4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SURVEI KE UKM SAWARGI Survei dilakukan oleh penulis ke UKM Sawargi yang terletak di desa Situgede, Bogor, untuk dapat meniru proses pembuatan dodol talas yang nantinya akan diaplikasikan pada penelitian ini. Penulis tidak melakukan modifikasi apapun terhadap setiap tahapan pembuatan dodol talas dari UKM Sawargi, kecuali nantinya berbeda dalam bentuk bahan baku yang digunakan, agar tidak ada perbedaan dari segi proses pembuatannya. Umur simpan dodol talas yang diproduksi oleh UKM Sawargi rata-rata adalah 10 hari. Bila dibandingkan dengan umur simpan dodol konvensional yang dipasarkan secara komersial, umur simpan dodol talas yang dibuat oleh UKM Sawargi sangatlah singkat. Hasil pengamatan terhadap umur simpan berbagai dodol di pasaran menunjukkan bahwa rata-rata umur simpan dodol tersebut berkisar antara 3-6 bulan. Sitanggang (2009) juga melakukan survei terhadap tekstur, umur simpan, dan a w dari beberapa merk dodol. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Tekstur, umur simpan, dan a w beberapa dodol yang ada di pasaran (Sitanggang, 2009) Tekstur Dodol Picnic Lembut hampir di seluruh bagian, hanya di bagian bawah ada lapisan yang keras Dodol Garut Picnic Special Quality Tekstur agak keras pada bagian luar, dengan bagian dalam yang lembut dan sedikit lengket Dodol Garut Kabitha Kenyal, agak lengket Umur 5 bulan 4 bulan 2 bulan simpan a w Karakteristik dodol talas yang diproduksi oleh UKM Sawargi memiliki tekstur yang liat dan lembut di seluruh bagian. Bila dibandingkan dengan dodol jenis lainnya di pasaran, dodol yang memiliki tekstur lebih keras, seperti terdapat pada dodol picnic maupun dodol garut picnic special quality, ternyata memiliki umur simpan yang lebih panjang daripada dodol yang teksturnya liat ataupun kenyal, seperti dodol talas UKM Sawargi ataupun dodol garut kabitha. Produk pangan yang memiliki tekstur keras umumnya memiliki nilai a w yang kecil pula. Hal ini dikarenakan terjadinya ikatan hidrogen dan crosslinking air di bahan pangan dengan makromolekul, sehingga mempengaruhi tekstur dari produk pangan yang dikeringkan (Winarno, 2008). Semakin banyak air yang terdapat di produk pangan, maka interaksi intermolekuler terjadi lebih intens, sehingga semakin melemahkan ikatan antarmolekul produk pangan, dan pada akhirnya menyebabkan tekstur produk pangan menjadi semakin melunak. Hasil pengamatan lanjutan dari peneliti terhadap dodol komersial konvensional yang diperjualbelikan di masyarakat, ternyata jenis kemasan yang digunakan berbeda dengan kemasan yang digunakan oleh UKM Sawargi untuk mengemas dodolnya. Bila dodol talas UKM Sawargi menggunakan kemasan plastik polipropilen, untuk dodol konvensional lainnya umumnya menggunakan kemasan kertas greaseproof. Kertas ini memiliki karakteristik agak transparan dan telah dihidrasi sehingga memiliki ketahanan terhadap lemak yang cukup baik. Akan tetapi, walaupun disebutkan sebagai greaseproof, dalam kenyataannya kertas pembungkus ini tidak benar-benar anti lemak, karena minyak dan lemak pada akhirnya dapat menembus kertas ini 15

2 setelah beberapa waktu tertentu. Walaupun demikian, penggunaannya untuk kemasan dari produk yang berminyak dan berlemak masih sangat sering (Robertson, 1993). Untuk mendapatkan data awal yang digunakan sebagai pembanding untuk dodol talas yang dibuat pada penelitian ini, maka dilakukan analisis dengan a w meter dan penetrometer untuk mendapatkan nilai a w dan nilai penetrometer dari dodol talas yang diproduksi oleh UKM Sawargi. Hasilnya adalah nilai a w untuk dodol talas UKM Sawargi pada hari ke-1 adalah 0.79 dan pada hari ke-10 adalah 0.81, sedangkan untuk nilai penetrometer dodol talas UKM Sawargi pada hari ke-1 adalah mm dan pada hari ke-10 adalah 4.72 mm PERSIAPAN BAHAN BAKU DODOL TALAS Tahapan persiapan bahan baku pada penelitian ini meliputi pembuatan tepung talas dan talas segar. Pembuatan tepung talas dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pencucian, pengupasan, pengirisan, pengeringan, dan penggilingan. Setelah dilakukan penggilingan, maka akan didapatkan tepung talas seperti yang terdapat di Gambar 10 dengan ukuran 60 mesh. Berdasarkan pengamatan, tepung talas memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna putih agak kecoklatan. Rendemen yang didapatkan dari tepung talas pada penelitian ini adalah sebesar 28.83%. Kehilangan rendemen pada pembuatan tepung talas adalah pada tahap pengupasan sebesar 6.33%, tahap pengirisan sebesar 3.17%, tahap pengeringan sebesar 51.17%, dan tahap penggilingan sebesar 10.5%. Kehilangan rendemen terbesar terjadi pada tahap pengeringan karena pada tahap tersebut terjadi penghilangan air dalam jumlah cukup banyak pada talas. Adapun kehilangan rendemen yang juga terjadi pada tahap pengirisan maupun penggilingan dikarenakan adanya potongan-potongan kecil yang tidak dapat digunakan lagi akibat inefisiensi alat. Rendemen akhir tepung talas sejumlah 28.81% ini tidaklah terlalu berbeda dengan penelitian lain, seperti yang dilakukan oleh Mayasari (2010) yang menggunakan talas dengan jenis yang sama, yaitu talas bentul, diperoleh rendemen tepung talas sebesar 28.17%. Untuk pembuatan hancuran talas segar, tahapan pembuatannya meliputi pencucian, pengupasan, pengirisan, penghancuran, dan penyaringan. Hasil dari hancuran talas segar dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan pengamatan, hancuran talas segar memiliki tekstur yang agak kasar dan warna krem keabu-abuan. Rendemen akhir talas segar adalah sebesar 78.51% yang merupakan bagian yang dapat dimakan dari umbi talas. Kehilangan rendemen pada pembuatan hancuran talas segar adalah pada tahap pengupasan sebesar 12.8%, tahap pengirisan sebesar 4.3%, dan tahap penyaringan sebesar 4.39%. Kehilangan rendemen terbesar terjadi pada tahap pengupasan dikarenakan banyaknya bintil-bintil talas yang merupakan umbi sekunder dari talas yang dapat menyebabkan terjadinya germinasi pada umbi talas, sehingga harus dihilangkan. Bila dibandingkan antara rendemen yang didapatkan dari pembuatan tepung talas dengan hancuran talas segar, maka rendemen tepung talas lebih kecil daripada talas segar. Hal ini dikarenakan pada tepung talas, sebagian besar air telah dihilangkan melalui proses pengeringan. Berdasarkan hasil proksimat Onwueme (1994) dinyatakan bahwa kadar air umbi talas adalah 63%- 85%, sedangkan hasil proksimat dari Tekle (2009) menyatakan bahwa kadar air tepung talas adalah 8.5%. Berdasarkan kedua literatur tersebut, diperkirakan kehilangan air pada proses pembuatan tepung talas mencapai 54.5%-76.5%. Sementara itu, pada hancuran talas segar, kehilangan air dapat dikatakan tidak ada. 16

3 Gambar 10. Talas segar (kiri) dan tepung talas (kanan) 4.3. PRODUKSI DODOL TALAS Tahapan kedua dari penelitian ini adalah pembuatan dodol talas dengan menggunakan bahan baku talas segar ataupun tepung talas. Talas segar ataupun tepung talas dimasukkan ke dalam campuran santan, garam, dan mentega yang sudah mendidih. Setelah itu, dimasukkan bahan-bahan lainnya berturut-turut gula pasir, gula merah, dan tepung ketan, hingga membentuk adonan. Hal yang perlu diperhatikan selama tahap kedua ini adalah menjaga agar adonan tidak menjadi hangus dengan cara mengaduknya terus-menerus. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan dodol digunakan suhu º C, sehingga adonan yang berada paling dekat dengan sumber panas akan rentan untuk hangus. Selain itu, adanya gula yang cukup banyak pada dodol dapat menyebabkan terjadinya proses karamelisasi. Pengadukan yang tidak dilakukan secara terusmenerus juga dapat menyebabkan terjadinya karamelisasi yang tidak merata yang selanjutnya dapat mengurangi penampakan akhir dari dodol talas. Komposisi dodol talas yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan komposisi yang digunakan oleh UKM di Situgede, baik itu dengan bahan baku berupa tepung talas ataupun talas segar. Komposisinya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi dodol talas Bahan Dodol Talas Segar (gram) Dodol Tepung Talas (gram) Talas (dalam bentuk hancuran) Talas (dalam bentuk tepung) Santan Gula pasir Gula merah Tepung ketan Mentega Garam Dodol talas ini termasuk ke dalam jenis produk pangan semi basah yang pengolahannya masih dilakukan secara tradisional. Pangan semi basah tradisional umumnya diproses dengan cara melakukan penghilangan air, baik itu dengan desorpsi dan/ atau dengan menambahkan humektan konvensional, seperti natrium klorida dan sukrosa (Sych, 2003). Berdasarkan tahapan proses dan bahan baku yang digunakan pada pembuatan dodol talas ini, maka dapat disimpulkan bahwa digunakan proses desorpsi dan penambahan humektan dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga dapat dikategorikan sebagai pangan semi basah. Secara karakteristik fisik, baik itu dari segi warna maupun tekstur, kedua jenis dodol talas yang dihasilkan tidak terlalu berbeda. Dodol yang dibuat dari tepung talas ataupun hancuran talas segar sama-sama memiliki warna coklat gelap dan tekstur liat dan agak lunak. Warna coklat gelap 17

4 tersebut dihasilkan dari reaksi karamelisasi selama proses pemasakan dodol talas, sedangkan untuk tekstur yang liat tersebut diakibatkan karena terjadinya retrogradasi pati saat dodol yang telah matang didinginkan. Tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua jenis dodol talas tersebut diduga karena memang komposisi yang digunakan sama, walaupun bentuk bahan baku yang digunakan berbeda. Perbedaan bentuk bahan baku ini tampaknya hanya mempengaruhi dodol talas dari segi kimia, yaitu nilai a w, yang tidak dapat teramati secara visual. Salah satu hal yang membedakan antara dodol talas dengan dodol komersial lainnya dari hasil pengamatan penulis segera setelah dodol matang adalah terdapatnya gumpalan-gumpalan kecil berwarna putih yang tidak ditemukan pada dodol komersial lainnya. Diduga kuat, gumpalangumpalan tersebut merupakan pati yang menggumpal dan tergelatinisasi terlebih dahulu tanpa mampu menyerap air di sekitarnya. Gumpalan tersebut diperkirakan terbentuk saat tahapan memasukkan talas segar ataupun tepung talas ke campuran santan, mentega, dan garam yang mendidih. Saat talas segar ataupun tepung talas tersebut dimasukkan, suhu pada santan sudah pasti melebihi dari suhu gelatinisasi talas, yang berkisar antara 55-70ºC. Akibat terpapar panas tinggi secara tiba-tiba, maka sebagian kecil pati yang belum sempat menyerap air akan mengalami gelatinisasi terlebih dahulu, sehingga terbentuklah gumpalan-gumpalan kecil tersebut. Pengaruh gumpalan-gumpalan kecil tersebut terutama terhadap umur simpan dari dodol talas. Dikarenakan gumpalan tersebut merupakan pati yang tidak menyerap air, maka semakin banyak gumpalan tersebut menandakan bahwa semakin banyak pula air yang tidak terikat dengan baik oleh pati, dan berarti air bebas yang tersedia untuk reaksi kimia, biokimia, dan pertumbuhan kapang juga akan semakin banyak. Pada akhirnya, umur simpan dodol talas pun akan menjadi lebih singkat. Seharusnya, tahapan tersebut mengalami modifikasi yaitu berupa talas segar ataupun tepung talas dipanaskan bersama-sama dengan santan, garam, dan mentega, sehingga pembentukan gumpalan pati tersebut dapat lebih diminimalisir, yang selanjutnya akan dapat lebih memperpanjang umur simpan dari dodol talas PENYIMPANAN DODOL TALAS Tahapan ketiga dalam penelitian ini adalah penyimpanan dodol talas. Penyimpanan dilakukan pada suhu º C dengan RH lingkungan sebesar ± 82%. Pengemasan dodol talas dilakukan dengan menggunakan plastik polipropilen dan kemudian disimpan di dalam kardus dan tidak terkena sinar matahari langsung. Pemilihan bahan pengemas berupa plastik polipropilen ini karena plastik polipropilen memiliki beberapa sifat yang dirasa cukup baik untuk menjaga keawetan dari dodol talas, yaitu transmisi uap air yang rendah, permeabilitas gas sedang, ketahanan bagus terhadap lemak dan bahan-bahan kimia, kestabilan suhu yang lebih tinggi, dan denstias yang lebih rendah daripada plastik dengan jenis polietilen (Robertson, 1993). Tujuan dari penyimpanan dodol talas ini adalah untuk mengetahui umur simpan dari dodol talas tersebut. Pengambilan sampel pada dodol talas dilakukan secara acak. Pengambilan sampel ini merupakan salah satu tahapan yang krusial dalam pengambilan data, karena kesalahan dalam pengambilan sampel, maka data yang didapatkan akan menjadi tidak representatif PARAMETER UMUR SIMPAN DODOL TALAS Analisis Parameter Umur Simpan Dodol Talas Dodol talas yang mengalami penyimpanan, tampak mengalami perubahan pada beberapa parameter kritisnya, yaitu nilai a w, kekerasan yang diukur dengan penetrometer, dan pertumbuhan kapang. Data keseluruhan dari perubahan ketiga parameter tersebut seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan, tersaji pada Tabel 6 dan Tabel 7 berikut. 18

5 Tabel 6. Data penetrometer, a w, dan pertumbuhan kapang dari dodol yang dibuat dengan bahan baku talas segar Hari ke- Penetrometer (mm) a w Kapang ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.02 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Positif Tabel 7. Data penetrometer, a w, dan pertumbuhan kapang dari dodol yang dibuat dengan bahan baku tepung talas Hari ke- Penetrometer (mm) a w Kapang ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.02 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.02 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.00 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Negatif ± ± 0.01 Positif Perubahan kimia, fisik, dan mikrobiologi yang terjadi pada dodol talas diduga diakibatkan terjadinya perpindahan uap air antara dodol dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Nollet (1996), beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan uap air yang terdapat di dalam bahan pangan ke udara di sekitarnya adalah kadar air, komposisi penyusun makanan, suhu, dan kelembaban udara. Oleh karena itu, dalam melakukan pengujian umur simpan dari suatu produk pangan, sangatlah penting untuk mengontrol semua faktor tersebut. Berdasarkan data di atas, satu hal yang patut digarisbawahi adalah pada dodol talas yang dibuat dari talas segar memiliki umur simpan sampai hari ke-21, yang mana umur simpannya tersebut lebih lama daripada umur simpan dodol talas yang dibuat oleh UKM Sawargi. Umumnya dodol talas yang diproduksi oleh UKM tersebut rata-rata berumur simpan 10 hari. Padahal, komposisi bahan yang digunakan dan cara pembuatannya tidaklah berbeda. Diduga, terdapat beberapa faktor yang berperan terhadap perbedaan umur simpan tersebut. Faktor yang pertama adalah sanitasi dari tempat dan alat-alat produksi UKM Sawargi. Kemungkinan besar alat-alat produksi yang digunakan oleh UKM tersebut kurang bersih karena sudah dipakai berkali-kali untuk memproduksi dodol talas, sehingga tidaklah mustahil ada kotoran-kotoran yang dapat mempercepat kerusakan dari dodol talas milik UKM tersebut. Selain itu, berdasarkan wawancara langsung dengan pemilik usaha dodol talas tersebut, pada tahapan pendinginan dodol setelah diangkat dari loyang, dodol talas hanya dimasukkan ke dalam etalase, sedangkan pada dodol talas yang dibuat pada penelitian ini setelah dodol tidak mengeluarkan uap lagi, dilakukan penutupan 19

6 bagian atas wadah pendinginan dodol dengan plastik. Sehingga, sangatlah memungkinkan saat dilakukan pendinginan dodol talas di dalam etalase tersebut, sudah terdapat spora kapang dalam jumlah besar yang dapat semakin mempercepat pertumbuhan kapang di dodol talas milik UKM Sawargi. Sebaiknya memang dilakukan penutupan wadah pendinginan dodol saat uap tidak muncul lagi dari dodol, karena selain dapat lebih menjamin kebersihannya, umur simpan dodol pun dapat terbantu untuk menjadi lebih panjang. Faktor yang kedua adalah perbedaan cara penyiapan talas segar yang digunakan. UKM Sawargi masih menggunakan talas yang diparut, sedangkan pada penelitian ini menggunakan talas yang diblender. Awalnya, penulis menduga bahwa perbedaan antara penggunaan parutan dengan blender terhadap bentuk hancuran talas segar tidak akan memberikan perbedaan umur simpan yang signifikan. Akan tetapi, ternyata dodol talas yang dibuat dari talas yang dihancurkan dengan blender memiliki umur simpan jauh lebih lama daripada talas yang diparut. Perbedaan ini diduga diakibatkan pengaruh tekanan dan kerusakan granula pati yang diakibatkan oleh proses pemblenderan lebih besar daripada yang diakibatkan oleh proses pemarutan. Saat granula pati mengalami kerusakan akibat proses mekanik, maka bagian yang bersifat amorphous akan meningkat, sehingga menghasilkan kemampuan larut di air dingin yang lebih besar, penurunan suhu gelatinisasi sebanyak 5-10 º C, dan peningkatan kerentanan terhadap reaksi enzimatik (Belitz dan Grosch, 1999). Selain itu, juga terbentuk fragmen-fragmen dari granula pati (Radley, 1976). Terbentuknya fragmen pati tersebut yang terutama menyebabkan perbedaan umur simpan. Granula pati yang telah terfragmen akan memiliki luas permukaan yang lebih besar daripada granula pati yang belum terfragmen. Luas permukaan yang lebih besar ini menyebabkan pengikatan air pada matriks bahan pangan akan menjadi lebih banyak dan lebih kuat. Hal ini disebabkan ukuran granula pati yang semakin kecil mempermudah pengikatan air di permukaan granula pati dan menjadi tidak mudah terlepas. Hal ini menyebabkan air yang terdapat pada dodol talas yang dibuat dari hancuran talas segar yang diblender akan memiliki keterikatan air yang lebih kuat pada matriks bahan pangan daripada hancuran talas segar yang hanya diparut. Keterikatan air yang lebih kuat ini akan mempengaruhi a w dari produk akhir, yaitu a w dodol talas dari hancuran talas yang diblender lebih kecil daripada a w dodol talas dari hancuran talas yang diparut. Nilai a w yang lebih kecil pada dodol talas yang dibuat dari talas segar yang diblender akan membuat berbagai reaksi kimia dan biokimia, termasuk pertumbuhan kapang, akan menjadi lebih lambat. Sehingga, kecepatan kerusakan dodol talas yang dibuat dari talas segar yang diblender akan lebih lambat dibandingkan dengan talas segar yang diparut dan pada akhirnya umur simpannya pun akan menjadi lebih panjang Nilai a w Dodol Talas Air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap keawetan dari suatu produk pangan. Pada produk pangan semi basah seperti dodol, nilai a w sangatlah berperan besar dan merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam menentukan keawetannya. a w merupakan besaran aktivitas air yang terukur dari banyaknya air yang tersedia dan dapat digunakan oleh mikroorganisme di bahan pangan. a w juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara tekanan uap dari air yang ada di dalam bahan pangan dengan tekanan uap dari air murni pada suhu yang sama. Berikut disajikan tabel yang berisikan a w dari berbagai produk pangan. Dodol termasuk ke dalam jenis pangan semi basah, dan bila dilihat pada Tabel 8, yang termasuk pada pangan semi basah adalah selai dan marmalade. Kisaran a w tersebut ( ) hampir sama dengan kisaran a w dari dodol talas pada penelitian ini, baik itu yang dibuat dengan talas segar ataupun tepung talas. 20

7 Tabel 8. a w dari berbagai makanan (Doyle, 1991) Jenis makanan a w Jenis makanan a w Buah, sayur mentah, ikan, daging 0.98 Selai, marmalade Daging masak, roti Permen Daging kuring, keju Buah kering Sosis, sirup Bihun, rempah kering, susu bubuk Beras, kacang-kacangan Pada kisaran a w tersebut, secara teoritis maka pertumbuhan mikroorganisme terhambat, tetapi beberapa reaksi masih dapat terjadi, seperti reaksi Maillard ataupun oksidasi. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan yang terjadi pada bahan pangan yang disebabkan oleh reaksi antara protein dengan karbohidrat, sedangkan oksidasi yang dimaksud disini adalah oksidasi yang menyebabkan ketengikan yang diakibatkan oleh terjadinya reaksi kimia yang melibatkan lemak tidak jenuh pada bahan pangan. Oksidasi tersebut dapat menyebabkan timbulnya off-odors dan off-flavors pada bahan pangan yang mengalami penyimpanan (VanGarde dan Woodburn, 2005). Sehingga, untuk bahan pangan yang disimpan, maka pada suatu waktu tertentu akan menjadi tidak dapat diterima oleh konsumen secara organoleptik. Berdasarkan hasil pengamatan, saat dodol talas mencapai a w 0.80, maka kapang pun akan mulai tumbuh. Hal ini sesuai dengan teori bahwa batas minimal pertumbuhan kapang adalah pada a w Untuk produk pangan semi basah, memang jenis mikroba yang paling umum merusak adalah kapang. Hal ini dikarenakan, produk pangan semi basah umumnya memiliki karbohidrat yang cukup tinggi, yang merupakan nutrien utama yang dibutuhkan oleh kapang untuk tumbuh. Perubahan a w yang terjadi pada dodol talas selama penyimpanan relatif sangatlah kecil, karena a w dodol talas hanya bergerak pada kisaran a w yang sangat sempit, yaitu antara Liniernya perubahan a w pada dodol talas yang disimpan juga ditunjukkan dari nilai r 2 yang didapatkan dari kedua kurva, dengan nilai r 2 kurva dodol talas dari talas segar adalah dan nilai r 2 kurva dodol talas dari tepung talas adalah Nilai r 2 yang sangat kecil tersebut menunjukkan bahwa kedua kurva a w tersebut cenderung linier. Adapun terjadinya fluktuasi nilai a w dari dodol talas, baik itu yang dibuat dari talas segar maupun tepung talas, disebabkan karena dodol talas yang disimpan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan berusaha menyesuaikan diri untuk dapat mencapai kesetimbangan nilai a w. Akan tetapi, seiring dengan berlanjutnya penyimpanan, maka pada satu waktu mulai terjadi pertumbuhan kapang dari bentuk spora hingga terbentuk koloni. Pertumbuhan kapang tersebut memicu terjadinya hidrolisis pada dodol talas, yang selanjutnya mengakibatkan kenaikan nilai a w secara perlahan. Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan perubahan a w dodol talas dari talas segar dan tepung talas. Dari gambar tersebut dapat diamati bahwa pada hari ke-14, untuk dodol yang dibuat dari talas segar, dan hari ke-25, untuk dodol yang dibuat dari tepung talas, mulai terjadi peningkatan nilai a w secara perlahan hingga kemudian pada hari ke-21, untuk dodol yang dibuat dari talas segar, dan hari ke-32, untuk dodol yang dibuat dari tepung talas, kedua dodol talas tersebut memiliki a w lebih dari 0.80 dan koloni kapang sudah mulai tampak. Perbedaan yang mendasar antara dodol talas yang dibuat dari talas segar dengan tepung talas sehingga umur simpan keduanya pun berbeda adalah kemampuan untuk mempertahankan nilai a w untuk tetap berada di bawah 0.80 yang terlihat lebih baik pada dodol yang dibuat dari tepung talas, sehingga bisa mencapai umur simpan 32 hari dibandingkan dengan dodol yang dibuat dari talas segar yang hanya berumur simpan 21 hari. Kemampuan untuk mempertahankan nilai a w ini erat hubungannya dengan proses retrogradasi pati yang terjadi saat dodol yang matang sedang 21

8 didinginkan. Retrogradasi merupakan proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi dengan cara membentuk ikatan silang dengan sesama pati, yang kemudian turut memerangkap air di dalam ikatan silang tersebut (Winarno, 2008). Granula pati yang terdapat pada tepung talas lebih mengalami kerusakan secara mekanik daripada granula pati yang terdapat pada talas segar. Hal ini menyebabkan lebih banyak fragmen granula pati yang terbentuk pada tepung talas dibandingkan dengan talas segar. Fragmen yang lebih banyak tersebut membantu dalam pengikatan air di matriks dodol talas dalam jumlah yang lebih banyak, karena luas permukaannya juga mengalami peningkatan. Kemudian, saat terjadi retrogradasi pati, maka ikatan antar pati yang terbentuk pada dodol talas dari tepung talas akan lebih banyak, karena terdapat jumlah fragmen granula pati yang lebih banyak pula, sehingga air akan lebih terikat dengan kuat daripada dodol talas dari talas segar. 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 a w dodol dari talas segar Gambar 11. a w dodol dari talas segar 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 a w dodol dari tepung talas Gambar 12. a w dodol dari tepung talas Kekerasan Dodol Talas Parameter kekerasan dari dodol talas ini diukur dengan menggunakan instrumen penetrometer. Seiring dengan lamanya suatu produk pangan disimpan, maka tentunya akan terjadi perubahan fisik yang bisa mempengaruhi tekstur, kekerasan, kekenyalan, ataupun parameter fisik lainnya pada suatu produk pangan. Perubahan fisik yang terjadi tersebut disebabkan oleh interaksi molekul ataupun senyawa di dalam bahan pangan ataupun antara bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya. 22

9 Berdasarkan Gambar 13 dan Gambar 14, bisa dilihat bahwa seiring dengan peningkatan lamanya waktu penyimpanan, maka nilai penetrometer juga menjadi semakin kecil, dan memasuki minggu terakhir dari umur simpannya, nilai penetrometer menjadi cenderung stabil. Nilai penetrometer yang semakin kecil menunjukkan bahwa tekstur dodol talas cenderung menjadi lebih keras. Pengerasan tekstur dodol ini selain disebabkan oleh terjadinya perpindahan antara uap air dari dodol talas dengan lingkungannya, juga disebabkan oleh terkuras keluarnya air yang terperangkap di dalam ikatan silang antar pati yang terbentuk saat proses retrogradasi. Ikatan silang antar pati tersebut seiiring dengan lamanya penyimpanan akan menjadi semakin erat dan memaksa air yang terperangkap menjadi keluar dari dalam ikatan silang tersebut. Kombinasi kedua fenomena tersebutlah yang menyebabkan tekstur dodol menjadi lebih keras dan liat seiiring lamanya penyimpanan. Untuk nilai penetrometer awal, bila dibandingkan antara dodol yang dibuat dari tepung talas dengan dodol yang dibuat dari talas segar, lebih besar pada dodol yang dibuat dari talas segar. Hal tersebut berarti tekstur dodol dari talas segar pada awalnya lebih lunak daripada tekstur dodol dari tepung talas. Penyebabnya adalah struktur bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dodol ini. Tepung akan memberikan tekstur sedikit lebih keras, yang terutama bisa dilihat pada saat pembuatan dodol talas dilakukan. Saat dilakukan penambahan tepung talas ke dalam campuran santan, mentega, dan garam yang sudah mendidih, maka akan langsung terbentuk adonan yang liat dan memadat, sedangkan saat dilakukan penambahan talas segar pada tahapan yang sama, adonan yang terbentuk tidak terlalu liat dan masih cukup lembek. Selain itu, ikatan silang antar pati pada dodol yang dibuat dari tepung talas lebih banyak daripada dodol talas yang dibuat dari talas segar, karena fragmen granula patinya jauh lebih banyak yang diakibatkan oleh kerusakan mekanik granula pati saat tahapan penggilingan untuk menghasilkan tepung talas. Bila dibandingkan secara keseluruhan, nilai penetrometer antara dodol talas dari talas segar dengan dodol talas dari tepung talas tidaklah terlalu berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan dari dodol talas itu sendiri bukanlah dipengaruhi oleh banyaknya air yang terkandung di dalam dodol talas, melainkan oleh tingkat pembentukan ikatan antar pati yang terjadi selama proses pemasakan dodol dilakukan. Komposisi penyusun yang sama juga turut berperan terhadap miripnya tingkat kekerasan dodol talas dari talas segar dengan dodol talas dari tepung talas. 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Penetrometer dodol dari talas segar Gambar 13. Nilai penetrometer dodol dari talas segar 23

10 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Penetrometer dodol dari tepung talas Gambar 14. Nilai penetrometer dodol dari tepung talas Aspek Mikrobiologi Dodol Talas Bila dilihat dari segi mikrobiologinya, maka dodol talas ini menjadi tidak dapat diterima lagi pada waktu yang berbeda. Pada dodol talas yang dibuat dari talas segar, kapang mulai tampak secara visual pada hari ke-21, sedangkan pada dodol talas yang dibuat dari tepung talas, kapang mulai tampak secara visual pada hari ke-32. Kapang yang tumbuh pada dodol talas tersebut secara visual memiliki ciri-ciri yang paling mencolok adalah berwarna putih. Suhajati (1995) menemukan bahwa berdasarkan hasil pengamatannya pada dodol garut yang disimpan hingga 3 bulan, terdapat lebih dari 30 jenis jamur yang tumbuh, dengan yang terbanyak adalah dari Aspergillus dengan 14 jenis, dan diikuti oleh Penicillium dengan 8 jenis. Berbagai jenis jamur lainnya yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi pada dodol yang berkapang adalah Cladosporium, Rhizopus, Trichoderma, Fusarium, Curvularia, Helicocephalum, Mucor, Monilia, Circinella, Nigrospora, Paecilomyces, dan Staphylotrichum. Bila dibandingkan dengan batas minimal a w untuk pertumbuhan kapang, maka kapang Aspergillus, yang memiliki a w minimal 0.78 untuk tumbuh, diduga kuat menjadi kapang yang tumbuh pada dodol talas ini. Walaupun secara identifikasi spesifik belum dilakukan, tapi karena jenis-jenis kapang lainnya memerlukan a w yang lebih besar dari 0.80 untuk tumbuh, maka dasar untuk menduga bahwa Aspergillus merupakan kapang yang tumbuh pada dodol talas menjadi semakin kuat. Bila diasumsikan, tentunya spora kapang memerlukan waktu tumbuh sampai menjadi kapang yang tampak secara visual, sehingga a w minimal pertumbuhannya tentuya haruslah di bawah aw saat kapang tersebut sudah terlihat secara visual. Untuk dapat mengidentifikasi secara spesifik jenis kapang yang tumbuh pada dodol, dapat digunakan metode agar Czapek untuk Aspergillus. Identifikasi terhadap jenis Aspergillus dapat dilakukan dengan menggunakan media agar Czapek, ataupun turunan dari agar Czapek, seperti agar Czapek ekstrak khamir dan agar ekstrak malt (Doyle et al., 1997). Kapang yang tumbuh pada dodol talas ini dapat diakibatkan oleh adanya kontaminasi kapang, yang bisa terjadi saat proses produksi, pengemasan, ataupun saat penyimpanan. Beberapa sumber yang diduga dapat menyebabkan kontaminasi kapang pada produk pangan adalah bahan penyusun, peralatan produksi yang tidak higienis, kondisi lingkungan dari tempat produksi, kemasan, orang yang turut serta dalam proses produksi, dan adanya titik mati pada bangunan (Clanton, 2010). Selain itu, kondisi lingkungan penyimpanan turut mendukung pertumbuhan kapang. Seperti yang dipaparkan sebelumnya, penyimpanan dilakukan pada suhu o C dengan RH lingkungan sebesar ± 82%, yang merupakan suhu dan RH optimum dari pertumbuhan kapang. Indonesia sebagai negara tropis memang memiliki suhu yang sangat mendukung pertumbuhan 24

11 berbagai mikroba perusak pada makanan, mulai dari bakteri, kapang, hingga khamir. Melakukan pengendalian suhu dan RH untuk memperpanjang umur simpan dari produk pangan memang dapat dilakukan, seperti dengan cara menggunakan Modified Atmospheric Packaging, Oxygen Scavenger, ataupun dodol talas disimpan di dalam ruangan yang menggunakan Air Conditioner. Akan tetapi, penerapan hal tersebut akan cukup menyulitkan, karena selain membutuhkan biaya yang tidak sedikit, juga akan memberatkan konsumen dalam membelinya. Oleh karena itu, melakukan sedikit pengubahan formulasi merupakan jalan keluar yang lebih murah, tapi memiliki dampak yang hampir setara dengan ketiga cara di atas. Pengubahan formulasi dodol talas ini, yang awalnya menggunakan talas segar kemudian digantikan dengan menggunakan tepung talas, ternyata memberikan perpanjangan umur simpan selama paling tidak 10 hari lebih lama, dan ini sudah memberikan perpanjangan umur simpan yang cukup signifikan, walaupun hasil yang diharapkan sebenarnya lebih lama lagi Karakteristik Organoleptik Dodol Talas Uji organoleptik juga dilakukan untuk membantu melihat perubahan yang terjadi pada beberapa parameter organoleptik dari dodol talas selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan 30 panelis yang tidak terlatih. Parameter yang diujikan ke panelis meliputi tingkat ketengikan dan tingkat kekerasan dari dodol talas tersebut untuk dapat dikonsumsi. Alasan pemilihan ketiga parameter tersebut adalah karena ketiga parameter tersebut dianggap paling mewakili untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap dodol yang sudah mengalami penyimpanan. Tingkat ketengikan dipilih karena diduga dodol akan mengalami hidrolisis lemak yang selanjutnya dapat memicu timbulnya asam lemak bebas yang akan menimbulkan bau tengik pada dodol yang sudah mengalami penyimpanan. Tingkat kekerasan dipilih karena diperkirakan dodol akan mengalami pengerasan pada bagian permukaannya yang disebabkan oleh adanya transfer air antara dodol talas dengan lingkungannya. Sehingga, dodol yang terlalu keras karena penyimpanannya terlalu lama, bisa saja sudah tidak dapat diterima lagi oleh panelis. Kelayakan dari dodol diujikan untuk melihat apakah panelis merasa dodol tersebut secara organoleptik masih layak untuk dikonsumsi ataupun beredar di masyarakat sebagai jajanan. Hal yang ditekankan disini adalah uji organoleptik ini bukanlah menjadi data utama dalam penelitian ini, tetapi sifatnya lebih kepada mencari tahu dan membandingkan dengan data analisis kimia, fisik, dan mikrobiologis. Semisal, bisa saja data analisis organoleptik menunjukkan dodol masih layak dikonsumsi, tapi karena sudah ditumbuhi kapang yang dapat terlihat secara visual, tentunya secara etika, dodol talas tersebut sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi Tingkat Ketengikan Dodol Talas Untuk penilaian tingkat ketengikan, intensitas ketengikannya menggunakan 4 nilai, yaitu 1=tidak tengik, 2=agak tengik, 3=tengik, dan 4=sangat tengik. Berdasarkan Gambar 15 yang menunjukkan hasil organoleptik dari tingkat ketengikan dodol talas mulai dari minggu 0 penyimpanan hingga minggu II untuk dodol talas dari talas segar dan minggu IV untuk dodol talas dari tepung talas, terlihat bahwa ada kecenderungan peningkatan nilai tingkat ketengikan yang diberikan oleh para panelis seiring dengan meningkatnya hari penyimpanan dilakukan yang berarti tingkat ketengikan dari produk semakin meningkat. Akan tetapi, berdasarkan berbagai komentar dari panelis, peningkatan ini masih dalam batasan yang wajar dan belum terlalu mengganggu secara organoleptik. Hanya saja memang sudah terasa agak sedikit berbau tengik. Berdasarkan Gambar 15, ketengikan dodol talas dari talas segar hanya berkisar antara tidak tengik hingga agak tengik, sedangkan ketengikan dodol talas dari tepung talas berkisar antara tidak tengik hingga tengik. Terutama untuk dodol talas dari tepung talas, pada minggu II sebagian 25

12 besar panelis sudah menyatakan bahwa dodol talas sudah agak tengik, yang berarti panelis telah merasakan ketengikan dari dodol. Sementara itu, untuk dodol talas dari talas segar, hingga minggu III hanya sebagian kecil panelis yang menyatakan dodol mulai agak tengik. Secara teori, memang produk dodol talas dapat mengalami peningkatan ketengikan yang diakibatkan oleh hidrolisis lemak yang selanjutnya akan menghasilkan berbagai asam lemak bebas volatil yang memiliki bau seperti bau tengik. Untuk sebagian konsumen dodol, peningkatan ketengikan dodol talas dapat membuat terjadinya penolakan konsumen untuk mau mengkonsumsi dodol talas. Akan tetapi, dari hasil uji organoleptik dodol talas ini walaupun sudah mulai muncul bau tengik, panelis memberikan komentar bahwa masih dapat menerima ketengikan tersebut. Berdasarkan hasil analisis data dengan SPSS 16 dan menggunakan T-test pada tingkat kepercayaan 95%, didapatkan hasil bahwa baik itu pada minggu 0, I, dan II, tingkat ketengikan antara dodol talas yang dibuat dari talas segar dengan tepung talas tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Pernyataan tersebut diambil berdasarkan hasil T-test untuk setiap pasangan perbandingan, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1, yaitu nilai syg. > 0.05, yang berarti hasilnya tidak berbeda nyata. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa walaupun secara kuantitatif terlihat tingkat ketengikan antara dodol talas yang dibuat dari tepung talas dengan talas segar pada minggu 0, minggu I, dan minggu II berbeda, tetapi setelah dianalisis secara statistik ternyata tidak berbeda nyata. Untuk tingkat ketengikan dodol talas dari tepung talas minggu III dan IV tidak dapat diuji karena tidak ada perbandingan pada minggu yang sama untuk dodol talas dari talas segar. Hal ini dikarenakan umur simpan dodol talas dari talas segar yang telah berakhir pada minggu III Ketengikan dodol dari tepung talas Ketengikan dodol dari talas segar 0 0 I II III IV Gambar 15. Hasil uji organoleptik dengan parameter ketengikan dodol talas Tingkat Kekerasan Dodol Talas Untuk penilaian tingkat kekerasan, intensitas kekerasannya menggunakan 7 nilai, yaitu 1=sangat keras, 2=keras, 3=agak keras, 4=netral, 5=agak lunak, 6=lunak, dan 7=sangat lunak. Berdasarkan Gambar 16, hasil dari uji tekstur dodol talas secara organoleptik menunjukkan bahwa seiring peningkatan lamanya penyimpanan, panelis memberikan nilai kekerasan dodol talas, baik itu untuk dodol dari talas segar maupun dari tepung talas, yang semakin menurun. Hal ini berarti bahwa dodol talas memiliki tekstur yang semakin keras secara organoleptik seiring dengan semakin lama penyimpanan dilakukan. Akan tetapi, bila dibandingkan antara hasil organoleptik kekerasan dodol yang dibuat dari talas segar dengan dodol yang dibuat dari tepung talas, maka panelis menganggap bahwa tekstur dodol talas dari talas segar lebih lunak daripada tekstur dodol talas dari tepung talas. 26

13 Kekerasan dodol dari tepung talas Kekerasan dodol dari talas segar I II III IV Gambar 16. Hasil uji organoleptik dengan parameter kekerasan dari dodol talas Bila dilihat kembali pada Gambar 13 dan Gambar 14, nilai penetrometer dodol talas dari talas segar maupun tepung talas tidak terlalu berbeda dan berada pada kisaran angka yang hampir sama. Ini tentu saja berbeda dengan hasil uji organoleptik karena panelis menganggap bahwa dodol talas dari talas segar lebih lunak daripada dodol talas dari tepung talas. Perbedaan hasil kekerasan antara uji penetrometer dengan organoleptik, diduga terjadi karena pada uji penetrometer sudah memiliki standar besarnya tekanan dan waktu penetrasi probe ke sampel, sedangkan pada uji organoleptik sangat bergantung pada indra dari panelis. Penggunaan indra manusia untuk memberikan nilai dan mengukur suatu parameter tertentu pada produk pangan merupakan keunikan dari uji organoleptik yang tidak dapat dicapai dengan alat-alat pengukur lainnya. Secara umum, uji organoleptik memiliki kelebihan bahwa hasil dari uji tersebut merepresentasikan penilaian calon konsumen yang akan mengkonsumsi suatu produk tertentu. Akan tetapi, kekurangannya adalah data yang dihasilkan bisa sangatlah bervariasi karena setiap individu manusia memiliki karakteristik yang berbeda, dan dapat dengan mudah terbiaskan oleh berbagai faktor, seperti kondisi lingkungan tempat pengujian, maupun kondisi fisiologis dan psikologis dari panelis (Waysima, 2009). Walaupun memang hasil uji kekerasan dari uji penetrometer dengan uji organoleptik memberikan nilai yang sedikit berbeda, akan tetapi kecenderungan yang ditunjukkan oleh uji penetrometer dan uji organoleptik ini sama, yaitu bahwa seiring dengan semakin lamanya penyimpanan dilakukan maka dodol talas akan menjadi semakin keras. Paling tidak, adanya kecenderungan tersebut membuat data yang didapatkan dari kedua uji ini saling menguatkan. Kemudian, berdasarkan data yang didapat dari panelis, setelah dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS 16 T-test pada tingkat kepercayaan 95%, didapatkan hasil nilai syg. < 0.05 untuk setiap pasangan yang diujikan meliputi kekerasan dodol talas dari talas segar dan tepung talas pada minggu 0, minggu I, dan minggu II. Untuk nilai lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai syg. < 0.05 berarti bahwa pasangan yang diujikan berbeda nyata pada taraf 5%. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa secara statistik, kekerasan dodol talas yang dibuat dari tepung talas maupun talas segar baik itu pada minggu 0, I, dan II, berbeda nyata pada taraf 5%, sehingga bila dilihat berdasarkan angkanya, maka dapat disimpulkan bahwa tekstur dodol talas dari tepung talas relatif lebih keras daripada tekstur dodol talas dari talas segar. Untuk kekerasan dodol talas dari tepung talas minggu III dan IV tidak dapat diuji karena tidak ada perbandingan pada minggu yang sama untuk dodol talas dari talas segar. Hal ini dikarenakan umur simpan dodol talas dari talas segar yang telah berakhir pada minggu III. 27

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS Aniswatul Khamidah 1 dan Eliartati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan.

Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan. Sosis Kedelai, Keju Kedelai (Sufi), Dodol Susu, EdiMe Flm (Pengemas Edible) Pema Memh (Angkak) 58 DODOL SUSU Dodol menurut SNI 01-2986-1992 me~pakan makanan semi basah yang pembuatannya dari tepung beras

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan dari Tape Ketan Beta karoten ini akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2015 pukul 09.00-17.00 di Jln. Gombang alas

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Lampung. Kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenang identik dengan rasa manis dan gurih yang lekat. Secara umum jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat dari bahan buah-buahan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP Bengkuang merupakan buah yang kaya akan zat gizi yang mempunyai peranan yang penting untuk kesehatan terutama vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cake beras ketan hitam merupakan salah satu produk bakery dan tergolong sponge cake jika ditinjau dari proses pengolahannya. Cake beras ketan hitam memiliki karakteristik

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan Pelatihan Kewirausahaan untuk Pemula olahan dengan memperhatikan nilai gizi dan memperpanjang umur simpan atau keawetan produk. Untuk meningkatkan keawetan produk dapat dilakukan dengan cara : (1) Alami

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DODOL DURIAN SEBAGAI SALAH SATU PRODUK KHAS MALUKU PROCESSING OF DODOL DURIAN AS OF MOLUCCAS SPECIAL PRODUCT

PENGOLAHAN DODOL DURIAN SEBAGAI SALAH SATU PRODUK KHAS MALUKU PROCESSING OF DODOL DURIAN AS OF MOLUCCAS SPECIAL PRODUCT MAJALAH BIAM Vol. 9 No. 2, Desember 2013, Hal 89-94 PENGOLAHAN DODOL DURIAN SEBAGAI SALAH SATU PRODUK KHAS MALUKU PROCESSING OF DODOL DURIAN AS OF MOLUCCAS SPECIAL PRODUCT Leopold M. Seimahuira Balai Riset

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci