon W4 Nelayan sering berhutang dalam pembelian solar W5 Tidak ada pabrik es di PPN Palabuhanratu W6 Adanya dermaga muat namun tidak diterapkan W7 Kolam I pelabuhan telah overcapacity Sub Jumlah Jumlah Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) diperoleh total nilai (skor x bobot) sebesar 345. Nilai ini berada pada kriteria baik ( 344); yang menunjukkan kondisi internal berupa kekuatan dari pihak penyedia/penyalur solar, es balok, air bersih maupun pihak PPN Palabuhanratu sebagai fasilitator dalam keadaan dominan (subbab 3.4).

137 Tabel 37 Matriks analisis faktor eksternal (IFAS) pengembangan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Kode Faktor-faktor Eksternal Skor Bobot Nilai (Skor x Bobot) Peluang (Opportunity) O1 Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon O2 Adanya armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut O3 Adanya rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu Sub Jumlah Ancaman (Threatment) T1 Terlambatnya penyaluran solar dari PT. Pertamina T2 Terlambatnya penyaluran es balok ke pelabuhan T3 Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah Sub Jumlah Jumlah Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) diperoleh total nilai (skor x bobot) sebesar 405. Nilai ini berada pada kriteria baik ( 404); yang menunjukkan kondisi eksternal berupa peluang dari pihak penyedia/penyalur solar, es balok, air bersih maupun pihak PPN Palabuhanratu sebagai fasilitator dalam keadaan dominan (subbab 3.4). Nilai-nilai yang diperoleh dari identifikasi faktor-faktor internal (345) dan eksternal (405), selanjutnya digunakan dalam analisis matrik internal-eksternal (subbab 3.4). Berdasarkan analisis tersebut diperoleh posisi pihak penyedia/ penyalur dan pihak pelabuhan berada pada fase pertumbuhan dan strategi pengembangan berada pada posisi integrasi vertikal. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan izin penyaluran solar untuk pengajuan penambahan pasokan/kuota solar ke PT. Pertamina, pengoptimalan pemanfaatan fasilitas yang telah ada, pengadaan pabrik es, dan ketegasan petugas dalam pelaksanaan aturan yang ada (untuk faktor internal); sedangkan untuk faktor eksternal dilakukan dengan cara menjalankan rencana pengembangan PPNP menjadi PPSP, dan

138 pengajuan subsidi BBM khusus nelayan; sedangkan berdasarkan matriks SWOT diperoleh strategi sebagai berikut (Tabel 38). Tabel 38 Strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berdasarkan matriks SWOT EFAS Peluang (O) IFAS 1. Meningkatnya jumlah kapal pancing rumpon (O1) 2. Adanya armada penangkapan ikan pendatang yang mengisi bahan kebutuhan melaut (O2) 3. Adanya rencana peningkatan status PPN menjadi PPS untuk PPN Palabuhanratu (O3) Kekuatan (S) 1. Adanya penyedia/penyalur solar untuk kapal < 30 GT (S1) 2. Penyedia/penyalur telah memiliki izin penyaluran solar dari PT. Pertamina (S2) 3. Adanya instalasi solar di PPN Palabuhanratu (S3) 4. Dekatnya jarak lokasi penyaluran solar SPDN ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon (S4) 5. Adanya "sistem berlangganan" dalam pembelian solar (S5) 6. Adanya instalasi air bersih di PPN Palabuhanratu (S6) 7. Dekatnya jarak lokasi penyaluran air bersih ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon (S7) Strategi SO 1. Mengoptimalkan penyedia/ penyalur yang ada, izin penyaluran & fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut agar dapat memenuhi kebutuhan solar kapal-kapal pancing rumpon yang semakin meningkat & kapal pendatang (S1, S2, S3, S4, S6, S7, O1, O2) 2. Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut yang telah ada dalam rangka rencana peningkatan status PPN menjadi PPS (S3, S4, S6, S7, O3) 3. Penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut meningkatkan pelayanan penyalurannya untuk menarik nelayan yang memiliki kapal-kapal baru & nelayan kapal pendatang (S5, O1, O2) Kelemahan (W) 1. Adanya pembatasan pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina (W1) 2. Penyalur solar SPBN hanya menyalurkan solar ke kapal penangkapan ikan GT (W2) 3. Lokasi SPBN jauh dari lokasi konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon (W3) 4. Nelayan sering berhutang dalam pembelian solar (W4) 5. Tidak ada pabrik es di PPN Palabuhanratu (W5) 6. Adanya dermaga muat namun tidak diterapkan (W6) 7. Kolam I pelabuhan telah overcapacity (W7) Strategi WO 1. Peningkatan jumlah kapal-kapal baru dan & kapal pendatang memerlukan peningkatan jatah pasokan/kuota solar (W1, O1, O2) 2. Peningkatan jumlah kapalkapal baru & kapal pendatang memerlukan penyaluran solar tidak hanya ke kapal GT, namun juga kapal < 20 GT termasuk pancing rumpon (W2, O1, O2) 3. Peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS memerlukan pembangunan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut, seperti pabrik es, dermaga dan kolam pelabuhan (W3, W5, W6, W7, O3). 4. Agar penyaluran solar ke kapal-kapal pancing rumpon baru & kapal penda-

139 Tabel 38 lanjutan Ancaman (T) 1. Terlambatnya penyaluran solar dari PT. Pertamina (T1) 2. Terlambatnya penyaluran es balok ke pelabuhan (T2) 3. Adanya rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah (T3) Strategi ST 1.Pengoptimalan izin penyaluran solar untuk pengajuan penyaluran solar dari lokasi terminal PT. Pertamina yang lebih dekat agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran (S2, T1) 2.Pemanfaatan izin oleh penyalur untuk pengajuan subsidi bagi nelayan agar rencana kenaikan harga BBM tidak berdampak pada nelayan (S2, T3) tang berjalan lancar, maka diperlukan ketegasan pihak penyalur agar nelayan tidak berhutang (W4, O1, O2) 5. Perlunya ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan di dermaga dan kolam pelabuhan untuk mendukung peningkatan kapal-kapal baru dan kapal pendatang (W6, W7, O1, O2) Strategi WT 1. Pembangunan pabrik es di PPN Palabuhanratu agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran es (W5, T2) 2. Pengajuan peningkatan jatah pasokan/kuota solar untuk menutupi keterlambatan penyaluran oleh PT. Pertamina (W1, T1) Berdasarkan strategi SWOT pada Tabel 38, diperoleh dua belas strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu, sebagai berikut : Strategi SO 1) Mengoptimalkan penyedia/penyalur yang ada, izin penyaluran & fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut agar dapat memenuhi kebutuhan solar kapalkapal pancing rumpon yang semakin meningkat & kapal pendatang (S1, S2, S3, S4, S6, S7, O1, O2) 2) Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut yang telah ada dalam rangka rencana peningkatan status PPN menjadi PPS (S3, S4, S6, S7, O3) 3) Penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut meningkatkan pelayanan penyalurannya untuk menarik nelayan yang memiliki kapal-kapal baru & nelayan kapal pendatang (S5, O1, O2)

140 Strategi WO 1) Peningkatan jumlah kapal-kapal baru dan & kapal pendatang memerlukan peningkatan jatah pasokan/kuota solar (W1, O1, O2) 2) Peningkatan jumlah kapal-kapal baru & kapal pendatang memerlukan penyaluran solar tidak hanya ke kapal GT, namun juga kapal < 20 GT termasuk pancing rumpon (W2, O1, O2) 3) Peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS memerlukan pembangunan fasilitas terkait bahan kebutuhan melaut, seperti pabrik es, dermaga & kolam pelabuhan (W3, W5, W6, W7, O3) 4) Agar penyaluran solar ke kapal-kapal pancing rumpon baru & kapal pendatang berjalan lancar, maka diperlukan ketegasan pihak penyalur agar nelayan tidak berhutang (W4, O1, O2) 5) Perlunya ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan di dermaga dan kolam pelabuhan untuk mendukung peningkatan kapal-kapal baru dan kapal pendatang (W6, W7, O1, O2) Strategi ST 1) Pengoptimalan izin penyaluran solar untuk pengajuan penyaluran solar dari lokasi terminal PT. Pertamina yang lebih dekat agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran solar (S2, T1) 2) Pemanfaatan izin oleh penyalur solar untuk pengajuan subsidi bagi nelayan agar rencana kenaikan harga BBM tidak berdampak pada nelayan (S2, T3) Strategi WT 1) Pembangunan pabrik es di PPN Palabuhanratu agar tidak terjadi keterlambatan penyaluran es (W5, T2) 2) Pengajuan peningkatan jatah pasokan/kuota solar untuk menutupi keterlambatan penyaluran oleh PT. Pertamina (W1, T1) Berdasarkan strategi-strategi di atas kemudian dirumuskan strategi pengembangan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu adalah mengoptimalkan izin penyaluran solar untuk penambahan pasokan/kuota solar; peningkatan pelayanan penyaluran

141 oleh penyedia/penyalur solar; pembangunan fasilitas terkait kegiatan penyediaan/ penyaluran bahan kebutuhan melaut: pabrik es, dermaga, dan kolam pelabuhan; serta ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan terkait penggunaan dermaga dan kolam pelabuhan guna mendukung peningkatan armada perikanan pancing rumpon secara khusus dan kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi secara umum; atau disingkat Peningkatan fasilitas bahan kebutuhan melaut untuk perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu.

142 109 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil dan pembahasan penelitian ini adalah : 1) Jenis dan besaran biaya per trip bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon yang dibawa melaut pada tahun 2010 di PPN Palabuhanratu adalah solar rata-rata sebesar 500 liter per trip dengan biaya sebesar Rp ,00; es balok rata-rata sebesar 54 balok per trip dengan biaya sebesar Rp ,00; air bersih rata-rata sebesar 442 liter per trip dengan biaya sebesar Rp17.800,00; dan ransum rata-rata sebesar Rp ,00 per trip. 2) Pemetaan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon pada tahun 2010 menghasilkan : (1) Solar di peroleh dari SPBB PT. Paridi Asyudewi yang berjarak sekitar 430 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon, dengan penyaluran sebesar liter (7,2%) per bulan; SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut yang berjarak sekitar 40 m sebesar liter (78,4%) per bulan; dan SPBU yang berjarak sekitar 200 m sebesar liter (14,4%) per bulan. Penyalur solar SPBB dan SPDN berada di dalam pelabuhan, sedangkan SPBU berada di luar pelabuhan. (2) Es balok diperoleh dari dua pabrik es yang berada di luar pelabuhan karena PPN Palabuhanratu tidak memiliki pabrik es. Penyaluran es balok dari PT. Tirta Jaya yang berjarak sekitar 2,43 km sebesar balok (73,2%) per bulan; dan dari PT. Sari Petojo yang berjarak sekitar 43,26 km jika dari utara dan sekitar 42,66 km jika dari selatan sebesar balok (26,8%) per bulan. (3) Air bersih seluruhnya (100%) diperoleh dari pelabuhan yang dikelola oleh CV. Eko Mulyo yang berjarak sekitar 55 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. (4) Ransum diperoleh dari pasar (100%) yang berada di luar pelabuhan dengan jarak sekitar 175 m. 3) Strategi yang dapat dilakukan pihak penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut yang ada di dalam pelabuhan dan pihak pengelola PPN Palabuhanratu

143 adalah mengoptimalkan izin penyaluran solar untuk penambahan pasokan/kuota solar; peningkatan pelayanan penyaluran oleh penyedia/ penyalur solar; pembangunan fasilitas terkait kegiatan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut: pabrik es, dermaga, dan kolam pelabuhan; serta ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan terkait penggunaan dermaga dan kolam pelabuhan guna mendukung peningkatan armada perikanan pancing rumpon secara khusus dan kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi secara umum; atau disingkat Peningkatan fasilitas bahan kebutuhan melaut untuk perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. 7.2 Saran Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah : 1) Perlu meningkatkan pasokan/kuota solar di PPN Palabuhanratu, membangun pabrik es dan fasilitas lainnya terkait penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu. 2) Perlunya ketegasan pihak pelabuhan dalam menjalankan aturan terkait penggunaan dermaga dan kolam pelabuhan, terutama untuk kapal-kapal penangkapan ikan < 10 GT.

144 109 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Divisi Industri Es (Saripetojo). [internet]. [diunduh 2011 Oktober 04]. Tersedia pada nent&print=1&page=&option=com_content&itemid=95. Ashidiqqi A F Peran Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta dalam Penyediaan Solar untuk Keperluan Operasi Penangkapan bagi Kapal Ikan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Baskoro M S dan Effendy A Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 131 hlm. Besweni Kebijakan Pengelolaan Rumpon yang Berkelanjutan di Barat Daya Perairan Pelabuhanratu [Disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 151 hlm. [BPPT Kabupaten Sukabumi] Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sukabumi Sarana dan Prasarana. BPPT Kabupaten Sukabumi [internet]. [diunduh 2010 Desember 08]. Tersedia pada Brandt A V Fish Catching Methods of the World 4th Edition. England: Fishing New Book Ltd. 523 p. Christanti N Tingkat Penyediaan dan Kebutuhan Es Untuk Kapal Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Statistik Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi (ID) : DKP Kabupaten Sukabumi. Dewi D F R Pola Konsumsi dan Distribusi Bahan Bakar Kapal Ikan di Pelabuhanratu. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hlm. Fauziyah D Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Pendapatan Usaha Nelayan Gill Net dan Rawai di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 104 hlm. Gunarso W Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. Bahan Kuliah (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 119 hlm Tingkah Laku Ikan. Diktat Kuliah (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 149 hlm.

