Metode Molekular untuk Menentukan Genotip Bakteri dan Daerah Gen yang Dianalisis DNA Profiling (juga disebut DNA testing, DNA typing, atau genetic

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metode Molekular untuk Menentukan Genotip Bakteri dan Daerah Gen yang Dianalisis DNA Profiling (juga disebut DNA testing, DNA typing, atau genetic"

Transkripsi

1 Metode Molekular untuk Menentukan Genotip Bakteri dan Daerah Gen yang Dianalisis DNA Profiling (juga disebut DNA testing, DNA typing, atau genetic fingerprinting) adalah suatu teknik yang digunakan oleh para ilmuwan forensik untuk membantu dalam identifikasi individu dengan profil DNA masing-masing. Profil DNA mengenkripsi suatu set angka yang mencerminkan tampilan DNA seseorang, yang juga dapat digunakan sebagai identifier orang tersebut. Profil DNA kemudian dibandingkan dengan sampel lain untuk menentukan apakah terdapat genetic match. DNA profiling juga dapat digunakan untuk memprofilkan strain bakteri contohnya bakteri dalam rongga mulut manusia. Profil strain bakteri pada bitemark kemudian dapat dicocokkan dengan profil strain bakteri pada tersangka (Genetic Home Reference, 2013). Memprofilkan strain bakteri adalah proses penting untuk diagnosis, pengobatan dan epidemiologi investigasi. Metode membuat profil strain bakteri saat ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama: fenotip dan genotip. Karakter fenotipik adalah cerminan dari isi genetik. Genotip, yang mengacu pada diskriminasi jenis bakteri berdasarkan konten genetik mereka, baru-baru ini menjadi banyak digunakan untuk membuat profil strain bakteri. Metode yang sudah digunakan dalam membuat genotip bakteri yang sangat berbeda satu sama lain (Yıldırım et al, 2011). Memprofilkan bakteri pada level strain sangat penting karena beberapa fitur dari bakteri yang juga menantang bagi kesehatan manusia, termasuk peningkatan virulensi dan transmisibilitas, resistensi terhadap antibiotik, memperluas spektrum host dan kemungkinan penggunaan untuk bioterorisme setelah manipulasi genetik. Hal ini juga berguna dalam bidang forensik, seperti mengidentifikasi bakteri pada bitemark yang dapat dicocokkan dengan bakteri pada gigi pelaku yang bertanggung jawab. Ada dua metode yang berbeda yang digunakan dalam identifikasi bakteri: fenotip dan genotip. Dalam metode fenotip, mengidentifikasi strain didasarkan pada karakter fenotipik termasuk morfologi koloni di berbagai media kultur, tes biokimia, serologi, patogenisitas dan kerentanan antibiotik. Diskriminasi dari strain yang terkait erat dengan metode ini

2 tidak cukup dan karakterisasi sel morfologi, pewarnaan dan sifat-sifat metabolisme untuk identifikasi yang jelas membutuhkan banyak hari sampai minggu. Karakter fenotipik seperti patogenisitas, spesifisitas inang, resistensi antibiotik, virulensi dan distribusi geografis dari bakteri berkaitan erat dengan keanekaragaman genetik mereka. Berbagai metode genetik telah dikembangkan untuk genotip bakteri, sejak tahun 1980-an. Metode ini telah sering menjadi digunakan dalam identifikasi bakteri karena resolusi tinggi. Profil genetik bakteri yang diidentifikasi apapun oleh metode genotip tertentu dapat seunik sidik jari (Yıldırım et al, 2011). Metode genotip bakteri saat ini dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori: pola pita DNA, sekuensing DNA, dan hibridisasi DNA. Dalam metode pita DNA, pita DNA dapat langsung dihasilkan oleh digesti Restriction Endonucleases (REs) atau dengan amplifikasi daerah dikenal atau tidak dikenal dari genom atau dengan kombinasi amplifikasi dan pencernaan dengan enzim pembatas. Dalam metode berdasarkan sekuensing DNA, diskriminasi di antara strain bakteri dilakukan setelah penetapan dan membandingkan dari urutan gen yang dikenal. Dalam metode berbasis hibridisasi DNA, diskriminasi bakteri dilakukan dengan menganalisis hibridisasi probes yang diketahui. DNA macroarray dan sistem microarray juga telah dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan cepat dalam deskripsi bakteri (Yıldırım et al, 2011). Metode Berbasis Pita DNA Metode berbasis pola pita DNA mengklasifikasikan bakteri sesuai dengan ukuran fragmen yang dihasilkan oleh PCR amplifikasi atau digesti DNA genom dengan restriksi endonuklease atau kombinasi antara digesti dan amplifikasi. Mengidentifikasi band yang dihasilkan dapat ditentukan dengan elektroforesis gel agarosa konvensional atau sistem elektroforesis kapiler otomatis (Yıldırım et al, 2011). METODE BERBASIS RESTRIKSI ENZIM Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE)

3 Molekul DNA dapat dipisahkan dalam medan listrik konstan konvensional tergantung pada ukuran DNA. Fragmen DNA yang lebih besar dari 20 kb menunjukkan mobilitas yang sama melalui gel dan bergerak bersama berdasarkan ukuran di bawah arus listrik konstan. Memisahkan molekul DNA yang lebih besar dapat dicapai dengan menerapkan medan listrik pada sudut yang berbeda. Metode ini dijelaskan pada tahun 1984 terlebih dahulu dan kemudian dikenal sebagai Pulsed Field Gel Electrophoresis (PFGE). PFGE adalah metode alternatif restriksi digesti melibatkan penggunaan REs dengan motif uncommon recognition untuk menghasilkan fragmen DNA yang besar. Pola pita yang diperoleh dari sekelompok strain mencerminkan polimorfisme DNA pada situs pengenalan RE. Meskipun PFGE banyak digunakan dalam epidemiologi dan studi lingkungan, ia juga memiliki beberapa keterbatasan, termasuk kepadatan DNA, jumlah agarosa dalam gel, penerapan tegangan dan suhu gel. Oleh karena itu, mengidentifikasi kriteria bakteri dengan PFGE dan protokol PFGE perlu dibakukan. Tenover dan rekan mengusulkan bakteri yang memiliki profil PFGE yang sama harus dianggap sebagai milik strain yang sama. Mereka juga mengusulkan, isolat yang berbeda dengan peristiwa genetik tunggal, yang tercermin sebagai perbedaan satu sampai tiga band maka dipertimbangkan 'terkait erat', dan mengisolasi berbeda empat sampai enam band, mungkin mewakili dua peristiwa genetik independen, maka harus dianggap 'mungkin terkait', isolat bakteri yang mengandung enam atau lebih perbedaan band maka harus dipertimbangkan 'berhubungan' (Yıldırım et al, 2011). Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) Analisis RFLP didasarkan pada pengukuran fragmen yang dihasilkan dari digesti DNA genom. Berbeda dengan PGFE, ratusan fragmen restriksi singkat dapat dihasilkan akibat pencernaan DNA genom dengan sering memotong Res. Karena kesulitan dalam menganalisis banyak band, hibridisasi dengan probs DNA yang dikenal sering digunakan dalam teknik ini (Yıldırım et al, 2011). Probe rrna juga dapat digunakan untuk analisis RFLP. Dalam metode ini, yang disebut ribotyping, conserved regions gen 16S dan 23S rrna digunakan

4 untuk menyelidiki pola pita RFLP yang berbeda. Metode ini memungkinkan untuk menentukan urutan DNA fragmen, karena operon rrna bersifat universal (Yıldırım et al, 2011). POST POLIMERASE-CHAIN REACTION (PCR) BANDING METHODS Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD) Metode RAPD, juga dikenal sebagai AP-PCR, berdasarkan amplifikasi acak daerah genom yang tidak diketahui dengan menggunakan primer tunggal pendek. Tidak seperti analisis PCR klasik, wilayah genom yang akan diamplifikasi tidak diketahui dan amplifikasi tergantung pada posisi yang melengkapi urutan primer. Jika primer anil terlalu jauh atau mutasi telah terjadi pada situs yang sebelumnya melengkapi primer identik 10-mer, amplifikasi mungkin tidak dapat dilakukan. Para amplikon berukuran berbeda diproduksi di beberapa lokus oleh RAPD-PCR dapat diamati pada pola pita yang berbeda pada gel agarosa dan bakteri dapat ditentukan genotipenya tergantung pada pola-pola pita (Yıldırım et al, 2011). Metode PCR-RFLP Metode ini didasarkan pada digesti dan pemisahan fragmen dalam elektroforesis agarosa gel setelah amplifikasi lokus tertentu dengan primer yang spesifik. Perbedaan metode ini dari metode RFLP langsung adalah membatasi wilayah DNA yang tertarik. Metode ini telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi berbagai bakteri dan kekuatan diskriminatif dari teknik ini dapat ditingkatkan dengan analisis berbasis multilocus (Yıldırım et al, 2011). Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) Teknik ini didasarkan pada digesti DNA genom dengan dua enzim restriksi dan ligasi fragmen restriksi dengan adapter akhir tertentu dan kemudian amplifikasi fragmen oleh primer melengkapi urutan adaptor. Seperti dalam metode berbasis pola pita DNA lainnya, mengidentifikasi pola pita dapat dideteksi dengan elektroforesis gel konvensional. Selain itu, urutan DNA fragmen dapat

5 ditentukan dengan menggunakan primer yang dirancang terhadap urutan adaptor. Sisi pembatas metode ini sensitif dan diskriminatif tingkat tinggi adalah bahwa template DNA tidak boleh terkontaminasi oleh berbagai DNA (Yıldırım et al, 2011). PCR and Bands of Repetetive DNA Regions REP-PCR Ada serangkaian sekuens DNA berulang yang tersebar di beberapa salinan seluruh genom bakteri. Fungsi ini diselingi unsur DNA berulang yang masih belum diketahui. Sekuens berulang dapat dikategorikan menjadi tiga keluarga: bp urutan Repetitive Extragenic Palindromic (REP). yang bp urutan Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus (ERIC) dan urutan elemen BOX 154 bp. Urutan konsensus dari elemen-elemen dapat digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA antara elemen-elemen berulang. Pola pita yang diperoleh dari amplifikasi ini berguna untuk sidik jari DNA bakteri. Deteksi band dapat dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa atau elektroforesis kapiler. Reproduksibilitas REP-PCR jauh lebih tinggi daripada RAPD-PCR karena primer spesifik digunakan untuk amplifikasi (Yıldırım et al, 2011). Multiple Locus Variable Number Tandem Repeat Analysis MLVA adalah alat penentu genotip yang menyediakan data berdasarkan jumlah sekuens berulang yang ditemukan pada kromosom bakteri. Variable Numbers of Tandem Repeats (VNTR) adalah pengulangan berturut-turut yang tersebar dalam multi eksemplar pada genom bakteri. VNTRs dapat ditemukan di daerah noncoding serta gen dan jumlah tandem repeats dapat bervariasi antar strain. Jumlah pengulangan dapat ditentukan dengan menggunakan primer yang melengkapi daerah well conserved pada tandem repeat yang diapit. Diskriminasi yang dilakukan dengan membandingkan produk PCR untuk menentukan tingkat relatif dari bakteri (Yıldırım et al, 2011). METODE BERBASIS URUTAN DNA

6 Metode Sanger Metode Sanger juga dikenal sebagai dideoksi atau metode terminasi rantai, berdasarkan proses sintesis rantai DNA melalui penggunaan dideoksi yang mengganggu langkah pemanjangan amplifikasi DNA. Bila enzim polimerase DNA terpasang nukleotida tanpa 3 'gugus hidroksil pada rantai, perpanjangan akan dihentikan. Dideoksi nukleotida dihentikan maka rantai dapat ditentukan dengan memisahkan produk PCR dalam elektroforesis acryl amida gel(yıldırım et al, 2011). Pyrosequencing Tidak seperti metode Sanger, pyrosequencing bukanlah metode elecrophoretic. Metode ini didasarkan pada deteksi real time pyrophospates yang dilepaskan selama perpanjangan rantai DNA. Seperti PCR klasik, metode pyrosequencing juga memerlukan primer untuk perpanjangan rantai. Tidak seperti PCR standar, pyrosequencing memerlukan ATP sulfurylase, Luciferase, Apyrase dan Adenosin phosphosulfate. Keempat enzim dalam sistem pyrosequencing adalah fragmen Klenow DNA Polymerase I, Luciferase, ATP sulfurylase dan Apyrase. Campuran reaksi juga mengandung phosphosulfate adenosin, D- luciferin, DNA template dan primer anil untuk digunakan sebagai bahan awal. Klenow Polymerase menggabungkan dntp ditambahkan ke dalam untai DNA tumbuh dan pyrophospate dilepaskan. ATP sulfurylase mengubah pirofosfat ke ATP dan Luciferase cahaya menghasilkan dengan menggunakan dihasilkan ATP. Keempat nukleotida ditambahkan satu per satu dan kamera mendeteksi cahaya yang dihasilkan sebagai bukti dimasukkannya nukleotida (Yıldırım et al, 2011). Metode berbasis Hibridisasi DNA Metode berdasarkan hibridisasi ini, memerlukan DNA sasaran dan fragmen DNA fluorescently berlabel yang melengkapi DNA target, disebut sebagai prob. Teknik hibridisasi dapat diterapkan ke ratusan atau puluhan ribu fragmen DNA atau oligonucletides yang tersusun pada substrat. Array dapat diklasifikasikan ke microarray dan macroarray sesuai dengan ukuran dan bintik-

7 bintik pada pendukung. Teknik-teknik hibridisasi berbasis array sering digunakan dalam skrining mutasi dan studi genotip bakteri (Yıldırım et al, 2011). Daerah Gen yang Digunakan untuk Menentukan Genotipe Bakteri Dalam konteks genom, lokus (jamak = loki) mengacu pada posisi pada kromosom. Karena itu, mengacu pada penanda, gen, atau landmark lainnya yang dapat digambarkan (National Center for Biotechnology Information, 2002). Lokus yang digunakan untuk menentukan genotipe bakteri (Yıldırım et al, 2011): a. Gen 16S rrna Gen rrna adalah gen penting untuk kelangsungan hidup semua organisme karena peran mereka dalam sintesis protein. Gen 16S rrna memiliki panjang 1500 bp dan itu terdiri dari well conserved 10 daerah dan 10 daerah berbeda. Ada tingkat mutasi konstan sekitar 1% per 50 tahun di daerah berbeda dari gen 16S rrna. Karena situasi polimorfik ini, urutan gen rrna digunakan selama lebih dari 20 tahun dalam pemeriksaan filogenetik. Dalam beberapa kasus, urutan DNA asing, yang diberi nama intervensi urutan dari sekitar panjang 140 bp dapat ditemukan dalam gen 16S rrna jadi, jika gen 16S rrna lebih besar dari ukuran biasa sekitar 1500 bp, harus diidentifikasi kemungkinan urutan IVS dalam gen 16S rrna (Yıldırım et al, 2011). b. 16S-23S rrna ITS region Gen 16S, 23S dan 5S rrna mikroorganisme prokariotik ditemukan dalam lokus genetik yang sama dan mereka dipisahkan oleh daerah noncoding yang disebut Internal Transcribed Spacer (ITS). ITS adalah daerah istimewa yang memperlihatkan polimorfisme tingkat tinggi dan derajat yang besar variasi panjang pada genus dan spesies dan karena itu mereka berguna untuk mengidentifikasi dan subtyping bakteri. Daerah ITS dapat dengan mudah diperkuat dengan primer yang dirancang untuk melengkapi daerah served gen 16S dan 23S rrna. Daerah ITS lebih informatif daripada analisis 16S rrna terutama pada strain typing (Yıldırım et al, 2011). c. Gen housekeeping

8 Gen housekeeping adalah gen yang diperlukan untuk fungsi dasar sel atau organisme dan mereka sangat penting untuk survival. Gen ini dapat digunakan untuk diskriminasi strain terkait erat yang tidak dapat dipisahkan dengan analisis 16S rrna. Gen rpob yang merupakan subunit polimerase enzim RNA banyak digunakan dalam menentukan genotip bakteri. Beberapa gen housekeeping lainnya seperti hsp65, gyrb, gen SLPA yang sering digunakan dalam menentukan genotip bakteri (Yıldırım et al, 2011). Manusia merupakan kumpulan beberapa strain dari spesies Streptococcus sama dengan banyak strain yang tampaknya unik untuk individu. Keragaman antar spesies ini memberikan premis bahwa streptococci oral yang diisolasi dari bite mark yang terjadi pada kulit manusia dapat cocok secara genotip, dengan jaminan tingkat tinggi, dibandingkan dengan streptococci dari gigi pelaku yang bertanggung jawab. Observasi ini ditegaskan dalam suatu studi yang mendayakan kebutuhan untuk kultur sebelumnya dengan mengamplifikasi DNA bakteri secara langsung dari gigi dan gigitan eksperimental. Dalam penelitian tersebut, DNA streptokokus, diamplifikasi dengan primer spesifik untuk region hypervariable 9 dari gen 16S rrna streptokokus, diselesaikan dengan denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE), dan perbandingan profil amplikon dari bitemark dan gigi cocok antara bitemark dengan gigi bertanggung jawab. Namun, ada risiko seiring positif palsu dengan menggunakan satu-satunya lokus yang diawetkan secara relatif (Kennedy et al, 2012). Analisis filogenetik dan identifikasi spesies bakteri secara konvensional didasarkan pada perbandingan urutan gen 16S rrna, namun daerah variabel yang terkandung dalam lokus ini umumnya tidak cukup untuk membedakan spesies streptokokus yang terkait erat. Target gen alternatif yang membedakan antara streptokokus yang terkait erat termasuk ITS (bentangan noncoding DNA yang terletak di antara gen 16S dan 23S rrna), rnpb (encoding endoribonuclease P) dan rpob (encoding subunit beta dari RNA polimerase bakteri). Variabilitas yang ditawarkan oleh daerah tersebut sudah cukup untuk membedakan antara spesies

9 streptokokus dengan urutan gen 16S rrna yang hampir identik (Kennedy et al, 2012). Penelitian yang dilakukan di Universitas Otago pada tahun 2012 menilai kelayakan pencocokan urutan DNA bakteri yang diamplifikasi dari gigitan eksperimental dengan yang diperoleh dari gigi pelaku yang bertanggung jawab, dengan tujuan mengevaluasi kemampuan tiga daerah genom DNA streptokokus untuk membedakan antara sampel peserta. Bite mark dan gigi penyeka dikumpulkan dari 16 peserta. DNA bakteri diekstraksi untuk menyediakan template untuk primer PCR spesifik untuk gen 16S ribosom RNA streptokokus (16S rrna), intergenik spacer 16S-23S (ITS) dan RNA polimerase subunit beta (rpob). Dengan menggunakan alat high throughput sequencing (GS FLX 454), diikuti oleh penyaringan kualitas yang ketat, bacaan yang dihasilkan dari gigitan untuk dibandingkan dengan yang dihasilkan dari sampel gigi. Untuk semua tiga wilayah, overlaps terbesar dibaca identik antara sampel bitemark dan sampel gigi yang sesuai. Proporsi rata-rata bacaan identik antara bitemark dan sampel gigi yang sesuai adalah 0,31, 0,41 dan 0,31, dan untuk sampel non-sesuai adalah 0,11, 0,20 dan 0,016, untuk 16S rrna, ITS dan rpob secara berturut-turut. Probabilitas kecocokan dan ketidakcocokan dengan benar membedakan sampel gigi adalah 0,92 untuk ITS, 0,99 untuk 16S rrna dan 1.0 untuk rpob. Temuan ini sangat mendukung prinsip bahwa DNA bakteri yang diamplifikasi dari bitemark dan gigi dapat memberikan informasi pendukung dalam identifikasi penyerang (Kennedy et al, 2012).

10 DAFTAR PUSTAKA Yıldırım, I., Yıldırım, S., & Koçak, N Molecular Methods for Bacterial Genotyping and Analyzed Gene Regions. Journal of Microbiology and Infectious Diseases / JMID 2011; 1 (1): Kennedy, Stanton, Garcı a, Mason, Rand, Kieser, & Tompkins Microbial Analysis of Bite Marks by Sequence Comparison of Streptococcal DNA. PLOS ONE December 2012 Volume 7 Issue 12 e Genetics Home Reference DNA Fingerprinting. ghr.nlm.nih.gov/glossary=dnafingerprinting. National Center for Biotechnology Information The NCBI Handbook.

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

MACAM-MACAM TIPE PCR DAN TEKNIK PEMOTONGAN PROTEIN DENGAN METODE EDMAN SEBAGAI DASAR KERJA ANALISIS SEKUENSING

MACAM-MACAM TIPE PCR DAN TEKNIK PEMOTONGAN PROTEIN DENGAN METODE EDMAN SEBAGAI DASAR KERJA ANALISIS SEKUENSING TUGAS GENETIKA MOLEKULER MACAM-MACAM TIPE PCR DAN TEKNIK PEMOTONGAN PROTEIN DENGAN METODE EDMAN SEBAGAI DASAR KERJA ANALISIS SEKUENSING Oleh: Laurencius Sihotang 8756130889 Program Studi Magister Pendidikan

Lebih terperinci

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DR. KARIADI

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian mengenai biodiversitas mikroba termofilik telah membuka banyak informasi mengenai interaksi mikroba dengan lingkungannya (Newman dan Banfield, 2002).

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

TEKNIK REKAYASA GENETIKA

TEKNIK REKAYASA GENETIKA TEKNIK REKAYASA GENETIKA 1. Jelaskan pengertian mengenai DNA sekuensing! Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Secara sederhana: Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN 3. Ani Retno Prijanti FKUI 2010

EKSPRESI GEN 3. Ani Retno Prijanti FKUI 2010 EKSPRESI GEN 3 Ani Retno Prijanti FKUI 2010 Regulasi Ekspresi Gen Ekspresi gen, adl produksi suatu produk RNA dari suatu gen tertentu yg dikontrol oleh mekanisme yg kompleks. Secara normal hanya sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat tetap hidup dan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial Solanum tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan utama dunia setelah padi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM

TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM OLEH Ni Nyoman Trisna Dewi NIM: 1214068105 PPDS I ILMU PENYAKIT SARAF UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PENDAHULUAN Dampak dari bioteknologi yang tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan

Lebih terperinci

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism)

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism) ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism) Laurencius Sihotang I. Tujuan Mempelajari cara teknik RFLP(Restriction Fragmen Length Polymorphism) Menganalisis pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

19/10/2016. The Central Dogma

19/10/2016. The Central Dogma TRANSKRIPSI dr.syazili Mustofa M.Biomed DEPARTEMEN BIOKIMIA DAN BIOLOGI MOLEKULER FK UNILA The Central Dogma 1 The Central Dogma TRANSKRIPSI Transkripsi: Proses penyalinan kode-kode genetik yang ada pada

Lebih terperinci

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI MIKROBA

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI MIKROBA ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI MIKROBA ISOLASI MIKROBA Medium dan Biakan Habitat alami Medium di Lab. Medium: Nutrien yang digunakan organisme untuk tumbuh di luar habitat alaminya Biakan: Perbanyakan

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kapsul adalah salah satu produk farmasi yang terbuat dari gelatin sapi dan gelatin babi yang berperan dalam pengemasan sediaan obat (Sahilah dkk., 2012), sedangkan gelatin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riska Lisnawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riska Lisnawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikan dan produk olahan dari ikan memiliki nilai gizi yang sangat tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Meskipun merupakan makanan yang bergizi, namun kontaminasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak dipelajari sejak salah satu strain anggotanya diisolasi pertamakali oleh

I. PENDAHULUAN. banyak dipelajari sejak salah satu strain anggotanya diisolasi pertamakali oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus pneumoniae merupakan spesies bakteri yang telah banyak dipelajari sejak salah satu strain anggotanya diisolasi pertamakali oleh Louis Pasteur pada tahun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

DIVERSITAS ISOLAT BAKTERI ASAL PERAIRAN PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN BOX-PCR dan BIOLOG GN2 MICROPLATE SKRIPSI. Oleh: Herawati

DIVERSITAS ISOLAT BAKTERI ASAL PERAIRAN PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN BOX-PCR dan BIOLOG GN2 MICROPLATE SKRIPSI. Oleh: Herawati DIVERSITAS ISOLAT BAKTERI ASAL PERAIRAN PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN BOX-PCR dan BIOLOG GN2 MICROPLATE SKRIPSI Oleh: Herawati 051810401099 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatofita merupakan kelompok jamur keratinofilik yang dapat mengenai jaringan keratin manusia dan hewan seperti pada kulit, rambut, dan kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. runcing mendukung burung ini untuk terbang lebih cepat. Burung walet sarang

II. TINJAUAN PUSTAKA. runcing mendukung burung ini untuk terbang lebih cepat. Burung walet sarang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung walet sarang putih Burung walet sarang putih merupakan burung pemangsa serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Sayapnya yang berbentuk sabit, sempit, dan runcing

Lebih terperinci

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI EKO HANDIWIRAWAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16151 ABSTRAK Variasi di dalam populasi terjadi sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna SERVIN TRISNANINGSIH NENOHAI 0908010059 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resistensi bakteri Resistensi antibiotik menjadi masalah ketika antibiotik digunakan secara luas dengan tujuan pemusnahan bakteri, akan tetapi bakteri yang resisten terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada REKAYASA GENETIKA Sukarti Moeljopawiro Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Rekayasa Genetika REKAYASA GENETIKA Teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dipaparkan penjelasan singkat mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu mengenai DNA mitokondria manusia, basis data GenBank, basis data MITOMAP,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penghutanan kembali (reforestation) dengan menggunakan spesies tanaman yang tumbuh cepat (fast-growing) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah menurunnya area hutan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Markisa Markisa mula-mula disebut passion fruit. Menurut sejarah, tanaman markisa berasal dari daerah tropis Amerika Selatan, tepatnya di daerah Brazil, Venezuela,

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen BIOTEKNOLOGI Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen Sekilas tentang Gen dan Kromosom 1882, Walther Flemming menemukan kromosom adalah bagian dari sel yang ditemukan oleh Mendel 1887, Edouard-Joseph-Louis-Marie

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2003) bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman dari famili Cucurbitaceae yang banyak dikonsumsi bagian daging buahnya. Konsumsi buah melon cukup tinggi karena kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

ANALISIS SEKUENSING 16S rrna DI BIDANG MIKROBIOLOGI

ANALISIS SEKUENSING 16S rrna DI BIDANG MIKROBIOLOGI ANALISIS SEKUENSING 16S rrna DI BIDANG MIKROBIOLOGI Tristia Rinanda Abstrak. Gen 16S ribosomal RNA (16S rrna) memiliki daerah yang conserved (lestari) sehingga tepat digunakan dalam Polymerase Chain Reaction

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI VARIASI GENETIK Jatropha curcas L. DENGAN MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULAR AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) ANDREAS AGUSTIAN

KARAKTERISASI VARIASI GENETIK Jatropha curcas L. DENGAN MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULAR AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) ANDREAS AGUSTIAN KARAKTERISASI VARIASI GENETIK Jatropha curcas L. DENGAN MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULAR AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) ANDREAS AGUSTIAN 0303040105 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci