5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU"

Transkripsi

1 58 5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Perikanan Pancing Rumpon Unit penangkapan pancing rumpon Perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kapal pancing rumpon dan rumpon yang dipasang. Banyaknya keuntungan yang diperoleh nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing rumpon menarik minat masyarakat nelayan di Palabuhanratu. Keuntungan penggunaan alat tangkap ini diantaranya adalah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) lebih efisien karena telah mengetahui tujuan penangkapan dan harga jual hasil tangkapan yang lebih baik karena memiliki mutu dan kualitas ekspor. Unit penangkapan pancing tonda terdiri dari alat tangkap, kapal, nelayan, dan alat bantu yang membentuk satu kesatuan teknis dalam operasional penangkapan ikan di laut. Berikut unit penangkapan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu : 1) Alat tangkap pancing rumpon Alat tangkap pancing yang dibawa oleh nelayan pancing rumpon PPN Palabuhanratu tidak hanya satu jenis melainkan beberapa jenis pancing, yaitu pancing tonda, pancing layang-layang, pancing tomba jerigen, pancing kondokondo, pancing coping, dan pancing taber. Semua jenis pancing tersebut memiliki konstuksi, metode pengoperasian dan waktu penangkapannya secara kondisional (bergantung kondisi saat di laut). Berikut rincian alat tangkap pancing yang digunakan nelayan pancing rumpon : (1) Pancing tonda Konstruksi pancing tonda tergolong sederhana, karena hanya terdiri dari tali nilon, mata pancing, dan umpan buatan yang terbuat dari benang warna-warni atau tali rafia. Benang dan tali rafia yang digunakan biasanya berwarna cerah agar dapat memikat/menarik perhatian ikan. Menurut Jungjunan (2009), konstruksi alat tangkap pancing tonda hanya terdiri dari tali nilon monofilamen berukuran nomor

2 59 100, mata pancing berukuran nomor 7 atau 8 dengan umpan buatan berupa benang warna-warni (Gambar 8). Menurut Baskoro dan Effendi (2005), nelayan-nelayan tonda pantai barat Sumatera menggunakan umpan buatan dari tali plastik yang dibentuk sedemikian rupa. Ikan-ikan tertangkap disebabkan tertarik pada kemilau tali plastik yang ditarik dengan kecepatan tertentu hingga menyerupai mangsa di mata ikan-ikan tersebut. Alat tangkap pancing tonda dioperasikan di bagian buritan kapal. Cara pengoperasiannya yaitu di tarik oleh kapal secara horizontal. Nelayan memegang tali pancing dan menarik-ulurnya dari atas kapal. Mata pancing berumpan buatan yang berada di perairan bergerak-gerak karena adanya pengaruh tarikan kapal dan tali pancing yang ditarik-ulur. Menurut Gunarso (1985), tidak jarang pada satu kapal dioperasikan sejumlah tali pancing tonda, masing-masing tali pancing tonda dapat pula terdiri dari sejumlah mata pancing, masing-masing ditautkan pada talitali pancing tonda tersebut. Agar tidak terjadi saling kait-mengait, masing-masing tali tonda direntangkan dengan outriggers (bagian berbentuk tiang-tiang yang dapat direntang ataupun dilipat; Gambar 1 sub-subbab 2.1.1). Kecepatan kapal yang menarik pancing tonda bergantung pada ikan target tangkapan. Untuk ikan perenang cepat, seperti tuna dan cakalang biasanya ditarik dengan kecepatan antara 6-8 knot (Sainsbury 1971). Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 8 Konstruksi pancing tonda di PPN Palabuhanratu

3 60 (2) Pancing layang-layang Pancing layang-layang memiliki konstruksi yang terdiri dari line roller, layang-layang, tali nilon, mata pancing, dan umpan buatan berupa cumi-cumi berbahan karet (Gambar 9). Layang-layang terbuat dari plastik berwarna hitam dengan rangka bambu. Pada mata pancing digunakan 3 mata pancing yang diikat menjadi satu. Mata pancing dimasukkan kedalam umpan cumi-cumi dengan posisi ketiga mata pancing berada didalam tangan-tangan cumi-cumi. Umpan cumi-cumi biasanya berwarna cerah agar dapat memikat/menarik perhatian ikan. Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 9 Konstruksi pancing layang-layang di PPN Palabuhanratu Menurut Jungjunan (2009), konstruksi pancing layang-layang terdiri dari layang-layang plastik, umpan buatan berupa cumi-cumi, multiple hook, dan tali. Layang-layang diikat dengan tali nilon monofilamen (ukuran nomor 200) yang terhubung dengan line roller. Tali pada line roller dapat mencapai 100 m, pada bagian bawah tali diikatkan ke layang-layang yang terhubung dengan mata pancing/umpan buatan. Panjang tali antara layang-layang dan mata pancing/ umpan mencapai 9 m. Multiple hook yang digunakan merupakan rakitan sendiri dengan ukuran mata pancing nomor 2. Jumlah mata pancing yang dirakit terdiri dari 3 mata pancing yang diikat menggunakan benang nilon monofilamen. Alat tangkap pancing layang-layang biasanya dioperasikan saat siang atau menjelang sore, saat arah angin datang dari sisi kanan atau kiri kapal. Pengoperasian pancing ini dimulai dengan penurunan mata pancing yang telah berumpan ke perairan, kemudian layang-layang diterbangkan dengan arah menyamping. Ini dilakukan agar umpan menyusur permukaan perairan dan menimbulkan riak-riak air untuk menarik perhatian ikan. Jika umpan dimakan ikan,

4 61 umpan akan ditarik ke dalam perairan beserta layang-layang sehingga layanglayang tersebut rusak. (3) Pancing tomba jerigen Berdasarkan hasil wawancara, alat tangkap pancing tomba jerigen (Gambar 10) merupakan alat tangkap utama yang digunakan dalam operasi penangkapan di sekitar rumpon. Hal ini sesuai dengan Jungjunan (2009) bahwa pancing tomba jerigen alat tangkap utama yang memiliki konstruksi terdiri atas jerigen (kapasitas 25 liter), tali nilon monofilamen (berukuran nomor ), swivel, pemberat yang terbuat dari bahan timah (massa pemberat 100 gr), mata pancing yang terbuat dari besi berlapis (berukuran nomor 1 atau 2), dan umpan hidup. Jarak antara jerigen dengan swivel umumnya 45 m, sedangkan panjang tali antara swivel dan mata pancing yaitu 9 m. Pada swivel dipasang pemberat. permukaan air Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 10 Konstruksi pancing tomba jerigen di PPN Palabuhanratu Pancing tomba jerigen dioperasikan dari pagi sampai sore hari (selama jerigen masih dapat terlihat saat terapung di laut dan umpan hidup masih ada). Metode pengoperasianya yaitu umpan hidup dikaitkan ke mata pancing/mata pancing lalu dimasukkan keperairan sesuai kedalaman yang diinginkan, diikuti penurunan jerigen. Nelayan harus jeli dalam memperhatikan pergerakan jerigen, jika ikan memakan umpan dan terjerat maka jerigen harus langsung diangkat ke atas kapal. 4 Keterangan : 1. Jerigen 2. Tali pancing 3. Swivel & Pemberat 4. Mata pancing (hook) Non skala

5 62 (4) Pancing kondo-kondo Sama seperti pancing layang-layang, pancing kondo-kondo juga menggunakan layang-layang. Perbedaan kedua pancing ini terletak pada konstruksi dan metode pengoperasiannya. Konstruksi pancing kondo-kondo terdiri dari line roller, layang-layang plastik, tali nilon, swivel, mata pancing, dan umpan cumi-cumi buatan berbahan karet. Layang-layang plastik dan bentuk mata pancing pada pancing ini sama dengan pancing layang-layang. Bedanya ukuran mata pancing alat tangkap pancing kondo-kondo lebih kecil, sehingga ukuran ikan yang diperoleh juga lebih kecil. Menurut Jungjunan (2009), konstruksi pancing kondo-kondo terdiri dari layang-layang-layang plastik, tali nilon monofilamen, swivel, umpan buatan, dan multiple hook (Gambar 11). Layang-layang pada pancing kondo diikat dengan tali nilon monofilamen sepanjang 100 m dengan ukuran tali nomor 70. Ujung lain tali diikatkan swivel dan dihubungkan dengan tali nilon monofilamen sepanjang 20 m dengan ukuran tali nomor 100 dan diberi swivel. Swivel diikatkan pada tali nilon monofilamen sepanjang 1 roll yang digulung di line roller. Pada tali nilon sepanjang 20 m digantungkan 5 tali cabang dengan ujung mengikat umpan buatan yang berukuran kecil dan hook berukuran nomor 7. Panjang tali cabang bervariasi, tali cabang pertama memiliki panjang 2 m; tali cabang kedua ketiga dan memiliki panjang 1,5 m; tali cabang keempat memiliki panjang 1 m; dan tali cabang kelima memiliki panjang 0,5 m. Panjang tali cabang yang berbeda dimaksudkan agar pada saat pengoperasian alat tangkap semua umpan terdapat pada satu garis lurus secara horizontal. Cara pengoperasian pancing kondo-kondo yaitu mula-mula layang-layang diterbangkan. Ketinggian pada layang-layang ini lebih tinggi dibandingkan layang-layang pada pancing layang-layang. Hal ini karena posisi umpan pada kedua pancing ini berbeda. Setelah layang-layang naik pada ketinggian yang diinginkan, umpan-umpan diturunkan satu-persatu. Perbedaan lainnya, pada pancing kondo tali layangan ditarik dan diulur agar umpan terlihat bergerak. Jika pada salah satu umpan ada ikan yang terjerat, tali layang-layang langsung ditarik hingga mencapai umpan dimana ikan terjerat. Namun demikian, posisi layanglayang tetap berada di atas sehingga tidak rusak.

6 63 Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 11 Konstruksi pancing kondo-kondo di PPN Palabuhanratu (5) Pancing coping Pancing coping memiliki konstruksi yang terdiri dari tali nilon, swivel, pemberat, dan mata pancing. Pada mata pancing diikatkan benang berwarna-warni yang sebagai umpan buatan. Benang warna-warni tersebut menggunakan warnawarna cerah dan terang agar dapat memikat/menarik perhatian ikan untuk mendekat dan akhirnya memakan umpan. Menurut Jungjunan (2009), pancing coping memiliki mata pancing dengan ukuran nomor 8 yang diikat oleh tali nilon monofilamen ukuran nomor 50 sepanjang 7 m. Tali ini diikatkan pada swivel, pemberat, kemudian swivel dan mata pancing (Gambar 12). Pemberat yang digunakan memiliki massa 250 gr. Ujung swivel kedua diikat oleh tali nilon monofilamen ukuran nomor 150 dengan panjang 100 m. Alat tangkap pancing coping dioperasikan di bagian sisi kapal dan kapal dalam keadaan diam. Cara pengoperasiannya yaitu dengan melempar mata pancing terlebih dahulu diikuti pemberat hingga pemberatnya tenggelam. Mata pancing berada pada kedalaman sesuai dengan kedalaman pemberat.

7 64 Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) Gambar 12 Konstruksi pancing coping di PPN Palabuhanratu (6) Pancing taber Kontruksi pancing taber terdiri dari tali nilon, swivel, pemberat, dan mata pancing. Pada mata pancing diikatkan umpan buatan dari tali rafia yang berwarna cerah. Mata pancing yang digunakan pada satu unit pancing taber terdiri dari beberapa mata pancing yang diikatkan pada tali-tali cabang sepanjang tali utama. Menurut Jungjunan (2009), pancing taber memiliki konstruksi terdiri dari 15 tali cabang, swivel, dan pemberat (Gambar 13). Panjang tali cabang 30 cm dengan jarak antar tali cabang sepanjang 1 m. Jarak antara swivel pertama dengan tali cabang pertama sepanjang 1,5 m, sedangkan dari tali cabang terakhir hingga swivel kedua berjarak hanya 1 m. Pada swivel kedua ini digantungi pemberat 100 gr. Tali cabang menggunakan tali nilon monofilamen ukuran nomor 70, sedangkan tali utama berukuran nomor 150. Mata pancing yang digunakan memiliki ukuran nomor 7 dengan umpan buatan berupa tali rafia berwarna. Pancing taber dioperasikan di bagian buritan kapal dengan cara ditarik oleh kapal. Cara pengoperasiannya sama dengan cara pengoperasian pada pancing tonda. Tali pancing dipegang dan ditarik-ulur oleh nelayan, sementara mata pancing berada di perairan.

8 65 7 Sumber: Jungjunan 2009 (diolah kembali) 2) Kapal pancing rumpon Gambar 13 Konstruksi pancing taber di PPN Palabuhanratu Berdasarkan hasil wawancara, perikanan pancing rumpon mulai berkembang di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005, setelah sebelumnya pada akhir tahun 2004 Yayasan Anak Nelayan Indonesia (YANI) melakukan uji coba menggunakan rumpon laut dalam sebagai alat bantu penangkapan ikan. Keberhasilan YANI dalam uji coba tersebut diikuti oleh nelayan pancing di PPN Palabuhanratu, sehingga perikanan pancing rumpon terus meningkat sampai sekarang. Peningkatan jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun (Tabel 18 dan Gambar 14). Tabel 18 Jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Jumlah Kapal (unit) Persentase (%) , , , , ,69 Rata-rata 50 75,07 Kisaran ,93-122,22 Sumber: PPN Palabuhanratu 2011 (data diolah kembali)

9 66 Jumlah (unit) Tahun Gambar 14 Perkembangan jumlah kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Pada tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada awal keberadaannya yaitu tahun 2005, jumlah kapal pancing rumpon hanya 9 unit. Namun pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 20 unit atau 122,22%, dan terus mengalami peningkatan hingga tahun Pada tahun 2010, pancing rumpon mengalami peningkatan sebesar 107,69% dari tahun sebelumnya. Rata-rata peningkatan kapal pancing rumpon adalah sebesar 50 unit atau 75,07% per tahun. Peningkatan minimumnya sebesar 9 unit atau 37,93% per tahun; sedangkan peningkatan maksimumnya sebesar 135 unit atau 122,22% per tahun. Berdasarkan hasil wawancara, kapal pancing rumpon yang digunakan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu berukuran 6 GT, dengan rata-rata panjang 12,60 m dengan kisaran antara 12,50-13,00 m. Rata-rata lebar kapal adalah 2,54 m dengan kisaran antara 2,10-3,00 m; sedangkan rata-rata draftnya adalah 1,18 m dengan kisaran antara 1,00-1,50 m. Berikut rincian ukuran kapal dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 15. Tabel 19 Ukuran kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Responden Ukuran (GT) Panjang (m) Lebar (m) Draft (m) R1 6,00 12,50 3,00 1,20 R2 6,00 13,00 2,50 1,50 R3 6,00 12,50 2,10 1,00 R4 6,00 12,50 2,10 1,00 R5 6,00 12,50 3,00 1,20 Rata-rata 6,00 12,60 2,54 1,18 Kisaran 6,00 12,50-13,00 2,10-3,00 1,00-1,50

10 67 Gambar 15 Armada pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun ) Nelayan Nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik merupakan orang yang memiliki armada pancing rumpon namun tidak ikut serta dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik memperoleh keuntungan dari hasil penjualan hasil tangkapan kapalnya. Keuntungan yang dibagikan merupakan jumlah hasil penjualan hasil tangkapan dikurangi biaya operasional. Pembagian keuntungan (setelah dikurangi biaya operasinal) antara nelayan pemilik dan nelayan buruh adalah 50:50, yaitu 50 % untuk nelayan pemilik dan 50% nelayan buruh. Bagian nelayan buruh tersebut dibagi lagi antara tekong dan ABK, yaitu tekong memperoleh bagian dua kali dari bagian ABK. Nelayan buruh merupakan nelayan yang selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan buruh pancing rumpon di PPN Palabuhanratu terdiri dari nelayan asli dan nelayan pendatang yang berdomisili di Palabuhanratu. Nelayan pendatang tersebut berasal dari Pulau Jawa (Banten) dan Makasar (Bugis). Pada saat tidak melaut yaitu musim barat (gelombang besar, angin sangat kencang, ombak besar, dan hujan lebat), nelayan pendatang biasanya memanfaatkan untuk pulang ke kampung halamannya. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah nelayan pancing rumpon per kapal adalah lima orang yang terdiri dari satu orang juru mudi (nakhoda/tekong), sisanya adalah anak buah kapal (ABK). Setiap ABK memiliki tugas masingmasing, yaitu juru mesin, juru masak, dan memancing. Namun pada saat sedang melakukan operasi penangkapan semua ABK tetap memancing, kecuali juru mudi

11 68 (tekong) yang harus tetap memegang kendali kapal. Walaupun ada sebagian juru mudi (tekong) yang juga ikut memancing. Menurut Sainsbury (1971), jumlah nelayan pancing tonda per kapal antara 4-6 orang, terdiri dari satu orang nakhoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin, dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pengoperasian pancing biasanya dilakukan mulai dari pagi (subuh) sampai sore, sedangkan pada malam harinya juru mudi (tekong) dan ABK beristirahat untuk melanjutkan operasi penangkapan keesokan harinya. Operasi penangkapan ikan berakhir (pulang) jika palkah telah penuh terisi ikan. Nelayan bisa pulang lebih cepat dari perkiraan waktu jika sedang musim banyak ikan, namun jika ikan sedikit nelayan akan pulang sampai palkah penuh atau bahan kebutuhan melaut telah habis. 4) Rumpon Rumpon yang dimanfaatkan oleh nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu terdiri atas rumpon bantuan pemerintah, milik perusahaan, dan milik perorangan. Pada rumpon bantuan dari pemerintah daerah boleh dimanfaatkan oleh siapa saja, sedangkan pada rumpon milik perusahaan dan milik perseorangan harus mendapat izin dari pemilik. Namun dalam pemanfaatan rumpon, nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu telah membentuk kelompok nelayan yang terdiri dari 6-9 kapal pancing rumpon per satu unit rumpon. Jenis rumpon yang dimanfaatkan oleh nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu merupakan rumpon laut dalam (Gambar 16). Menurut Departemen Pertanian (1997) vide (Besweni 2009) rumpon laut dalam yaitu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan diperairan laut dengan kedalaman lebih besar dari 200 m untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang disamping pelagis kecil. Berdasarkan hasil wawancara, rumpon yang dimanfaatkan nelayan pancing rumpon di pasang pada perairan dalam yaitu pada posisi lintang lintang 8 0, kemudian semakin menjauh mencapai posisi lintang 9 0 (Samudera Hindia).

12 69 Sama seperti konstruksi rumpon pada umumnya, konstruksi rumpon yang utama pada perikanan pancing rumpon terdiri dari pelampung utama (Gambar 17a), pemikat (attractor) (Gambar 17b), tali (rope) (Gambar 17c), dan pemberat (sinker) (Gambar 17d). Pelampung utama berbentuk tabung yang terbuat dari ponton, pemikat yang digunakan merupakan daun kelapa, tali yang digunakan tali tambang yang panjangnya bergantung pada kedalaman perairan rumpon dipasang, dan pemberatnya terbuat dari semen beton berbentuk segi empat. Gambar 16 Konstruksi rumpon laut dalam di PPN Palabuhanratu 17a Pelampung utama 17b Pemikat (attractor) 17c Tali (rope) 17d Pemberat (sinker) Gambar 17 Bagian-bagian rumpon di PPN Palabuhanratu

13 70 Menurut Jungjunan (2009), rumpon yang digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu memiliki komponen utama dan komponen pelengkap. Komponen utama terdiri dari pelampung, yang terbuat dari ponton; tali utama, terbuat dari tali polypropylene (PP); atraktor alami, terbuat dari pelepah daun kelapa; sedangkan atraktor permanennya terbuat dari bahan sintetis dari waring bekas dan tali plastik rafia; serta pemberat utama, yang terbuat dari campuran semen. Komponen pelengkap rumpon terdiri dari swivel, yang terbuat dari besi; hillban, yang terbuat dari ban luar mobil bekas; karung plastik; selang plastik; tali PE; dan pemberat atraktor, yang terbuat dari batu bata merah Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Hasil tangkapan nelayan pancing rumpon terdiri dari hasil tangkapan dominan dan hasil tangkapan lainnya. Hasil tangkapan dominan terdiri dari cakalang, yellowfin tuna/tuna sirip kuning, dan bigeye tuna/tuna mata besar; sedangkan hasil tangkapan lainnya berupa banyar, abu-abu, lisong, layang, tongkol komo, setuhuk loreng, pedang-pedang, cucut, dan layaran. Produksi dan nilai produksi ikan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun dapat dilihat pada Tabel 20, Tabel 21, dan Gambar 18. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa produksi hasil tangkapan nelayan pancing rumpon pada tahun 2009 adalah sebesar 597,21 ton; dengan peningkatan produksi hasil tangkapan sebesar 105,47%. Jumlah produksi ini didominasi oleh hasil tangkapan dominan nelayan pancing rumpon. Produksi hasil tangkapan dominan terbesar adalah yellowfin tuna, yaitu sebesar 305,65 ton atau 51,18%; kemudian cakalang sebesar 179,37 ton atau 30,04%; dan bigeye tuna sebesar 88,18 ton atau 14,76%. Produksi hasil tangkapan lainnya berupa setuhuk loreng hanya sebesar 23,45 ton atau 3,93%; pedang-pedang sebesar 0,16 ton atau 0.03%; cucut sebesar 0,21 ton atau 0,03%; dan layaran sebesar 0,19 ton atau 0,03%. Selanjutnya pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai produksi hasil tangkapan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp ,00. Pada tahun ini terjadi peningkatan nilai produksi sebesar 170,76%. Jumlah nilai produksi hasil tangkapan terbesar diperoleh dari penjualan hasil tangkapan dominan yaitu yellowfin tuna sebesar Rp ,00 atau sebesar 66,06%; cakalang sebesar

14 71 Rp ,00 atau sebesar 17,24%; dan bigeye tuna sebesar Rp ,00 atau sebesar 12,18%. Tabel 20 Produksi hasil tangkapan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Produksi (ton) Jenis Hasil 2009 Tangkapan (ton) (%) 1. Cakalang 109,44 200,41 132,53 128,79 179,37 30,04 2. Yellowfin tuna 88,34 97,45 89,78 121,30 305,65 51,18 3. Bigeye tuna 0,49 7,40 53,19 35,49 88,18 14,76 4. Banyar 0,11 0, Abu-abu - 0,07 0,14 0, Lisong - - 0, Layang - - 0, Tongkol komo , Setuhuk loreng ,45 23,45 3, Pedang-pedang ,07 0,16 0, Cucut ,21 0, Layaran ,19 0,03 Jumlah 198,38 305,66 276,66 290,66 597,21 100,00 Pertumbuhan (%) - 54,08-9,49 5,06 105,47 - Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 c (data dioleh kembali) Tabel 21 Nilai produksi hasil tangkapan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Nilai Produksi (Rp. 10 6,-) Jenis Hasil 2009 Tangkapan ton (%) 1. Cakalang 623, ,13 912, , ,82 17,24 2. Yellowfin tuna 565,74 747, , , ,60 66,06 3. Bigeye tuna 3,83 56,73 513,14 446, ,31 12,18 4. Banyar 0,57 1, Abu-abu - 0,36 0,82 1, Lisong - - 0, Layang - - 5, Tongkol komo , Setuhuk loreng ,39 424,52 4, Pedang-pedang ,67 3,03 0, Cucut ,83 0, Layaran ,27 0,02 Jumlah 1.193, , , , ,37 100,00 Pertumbuhan (%) - 80,05 15,21 42,56 170,76 - Sumber : PPN Palabuhanratu 2010 c (data diolah kembali)

15 Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp.10 9,-) Produksi Tahun Nilai Produksi Gambar 18 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun Selama periode , perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pada kondisi tahun terakhir (2009) perkembangan produksi hasil tangkapan meningkat sebesar 105,47% dan nilai produksinya meningkat sebesar 170,76% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah armada pancing rumpon sejak keberadaannya di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005 (Tabel 16). Selain itu, hasil tangkapan perikanan pancing rumpon merupakan jenis ikan ekonomis penting dan masuk standar ekspor, sehingga menarik minat nelayan untuk membuat kapalkapal pancing rumpon baru ataupun beralih alat tangkap. 5.2 Prosedur Penyediaan/Penyaluran dan Besaran Jenis Bahan Kebutuhan Melaut di PPN Palabuhanratu Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan dapat diusahakan, dimana pengusahaannya berupa penyewaan fasilitas dan pelayanan jasa. Penyewaan fasilitas meliputi sewa lahan, sewa bangunan, dan sewa peralatan; sedangkan pelayanan jasa meliputi pelayanan kapal, pelayanan barang dan alat, pelayanan pemenuhan bahan kebutuhan melaut kapal perikanan, pelayanan cold storage, pelayanan perbaikan kapal, pelayanan pelelangan ikan, pelayanan pas masuk dan parkir, dan jasa lainnya sesuai peraturan perundang-

16 73 undangan yang berlaku. Penyewaan fasilitas dan pelayanan jasa di pelabuhan perikanan dapat bekerjasama dengan pihak ketiga dalam pengusahaannya. Demikian halnya, PPN Palabuhanratu dalam mendukung kegiatan operasionalnya melakukan pengusahaan penyewaan fasilitas berupa lahan, bangunan, peralatan, atau kombinasi dari ketiganya; serta menyediakan berbagai jenis pelayanan jasa. Penyewaan fasilitas tersebut dilakukan oleh pihak ketiga, salah satu tujuan usahanya adalah penyediaan dan penyaluran bahan kebutuhan melaut. Pihak ketiga yang berminat untuk menyewa fasilitas di PPN Palabuhanratu harus melengkapi semua persyaratan penyewaan sesuai prosedur yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak pelabuhan, standar operasional prosedur (SOP) penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu ada dua bentuk. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 19. Bentuk pertama adalah kontrak/perjanjian antara pihak ketiga (investor/pengusaha) dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Dirjen Perikanan Tangkap) (1-2-3), dan bentuk kedua adalah kontrak/perjanjian antara pihak ketiga dengan Koperasi Karyawan Mina Nusantara (Kopkar Mina Nusantara) (A-B-C-D-E). Penyedia/penyalur bahan kebutuhan melaut di PPN Palabuhanratu (pihak ketiga) ada yang melakukan kedua bentuk kerjasama tersebut. Berdasarkan Gambar 19, pada cara pertama, pihak ketiga (investor/pengusaha) mengajukan permohonan sewa dan persyaratannya kepada Kepala PPN Palabuhanratu (1); Kepala PPN Palabuhanratu menugaskan Kepala Seksi Pengembangan untuk menelaah dan meneliti permohonan tersebut, kemudian membuat draft/konsep kontrak penggunaan lahan industri di PPN Palabuhanratu dan diserahkan kepada Kepala PPN Palabuhanratu, jika disetujui selanjutnya diserahkan kepada pihak ketiga apakah disetujui atau tidak. Jika pihak ketiga juga menyetujuinya, maka Kepala Seksi Pengembangan membuat naskah kontrak penggunaan lahan industri perikanan. Selanjutnya Pihak ketiga menandatangani dan membubuhkan stempel pada naskah kontrak tersebut (2). Kemudian kontrak yang telah ditandatangani oleh pihak ketiga kemudian diserahkan kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk ditandatangani

17 74 oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (3). Kontrak/perjanjian ini merupakan untuk penyewaan fasilitas berupa lahan dengan luas > 100 m 2. Standar operasional prosedur penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Pihak Ketiga (Investor/Pengusaha) 2 2 C 1 3 PPN Palabuhanratu A B D Koperasi Karyawan Mina Nusantara PPN Palabuhanratu, Sukabumi Keterangan : 1, 2, 3 : kontrak/perjanjian antara pihak ketiga dengan Dirjen Perikanan Tangkap A, B, C, D : kontrak/perjanjian antara pihak ketiga dengan Kopkar Mina Nusantara PPNP Sumber: PPN Palabuhanratu 2009 (diolah kembali) Gambar 19 Skema standar operasional prosedur penyewaan fasilitas di PPN Palabuhanratu tahun 2009 Pada cara kedua, pihak ketiga (investor/pengusaha) melakukan kerjasama dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Mina Nusantara. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pelabuhan, Kopkar Mina Nusantara adalah suatu usaha yang dibentuk oleh karyawan PPN Palabuhanratu yang bertujuan memperoleh penghasilan tambahan. Koperasi ini bekerjasama dengan UPT PPN Palabuhanratu dalam penyewaan fasilitas berupa lahan (dengan luas < 100 m 2 ) dan bangunan di pelabuhan. Koperasi karyawan Mina Nusantara berfungsi sebagai perantara antara pihak ketiga (investor/pengusaha) yang ingin melakukan penyewaan fasilitas dengan pihak PPN Palabuhanratu. Keuntungan yang diperoleh oleh Kopkar Mina Nusantara dari kerjasama ini adalah selisih harga sewa yang ditetapkan oleh pihak PPN Palabuhanratu dengan harga sewa yang diberikan oleh Kopkar Mina Nusantara kepada pihak ketiga. Prosedur penyewaan fasilitas dengan Kopkar Mina Nusantara adalah sebagai berikut : Pihak ketiga yang akan melakukan penyewaan fasilitas (berupa lahan dan bangunan) di PPN Palabuhanratu mengajukan permohonan sewa dan persyaratannya kepada Kopkar Mina Nusantara (A). Kopkar Mina Nusantara lalu

18 75 meneruskannya kepada PPN Palabuhanratu untuk membuat draft kontrak penyewaan (B). Selanjutnya draft kontrak tersebut diserahkan kepada pihak ketiga, jika disetujui maka dibuat naskah kontrak untuk ditandatangani oleh pihak ketiga (C). Kemudian kontrak yang telah ditandatangani pihak ketiga diserahkan ke Kopkar Mina Nusantara untuk ditandatangani (D). Selain penyewaan fasilitas, PPN Palabuhanratu juga menyediakan berbagai pelayanan jasa. Salah satu pelayanan jasa tersebut adalah jasa penyediaan bahan kebutuhan melaut. Pelabuhan ini dalam memberikan teknis pelayanan bahan kebutuhan melaut terhadap kapal perikananan dengan 2 cara (PPN Palabuhanratu 2009) : 1) menyediakan bahan kebutuhan melaut secara langsung melalui fasilitas milik PPN Palabuhanratu; 2) bekerjasama dengan pihak ketiga (investor/ pengusaha), seperti: penyediaan solar, dock, pembekuan, pengepakan dan lain-lain dengan memanfaatkan lahan & bangunan PPN Palabuhanratu. Berdasarkan wawancara, pada cara pertama di atas, pihak PPN Palabuhanratu menyediakan bahan kebutuhan melaut secara langsung melalui fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan, seperti tangki solar dan instalasinya, serta rumah pompa air bersih dan instalasinya; yang digunakan dalam penyediaan dan penyaluran bahan kebutuhan melaut kepada nelayan. Pada cara kedua, pihak PPN Palabuhanratu bekerjasama dengan pihak ketiga di dalam penyediaan, pengelolaan, dan penyaluran bahan kebutuhan melaut seperti solar dan air bersih dengan memanfaatkan lahan dan bangunan milik PPN Palabuhanratu. Bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu disediakan oleh pemilik kapal dengan bantuan pengurus. Pengurus merupakan orang yang dipercaya oleh pemilik kapal untuk mengurus kapal-kapalnya. Tugas pengurus adalah mengurus administrasi kapal, mencatat dan menjual hasil tangkapan, serta mencatat bahan kebutuhan melaut nelayan yang akan dibawa yang kemudian dilaporkan kepada pemilik kapal. Dalam mengurus kapal-kapal penangkapan ikan, pengurus dibantu oleh juru batu (karyawan/tenaga kerja). Tugas juru batu meliputi membersihkan kapal, membeli bahan kebutuhan melaut nelayan, dan membongkar hasil tangkapan nelayan setelah kembali dari melaut. Jenis bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon yang utama adalah solar, es balok, air bersih, dan ransum. Bahan kebutuhan melaut tersebut ada yang

19 76 di beli didalam pelabuhan dan ada juga yang di beli diluar pelabuhan. Bahan kebutuhan melaut yang dibeli didalam pelabuhan seperti solar dan air bersih, sedangkan yang di beli di luar pelabuhan seperti es balok dan ransum. Namun jika solar di dalam pelabuhan habis, maka nelayan akan membeli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berada di luar pelabuhan. Menurut Ashidiqqi (2003), mekanisme penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan di Indonesia ada yang disalurkan secara langsung oleh pihak pelabuhan dan tidak langsung seperti melalui agen penjualan atau nelayan membeli diluar pelabuhan perikanan. Jumlah hari melaut nelayan pancing rumpon dapat dilihat pada Tabel 22 Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata jumlah hari per trip melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu adalah 5-9 hari per trip, 3-5 trip per bulan, dan trip per tahun. Namun, jumlah hari per trip dapat lebih lama atau lebih cepat bergantung pada hasil tangkapan yang tertangkap dan persediaan bahan kebutuhan melaut di kapal. Jika hasil tangkapan telah banyak dan memenuhi palkah lebih cepat dari jumlah hari yang diperkirakan, maka nelayan akan langsung pulang (meskipun bahan kebutuhan melaut masih ada). Sebaliknya, jika hasil tangkapan sedikit maka nelayan akan tetap di laut hingga persediaan bahan kebutuhan melaut habis. Tabel 22 Jumlah hari dan trip melaut nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah hari per trip (hari) Jumlah trip per bulan (trip) Jumlah trip per tahun (trip) min max min max min max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 0,89 1,64 0,55 0,45 6,57 5,37 Kisaran Jumlah bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon menurut jenis yang dibawa dapat dilihat pada Tabel 23 s/d 29. Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon kemudian dihitung

20 77 dengan menggunakan asumsi jumlah hari melaut nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahunnya Bahan bakar minyak Bahan bakar minyak (BBM) merupakan milik pemerintah yang harganya masih disubsidi dan satu-satunya perusahaan milik negara yang mengelola penyaluran BBM di dalam negeri adalah PT. Pertamina. Subsidi BBM dibidang perikanan disalurkan melalui penyalur-penyalur PT. Pertamina yang berada di pelabuhan perikanan (PP/PPI). Menurut PT. Pertamina (2003) vide Razak (2004), jatah BBM yang diberikan PT. Pertamina kepada PP/PPI ditentukan berdasarkan besarnya konsumsi BBM dilihat dari jumlah, jenis, dan tonase kapal penangkapan ikan yang menggunakan PP/PPI tersebut sebagai fishing base-nya. Selanjutnya berdasarkan PT. Pertamina (2003) vide Razak (2004), lembaga penyalur BBM PT. Pertamina saat ini adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB); Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU), Agen Premium dan Minyak Solar (APMS); Premium Solar Packed Dealer (PSPD); dan Pool Konsumen Nelayan. Lembaga-lembaga penyalur tersebut telah turut melayani kebutuhan BBM nelayan, namun jumlah dan lokasinya masih terbatas (tidak menyebar). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan BBM nelayan pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang saat ini berubah nama menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama dengan PT. Pertamina mengeluarkan Surat Keputusan No. Kpts- 061/E0000/2003-SO tentang lembaga penyalur BBM bagi nelayan tradisional. Lembaga penyalur tersebut dinamakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Nelayan (SPBN) dan Solar Package Dealer Nelayan (SPDN) (Dewi 2004). Produsen penyediaan BBM di PPN Palabuhanratu adalah PT. Pertamina. Jenis BBM yang disalurkan oleh lembaga penyalur BBM PT. Pertamina di PPN Palabuhanratu hanya berupa solar. Hal ini dikarenakan solar merupakan bahan bakar minyak yang dominan digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu, termasuk nelayan pancing rumpon. Penyaluran solar di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga (investor/pengusaha) yaitu PT. Paridi Asyudewi sebagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB) berupa tongkang,

21 78 PT. Mekartunas Rayasejati sebagai (SPBN), dan KUD Mina Mandiri Sinar Laut sebagai SPDN. Berdasarkan hasil wawancara, sebagai penyalur solar PT. Pertamina yang sah, ketiga penyalur solar tersebut memiliki nomor langganan yang diberikan oleh PT. Pertamina. Nomor langganan ini digunakan dalam penebusan delivery order (DO) solar sesuai dengan kuota masing-masing. Penyalur solar SPBB memiliki nomor langganan ; SPBN memiliki nomor langganan ; dan SPDN memiliki nomor langganan Penebusan DO dilakukan dengan pembayaran melalui bank Mandiri. 1) Perusahaan PT. Paridi Asyudewi (SPBB) Perseroan Terbatas (PT) Paridi Asyudewi merupakan pihak ketiga (investor) dalam penyaluran solar untuk kapal-kapal perikanan di PPN Palabuhanratu sejak tahun Perusahaan ini memiliki 1 unit tongkang dengan panjang 28,80 m (kapasitas 550 kl; Gambar 20a) dan 2 unit mobil tangki (masing-masing dengan kapasitas 16 kl; Gambar 20b). Tongkang ini berfungsi sebagai bunker (tempat penyimpanan solar) sekaligus penyaluran solar ke kapal-kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT; sedangkan mobil tangki untuk mengangkut solar dari Depot PT. Pertamina di Padalarang, Bandung ke tongkang SPBB yang berada di PPN Palabuhanratu. 20a. Tongkang 20b. Mobil tangki 20c. Kantor Gambar 20 Tongkang sebagai SPBB (20a), Mobil tangki (20b), dan Kantor (20c) PT. Paridi Asyudewi di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Untuk penempatan tongkang SPBB di PPN Palabuhanratu, PT. Paridi Asyudewi melakukan perjanjian dengan Dirjen Perikanan Tangkap. Berdasarkan perjanjian tersebut, PT. Paridi Asyudewi telah diberikan izin dan persetujuan

22 79 dalam membangun SPBB di PPN Palabuhanratu berupa tongkang. Tongkang tersebut ditambatkan di salah satu sisi dermaga di kolam II. Untuk itu, PT. Paridi Asyudewi diwajibkan membayar biaya tambat dan biaya kebersihan kolam kepada pihak pertama (Dirjen Perikanan Tangkap). Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 15 tahun, sehingga biaya tambat (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2002) yang harus dibayar oleh PT. Paridi Asyudewi adalah sebesar 28,80 m x Rp1.500,00 x 365 hari x 15 Tahun = Rp ,00. Biaya tambat ini dibayar dengan cara tiga tahap pembayaran; masing-masing tahap pembayaran sebesar Rp ,00 per tahun selama tiga tahun. Kemudian biaya kebersihan kolam yang harus dibayarkan adalah sebesar 28,80 m x Rp200,00 x 365 hari = Rp ,00 per tahun. Selain melakukan perjanjian pertama dengan Dirjen Perikanan Tangkap dalam hal SPBB, PT. Paridi Asyudewi juga melakukan perjanjian kedua dengan Kopkar Mina Nusantara dalam hal pemanfaatan bangunan permanen seluas 21 m 2 yang digunakan sebagai kantor perusahaan PT. Paridi Asyudewi (Gambar 20c). Berdasarkan hasil wawancara, PT. Paridi Asyudewi membayar biaya sewa bangunan/kantor tersebut sebesar Rp ,00 per tahun. Untuk menunjang kegiatan operasionalnya di PPN Palabuhanratu, pada tahun 2010 PT. Paridi Asyudewi menerima pasokan solar dari PT. Pertamina secara kuota sebesar 400 kl/bulan. Kuota solar dapat dibeli secara bertahap atau sekaligus dengan maksimal jumlah pembelian sesuai dengan kuota tersebut. Pembelian kuota dilakukan dengan penebusan DO (delivery order). Penebusan DO SPBB dilakukan oleh perusahaan induknya yang berada di Jakarta. Perusahaan induk tersebut melakukan penebusan/pembayaran DO solar melalui bank Mandiri. Setelah melakukan transaksi/pembayaran, bukti pembayan dikirim melalui fax ke SPBB di PPN Palabuhanratu. Selanjutnya, SPBB mengambil solar sesuai dengan jumlah yang ditebus ke terminal BBM PT. Pertamina Padalarang dengan menggunakan mobil tangki miliknya. Kapal-kapal penangkapan ikan yang akan membeli/mengisi solar di tongkang SPBB merupakan kapal-kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT. Kapal-kapal penangkapan ikan ini harus memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) dari

23 80 Syahbandar dan Buku Langganan Bunker (BLB). Buku Langganan Bunker tersebut digunakan untuk mengetahui besaran jumlah pembelian solar yang telah dilakukan oleh kapal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan penyalur (pada tahun 2010), nelayan Indonesia yang menggunakan kapal penangkapan ikan dengan ukuran < 30 GT diberikan kuota solar maksimum 25 kl per bulan; sedangkan kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT diberikan kuota solar maksimum 75 kl per 3 bulan untuk kegiatan penangkapan ikan. Pembelian solar dapat dilakukan dimana saja dan lebih dari satu kali pembelian dengan membawa bukti form pembelian atau BLB. Pembelian solar ke PT. Paridi Asyudewi di atas dilakukan dengan pembayaran tunai. Kapal penangkapan ikan yang telah melengkapi persyaratan administrasi pembelian solar dapat segera merapat ke tongkang SPBB di kolam II, dan selanjutnya petugas/karyawan PT. Paridi Asyudewi di tongkang SPBB akan mengisi solar ke kapal tersebut dengan jumlah sesuai bukti atau form pembelian. Pada tahun 2010, harga pembelian solar di PT. Paridi Asyudewi adalah sebesar Rp4.530,00 per liter. Harga ini merupakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp4.500,00 per liter ditambah biaya transportasi sebesar Rp30,00 per liter. Berdasarkan hasil wawancara, perbedaan harga ini dikarenakan ongkos angkut (biaya transportasi) solar ditanggung oleh PT. Paridi Asyudewi sebagai SPBB. Biaya transportasi tersebut adalah ketetapan pemerintah yang dihitung berdasarkan jumlah dan jarak tempuh pengiriman solar. Menurut Ashshiddiqi (2003), penambahan biaya ini seharusnya tidak dibebankan kepada nelayan. Hal ini karena pihak swasta yang mengelola SPBB memperoleh margin (keuntungan) sebesar 5% dari harga jual per liter. Nelayan yang membeli/mengisi solar di SPBB PT. Paridi Asyudewi tidak hanya kapal penangkapan ikan berukuran > 30 GT, namun juga < 30 GT termasuk kapal pancing rumpon. Hal ini terlihat pada saat penelitian dan juga pada laporan penjualan bulanan SPBB. Pada laporan tersebut juga terlihat adanya sistem berlangganan oleh kapal-kapal > 30 GT maupun kapal < 30 GT (termasuk kapal pancing rumpon). Ini dikarenakan sebagian besar kapal yang membeli/mengisi solar per bulannya merupakan kapal-kapal yang sama.

24 81 Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak SPBB, permasalahan yang dialami oleh SPBB dalam penyaluran solar adalah adanya keterlambatan dalam pendistribusian solar ke pelabuhan. Hal ini dikarenakan, walaupun mengambil solar menggunakan mobil tangki sendiri namun tetap harus antri pada saat pengisian solar ke mobil tangkinya di terminal BBM PT. Pertamina Padalarang. Selain itu, jarak dan kondisi jalan raya terminal BBM PT. Pertamina Padalarang membuat waktu tempuh menjadi lebih lama. 2) Perusahaan PT. Mekartunas Rayasejati (SPBN) Salah satu lembaga penyalur solar PT. Pertamina khusus nelayan lainnya berupa SPBN di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga yaitu PT. Mekartunas Rayasejati. Untuk pembangunan tempat penyaluran solar (SPBN) dan penggunaan tangki BBM di PPN Palabuhanratu, PT. Mekartunas melakukan perjanjian dengan Dirjen Perikanan Tangkap pada tahun Pada perjanjian tersebut, telah disepakati bahwa PT. Mekartunas Rayasejati mengelola fasilitas berupa satu unit tangki BBM dengan kapasitas 208 m 3 (Gambar 21a) beserta instalasinya (dispenser solar untuk nelayan, Gambar 21b) dan memanfaatkan tanah industri perikanan seluas 500 m 2 untuk pembangunan kantor (Gambar 21c). Selain itu, dalam perjanjian juga disebutkan bahwa PT. Mekartunas diwajibkan membayar biaya pengembangan (berdasarkan Peraturan Pemerintah No.62 Tahun 2002) sebesar 500 m 2 x Rp1.000,00/m 2 /tahun x 15 tahun = Rp ,00; biaya pemeliharaan prasarana untuk tanah di pelabuhan perikanan sebesar 500 m 2 x Rp700,00/m 2 /tahun = Rp ,00 per tahun; dan biaya sewa pemakaian tangki solar beserta instalasinya sebesar Rp3.000,00 per ton (pada hari pengisian solar) kepada pihak pertama (Dirjen Perikanan Tangkap). Berbeda dengan PT. Paridi Asyudewi, PT. Mekartunas tidak melakukan kerjasama dengan Kopkar Mina Nusantara untuk pemanfaatan lahan atau bangunan di PPN Palabuhanratu, karena PT. Mekartunas memanfaatkan lahan > 100 m 2 sehingga kontrak perjanjian kerjasama hanya dengan Dirjen Perikanan Tangkap.

25 82 21a. Tangki solar 21b. Dispenser solar 21c. Kantor SPBN Gambar 21 Tangki solar (21a), Dispenser solar untuk nelayan (21b), dan Kantor SPBN (21c) PT. Mekartunas Rayasejati di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Untuk menunjang operasionalnya di PPN Palabuhanratu, pada tahun 2010 PT. Mekartunas menerima kuota solar dari PT. Pertamina sebesar 600 kl/bln. Sama seperti PT. Paridi Asyudewi, kuota tersebut dapat dibeli secara bertahap atau langsung namun dengan maksimal pembelian sebesar kuota yang telah ditetapkan. Pembelian kuota solar dilakukan dengan penebusan DO (delivery order). Penebusan DO oleh SPBN PT. Mekartunas dilakukan melalui bank Mandiri. Solar yang telah ditebus didistribusikan oleh mobil tangki milik PT. Pertamina. Hal ini menyebabkan adanya antrian dalam pendistribusian, sehingga terjadi keterlambatan dalam pendistribusian/pengiriman solar dari terminal BBM PT. Pertamina Padalarang. Kapal penangkapan ikan yang akan melakukan pembelian solar di SPBN PT. Mekartunas harus memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan Buku Langganan Bunker (BLB). Sebelum melakukan transaksi penyaluran solar, nelayan harus melengkapi semua persyaratan pembelian terlebih dahulu, dan melakukan pembayaran secara tunai, kemudian nelayan dapat mengambil solar ke pom/dispenser solar SPBN PT. Mekartunas yang berada di dermaga/kolam II dengan membawa bukti pembelian. Kapal penangkapan ikan yang akan membeli solar ke SPBN PT. Mekartunas seharusnya kapal-kapal ikan < 30 GT, termasuk kapal pancing rumpon. Namun kenyataannya tidak demikian. Penyalur solar SPBN PT. Mekartunas hanya mau mengisi solar ke kapal-kapal penangkapan ikan berukuran GT. Berdasarkan rekap penjualan solar SPBN PT. Mekartunas pada tahun

26 tidak ada kapal pancing rumpon yang mengisi solar di SPBN. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon, alasan nelayan pancing rumpon tidak membeli/mengisi solar di SPBN PT. Mekartunas dikarenakan: 1) SPBN tidak menjual solar dalam jumlah sedikit; 2) pom/dispenser solar SPBN berada di dermaga/kolam II yang jaraknya cukup jauh dari tempat kapal pancing rumpon bertambat, yaitu di dermaga/kolam I; dan 3) nelayan telah berlangganan dengan penyalur solar yang lain. Dalam penyaluran solar PT. Pertamina, lembaga penyalur memperoleh kompensasi. Adapun kompensasi terhadap usaha penyaluran solar PT. Pertamina sebagai SPBN adalah 1) Ongkos angkut solar dari depot PT. Pertamina ke lokasi usaha penyaluran ditanggung oleh PT. Pertamina; 2) Pengusaha memperoleh margin (keuntungan) sebesar 5% dari harga jual per liter (Dewi 2004). Oleh sebab itu, harga jual solar di SPBN sesuai dengan harga subsidi dan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp4.500,00. Harga jual solar di SPBN PT. Mekartunas adalah sebesar Rp4.500,00 (sesuai dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah). Namun demikian, nelayan pancing rumpon tidak ada yang membeli solar di SPBN PT. Mekartunas. 3) Koperasi KUD Mina Mandiri Sinar Laut (SPDN) Selain SPBN PT. Mekartunas Rayasejati, di PPN Palabuhanratu juga terdapat SPDN yang dikelola oleh Koperasi Unit Desa Mina Mandiri Sinar Laut (KUD Mina MSL) sebagai penyalur solar khusus nelayan tradisional (ukuran kapal < 30 GT). Koperasi ini melakukan perpanjangan perjanjian dengan Dirjen Perikanan Tangkap pada tahun Berdasarkan perjanjian tersebut, telah disepakati bahwa KUD Mina MSL mengelola fasilitas berupa 1 unit tangki BBM dengan kapasitas 320 m 3 (Gambar 22a) beserta instalasinya (dispenser solar, Gambar 22b) dan bangunan permanen seluas 96 m 2 yang digunakan sebagai kantor (Gambar 22c). Pada perjanjian tersebut juga disebutkan bahwa SPDN KUD Mina MSL diwajibkan membayar biaya pemakaian tangki BBM beserta fasilitasnya, biaya penggunaan aliran listrik, air bersih, biaya sewa pemakaian fasilitas gedung/bangunan, dan biaya jasa kebersihan pelabuhan bangunan permanen tertutup kepada pihak pertama (Dirjen Perikanan Tangkap). Sama halnya dengan

27 84 PT. Mekartunas dalam pengelolaan SPDN, KUD Mina MSL juga tidak melakukan kerjasama dengan Kopkar Mina Nusantara. 22a. Tangki solar 22b. Dispenser solar 22c. Kantor SPDN Gambar 21 Tangki solar (22a), Dispenser solar (22b) dan Kantor SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (22c) di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Dalam pengusahaan/pengelolaan SPDN, KUD Mina MSL memperoleh keuntungan sebesar 3-4% dari harga per liter solar yang terjual, dan ongkos angkut solar dari PT. Pertamina ke SPDN KUD Mina MSL ditanggung oleh PT. Pertamina. Harga jual solar di SPDN adalah sebesar Rp4.500,00. Harga tersebut sesuai dengan ketetapan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Direktorat Sarana Perikanan Tangkap DKP (2003) vide Razak (2004), bahwa dalam pengelolaan SPDN akan mendapatkan pendapatan berupa bonus (fee) sebesar 3-4% dari harga setiap liter yang terjual. Untuk menunjang operasionalnya, pada tahun 2010 SPDN KUD Mina MSL menerima pasokan/kuota solar dari PT. Pertamina sebesar 136 kl/bln. Sama seperti SPBB PT. Paridi Asyudewi dan SPBN PT. Mekartunas, kuota tersebut dapat dibeli secara bertahap atau langsung namun dengan maksimal pembelian sebesar kuota yang telah ditetapkan. Pembelian kuota dilakukan dengan penebusan DO (delivery order). Penebusan DO SPDN dilakukan melalui bank Mandiri. Sama halnya dengan SPBN PT. Mekartunas, solar yang telah ditebus oleh SPDN KUD Mina MSL didistribusikan oleh mobil tangki milik PT. Pertamina. Hal ini menyebabkan adanya antrian sehingga terjadi keterlambatan dalam pendistribusian/ pengiriman solar dari terminal BBM PT. Pertamina Padalarang. Setelah pengiriman solar dari Depot PT. Pertamina Padalarang (Bandung) tiba di PPN Palabuhanratu langsung dialirkan ke tangki BBM SPDN KUD Mina

28 85 MSL. Kemudian baru penyaluran solar dapat disalurkan ke jerigen-jerigen BBM solar nelayan, termasuk nelayan pancing rumpon. Cara pembayaran solar di SPDN KUD Mina MSL ada yang dengan tunai dan ada juga yang dibayar setelah kembali dari melaut dan hasil tangkapannya terjual (hutang). Oleh sebab itu, kapal-kapal berukuran kecil (berbahan bakar solar) termasuk kapal pancing rumpon lebih memilih membeli solar di SPDN, sehingga solar di SPDN cepat habis. Namun sebelum melakukan pembelian solar, sama halnya dengan SPBB dan SPBN, nelayan harus memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan Buku Langganan Bunker (BLB). Berdasarkan hasil wawancara, alasan nelayan pancing rumpon dominan membeli solar di SPDN KUD Mina MSL disebabkan oleh 4 hal, yaitu: 1) Harga solar di SPDN lebih murah (sesuai dengan harga ketetapan dari pemerintah); 2) Posisi pom/dispenser solar SPDN berada di dermaga/kolam I dan dekat dengan posisi tambat kapal-kapal pancing rumpon yang juga di kolam I; 3) Nelayan pancing rumpon telah lama berlangganan dengan SPDN KUD Mina MSL; dan 4) Adanya saling percaya antara nelayan pancing rumpon dengan pihak SPDN sehingga nelayan dapat membayar solar setelah kembali dari melaut (hasil tangkapannya terjual). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu, diperoleh jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon per trip, per bulan dan per tahun (Tabel 23). Tabel 23 Jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah Jumlah solar per Jumlah solar per bulan (liter) Responden solar per tahun (100 liter) trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 122,47 313,05 544,98 37,57 65,40 Kisaran

29 86 Berdasarkan tabel di atas, rata-rata jumlah solar nelayan pancing rumpon per kapal adalah sebesar 500 liter per trip atau antara liter per trip; liter per bulan; dan liter per tahun. Kebutuhan dan penggunaan solar akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya armada pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Hal ini dapat dilihat di area docking pelabuhan, yang dimanfaatkan nelayan untuk pembuatan kapal-kapal pancing rumpon baru. Selain itu, pada tabel juga terlihat adanya persamaan dan perbedaan jumlah penggunaan solar kapal pancing rumpon. Perbedaan penggunaan solar tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kekuatan mesin/horse power (HP) yang digunakan dan lama kapal beroperasi. Menurut Dewi (2004), hal-hal yang berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar kapal penangkapan ikan meliputi kekuatan mesin/hp (Horse Power) dan lama kapal beroperasi. Keduanya berbanding lurus dengan penggunaan bahan bakan bakar, semakin besar kekuatan mesin kapal maka penggunaan bahan bakar juga semakin besar. Begitu juga halnya dengan lama kapal beroperasi, semakin lama waktu kapal beroperasi maka semakin besar pula jumlah bahan bakar yang dibutuhkan Es balok Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu tidak memiliki pabrik es sendiri, sehingga kebutuhan es nelayan disuplai oleh 2 perusahaan swasta yang berada di luar pelabuhan yaitu PT. Tirta Jaya dan PT. Sari Petojo. Kedua pabrik es tersebut menyalurkan tidak hanya ke nelayan di PPN Palabuhanratu (termasuk nelayan pancing rumpon), tetapi juga ke depot-depot es di dalam dan diluar PPN Palabuhanratu. 1) Perusahaan PT. Tirta Jaya Pabrik es PT. Tirta Jaya, sebagaimana telah dikemukakan di atas, merupakan perusahaan swasta yang memproduksi es balok yang tidak hanya didistribusikan ke PPN Palabuhanratu tetapi juga ke depot-depot es umum di Palabuhanratu. Pabrik es PT. Tirta Jaya berada di desa Benteng, Jayanti. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola pabrik es, dalam menunjang

30 87 operasional usahanya, pabrik es PT. Tirta Jaya memiliki 66 baris cetakan es balok yang masing-masing baris cetakan berisi 20 balok berukuran 50 kg. Selain itu, pabrik es PT. Tirta Jaya juga memiliki 3 unit truk pengangkut es untuk mendistribusikan/menyalurkan pesanan es balok ke konsumennya. Proses pembuatan es balok oleh pabrik es PT. Tirta Jaya adalah dengan memanfaatkan air yang berasal dari sungai Cimandiri. Air dialirkan ke bak penampungan, kemudian disaring dan dicampur bahan kimia (agar air tersebut bening), dan terakhir dituang ke dalam cetakan es untuk dibuat menjadi es balok. Es balok yang dihasilkan berukuran 50 kg. Pada saat penelitian, harga es balok dari pabrik Tirta Jaya sebesar Rp13.500,00 per balok, dimana harga tersebut tidak sama begitu sampai ke tangan nelayan. Hal ini dikarenakan nelayan dibebankan biaya angkut/supir, biaya kuli, dan biaya penghancuran es (menjadi curah). Dalam pendistribusian es di dalam PPN Palabuhanratu PT. Tirta Jaya membayarkan fee ke KUD Mina Mandiri Sinar Laut sebesar Rp200,00/balok es. Pembayaran fee ini dimaksudkan agar nelayan memesan es melalui KUD Mina; kemudian KUD Mina yang memesan/menghubungi pabrik es PT. Tirta Jaya. Namun berdasarkan hasil wawancara, nelayan pancing rumpon memesan langsung ke pabrik Tirta Jaya atau melalui sopir truk yang sedang mengantar pesanan es nelayan lain. Nelayan pancing rumpon memesan es beberapa jam sebelum berangkat melaut. Walaupun nelayan memesan es balok secara langsung, pabrik es PT. Tirta Jaya tetap membayarkan fee per baloknya kepada KUD Mina. Selain membayar fee kepada KUD Mina MSL, PT. Tirta Jayajuga dikenakan biaya parkir sebesar Rp500,00 untuk setiap truk pengangkut es yang masuk ke dalam wilayah PPN Palabuhanratu yang dibayarkan kepada pihak UPT PPN Palabuhanratu. 2) Perusahaan PT. Sari Petojo Pabrik es PT. Sari Petojo merupakan perusahaan swasta yang memproduksi es balok dalam jumlah besar. Menurut Anonim (2011), pabrik es PT. Sari Petojo memiliki beberapa cabang di wilayah Jawa Barat, yaitu Bandung, Bogor, Sukabumi, dan Cirebon. Pabrik es PT. Sari Petojo cabang Sukabumi yang menyalurkan es baloknya ke PPN Palabuhanratu dan depot-depot umum di

31 88 Kabupaten Sukabumi. Kapasitas produksi pabrik es cabang Sukabumi yaitu sebesar 102 ton/hari. Pabrik es ini dibangun di atas lahan seluas m 2 dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta fasilitas permesinan yang sangat menunjang dalam menghasilkan es balok yang berkualitas. Adapun sarana dan prasarana serta permesinan tersebut seperti bak es, ice can, compressor, condensor, agitator, ice tube machine, cool storage, water treatment, dan lainlain. Hasil produksinya berupa es balok berukuran 25 kg, 50 kg, 100 kg, ice cube/tube dan ice crusher. Nelayan pancing rumpon yang memesan es balok ke pabrik es Sari Petojo secara langsung melalui telepon, namun ada juga yang memesan es melalui agen penjual es di PPN Palabuhanratu. Bagi nelayan yang melakukan pemesanan melalui agen, pemesanan dilakukan secara kolektif. Es balok yang dipesan berukuran 50 kg. Harga es yang dibayarkan nelayan PPN Palabuhanratu adalah Rp17.000,00 per balok. Es balok yang dipesan langsung dikirim pada hari yang sama menggunakan truk ke PPN Palabuhanratu. Pihak pelabuhan juga memungut biaya parkiri pada truk pengangkut es balok yang masuk ke dalam wilayah PPN Palabuhanratu. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan pancing rumpon membeli es dari kedua pabrik es tersebut. Namun untuk menghemat waktu dan biaya, nelayan pancing rumpon lebih sering memesan es balok di pabrik es PT. Tirta Jaya. Hal ini karena lokasi pabrik es PT. Tirta Jaya yang berada di Jayanti (Palabuhanratu) sehingga keterlambatan dalam pendistribusian es balok jarang terjadi; berbeda halnya dengan pabrik es PT. Sari Petojo yang berada di Sukabumi, karena lokasinya yang jauh sehingga sering terjadi keterlambatan pendistribusian es yang mengakibatkan waktu keberangkatan nelayan juga terlambat. Selain itu, harga es balok di pabrik es PT. Tirta Jaya juga lebih murah dibandingkan dengan harga es di PT. Sari Petojo. Walaupun menurut nelayan jika dilihat dari kualitasnya, es balok dari pabrik es PT. Sari Petojo lebih bening dan bersih (Gambar 22b). Pada Gambar 22 dapat dilihat perbedaan warna pada es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya (Gambar 22a) dan es balok dari pabrik es PT. Sari Petojo (Gambar 22b). Es balok pabrik es PT. Tirta Jaya berwarna keruh atau kekuningan, dikarenakan masih banyaknya gelembung udara yang terperangkap didalamnya; sedangkan es

32 89 pabrik PT. Sari Petojo berwarna bening, dan hanya sedikit gelembung udara yang terperangkap didalamnya. 23a. Truk es PT. Tirta Jaya 23b. Truk es PT. Sari Petojo Gambar 23 Truk pengangkut es balok PT. Tirta Jaya (23a) dan truk pengangkut es balok PT. Sari Petojo (23b) tahun 2010 Nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu masih bergantung pada es untuk mempertahankan mutu hasil tangkapannya. Es yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut bukan dalam bentuk balok, melainkan telah dihancurkan sebelumnya. Penghancuran es balok dilakukan di pelabuhan setelah truk pengangkut es tiba. Dari truk tersebut es balok langsung dimasukkan ke mesin penghancur es satu-persatu (Gambar 24a). Es yang telah dihancurkan (curah) lalu dimasukkan ke dalam palkah kapal pancing rumpon (Gambar 24b). Gambar 24a. Es balok bihancurkan Gambar 24b. Es curah dimasukkan ke palkah Gambar 24 Es balok dihancurkan (24a) dan es yang telah dihancurkan (curah) dimasukkan ke palkah kapal pancing rumpon (24b) tahun 2010 Jumlah es balok yang dibawa nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 24.

33 90 Tabel 24 Jumlah penggunaan es balok kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun menurut responden di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah es Jumlah es per bulan Responden per trip (balok) Jumlah es per tahun (balok) (balok) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 8,94 34,93 42,66 419,14 511,94 Kisaran Berdasarkan tabel di atas, rata-rata jumlah es yang dibawa nelayan per kapal pancing rumpon untuk kebutuhan melaut adalah sebesar 54 balok per trip atau berkisar antara balok per trip; balok per bulan; atau balok per tahun. Berdasarkan jumlah es balok tersebut, dapat diketahui bahwa nelayan pancing rumpon masih bergantung pada es dalam mempertahankan mutu hasil tangkapannya. Menurut Ruhimat (1993) vide Wulandari (2007), es yang digunakan nelayan berupa es balok yang dipecah menjadi kerikil-kerikil es untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam palkah sejak ikan ditangkap hingga didaratkan Air bersih Penyediaan dan penyaluran air bersih di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak swasta CV. Eko Mulyo. Berdasarkan kontrak/perjanjian antara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dengan Direktur CV. Eko Mulyo telah disepakati/disetujui fasilitas milik PPN Palabuhanratu yang dimanfaatkan yaitu reservoir atau tempat penampungan air tawar (kapasitas 200 m 3 ) dan rumah pompa (Gambar 25a), kran penyaluran air (Gambar 25b), serta mobil tangki air (kapasitas 5000 liter; Gambar 25c). Berbeda dengan penyalur solar, CV. Eko Mulyo tidak memiliki kantor di PPN Palabuhanratu, sehingga nelayan yang akan membeli air harus menghubungi lewat telepon.

34 91 25a. Rumah pompa 25b. Kran air (nampak dari atas) 25c. Mobil tangki air Gambar 24 Rumah pompa (25a), Kran air di dermaga I (25b) dan Mobil tangki air (25c) milik PPN Palabuhanratu tahun 2010 Perusahaan CV. Eko Mulyo di dalam penyaluran air bersih menggunakan air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air kemudian di tampung di bak penampungan (reservoir air). Melalui bak penampungan dan kran penyaluran air, air lalu disalurkan ke nelayan. Nelayan yang berada di dermaga I, disalurkan melalui empat kran penyaluran air, sedangkan untuk dermaga II didistribusikan menggunakan mobil tangki air. Proses pemesanan air bersih oleh nelayan kepada CV. Eko Mulyo dilakukan sebagai berikut, nelayan yang berada di dermaga I maupun II yang akan melaut biasanya menghubungi pihak CV. Eko Mulyo melalui telepon seluler. Kemudian nelayan meletakkan blong (drum plastik) atau jerigen plastik yang akan diisi air di dekat kran penyalur air (dermaga I). Air lalu dialirkan dari kran air ke blong (drum plastik) berkapasitas 200 liter dan 150 liter atau jerigen plastik (kapasitas 30 liter) menggunakan selang plastik. Bagi nelayan yang berada di dermaga II, air disalurkan dari mobil tangki menggunakan jaringan pipa atau selang langsung ke dalam kapal. Penyaluran ke kapal menggunakan satuan ukuran penjualan dalam bentuk kubik. Hal ini karena kapal-kapal yang berada di dermaga II merupakan kapal-kapal besar, sedangkan di dermaga I berupa kapal-kapal kecil. Pengelolaan air bersih di PPN Palabuhanratu seharusnya dapat dikelola langsung oleh pihak pelabuhan tanpa melibatkan pihak swasta. Hal ini dikarenakan air bersih berasal dari PDAM, sehingga dalam penyaluran air menjadi lebih mudah. Pengelolaan air hanya bermodalkan instalasi air (jaringan pipa), sehingga tarif peggunaan air kemungkinan menjadi lebih kecil. Berdasarkan hasil wawancara, ketetapan besarnya tarif untuk air bersih yang bersumber dari PDAM adalah tarif dasar dari PDAM ditambah biaya eksploitasi instalasi air

35 92 sebesar 10%. Jika pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta, tentunya tarif akan lebih tinggi untuk memperoleh keuntungan. Tabel 25. Berikut penggunaan air bersih kapal pancing rumpon dapat dilihat pada Tabel 25 Jumlah air bersih kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah air per Jumlah air Jumlah air per bulan (liter) tahun (100 liter) per trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 106,40 520,85 597,49 62,50 71,70 Kisaran Berdasarkan tabel di atas, rata-rata jumlah air bersih yang dibawa nelayan pancing rumpon per kapal adalah sebesar 442 liter per trip atau berkisar antara liter per trip; liter per bulan; atau liter per tahun. Air bersih penting bagi nelayan/abk/kapal untuk air minum, memasak bahan makanan, mandi/wc, mencuci pakaian dan peralatan, pembersihan hasil tangkapan, dan pembersihan kapal (Pane 2005). Namun bagi nelayan pancing rumpon air bersih yang dibawa melaut hanya digunakan untuk keperluan memasak, mandi, air minum/panas dan mencuci peralatan, sedangkan untuk pembersihan hasil tangkapannya menggunakan air laut. Menurut mereka, hasil tangkapan menjadi lebih tahan lama dan segar jika dicuci dengan menggunakan air laut dibandingkan air bersih/tawar yang dibawa. Hal ini karena air laut memiliki kandungan garam. Untuk air minum, nelayan membawa aqua galon Oli, minyak tanah, layang-layang dan ransum Bahan kebutuhan melaut lainnya yang juga biasanya dibawa nelayan pancing rumpon adalah oli, minyak tanah, layang-layang dan ransum.

36 93 1) Oli/pelumas Nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan lebih dari satu hari biasanya membawa oli untuk perawatan kapalnya selama melaut. Berdasarkan hasil wawancara, oli atau pelumas pada mesin berfungsi untuk meminimalkan gesekan antar komponen mesin dan mencegah korosi. Penggantian oli pada mesin kapal biasanya dilakukan tiap 5-8 hari sekali, tergantung mutu oli yang digunakan. Jumlah oli tiap penggantian adalah 1-2 liter. Nelayan pancing rumpon membeli oli di bengkel PPN Palabuhanratu ataupun di luar pelabuhan. Pada Tabel 26 dapat dilihat rata-rata jumlah oli yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut adalah 4 liter per trip atau berkisar antara 3-5 liter per trip; liter per bulan; atau liter per tahun. Berikut jumlah oli yang digunakan nelayan melaut. Tabel 26 Jumlah oli kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah oli per bulan Jumlah oli per tahun Jumlah oli (liter) (liter) per trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 1,10 5,50 6,39 66,05 76,65 Kisaran ) Minyak tanah Minyak tanah digunakan nelayan pancing rumpon sebagai bahan bakar minyak untuk memasak bahan makanan dan air dengan menggunakan kompor. Nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan lebih dari satu hari seperti nelayan pancing rumpon, memasak bahan makanan yang dibawa di atas kapal. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian nelayan telah beralih menggunakan kompor gas. Gas yang dibeli dalam bentuk tabung gas (3 kg) di agen pendistribusian gas. Hal ini dikarenakan harga minyak tanah yang semakin tinggi dan semakin sulit untuk didapatkan.

37 94 Tabel 27 Jumlah minyak tanah kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Responden Jumlah minyak Jumlah minyak Jumlah tanah per bulan tanah per tahun minyak tanah (liter) (liter) per trip (liter) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 2,24 7,58 11,51 90,99 138,13 Kisaran Berdasarkan di atas, rata-rata jumlah minyak tanah yang dibawa nelayan pancing rumpon adalah sebesar 14 liter per trip atau berkisar antara liter per trip; liter per bulan; atau liter per tahun. 3) Layang-layang Layang-layang merupakan salah satu alat bantu penangkapan yang digunakan nelayan untuk pengoperasian alat tangkap pancing layang-layang dan pancing kondo-kondo (Gambar 26). Fungsi layang-layang pada kedua alat tangkap ini adalah untuk menahan agar umpan tidak tenggelam pada saat diterbangkan (umpan tetap berada disekitar permukaan air). Posisi layang-layang pada konstruksi kedua alat tangkap tersebut berbeda. Pada pancing layang-layang, layang-layang berada pada tali utama dan umpan diikatkan dengan tali pada ekor layang-layang (Gambar 9); sedangkan pada pancing kondo-kondo, layang-layang berada pada tali utama dan umpan diikatkan dengan tali cabang pada tali utama di depan layang-layang (Gambar 11). Pada pancing layang-layang, akibat posisi layang-layang yang demikian pada saat pengoperasian sering menyebabkan layang-layang rusak. Hal ini dikarenakan ikan yang memakan umpan buatan akan menyelam lebih dalam sehingga layang-layang tersebut tertarik ke perairan dan rusak, sehingga nelayan harus selalu mengganti layang-layang pada pancing layang-layang, walaupun terkadang ikan tidak sampai terjerat pada mata pancing.

38 95 Gambar 26 Layang-layang yang digunakan nelayan pancing rumpon sebagai alat bantu pengoperasian pancing layang-layang dan pancing kondokondo di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Berbeda halnya dengan pancing kondo-kondo, posisi layang-layang yang berada di ujung tali utama menyebabkan layang-layang tetap berada di atas walaupun ikan memakan umpan. Hal ini dikarenakan umpan buatan yang dimakan berada di tali utama bagian depan layang-layang sehingga tidak besar pengaruhnya terhadap layang-layang. Layang-layang untuk operasi penangkapan di atas ada yang dibeli dipasar dan ada juga yang dibuat sendiri oleh nelayan. Nelayan membuatnya sendiri karena bentuknya yang sederhana dan mudah untuk dibuat serta untuk menghemat biaya operasional melaut. Pada Tabel 28 dapat dilihat jumlah layang-layang yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut. Rata-rata jumlah layang-layang yang dibawa nelayan pancing rumpon melaut sebesar 50 unit per trip; unit per bulan; atau unit per tahun. Tabel 28 Jumlah layang-layang kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah Jumlah layanglayang per bulan Jumlah layang-layang per layanglayang per (unit) Responden bulan (unit) trip (unit) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 0,00 27,39 22,36 328,63 268,33 Kisaran

39 96 4) Ransum Ransum yang dibawa nelayan selama melaut berupa bahan makanan dan lainnya, ada yang disediakan oleh pemilik kapal itu sendiri, dan ada juga yang disediakan oleh pengurus. Pemilik kapal yang memiliki kapal lebih dari satu biasanya menggunakan pengurus untuk mengurus/mengelola kapal-kapalnya. Tugas pengurus meliputi mengurus administrasi kapal, bahan kebutuhan melaut nelayan, hasil tangkapan nelayan dan lain-lain. Pengurus dibantu oleh juru batu, yang tugasnya meliputi membeli bahan kebutuhan melaut nelayan, membersihkan kapal, dan lain-lain. Bahan makanan yang dibawa nelayan pancing rumpon berupa bahan mentah, seperti beras, mie instan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain. Hal ini karena selama di laut nelayan pancing rumpon memasak makanan sendiri di atas kapal. Menurut Handriana (2007), ransum yang dibawa yaitu kebutuhan pangan selama satu minggu, berupa bahan makanan mentah yang siap dimasak ketika dibutuhkan saat di tengah laut seperti sayuran dan beras. Sayuran dan buahbuahan disimpan di palkah bersama es supaya tetap segar. 5.3 Biaya Penyediaan Bahan Kebutuhan Melaut Biaya penyediaan bahan kebutuhan melaut merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan nelayan untuk membeli bahan kebutuhan melaut yang akan dibawa dalam operasi penangkapan ikan. Semakin lama jumlah hari dalam satu trip penangkapan ikan, maka bahan kebutuhan melautnya akan semakin banyak sehingga biaya yang dikeluarkan juga akan semakin besar. 1) Biaya bahan bakar minyak solar Harga bahan bakar solar yang dibeli nelayan pancing rumpon adalah berbeda, yaitu Rp4.500,00 per liter dan Rp4.600,00 per liter (Tabel 29). Perbedaan harga ini disebabkan oleh nelayan membeli bahan bakar solar di tempat yang berbeda, yaitu SPBB dan SPDN KUD Mina MSL yang berada di dalam pelabuhan dan SPBU yang berada diluar pelabuhan. Harga di SPDN KUD Mina MSL dan SPBU sebenarnya sama, yaitu Rp4.500,00 per liter. Namun karena lokasi SPBU berada diluar pelabuhan sehingga membutuhkan biaya tambahan untuk biaya angkut sebesar Rp100,00 per liter, sedangkan lokasi SPDN KUD

40 97 Mina MSL berada di dermaga/kolam I yang merupakan konsentrasi kapal pancing rumpon sehingga jaraknya dekat dan tidak membutuhkan biaya angkut. Berdasarkan Tabel 28, rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk solar per trip adalah Rp ,00 atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00 per trip, atau rata-rata Rp ,00- Rp ,00 per bulan; atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Dibandingkan dengan biaya atau pengeluaran untuk kebutuhan lainnya, biaya solar merupakan yang paling besar yang harus dikeluarkan oleh nelayan setiap melaut. Pengeluaran nelayan akan lebih besar jika harga BBM naik. Tabel 29 Biaya solar nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya solar per Biaya solar per tahun Biaya solar per trip (Rp) bulan (Rp1000,-) (Rp1000,-) Responden Banyak (liter) Harga per liter (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 122,47 54,77 576, , , , ,69 Kisaran: Min Max ) Biaya es balok Berdasarkan wawancara terhadap nelayan pancing rumpon, nelayan cenderung membeli es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya, karena lokasinya berada lebih dekat ke PPN Palabuhanratu dibandingkan pabrik es PT. Sari Petojo. Kelima responden yang diwawancara, membeli es di pabrik es PT. Tirta Jaya (Tabel 30). Harga es di pabrik es tersebut adalah Rp15.500,00 per balok. Harga per balok ini meliputi: harga dasar dari pabrik Rp13.500,00; upah supir truk Rp500,00; upah kuli Rp1.000,00; dan upah menghancurkan es balok Rp500,00. Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan es balok per trip adalah

41 98 Rp ,00 atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00 per trip, atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00 per bulan, atau Rp ,00- Rp ,00 per tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon, harga es balok per balok dirasakan memberatkan. Hal ini dikarenakan dalam penanganan dan menjaga mutu hasil tangkapannya di laut, nelayan pancing rumpon masih bergantung pada es. Tabel 30 Biaya es balok nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya Es Balok Biaya Es Balok per Biaya Es Balok per Trip (Rp) per Bulan Tahun (Rp1000,-) (Rp1000,-) Responden Banyak (balok) Harga per balok (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 8,94 0,00 138,64 541,39 661, , ,03 Kisaran: Min Max ) Biaya air bersih Tempat menampung air bersih yang akan dibawa nelayan pancing rumpon melaut berbeda-beda, seperti blong dan jerigen, sehingga harga dan biaya untuk air bersih juga berbeda-beda. Harga air bersih untuk satu blong adalah Rp5.000,00 (isi 200 liter); dan untuk satu jerigen adalah Rp2.000,00 (isi 30 liter) (Tabel 31). Bagi nelayan yang membawa air minum dalam galon, maka pada setiap pengisian ulang dikenakan biaya Rp5.000,00 per galon. Berdasarkan Tabel 31, biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan air bersih rata-rata per trip adalah Rp17.800,00 atau berkisar antara Rp10.000,00-Rp25.000,00 per trip, atau rata-rata berkisar antara Rp59.400,00-Rp87.000,00 per bulan, atau antara Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan air bersih yang tidak terlalu besar disebabkan karena nelayan membawa air bersih hanya untuk keperluan

42 99 memasak, mencuci peralatan, dan mandi. Untuk mencuci hasil tangkapan nelayan lebih memilih menggunakan air laut. Menurut nelayan, penggunaan air laut untuk mencuci hasil tangkapan selain menghemat biaya operasional juga karena hasil tangkapan menjadi lebih segar dan tahan lama. Tabel 31 Biaya air bersih nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun menurut responden di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya air per trip Biaya air per bulan Biaya air per tahun (Rp) (Rp) (Rp) Responden Banyak Jumlah Min Max Min Max (liter) (Rp) R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 106, , , , , ,96 Kisaran: Min Max ) Biaya oli, minyak tanah, layang-layang, dan ransum (1) Biaya oli/pelumas Biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan oli dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Biaya oli nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya Oli per Biaya Oli per Trip (Rp) Bulan (Rp1.000,-) Responden Banyak (ltr) Harga per liter (Rp) Jumlah (Rp) Biaya Oli per Tahun (Rp1.000,-) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 1, , ,65 159,93 219, , ,63 Kisaran: Min Max

43 100 (2) Biaya minyak tanah Walaupun harga minyak tanah sebagai bahan bakar untuk kompor tinggi, namun masih ada nelayan yang belum beralih menggunakan kompor gas. Harga minyak tanah per liter di Palabuhanratu adalah Rp9.000,00. Pada Tabel 33 dapat dilihat biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk kebutuhan minyak tanah. Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk minyak tanah per trip adalah Rp ,00 atau berkisar antara Rp90.000,00- Rp ,00 per trip, atau rata-rata Rp ,00-Rp ,00 per bulan, atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Tabel 33 Biaya minyak tanah nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya minyak Biaya minyak Biaya Minyak Tanah per Trip tanah per tanah per tahun (Rp) bulan (Rp1.000,-) Responden (Rp1.000,-) Banyak (liter) Harga per liter (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min Max Min Max R R R R R Rata-rata Standar Deviasi Kisaran: Min Max (3) Biaya layang-layang Biaya yang dikeluarkan nelayan pancing rumpon untuk layang-layang dapat dilihat pada Tabel 34. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat rata-rata biaya untuk layang-layang per trip adalah Rp ,00; atau rata-rata Rp ,00- Rp ,00 per bulan; atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Layang-layang pada perikanan pancing rumpon dibeli per 50 unit dengan harga Rp2.000,00 per unit layang-layang. Layang-layang ini merupakan alat bantu untuk pengoperasian alat tangkap pancing layang-layang dan pancing kondokondo.

44 101 Tabel 34 Biaya layang-layang nelayan pancing rumpon per trip, per bulan, per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Biaya layanglayang per bulan Biaya Layang-Layang per Trip (Rp) (Rp1.000,-) Responden Banyak (unit) Harga per layangan (Rp) Jumlah (Rp10 3 ) Min (Rp) Max (Rp) Biaya layanglayang per tahun (Rp1.000,-) Min (Rp) Max (Rp) R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 0,00 0,00 0,00 54,77 44,72 657,27 536,66 Kisaran: Min Max (4) Biaya ransum Untuk kebutuhan ransum atau bahan makanan nelayan dan lainnya, pemilik kapal biasanya menyerahkan dalam bentuk uang kepada penanggung jawab di kapal. Uang tersebut dibelikan ke ransum atau bahan makanan untuk persediaan selama di laut. Bahan makanan yang dibeli harus mencukupi kebutuhan semua awak kapal selama di laut, sehingga penanggung jawab harus bijak dalam menggunakan uang tersebut. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk bahan kebutuhan ransum dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35 Jumlah biaya ransum kapal pancing rumpon per trip, per bulan, dan per tahun di PPN Palabuhanratu tahun 2010 Jumlah Jumlah ransum per bulan Jumlah ransum per tahun ransum (Rp1000,-) (Rp1000,-) Responden per trip (Rp10 3 Min Max Min Max ) R R R R R Rata-rata Standar Deviasi 109,54 328,63 447, , ,56 Kisaran

45 102 Berdasarkan Tabel 35 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan nelayan untuk kebutuhan ransum per trip adalah sebesar Rp ,00 atau berkisar antara Rp ,00-Rp ,00; atau rata-rata Rp ,00- Rp ,00 per bulan, atau Rp ,00-Rp ,00 per tahun. Nelayan pancing rumpon membeli ransum tersebut di pasar yang berada di luar pelabuhan. Semakin banyak kebutuhan ransum yang dibeli, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. 5.4 Pemetaan Bahan Kebutuhan Melaut Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan/pengurus kapal pancing rumpon, bahan kebutuhan melaut nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu yang utama adalah solar, es balok, air bersih, dan ransum. Bahan kebutuhan melaut tersebut diperoleh nelayan dari dalam dan luar pelabuhan. Pemetaan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut solar, air bersih, dan ransum nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 27; sedangkan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut es balok dapat dilihat pada Gambar 28. 1) Pemetaan bahan kebutuhan melaut solar Mekanisme penyediaan solar di pelabuhan perikanan ada yang disalurkan langsung oleh pihak pelabuhan dan ada pula yang tidak langsung, seperti melalui agen penjualan solar atau nelayan membeli di SPBU di luar pelabuhan perikanan (Direktort Jenderal Perikanan 2000 vide Razak 2004). Penyediaan/penyaluran solar di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga, yaitu SPBB PT. Paridi Asyudewi, SPBN PT. Mekartunas Rayasejati, dan SPDN KUD Mina Mandiri Sinar Laut (sub-subbab 5.2.1). Ketiga penyalur tersebut hanya menyalurkan BBM jenis solar. Perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu menggunakan kapal penangkapan ikan berukuran 6 GT dengan mesin berbahan bakar solar. Dari ketiga penyalur yang ada di dalam PPN Palabuhanratu, nelayan pancing rumpon membeli/mengisi solar di SPBB PT. Paridi Asyudewi yang berjarak sekitar 430 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon dan SPDN KUD Mina MSL yang

46 103 berjarak sekitar 40 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Namun ada juga yang membeli solar dari SPBU yang berada di luar pelabuhan, yang berjarak sekitar 200 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Berdasarkan laporan penjualan bulanan masing-masing penyedia/penyalur solar pada tahun 2010, jumlah solar yang disalurkan oleh SPBB PT. Paridi Asyudewi ke kapal nelayan pancing rumpon adalah sebesar liter atau 7,2%, dengan rata-rata penyaluran sebesar liter per bulan; jumlah solar yang disalurkan oleh SPDN KUD Mina MSL ke kapal nelayan pancing rumpon adalah sebesar liter atau 78,4%, dengan rata-rata penyaluran sebesar liter per bulan; sedangkan jumlah solar dari SPBU sebesar liter atau 14,4% dengan rata-rata penyaluran sebesar liter per bulan. Berdasarkan data tersebut, nelayan pancing rumpon dominan membeli solar di SPDN KUD Mina MSL. Hal ini disebabkan oleh 4 hal, yaitu: 1) Harga solar di SPDN sesuai dengan harga ketetapan dari pemerintah; 2) Posisi pom/dispenser solar SPDN berada di dermaga/kolam I dan dekat dengan posisi tambat kapal-kapal pancing rumpon yang juga berada di kolam I; 3) Nelayan pancing rumpon telah lama berlangganan dengan SPDN KUD Mina MSL; dan 4) Adanya saling percaya antara nelayan pancing rumpon dengan pihak SPDN sehingga nelayan dapat membayar solar setelah kembali dari melaut (hasil tangkapannya terjual). Jumlah solar yang disalurkan dari SPBB ke nelayan pancing rumpon jauh lebih kecil dibandingkan dari SPDN. Nelayan pancing rumpon yang mengisi solar ke SPBB merupakan nelayan yang memiliki beberapa kapal. Menurut Manajer Operasional SPBB, kapal pancing rumpon yang membeli solar di SPBB dikenakan syarat minimum pembelian, yaitu sebesar 1000 liter per satu kali pembelian. Alasannya adalah alat penyaluran solar di SPBB menggunakan satuan ukuran kiloliter (kl), sehingga jika pembelian solar kurang dari 1 kl atau 1000 liter akan merugikan SPBB. Penyaluran solar dari SPBU lebih besar daripada SPBB. Menurut nelayan pancing rumpon, alasan nelayan membeli solar di SPBU adalah 1) posisi SPBU lebih dekat ke konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon; 2) Harga solar lebih murah; 3) pembelian solar tidak menyulitkan nelayan; 4) solar di SPDN dan SPBB habis.

47 104 2) Pemetaan bahan kebutuhan melaut air bersih Penyediaan/penyaluran air bersih di PPN Palabuhanratu dikelola oleh pihak ketiga yaitu CV. Eko Mulyo (sub-subbab 5.2.3). Dalam penyaluran air bersih, CV. Eko Mulyo memanfaatkan 4 kran air yang berada di dermaga I dan 1 unit mobil tangki air kapasitas 5000 liter untuk penyaluran air bersih di dermaga/kolam II. Nelayan yang konsentrasinya berada di dermaga/kolam I (termasuk nelayan pancing rumpon), mengisi air di kran air dermaga I dengan meletakkan jerigen atau blongnya di dekat kran air tersebut. Dari 4 kran air yang ada, hanya 1 kran air saja yang digunakan. Hal ini mengakibatkan sering terjadi antrian dalam penyaluran air bersih. Selain itu, jika petugas/karyawan CV. Eko Mulyo tidak berada di sekitar kran air tersebut, nelayan yang akan mengisi air harus menghubungi melalui telepon karena CV. Eko Mulyo tidak memiliki kantor di PPN Palabuhanratu. Kran air tersebut berjarak sekitar 55 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Dalam memenuhi kebutuhan air bersih selama melaut, nelayan pancing rumpon hanya membeli air dari CV. Eko Mulyo, sehingga penyaluran air bersih kapal pancing rumpon di PPN Palabuhanratu 100% berasal dari CV. Eko Mulyo. Hal ini dikarenakan penggunaan air bersih oleh nelayan pancing rumpon hanya untuk keperluan mandi, masak, air minum, dan mencuci peralatan; sedangkan untuk mencuci hasil tangkapan nelayan menggunakan air laut. Menurut nelayan, penggunaan air laut untuk pencucian hasil tangkapan selain dapat membuat ikan lebih segar dan tahan lama, juga untuk menghemat biaya operasional dalam pembelian air bersih. 3) Pemetaan bahan kebutuhan melaut ransum Pada perikanan pancing rumpon, operasi penangkapan ikan dilakukan 5-10 hari per trip. Oleh sebab itu, ransum yang dibawa untuk kebutuhan nelayan selama di laut merupakan bahan mentah seperti beras, sayur-sayuran, buahbuahan, mie instan, teh dan kopi. Ransum tersebut dibeli di pasar yang lokasinya tidak jauh dari PPN Palabuhanratu, yaitu berjarak sekitar 175 m dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon. Nelayan membeli ransum tersebut sehari sebelum melaut dan pada hari akan berangkat melaut.

48 105 4) Pemetaan bahan kebutuhan melaut es balok Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu tidak memiliki fasilitas pabrik es, sehingga kebutuhan es balok di pelabuhan diperoleh dari pabrik es yang berada di luar pelabuhan. Kebutuhan es balok nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu diperoleh dari dua pabrik es yaitu PT. Tirta Jaya dan PT. Sari Petojo (sub-subbab 5.2.2). Pabrik es PT. Tirta Jaya berada di Desa Benteng, Jayanti, yang berjarak sekitar 2,43 km dari konsentrasi kapal nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu; sedangkan PT. Sari Petojo berada di Sukabumi. Penyaluran es dari Sukabumi ke PPN Palabuhanratu dapat dilakukan melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur selatan. Jarak tempuh melalui jalur utara sekitar 43,26 km, sedangkan jarak tempuh melalui selatan sekitar 42,66 km. Berdasarkan data statistik PPN Palabuhanratu, pada tahun 2010 jumlah penyaluran es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya adalah sebesar balok atau 73,2%, dengan rata-rata penyaluran sebesar balok per bulan; sedangkan penyaluran es balok dari pabrik es PT. Sari Petojo sebesar balok atau 26,8%, dengan rata-rata penyaluran sebesar balok per bulan. Berdasarkan jumlah tersebut, nelayan pancing rumpon dominan membeli es dari pabrik es PT. Tirta Jaya dibandingkan pabrik es PT. Sari Petojo. Alasan nelayan pancing rumpon adalah dikarenakan lokasinya lebih dekat ke PPN Palabuhanratu dan harga es balok lebih murah dibandingkan PT. Sari Petojo. Namun jika penyaluran es balok dari pabrik es PT. Tirta Jaya mengalami antrian, maka nelayan memesan es balok dari PT. Sari Petojo. Pemetaan penyediaan/penyaluran es balok nelayan pancing rumpon dapat dilihat pada Gambar 28. Pemesanan es balok pada kedua pabrik es dilakukan melalui telepon atau supir truk pengangkut es yang sedang mendistribusikan es balok di pelabuhan. Untuk pemesanan es di PT. Tirta Jaya dilakukan sehari sebelum berangkat melaut dan es didistribusikan keesokan harinya (pada hari keberangkatan); sedangkan untuk pemesanan es balok di PT. Sari Petojo dilakukan 1-2 hari sebelum berangkat melaut. Selain itu, pemesanan es di PT. Sari Petojo dilakukan secara kolektif oleh nelayan atau diupayakan satu truk es tersebut untuk kebutuhan beberapa kapal. Hal ini dikarenakan PT. Sari Petojo tidak mau mendistribusikan es balok dalam jumlah sedikit karena biaya transportasi yang cukup tinggi.

49 Gambar 27 Jalur pembelian bahan kebutuhan melaut solar, air bersih, dan ransum nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun

50 109 Gambar 28 Jalur pembelian es balok nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tahun

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU 59 5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Kondisi Aktual Perikanan Pancing Rumpon di PPN Palabuhanratu Sebagaimana telah dikemukakan

Lebih terperinci

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Pancing Tonda Pada klasifikasi Brandt (2005), pancing tonda masuk ke dalam kelompok perikanan pancing (lines); sedangkan dalam klasifikasi statistik perikanan Indonesia

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS

BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI REFI HANIA LUBIS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100 34 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 91.881 jiwa. Luas wilayahnya adalah 26,25 km 2 dengan kepadatan penduduknya adalah 3.500,23 jiwa per km 2. PPS Belawan memiliki fasilitas pokok dermaga,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kota Cirebon Kota Cirebon merupakan kota yang berada di wilayah timur Jawa Barat dan terletak pada jalur transportasi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon secara

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 52 5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Fasilitas Pelayanan Penyediaan Bahan Perbekalan Kapal Perikanan Selama di laut, nelayan tetap melakukan aktivitas layaknya di darat seperti makan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh 1 SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh Wendy Alan 1) Hendrik (2) dan Firman Nugroho (2) Email : wendyalan@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN SOLAR UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL KAPAL PANCING TONDA DI PPN PALABUHANRATU DINNARI EKA HALLYZEPTA

ANALISIS KEBUTUHAN SOLAR UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL KAPAL PANCING TONDA DI PPN PALABUHANRATU DINNARI EKA HALLYZEPTA ANALISIS KEBUTUHAN SOLAR UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL KAPAL PANCING TONDA DI PPN PALABUHANRATU DINNARI EKA HALLYZEPTA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 52 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografi dan Topografi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng terletak di wilayah Gunungkidul. Berjarak sekitar 40 km dari ibukota Gunungkidul, Wonosari.

Lebih terperinci

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan 13 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dilakukan di PPN Palabuhanratu. Sebagai kasus dalam penelitian ini adalah kondisi perikanan yang berbasis di pelabuhan ini dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMASARAN HASIL PERIKANAN DI PASAR IKAN TERINTEGRASI PADA PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.718, 2015 KEMEN-KP. Usaha Rekomendasi. Pembelian. Bahan Bakar Tertentu. Usaha Perikanan. Penerbitan. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TANGGAL 16 JANUARI 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TANGGAL 16 JANUARI 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI KEPUTUSAN NOMOR 9 TAHUN 2002 TANGGAL 16 JANUARI 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan negara yang semakin berat dalam

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Minyak

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Minyak 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Minyak Bahan bakar minyak (BBM) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDISTRIBUSIAN DAN PENJUALAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI DI KABUPATEN KOTAWARINGINN BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Validitas dan Realibilitas Data Sebelum menghitung besarnya tingkat kualitas pelayanan di PPS Nizam Zachman Jakarta, perlu dilakukan pengujian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

Lampiran 1 Layout PPN Prigi LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01 BW 02 Kolam Pelabuhan Barat BW 03 Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN TPI Timur BW 04 Kolam Pelabuhan Timur Sumber: www.maps.google.co.id diolah

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DI KABUPATEN ALOR DENGAN

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun LAMPIRAN 96 97 Lampiran 1 Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 Tahun Produktivitas Produksi Pertumbuhan Ratarata per Pertumbuhan ikan yang Rata-rata didaratkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Berdasarkan Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Pelabuhan Pekalongan semula merupakan pelabuhan umum. Semenjak bulan Desember 1974 pengelolaan dan asetnya diserahkan

Lebih terperinci

Dian Pratama & Associates

Dian Pratama & Associates 1 Dian Pratama & Associates Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan Update, January 16, 2007 2 Pengantar Dian Pratama & Associates adalah sebuah badan usaha berbasis multimedia jaringan nirkabel

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES

7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES 46 7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES Pembahasan mengenai Mekanisme penyediaan dan pendistribusi es adalah untuk mengetahui bagaimana suatu pabrik es sebagai fasilitas penyediaan es berjalan sesuai

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 1-11 EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA Jonny Zain 1), Syaifuddin 1), Yudi Aditya 2) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

INDUSTRI PERIKANAN DI BITUNG

INDUSTRI PERIKANAN DI BITUNG Buletin Sosek Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 2, 2011 INDUSTRI PERIKANAN DI BITUNG Armen Zulham Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jl. KS. Tubun Petamburan VI Jakarta 10260

Lebih terperinci

Wfo M/E= Cfo x Daya Mesin x t

Wfo M/E= Cfo x Daya Mesin x t PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN SURAT REKOMENDASI PEMBELIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU UNTUK USAHA PERIKANAN

Lebih terperinci