145 Handriana J Pengoperasian Pancing Tonda pada Rumpon di Selatan Perairan Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hlm. Jungjunan O Simulasi Perhitungan Gaya Apung dan Gaya Tenggelam Rumpon Laut dalam di Perairan Selatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 185 hlm. [Kabupaten Sukabumi dalam Angka] Kabupaten Sukabumi Dalam Angka Kabupaten Sukabumi. Lamatta A R Rencana Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera Palabuhanratu. Disampaikan dalam Rangka Kegiatan Sosialisasi Syahbandar Perikanan (Pengawakan Kapal Ikan). Kegiatan Kesyahbandaran. Lubis E Buku 1 : Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bagian Pelabuhan Perikanan Buku : Pelabuhan Perikanan. Bogor : PT Penerbit IPB Press. 183 hlm. Martasuganda S Rumah Pondokan Ikan (Fish Aggregation Device). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. 45 hlm. Monintja D R Pengelolaan Rumpon Laut Dalam. Diktat Kuliah. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pane A B Bahan Kuliah Analisis Hasil Tangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut pertanian Bogor. Bogor Antisipasi Kenaikan Harga BBM dalam Perikanan Tangkap. Disampaikan pada Acara : Workshop Kerjasama Antar Lembaga-Pusat Analisis Kerjasama Internasional dan Antar Lembaga, DKP Desember 10. Hotel Bintang Griyawisata Jakarta. Putri T E Tingkat Operasional dan Pola Interaksi Pelabuhan Perikanan di Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [PPN Palabuhanratu] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Teknis Pelayanan Perbekalan Kapal Perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun Palabuhanratu (ID) : PPN Palabuhanratu.. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu a. Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun Palabuhanratu (ID) : PPN Palabuhanratu.. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu b. Daftar Fasilitas Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun Palabuhanratu (ID) : PPN Palabuhanratu.

146 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu c. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun Palabuhanratu (ID) : PPN Palabuhanratu.. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun Palabuhanratu (ID) : PPN Palabuhanratu.. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun Palabuhanratu (ID) : PPN Palabuhanratu. Qadarian M R Peran Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu terhadap Kelancaran Operasi Penangkapan Ikan Armada Payang. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 66 hlm. Rakhmania F Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 66 hlm. Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 188 hlm. Razak M Analisis Sistem Distribusi Solar dalam Menunjang Aktivitas Nelayan di PPI Muara Angke Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hlm. [RI] Republik Indonesia Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta (ID) : RI. Sainsbury J C Commercial Fishing Methods and introduction to vessels and gears. England: Fishing New (Books) Ltd. 359 p. Shanticka L O Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 85 hlm. [Statistik Bidang Perikanan Tangkap] Statistik Bidang Perikanan Tangkap. Laporan Keadaan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi. Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. [Statistik Kecamatan Palabuhanratu] Statistik Kecamatan Palabuhanratu. Monografi Kecamatan Palabuhanratu. Kecamatan Palabuhanratu. Syafitri M Manajemen Produksi Ekspor Ikan di PT. Tridaya Eramina Bahari Muara Baru Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Subani W dan Barus H R Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Perikanan Laut. Nomor: 50 Tahun 1988/1989. Jakarta: Badan Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 245 hlm.

147 Wulandari Tingkat Kebutuhan Es untuk Keperluan Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

148 LAMPIRAN

149 Lampiran 1 Layout PPN Palabuhanratu Sumber : PPN Palabuhanratu

150 Lampiran 2 Layout rencana pengembangan PPS Palabuhanratu Sumber : PPN Palabuhanratu

151 Lampiran 3 Wilayah operasional PPN Palabuhanratu Sumber : PPN Palabuhanratu

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Pancing Tonda Pada klasifikasi Brandt (2005), pancing tonda masuk ke dalam kelompok perikanan pancing (lines); sedangkan dalam klasifikasi statistik perikanan Indonesia

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU

5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 58 5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Perikanan Pancing Rumpon 5.1.1 Unit penangkapan pancing rumpon Perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu semakin

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan wilayah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK, KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT SORAYA GIGENTIKA

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK, KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT SORAYA GIGENTIKA KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK, KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT SORAYA GIGENTIKA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS FAHMI FAHRIZAL

AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS FAHMI FAHRIZAL AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS FAHMI FAHRIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan, dilengkapi berbagai

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain LEmBRGn PEHELITinn STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR Jonny Zain ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2008 di Pelabuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung 2. TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung dari badai atau ombak sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar atau membuang sauh sedemikian rupa sehingga bongkar

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI Pendaratan hasil tangkapan merupakan pemindahan hasil tangkapan dari atas kapal ke daratan pelabuhan, yang nantinya akan didistribusikan ke

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο 24 112 ο 11 BT dan 7 ο

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TERHADAP KELANCARAN OPERASI PENANGKAPAN IKAN ARMADA PAYANG

PERAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TERHADAP KELANCARAN OPERASI PENANGKAPAN IKAN ARMADA PAYANG PERAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TERHADAP KELANCARAN OPERASI PENANGKAPAN IKAN ARMADA PAYANG MUHAMMAD REZA QADARIAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT

JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT OLEH RIMA STEFI EKARISKI FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain THE STUDY of SPATIAL PLANNING FACILITIES BRONDONG FISHING PORT LAMONGAN DISTRICT EAST JAVA PROVINCE (Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

PENGKAJIAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT USAHA PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU ARDI YASA

PENGKAJIAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT USAHA PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU ARDI YASA PENGKAJIAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT USAHA PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU ARDI YASA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU 59 5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Kondisi Aktual Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sebagaimana telah dikemukakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG DEDE SEFTIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan Hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari hasil tangkapan nelayan di laut dengan menggunakan alat tangkap tertentu dan didaratkan di

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 1-11 EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA Jonny Zain 1), Syaifuddin 1), Yudi Aditya 2) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port Contributions of Tiku Fishing Port (PPI Tiku) for fisheries sector at Agam regency, West Sumatera province, Indonesia Erly Novida Dongoran 1), Jonny Zain 2), Syaifuddin 2) 1) Student of Fisheries and Marine

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 5 HUBUNGAN AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN TERHADAP KEBUTUHAN FASILITAS DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA ROBBY MULYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Ragil Utomo C54102006 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

URNAL kuppstudy on utilization of Tiku fishing port facilities, Agam Regency, West Sumatera Province. Abstract

URNAL kuppstudy on utilization of Tiku fishing port facilities, Agam Regency, West Sumatera Province. Abstract URNAL kuppstudy on utilization of Tiku fishing port facilities, Agam Regency, West Sumatera Province. by Kusniwati 1) Jonny Zain 2) Syaifuddin 2) Abstract For purpose to identify type, capacity and condition

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 52 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografi dan Topografi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng terletak di wilayah Gunungkidul. Berjarak sekitar 40 km dari ibukota Gunungkidul, Wonosari.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya.

Lebih terperinci

2 METODOLOGI PENELITIAN

2 METODOLOGI PENELITIAN 11 2 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2013 di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Singapura (Port of Singapore Authority).

Lebih terperinci

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT. 1 THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE Oleh : Rendra Triardi 1), Jonny Zain, M.Si 2), dan Syaifuddin, M.Si 2) ABSTRACT Rendra_triardi@yahoo.com This

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Menurut UU No 45 tahun 2009, Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu

Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu 60 Lampiran 2. Fasilitas di PPP Karangantu No Fasilitas Volume Satuan (baik/rusak) I. FASILITAS POKOK Breakwater 550 M Rusak Turap 700 M Baik Faslitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS DAN FASILITAS

6 AKTIVITAS DAN FASILITAS 48 6 AKTIVITAS DAN FASILITAS 6.1 Aktivitas PPI Perkembangan aktivitas kepelabuhanan di PPI Cituis didasarkan kepada fungsi pelabuhan perikanan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAN FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TAHUN GILANG TRIONO

PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAN FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TAHUN GILANG TRIONO PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAN FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU TAHUN 1993-2014 GILANG TRIONO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C54103050 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 di Tempat Pendaratan Ikan (TPI)

Lebih terperinci

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci