SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN STROBERI DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG AYURI NUR ASHARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN STROBERI DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG AYURI NUR ASHARI"

Transkripsi

1 SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN STROBERI DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG AYURI NUR ASHARI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Ayuri Nur Ashari NIM H

4 2

5 3 ABSTRAK AYURI NUR ASHARI. Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh SITI JAHROH. Stroberi merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan memiliki peluang pasar cukup baik. Harga di petani lebih rendah dibandingkan di konsumen akhir menyebabkan marjin pemasaran tinggi. Selain itu, terdapat kegiatan pengolahan stroberi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis lembaga dan fungsi pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya; menganalisis nilai tambah dodol, sirup, dan selai dengan metode Hayami. Pengambilan data menggunakan metode random sampling untuk responden petani, snowball sampling untuk responden lembaga pemasaran dan untuk responden pengolah stroberi. Hasil penelitian sistem pemasaran menunjukkan bahwa saluran satu, sepuluh, dan dua belas relatif efisien dalam menyalurkan stroberi grade AB dan C sedangkan saluran dua relatif efisien dalam menyalurkan stroberi grade BS. Hasil penelitian nilai tambah olahan stroberi menunjukkan bahwa dodol stroberi memiliki rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan terbesar dibanding sirup dan selai. Kata kunci: marjin pemasaran, metode Hayami, saluran pemasaran, struktur pasar ABSTRACT AYURI NUR ASHARI. Marketing System and Value Added of Strawberry Product at Alamendah Village, Rancabali Sub-district, Bandung District. Supervised by SITI JAHROH. Strawberry is one of the horticultural plants that has a high economic value and has a good market opportunity. Strawberry price at the farmer level is lower than at the end consumer, causing a high marketing margin. In addition there are also activities of strawberry processing. This study aims to analyze the marketing institution and function, marketing channel, market structure and market behaviour; to analyze the marketing margin, farmer s share, and benefit-cost ratio; to analyze the value added of dodol, syrup, and jam with Hayami method. Data were collected through random sampling method for farmers as respondents, snowball sampling for marketing institutional respondents and for processed strawberry respondent. The results showed that the first, tenth, and twelfth channels was relatively efficient to distribute strawberry in grade AB and C, while second channel was relatively efficient to distribute strawberry in grade BS. The results of value added analysis of processed strawberry products have shown that value added ratio and profit level of dodol was the highest compared to syrup and jam. Keywords: Hayami method, market structure, marketing channel, marketing margin

6 4

7 5 SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN STROBERI DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG AYURI NUR ASHARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8 6

9

10 8

11 9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah sistem pemasaran dan nilai tambah, dengan judul Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, arahan, kesabaran, dan waktu kepada penulis selama penyusunan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Yanti Nuraeni Muflikh, SP M Agribus selaku dosen pembimbing akademik, Rahmat Yanuar, SP MSi selaku dosen penguji utama dan Maryono, SP MSc selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Retno Puspita yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Adi dari Kantor Desa Alamendah, Bapak Rudi dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Rancabali, petani stroberi Desa Alamendah, pedagang stroberi, pengolah UKM Sinar Asih, dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari rekan rekan Agribisnis 49 dan temanteman lainnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Juli 2016 Ayuri Nur Ashari

12 10

13 11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 Lembaga dan Fungsi Pemasaran 7 Saluran Pemasaran 8 Struktur dan Perilaku Pasar 9 Efisiensi Pemasaran 10 Analisis Nilai Tambah pada Olahan Produk Pertanian 10 KERANGKA PEMIKIRAN 11 Kerangka Pemikiran Teoritis 11 Konsep Sistem Pemasaran 11 Konsep Lembaga dan Fungsi Pemasaran 12 Konsep Saluran Pemasaran 14 Konsep Struktur Pasar 14 Konsep Perilaku Pasar 15 Konsep Marjin Pemasaran 16 Konsep Farmer s Share 17 Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya 18 Konsep Efisiensi Pemasaran 18 Konsep Nilai Tambah Hayami 18 Kerangka Pemikiran Operasional 20 METODE PENELITIAN 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Jenis dan Sumber Data 22

14 12 Metode Pengumpulan Data 22 Metode Pengolahan dan Analisis Data 23 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran 24 Analisis Saluran Pemasaran 24 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar 24 Analisis Marjin Pemasaran 24 Analisis Farmer s Share 25 Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya 26 Analisis Efisiensi Pemasaran 26 Analisis Nilai Tambah 26 GAMBARAN UMUM PENELITIAN 27 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 27 Gambaran Umum Usahatani Stroberi di Desa Alamendah 29 Karakteristik Petani Responden 31 Usia 32 Jenis Kelamin 32 Tingkat Pendidikan 33 Status Usahatani Stroberi 33 Luas Lahan 34 Pengalaman Usahatani Stroberi 34 Karakteristik Pedagang Responden 35 Usia 35 Jenis Kelamin 35 Tingkat Pendidikan 36 Gambaran Umum Usaha Pengolahan Stroberi di Desa Alamendah 37 Dodol Stroberi 38 Sirup Stroberi 39 Selai Stroberi 40 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran 41 Analisis Saluran Pemasaran 47 Analisis Struktur Pasar 56

15 13 Analisis Perilaku Pasar 58 Analisis Marjin Pemasaran 61 Analisis Farmer s Share 68 Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya 69 Efisiensi Pemasaran 71 Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Stroberi 72 SIMPULAN DAN SARAN 75 Simpulan 75 Saran 76 DAFTAR PUSTAKA 77 LAMPIRAN 79 RIWAYAT HIDUP 87

16 14 DAFTAR TABEL 1 Konsumsi hortikultura buah-buahan dan sayuran (kg/tahun/kapita) tahun Produksi, luas panen, dan produktivitas buah-buahan semusim di Indonesia tahun Produksi, luas panen, dan produktivitas stroberi di lima sentra di Indonesia tahun Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas stroberi di daerah sentra di Jawa Barat tahun Karakteristik struktur pasar pangan berdasarkan sudut pandang penjual dan pembeli 15 6 Jumlah petani dan sampel petani stroberi di Desa Alamendah 23 7 Prosedur perhitungan nilai tambah dan keuntungan produk olahan stroberi 27 8 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Alamendah tahun Mata pencaharian penduduk di Desa Alamendah tahun Grade stroberi di Desa Alamendah Karakteristik petani responden berdasarkan usia Karakteristik petani responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik petani berdasarkan status usahatani Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan usahatani stroberi Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Karakteristik pedagang responden berdasarkan usia Karakteristik pedagang responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik pedagang responden berdasarkan pengalaman berdagang Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan dodol stroberi Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan sirup stroberi Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan selai stroberi Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga pemasaran stroberi di Desa Alamendah Farmer's share pada setiap saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Rasio keuntungan terhadap biaya setiap lembaga pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Efisiensi pemasaran pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Nilai tambah olahan stroberi (dodol, sirup, dan selai) di Desa Alamendah 74

17 15 DAFTAR GAMBAR 1 Kurva marjin pemasaran 16 2 Kerangka pemikiran operasional 21 3 Lahan petani stroberi 30 4 Produk olahan stroberi 38 5 Aktivitas penyortiran petani 43 6 Aktivitas penyortiran dan grading pedagang pengumpul II 45 7 Kios pedagang pengecer yang berada di pinggir jalan Desa Alamendah 47 8 Skema saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung 48 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kontribusi PDB atas harga konstan tahun tahun dasar 2010 (dalam persen) 79 2 Fungsi-fungsi setiap lembaga pemasaran pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah 80 3 Perincian biaya-biaya, keuntungan, dan marjin pemasaran stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung 81 4 Jumlah responden, jumlah pembelian dan penjualan, serta harga beli dan harga jual setiap lembaga pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah 85 5 Dokumentasi penelitian 86

18 16

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produk hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani. Keunggulan produk hortikultura yaitu memiliki nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Selain itu, produk hortikultura telah berkontribusi secara nyata dalam mendukung perekonomian nasional, baik dalam penyediaan produk pangan, kesehatan dan kosmetika, perdagangan, penciptaan produk domestik bruto maupun penyerapan tenaga kerja (Dirjenhor 2016). Kontribusi produk hortikultura terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2014 yaitu menjadi 1.52 persen dari 1.44 persen pada tahun 2013, sehingga sektor hortikultura memiliki peluang untuk terus dikembangkan lebih lanjut agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi untuk pembangunan perekonomian Indonesia (Lampiran 1). Salah satu jenis produk hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah buah-buahan. Pertama, kebutuhan pangan karbohidrat masyarakat Indonesia dapat dikatakan cukup namun untuk kebutuhan vitamin dan mineral masyarakat Indonesia masih dibawah tingkat kecukupan, yang mana sumber vitamin tersebut dapat diperoleh dari konsumsi buah-buahan dan sayuran (Ashari 1995). Kedua, produksi buah-buahan di Indonesia pada tahun 2013 mengalami penurunan yaitu pada tahun 2012 sebesar ton menurun menjadi ton pada tahun 2013 (Dirjenhor 2016), sehingga buah-buahan berpotensi untuk terus dikembangkan agar dapat meningkatkan produksinya. Ketiga, tingkat konsumsi buah-buahan dan sayuran di Indonesia masih jauh lebih rendah dari rekomendasi FAO/UNDP yaitu sebesar 75 kg/kapita/tahun. Dengan demikian peluang untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur masih sangat terbuka lebar (Dirjenhor 2016). Konsumsi hortikultura untuk buah-buahan dan sayuran tahun terus mengalami penurunan (Tabel 1). Rendahnya konsumsi buah dan sayur pada tahun disebabkan oleh distribusi buah yang tidak merata di pasaran, berkurangnya pasokan, dan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi buah (Dirjenhor 2016). Tabel 1 Konsumsi hortikultura buah-buahan dan sayuran (Kg/tahun/kapita) tahun Komoditas Tahun Buah-buahan Sayuran Total buah dan sayur Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2016

20 2 Buah-buahan dikelompokkan menjadi buah-buahan semusim dan buahbuahan tahunan. Buah-buahan semusim adalah tanaman sumber vitamin, mineral dan lain-lain yang dikonsumsi dari bagian tanaman berupa buah, berumur kurang dari satu tahun, tidak berbentuk pohon atau rumpun tetapi menjalar, dan berbatang lunak. Komoditi buah-buahan semusim yaitu melon, semangka, blewah, dan stroberi. Sedangkan buah-buahan tahunan adalah tanaman sumber vitamin, mineral, dan lain-lain yang dikonsumsi dari bagian tanaman berupa buah dan merupakan tanaman tahunan, umumnya dapat dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu (dikonsumsi segar). Komoditi buah-buahan tahunan yaitu mangga, manggis, pepaya, alpukat, durian, dan lainnya (Kementan 2016). Salah satu komoditas buah-buahan semusim yang memiliki prospek pengembangan yang cukup baik adalah stroberi. Stroberi memiliki produktivitas yang cukup tinggi pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tanaman semusim lainnya (Tabel 2). Tanaman stroberi merupakan salah satu tanaman hortikultura yang daya pikatnya terletak pada warnanya yang mencolok serta rasanya manis dan asam segar. Selain itu, stroberi memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, yaitu sebagai sumber vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia (Soemadi 1997). Stroberi memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena harga jual stroberi di konsumen akhir cukup tinggi. Tabel 2 Produksi, luas panen, dan produktivitas buah-buahan semusim di Indonesia tahun 2013 Komoditi Produksi (ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Melon Semangka Blewah Stroberi Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2016 Stroberi memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai alternatif yang bagus untuk meningkatkan kesehatan jantung, mengurangi risiko terserang beberapa jenis kanker, membantu menyehatkan otak, memutihkan kulit, dan memberikan dorongan positif terhadap kesehatan tubuh (Kurnia 2006). Berdasarkan standar Amerika serikat, jika memakan 8 buah stroberi berukuran sedang dapat mencukupi 160 persen kebutuhan vitamin C per hari dibandingkan dengan sebutir jeruk. Selain itu, stroberi mempunyai peluang pasar yang semakin luas, karena buah stroberi ini tidak hanya dapat dikonsumsi segar tetapi stroberi juga dapat diolah menjadi sirup, selai, dodol, manisan, jus, dan bahan baku pembantu es krim serta bagian yang dapat dimakan dari buah stroberi mencapai 96 persen (Budiman dan Saraswati 2013). Sentra pembudidayaan stroberi terbesar di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Jawa Barat merupakan salah satu sentra yang memiliki produksi paling tinggi dibandingkan daerah lainnya. Pada tahun 2013 jumlah produksi stroberi di Jawa Barat yaitu ton dengan luas panen terluas 416 Ha dan produktivitasnya yaitu ton per hektar paling tinggi dibandingkan daerah lainnya (Tabel 3). Produksi dan luas

21 3 panen stroberi paling rendah terdapat di daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu dengan jumlah produksi 482 ton dan luas panen sebesar 39 Ha, sedangkan produktivitas paling rendah terdapat di Provinsi Bali sebesar 8.48 ton per hektar. Tabel 3 Produksi, luas panen, dan produktivitas stroberi di lima sentra di Indonesia tahun 2013 Lokasi Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Jawa Barat Jawa Tengah Bali Jawa Timur Sumatera Utara Sumber: Kementerian Pertanian 2015 Beberapa daerah penghasil stroberi di Jawa Barat antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya (Tabel 4). Produksi stroberi paling tinggi pada tahun 2013 terdapat di Kabupaten Bandung yaitu ton atau 97 persen dari total produksi keseluruhan di Jawa Barat, kemudian diikuti Kabupaten Garut dan Tasik dengan total produksi ton dan 812 ton. Namun, produktivitas paling tinggi adalah terdapat di Kabupaten Tasikmalaya yaitu sebesar 406 ton per hektar dan diikuti Kabupaten Bandung sebesar ton per hektar. Tabel 4 Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas stroberi di daerah sentra di Jawa Barat tahun 2013 Kabupaten Produksi (ton) Luas panen (ha) Produktivitas (Ton/ha) Kab.Bandung Kab. Garut Kab.Tasikmalaya Kab. Bandung Barat Sumber: Kementerian Pertanian 2015 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menjadikan Kecamatan Ciwidey, Rancabali, dan Pasirjambu sebagai kawasan andalan nasional untuk pengembangan komoditas stroberi di Kabupaten Bandung 1. Berdasarkan data Kabupaten Bandung Dalam Angka (KBDA) (2013), bahwa Kecamatan Rancabali merupakan salah satu daerah penghasil stroberi terbesar di Kabupaten Bandung dengan total produksi pada tahun 2012 sebesar 300 ton. Penyebaran produksi stroberi di Kecamatan Rancabali diantaranya adalah di Desa Sukaresmi dan Desa Alamendah. Produksi terbesar berada di Desa Alamendah yaitu sebesar 250 ton sedangkan di Desa Sukaresmi sebesar 50 ton. Selain itu, menurut Inpres Nomor 6 Tahun 2007 yang menugaskan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan 1 Sepuluh kecamatan di Kabupaten Bandung potensial agrobisnis [diunduh 2015 November 17]. Tersedia pada: (

22 4 menengah melalui pendekatan OVOP (One Village, One Product) maka Desa Alamendah mulai berkembang menjadi daerah terluas di Kabupaten Bandung dengan komoditas utama buah stroberi dan beragam olahannya. Melimpahnya produksi stroberi di Kabupaten Bandung serta buah stroberi yang mudah rusak mendorong munculnya upaya pengolahan terhadap stroberi menjadi beberapa produk olahan stroberi. Proses pengolahan stroberi dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah stroberi yang bernilai jual rendah (stroberi afkiran) menjadi produk olahan yang bernilai jual tinggi dan memberi nilai tambah bagi pelaku usaha. Adanya pengolahan juga bermanfaat untuk memperpanjang umur simpan, menampung kelebihan produksi pada saat panen raya atau memanfaatkan buah yang tidak memenuhi standar mutu buah segar. Stroberi di sentra produksi Indonesia tidak hanya didistribusikan untuk memenuhi pasar lokal saja, namun juga didistribusikan untuk memenuhi pasar luar provinsi. Pemasaran stroberi ke luar provinsi ditujukan untuk memenuhi permintaan nasional terhadap stroberi melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti harga, biaya yang dikeluarkan, dan keuntungan yang diperoleh setiap pelaku pemasaran. Kondisi ini menimbulkan adanya beberapa saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan menimbulkan adanya biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga pemasaran. Besarnya biaya pemasaran dan keuntungan akan mengarah pada besarnya selisih harga stroberi di tingkat produsen dan konsumen akhir. Selisih harga ditingkat produsen dengan harga ditingkat konsumen tersebut disebut dengan marjin pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu bahwa marjin pemasaran stroberi di beberapa wilayah sentra di Indonesia dapat dikatakan tinggi. Yuniarsih (2013) menyimpulkan di sentra produksi Jawa Tengah, dimana saat stroberi sampai pada konsumen akhir di Kabupaten Karanganyar marjin yang terjadi yaitu sebesar Rp per kilogram atau 42.3 persen. Fauzi dkk (2015) menyimpulkan di sentra produksi Sumatera Utara dimana saat stroberi sampai pada konsumen akhir luar daerah (luar Kabupaten Karo) dan konsumen lokal (Kabuapten Karo) marjin yang terjadi sebesar Rp per kilogram atau persen dan Rp per kilogram atau persen. Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan maka komoditas stroberi memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan terutama di Kabupaten Bandung. Akan tetapi dalam pengembangannya keuntungan yang layak bagi petani sangat penting agar produksi stroberi dapat terus optimal sehingga membuat ketersediaan stroberi kontinu dengan harga yang terjangkau sehingga perlu diketahui bagaimana sistem pemasaran stroberi di Kabupaten Bandung dengan menggunakan beberapa pendekatan serta melihat tingkat efisiensi pemasaran stroberi. Sistem pemasaran yang efisien sangat penting dalam memasarkan hasil produksi tanaman hortikultura termasuk stroberi, sehingga bagian yang diterima petani lebih tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan petani, usaha tanaman menguntungkan, terciptanya nilai tambah produk, dan konsumen puas. Selain itu, perlu juga diteliti mengenai besaran nilai tambah dari produk-produk olahan stroberi yang telah dikembangkan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali.

23 5 Perumusan Masalah Stroberi merupakan salah satu buah-buahan yang mudah rusak, sehingga penanganan pasca panen stroberi harus segera dilakukan agar produk sampai ke konsumen dalam keadaan segar dan kondisi baik. Penyampaian stroberi dari petani sampai ke konsumen membutuhkan pemasaran. Pemasaran merupakan bagian terpenting dalam usahatani stroberi karena pemasaran akan berpengaruh terhadap efisiensi pemasaran, biaya, dan keuntungan yang didapat oleh masingmasing pelaku pemasaran. Pemasaran stroberi dari petani sampai ke konsumen membutuhkan beberapa pedagang perantara misalnya pedagang pengumpul, pedagang besar, atau pedagang pengecer. Oleh karena itu, lembaga pemasaran sangat mempengaruhi hal-hal yang berkaitan dengan pemasaran stroberi seperti marjin pemasaran, saluran distribusi, dan keuntungan pemasaran. Permasalahan pemasaran stroberi di Desa Alamendah adalah banyaknya selisih marjin pemasaran dari produsen ke konsumen. Harga stroberi di tingkat petani Desa Alamendah rendah yaitu untuk musim panen Bulan Oktober adalah Rp per kilogram dalam bentuk curah 2. Harga di tingkat tengkulak adalah Rp per kilogram Rp per kilogram untuk di jual langsung ke konsumen atau supermarket 3, serta harga di salah satu supermarket daerah Bogor adalah berkisar Rp per kilogram. Perbedaan harga yang terjadi ditingkat petani dengan konsumen cukup besar mengindikasikan bahwa terdapat pihakpihak lembaga pemasaran yang mengambil keuntungan yang banyak dari sistem pemasaran stroberi di Desa Alamendah atau bisa juga karena biaya pemasaran yang tinggi. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Permana (2010) bahwa harga jual stroberi secara keseluruhan di daerah Ciwidey relatif lebih murah yaitu Rp per kilogram dibandingkan dengan harga stroberi di daerah Lembang yaitu Rp per kilogram untuk dijual langsung kepada konsumen. Petani tidak memiliki bargaining position yang kuat dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya, karena petani sebagai penerima harga (price taker) menyebabkan peran pedagang lebih tinggi dalam menentukan harga dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, sehingga dapat menyebabkan marjin pemasaran yang tinggi. Selain itu, belum optimalnya peran dari kelompok tani dan kurangnya perhatian pemerintah kabupaten kepada petani 4. Permasalahan lain yang sering terjadi pada pascapanen stroberi adalah rantai pasok yang panjang dan tidak adanya dukungan teknologi yang memadai sehingga buah stroberi mudah rusak (perishable) selama proses transportasi 5. Dari hasil penelitian Furqon (2013) bahwa rantai pasok stroberi di Kabupaten Bandung termasuk kategori tidak efisien, terlihat dari marjin yang sangat besar yaitu dengan margin keseluruhan sebesar 400 persen. Usia penyimpanan stroberi yang relatif pendek yaitu hanya dapat bertahan sekitar 2-3 hari mengakibatkan petani memerlukan pemasaran yang cepat. 2 Wawancara dengan petani di Desa Alamendah pada Bulan Mei dan Oktober Wawancara dengan tengkulak yang berada di Desa Alamendah pada Bulan Oktober Petani stroberi keluhkan penurunan produksi [diunduh 2016 Januari 18]. Tersedia pada: 5 Peningkatan kualitas buah segar stroberi melalui penanganan panen dan pascapanen [diunduh 2015 November 23]. Tersedia pada:

24 6 Pemasaran yang tidak cepat dapat menimbulkan penyusutan berupa penurunan harga karena stroberi akan menjadi busuk atau rusak dan juga tidak memenuhi standar pasar serta kegiatan sortasi dari pedagang pengumpul membuat ada hasil produksi yang tidak terjual. Selain itu, hasil panen di Kecamatan Rancabali 40 persen merupakan grade yang hanya cocok untuk diolah, sehingga banyak masyarakat yang mulai tertarik untuk mengolah stroberi yang dapat meningkatkan nilai tambah (Ramadhan 2014). Desa Alamendah telah mengembangkan pengolahan stroberi untuk peningkatan nilai tambah tersebut dengan berdirinya beberapa UKM dan industri rumahan (home industry). Berdasarkan kondisi tersebut, adanya selisih harga yang tinggi di tingkat petani dan konsumen dan juga petani sebagai price taker menjadikan posisi tawar yang rendah dalam penentuan harga. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam sistem pemasaran sehingga petani stroberi diharapkan dapat memperoleh bagian harga yang memadai guna mendorong peningkatan produksi stroberi dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, pengolahan stroberi menjadi berbagai macam produk makanan dan minuman sebagai upaya peningkatan nilai tambah perlu dihitung besaran nilainya untuk mengetahui produk olahan stroberi jenis apa yang memiliki tingkat keuntungan dan rasio nilai tambah terbesar untuk dapat dikembangkan lebih lanjut karena pengolahan merupakan salah satu fungsi fisik dalam sistem pemasaran. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pemasaran stroberi melalui pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung? 2. Bagaimana efisiensi operasional pemasaran stroberi melalui pendekatan marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung? 3. Berapa besar nilai tambah yang dapat diperoleh dari pengolahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Menganalisis sistem pemasaran stroberi melalui pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. 2. Menganalisis efisiensi operasional pemasaran stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung dengan pendekatan marjin pemasaran, farmer s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya. 3. Menganalisis nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai.

25 7 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi masukan serta tambahan pengetahuan dan wawasan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu: 1. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan masukan dalam menjual atau memasarkan dan mengolah stroberi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. 2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemasaran stroberi dalam perspektif ekonomi (makro) di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Pada analisis sistem pemasaran berfokus pada komoditas stroberi dalam bentuk segar (fresh product) yang belum diproses menjadi produk turunan stroberi. Petani yang dijadikan responden adalah petani stroberi di Desa Alamendah dan lembaga pemasaran terkait. Analisis penelitian dibatasi untuk mengkaji sistem pemasaran sampai ke konsumen untuk wilayah Kabupaten Bandung, Pasar Induk Caringin, dan Pedagang yang berada di Bogor. Penelitian ini mengkaji sistem pemasaran dengan melihat lembaga, fungsi, saluran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya untuk melihat efisiensi operasional pemasaran stroberi. Sedangkan untuk analisis nilai tambah berfokus pada produk hasil olahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai yang dilakukan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan untuk menganalisis nilai tambah produk stroberi adalah metode Hayami. TINJAUAN PUSTAKA Lembaga dan Fungsi pemasaran Pemasaran stroberi dari produsen sampai ke konsumen akhir membutuhkan lembaga pemasaran agar stroberi dapat sampai ke tangan konsumen. Kurniawati (2007), Fauzi dkk (2015), dan Yuniarsih (2013) lembaga yang terlibat dalam pemasaran stroberi adalah pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul besar (bandar), dan pedagang pengecer. Namun, pada penelitian Fauzi dkk (2015) terdapat pedagang luar daerah dan pada penelitian Kurniawati (2007) terdapat lembaga lain yaitu supermarket. Hendrayati (2010), lembaga pemasaran yang terlibat di Kecamatan Rancabali yaitu pedagang pengumpul, Bandar, Bandar besar, dan pedagang pengecer lokal maupun non-lokal. Dapat disimpulkan bahwa dari keempat penelitian tersebut sebagian besar petani menjual hasil panennya

26 8 kepada pedagang pengumpul, sehingga peran pedagang pengumpul sebagai lembaga pemasaran selalu ada dalam sistem pemasaran stroberi. Lembaga pemasaran dalam memasarkan stroberi mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Namun, tidak semua lembaga pemasaran melakukan fungsi pemasaran tersebut. Yuniarsih (2013), tugas dan fungsi lembaga pemasaran pedagang pengumpul adalah melakukan fungsi pembelian dan penjualan, fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan sementara, fungsi penggunaan resiko dan menyampaikan informasi kepada pihak yang membutuhkan. Pedagang besar melakukan fungsi pembelian dan penjualan, fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan sementara, fungsi sortasi dan grading, fungsi penanggungan risiko rusak dan menyampaikan informasi kepada pihak yang membutuhkan, serta fungsi pengepakan. Pedagang pengecer melakukan fungsi pembelian dan penjualan, fungsi penanggungan risiko dan menyampaikan informasi kepada pihak yang membutuhkan, fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan sementara, dan fungsi pengemasan. Kurniawati (2007), fungsi pertukaran yang dilakukan setiap lembaga sama yaitu pembelian dan penjualan. Fungsi fisik dan fasilitas yang dilakukan setiap lembaga hampir semuanya sama, namun sortasi dan grading yang merupakan fungsi fasilitas jarang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran stroberi yang terbentuk akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Banyak atau sedikitnya fungsi yang dilakukan tergantung dari masing-masing lembaga pemasaran tersebut. Tujuan melakukan fungsi pemasaran adalah memberikan nilai tambah terhadap produk yang akan dijual serta memberikan kepuasan kepada konsumen. Selain itu, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan akan menimbulkan adanya biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil setiap lembaga pemasaran. Saluran Pemasaran Kajian mengenai saluran pemasaran tanaman hortikultura umumnya menghasilkan saluran pemasaran yang panjang. Panjangnya saluran pemasaran berimplikasi pada besarnya perbedaan harga atau marjin pemasaran antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Kondisi ini mengakibatkan bagian yang diterima oleh petani atau farmer s share menjadi rendah. Penelitian tentang analisis pemasaran stroberi yang dilakukan oleh Yuniarsih (2013) dan Fauzi dkk (2015), bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran stroberi. Namun, untuk kedua hasil penelitian ini berbeda setiap pola saluran pemasarannya. Fauzi dkk (2015) menunjukkan bahwa terdapat 3 saluran pemasaran di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo yaitu: saluran I: petani - pedagang pengumpul kecamatan - pedagang luar daerah - konsumen. Saluran II: petani - pedagang pengecer - konsumen. Saluran III: petani dan langsung ke konsumen. Yuniarsih (2013) menunjukkan adanya tiga pola saluran pemasaran stroberi di Kabupaten Karanganyar yaitu saluran I: petani - pedagang pengecer - konsumen, saluran II petani - pedagang pengumpulpedagang pengecer - konsumen, saluran III petani - pedagang besar - konsumen. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Hendrayati (2010), dan Kurniawati (2007)

27 9 adanya kesamaan hasil yaitu terdapat lima pola saluran pemasaran stroberi di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Hasil pola saluran yang diperoleh pada dua penelitian tersebut hampir sama, namun yang membedakan adalah pada lembaga pemasarannya yaitu pada penelitian Hendrayati (2010) terdapat Bandar besar sedangkan pada penelitian Kurniawati (2007) terdapat lembaga supermarket. Kurniawati (2007), saluran pemasaran yang terbentuk di Desa Alamendah yaitu 1) petani - pedagang pengumpul desa - bandar supermarket - konsumen 2) petani pedagang pengumpul desa bandar pedagang pengecer konsumen 3) petani bandar supermarket konsumen 4) petani bandar pedagang pengecer konsumen 5) petani pedagang pengecer desa konsumen. Analisis terhadap saluran pemasaran memperlihatkan bahwa jumlah saluran pemasaran untuk setiap komoditas dan setiap daerah bervariasi. Banyaknya jumlah saluran pemasaran terutama dipengaruhi oleh jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dan jangkauan daerah distribusi dari komoditi yang dipasarkan. Jika jumlah lembaga pemasaran yang terlibat sedikit maka saluran pemasaran akan sedikit dan sebaliknya jika jumlah lembaga pemasaran yang terlibat banyak maka saluran pemasaran juga akan banyak. Semakin luas jangkauan distribusi suatu komoditas maka akan semakin banyak saluran pemasaran yang terlibat. Selain itu, dari ketiga penelitian tersebut bahwa setiap saluran pemasaran terdapat pedagang pengumpul yang berperan dalam menampung produk yang dihasilkan petani. Dengan adanya peran pedagang pengumpul ini posisi tawar petani menjadi kurang kuat terutama dalam sistem penetapan harga. Akan tetapi, dengan terputusnya pedagang pengumpul dari rantai pemasaran tidak selalu membuat sistem pemasaran menjadi lebih efisien. Oleh karena itu sistem pemasaran dapat berbeda pada tempat yang berbeda. Struktur dan Perilaku Pasar Kurniawati (2007) menganalisis struktur pasar dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, hambatan keluar masuk pasar, sifat produk, penentuan harga, serta sumber informasi, sedangkan untuk tiga penelitian lainnya yaitu tidak melakukan analisis tersebut. Kurniawati (2007), struktur pasar yang dihadapi petani dan pedagang pengumpul desa dilihat dari sudut pembeli adalah oligopsoni karena jumlah petani lebih banyak dan pedagang pengumpul desa juga lebih banyak daripada bandar serta produk yang dipasarkan merupakan produk homogen. Sedangkan pedagang besar atau bandar struktur pasar yang dihadapi adalah oligopoli karena jumlah bandar lebih sedikit daripada pedagang pengecer. Perilaku pasar yang dianalisis oleh Kurniawati (2007) yaitu dengan melihat faktor-faktor yang menentukan harga dengan sistem penentuan harga dan pembayaran harga stroberi yang terjadi serta kerjasama diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sedangkan untuk tiga penelitian lainnya tidak melakukan analisis tersebut. Penentuan harga yang terjadi di Desa Alamendah adalah dengan dua cara yaitu berdasarkan harga pasar dan harga yang ditentukan lembaga pemasaran. Bentuk dari kerjasama yang terjadi diantara lembaga pemasaran buah stroberi yaitu berdasarkan adanya hubungan kepercayaan dengan adanya suatu keterikatan dalam bentuk modal.

28 10 Efisiensi Pemasaran Analisis efisiensi pemasaran pada penelitian di atas dilakukan dengan menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya dari masing-masing saluran pemasaran. Fauzi dkk (2015), ketiga saluran stroberi yang terdapat di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo telah efisien secara ekonomis. Namun, saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien. Pada saluran pemasaran I memiliki nilai marjin Rp atau persen, farmer s share persen, saluran pemasaran II memiliki nilai marjin Rp atau persen, farmer s share persen, dan saluran III memiliki nilai marjin Rp atau 100 persen serta farmer s share 100 persen karena saluran pemasaran III langsung dijual ke konsumen tidak melibatkan lembaga pemasaran. Pada penelitian Yuniarsih (2013) tentang pemasaran stroberi di Kabupaten Karanganyar menyimpulkan bahwa saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran III. Nilai marjin pada saluran I sebesar Rp atau 42.3 persen dan farmer s share 57.7 persen, saluran II sebesar Rp atau 40 persen dan farmer s share 60 persen, serta saluran III sebesar Rp2 250 atau 13.1 persen dan farmer s share 86.9 persen. Hendrayati (2010), Pemasaran stroberi di Kecamatan Rancabali belum efisien, karena tingkat efisiensi masih dibawah 40 persen atau dapat dikatakan bahwa bagian harga yang dinikmati oleh produsen dibawah 40 persen terhadap harga ditingkat konsumen. Sedangkan hasil penelitian kurniawati (2007) berdasarkan perhitungan marjin dan farmer s share maka saluran pemasaran stroberi yang paling efisien di Desa Alamendah adalah saluran pemasaran lima, dimana petani langsung menjual hasil panennya kepada pedagang pengecer dengan nilai marjin terkecil Rp per kilogram (73.33 persen), farmer s share tertinggi yaitu 60 persen, dan rasio π/c Dari ketiga penelitian tentang stroberi tersebut dapat terlihat bahwa terdapat hasil yang berbeda untuk setiap saluran disetiap daerah. Analisis Nilai Tambah pada Olahan Produk Pertanian Proses pengolahan pada suatu input akan memberikan nilai tambah untuk output yang telah dihasilkan. Produk pertanian dikenal bersifat tidak tahan lama dan mudah rusak sehingga dengan dilakukan pengolahan akan meningkatkan nilai tambah. Febriani (2013) menganalisis nilai tambah dengan produk berupa olahan ubi jalar yaitu pangsit, tepung ubi jalar, dan kremes. Pada analisis nilai tambah olahan ubi jalar di Desa Cikarawang dan Desa Petir, rasio nilai tambah produk olahan ubi jalar terbesar terdapat pada olahan ubi jalar berupa pangsit yaitu Rp per kilogram. Tingkat keuntungan terbesar juga terdapat pada produk olahan ubi jalar berupa pangsit yaitu sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri pangsit menerapkan teknologi padat modal yaitu proporsi bagian keuntungan bagi pemiliki usaha lebih besar dibandingkan dengan proporsi bagian tenaga kerja. Namun, secara keseluruhan agroindustri pangsit, tepung, dan kremes aktivitasnya telah berorientasi pada pencapaian tingkat keuntungan tertentu.

29 11 Khadijah (2014) menganalisis nilai tambah dengan produk berupa olahan kedelai yaitu tahu, tempe, dan tauco. Harga bahan baku kedelai tahu dan tempe yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga yang dibeli para pengolah ke petani sedangkan harga bahan baku kedelai untuk tauco menggunakan harga kedelai impor. Nilai tambah tertinggi terdapat pada olahan tauco sebesar Rp per kilogram (82.09 persen). Hal ini disebabkan tingginya harga output per kilogram pada tauco dibandingkan tahu dan tempe. Begitu juga dengan tingkat keuntungan tertinggi terdapat pada olahan tauco yaitu sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri tauco menerapkan teknologi padat modal karena proporsi bagian keuntungan terhadap pemilik usaha lebih besar dibandingkan proporsi bagian tenaga kerja. Penelitian terkait analisis nilai tambah juga dilakukan oleh Asheri (2014) pada cokelat batangan. Tujuan dari penelitian tersebut menganalisis nilai tambah dari cokelat batangan dan juga membandingkan metode analisis nilai tambah yang terbaik antara metode Hayami dan syahza. Berdasarkan hasil penelitian, nilai output cokelat batangan yang diproduksi sebesar Rp dengan nilai tambah sebesar Rp dengan rasio nilai tambah sebesar persen. Imbalan tenaga kerja pada cokelat batangan adalah sebesar Rp atau sebesar 8.99 persen dari nilai tambah, sedangkan rasio keuntungan dari nilai tambah adalah sebesar 91 persen atau setara dengan Rp Marjin yang diperoleh dari pengolahan biji kakao menjadi cokelat batangan adalah sebesar Rp Marjin ini kemudian didistribusikan menjadi pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan. Pendapatan tenaga kerja dari marjin didapatkan sebesar 8.82 persen, untuk sumbangan input lain sebesar 1.97 persen, dan untuk keuntungan perusahaan sebesar 95.8 persen dari marjin. Hasil lain yang didapat dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode Hayami merupakan metode yang paling tepat digunakan untuk menganalisis nilai tambah. Hal tersebut didasarkan pada kelebihan dari metode Hayami karena walaupun metode tersebut telah lama digunakan, namun dapat menganalisis suatu komoditas pertanian secara lebih jelas dan sistematis dibandingkan dengan metode Syahza. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Hayami merupakan metode yang tepat untuk menganalisis nilai tambah dari pengolahan komoditasi pertanian. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Sistem Pemasaran Pemasaran atau tataniaga (marketing) dari perspektif makro merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir (Asmarantaka 2014). Dalam mengalirkan produk sampai ke tangan konsumen akhir banyak kegiatan produktif yang terjadi dalam upaya menciptakan atau menambah nilai guna (bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan) dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen akhir.

30 12 Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan pemasaran pertanian sebagai suatu keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai tingkat produsen (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem pemasaran yaitu : 1) Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach) Pendekatan fungsi digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan), serta fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar). 2) Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach) Pendekatan kelembagaan digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Pendekatan kelembagaan ini juga membantu untuk memahami mengapa ada spesialisasi pedagang perantara dalam sitem pemasaran, mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhadapan pada satu tempat, bagaimana karakter dari berbagai jenis pedagang perantara (middlemen), hubungan agen perantara, serta susunan dan organisasi dari aktivitas pemasaran dalam produk pertanian. 3) Pendekatan Sistem (The Behavorial system Approach) Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti perilaku, lembaga yang terlibat dalam pemasaran, dan kombinasi dari fungsi pemasaran. Pendekatan ini terdiri dari the input-output, the power system, the communication system, dan the behavioral system for adapting to internal-external change. Konsep Lembaga dan Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang meyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas dari lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsifungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin (Sudiyono 2002). Produsen merupakan pihak yang berperan sebagai penyedia produk baik produk sebagai bahan konsumsi ataupun produk yang digunakan sebagai bahan baku industri terkait. Kemudian terdapat pedagang perantara yang fungsinya menyalurkan produk dari produsen ke konsumen apabila terdapat jarak dan ketiadaan aksses bagi produsen untuk menyalurkan produknya secara langsung kepada konsumen. Berikut adalah lembaga-lembaga pemasaran yang umum terlibat dalam proses pemasaran (Kohls dan Uhl 2002): 1. Pedagang Perantara (Merchant Middlemen), lembaga pemasaran yang menghimpun barang untuk kemudian barang tersebut dimiliki dan ditangani dalam upaya memperoleh marjin pemasaran. a) Pedagang pengumpul (Assembler), mengumpulkan dan membeli produk langsung dari produsen (petani) dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin pemasaran dengan menjual kembali kepada pedagang grosir atau lembaga pemasaran lain.

31 b) Pedagang Grosir (Wholeseller), menjual produk kepada pedagang pengecer, pedagang grosir lain, dan industri terkait, tetapi tidak untuk menjual produk dalam jumlah tertentu kepada konsumen akhir. c) Pedagang Pengecer (Retailers), membeli produk untuk langsung dijual kembali kepada konsumen akhir. 2. Agen Perantara (Agent Middlemen), memperoleh pendapatan dari komisi dan bayaran dari proses jual-beli. Agen perantara berbeda dengan pedagang yang memiliki hak atas produk untuk ditangani lebih lanjut. Agen perantara hanya mewakili pelanggan dalam transaksi jual-beli dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani. a) Broker (Brokers),menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki hak untuk mengontrol produk secara langsung. b) Komisioner (Commission Men), menyalurkan produk untuk memperoleh komisi. Komisioner diberi hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan. 3. Spekulator (Speculative Middlemen), melakukan jual-beli produk dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan pergerakan harga di pasar. 4. Pengolah dan Pabrik (Processor and Manufacturers), melakukan beberapa tindakan pada produk yang ditangani untuk memperoleh marjin pemasaran berupa nilai tambah (value added) dengan mengubah bentuk fisiknya. 5. Organisasi Pendukung (Facilitative Organizations), membantu berbagai perantara pemasaran dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Biasanya organisasi pendukung memperoleh pendapatan dari taksiran bayaran dari lembaga-lembaga yang menggunakan jasa mereka. Lembaga-lembaga pemasaran melakukan aktivitas bisnis selama proses pemasaran berlangsung. Aktivitas-aktivitas tersebut dinamakan fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut harus dilakukan oleh pelaku-pelaku bisnis yang terlibat selama proses pemasaran berlangsung. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pemasaran, karena fungsi pemasaran yang dilakukan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk agribisnis. Sudiyono (2002) mengklasifikasikan fungsi pemasaran menjadi 3 kelompok utama, yaitu: 1. Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran dalam pemasaran produk-produk pertanian meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan hal pemilikan dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran ini terdiri dari: a) Fungsi Penjualan, dalam melaksanakan fungsi penjualan, maka produsen atau lembaga pemasaran yang berada pada rantai pemasaran sebelumnya harus memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk dan waktu serta harga yang diinginkan konsumen atau lembaga pemasaran yang ada pada rantai pemasaran berikutnya. b) Fungsi Pembelian, untuk memiliki komoditi-komoditi pertanian yang akan dikonsumsi ataupun digunakan dalam proses produksi berikutnya. 2. Fungsi Fisik Fungsi fisik meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlakukan terhadap komoditi pertanian, sehingga komoditi-komoditi pertanian tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Fungsi fisik ini terditi dari: 13

32 14 a) Fungsi Pengangkutan meliputi perencanaan, pemilihan, dan pergerakan alat-alat transportasi dalam pemasaran produk-produk pertanian. b) Fungsi Penyimpanan. Penyimpanan ini bertujuan untuk mengurangi fluktuasi harga yang berlebihan dan menghindari serangan hama dan penyakit selama proses pemasaran berlangsung. 3. Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi fasilitas adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi penyediaan fasilitas merupakan usaha-usaha perbaikan sistem pemasaran untuk meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Fungsi penyediaan fasilitas terdiri dari: a) Standarisasi, yaitu menetapkan grade (tingkatan) kriteria kualitas komoditi tertentu. b) Penyediaan dana c) Penanggungan risiko d) Informasi pasar Beberapa karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam melakukan pendekatan fungsi pemasaran (Kohls dan Uhl 2002), yaitu: 1. Dampak dari fungsi pemasaran tidak hanya terjadi pada biaya pemasaran pangan, tetapi terhadap nilai dari produk pangan yang diterima oleh konsumen. Pengolahan, pengangkutan, dan penyimpanan menciptakan nilai guna bentuk, ruang, dan waktu bagi konsumen. Dalam mengevaluasi fungsi pemasaran harus memperhitungkan dan mempertimbangkan antara biaya dan manfaat dari fungsi tersebut. 2. Terdapat kemungkinan dalam mengurangi atau mengeliminasi pedagang perantara (eliminate the middleman), tetapi tidak mungkin mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran. 3. Fungsi pemasaran dapat dilakukan oleh siapa saja (perusahaan, individu, atau kelompok) yang ditujukan pada berbagai tahapan atau tempat dalam sistem pemasaran dan meningkatkan atau menciptakan nilai guna produk agribisnis. Konsep Saluran Pemasaran Menurut Kohls dan Uhl (2002) saluran pemasaran adalah sekumpulan pelaku-pelaku usaha (lembaga-lembaga pemasaran) yang saling melakukan aktivitas bisnis dalam membantu menyampaikan produk dari petani sampai konsumen akhir. Ada tiga jenis saluran tataniaga atau pemasaran yang dapat digunakan, yaitu terdiri dari: (1) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyerahkan dan menerima informasi dari pembeli sasaran, (2) saluran distribusi digunakan untuk manyampaikan produk atau jasa dari produsen kepada konsumen. Lembaga yang terlibat dalam saluran ini diantaranya distributor, grosir, pengecer, dan agen. (3) Saluran penjualan untuk melakukan transaksi dengan calon konsumen. Saluran ini mencakup lembaga keuangan dan perusahaan asuransi yang memberikan kemudahan dalam transaksi. Konsep Struktur Pasar Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut, yang merupakan resultan atau saling memengaruhi market conduct (perilaku pasar) dan market

33 15 performance (keragaan pasar). Struktur pasar dapat diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar dan merupakan tingkat persaingan pasar (Asmarantaka 2014). Terdapat empat karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah dan ukuran perusahaan (pangsa pasar yang dimiliki); (2) kondisi atau keadaan produk: produk homogen atau diferensiasi; (3) mudah atau sukar untuk keluar-masuk pasar atau industri; dan (4) Tingkat pengetahuan (informasi) yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar diantara partisipanpartisipan pasar (Asmarantaka 2014). Secara terinci, ada lima jenis struktur pasar pangan dan serat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik struktur pasar pangan dan serta berdasarkan sudut pandang penjual dan pembeli Jumlah Perusahaan Karakteristik Sifat Produk Informasi Pasar Hambatan Keluar/Masuk Pasar Struktur Pasar Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Banyak Homogen Sedikit Rendah Persaingan Murni Persaingan Murni Banyak Diferensiasi Sedikit Tinggi Persaingan Monopolistik Persaingan Monopolistik Sedikit Homogen Banyak Tinggi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni Sedikit Diferensiasi Banyak Tinggi Oligopoli Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Satu Unik Banyak tinggi Monopoli Monopsoni Sumber: Dahl dan Hammond (1977) dalam Asmarantaka (2014) Secara garis besar ada dua struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Bentuk-bentuk lainnya merupakan antara dari dua karakteristik jenis pasar tersebut. Pasar persaingan sempurna dikatakan jenis pasar yang efisien, sedangkan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni) merupakan pasar yang tidak efisien. Untuk jenis struktur pasar yang cenderung karakteristiknya mendekati pasar persaingan sempurna, sistem pasar tersebut dikatakan relatif efisien (monopolistic competition). Karakteristik pasar yang mendekati monopoli atau monopsoni, cenderung dikatakan pasarnya tidak efisien (oligopoli atau oligopsoni). Konsep Perilaku Pasar Perilaku pasar (market conduct) adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing (Asmarantaka 2014). Kohls dan Uhl (2002) mengemukakan bahwa ada empat masalah penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pasar. Keempat hal penting tersebut yaitu (1) input-output system, ini adalah masalah utama dan paling penting diantara masalah lainnya karena digunakan untuk mengetahui kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output yang diinginkan dan diharapkan dapat menemukan solusi untuk meningkatkan kepuasan dari output tersebut; (2) power system, digunakan untuk menjelaskan bahwa perusahaan mempunyai status dan kepentingan dalam

34 16 mamainkan peranannya di pasar dalam mengembangkan kualitas, upaya menjadi pemimpin pasar, peduli terhadap masyarakat, konservatif, atau menjadi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan paling cepat; (3) communication system, digunakan untuk membuat sistem informasi yang efektif; dan (4) system for adapting to internal and external change, digunakan untuk menjelaskan bagaimana perusahaan ingin bertahan pada suatu sistem pemasaran. Konsep Marjin Pemasaran Asmarantaka (2014) menjelaskan bahwa marjin pemasaran merupakan cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam dalam sistem pemasaran. Selain cerminan dari fungsi pemasaran, marjin pemasaran juga terdiri atas kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif dari fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menyampaikan produk dari petani sampai kepada konsumen akhir. Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator efisiensi pemasaran yang dalam penggunaannya harus teliti. Marjin pemasaran harus mempertimbangkan dan mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam meningkatkan nilai tambah (value added). Selain itu, dalam mempergunakan marjin pemasaran sebagai salah satu indikator efisiensi harus setara (equivalent) pada sistem pemasaran produk agribisnis. Marjin pemasaran mengacu pada perbedaan harga pada berbagai tingkatan sistem pemasaran. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga antara harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Pr). Dengan kata lain, marjin pemasaran dapat dikatakan sebagai selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Pr- Pf). Marjin pemasaran hanya mengacu pada perbedaan harga, tidak berhubungan dengan jumlah produk yang ada di pasar (Hammond dan Dahl 1977 dalam Asmarantaka 2014). P Sr VMM= (Pr-Pf)*Qr,f Pr Pf Dr Sf 0 Qr,f Gambar 1 Kurva marjin pemasaran Df Q Keterangan: Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat konsumen akhir

35 17 Df = Permintaan di tingkat petani (derived demand) Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand) Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply) Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply) Qr,f = Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir Sumber: Hammond dan Dahl (1977) dan Tomek dan Robinson (1990) dalam Asmarantaka (2014) Hammond dan Dahl (1977) dalam Asmarantaka (2014) menyatakan bahwa nilai marjin pemasaran (value of marketing margin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk yang terjual atau VMM = [(Pr-Pf)*Qrf] yang mengandung dua komponen yaitu marketing cost dan marketing charge. Komponen marketing cost (returns to factor) yaitu penjumlahan dari biaya pemasaran, yang merupakan balas jasa terhadap input-input pemasaran yang bentuknya dapat berupa upah, bunga, sewa dan keuntungan. Komponen marketing charge (returns to institution) merupakan aspek balas jasa terhadap kelembagaan pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen, dan pengecer). Teori marjin pemasaran dapat dijelaskan seperti yang diungkapkan Tomek dan Robinson (1990) dalam Asmarantaka (2014). Primary demand adalah kondisi yang menentukan yaitu respon dari konsumen akhir, sebagai permintaan awal dari proses pemasaran. Derived demand adalah permintaan turunan, yaitu permintaan lembaga-lembaga pemasaran karena adanya primary demand dari konsumen akhir tersebut. Primary supply merupakan penawaran awal yaitu di tingkat petani. Derived suppy merupakan penawaran turunan yaitu penawaran di tingkat lembaga pemasaran. Konsep Farmer s Share Asmarantaka (2014) menjelaskan Farmer s share (F S) merupakan rasio antara harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir atau retail untuk produk pangan dan serat. Dengan demikian F S merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase. Secara umum besaran F S dan marjin pemasaran bervariasi antara komoditi tergantung biaya relatif pemasaran yang dikeluarkan sehubungan dengan nilai tambah (the value added utilities) waktu, bentuk, dan tempat. Analisis lebih lanjut tentang marjin pemasaran yang tinggi, farmer s share yang rendah (persentase yang rendah), dan panjangnya rantai (saluran) pemasaran yang ada, tidak selalu mencerminkan bahwa sistem pemasaran tersebut tidak efisien. Efisiensi pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi pemasaran yang ada, biaya-biaya, dan atribut produk. Keseluruhan sistem yang ada ini, meskipun rantai pemasarannya panjang apabila akan meningkatkan kepuasan konsumen dan konsumen puas maka sistem pemasaran tersebut efisien. Dengan demikian kajian efisiensi pemasaran dapat dilakukan secara relative, antar sistem atau antar tingkat lembaga pemasaran dari sistem pemasaran produk yang setara (equivalent) (Asmarantaka 2014). Nilai farmer s share berbanding terbalik dengan nilai marjin tataniaga. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga menunjukkan semakin kecil bagian yang diterima petani dalam melaksanakan suatu aktivitas tataniaga. Farmer s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa tataniaga berjalan efisisen. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (value

36 18 added) yang dilakukan lembaga parantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya Efisiensi sistem pemasaran dapat diukur secara kuantitatif salah satunya dengan rasio keuntungan terhadap biaya. Asmarantaka (2014) memberi pengertian yang luas terhadap keuntungan yaitu merupakan balas jasa dari penggunaan sumberdaya (kapital, fisik, maupun manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik. Membandingkan laju keuntungan (profit rates) antara perusahaan-perusahaan dan industri merupakan hal yang penuh dengan risiko, karena ada perbedaan cara perhitungan dan teknik laporan. Meskipun demikian, membandingkan laju profit dengan biaya-biaya antar lembaga pemasaran (π/c) ini sering dilakukan untuk perusahaan atau industri sebagai indikator efisiensi relatif dan keragaan pasar. Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran. Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemasaran. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien. Konsep Efisiensi Pemasaran Asmarantaka (2014) menjelaskan pemasaran agribisnis yang efisien apabila terdapat indikator-indikator antara lain: (1) menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yang tinggi terhadap produk agribisnis, (2) menghasilkan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran (perusahaan) yang terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan), (3) merketing margin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, dan (4) memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmer s share) yang relatif akan merangsang petani berproduksi ditingkat usahatani. Dengan demikian, proses pemasaran agribisnis yang efisien adalah yang memberikan kontribusi (share) yang adil, mulai dari petani, perusahaan, lembaga-lembaga pemasaran, sesuai dengan korbanan masing-masing dan konsumen puas. Konsep Nilai Tambah Hayami Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas berupa perubahan bentuk, tempat, dan waktu karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dalam suatu proses produksi. Hayami et all. (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Selain itu, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan manajemen. Sudiyono (2002) menyatakan bahwa pada kegiatan subsistem pengolahan alat analisis yang sering digunakan adalah analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah ini dikemukakan oleh Hayami. Metode Hayami memiliki kelebihan dan

37 kelemahan. Adapun kelebihan analisis nilai tambah metode Hayami, sebagai berikut : 1. Dapat mengetahui besarnya nilai tambah dan output. 2. Lebih tepat digunakan untuk produk-produk olahan pertanian. 3. Dapat mengetahui besarnya balas jasa bagi pemilik faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan keuntungan. 4. Dapat digunakan untuk menghitung nilai tambah selain subsistem pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran. Sedangkan kelemahan dari metode Hayami antara lain: 1. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku. 2. Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan. 3. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk mengatakan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi sudah layak ataukah belum. Menurut Hayami et all. (1987) ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dibagi menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain. Dalam analisis nilai tambah, terdapat tiga komponen pendukung yaitu faktor konversi menunjukkan banyak output yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-satuan input. Dari analisis nilai tambah Hayami dapat diperoleh informasi sebagai berikut : 1. Perkiraan nilai tambah (dalam rupiah) 2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (dalam persen), menunjukkan persentase nilai tambah dari produk. 3. Pangsa tenaga kerja (dalam persen), menunjukkan persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah. 4. Balas jasa tenaga kerja (dalam rupiah), menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja langsung. 5. Keuntungan pengolahan (dalam rupiah), menunjukkan bagian yang diterima pemilik usaha karena menanggung risiko usaha. 6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai input (dalam persen), menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai tambah. 7. Marjin pengolahan (dalam rupiah), menunjukkan besarnya kontribusi faktorfaktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi yang cenderung padat karya akan memberikan proporsi bagian terhadap tenaga kerja yang besar daripada proporsi keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan jika diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian pengusaha lebih besar daripada proporsi bagian tenaga kerja. 19

38 20 Kerangka Pemikiran Operasional Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan semusim yang memiliki prospek pengembangan yang cukup baik, karena stroberi memiliki produktivitas yang cukup tinggi pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tanaman semusim lainnya yaitu melon, semangka, dan blewah. Selain itu, stroberi memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, yaitu sebagai sumber vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia (Soemadi 1997). Bandung merupakan salah satu sentra produksi stroberi khususnya di Jawa Barat. Diantara beberapa daerah sentra produksi stroberi di Bandung, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali merupakan daerah penghasil stroberi yang terbesar. Namun dalam memasarkan stroberi, petani di Desa Alamendah masih memiliki beberapa kendala yaitu harga jual stroberi di tingkat petani rendah sekitar Rp per kilogram sedangkan di tingkat konsumen dapat mencapai Rp per kilogram. Petani sebagai penerima harga (price taker) menyebabkan peran pedagang lebih tinggi dalam menentukan harga dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, sehingga dapat menyebabkan marjin pemasaran yang tinggi, dan belum optimalnya peran kelompok tani. Selain itu, permasalahan lain yang sering terjadi pada pascapanen stroberi saat ini adalah rantai pasok yang panjang dan tidak adanya dukungan teknologi yang memadai sehingga buah stroberi mudah rusak (perishable) selama proses transportasi. Berdasarkan hasil penelitian Ramadhan (2014) bahwa 40 persen hasil panen stroberi di Rancabali merupakan grade yang hanya cocok untuk diolah karena dilihat dari bentuknya yang kurang sempurna, terlalu kecil, dan terlalu matang sehingga tidak dapat dijual dalam bentuk segar. Sehingga hasil panen stroberi yang tidak memenuhi standar pasar di Desa Alamendah biasanya akan diolah menjadi beberapa produk olahan stroberi. Salah satu industri rumahan yang memanfaatkan stroberi tersebut untuk diolah menjadi produk olahan stroberi seperti dodol, sirup, dan selai stroberi adalah UKM Sinar Asih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistem pemasaran stroberi yang diukur dari dua analisis yaitu kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif mencakup saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif meliputi marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Selain itu juga, menghitung nilai tambah dari ketiga produk olahan stroberi yaitu dodol, sirup, dan selai stroberi. Metode yang digunakan untuk menganalisis nilai tambah ketiga produk tersebut adalah metode Hayami. Dengan melihat dari kedua hasil analisis tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan gambaran bagi pengembangan subsistem hilir agribisnis stroberi. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.

39 21 - Potensi pengembangan stroberi di Indonesia. - Produktivitas stroberi lebih tinggi dibandingkan buah-buahan semusim lainnya. Bandung merupakan salah satu daerah sentra produksi stroberi di Jawa Barat. Permasalahan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali - Harga ditingkat petani rendah dan bargaining power petani rendah - Rantai pasok stroberi yang panjang - Mulai berkembangnya industri olahan stroberi Analisis sistem pemasaran dan nilai tambah stroberi Sistem pemasaran stroberi Potensi pengolahan stroberi Analisis Kualitatif 1. Saluran Pemasaran 2. Lembaga dan Fungsi Pemasaran 3. Struktur dan Perilaku Pasar Analisis Kuantitatif 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer s share 3. Rasio keuntungan dan biaya Dodol Sirup Analisis Nilai Tambah Produk 1. Besarnya nilai tambah 2. Nilai output 3. Tingkat keuntungan 4. Pendapatan tenaga kerja Selai Rekomendasi pengembangan subsistem hilir agribisnis stoberi Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

40 22 (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra penghasil stroberi di Provinsi Jawa Barat. Alasan pemilihan lokasi di Kecamatan Rancabali disebabkan bahwa lokasi ini memiliki produksi stroberi tertinggi dan salah satu desa penghasil stroberi di kecamatan ini berada di Desa Alamendah yang sebagian masyarakatnya melakukan budidaya stroberi serta terdapat pengolah olahan stroberi. Penyusunan rencana penelitian (proposal penelitian) dilakukan pada Bulan Oktober 2015 sampai Januari 2016, selanjutnya pengumpulan data di lapang berlangsung mulai Bulan Februari sampai dengan Maret Kegiatan pengolahan data dan penyusunan Skripsi dilakukan mulai Bulan April sampai Juli Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil pengamatan secara langsung (observasi) atau wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) kepada petani responden, lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran stroberi, dan responden pengolah olahan stroberi. Data sekunder yang digunakan adalah melalui literatur yang berhubungan dengan topik penelitian seperti dari buku, laporan penelitian, jurnal, internet, dan data-data lainnya yang berasal dari instansi terkait seperti Kantor Desa Alamendah, Kantor Kecamatan Rancabali, BP3K Kecamatan rancabali, Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, dan lainnya. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data sistem pemasaran dilakukan melalui wawancara terhadap petani yang melakukan budidaya stroberi serta lembaga pemasaran yang terkait. Pada penelitian ini sampel petani yang digunakan yaitu sebanyak 35 orang, diambil dari lima RW terpilih dari lima dusun yang terdapat di Desa Alamendah secara proposional yaitu dengan rumus: Ni = Nk x n N Keterangan: Ni : Jumlah sampel petani stroberi pada tiap RW Nk : Jumlah petani stroberi dari RW terpilih N N : Jumlah populasi petani stroberi dari Dusun terpilih : Jumlah sampel petani stroberi yang dikehendaki (35 responden) Penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 35 petani yang berasal dari lima RW dengan sengaja karena kelima RW tersebut merupakan RW yang mengusahakan stroberi paling banyak. Hal tersebut berdasarkan informasi dari setiap ketua dusun yang berada di Desa Alamendah dan berdasarkan rekomendasi dari kantor desa. Sampel masing-masing RW dipilih menggunakan metode random sampling (acak sederhana) dengan menggunakan undian. Cara undian tersebut dilakukan dengan sistem pengembalian agar setiap petani mempunyai

41 23 kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jumlah petani dan sampel petani stroberi di Desa Alamendah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah petani dan sampel petani stroberi di Desa Alamendah No. RW Jumlah petani (orang) Jumlah responden (orang) Jumlah Penentuan responden lembaga pemasaran dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu berdasarkan informasi dari responden sebelumnya, yaitu petani stroberi di Desa Alamendah dengan melakukan penelusuran saluran pemasaran mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Pengumpulan data yang dilakukan pada lembaga pemasaran yang terlibat yaitu sebanyak 26 responden yang terdiri dari 9 orang pedagang pengumpul I, empat orang pedagang pengumpul II, tiga orang pedagang besar, dan 10 orang pedagang pengecer. Pedagang besar merupakan pedagang yang berada di Pasar Induk Caringin, dan pedagang besar yang ada di Bogor. Pedagang pengecer merupakan pedagang pengecer wisata, pedagang pengecer pasar yang ada di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, dan toko buah di Cengkareng. Metode pengumpulan data pada analisis nilai tambah dilakukan secara snowball sampling terhadap pelaku usaha olahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai. Cara yang dilakukan dengan mengikuti alur dari petani dan lembaga pemasaran yang menjual stroberi kepada pengolah. Responden yang menjadi pelaku usaha nilai tambah stroberi adalah UKM Sinar Asih yang berada di Desa Alamendah. Data yang digunakan adalah data penjualan stroberi yang terjadi pada musim panen Bulan November 2015, disebabkan pada saat penelitian Bulan Februari hampir 80 persen tanaman stroberi di Desa Alamendah mati dan petani cenderung beralih ke komoditas hortikultura lainnya. Selain itu kegiatan pemanenan dan pemasaran yang tidak menentu menjadikan peneliti kesulitan mendapatkan data pada saat penelitian. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Data yang telah terkumpul langsung ditabulasi lalu diolah menggunakan software Microsoft Excel dan kalkulator. Metode analisis sistem pemasaran secara kualitatif yaitu dengan menganalisis lembaga dan fungsi-fungsi pemasaran, saluran pemasaran, serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan metode analisis secara kuantitatif yaitu dengan menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, dan nilai tambah produk olahan stroberi dengan menggunakan metode Hayami

42 24 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Analisis lembaga pemasaran digunakan untuk melihat pihak-pihak baik perorangan maupun kelompok yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas pemasaran stroberi di lokasi penelitian. Lembaga pemasaran dapat terdiri dari pedagang perantara, agen perantara, spekulator, pengolah dan pabrikan, serta organisasi lainnya. Analisis fungsi pemasaran dilakukan dengan melihat fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dapat berupa fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungsi fisik (penyimpanan, pengemasan, pengangkutan, pengolahan, dan pabrikan), dan fungsi fasilitas (fungsi standarisasi, pembiayaan, penganggungan risiko, dan informasi pasar). Analisis Saluran Pemasaran Analisis saluran pemasaran digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran yang dilalui oleh komoditas stroberi dari petani produsen sampai konsumen. Dari analisis saluran pemasaran ini dapat diketahui berapa banyak jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran stroberi tersebut. Selain itu juga dapat diketahui pola saluran pemasaran yang terjadi berdasarkan pelaku pemasaran yang terlibat, sehingga akan terbentuk peta rantai saluran pemasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka semakin panjang saluran pemasaran yang terjadi. Tetapi, panjang atau pendeknya suatu saluran pemasaran tidak mencerminkan keefisienan sistem pemasaran. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis struktur pasar digunakan untuk mengetahui struktur pasar yang terbentuk dari kondisi pemasaran di lokasi penelitian. Struktur pasar buah stroberi dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsifungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, dan informasi harga pasar yang terjadi. Struktur pasar dapat dilihat dengan mengetahui jumlah petani dan penjual yang terlibat (pangsa pasar yang dimiliki), kondisi atau keadaan produk, produk homogen atau diferensiasi, mudah atau sukar untuk keluar masuk pasar, serta tingkat pengetahuan (informasi) yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran. Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuan masing-masing (Asmarantaka 2014). Analisis perilaku pasar stroberi dapat dicirikan dengan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, sistem penentuan harga, cara pembayaran, serta bentuk kerjasama antar lembaga pemasaran. Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengetahui tingkatan efisiensi pemasaran petani stroberi sampai konsumen akhir. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir (Pr). Sehingga marjin pemasaran dapat dikatakan sebagai selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir (Pr-Pf ). Marjin pemasaran hanya mengacu pada perbedaan

43 25 harga, tidak ada hubungan dengan jumlah produk yang ada di pasar (Hammond dan Dahl 1977 dalam Asmarantaka). Marjin pemasaran total (MT) digunakan untuk menghitung nilai marjin absolut mulai dari petani sampai konsumen akhir. Marjin total diperoleh dari selisih harga jual petani (Pf) dengan harga jual pedagang pengecer (Pr). Disamping itu marjin total juga diperoleh dari jumlah marjin yang dihasilkan oleh semua lembaga pemasaran. Secara matematis, marjin pemasaran total dapat dirumuskan seperti pada persamaan (1) dan (2) sebagai berikut: MT = Pr Pf... (1) MT = n i=1 Mi... (2) Keterangan: MT dan Mi = Marjin Total dan Marjin pemasaran lembaga ke-i Pf dan Pr = Harga di tingkat petani dan konsumen Marjin pemasaran setiap lembaga (Mi) dihitung untuk memperoleh nilai marjin pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran stroberi di Desa Alamendah. Dengan mengetahui marjin pemasaran pada setiap lembaga, analisis efisiensi operasional dapat diketahui dengan membandingkan nilai marjin yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran. Marjin pemasaran pada lembaga ke-i diperoleh dari selisih harga jual pada lembaga ke-i (Pji) dengan harga beli pada lembaga ke-i (Pbi). Di samping itu marjin pemasaran pada lembaga ke-i terdiri atas biaya pemasaran pada lembaga ke-i (Ci) dan keuntungan pemasaran pada lembaga ke-i. Secara matematis, marjin pemasaran pada lembaga ke-i dapat dirumuskan seperti pada persamaan (3) dan (4) sebagai berikut: Mi = Pji Pbi... (3) Mi = Ci + πi... (4) Keterangan: Pji dan Pbi = harga jual dan harga beli lembaga ke-i Ci dan πi = Biaya dan keuntungan pemasaran lembaga ke-i i = 1,2,3,...,n Berdasarkan persamaan (1) dan (2) diperoleh persamaan (5) Pji Pbi = Ci + πi... (5) Sehingga keuntungan yang diperoleh pada lembaga ke-i merupakan selisih harga jual pada lembaga ke-i (Pji) dengan harga beli pada lembaga ke-i (Pbi) dikurangi dengan biaya pemasaran pada lembaga ke-i. Secara matematis, keuntungan pemasaran pada lembaga ke-i dapat dirumuskan seperti pada persamaan (6) sebagai berikut. Πi = Pji Pbi Ci... (6) Sumber: Asmarantaka (2014) Analisis Farmer s Share Analisis farmer s share digunakan untuk menghitung efisiensi suatu saluran pemasaran dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima petani stroberi dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Berdasarkan farmer s share akan dilihat apakah saluran pemasaran tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemasaran. Secara matematis, farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut: F S = Pf x 100% Pr

44 26 Keterangan: F S = Farmer s Share Pf = Harga di tingkat petani Pr = harga di tingkat retail/ konsumen akhir Sumber: Asmarantaka (2014) Farmer s share memiliki hubungan yang negatif dengan marjin pemasaran, sehingga semakin besar marjin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani akan semakin rendah atau kecil. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya Tingkat efisiensi sebuah sistem pemasaran dapat juga dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis (operasional) sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan atas biaya (Π/C) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Rasio keuntungan diperoleh dari pembagian keuntungan pemasaran (Π) dengan biaya pemasaran (C). Keuntungan pemasaran diperoleh dari selisih harga jual dengan harga beli pada masing-masing lembaga pemasaran dikurangi dengan biaya pemasaran. Hasil rasio keuntungan dan biaya menunjukkan seberapa besar setiap satuan biaya yang dikeluarkan selama pemasaran dapat memberikan besaran keuntungan tertentu selama proses penyaluran produk. Jika πi/ci positif maka sistem pemasaran efisien sedangkan jika πi/ci bernilai nol atau negatif maka sistem pemasaran tidak efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan dan biaya = πi Ci Keterangan: πi = keuntungan (profit) lembaga pemasaran Ci = Biaya pemasaran (marketing cost) Analisis Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran stroberi terkait dengan sistem pemasaran yang dapat dilihat dari beberapa indikator seperti marjin pemasaran, farmer s share dan analisis rasio keuntungan terhadap biaya. Selain itu dapat dilihat juga dari saluran pemasaran yang tercipta, fungsi dan lembaga pemasaran, struktur pasar, serta perilaku pasar. Proses pemasaran yang efisien adalah yang memberikan kontribusi (share) yang adil, mulai dari petani, lembaga-lembaga pemasaran sesuai dengan korbanan masing-masing dan konsumen puas (Asmarantaka, 2014). Analisis Nilai Tambah Pengolahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai mengakibatkan adanya pertambahan nilai terhadap stroberi. Metode yang digunakan untuk menghitung pertambahan nilai tersebut dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Hayami. Prosedur analisis nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 7. Fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L) Keterangan: K = kapasitas produksi unit usaha (unit)

45 27 B = jumlah bahan baku yang digunakan (unit) T = jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan (HOK) U = upah tenaga kerja (Rp/HOK) H = harga output (Rp/unit) h = harga bahan baku (Rp/ unit) L = nilai input lain (unit) Tabel 7 Prosedur perhitungan nilai tambah dan keuntungan produk olahan stroberi No. Variabel Nilai I. Output, Input, dan Harga 1. Output (Kilogram) A 2. Input (Kilogram) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4. Faktor konversi D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (HOK) E = C/B 6. Harga output (Rp/kg) F 7. Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) G II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) I 10. Nilai output (Rp/kg) J = D x F 11. a. Nilai tambah (Rp/kg) K = J H I b. Rasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x 100% 12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) M = E x G b. Pangsa tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100% 13. a. Keuntungan (Rp/kg) O = J H b. Tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100% III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14. Marjin (Rp/kg) Q = J H a. Pendapatan tenga kerja langsung (%) R% = (M/Q) x 100% b. Sumbangan input lain (%) S% = (I/Q) x 100% c. Keuntungan pemilik perusahaan (%) T% = (O/Q) x 100% Sumber: Hayami et all. (1987) GAMBARAN UMUM PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Alamendah merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah hektar (Ha). Ketinggian Desa Alamendah yaitu meter di atas permukaan laut dengan bentuk topografi dataran tinggi. Desa Alamendah memiliki suhu udara rata-rata harian 19 0 sampai 20 0 C dengan curah hujan mm dengan jumlah bulan hujan 6 bulan. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan Rancabali adalah 8 kilometer, jarak dari pusat pemerintahan Kabupaten Bandung adalah 27 kilometer, dan jarak dari pusat pemerintahan

46 28 Provinsi Jawa Barat adalah 47 kilometer. Kondisi yang ada di desa ini memberikan peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perkebunan maupun bentuk usahatani lainnya karena sebagian besar luas lahan di Desa Alamendah adalah lahan perkebunan yaitu 114 Ha. Selain itu, akses infrastruktur serta transportasi yang sudah cukup baik telah mendukung mobilitas masyarakat desa ini terutama dalam memproduksi dan memasarkan hasil pertanian mereka. Secara geografis Desa Alamendah memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey - Sebelah Timur : Desa Sugihmukti, Kecamatan Pasirjambu - Sebelah Selatan : Desa Patengan, Kecamatan Rancabali - Sebelah Barat : Desa Lebakmuncang, Kecamatan Ciwidey Wilayah Desa Alamendah terdiri atas lima Dusun dan 30 Rukun Warga (RW). Wilayah ini terbagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat, yaitu 112 Rukun Tetangga (RT) yang menyebar di 30 kampung dengan kepadatan penduduk yaitu empat per km. Jumlah penduduk di Desa Alamendah pada tahun 2014 adalah orang yang terdiri atas orang (50.46 persen) berjenis kelamin laki-laki dan orang (49.54 persen) berjenis kelamin perempuan dengan jumlah kepala keluarga KK. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Alamendah tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Alamendah tahun 2014 Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber : Profil Desa Alamendah 2014 Desa Alamendah merupakan dataran tinggi atau pegunungan yang memiliki potensi cukup baik khususnya dalam pemanfaatan lahan perkebunan. Luasan lahan Desa Alamendah sebagian besar adalah perhutanan dengan luas lahan 276 ha dan perkebunan dengan luas lahan 114 ha. Keberadaan lahan 550 ha di desa ini merupakan milik perhutani. Luasan lahan tersebut dimanfaatkan oleh petani setempat untuk melakukan kegiatan usahatani stroberi dan tanaman hortikultura lainnya, sehingga sebagian besar penduduk Desa Alamendah memiliki mata pencaharian di sektor pertanian yaitu sebagai petani dan buruh tani. Mata pencaharian penduduk di Desa Alamendah tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 9. Sebagian besar penduduk Desa Alamendah bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak orang atau persen dan sebagai buruh tani yaitu sebanyak orang atau persen. Selain itu, profesi lain penduduk di Desa Alamendah adalah sebagai PNS, buruh harian lepas, pegrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, peternak, montir, dokter dan bidan, pembantu rumah tangga, TNI, POLRI, pensiunan, pengusaha kecil dan menengah, dukun, arsitek, seniman, karyawan swasta, dan karyawan pemerintah.

47 29 Tabel 9 Mata pencaharian penduduk di Desa Alamendah tahun 2014 No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Petani Buruh Tani Pegawai Negeri Sipil (PNS) Buruh Harian Lepas Pengrajin Industri Rumah Tangga Pedagang Keliling Peternak Pembantu Rumah Tangga Pensiunan PNS/TNI/POLRI Pengusaha Kecil dan Menengah Karyawan Swasta Lainnya Jumlah Sumber : Profil Desa Alamendah 2014 Gambaran Umum Usahatani Stroberi di Desa Alamendah Stroberi merupakan komoditas unggulan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Usahatani stroberi dimulai pada penghujung musim penghujan dan memasuki musim kemarau. Tanaman stroberi mampu berproduksi dengan baik sampai dengan dua tahun lebih apabila dipelihara dengan baik. Tanaman stroberi di Desa Alamendah umumnya telah melebihi usia produktif dan tidak pernah dilakukan penanaman ulang sehingga pada saat penelitian Bulan Februari hampir 80 persen pertanian stroberi di Desa Alamendah mati. Selain itu, kegiatan pemanenan yang biasanya dilakukan setiap dua hari sekali menjadi seminggu sekali dan tidak menentu. Jenis stroberi yang ditanam di Desa Alamendah beragam, namun pada umumnya petani stroberi di desa tersebut menanam stroberi jenis calibrate dan california (KP). Tanaman stroberi tumbuh pada tanah yang subur, gembur, kaya bahan organik, berdrainase, dan beraerasi baik. Lama penyinaran matahari yang dibutuhkan dalam pertumbuhan stroberi adalah 8 10 jam setiap harinya (Kurnia 2005). Stroberi dapat tumbuh baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur C. Di Desa Alamendah, usahatani ini mulai dikembangkan sejak tahun 1999 yang pada awalnya hanya sebagai percobaan dari salah satu mantri tani di Kecamatan Rancabali. Pada awalnya dengan mencoba menanam stroberi sebanyak 8 karung dan ini cukup dirasa berhasil sehingga petani di desa tersebut mulai bertanam stroberi dan setiap tahunnya terus bertambah hingga hampir 70 persen petani di Desa Alamendah tersebut berusahatani stroberi.

48 30 Gambar 3 Lahan petani stroberi (a) lahan petani yang masih membudidayakan stroberi (b) lahan petani stroberi yang tanamannya mati Tanaman stroberi yang dibudidayakan di Desa Alamendah adalah dengan menggunakan karung sebagai media tanamnya. Dalam satu karung terdapat empat buah tanaman stroberi yang bibitnya didapat dari stolon tanaman sebelumnya. Cara penanamannya diletakkan di tepi karung dengan menggunakan jarak tanam sebesar 25 x 25 cm. Hal ini dilakukan agar buah yang dihasilkan tetap bersih dan tidak banyak yang busuk, selain itu dengan menggunakan karung buah juga dapat berkurang dari hama dan penyakit. Input yang digunakan oleh petani dalam penanaman stroberi adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida. Pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya stroberi di Desa Alamendah adalah pupuk NPK sedangkan pestisida yang paling banyak digunakan adalah curacron, supermex, dan ripcor serta fungisidanya yaitu antracol dan docamil. Petani biasanya mendapatkan informasi mengenai pupuk dan vitamin dari pedagang obat-obatan untuk tanaman, disebabkan penyuluh yang ada kurang berperan aktif dalam memberikan penyuluhan. Penanaman stroberi dimulai dengan persiapan lahan selama kurang lebih dua hari. Biasanya petani yang memiliki lahan cukup luas akan dibantu dengan mengupahkan tenaga kerja. Para pekerja mengurus persiapan lahan dengan cara memasukkan tanah yang dicampur pupuk kandang ke dalam karung. Pemakaian pupuk kandang ton per hektar, sementara perbandingan campuran pupuk majemuk adalah 12:10:18 (N:P:K) sebanyak kilogram per hektar (Kurniawati 2007). Pemberian pupuk dilakukan pada awal penanaman, setelah selesai pemupukan maka dilanjutkan dengan penanaman stroberi. Penyulaman tanaman dilakukan sebelum tanaman stroberi berusia 15 hari setelah tanam. Tanaman yang disulam adalah tanaman yang mati atau tumbuh abnormal. Stroberi termasuk tanaman yang tidak tahan kekeringan, sehingga apabila terjadi kekeringan maka daunnya akan menggulung dan hal ini akan terjadi berulang kali sehingga akan terjadi penurunan produksi. Pemupukan dilakukan selama enam kali dalam setahun atau dua bulan sekali sedangkan untuk pengendalian gulma, petani melakukannya dua kali dalam sebulan atau 24 kali dalam setahun. Pestisida diberikan dengan cara dicampur dengan air lalu disiramkan ke tanaman dengan menggunakan sprayer. Pekerjaan itu biasanya kan dilakukan oleh pekerja laki-laki tapi terkadang juga dikerjakan

49 31 oleh wanita karena upahnya lebih murah. Upah tenaga kerja laki- laki sebesar Rp per hari dan wanita sebesar Rp per hari, biasanya para pekerja bekerja sampai dzuhur atau dari pukul WIB. Tanaman stroberi dapat diperbanyak dengan biji dan bibit vegetatif. Petani di Desa Alamendah biasanya menggunakan bibit vegetatif dengan anakan dan stolon atau akar sulur. Adapun kebutuhan bibit dalam satu hektar sebanyak tanaman, harga bibit stroberi Rp1 000 Rp1 500 per bibit. Tanaman stroberi dapat mulai berbuah pada usia 2-3 bulan setelah tanam tergantung dari pemeliharaan dan varietas yang dikembangkan. Petani juga melakukan perangsangan selama dua kali dalam seminggu dengan menggunakan zat perangsang vitablon, gandapan, sublima, dan supergrowth. Pemanenan stroberi biasanya dilakukan setiap dua hari sekali. Pemanenan dilakukan apabila buah stroberi sudah memiliki tingkat kematangan sekitar persen tergantung dari daerah tujuan pemasaran. Panen biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari disebabkan intensitas sinar matahari berkurang dan mengurangi risiko mudah busuk. Cara memanen stroberi hanya dengan memetik buahnya dengan tangan dan buah dipetik bersama dengan tangkai dan kelopaknya, kemudian buah hasil panen akan dikumpulkan dan dikemas dalam wadah keranjang buah plastik atau tray plastik yang selanjutnya akan dijual kepada pedagang pengumpul atau sesuai tujuan penjualan petani. Proses sortasi dan grading belum dilakukan oleh semua petani hanya sebagian petani saja yang melakukan penyortiran dan biasanya petani yang melakukan penyortiran akan memisahkan stroberi yang bagus dan rusak. Pada umumnya grade stroberi di Desa Alamendah terdiri dari AB, C, dan BS. Stroberi yang rusak atau kurang layak dijual segar akan dijual petani kepada pengolah yang berada di desa tersebut. Adapun penjelasan mengenai grade stroberi di Desa Alamendah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Grade stroberi di Desa Alamendah Grade Diameter/ buah (mm) Keterangan AB dan >25 Ukuran besar dan sedang, warnanya merah cerah, bebas dari kotoran, bebas dari cacat C <18 Ukuran kecil, kecacatan bentuk sedikit, bebas dari kotoran, bercak putih tidak lebih dari 10% dari total luas permukaan buah. BS abnormal Stroberi yang tidak layak untuk dijual segar dan karena bentuknya yang abnormal Karakteristik Petani Responden Responden sistem pemasaran dalam penelitian ini adalah petani stroberi di Desa Alamendah yang pernah melakukan kegiatan usahatani stroberi dan melakukan panen pada Bulan November Jumlah petani stroberi yang menjadi responden sebanyak 35 orang. Karakteristik petani responden meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status usahatani stroberi, luas lahan yang dimiliki, dan pengalaman usahatani stroberi.

50 32 Usia Petani responden dikelompokkan kedalam tiga kelompok usia, yaitu usia < 30 tahun sebagai tingkatan muda, usia tahun sebagai tingkatan masa produktif, dan usia > 50 tahun sebagai tingkatan lanjut usia (tua). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, persentase penyebaran usia petani responden cukup beragam yaitu berkisar antara tahun, sehingga diharapkan dapat mewakili seluruh petani yang terdapat di Desa Alamendah (Tabel 11). Persentase usia terbesar berada pada kelompok usia tahun atau berada pada usia produktif sebanyak 25 orang (71.42 persen), sedangkan persentase usia terendah berada pada kelompok usia < 30 tahun dan > 50 tahun masing-masing persen atau 5 orang. Faktor usia petani akan mempengaruhi kemampuan petani dalam bercocok tanam dan secara langsung akan mempengaruhi produktivitas hasil panen. Petani yang usianya masih tergolong muda atau usia produktif akan lebih aktif dan memiliki kinerja fisik yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang usianya relatif tua, hal tersebut disebabkan kemampuan daya tahan tubuh yang semakin berkurang sehingga tidak mampu lagi dalam melakukan kegiatan usahataninya. Usia yang lebih muda dan produktif juga mempunyai rasa ingin tahu yang lebih besar, memiliki semangat tinggi, adanya kewajiban untuk menghidupi keluarga, dan lebih terbuka dengan perkembangan yang ada dibandingkan dengan petani yang usianya tua. Tabel 11 Karakteristik petani responden berdasarkan usia Kelompok Usia (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) < > Total Jenis Kelamin Petani responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 29 orang (82.86 persen) dan terdapat 6 orang (17.14 persen) berjenis kelamin wanita yang ikut menjadi petani stroberi (Tabel 12). Faktor jenis kelamin akan mempengaruhi kemampuan petani dalam bercocok tanam karena jika dibandingkan kemampuan daya tahan tubuh laki-laki lebih kuat dibandingkan dengan wanita. Selain itu, adanya kewajiban bagi laki-laki untuk menghidupi keluarga. Pada umumnya petani yang berjenis kelamin wanita adalah petani yang usianya relatif sudah tua karena biasanya para wanita muda lebih tertarik untuk menjadi pekerja di luar Desa Alamendah sebagai perantauan, pegawai buruh pabrik dan lainnya. Tabel 12 Karakteristik petani responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Total

51 33 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan sangat penting dalam melakukan usahatani atau memasarkan hasil panen, karena tingkat pendidikan akan menentukkan bagaimana cara berbudidaya yang semakin baik dengan semakin berkembangnya teknologi dalam pertanian khususnya teknik budidaya stroberi. Tingkat pendidikan juga akan berpengaruh terhadap pemasaran yang akan dilakukan yaitu dalam menganalisis peluang pasar untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Sehingga diharapkan petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat dengan baik dalam hal pengambilan keputusan serta dapat mengantisipasi adanya perkembangan baik dalam usahatani maupun dalam pemasaran. Tingkat pendidikan sebagian besar petani responden masih tergolong rendah (Tabel 13). Hal ini terlihat dari sebagian besar jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD) yaitu 14 orang (40 persen), bahkan ada satu petani responden (2.86 persen) yang tidak tamat SMP. Petani responden sebanyak 9 orang (25.71 persen) berpendidikan SMP dan 11 orang (31.43 persen) berpendidikan SMA. Pendidikan petani yang rendah disebabkan tingkat pendidikan bukan prioritas utama dalam melakukan usahatani bagi petani dan juga disebabkan tidak adanya modal untuk melanjutkan pendidikan karena pendidikan mengenai usahatani stroberi di Desa Alamendah merupakan pendidikan secara turun temurun bukan berdasarkan pendidikan formal. Tabel 13 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Tidak tamat SMP Sekolah Menengah Atas (SMA) Total Status Usahatani Stroberi Petani responden di Desa Alamendah sebagian besar menjadikan usahatani stroberi sebagai mata pencaharian utama (Tabel 14). Sebesar persen atau 29 orang menjadikan usahatani stroberi sebagai pekerjaan utama dan sisanya sebesar persen atau 6 orang menjadikan usahatani stroberi sebagai pekerjaan sampingan, dimana pekerjaan utamanya yaitu sebagai karyawan pabrik, pedagang, karyawan di tempat wisata, dan tukang ojeg. Tabel 14 Karakteristik petani berdasarkan status usahatani Status Usahatani Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Total

52 34 Luas Lahan Luas lahan yang digunakan oleh petani untuk berproduksi akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani yang kemudian akan disalurkan kepada lembaga pemasaran selanjutnya. Luas lahan yang ditanami stroberi oleh petani responden bervariasi, mulai dari 0.1 hektar hingga 1.5 hektar (Tabel 15). Mayoritas petani responden menanam stroberi dengan luas lahan yang relatif kecil yaitu kurang dari 0.5 hektar sebanyak 31 orang (88.58 persen). Petani yang menanam pada lahan seluas hektar dan lahan seluas > 1.00 hektar masing-masing sebanyak 2 orang (5.71 persen). Lahan yang dimiliki petani letaknya ada yang terpusat menjadi satu persil dan ada pula yang terbagi-bagi menjadi beberapa persil. Tabel 15 karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan usahatani stroberi Luas Lahan (hektar) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) > Total Pengalaman Usahatani Stroberi Pengalaman dalam bertani menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Pengalaman petani dalam melakukan usahatani stroberi perlu diketahui, karena lamanya pengalaman usahatani stroberi yang dialami oleh petani mempengaruhi pemahaman sistem budidaya stroberi dan bagaimana pemasaran produk stroberi itu sendiri. Selain itu, petani yang berpengalaman usahatani suatu komoditas seharusnya dapat lebih mampu untuk meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Usahatani stroberi yang dilakukan oleh petani responden di Desa Alamendah adalah sebagai usahatani turun-temurun. Persentase pengalaman petani dalam usahatani stroberi terbesar pada 0-10 tahun yaitu sebesar persen, kemudian pengalam usahatani tahun sebanyak 9 orang (25.71 persen), dan pengalaman usahatani terendah yaitu tahun sebanyak 3 orang (8.57 persen). Hal tersebut disebabkan semakin banyaknya petani-petani baru yang mulai membudidayakan stroberi. Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Pengalaman (tahun) Jumlah Res[ponden (orang) Persentase (%) Total

53 35 Karakteristik Pedagang Responden Pedagang yang menjadi responden dalam penelitian sistem pemasaran stroberi adalah pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Jumlah masing-masing pedagang pengumpul I sebanyak 9 orang, pedagang pengumpul II sebanyak 4 orang, pedagang besar sebanyak 3 orang, dan pedagang pengecer sebanyak 10 orang. Pedagang besar merupakan pedagang di Pasar Induk Caringin dan pedagang besar di Bogor. Sedangkan pedagang pengecer merupakan pedagang pengecer yang ada di sekitar tempat wisata di Kecamatan Rancabali, pasar tradisional yang ada di Kabupaten Bandung, pengecer pasar di Bogor, dan toko buah yang ada di Cengkareng. Karakteristik pedagang responden yang dianggap penting adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman berdagang. Usia Usia merupakan salah satu hal yang penting untuk diketahui yaitu untuk mengenali karakteristik dari pedagang responden karena usia berhubungan dengan pengalaman pedagang yang melakukan jual beli stroberi. Persentase penyebaran usia tertinggi pedagang responden berada pada selang usia tahun atau berada pada usia produktif dengan jumlah 19 orang (73.08 persen) sedangkan persentase penyebaran usia terendah berada pada usia < 30 tahun yaitu sebanyak 2 orang (7.69 persen) dan pada usia > 50 tahun sebanyak 5 orang (19.23 persen) (Tabel 17). Secara keseluruhan penyebaran usia pada pedagang responden berada dalam usia produktif. Usia produktif merupakan usia yang paling tepat untuk menjalankan aktivitas-aktivitas bekerja seperti berdagang karena secara fisik masih baik dan memiliki semangat tinggi serta adanya kewajiban untuk menghidupi keluarga. Selain itu, biasanya pedagang yang berusia produktif lebih tanggap untuk mendapatkan informasi pasar. Tabel 17 Karakteristik pedagang responden berdasarkan usia Kelompok usia (tahun) Jumlah responden (orang) Persentase (%) < > Total Jenis Kelamin Persentase jenis kelamin terbesar pedagang responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu persen atau sebanyak 18 orang, sedangkan persentase jenis kelamin perempuan adalah persen atau sebanyak 8 orang (Tabel 18). Pada umumnya pedagang yang berjenis kelamin perempuan adalah pedagang pengecer yang berjualan di sekitar tempat wisata dan juga pasar tradisional. Sedangkan pedagang pengumpul dan pedagang besar umumnya adalah berjenis kelamin laki-laki. Aspek jenis kelamin juga sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dan mempengaruhi bagaimana prdagang menjalankan kegiatan bisnisnya.

54 36 Tabel 18 Karakteristik pedagang responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Total Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan mempengaruhi bagaimana pedagang menjalankan kegiatan bisnisnya melalui perolehan informasi serta penerapan ilmu kedalam bisnis yang dijalankan. Berdasarkan tingkat pendidikan, kebanyakan pedagang berada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terdiri dari 11 orang ( persen) sedangkan sebesar persen tingkat pendidikan pedagang responden yaitu Sekolah Dasar (SD) dan sebesar persen memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) (Tabel 19). Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap pengetahuan dan perilaku pedagang responden dalam melakukan kegiatan pemasaran. Selain itu juga sikap dalam mengambil keputusan dan menghadapi persoalan atau hambatan yang ada di dalam melakukan kegiatan pemasaran stroberi. Tabel 19 Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Total Pengalaman Pedagang Karakteristik pedagang responden juga perlu dilihat dari pengalaman yang dimiliki pedagang dalam melakukan jual beli stroberi. Pengalaman yang dimiliki oleh pedagang akan mempengaruhi kemampuan pedagang dalam melihat pergerakan harga stroberi yang terjadi di pasar. Pengalaman terpendek yang dimiliki oleh pedagang responden yaitu 3 tahun sedangkan pengalaman terlama yang dimiliki oleh pedagang responden yaitu 15 tahun. Persentase pengalaman pedagang responden yaitu dengan pengalaman < 10 tahun yaitu sebanyak 21 orang atau persen dan dengan pengalaman > 11 tahun yaitu sebnayak 5 orang atau sebesar persen (Tabel 20). Tabel 20 Karakteristik pedagang responden berdasarkan pengalaman berdagang Pengalaman (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) < > Total

55 37 Gambaran Umum Usaha Pengolahan Stroberi di Desa Alamendah Stroberi merupakan salah satu jenis buah-buahan yang memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomis yang tinggi. Pada saat ini stroberi dapat dikonsumsi dalam bentuk segar (fresh production) maupun olahan. Pada awalnya Desa Alamendah merupakan desa penghasil teh dan sayur mayur yang dijual langsung secara segar, namun saat sayuran dirasa kurang menguntungkan dan terjadinya penurunan harga sayuran pada tahun 1997 masyarakat mulai beralih ke perkebunan buah stroberi dan mulai marak pada tahun Kemudian pada tahun 2006 merupakan awal mula diolahnya buah stroberi menjadi beragam olahan makanan ringan, didasari pada buah stroberi yang mudah membusuk sehingga tak jarang menimbulkan kerugian serta karena adanya kelebihan supply stroberi dan banyak stroberi yang terbuang sia-sia. Hal ini membawa kemajuan besar pada industri rumahan di Desa Alamendah. Sejak diberlakukanya Inpres Nomor 6 Tahun 2007 yang menugaskan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui pendekatan OVOP (One Village, One Product) maka Desa Alamendah mulai berkembang menjadi daerah terluas di Kabupaten Bandung dengan komoditas utama buah stroberi dan beragam olahannya yang dikenal hingga saat ini. Agroindustri yang melakukan pengolahan stroberi pada penelitian ini adalah UKM Sinar Asih yang berlokasi di Jalan Ciwidey-Rancabali KM.6 Kampung Cilastari RT/RW 03/23 Desa Alamendah. UKM Sinar Asih merupakan salah satu UKM yang merintis industri pengolahan buah stroberi mulai tahun 2006 dan masih aktif hingga saat ini. UKM Sinar Asih juga merupakan UKM yang konsisten memproduksi produknya secara mandiri termasuk penggunaan mesin pengolah buah stroberi buatan sendiri, disaat kebanyakan UKM lainnya menggunakan mesin bantuan dari pemerintah daerah. Produk yang dihasilkan diantaranya dodol, manisan, jelly, cheese stick, kerupuk, keripik, sirup, dan selai yang keseluruhannya dikerjakan di rumah (home industry). Proses produksinya sesuai standard produksi yang baik demi menjaga mutu dan higienitas diawasi oleh pemerintah daerah dengan diikutsertakan dalam berbagai pelatihan dan penyuluhan, terbukti dari banyaknya sertifikasi yang telah diterima oleh UKM Sinar Asih. Selain itu, UKM Sinar Asih tergabung dalam ASPROPITA (Asosiasi Produsen Olahan dan Petani Strawberry) yang mewadahi sekaligus mengawasi langsung usaha yang dijalani serta bekerjasama untuk membuat produk olahan yang sesuai pada standarisasi yang telah ditetapkan pemerintah. Jenis produk olahan stroberi yang menjadi fokus penelitian adalah dodol, sirup, dan selai. Pemilihan ketiga jenis olahan stroberi tersebut didasarkan pada proporsi penggunaan bahan baku (stroberi) lebih banyak dibanding pada produk lainnya dan merupakan produk turunan pertama dari stroberi. Industri olahan stroberi di lokasi penelitian menggunakan stroberi grade C dan BS sebagai bahan baku utama dalam pembuatan dodol, sirup, dan selai. Responden pengolah memperoleh bahan baku dari petani dan pedagang pengumpul stroberi di Desa Alamendah. Harga rata-rata stroberi yang diperoleh dari petani dan pedagang pengumpul adalah Rp per kilogram.

56 38 Gambar 4 Produk olahan stroberi (a) selai; (b) Sirup; (c) Dodol Dodol Stroberi Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan dodol adalah stroberi grade C dan BS atau afkiran. Pemilihan jenis stroberi tersebut disebabkan grade ini yang biasanya cocok untuk dijadikan bahan olahan, karena ukurannya yang kecil dan grade tersebut kurang layak jika dijual secara segar kepada konsumen. Jumlah stroberi yang digunakan untuk satu kali produksi pembuatan dodol adalah sebanyak 20 kilogram. UKM Sinar Asih melakukan kegiatan produksi dodol stroberi sekali dalam satu minggu, disebabkan proses produksi bergantian dengan produk lainnya untuk setiap harinya. Selain bahan baku utama, terdapat bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan dodol stroberi yaitu tepung ketan, gula pasir, susu, dus kemasan dengan label, dan plastik. Adapun kebutuhan bahan penolong untuk satu kali produksi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan dodol stroberi Bahan Penolong Satuan Jumlah Tepung beras ketan Kilogram Gula pasir Kilogram Dus kemasan dengan label (250 gram) Box Plastik Bungkus 3.00 Susu Kilogram 8.00 Penggunaan tepung beras ketan untuk 20 kilogram stroberi sebesar 10 kilogram. Selain itu besaran penggunaan bahan penolong lain yang dibutuhkan untuk pembuatan dodol yaitu gula pasir sebesar 30 kilogram, susu 8 kilogram, dus kemasan 240 box, dan plastik sebanyak 8 bungkus. Output yang dihasilkan dalam pengolahan ini adalah sebanyak 60 kilogram dodol dengan harga Rp per dus atau dengan berat 250 gram. Proses pembuatan dodol stroberi yang pertama adalah mencuci dan membersihkan stroberi yang baru dibeli dari petani atau pedagang pengumpul

57 39 dengan menggunakan air. Stroberi yang telah dicuci kemudian dihancurkan atau dihaluskan dengan menggunakan blender. Selanjutnya gula dan susu kental manis dididihkan dalam wajan yang besar dan tepung ketan putih dimasukkan hingga kalis. Setelah setengah matang, stroberi yang telah dihaluskan tadi dimasukkan kedalam wajan besar hingga kental menjadi dodol. Proses pemasakan ini dilakukan selama 7 jam. Setelah masak, dodol yang sudah jadi tersebut didinginkan kurang lebih 0.5 jam, proses pendinginan dilakukan hanya sebentar karena jika terlalu lama akan sulit mengemas dodol tersebut. Setelah didinginkan, dodol kemudian dikemas dengan menggunakan plastik dan dimasukkan kedalam dus kemasan yang telah diberi label. Satu dus kemasan berisi 18 buah dodol atau dengan berat bersih 250 gram perdus kemasan. Lama proses pembuatan dodol adalah 10 jam dengan waktu kerja mulai dari jam sampai WIB. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses pengolahan stroberi menjadi dodol terdiri dari 8 orang dengan upah kerja per jam Rp Sirup Stroberi Pengolahan stroberi menjadi sirup stroberi di Desa Alamendah dilakukan oleh UKM Sinar Asih. Stroberi yang digunakan adalah stroberi grade C dan BS sama halnya dengan grade stroberi yang digunakan pada pengolahan dodol. Jumlah stroberi yang digunakan untuk satu kali produksi adalah sebanyak 40 kilogram dengan lama jam kerja sebesar 8 jam. Akan tetapi, pada analisis nilai tambah ini jumlah stroberi yang diperbandingkan dalam pengolahan sirup adalah sebesar 20 kilogram. Pada pengolahan sirup stroberi bahan penolong yang digunakan adalah gula pasir, asam sitrat, glukosa, perisa stroberi, botol kemasan, dan label (Tabel 22). Tabel 22 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan sirup stroberi Bahan Penolong Satuan Jumlah Gula pasir Kilogram Asam sitrat Kilogram 0.07 Natrium benzoat Kilogram 0.13 Perisa stroberi Liter 0.4 Botol kemasan isi 330 ml Botol Label Lembar Dus kemasan isi 12 botol Dus Pembuatan sirup stroberi dengan menggunakan bahan baku stroberi 20 kilogram membutuhkan bahan penolong gula pasir sebanyak 20 kilogram, asam sitrat 0.07 kilogram, natrium benzoat 0.13 kilogram, dan perisa stroberi 0.4 liter. Selain itu, pada pengolahan sirup ini menggunakan kemasan botol kaca berisi 330 ml dan dus kemasan isi 12 botol sirup. Output yang dihasilkan adalah sebanyak 28 kilogram (1 kilogram = 1 liter) sirup stroberi dari bahan baku pengolahan stroberi sebanyak 20 kilogram. Harga satu botol sirup dengan berat 330 ml adalah Rp Lama proses pembuatan sirup stroberi dari 20 kilogram stroberi membutuhkan waktu 4 jam dalam satu kali produksi. Proses pembuatan sirup stroberi dilakukan 4 kali dalam sebulan disebabkan bergantian dengan proses pengolahan produk lainnya dan proses produksi dilakukan sesuai dengan pesanan serta persediaan untuk pembeli harian. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses

58 40 pengolahan sirup sama seperti pembuatan dodol terdiri dari 8 orang dengan upah kerja per jam Rp Proses pembuatan sirup stroberi yang pertama adalah dengan mencuci dan membersihkan stroberi dari kotoran yang masih menempel. Setelah pencucian kemudian dilakukan perebusan stroberi dalam mesin penggiling tanpa adanya proses penyaringan karena pada sirup stroberi ini diambil semuanya bukan sari stroberi sehingga sirup yang dihasilkan adalah sirup yang pekat. Setelah stroberi mendidih, gula dan bahan penolong lainnya dimasukkan dan tunggu sampai matang dan mendidih. Sirup yang sudah matang didiamkan sampai suhunya lebih dingin 80 persen atau kurang lebih 0.5 jam. Setelah dingin baru dilakukan pengemasan dengan memasukan sirup kedalam botol kaca yang telah diberi label. Selai Stroberi Pengolahan stroberi menjadi selai juga dilakukan oleh UKM Sinar Asih dengan bahan baku yang digunakan adalah stroberi grade C san BS. Stroberi yang digunakan dalam satu kali produksi adalah sebanyak 20 kilogram. Rincian bahan penolong pembuatan selai stroberi dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan selai stroberi Bahan Penolong Satuan Jumlah Gula pasir Kilogram Asam sitrat Kilogram 0.07 Madu Kilogram 4.00 Pewarna stroberi kilogram 0.13 Jar plastik isi 250 gram Botol Label Lembar Pengolahan selai menggunakan gula pasir sebanyak 12 kilogram, asam sitrat 0.07 kilogram, madu 4 kilogram, dan pewarna stroberi 0.13 kilogram. pengemasan yang digunakan adalah dengan menggunakan kemasan wadah plastik yang diberi label nama usaha serta komposisi produk. Output yang dihasilkan dari 20 kilogram bahan baku stroberi adalah sebanyak 26 kilogram. Harga jual selai per kemasan 250 gram adalah Rp untuk dijual ke toko oleh-oleh. Proses pembuatan selai stroberi hampir sama dengan proses pembuatan dodol dan sirup. Stroberi yang dibeli dari petani atau pedagang pengumpul dicuci dan dibersihkan. Kemudian dilakukan pemasakan stroberi dengan cara dilakukan perebusan, setelah itu ditambahkan gula pasir dan bahan penolong lainnya. Adonan tersebut dimasak sampai kental membentuk selai. Pada proses pembuatan selai ini pemasakan jangan terlalu lama disebabkan jika terlalu lama tekstur selai akan terlalu lengket seperti dodol. Kemudian proses terakhir adalah proses pengemasan kedalam jar plastik. Proses pembuatan selai mulai dari pengolahan sampai pengemasan membutuhkan waktu sekitar 6 jam untuk bahan baku 20 kilogram stroberi.

59 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Sistem pemasaran stroberi di Desa Alamendah dari petani hingga konsumen akhir atau pengolah stroberi melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembagalembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran stroberi di lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Lembaga tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Petani merupakan responden petani yang melakukan kegiatan budidaya dan berperan sebagai produsen stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. 2. Pedagang pengumpul I (pedagang pengumpul desa) atau yang lebih dikenal dengan tengkulak, merupakan lembaga pemasaran yang berperan dalam membeli dan mengumpulkan stroberi langsung dari produsen (petani) serta menjual atau menyalurkan stroberi ke lembaga pemasaran selanjutnya. 3. Pedagang pengumpul II (pedagang pengumpul besar desa) atau yang lebih dikenal dengan bandar, merupakan lembaga pemasaran yang berperan sebagai perantara pedagang pengumpul tingkat pertama dengan pedagang besar. Pedagang pengumpul tingkat kedua membeli stroberi dengan jumlah lebih banyak dari petani langsung atau pedagang pengumpul tingkat pertama dan menyalurkannya ke lembaga pemasaran selanjutnya. 4. Pedagang besar merupakan lembaga pemasaran yang berperan sebagai pedagang yang membeli dan memperoleh stroberi dari pedagang pengumpul tingkat pertama dan pedagang pengumpul tingkat kedua, namun ada beberapa petani yang menjual langsung stroberinya ke pedagang besar. Pedagang besar terdiri dari pedagang besar lokal yang berada di Pasar Induk Caringin dan pedagang besar non-lokal yang berada di Bogor. 5. Pedagang pengecer merupakan pedagang perantara yang menjual stroberi dalam jumlah kecil secara langsung ke konsumen akhir. Konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang tidak lagi menjual kepada lembaga pemasaran lain. Lembaga ini menerima stroberi dari pedagang besar, pedagang pengumpul, dan petani. Pedagang pengecer terdiri dari pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer non-lokal. 6. Pengolah dalam sistem pemasaran ini adalah industri olahan stroberi, rumah makan, hotel, dan penjual jus. Penelitian ini berhenti pada tingkat pengolah, oleh karena itu dalam penjelasan saluran pemasaran, posisi pabrik pengolah akan disejajarkan dengan konsumen akhir. Setiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran stroberi di Desa Alamendah mempunyai fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aktivitas penyampaian stroberi dari petani sampai ke konsumen akhir. Fungsi pemasaran yang dilakukan bertujuan meningkatkan efisiensi pemasaran karena fungsi pemasaran yang dilakukan merupakan kegiatan produktif yang dapat menciptakan atau meningkatkan nilai tambah dari produk agribisnis. Setiap lembaga pemasaran mempunyai fungsi pemasaran yang berbeda dengan lembaga pemasaran lainnya.

60 42 Fungsi-fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Secara rinci fungsi pemasaran yang dilakukan masing-masing lembaga pada setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 2. Fungsi Pemasaran Petani Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani stroberi di Desa Alamendah adalah fungsi pertukaran (penjualan), fungsi fisik (pengemasan, pengangkutan, penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi, grading, pembiayaan, penanggulangan risiko, informasi pasar, dan promosi). Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani responden berupa aktivitas penjualan. Petani menjual hasil panen stroberi ke pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pengecer non-lokal, pengolah, dan langsung ke konsumen dengan cara agrowisata petik stroberi sendiri serta secara eceran. Penjualan stroberi yang dilakukan oleh petani adalah secara individu tidak kolektif. Terdapat empat orang petani yang yang memiliki kios sendiri sehingga sebagian hasil panennya langsung dijual eceran di kiosnya tersebut. Alasan setiap petani menjual secara berlangganan kepada suatu lembaga tertentu berbeda-beda. Petani yang menjual secara langganan kepada pedagang pengumpul karena alasan kemudahan dan kekerabatan sedangkan yang berlangganan kepada pedagang pengecer non-lokal dan langsung konsumen karena harga jual lebih tinggi dan adanya permintaan dari pedagang pengecer nonlokal, dan alasan petani menjual kepada pengolah adalah untuk mengurangi tingkat stroberi yang terbuang sia-sia dan tidak dapat dijual segar karena kualitasnya yang rendah. Fungsi fisik yang dilakukan petani adalah pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Fungsi pengemasan yang dilakukan adalah dengan mengemas buah stroberi tersebut kedalam keranjang plastik buah (tray) dan satu tray biasanya berisi 10 kilogram stroberi. Buah stroberi yang telah dikumpulkan dan dikemas tersebut kemudian langsung dijual kepada pedagang pengumpul. Selain menggunakan tray petani yang langsung menjual ke konsumen biasanya menggunakan kemasan mika plastik dan juga gabus kecil sedangkan petani yang menjual ke pedagang pengecer non-lokal menggunakan gabus sebagai kemasannya agar stroberi tidak cepat rusak. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh petani yaitu dengan mengangkut stroberi ke pedagang pengumpul. Namun untuk fungsi pengangkutan tidak semua petani melakukan fungsi tersebut karena biasanya pengangkutan dalam jumlah besar akan dilakukan oleh pedagang pengumpul yang langsung datang ke kebun petani. Pengangkutan buah stroberi biasanya menggunakan sepeda motor dan mobil pick up. Fungsi penyimpanan dilakukan oleh petani yang menjual hasil panennya kepada konsumen yaitu dengan diecer secara langsung dikios miliknya. Penyimpanan akan dilakukan jika stroberi tersebut belum terjual cepat. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani responden adalah aktivitas sortasi, grading, pembiayaan, penanggulangan risiko, informasi pasar, dan promosi. Fungsi penyortiran dan grading dilakukan sederhana dengan cara memilah bentuk stroberi yang berukuran besar, kecil, dan BS (yang tidak layak untuk dijual segar). Buah yang tidak layak dijual adalah buah yang terlalu kecil, warnanya merah pucat, busuk, kulit buah sudah menyusut. Petani yang mempunyai produksi buah stroberi diatas rata-rata dibantu oleh tenaga kerja

61 43 harian untuk melakukan pemanenan dan penyortiran dan terdapat tujuh orang petani yang melakukan fungsi sortasi. Sedangkan petani yang melakukan kegiatan grading adalah petani yang menjual langsung kepada konsumen, untuk petani yang menjual kepada pedagang pengumpul umumnya belum melakukan grading. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani adalah penyediaan modal untuk kegiatan produksi dan pemasaran. Sebanyak 4 orang (11.43 persen) melakukan pembiayaan dengan modal pinjaman dari bank, pedagang pengumpul, dan dari tetangga sekitar serta 31 orang (88.57 persen) melakukan pembiayaan dengan modal sendiri. Biaya produksi yang dikeluarkan petani digunakan untuk pembayaran upah tenaga kerja dan penyediaan sarana produksi. Biaya pemasaran yang ditanggung oleh petani adalah biaya tenaga kerja, biaya kemasan, biaya transportasi, dan biaya penyimpanan. Risiko yang ditanggung petani adalah mudah terserangnya hama penyakit, kualitas stroberi yang rendah, dan kerusakan stroberi atau pemotongan bobot stroberi oleh pabrik pengolah karena menilai kualitas buah stroberi yang kurang baik. Aktivitas komunikasi yang dilakukan berupa saling tukar informasi tentang pemeliharaan stroberi, perkembangan harga stroberi, dan juga komunikasi dilakukan untuk menghubungi pihak pedagang yang telah menjadi langganannya. Namun informasi yang diterima petani tidak lengkap dan kurang transparan. Oleh karena itu, petani tidak dapat mempengaruhi harga jual stroberi di pasar dan hanya berperan sebagai price taker. Kegiatan promosi hanya dilakukan oleh petani yang melakukan kegiatan agrowisata petik stroberi sendiri, biasanya yang melakukan aktivitas ini adalah petani yang memiliki lahan stroberi dipinggir jalan, cara promosi yang mereka lakukan adalah dengan menuliskan papan iklan petik stroberi sendiri di pinggir jalan dan juga bermitra dengan tempat wisata yang ada di Kecamatan Rancabali. Gambar 5 Aktivitas penyortiran petani stroberi (a) Kegiatan penyortiran petani (b) Stroberi yang sudah dikemas Pedagang Pengumpul I (Tengkulak) Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul I yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar). Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul melakukan pembelian langsung kepada petani dimana masing-masing pedagang pengumpul pada umumnya memiliki langganan. Pedagang pengumpul I mengumpulkan dan membeli hasil panen dari kebun petani, namun ada juga

62 44 beberapa petani yang langsung menyerahkan stroberinya ditempat pedagang pengumpul I. Pembayaran hasil panen stroberi tersebut dibayarkan oleh pedagang pengumpul dengan sistem simpan satu bon, jadi pedagang pengumpul I akan membayarkan hasil penjualan stroberi tersebut pada saat panen berikutnya dengan bukti bon tersebut. Pada umumnya, pedagang pengumpul I adalah warga setempat yang tinggal di Desa Alamendah. Selanjutnya pedagang pengumpul I menjual stroberi tersebut kepada pedagang pengumpul II dan ada juga yang langsung dijual ke pedagang besar, pengecer, dan pengolah. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul I berupa aktivitas pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Aktivitas pengangkutan dilakukan pedagang pengumpul I pada saat membeli stroberi dari kebun petani. Pedagang pengumpul I menggunakan jasa buruh untuk mengangkut hasil panen petani ke tempat pengumpulan dengan menggunakan sepeda motor atau mobil pick up. Selain itu juga pengangkutan dilakukan pada saat menjual ke lemaga pemasaran selanjutnya. Pengemasan yang dilakukan adalah dengan mengemas kembali stroberi berdasarkan grade dengan menggunakan kemasan mika plastik sesuai grade dan berat. Satu kemasan biasanya memiliki berat seperempat kilogram. Namun untuk penjualan kembali dalam jumlah banyak dikemas dengan menggunakan tray atau gabus yang telah dipisahkan berdasarkan grade. Aktivitas penyimpanan hanya dilakukan untuk stroberi grade BS yang akan dibekukan dalam pendingin dan akan dijual keesokan harinya atau menunggu stroberi tersebut beku. Biasanya penjualan stroberi dalam bentuk froozen (beku) akan dijual ke pengolah. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul tingkat pertama berupa aktivitas sortasi dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar. Aktivitas sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul I karena adanya permintaan dari lembaga pemasaran selanjutnya. Sortasi dan grading dilakukan dengan cara memilah stroberi kedalam 3 grade AB, C, dan BS (Barang Sisa), atau dalam bentuk besar, sedang, kecil, dan BS. Aktivitas pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul I adalah penyediaan modal untuk melakukan pembelian stroberi dari petani dan untuk membayar upah tenaga kerja. Fungsi penanggungan risiko adalah adanya penyusutan dari stroberi yang diperoleh dari petani yaitu berupa buah stroberi yang busuk dan banyak yang BS sehingga akan mempengaruhi jumlah tersebut ketika akan dijual kembali. Fungsi informasi pasar yang dilakukan adalah pertukaran informasi mengenai perkembangan harga yang diperoleh dari sesama pedagang pengumpul I dan ada juga yang berasal dari pedagang pengumpul II dan pedagang besar yang akan membeli stroberi tersebut dengan menggunakan media telpon. Pedagang Pengumpul II (Bandar) Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan komunikasi). Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II berupa aktivitas pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul II adalah pedagang pengumpul yang memiliki volume pembelian dalam jumlah besar. Fungsi pembelian dilakukan terhadap pedagang

63 45 pengumpul I yang sudah menjadi langganan dan ada juga yang langsung membeli stroberi dari petani yang telah dipinjami modal oleh bandar. Fungsi penjualan dilakukan terhadap pedagang besar lokal dan non-lokal dan pedagang pengecer lokal. Fungsi fisik yang dilakukan oleh Pedagang pengumpul II berupa aktivitas pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Pedagang pengumpul II melakukan pengemasan dengan mika plastik berdasarkan grade untuk pedagang pengecer lokal dan kemasan tray atau gabus untuk pedagang besar. Fungsi pengangkutan dimulai dari mengangkut hasil panen yang telah disortasi, grading, dan pengemasan ke lembaga pemasaran selanjutnya. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil pick up tergantung dari banyaknya buah stroberi yang akan diangkut. Namun untuk penjualan kepada pedagang pengecer biasanya pedagang pengecer yang akan mendatangi pedagang pengumpul II untuk mengambil stroberi tersebut. Fungsi penyimpanan yang dilakukan adalah menyimpan stroberi yang BS kedalam box pendingin. Fungsi fasilitas yang dilakukan adalah sortasi dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan komunikasi. Fungsi sortasi dan grading dilakukan untuk memisahkan buah stroberi yang rusak dan baik, setelah dipisahkan stroberi yang bagus dikelompokkan berdasarkan grade dan kualitasnya. Fungsi ini dilakukan secara manual oleh pedagang pengumpul II dengan memberikan upah kepada tenaga kerja. Pengelompokkan buah stroberi ditentukan berdasarkan grade AB, C, dan BS. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh bandar merupakan kerusakan stroberi yang terjadi karena proses pengangkutan sebelumnya. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah penyediaan modal untuk pembelian stroberi, upah tenaga kerja, dan juga pemberian pinjaman modal kepada petani. Modal yang diberikan ke petani dalam bentuk tunai dan dibayar oleh petani dengan bentuk kredit yang dikembalikkan setiap panen stroberi dengan cara mengurangkan hasil panen yang dibayarkan kepada petani langsung. Fungsi informasi pasar yang dilakukan oleh bandar berupa informasi perkembangan harga jual stroberi dan kualitas yang diinginkan oleh konsumen yang didapat dari lembaga pemasaran selanjutnya. Gambar 6 Aktivitas penyortiran dan grading pedagang pengumpul II (a) Kegiatan penyortiran; (b) Kegiatan pengemasan Pedagang Besar Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi, pembiayaan, penanggungan risiko, dan komunikasi). Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah aktivitas

64 46 pembelian dan penjualan. Pedagang besar membeli stroberi dari pedagang pengumpul yang sudah saling berlangganan. Umumnya pedagang besar akan menghubungi pedagang pengumpul jika membutuhkan stroberi dalam jumlah tertentu, pemesanan dilakukan melalui telpon selular. Stroberi akan dikirim dengan cara dipaketkan jika pedagang besar berada di luar kota, sedangkan jika berada didalam kota seperti Pasar Induk Caringin stroberi akan dikirimkan langsung oleh pedagang pengumpul II dan pembayaran dilakukan dengan cara transfer dan tunai. Fungsi penjualan yang dilakukan adalah dengan menjual stroberi kepada pedagang pengecer yang berada di dalam kota maupun luar kota. Fungsi fisik yang dilakukan adalah pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Pengemasan yang dilakukan adalah dengan mengemas stroberi kedalam kantong plastik dan gabus. Pengangkutan dilakukan hanya oleh pedagang besar yang menanggung biaya pengangkutan dari pedagang pengumpul ke tempat pedagang besar. Selain itu, fungsi pengangkutan juga dilakukan pada saat memindahkan buah stroberi dari pinggir jalan ke dalam kios pedagang besar yang berada dipasar induk caringin. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar adalah sortasi, pembiayaan, penanggungan risiko, dan komunikasi. Pedagang besar melakukan sortasi yaitu memisahkan buah stroberi yang layak dijual kembali atau tidak layak. Pembiayaan yang dilakukan adalah pengeluran biaya untuk upah tenaga kerja dan biaya operasional lain seperti bensin kendaraan, retribusi, dan jasa keamanan. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi adalah berkurangnya bobot stroberi disebabkan buah stroberi yang cepat busuk atau rusak ketika diperjalanan. Pedagang besar mempunyai peranan yang cukup penting dan strategis dalam hal kepemilikan informasi pasar. Selain itu, pedagang besar mengetahui ketersediaan pasokan buah stroberi di pasar. Selanjutnya pedagang besar akan memberitahukan harga beli oleh pedagang besar kepada pedagang pengumpul dan setelah itu informasi harga dari pedagang pengumpul kepada petani stroberi. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer terdiri dari pedagang pengecer lokal dan pengecer nonlokal. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (pembiayaan, penanggungan risiko, dan komunikasi). Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa fungsi pembelian dan penjualan, dimana pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir yang tidak menjual lagi stroberi kepada lembaga pemasaran lain. Fungsi pembelian yang dilakukan berupa pembelian stroberi dari petani langsung, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, dan pedagang besar. Fungsi penjualan yang dilakukan pedagang pengecer adalah menjual stroberi langsung ke konsumen akhir. Fungsi fisik yang dilakukan adalah pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang pengecer lokal adalah dengan membeli dan mengambil langsung stroberi ke pedagang pengumpul dan pedagang besar. Fungsi pengemasan yang dilakukan adalah dengan mengemas stroberi yang telah dikemas sebelumnya dengan menggunakan mika plastik kedalam kantong keresek jika ada konsumen yang membeli. Fungsi

65 47 penyimpanan buah stroberi pada pedagang pengecer dilakukan jika buah stroberi tidak habis terjual dan untuk pedagang pengecer yang memiliki kios sendiri stroberi akan dijual dikiosnya tersebut berbeda dengan dengan pengecer ditempat wisata. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah pembiayaan, penanggungan risiko, dan komunikasi. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah dengan menyediakan modal untuk membeli stroberi dan menyewa kios bagi pedagang pengecer yang berada di pasar. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi adalah jika harga stroberi mengalami kenaikan dan penyusutan akibat dari kerusakan karena proses pengangkutan. Fungsi komunikasi berupa perkembangan informasi harga yang diperoleh dari lembaga pemasaran sebelumnya, selera konsumen, dan memberikan informasi harga kepada konsumen. Selain itu komunikasi yang dilakukan adalah ketika pedagang pengecer akan membeli stroberi kepada lembaga pemasaran sebelumnya dengan terlebih dahulu memesan melalui telpon selular. Gambar 7 Kios pedagang pengecer yang berada di pinggir jalan Desa Alamendah Analisis Saluran Pemasaran Analisis saluran pemasaran digunakan untuk mengetahui lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemindahan stroberi dari produsen (petani) ke konsumen akhir. Saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar lokal dan non-lokal, serta pedagang pengecer lokal dan non-lokal. Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Alamendah dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa terdapat dua belas saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah yang terdiri dari sepuluh saluran stroberi dengan grade AB dan C dan dua saluran dengan grade BS yaitu saluran dua dan tiga. Saluran pemasaran satu, dua, dan tiga merupakan saluran pemasaran terpendek sedangkan saluran pemasaran enam dan saluran pemasarn tujuh merupakan saluran pemasaran terpanjang. Panjang ataupun pendeknya saluran pemasaran menunjukkan jumlah lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran stroberi dari petani hingga konsumen. Jumlah rata-rata stroberi yang dipasarkan petani pada Bulan November 2015 adalah sebanyak kilogram dan jumlah rata-rata stroberi yang dipasarkan setiap dua hari sekali pada Bulan November sebesar kilogram. Dalam satu bulan petani melakukan pemanenan dan

66 48 pemasaran sebanyak 15 kali. Pemasaran stroberi melalui Pedagang pengumpul I sebanyak kilogram (32.10 persen), pedagang pengumpul II kilogram (41.98 persen), pedagang pengecer non-lokal kilogram (8.31 persen), pengolah sebanyak kilogram (8.65 persen), dan langsung ke konsumen sebanyak kilogram (8.96 persen). Sebagian besar petani menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul I yaitu sebanyak 21 orang petani (45.65 persen). Hal ini disebabkan karena petani tidak memiliki alternatif pasar selain harus menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul. Petani yang menjadi responden pada umumnya tidak hanya menjual ke satu saluran saja tetapi ada yang menjual dua sampai tiga saluran. Sebanyak 8 orang petani (17.39 persen) menjual langsung ke konsumen, 5 orang petani (10.87 persen) menjual ke pengolah, 10 orang petani (21.74 persen) menjual ke pedagang pengumpul II, dan sebanyak 2 orang petani (4.35 persen) menjual ke pedagang pengecer non-lokal. Sehingga jika ditotalkan jumlah petani akan lebih dari 35 orang yaitu menjadi 46 orang disebabkan ada yang menjual ke beberapa saluran. 1 PETANI kg (100%) N =35 (100%) Konsumen Lokal kg (8.96%) N = 8 (17.39%) Grade AB, C Pengolah kg (8.65%) N = 5 (10.87%) Grade BS Pengumpul I kg (32.10%) N= 21 (45.65%) 6 Pengumpul kg (41.98%) N =10 (21.74%) Pengecer non-lokal kg (8.31%) N= 2 (21.74%) 4 Pengecer lokal 5 Ped. Besar Non-lokal 7 Ped. Besar lokal Konsumen Non-lokal Grade AB,C Konsumen Lokal Grade AB, C Pengecer Non-lokal Pengecer lokal Konsumen Non-Lokal Grade AB, C Konsumen Lokal Grade AB, C Keterangan: Gambar 8 Skema saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung

67 49 Keterangan: Saluran pemasaran 1 (Petani Konsumen) Saluran pemasaran 2 (Petani Pengolah) Saluran pemasaran 3 (Petani Pedagang Pengumpul I Pengolah) Saluran pemasaran 4 (Petani Pedagang Pengumpul I Pedagang Pengecer Lokal Konsumen) Saluran pemasaran 5 (Petani Pedagang Pengumpul I Pedagang Besar Non-lokal Pedagang Pengecer Non-Lokal Konsumen) Saluran pemasaran 6 (Petani Pedagang Pengumpul I Pedagang Pengumpul II Pedagang Besar Non-lokal Peadagang Pengecer Non-lokal Konsumen) Saluran pemasaran 7 (Petani Pedagang Pengumpul I Pedagang Pengumpul II Pedagang Besar Lokal Pedagang Pengecer Lokal Konsumen) Saluran pemasaran 8 (Petani Pedagang Pengumpul I Pedagang Pengumpul II Pedagang Pengecer Lokal Konsumen) Saluran Pemasaran 9 (Petani Pedagang Pengumpul II Pedagang Besar Non-lokal Pedagang Pengecer Non-Lokal Konsumen) Saluran Pemasaran 10 (Petani Pedagang Pengumpul II Pedagang Besar Lokal Pedagang Pengecer Lokal Konsumen) Saluran Pemasaran 11 (Petani Pedagang Pengumpul II Pedagang Pengecer Lokal Konsumen) Saluran pemasaran 12 (Petani Pedagang Pengecer Non-lokal Konsumen) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawati (2007) dan Hendrayati dkk (2010) terdapat lima saluran pemasaran stroberi di Kecamatan Rancabali. Pola saluran pemasaran stroberi yang terbentuk di Desa Alamendah berdasarkan hasil penelitian Kurniawati (2007) yaitu : 1) Petani Pedagang Pengumpul Desa Bandar Supermarket Konsumen, 2) Petani Pedagang Pengumpul Desa - Bandar Pedagang Pengecer Konsumen, 3) Petani Bandar Supermarket Konsumen, 4) Petani Bandar Pedagang Pengecer Konsumen, 5) Petani Pedagang Pengecer Desa Konsumen. Jumlah stroberi yang dipasarkan dalam satu bulan di Desa Alamendah adalah sebanyak kilogram, dimana pemasaran melalui pedagang pengumpul desa sebesar kilogram (53.33 persen), pedagang besar atau bandar sebesar 696 kilogram (30 persen), dan melalui pedagang pengecer desa sebesar 387 kilogram (16.67 persen). Sedangkan penelitian Yuniarsih (2013) dan Fauzi dkk (2015) menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran masing-masing di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran yang terbentuk pada penelitian ini relatif lebih banyak dan panjang dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Namun terdapat kesamaan yaitu petani stroberi di Desa Alamendah sebagian besar masih menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada di desa tersebut. Pada penelitian sebelumnya tidak ada petani yang langsung menjual kepada konsumen maupun pengolah berbeda dengan hasil penelitian ini terdapat beberapa petani yang langsung menjual hasil panennya

68 50 kepada konsumen, sehingga petani dapat menerima harga lebih tinggi dibandingkan menjual kepada pedagang pengumpul. Saluran Pemasaran 1 Pola saluran pemasaran satu merupakan pola pemasaran terpendek karena hanya melibatkan petani dan langsung ke konsumen. Pola saluran ini digunakan oleh 8 orang petani responden (17.39 persen) dengan volume penjualan kilogram atau 8.96 persen dari total penjualan stroberi oleh petani responden. Petani yang melakukan penjualan secara langsung ke konsumen adalah petani yang memiliki lahan dekat dengan pinggir jalan dan biasanya penjualan yang dilakukan adalah dengan cara agrowisata petik stroberi sendiri dan langsung diecer kepada konsumen. Terdapat satu orang petani yang melakukan kemitraan dengan pihak tempat wisata yang berada di Desa Alamendah. Kemitraan yang dilakukan adalah adanya kerjasama terkait dengan agrowisata petik stroberi. Pihak wisata akan menawarkan agrowisata petik stroberi sendiri kepada pengunjung yang kemudian akan mengantarkan pengunjung tersebut ke lahan milik petani, sebagai gantinya petani harus membayar kepada pihak wisata dengan harga Rp5 000 per kilogram stroberi. Pada umumnya petani akan melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen pada hari sabtu dan minggu, disebabkan pada hari weekend banyak pengunjung wisata yang datang ke desa tersebut untuk berwisata. Harga yang diterima petani dari hasil penjualan langsung kepada konsumen cukup tinggi dibandingkan jika dijual kepada lembaga pemasaran lainnya yaitu Rp per kilogram untuk petik stroberi sendiri dan untuk stroberi yang diecer harga jual berdasarkan grade stroberi. Biasanya untuk stroberi yang diecer petani akan membagi stroberi menjadi dua grade berdasarkan ukuran yaitu grade AB dan C. Harga jual rata-rata untuk grade AB yaitu Rp per kilogram dan grade C yaitu Rp per kilogram. Pada saluran pemasaran I petani mengeluarkan biaya pengemasan, penyimpanan, sortasi dan grading, penyusutan, dan promosi. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah secara tunai karena konsumen akhir akan membayar stroberi secara langsung ditempat pembelian. Saluran Pemasaran 2 Saluran pemasaran dua merupakan saluran pemasaran terpendek. Sama halnya dengan saluran pemasaran satu, saluran pemasaran dua hanya melibatkan petani dan langsung ke konsumen. Namun bedanya pada saluran ini adalah konsumennya berupa pengolah sehingga harga jual dan grade yang dipasarkan pun berbeda. Pola saluran ini digunakan oleh lima orang petani responden (10.87 persen) dengan volume penjualan sebesar kilogram (8.65 persen). Pengolah yang dimaksud adalah industri rumahan, penjual jus, hotel, dan rumah makan. Petani memilih saluran ini karena dapat menjual stroberi yang berukuran kecil dan BS atau tidak layak untuk dijual segar namun masih dapat dimanfaatkan dan dapat mengurangi tingkat stroberi yang tidak terjual. Harga jual rata-rata dari petani ke pengolah adalah Rp per kilogram. Pada saluran dua petani mengeluarkan biaya sortasi dan grading, pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan. Biasanya petani akan mengemas stroberi tersebut dengan menggunakan tray atau keranjang plastik buah yang kemudian akan dikirimkan kepada pengolah di

69 51 sekitar Desa Alamendah dengan menggunakan sepeda motor karena pembelian yang dilakukan oleh pengolah dalam jumlah sedikit. Saluran Pemasaran 3 Saluran pemasaran tiga melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu secara berurutan dimulai dari petani, pedagang pengumpul I, dan pengolah. Dari 35 petani responden sebanyak 21 orang (45.65 persen) menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul melalui saluran tiga. Petani memilih saluran ini karena dapat menjual stroberi dalam jumlah banyak ataupun sedikit sehingga dapat mengurangi jumlah stroberi yang tidak dapat terjual. Volume penjualan petani kepada pedagang pengumpul I sebanyak kilogram (32.10 persen). Harga yang berlaku ditingkat petani ditentukan pedagang pengumpul berdasarkan harga yang terjadi di pasar. Harga jual rata-rata dari petani ke pedagang pengumpul I adalah Rp per kilogram dalam bentuk curah. Sehingga dalam saluran pemasaran tiga tidak ada aktivitas grading oleh petani. Pedagang pengumpul menjual stroberi langsung ke pengolah yang berada di sekitar Desa Alamendah. Terdapat 3 orang pedagang pengumpul I yang menjual kepada pengolah. Pada saluran pemasaran tiga stroberi yang dipasarkan ke pengolah adalah stroberi grade BS, karena disesuaikan dengan permintaan dari pengolah. Selain itu, alasan pedagang pengumpul menjual stroberi ke pengolah adalah untuk mengurangi stroberi yang tidak terjual karena kualitas yang sangat rendah. Harga rata-rata untuk stroberi BS pada saluran tiga adalah Rp per kilogram dengan volume penjualan pedagang pengumpul I kepada pengolah sebanyak 900 kilogram. Saluran Pemasaran 4 Pada saluran pemasaran empat, lembaga pemasaran yang terlibat secara berurutan dimulai dari petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengecer lokal, dan konsumen. Saluran pemasaran empat memiliki kesamaan dengan saluran pemasaran tiga yaitu petani menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul I sebanyak 21 orang (45.65 persen) dengan volume pembelian dari petani sebanyak kilogram (32.10 persen). Pedagang pengumpul I menjual stroberi ke pedagang pengecer lokal karena adanya permintaan dari pengecer wisata setempat. Stroberi yang dijual kepada pedagang pengecer merupakan kualitas AB dan C. Proses penyortiran, grading, dan pengemasan dilakukan oleh pedagang pengumpul I dengan menggunakan bahan kemasan wadah plastik transparan (mika). Biasanya para pengecer akan mendatangi tempat pedagang pengumpul I untuk mengambil stroberi yang sudah di pack, satu pack stroberi berisi 250 gram. Volume penjualan pedagang pengumpul I ke pedagang pengecer yaitu untuk grade AB 683 kilogram dan grade C 903 kilogram dengan harga rata-rata stroberi grade AB Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram. Pedagang pengumpul yang melakukan penjualan kepada pengecer lokal adalah sebanyak 3 orang. Penentuan harga jual dilakukan oleh pedagang pengumpul I berdasarkan harga yang berlaku di pasaran melalui informasi yang diperoleh dari pedagang pengumpul lainnya. Pedagang pengecer lokal langsung melakukan penjualan kepada konsumen yang berada di tempat wisata di sekitar Kecamatan Rancabali dengan jumlah

70 52 pedagang pengecer responden pada saluran ini sebanyak 3 orang. Volume penjualan pedagang pengecer lokal kepada konsumen yaitu untuk grade AB 683 kilogram dan grade C 903. Harga rata-rata yang ditawarkan pedagang pengecer kepada konsumen untuk grade AB adalah Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram. Pedagang pengecer melakukan penjualan stroberi secara langsung kepada konsumen akhir di tempat-tempat wisata yang berada di Kecamatan Rancabali dan atau berjualan di kios-kios pinggir jalan. Saluran Pemasaran 5 Pada saluran pemasaran lima terdapat tiga lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul I, pedagang besar non-lokal, dan pengecer non-lokal. Saluran lima sama dengan saluran sebelumnya petani yang menjual kepada pedagang pengumpul I. Proses pengangkutan stroberi dari petani langsung ke pedagang pengumpul I dengan menggunakan tray plastik yang diangkut dengan sepeda motor atau mobil pick up jika stroberi yang dijual banyak. Penentuan harga jual petani ditentukan oleh pedagang pengumpul I berdasarkan harga yang berlaku di pasar melalui informasi yang diperoleh dari pedagang besar dan pedagang pengumpul lainnya. Responden pedagang pengumpul I yang berhasil diwawancara biasanya menjual stroberi kepada pedagang besar non-lokal yang berada di Jakarta, Bogor, Medan, dan Palembang. Namun, dalam penelitian ini pedagang besar yang diwawancarai hanya pedagang besar yang berada di Bogor, disebabkan keterbatasan informasi dari lembaga pemasaran sebelumnya mengenai pedagang besar non-lokal tersebut. Volume penjualan pedagang pengumpul I ke pedagang besar non-lokal sebanyak kilogram. Selanjutnya pedagang besar non-lokal yang ada di Bogor menjual stroberi tersebut kepada pedagang pengecer di pasar tradisional daerah bogor dan juga toko buah dengan skala kecil. Pedagang pengumpul I biasanya menyortir stroberi dari petani terlebih dahulu sebelum disalurkan ke pihak pedagang besar di Bogor. Stroberi yang disalurkan ke pedagang besar adalah stroberi grade AB (Besar, sedang), C (kecil), dan BS frozen kemudian dikemas dengan menggunakan tray atau gabus. Penyerahan stroberi dari pedagang pengumpul I ke pihak pedagang besar dilakukan di tempat pedagang besar dengan harga rata-rata grade AB adalah Rp per kilogram, grade C Rp per kilogram, dan BS Frozen Rp per kilogram. Biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang besar dan biasanya pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil pick up. Pedagang besar menyortir kembali stroberi dari pedagang pengumpul sebelum dijual. Kegiatan penyortiran dilakukan oleh pedagang besar untuk memisahkan stroberi yang rusak akibat proses pengangkutan. Pedagang besar memberikan batas minimal jumlah pembelian kepada pedagang pengecer yaitu sebanyak 5 kilogram. pembelian stroberi oleh pedagang pengecer dilakukan dikios pedagang besar. Biaya pengangkutan stroberi tersebut ditanggung oleh pedagang pengecer. Harga rata-rata yang terjadi antara pedagang besar dan pedagang pengecer untuk grade AB sebesar Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram. Selanjutnya harga jual rata-rata ditingkat pedagang pengecer kepada konsumen untuk grade AB Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram.

71 53 Saluran Pemasaran 6 Saluran pemasaran enam merupakan saluran pemasaran terpanjang karena melibatkan empat lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar non-lokal, dan pedagang pengecer non-lokal. Saluran pemasaran ini sama dengan saluran pemasaran sebelumnya yang melibatkan pedagang pengumpul I. Pada saluran pemasaran enam pedagang pengumpul I menjual stroberinya kepada pedagang pengumpul II disebabkan tidak memiliki alternatif pasar untuk menjual stroberi yang telah dibeli dari petani dan juga dapat menjual stroberi dalam jumlah sedikit. Pola saluran pemasaran ini digunakan 3 orang pedagang pengumpul I. Pedagang pengumpul I menjual stroberi kepada pedagang pengumpul II sebanyak kilogram. Pedagang pengumpul I menyalurkan stroberi grade AB, C, dan BS ke pedagang pengumpul II (bandar). Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang pengumpul I sebesar 2 persen. Pedagang pengumpul II menjual stroberi kepada pedagang besar non-lokal yang berada di Bekasi, Jakarta, Bogor, Semarang, dan Lampung. Alasan pedagang pengumpul II menjual kepada pedagang besar non-lokal disebabkan adanya permintaan dari pedagang besar non-lokal dan harga yang di tawarkan lebih tinggi. Biaya pengangkutan biasanya akan dilakukan oleh pedagang besar nonlokal tetapi ada juga yang ditanggung oleh pedagang pengumpul II. Cara pedagang pengumpul II mengirim ke luar kota biasanya pada sore hari dengan menggunakan kemasan kardus atau gabus dan memakai pendingin yang dikirim lewat kereta sesuai tujuan lokasi pemasaran. Penentuan harga jual dilakukan oleh pedagang besar berdasarkan harga yang berlaku di pasaran melalui informasi yang diperoleh dari pedagang besar lainnya. Pedagang pengecer melakukan penjualan stroberi secara langsung kepada konsumen akhir di pasar-pasar tradisional. Harga rata-rata stroberi di tingkat pedagang pengecer non-lokal untuk grade AB Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram. Saluran Pemasaran 7 Saluran pemasaran tujuh merupakan saluran pemasaran terpanjang sama halnya dengan saluran pemasaran enam. Perbedaan dengan saluran pemasaran enam adalah pada pedagang besar. Pada saluran pemasaran ini pedagang besar adalah pedagang besar lokal yang berada di Pasar Induk Caringin. Pola saluran ini digunakan oleh 2 orang pedagang pengumpul II yang menjual stroberi ke pedagang besar yang berada di Pasar Induk Caringin. Pedagang pengumpul II akan mengirimkan stroberi ke pedagang besar pada sore hari. Volume penjualan di tingkat pedagang pengumpul I kepada pedagang pengumpul II adalah sebanyak kilogram yang terdiri dari grade AB, C, dan BS. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang pengumpul II adalah sebesar 3.67 persen. Pedagang besar Pasar Induk Caringin biasanya melakukan penjualan stroberi pada tengah malam atau menjelang pagi hari. Pedagang besar mengeluarkan biaya pengemasan, biaya penyimpanan, pengangkutan, penyusutan, retribusi, sewa kios, dan biaya tenaga kerja. Biaya penyusutan yang ditanggung pedagang besar adalah 2 persen dan biasanya pedagang besar pasar induk akan mengeluarkan biaya retribusi sebesar Rp4 000 per hari atau Rp per bulannya. Harga jual rata-rata pedagang besar yaitu untuk grade AB Rp per

72 54 kilogram dan grade C Rp per kilogram. Pada saluran ini yang menjadi responden pedagang besar lokal adalah satu orang. Pedagang pengecer yang diwawancarai adalah pedagang pengecer yang berada di pasar Banjaran. Pada saat penelitian pedagang pengecer pasar tidak ada yang berjualan stroberi disebabkan harga stroberi yang melonjak tinggi, namun pedagang pengecer yang diwawancara pernah membeli stroberi dari pedagang besar pasar induk. Pedagang pengecer pada saluran ini hanya membeli stroberi grade C saja dengan volume pembelian dan penjualan sebanyak 120 kilogram. Harga jual rata-rata pedagang pengecer pada saat stroberi masih dalam keadaan normal yaitu untuk grade C Rp per kilogram. Saluran Pemasaran 8 Saluran pemasaran delapan terdiri dari tiga lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, dan pedagang pengecer lokal. Saluran pemasaran delapan digunakan oleh 21 orang petani, 3 orang pedagang pengumpul I, 2 orang pedagang pengumpul II, dan 2 orang pedagang pengecer lokal. Alasan pedagang pengumpul II melakukan penjualan kepada pedagang pengecer karena adanya permintaan dari pedagang pengecer. Biasanya pedagang pengecer akan menghubungi pedagang pengumpul II untuk memesan stroberi dalam jumlah tertentu. Pedagang pengecer terdiri dari pedagang pengecer wisata dan pedagang pengecer yang berada di pasar tradisional di daerah sekitar. Rata-rata volume pembelian pedagang pengecer biasanya dalam jumlah kecil, yaitu 420 kilogram dalam satu periode atau selama satu bulan. Pedagang pengecer membeli stroberi grade AB dan C dari pedagang pengumpul II. Biasanya stroberi tersebut sudah dikemas dalam kemasan mika plastik. Harga beli rata-rata stroberi dari pedagang pengumpul II utnuk grade AB Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram, sedangkan harga jual rata-rata stroberi dari pedagang pengecer ke konsumen akhir adalah Rp per kilogram untuk grade AB dan Rp per kilogram untuk grade C. Pada saluran ini pedagang pengecer mengeluarkan biaya pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, dan retribusi untuk pengecer yang berada di pasar. Saluran Pemasaran 9 Saluran pemasaran sembilan terdapat tiga lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pedagang pengumpul II, pedagang besar non-lokal, dan pedagang pengecer non-lokal. Saluran pemasaran sembilan hampir sama dengan saluran pemasarn empat dan saluran pemasaran lima yang menjual kepada pedagang besar nonlokal. Tetapi yang membedakan adalah pada saluran ini petani langsung menjual kepada pedagang pengumpul II. Alasan petani menjual kepada pedagang pengumpul II adalah karena harga lebih tinggi dibandingkan pedagang pengumpul I dan karena adanya keterikatan modal yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul II yang juga mempengaruhi dalam proses pemasaran ini. Saluran sembilan digunakan oleh 10 orang petani (21.74 persen) dengan rata-rata volume penjualan terbesar yaitu persen atau sebanyak kilogram. Harga yang diterima petani adalah Rp per kilogram lebih tinggi dibandingkan jika menjual kepada pedagang pengumpul I. Pedagang pengumpul II juga merupakan pedagang pengumpul yang berada di sekitaran Desa Alamendah, tetapi pedagang pengumpul II biasanya dapat

73 55 membeli atau menampung stroberi dalam jumlah besar. Proses pengangkutan stroberi biasanya dilakukan oleh petani yang langsung mendatangi pedagang pengumpul II, tetapi ada juga pedagang pengumpul yang mendatangi petani. Sehingga biaya pengangkutan dilakukan oleh keduanya. Pada saluran ini pedagang pengumpul II menjual stroberinya ke pedagang besar non-lokal yang berada di Bekasi, Semarang, Lampung, Bogor, dan Jakarta. Proses penyortiran, grading, dan pengemasan dilakukan oleh pedagang pengumpul II dengan menggunakan bahan kemasan gabus dan juga wadah plastik transparan. Biasanya pedagang besar non-lokal akan terlebih dahulu memesan kepada pedagang pengumpul II yang sudah menjadi langganannya. Sama halnya dengan saluran pemasaran sebelumnya, pedagang pengumpul II akan mengirimkan stroberi sore hari dengan menggunakan pendingin yang dikirim lewat kereta sesuai tujuan lokasi pemasaran. Saluran Pemasaran 10 Saluran pemasaran sepuluh sama seperti saluran pemasaran sembilan memiliki tiga lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Tetapi yang membedakan adalah pedagang besar pada saluran ini adalah pedagang besar lokal yang berada di Pasar Induk Caringin. Saluran pemasaran sepuluh juga memiliki kesamaan dengan saluran pemasaran tujuh yang menjual kepada pedagang besar yang ada di Pasar Induk Caringin. Volume penjualan pedagang pengumpul II kepada pedagang besar yaitu sebanyak kilogram yang terdiri dari 3 grade yaitu AB, C, dan BS frozen. Pada saluran ini pedagang pengumpul II melakukan kegiatan penyimpanan untuk stroberi dengan kualitas rendah kepada box pendingin untuk mengurangi tingkat kerusakan stroberi. Pada saluran ini digunakan oleh dua orang pedagang pengumpul II, dua orang pedagang besar lokal, dan satu orang pedagang pengecer lokal. Saluran Pemasaran 11 Saluran pemasaran sebelas melibatkan tiga lembaga pemasaran dalam menyalurkan stroberi di Desa Alamendah, yaitu petani, Pedagang pengumpul II, dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran sebelas digunakan oleh 10 petani responden (21.74 persen) dengan tiga orang pedagang pengumpul II dan dua orang pedagang pengecer. Petani memilih saluran ini karena dapat menjual stroberi dalam jumlah besar, harga yang diterima juga lebih tinggi dibandingkan harga di pedagang pengumpul I, dan adanya keterikatan modal petani kepada pedagang pengumpul II. Pedagang pengumpul II membeli stroberi dari petani sebanyak kilogram atau persen. Pedagang pengumpul II menyalurkan stroberi grade AB (besar, sedang) dan C (kecil) ke pedagang pengecer lokal yang berada di sekitar desa. Harga jual rata-rata dari pedagang pengumpul II kepada pengecer untuk grade AB Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram. Pada saluran ini pedagang pengecer mengeluarkan biaya pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan. Biaya pengemasan yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah biaya untuk membeli kantong keresek. Harga jual rata-rata pedagang pengecer kepada konsumen akhir adalah Rp per kilogram untuk grade AB dan Rp per kilogram untuk grade C.

74 56 Saluran Pemasaran 12 Saluran pemasaran dua belas merupakan saluran pemasaran yang terdiri dari petani, pengecer non-lokal, dan konsumen. Pola saluran pemasaran ini digunakan oleh dua orang petani responden (4.35 persen) dengan satu orang pedagang pengecer yang berada di daerah Cengkareng. Petani memilih saluran pemasaran ini disebabkan adanya permintaan dari pihak toko buah yang berada di daerah cengkareng yaitu toko buah Citra Garden. Volume penjualan pada saluran pemasaran ini adalah sebanyak kilogram (8.31 persen) dalam satu periode. Proses penyortiran dan pengemasan dilakukan oleh petani tetapi tidak dilakukan grading. Harga jual rata-rata stroberi dari petani kepada pedagang pengecer nonlokal adalah Rp per kilogram. Petani mengeluarkan biaya sortasi, pengemasan, dan pengangkutan. Pedagang pengecer non-lokal akan menjual langsung stroberinya kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata grade AB Rp per kilogram dan grade C Rp per kilogram. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dapat didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Analisis struktur pasar dapat dilihat pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Struktur pasar dapat dianalisis mulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Struktur pasar dapat ditentukan oleh empat faktor yaitu jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar, dan tingkat pengetahuan dan informasi dalam pasar. Analisis struktur pasar dilakukan untuk melihat kecenderungan struktur pasar yang dihadapi oleh masingmasing lembaga pemasaran dilokasi penelitian. Struktur pasar yang dihadapi oleh setiap lembaga pemasaran stroberi di Desa Alamendah dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga pemasaran stroberi di Desa Alamendah Karakteristik struktur pasar Petani Pedagang Pedagang pengumpul I (Tengkulak) Lembaga Pemasaran Pedagang pengumpul II (Bandar besar) Pedagang Besar Pedagang Pengecer Jumlah penjual Banyak Banyak Sedikit Sedikit Banyak Jumlah pembeli Sedikit Sedikit Banyak Banyak Banyak Sifat produk Homogen Diferensiasi Diferensiasi Diferensiasi Diferensiasi Pengaruh terhadap Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi harga Hambatan Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Struktur pasar (sisi penjual) Oligopoli murni Oligopoli diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopoli diferensiasi Persaingan monopolistik Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar yang dihadapi oleh petani stroberi di Desa Alamendah terhadap lembaga pemasaran adalah pasar persaingan sempurna tetapi lebih cenderung mengarah kepada struktur pasar oligopoli murni dilihat dari jumlah petani stroberi di Desa Alamendah lebih banyak dibanding dengan jumlah

75 57 lembaga pemasaran. Petani responden yang berhasil ditemui berjumlah 35 orang sedangkan jumlah pedagang berjumlah 26 orang yang terdiri dari pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Sebagian besar petani di Desa Alamendah membudidayakan stroberi, sehingga komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen. Petani sebagai penerima harga (price taker) karena biasanya harga sudah ditentukan oleh penentu harga didasarkan pada harga yang berlaku dipasar sehingga posisi petani dalam penentuan harga stroberi tergolong rendah atau tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar ditingkat petani relatif rendah karena petani bebas keluar masuk pasar jika terjadi kerugian pada usahatani stroberi, sehingga dengan mudah petani dapat beralih mengkonversi ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. Proses pertukaran informasi yang terjadi adalah diantara sesama petani dari pedagang. Pada hasil penelitian Kurniawati (2007), dilihat dari sudut pembeli pada pasar di tingkat petani, bentuk pasar yang terjadi adalah oligopsoni. Hal tersebut dilihat dari jumlah petani lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul desa dan bandar serta produknya bersifar homogen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya terdapat kesamaan terhadap struktur pasar di tingkat petani yaitu dari sudut penjual struktur oligopoli murni dan dari sudut pembeli struktur oligopsoni murni. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul I Struktur pasar pedagang pengumpul I dilihat dari sudut penjual terhadap pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pengecer mengarah kepada struktur pasar oligopoli diferensiasi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pedagang pengumpul I lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Komoditas yang diperjualbelikan bersifat heterogen atau terdiferensiasi berdasarkan grade. Pada tingkat pedagang pengumpul I terdapat hambatan keluar masuk pasar tinggi karena membutuhkan ketersediaan modal yang besar untuk membeli stroberi dan mencari pasar yang akan membeli stroberi. Penentuan harga di tingkat pedagang pengumpul I dilakukan secara tawar-menawar namun penentuan harga dominan ditentukan oleh pedagang pengumpul II dan pedagang besar. Hal ini disebabkan pedagang pengumpul I mendapatkan informasi dan harga jual dari sesama pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II. Pada penelitian Kurniawati (2007) struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul desa apabila dilihat dari sudut pembeli adalah pasar oligopsoni karena jumlah pedagang pengumpul desa lebih banyak dibandingkan dengaan bandar. Dapat disimpulkan bahwa struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul I terdapat kesamaan dengan penelitian sebelumnya. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul II Struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul II terhadap pedagang besar dan pedagang pengecer mengarah kepada struktur oligopoli diferensiasi sama seperti struktur pasar pedagang pengumpul I. Pedagang pengumpul II sebagai penjual dan pedagang besar serta pengecer sebagai pembeli. Jumlah penjual lebih sedikit dibandingkan jumlah pembeli. Produk yang dipertukarkan terdiferensiasi yaitu berdasarkan grade. Adapun hambatan keluar masuk bagi pedagang pengumpul II tinggi yaitu ketersediaan modal yang besar untuk membeli stroberi

76 58 dari petani dan pedagang pengumpul I, mencari pemasok pasar, dan pasar yang akan membeli stroberi. Penentuan harga jual stroberi didasarkan secara tawarmenawar namun penentuan harga dominan oleh pedagang besar. Hal ini disebabkan pedagang pengumpul II mendapatkan informasi perkembangan harga beli dan harga jual dari pedagang besar serta dari pedagang pengumpul lain. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar Pedagang besar menghadapi struktur pasar yang cenderung mengarah ke struktur pasar oligopoli diferensiasi. Pedagang besar sebagai penjual lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang pengecer sebagai pembeli. Produk bersifat diferensiasi berdasarkan grade. Pedagang besar berkedudukan sebagai price maker dibandingkan dengan lembaga pemasaran sebelumnya. Pada struktur ini hambatan keluar masuk pasar tinggi, disebabkan adanya persaingan antara pedagang besar dalam memperoleh stroberi, dibutuhkan permodalan yang besar, dan harga kios yang digunkan untuk penjualan. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Struktur pasar yang terjadi di tingkat pedagang pengecer cenderung mengarah ke struktur pasar persaingan monopolistik. Hal ini disebabkan jumlah penjual dan jumlah pembeli cukup banyak dan menyebar yaitu pedagang pengecer sebagai penjual dan konsumen akhir sebagai pembeli. Sifat produk yang diperjualbelikan bersifat diferensiasi berdasarkan grade. Proses penentuan harga didasarkan pada harga pasar dan juga tawar menawar antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir. Informasi harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diperoleh dari pedagang besar dan sesama pedagang pengecer. Sehingga informasi dapat diperoleh pedagang pengecer dengan mudah. Sedangkan hambatan keluar masuk pasar cenderung rendah karena skala usaha pedagang pengecer relatif kecil dan jika tidak mendapatkan keuntungan maka pedagang pengecer dapat meninggalkan usaha ataupun mengganti komoditas yang diperjualbelikan. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga yang bersangkutan melakukan aktivitas penjualan dan pembelian serta menentukan keputusankeputusan dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar dapat diamati dengan mengamati sistem penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku pasar, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Sistem Penjualan dan Pembelian Sistem pembelian dan penjualan stroberi di Desa Alamendah melibatkan lembaga-lembaga pemasaran, terkecuali petani yang hanya melakukan sistem penjualan dan konsumen yang hanya melakukan sistem pembelian. Pemanenan buah stroberi biasanya dilakukan oleh petani setiap dua hari sekali dan penjualan di lakukan dua hari sekali sesuai waktu pemanenan. Petani menjual stroberinya

77 59 kepada pedagang pengumpul I, pedagang pengungmpul tingkat II, pedagang pengecer, dan langsung ke konsumen. Sebagian besar petani di Desa Alamendah menjual stroberi kepada pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan petani ingin cepat mendapatkan uang hasil panennya dan petani tidak memiliki alternatif pemasaran lain karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki oleh petani. Petani yang menjual hasil panennya kepada konsumen langsung adalah petani yang memiliki lahan dipinggir jalan yaitu dengan cara diecer dan agrowisata petik stroberi sendiri setiap sabtu dan minggu. Penyerahan barang yang dijual oleh petani dilakukan di tempat petani sebagai penjual dan juga di tempat pedagang sebagai pembeli. Pedagang pengumpul I di Desa Alamendah membeli stroberi langsung dari petani. Umumnya pedagang pengumpul akan melakukan kegiatan pembelian langsung dengan mendatangi lahan petani atau menunggu petani datang ke tempat pedagang pengumpul I. Pedagang pengumpul I menjual stroberi ke pengolah, pedagang pengecer lokal, pedagang besar non-lokal, dan pedagang pengumpul II. Stroberi yang dijual pedagang pengumpul I ke pengolah adalah stroberi grade BS (barang sisa) yaitu stroberi yang tidak layak untuk dijual segar akibat adanya proses penyortiran dan grading. Pengolah tersebut adalah industri rumahan yang berada di Desa Alamendah. Sedangkan grade AB dan C dijual kepada lembaga pemasaran lain selain pengolah. Pedagang pengumpul II membeli stroberi langsung dari petani dan juga dari pedagang pengumpul I. Pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II lebih banyak dibandingkan dengan pedagang pengumpul I. Pedagang pengumpul II akan melakukan penyortiran berdasarkan kualitas yang selanjutnya akan dilakukan penjualan kepada pedagang besar non-lokal, pedagang besar lokal, dan pedagang pengecer lokal. Selain itu, pedagang pengumpul II biasanya akan menyimpan stroberi grade BS kedalam pendingin sehingga stroberi akan dijual dalam bentuk stroberi beku dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan jika hanya menjual dalam bentuk grade BS saja. Pedagang besar melakukan pembelian stroberi melalui pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II. Biasanya pedagang besar sudah memiliki langganan namun tidak terikat dengan pedagang pengumpul. Kegiatan pembelian dari pedagang pengumpul dilakukan ditempat pedagang besar. Selanjutnya dilakukan kegiatan penjualan kepada pedagang pengecer dan kegiatan penjualan juga berlangsung di tempat pedagang besar. Biasanya pedagang besar akan melakukan penjualan pada malam hari atau menjelang pagi hari. Pedagang pengecer melakukan kegiatan pembelian stroberi langsung dari petani atau ada juga yang melalui pedagang pengumpul dan pedagang besar. Pedagang pengecer yang melakukan pembelian langsung dari petani adalah pedagang pengecer yang berada di luar kota Bandung yaitu di Cengkareng. Sedangkan pedagang pengecer lokal membeli stroberi dari pedagang pengumpul disebabkan stroberi yang dijual oleh pedagang pengumpul sudah disortir dan dikemas berdasarkan grade, sehingga rata-rata pedagang pengecer lokal tidak membeli stroberi dari petani langsung. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Sistem penentuan harga yang terjadi pada proses pemasaran buah stroberi di Desa Alamendah dilakukan berdasarkan atas harga pasar yang berlaku. Akan tetapi keputusan penentuan harga jual maupun beli terakhir ditentukan oleh

78 60 lembaga pemasaran yang lebih tinggi karena lebih mengetahui informasi perkembangan harga yang berlaku di pasar. Harga stroberi sangat tergantung pada jumlah permintaan dan penawaran yang ada di pasar. Pada saat jumlah penawaran stroberi tinggi yaitu panen raya maka harga stroberi akan lebih murah, namun pada umumnya harga stroberi standar dan tidak berfluktuasi. Sistem penentuan harga stroberi ditingkat petani dengan pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer dilakukan dengan menentukan harga berdasarkan harga yang berlaku di pasar dan kualitas buah stroberi serta harga ditentukan oleh pedagang. Petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga karena posisi dari tawar menawar di tingkat petani sangat rendah sehingga petani hanya bertindak sebagai penerima harga (price taker). Pada saat penelitian harga rata-rata stroberi di tingkat petani kepada pedagang pengumpul I sebesar Rp per kilogram, petani ke pedagang pengumpul II Rp per kilogram, petani ke konsumen Rp per kilogram, petani ke pengolah Rp per kilogram, dan petani ke pedagang pengecer Rp per kilogram. Pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II akan menentukan harga berdasarkan dengan harga yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul lainnya atau berdasarkan harga pasaran dan pedagang besar. Pedagang pengumpul tidak memiliki kebebasan dalam menentukan harga, karena harga terbentuk berdasarkan kondisi harga pasar yang berlaku. Selain itu, pedagang pengumpul juga tidak dapat menentukan harga, karena biasanya harga ditentukan juga oleh pedagang besar. Pada umumnya harga yang diterima petani jauh lebih rendah karena adanya keterbatasan informasi yang dimiliki oleh petani di Desa Alamendah. Penentuan harga ditingkat pedagang besar kepada pedagang pengecer kadang dilakukan dengan cara tawar menawar sesuai dengan harga pasar yang terjadi berdasarkan dengan kualitas stroberi dan permintaan dari konsumen. Sistem penentuan harga stroberi dengan cara tawar menawar juga jarang dilakukan karena pasar sudah menentukan harga stroberi berdasarkan grade atau kualitas yang sudah ditentukan. Sistem pembayaran yang digunakan oleh lembaga pemasaran stroberi di Desa Alamendah dengan pembayaran tunai yaitu dengan cara dibayarkan langsung pada saat proses penjualan dan pembelian serta dengan cara dibayarkan kemudian. Pembayaran diantara pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer adalah secara tunai dengan cara transfer atau dibayar tunai ditempat. Sedangkan pembayaran diantara petani dengan pedagang pengumpul dilakukan dengan cara dibayar kemudian setelah pedagang pengumpul mendapatkan bayaran dari lembaga pemasaran selanjutnya. Pada umumnya petani akan menerima pembayaran setiap dua hari sekali atau pada saat penjualan selanjutnya dengan bukti bon. Kerjasama antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran stroberi sangat penting dan diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam proses penyampaian stroberi dari petani (produsen) ke konsumen. Bentuk dari kerjasama yang terjadi diantara lembaga pemasaran stroberi berdasarkan adanya ikatan antara penjual dan pembeli yang sudah terbangun cukup lama, adanya hubungan kepercayaan, adanya ikatan

79 61 kekeluargaan, lokasi atau jarak, dan adanya suatu keterkaitan dalam bentuk modal. Petani yang membutuhkan modal biasanaya meminjam kepada pedagang pengumpul. Pengembalian modal dilakukan setiap kali pemanenan dengan cara mengurangkan dari hasil panen tersebut yang kemudian dibayarkan kepada petani sehingga petani memiliki keterikatan dimana petani harus menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul tersebut. Modal yang diberikan kepada petani ini dimiliki pedagang pengumpul yang merupakan pinjaman yang diberikan oleh dinas pertanian melalui bendahara kantor kecamatan yang kemudian diberikan langsung kepada kelompok tani di Desa Alamendah. Selain itu, modal yang dimiliki oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar juga merupakan modal sendiri. Pinjaman ini diberikan tanpa bunga dan tanpa adanya suatu syarat hukum, hanya berdasarkan hubungan kepercayaan diantara lembaga pemasaran. Keterkaitan petani dengan pedagang pengumpul dan pedagang besar dalam bentuk modal menyebabkan mereka harus menjual stroberi kepada lembaga pemasaran yang memberikan pinjaman modal tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran merupakan salah satu indikator untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga dalam saluran pemasaran suatu produk dari tingkat produsen (petani) sampai tingkat konsumen. Total Marjin pemasaran merupakan selisih harga beli konsumen akhir dengan harga jual oleh produsen yaitu petani stroberi. Marjin pemasaran meliputi seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diterima setiap lembaga pemasaran dalam penyaluran stroberi dari petani (produsen) sampai ke konsumen. Dalam penelitian marjin pemasaran stroberi di Desa Alamendah dihitung berdasarkan dua belas saluran pemasaran. Konsumen diakhiri dikonsumen terakhir pembeli stroberi segar, sehingga marjin dihitung dari harga jual bersih petani dikurangi dengan harga konsumen terakhir yang diteliti. Terdapat beberapa konsumen perantara yang merupakan konsumen perantara seperti industri rumahan (pengolah), sehingga marjin pemasaran yang diperoleh adalah dari biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petani. Pada analisis marjin pemasaran stroberi di Desa Alamendah harga jual yang digunakan adalah harga jual rata-rata petani responden kepada konsumen akhir, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, dan pedagang pengecer nonlokal. Biaya pemasaran stroberi terdiri dari biaya pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, penyusutan, bongkar muat, tenaga kerja, sewa tempat, retribusi, kebersihan dan keamanan. Marjin pemasaran dianalisis dengan membedakan stroberi menjadi grade AB, C, dan BS. Analisis marjin pemasaran pada saluran dua dan saluran tiga hanya stroberi grade BS dengan konsumen akhir berupa pengolah, sedangkan untuk saluran selain saluran dua dan tiga analisis marjin pemasaran yang dianalisis adalah dengan menggunakan harga rata-rata dari grade AB, C, dan BS. Hal ini disesuaikan dengan grade stroberi yang disalurkan pada masing-masing saluran pemasaran. Perincian biaya-biaya pemasaran dan marjin pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 3.

80 62 Marjin Saluran Pemasaran 1 Pada saluran pemasaran satu marjin pemasaran antara petani dan konsumen akhir adalah sebesar Rp per kilogram (18.83 persen) atau sama dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petani. Harga jual rata-rata petani kepada konsumen akhir adalah Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, sedangkan harga jual bersih atau harga jual petani dikurangi dengan biaya pemasaran yaitu Rp per kilogram. Biaya pemasaran petani terdiri dari biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya penyimpanan, biaya penyusutan, dan biaya promosi. Biaya promosi hanya dikeluarkan oleh satu orang petani responden, yaitu petani yang melakukan kemitraan dengan pihak tempat wisata di Desa Alamendah yaitu sebesar Rp5 000 per kilogram. Biaya penyusutan hanya dikeluarkan oleh satu orang petani yaitu dengan rata-rata penyusutan sebesar 1 kilogram per panen. Petani tersebut menanggung biaya penyusutan karena volume penjualannya dalam jumlah sedikit sehingga stroberi yang menjadi penyusutan tersebut biasanya dibuang tidak seperti petani lainnya yang menjual kepada pengolah sehingga tidak menanggung biaya penyusutan. Marjin Saluran Pemasaran 2 Pada saluran pemasaran dua memiliki kesamaan dengan saluran pemasaran satu yaitu petani langsung menjual kepada konsumen akhir berupa pengolah. Marjin yang diperoleh dari petani dan konsumen akhir berupa pengolah yaitu sebesar Rp per kilogram (9.71 persen) atau sama dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan petani. Pada saluran dua merupakan saluran dengan grade akhir yaitu grade BS. Harga jual rata-rata petani kepada pengolah adalah Rp per kilogram dan harga jual bersih petani yaitu Rp per kilogram. Biaya yang dikeluarkan berbeda dengan biaya pemasaran petani pada saluran satu yang disebabkan fungsi-fungsi yang dilakukan berbeda. Adapun biaya pemasaran petani pada saluran ini terdiri dari biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya penyimpanan, dan biaya pengangkutan. Pada umumnya petani yang menjual stroberi melalui saluran dua ini adalah stroberi sisa dari saluran pemasaran satu, yaitu untuk mengurangi stroberi yang tidak dapat dijual dalam bentuk segar kepada konsumen wisata. Marjin Saluran Pemasaran 3 Marjin pemasaran pada saluran tiga negatif, yaitu sebesar -Rp Hal tersebut disebabkan pada saluran tiga stroberi yang dijual pedagang pengumpul I kepada pengolah adalah grade BS sehingga harga jual rata-rata pedagang pengumpul I kepada pengolah menjadi rendah yaitu Rp per kilogram dengan harga beli rata-rata pedagang pengumpul I kepada petani adalah sebesar Rp per kilogram dalam bentuk curah dan harga jual bersih petani yaitu sebesar Rp , sehingga pada saluran tiga memiliki kesamaan grade dengan saluran pemasaran dua. Saluran tiga digunakan untuk mengurangi volume stroberi yang tidak terjual di tingkat pedagang pengumpul I karena kualitas dari stroberi yang tidak layak dijual segar, selain itu karena adanya permintaan dari pengolah. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp per kilogram, yang terdiri dari biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan. Sedangkan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang

81 63 pengumpul I Rp per kilogram, yang terdiri dari biaya pengemasan, biaya pengangkutan, biaya penyusutan, dan biaya tenaga kerja. Meskipun pada saluran ini marjin yang dihasilkan negatif, tapi pedagang pengumpul masih mendapatkan keuntungan dari hasil saluran pemasaran lainnya dan sebenarnya saluran ini merupakan saluran yang digunakan untuk mengurangi tingkat stroberi yang tidak terjual atau mengurangi penyusutan. Pada saluran tiga stroberi yang dijual akan menghasilkan nilai tambah karena adanya proses pengolahan. Sehingga jika dilihat, sebenarnya marjin yang didapatkan tidak akan negatif. Pada hasil olahan stroberi menjadi suatu produk misalnya dodol stroberi hasil dari wawancara pada dua UKM yang ada di Desa Alamendah memiliki harga jual rata-rata di tingkat pengolah sebesar Rp per 250 gram atau per kg dodol. Sedangkan harga jual rata-rata di tingkat toko oleh-oleh harga dodol sebesar Rp per 250 gram atau per kg dodol. Sehingga marjin yang diperoleh dari petani sampai ke tingkat toko oleholeh adalah Rp per kilogram. Marjin yang dihasilkan sangat tinggi karena adanya nilai tambah stroberi menjadi produk olahan. Marjin Saluran Pemasaran 4 Marjin pemasaran total pada saluran empat adalah Rp per kilogram (56.46 persen), biaya pemasaran total Rp per kilogram (11.65 persen), dan keuntungan total Rp per kilogram (44.81 persen). Petani menjual stroberi kepada pedagang pengumpul I dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram dalam bentuk curah dan harga jual bersih petani sebesar Rp per kilogram. Harga jual bersih ini harga jual petani setelah dikurangi dengan biaya pemasaran, karena yang menanggung biaya pemasaran di tingkat petani adalah petani itu sendiri. Kemudian pedagang pengumpul I menjual kepada pedagang pengecer lokal dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C dengan biaya pemasaran pedagang pengumpul sebesar Rp per kilogram, sehingga marjin pedagang pengumpul I yang didapat adalah Rp per kilogram (41.41 persen). Pedagang pengecer menjual kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, maka marjin pemasaran pedagang pengecer yaitu sebesar Rp per kilogram (13.13 persen). Pada saluran empat marjin tertinggi terdapat pada lembaga pemasaran di tingkat pedagang pengumpul I sebesar persen, disebabkan pedagang pengumpul mengeluarkan biaya yang besar dibandingkan pedagang pengecer lokal. Marjin Saluran Pemasaran 5 Marjin pemasaran lima merupakan marjin pemasaran tertinggi yaitu sebesar Rp per kilogram (61.52 persen) dengan biaya pemasaran total sebesar Rp per kilogram (26.51 persen) serta tingkat keuntungan total Rp per kilogram (35 persen). Pada pola saluran tersebut marjin tinggi disebabkan karena lembaga pemasaran yang terlibat banyak dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya dan merupakan saluran pemasaran stroberi terpanjang di Desa Alamendah. Pedagang pengumpul I menjual kepada pedagang besar non-lokal yang berada di Bogor dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB, C, dan BS Frozen, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp per

82 64 kilogram, dan tingkat keuntungan Rp per kilogram sehingga marjin yang didapat pedagang pengumpul I Rp8 750 per kilogram (23.44 persen). Pedagang besar non-lokal menjual stroberi kepada pedagang pengecer non-lokal dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari gradeab dan C, biaya yang dikeluarkan Rp per kilogram, dan keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin pemasaran di tingkat pedagang besar non-lokal adalah sebesar Rp8 250 per kilogram (22.10 persen). Pedagang pengecer menjual stroberi kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya yang dikeluarkan Rp3 070 per kilogram, dan keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin yang didapat dengan mengurangkan harga jual dan harga beli dari pedagang besar non-lokal adalah sebesar Rp per kilogram (14.28 persen). Marjin pemasaran tertinggi pada tingkat lembaga terdapat pada pedagang pengumpul I yaitu sebesar persen, sehingga pada saluran lima pedagang pengumpul I mengambil marjin yang tinggi pada sistem pemasaran stroberi. Biaya pemasaran tertinggi pada saluran ini adalah biaya yang dikeluarkan pedagang besar non-lokal sehingga pedagang besar non-lokal memiliki marjin tertinggi kedua setelah pedagang pengumpul I. Marjin Saluran Pemasaran 6 Marjin pemasaran total pada saluran enam juga merupakan marjin pemasaran tertinggi yaitu sebesar Rp (61.52 persen) dengan biaya pemasaran Rp (30.72 persen), dan keuntungan Rp (30.72 persen). Saluran ini merupakan saluran pemasaran terpanjang dan lembaga pemasaran yang terlibat juga banyak, sama seperti halnya saluran lima. Perbedaan dengan saluran lima adalah pada saluran enam pedagang pengumpul I menjual kepada pedagang pengumpul II, sehingga harga jual rata-rata lebih rendah dari saluran lima yaitu sebesar Rp per kilogram yang terdiri dari AB, C, dan BS. Marjin pemasaran yang didapat pedagang pengumpul I adalah sebesar Rp1 750 per kilogram (4.69 persen) dengan total biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul I sebesar Rp per kilogram dan keuntungan Rp per kilogram. Pedagang pengumpul II menjual stroberi kepada pedagang besar nonlokal di Bogor dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB, C, dan BS frozen. Sehingga marjin yang didapat pedagang pengumpul II sebesar Rp per kilogram (16.96 persen) dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp per kilogram dan keuntungan sebesar Rp per kilogram. Pedagang besar non-lokal menjual stroberi kepada pedagang pengecer nonlokal dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya yang dikeluarkan Rp per kilogram dan keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin yang diperoleh Rp per kilogram (23.88 persen). Pedagang pengecer menjual kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C. Marjin yang diperoleh pedagang pengecer Rp per kilogram (14.28 persen). Sehingga pada saluran enam marjin tertinggi terdapat pada lembaga pemasaran di tingkat pedagang besar non-lokal sebesar persen, disebabkan pedagang besar non-lokal memiliki biaya yang tinggi dibandingkan lembaga pemasaran

83 65 lainnya. Marjin tertinggi pada saluran enam ini sama dengan marjin tertinggi pada saluran lima yang terdapat pada pedagang besar non-lokal. Marjin Saluran Pemasaran 7 Marjin pemasaran total pada saluran tujuh merupakan marjin pemasaran tertinggi kedua setelah marjin saluran lima dan marjin saluran enam, yaitu sebesar Rp per kilogram (60.09 persen) dengan total biaya pemasaran sebesar Rp per kilogram (28.25 persen) dan total keuntungan sebesar Rp per kilogram (31.84 persen). Pada saluran ini pedagang pengumpul I menjual kepada pedagang pengumpul II seperti pada saluran enam dengan marjin pemasaran pedagang pengumpul I sebesar (4.86 persen). Pedagang pengumpul II menjual kepada pedagang besar lokal yang berada di Pasar Induk Caringin dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, harga lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual rata-rata ke pedagang besar non-lokal, karena pada penjualan ke pedagang besar non lokal biaya yang dikeluarkan lebih banyak. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul II sebesar Rp per kilogram dan keuntungan sebesar Rp per kilogram, sehingga marjin pemasaran yang diperoleh adalah sebesar Rp per kilogram (28.47 persen). Pedagang besar lokal menjual kepada pedagang pengecer lokal dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp perkilogram dan keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin pemasaran yang diperoleh sebesar Rp6 000 per kilogram (16.67 persen). Pedagang pengecer lokal menjual kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya pemasaran Rp per kilogram, dan keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin pemasaran yang diperoleh sebesar Rp3 000 per kilogram (8.33 persen). Marjin pemasaran tertinggi pada tingkat lembaga terdapat pada pedagang pengumpul II yaitu mencapai persen, disebabkan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya pada saluran ini. Marjin Saluran Pemasaran 8 Marjin pemasaran total pada saluran delapan yaitu sebesar Rp per kilogram (54.39 persen) dengan total biaya pemasaran Rp per kilogram (15.83 persen) dan keuntungan sebesar Rp per kilogram (38.55 persen). Pada saluran ini sama seperti saluran pemasaran enam dan tujuh, pedagang pengumpul I menjual stroberi kepada pedagang pengumpul II dengan marjin pemasaran pada pedagang pengumpul I sebesar Rp1 750 per kilogram (5.56 persen). Pada saluran delapan pedagang pengumpul II menjual kepada peagang pengecer lokal dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya pemasaran sebesar Rp per kilogram, keuntungan Rp , dan marjin pemasaran yang diperoleh sebesar Rp7 250 per kilogram (23.01 persen). Kemudian pedagang pengecer lokal menjual stroberi kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C dengan biaya pemasaran Rp per kilogram dan keuntungan Rp , sehingga marjin yang diperoleh Rp7 500 per kilogram (23.81 persen). Pada saluran delapam marjin pemasarn tertinggi di tingkat

84 66 lembaga pemasaran terdapat pada pedagang pengumpul II yaitu sebesar persen, disebabkan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan lembaga pemasaran lainnya. Marjin Saluran Pemasaran 9 Marjin total pada saluran sembilan yaitu sebesar Rp per kilogram (55.55 persen) dengan total biaya pemasaran sebesar Rp per kilogram (28.40 persen) dan keuntungan Rp per kilogram (27.14 persen). Pada saluran sembilan petani menjual stroberinya kepada pedagang pengumpul II dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram dalam bentuk curah dengan harga jual bersih Rp Harga jual bersih petani merupakan harga jual dikurangi dengan biaya pemasaran petani, karena petani mengeluarkan biaya pemasarannya sendiri. Biaya pemasaran yang petani keluarkan pada saluran sembilan adalah Rp per kilogram. Pedagang pengumpul II menjual stroberi kepada pedagang besar non-lokal yang berada di Bogor yaitu dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB, C, BS frozen, biaya pemasaran sebesar Rp per kilogram, keuntungan Rp per kilogram, dan marjin pemasaran yang diperoleh pedagang pengumpul II sebesar Rp per kilogram (18.29 persen). Pedagang besar non-lokal menjual stroberi kepada pedagang pengecer non-lokal seperti pada saluran pemasaran lima dan saluran pemasaran enam dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya yang dikeluarkan Rp per kilogram, dan keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin pemasaran yang diperoleh sebesar Rp (24.77 persen). Pedagang pengecer non-lokal bogor menjual stroberi kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya pemasaran Rp3 070 per kilogram, dan keuntungan Rp930 per kilogram, sehingga marjin pemasaran yang diperoleh Rp4 000 per kilogram (11.11 persen). Pada saluran sembilan marjin pemasaran tertinggi di tingkat lembaga pemasaran terdapat pada pedagang besar non-lokal yaitu sebesar persen, disebabkan biaya yang dikeluarkan juga lebih tinggi dibandingkan lembaga pemasaran lainnya. Marjin tertinggi pada saluran sembilan ini sama dengan marjin tertinggi pada saluran lima dan saluran enam yang terdapat pada pedagang besar non-lokal. Marjin Saluran Pemasaran 10 Marjin pemasaran total pada saluran pemasaran sepuluh yaitu sebesar Rp per kilogram (54.71 persen), total biaya pemasaran sebesar Rp per kilogram (23 persen), dan total keuntungan sebesar Rp per kilogram (31.71 persen). Pada saluran sepuluh sama dengan saluran sembilan, petani menjual hasil panen stroberi kepada pedagang pengumpul II dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram. Pedagang pengumpul II menjual stroberi kepada pedagang besar lokal yang berada di Pasar Induk Caringin sama halnya seperti saluran pemasaran tujuh dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya pemasaran Rp perkilogram dan keuntungan Rp Marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul II sebesar Rp per kilogram (22.17 persen).

85 67 Pedagang besar lokal menjual stroberi kepada pedagang pengecer dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram yang terdiri dari grade AB dan C, biaya pemasaran Rp per kilogram, keuntungan Rp per kilogram, sehingga marjin yang diperoleh sebesar Rp per kilogram (21.70 persen). Pedagang pengecer lokal menjual stroberi kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram lebih murah dibandingkan harga jual ratarata di tingkat pedagang pengecer non-lokal. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer lokal yaitu Rp per kilogram, keuntungan Rp per kilogram, dan marjin pemasaran yang diperoleh adalah sebesar Rp per kilogram (9.43 persen). Pada saluran sepuluh marjin pemasaran tertinggi di tingkat lembaga pemasaran terdapat pada pedagang pengumpul II yaitu sebesar persen, disebabkan biaya yang dikeluarkan juga tinggi dibandingkan dengan biaya di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Marjin Saluran Pemasaran 11 Marjin pemasaran total pada saluran pemasaran sebelas adalah sebesar Rp per kilogram (40.20 persen), biaya pemasaran total Rp per kilogram (14.05 persen), dan total keuntungan sebesar Rp per kilogram (35.15 persen). Pada saluran ini petani menjual kepada pedagang pengumpul II sama seperti saluran pemasaran sebelumnya yaitu saluran sembilan dan sepuluh dengan harga jual rata-rata ditingkat petani kepada pedagang pengumpul II Rp per kilogram dan harga jual bersih di tingkat petani Rp per kilogram. Pedagang pengumpul II menjual kepada pedagang pengecer lokal dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram terdiri dari grade AB dan C, biaya yang dikeluarkan Rp per kilogram, keuntungan Rp per kilogram, dan marjin yang diperoleh sebesar Rp7 500 (23.81 persen). Pedagang pengecer lokal menjual stroberi langsung kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram terdiri dari grade AB dan C, biaya yang dikeluarkan Rp per kilogram, keuntungan Rp per kilogram dan marjin yang di peroleh Rp7 500 per kilogram (23.81 persen). Pada saluran sebelas marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul II dan pedagang pengecer lokal adalah sama yaitu persen. Namun, untuk biaya pemasaran pedagang pengumpul II memiliki biaya pemasaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang pengecer lokal. Marjin Saluran Pemasaran 12 Saluran pemasaran dua belas merupakan saluran pemasaran yang memiliki nilai marjin paling rendah dengan penjualan melalui lembaga pemasaran yaitu sebesar Rp per kilogram (39.35 persen), biaya pemasaran sebesar Rp per kilogram (21.50 persen), dan total keuntungan sebesar Rp per kilogram (17.84 persen). Hal ini disebabkan saluran pemasaran dua belas merupakan saluran pemasaran terpendek setelah saluran satu dan dua. Pada saluran ini petani langsung menjual kepada pedagang pengecer non-lokal yang berada di Cengkareng dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram dalam bentuk curah yang sudah dipisahkan dari stroberi grade BS dan biaya pemasaran petani sebesar Rp per kilogram. Sehingga harga jual bersih petani adalah Rp per kilogram setelah dikurangi biaya pemasaran. Pedagang pengecer menjual stroberi kepada konsumen akhir dengan harga jual rata-rata Rp per

86 68 kilogram terdiri dari grade AB dan C, biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp per kilogram, keuntungan Rp per kilogram, dan marjin pemasaran yang diperoleh yaitu sebesar Rp per kilogram (34.29 persen). Berdasarkan penjelasan diatas bahwa marjin pemasaran tertinggi dengan grade akhir AB dan C terdapat pada saluran lima dan enam dengan nilai marjin masing-masing sebesar persen yang disebabkan saluran pemasaran tersebut merupakan saluran pemasaran terpanjang. Nilai marjin terendah terdapat pada saluran pemasaran satu sebesar persen. Pada saluran pemasaran satu petani langsung menjual kepada konsumen tanpa melibatkan lembaga pemasaran sehingga marjin pemasaran merupakan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan marjin terendah yang melibatkan lembaga pemasaran terdapat pada saluran dua belas sebesar persen. Nilai marjin pemasaran tertinggi dengan grade akhir BS terdapat pada saluran pemasaran dua sebesar 9.71 persen dan marjin terendah terdapat pada saluran tiga yaitu persen. Adanya perbedaan nilai marjin tersebut disebabkan terdapat perbedaan jumlah lembaga pemasaran, panjang pendeknya saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan yang berpengaruh terhadap besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawati (2007), marjin pemasaran stroberi tertinggi terdapat pada saluran satu yaitu sebesar Rp per kilogram (57.14 persen), total marjin berikutnya adalah pola pemasaran tiga sebesar Rp19 500per kilogram (55.71 persen), dan marjin pemasaran terendah yaitu pada saluran lima sebesar Rp per kilogram (43.33 persen). Besarnya perbedaan marjin yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran disebabkan perbedaan besar biaya yang dikeluarkan dan kurangnya informasi harga. Dapat disimpulkan bahwa marjin pemasaran stroberi di Desa Alamendah dapat mencapai lebih dari 50 persen. Analisis Farmer s share Farmer s share merupakan salah satu indikator efisiensi operasional yang membandingkan harga ditingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam bentuk persentase. Farmer s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diterima petani semakin rendah. Namun, Farmer s share yang tinggi tidak selalu menunjukkan bahwa suatu saluran pemasaran efisien. Saluran pemasaran stroberi yang terjadi di Desa Alamendah mengakibatkan bagian yang diterima petani beragam. Farmer s share yang diterima pada setiap saluran pemasaran di Desa Alamendah dapat dilihat pada Tabel 25. Farmer s share atau penerimaan petani paling tinggi dengan grade akhir AB dan C terdapat pada saluran pemasaran satu sebesar persen. Pada saluran satu petani langsung menjual kepada konsumen akhir sehingga bagian yang diterima petani menjadi lebih tinggi karena harga yang ditawarkan juga lebih tinggi dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Farmer s share terendah terdapat pada saluran pemasaran lima dan enam dengan nilai masing-masing persen, yang disebabkan saluran ini merupakan saluran terpanjang di Desa Alamendah. Farmer s share yang didasarkan pada grade BS rata-rata memiliki

87 69 nilai yang tinggi diatas 90 persen yaitu terdapat pada saluran tiga dan dua, masing-masing sebesar persen dan persen. Farmer s share yang tinggi tersebut pada saluran dua disebabkan petani yang langsung menjual kepada pengolah, sedangkan pada saluran tiga disebabkan petani menjual kepada pedagang pengumpul I dalam bentuk curah dengan harga jual rata-rata lebih tinggi dalam bentuk curah dibandingkan dengan harga jual pedagang pengumpul I kepada pengolah. Tabel 25 Farmer's share pada setiap saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Saluran Pemasaran Grade Volume (kg) Harga di Tingkat Petani (Rp/kg) Harga di Tingkat Konsumen (Rp/kg) Farmer s Share (%) 1 AB, C BS BS AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C Berdasarkan hasil penelitian Kurniawati (2007), farmers share tertinggi terdapat pada saluran lima (petani pedagang pengecer desa konsumen) yaitu sebesar 60 persen, sedangkan farmer s share terendah terdapat pada saluran pemasaran satu (petani - pedagang pengumpul desa bandar supermarket - konsumen) yaitu sebesar persen. Hal ini disebabkan karena saluran lima merupakan saluran pemasaran terpendek dibandingkan dengan saluran pemasaran satu yang banyak melibatkan lembaga pemasaran dalam mendistribusikan stroberi di Desa Alamendah. Dapat disimpulkan dengan hasil penelitian sebelumnya, bahwa nilai farmer s share tertinggi untuk pemasaran stroberi di Desa Alamendah dapat mencapai lebih dari 60 persen dan nilai farmer s share terendah mencapai 30 sampai 40 persen. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan harga yang diterima setiap lembaga pemasaran, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, serta fungsi-fungsi yang dilakukan setiap lembaga pemasaran. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya Analisis rasio keuntungan terhadap biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran atau distribusi keuntungan dan biaya pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran. Rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan besarnya keuntungan yang didapat dari biaya pemasaran yang dikorbankan. Keuntungan adalah balas jasa dari penggunaan sumberdaya dan biaya imbangan atau opportunity cost dari pilihan yang terbaik. Sedangkan biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran untuk

88 70 melaksanakan fungsi pemasaran di setiap lembaga pemasaran. Rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh pada setiap saluran pemasaran berbeda-beda. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya maka dari segi operasional saluran pemasaran akan semakin efisien. Adapun rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Rasio keuntungan terhadap biaya setiap lembaga pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Saluran Pemasaran Keuntungan (Rp/kg) Biaya (Rp/kg) Πi/Ci Saluran Saluran Saluran Pedagang pengumpul I Saluran Pedagang pengumpul I Pengecer lokal Saluran Pedagang pengumpul I Ped. Besar Non-lokal Pengecer Non-lokal Saluran Pedagang pengumpul I Pedagang pengumpul II Ped. Besar Non-lokal Pengecer Non-lokal Saluran Pedagang pengumpul I Pedagang pengumpul II Ped. Besar Lokal Pengecer Lokal Saluran Pedagang pengumpul I Pedagang pengumpul II Pengecer Lokal Saluran Pedagang pengumpul II Ped. Besar Non-lokal Pengecer Non-lokal Saluran Pedagang pengumpul II Ped. Besar Lokal Pengecer Lokal Saluran Pedagang pengumpul II Pengecer Lokal Saluran Pengecer Non-lokal Berdasarkan Tabel 26 secara keseluruhan rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap saluran pemasaran yang didasarkan pada grade AB dan C relatif efisien karena nilainya lebih dari satu, namun untuk setiap tingkatan lembaga

89 71 pemasaran secara keseluruhan belum menyebar merata dan ada yang tidak efisien yaitu yang nilainya kurang dari satu. Rasio keuntungan terhadap biaya yang didasarkan pada grade BS tidak efisien, disebabkan pada saluran dua tidak terdapat rasio keuntungan terhadap biaya karena tidak terdapat lembaga pemasaran, sedangkan pada saluran tiga rasio yang dihasilkan adalah negatif. Saluran pemasaran yang memberikan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran stroberi tertinggi terdapat pada saluran pemasaran empat yaitu sebesar 4.60 dengan keuntungan pemasaran Rp per kilogram dan biaya pemasaran Rp per kilogram. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran sebesar 4.60 ini berarti bahwa setiap Rp100 per kilogram biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp460 per kilogram. Rasio keuntungan terhadap biaya terendah terdapat pada saluran dua belas yaitu sebesar Keuntungan tersebut secara keseluruhan diambil oleh pedagang pengecer. Rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1.08 artinya bahwa setiap Rp100 per kilogram biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp108 per kilogram. Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran dapat dilihat dari nilai marjin pemasaran terendah, farmer s share tertinggi, sebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya relatif atau diatas satu dan menyebar disetiap tingkat lembaga pemasaran, volume penjualan stroberi, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan. Efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Efisiensi pemasaran pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Saluran Pemasaran Grade Volume penjualan (kg) Total biaya pemasaran (Rp/kg) Total keuntungan (Rp/kg) Total marjin pemasaran (Rp/kg) Farmer s share (%) Rasio πi/ci 1 AB,C BS BS AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB, C AB,C AB, C Berdasarkan Tabel 27, saluran pemasaran dengan grade akhir AB dan C yang relatif efisien di Desa Alamendah adalah saluran pemasaran satu, dua belas, dan sepuluh. Pada saluran pemasaran satu dikatakan efisien karena memiliki marjin yang rendah yaitu Rp per kilogram, farmer s share tinggi persen. Meskipun pada saluran satu petani langsung menjual kepada konsumen dan tidak ada lembaga pemasaran yang terlibat, pada saluran satu petani telah

90 72 melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang dapat menambah nilai tambah pemasaran yaitu dengan adanya proses sortasi, grading, dan juga pengemasan. Pada saluran pemasaran dua belas dikatakan efisien karena memiliki nilai marjin yang rendah yaitu Rp per kilogram, farmer s share yang tinggi persen, rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari satu yaitu 1.08, dan telah melibatkan lembaga pemasaran yaitu pedagang pengecer lokal, sehingga dapat menjadi alternatif penjualan dalam jumlah sedikit selain penjualan langsung kepada konsumen. Sedangkan pada saluran pemasaran sepuluh dikatakan efisien karena memiliki nilai marjin rendah Rp meskipun bukan nilai marjin paling rendah, farmer s share cukup tinggi persen, nilai rasio keuntungan terhadap biaya diatas satu yaitu 2.82 dan menyebar merata pada setiap lembaga pemasaran, terdapat beberapa lembaga pemasaran, dan volume penjualannya merupakan volume penjualan tertinggi kedua yaitu kilogram dan harga jual juga yang lebih tinggi di tingkat pedagang pengumpul II dibanding harga jual kepada pedagang pengumpul I. Pada saluran pemasaran dengan grade akhir BS saluran dua relatif efisien karena memiliki nilai marjin rendah Rp per kilogram dan farmer s share tinggi yaitu persen. Sedangkan saluran tiga tidak efisien karena rasio keuntungan terhadap biaya nilainya negatif yang menandakan bahwa keuntungan di tingkat pedagang pengumpul I negatif. Meskipun begitu keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul I akan tertutupi oleh penjualan pada saluran pemasaran lainnya karena pada saluran ini merupakan merupakan saluran yang khusus menyalurkan stroberi yang tidak dapat terjual segar sehingga tidak akan terbuang sia-sia dengan penjualannya yang kontinu dan untuk mengurangi penyusutan. Pada hasil penelitian Kurniawati (2007) saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran yang melibatkan petani dan pedagang pengecer yaitu saluran pemasaran lima (petani pedagang pengecer desa konsumen) dengan nilai marjin paling kecil yaitu sebesar Rp per kilogram, farmer s share tertinggi yaitu sebesar 60 persen, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran pemasaran lima untuk proses pemasaran stroberi di Desa Alamendah merupakan saluran pemasaran memberikan bagian terbesar yang diperoleh petani stroberi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan hasil yaitu saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah yang efisien yaitu yang melalui lembaga pedagang pengecer. Namun pada hasil penelitian ini selain saluran yang melewati pedagang pengecer saluran efisien lainnya yaitu yang melewati lembaga lainnya dan yang melakukan penjualan langsung kepada konsumen. Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Stroberi Nilai tambah terjadi karena adanya proses pengolahan pada stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai stroberi. Hal ini membuat harga penjualan produk olahan stroberi lebih tinggi dibandingkan harga jual stroberi BS dalam bentuk segar. Perhitungan nilai tambah dilakukan karena pengolahan merupakan salah satu fungsi fisik yang terdapat pada sistem pemasaran. Analisis nilai tambah dengan metode Hayami dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah, nilai output,

91 tingkat keuntungan, dan imbalan tenaga kerja. Dalam analisis nilai tambah terdapat komponen-komponen yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah antara lain output olahan stroberi, bahan baku, tenaga kerja langsung, dan sumbangan input lain. Dasar perhitungan dalam nilai tambah ini menggunakan input sebesar 20 kilogram stroberi sebagai bahan baku. Jenis stroberi yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan stroberi di Desa Alamendah adalah stroberi grade C dan BS atau tidak layak dijual ke pasar dalam bentuk segar sehingga harga yang ditawarkan oleh petani juga relatif murah. Harga bahan baku olahan stroberi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga beli rata-rata UKM Sinar Asih dari petani dan pedagang pengumpul yang berada di Desa Alamendah yaitu Rp per kilogram. Selain bahan baku stroberi diperlukan juga bahan penolong untuk memproduksi olahan stroberi tersebut. Adapun persentase komposisi bahan baku dan bahan penolong utama (gula pasir) masing-masing olahan stroberi yaitu dodol (40 persen stroberi; 60 persen gula pasir), sirup (50 persen stroberi; 50 persen gula pasir), dan selai (62.5 persen stroberi; 37.5 persen gula pasir). Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian nilai output terhadap nilai input. Nilai faktor konversi yang diperoleh masing-masing olahan stroberi berbeda-beda tergantung pada output yang dihasilkan pada pengolahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai. Nilai konversi pada pengolahan stroberi menjadi dodol, sirup, dan selai masing-masing memiliki nilai konversi sebesar 2.5, 1.4, dan 1.3. Hal ini berarti setiap satu kilogram stroberi yang diolah menghasilkan 2.5 kilogram dodol, 1.4 kilogram sirup, dan 1.3 kilogram selai. Koefisien tenaga kerja didapat dari pembagaian antara tenaga kerja dengan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Nilai koefisien tenaga kerja berada pada kisaran 0.20 sampai Nilai koefisien tenaga kerja paling rendah adalah pada produksi sirup sebesar Upah yang diberikan untuk masingmasing tenaga kerja sama untuk setiap produk karena berdasarkan upah harian per jam. Upah yang diberikan adalah sebesar Rp per jam untuk masing-masing produk dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 8 orang. Upah sebesar Rp per jam, artinya upah yang diberikan satu jamnya untuk 8 orang tenaga kerja produksi sebesar Rp Harga sumbangan input lain untuk membuat dodol sebesar Rp atau jika dikonversikan ke per kilogram bahan baku untuk membuat dodol dibutuhkan biaya penolong sebesar Rp per kilogram. Pembuatan sirup dibutuhkan biaya penolong sebesar Rp atau Rp per kilogram bahan baku. Selai membutuhkan sumbangan input lain sebesar Rp atau Rp per kilogram bahan baku. Dalam satu kali produksi dengan menggunakan bahan baku 20 kilogram untuk masing-masing produk, output rata-rata yang dihasilkan adalah 50 kilogram untuk dodol, 28 kilogram untuk sirup, dan 26 kilogram untuk selai. Nilai output merupakan hasil perkalian antara harga output dengan faktor konversi. Nilai output terbesar terdapat pada olahan stroberi berupa dodol yaitu Rp per kilogram, artinya nilai dodol yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku sebesar Rp per kilogram. nilai output terkecil terdapat pada olahan stroberi berupa sirup sebesar Rp per kilogram. Nilai output untuk selai yaitu sebesar Rp per kilogram. Nilai output lebih besar dibandingkan dengan harga bahan baku yang digunakan. Nilai tambah olahan stroberi dapat dilihat pada Tabel

92 74 Tabel 28 Nilai tambah olahan stroberi (dodol, sirup, dan selai) di Desa Alamendah No. Variabel Perhitungan Produk Olahan Stroberi Dodol Sirup Selai I. Output, Input, dan Harga 1. Output (kg/produksi) A Input (kg/produksi) B Tenaga kerja (jam/produksi) C Faktor konversi D = A/B Koefisien tenaga kerja E = C/B Harga output (Rp/kg) F Upah rata-rata tenaga kerja G (Rp/jam) II. Penerimaan dan keuntungan (Rp/ kilogram bahan baku) 8. Harga bahan baku (Rp/kg) H Sumbangan input lain (Rp/kg) I Nilai output (Rp.kg) J = D x F a. Nilai tambah (Rp/kg) K = J H I b. Rasio nilai tambah (%) L% = (K/L) x 100% a.imbalan tenaga kerja (Rp/kg) M = E X G b.pangsa tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100% a. Keuntungan (Rp/kg) O = K M b.tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100% III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14. Marjin (Rp/kg) Q = J H a. Pendapatan tenaga kerja (%) R% = (M/Q) x 100% b. Sumbangan input lain (%) S% = (I/Q) x 100% c. Keuntungan pemilik perusahaan (%) T% = (O/Q) x 100% Nilai tambah diproleh dari selisih nilai output dengan harga beli bahan baku dan harga beli sumbangan input lain. Nilai tambah masing-masing olahan stroberi memiliki besaran nilai yang berbeda-beda. Nilai tambah yang paling tinggi terdapat pada produk olahan stroberi berupa dodol sebesar Rp per kilogram, tertinggi kedua terdapat pada produk olahan selai sebesar Rp per kilogram, dan nilai tambah terendah terdapat pada produk olahan sirup sebesar Rp per kilogram. Nilai tambah yang diperoleh merupakan nilai tambah kotor karena selisih mengandung sumbangan bahan lain. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk pada dodol adalah sebesar persen, sirup sebesar persen, dan selai sebesar persen. Hal ini artinya untuk setiap Rp100 nilai output dodol akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp5 636, untuk sirup diperoleh nilai tambah sebesar Rp3 196, dan untuk selai nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp Imbalan tenaga kerja diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja langsung. Imbalan tenaga kerja langsung yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram bahan baku untuk dodol sebesar Rp26 000, sirup sebesar Rp8 000, dan selai sebesar Rp Besarnya pendapatan tenaga kerja pada setiap proses pengolahan stroberi tergantung pada jam tenaga kerja. Besaran pangsa tenaga kerja yang diperoleh dari proses pengolahan dihitung berdasarkan perbandingan antara pendapatan tenaga kerja dengan nilai tambah yang didapat dari proses pengolahan tersebut. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai pangsa tenaga kerja untuk olahan dodol sebesar persen, sirup sebesar persen, dan selai sebesar persen. Nilai pangsa tenaga kerja terbesar terdapat pada produk olahan selai. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja lebih besar dibandingkan proporsi bagian keuntungan terhadap pemilik usaha.

93 75 Nilai keuntungan diperoleh dari selisih nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja. Dari ketiga produk olahan stroberi, keuntungan paling tinggi terdapat pada produk olahan dodol sebesar Rp per kilogram dengan tingkat keuntungan sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa produk dodol menerapkan teknologi padat modal yaitu proporsi bagian keuntungan bagi pemilik usaha lebih besar dibandingkan dengan proporsi tenaga kerja. Pada produk sirup mempunyai tingkat keuntungan sebesar Rp per kilogram atau persen paling rendah diantara kedua produk lainnya dan produk selai mempunyai tingkat keuntungan sebesar Rp perkilogram atau persen. Kontribusi terhadap pemilik faktor produksi ditunjukkan melalui marjin yang diperoleh dari selisih nilai output dengan harga bahan baku. Berdasarkan hasil dari perhitungan marjin, nilai marjin yang diperoleh pada pengolahan bahan baku menjadi dodol adalah Rp per kilogram. Nilai marjin pada olahan sirup sebesar Rp per kilogram dan untuk selai sebesar Rp per kilogram. Nilai marjin dari keuntungan yang diperoleh produk olahan tersebut terdiri atas balas jasa terhadap tenaga kerja, balas jasa terhadap sumbangan input lain, dan balas jasa terhadap keuntungan pemilik usaha. Pada produk olahan dodol balas jasa yang diperoleh untuk faktor produksi tenaga kerja adalah persen, sirup sebesar 17 persen, dan selai sebesar persen. Balas jasa terhadap sumbangan input lain untuk dodol sebesar persen, sirup sebesar persen, dan selai sebesar persen. Nilai marjin terhadap keuntungan pemilik perusahaan untuk produk dodol sebesar persen, sirup sebesar persen, dan selai sebesar persen. Marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja paling besar terdapat pada produk olahan selai dibandingkan dua produk lainnya. Hal ini disebabkan imbalan tenaga kerja pada produk selai lebih besar. Proporsi tenaga kerja dan keuntungan terhadap nilai tambah dapat menunjukkan apakah produk oalahan tersebut padat modal atau padat karya. Besarnya marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja dibandingkan dengan keuntungan menunjukkan bahwa ketiga produk merupakan kegiatan padat modal terlihat dari distribusi keuntungan lebih besar dibandingkan dengan distribusi untuk pendapatan tenaga kerja. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran stroberi di Desa Alamendah antara lain pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Saluran pemasaran yang dihadapi petani stroberi di Desa Alamendah sebanyak 12 saluran. Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung mengarah ke oligopoli murni sedangkan ditingkat lembaga pedagang pengumpul II dan pedagang besar cenderung oligopoli diferensiasi serta pedagang pengecer mengarah ke persaingan monopolistik. Perilaku pasar ditingkat petani dilihat dari

94 76 praktik penjualan menggunakan sistem pembayaran tunai yaitu dengan cara dibayarkan langsung pada saat proses penjualan dan pembelian serta dibayarkan kemudian yang akan dibayarkan setiap dua hari. Penentuan harga stroberi ditentukan oleh pedagang pengumpul sedangkan penentuan harga ditingkat lembaga pemasaran lain ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama antar lembaga pemasaran terjalin atas saling kepercayaan yaitu berlangganan, ikatan keluarga, dan ikatan modal pinjaman. Berdasarkan efisiensi operasional (marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya) saluran pemasaran satu, dua belas, dan sepuluh merupakan alternatif saluran pemasaran yang relatif efisien untuk menyalurkan stroberi grade AB dan C bagi petani di Desa Alamendah karena memiliki nilai marjin rendah yaitu masing-masing sebesar Rp per kilogram, Rp per kilogram, Rp Nilai farmer s share tinggi yaitu masingmasing persen, persen, dan persen. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu masing-masing sebesar 1.08 dan 1.47 yang menyebar merata pada setiap lembaga pemasaran. Pada saluran satu tidak ada rasio keuntungan terhadap biaya pada tingkat lembaga karena petani yang langsung menjual ke konsumen. Pada saluran pemasaran dengan grade akhir BS saluran dua relatif efisien karena memiliki nilai marjin rendah Rp per kilogram dan farmer s share tinggi yaitu persen. Pada analisis nilai tambah olahan stroberi di Desa Alamendah, rasio nilai tambah produk olahan stroberi terbesar terdapat pada olahan stroberi berupa dodol yaitu sebesar Rp per kilogram atau persen. Tingkat keuntungan terbesar juga terdapat pada produk olahan stroberi berupa dodol yaitu sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa dodol memiliki nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan sirup dan selai. Saran 1. Petani dapat memilih alternatif saluran yang relatif efisien yaitu saluran satu, dua belas, dan sepuluh untuk memasarkan hasil panen stroberinya dan saluran dua untuk memasarkan hasil panen grade BS. Saluran tersebut memberikan bagian terbesar untuk petani. Untuk pengembangan pemasaran stroberi di Desa Alamendah diperlukan koordinasi yang baik antar petani sebagai produsen stroberi. 2. Petani diharapkan melakukan proses grading terlebih dahulu sebelum melakukan penjualan stroberi kepada pedagang pengumpul. Dengan memberikan value added diharapkan dapat meningkatkan harga jual sehingga keuntungan yang diperoleh petani dapat meningkat. 3. Pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah terdapat 8.65 persen stroberi grade BS yang dapat diolah menjadi beberapa produk olahan stroberi. Dalam pengolahan stroberi tersebut dapat memilih produk olahan dodol, karena memiliki rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan terbesar dibandingkan dengan selai dan sirup.

95 77 DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka RW Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Edisi Kedua. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. ISBN: Ashari S Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI press. Asheri VP Analisis nilai tambah coklat batangan (Chocolate bar) di Pipiltin Cocoa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Balitjestro Purbalingga (masih) membidik peluang ekspor stroberi. [diunduh 2016 Januari 18]. Tersedia pada: Budiman S dan Saraswati D Berkebun Stroberi Secara Komersil. Penebar Swadaya. Bogor (ID) [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Daerah Kecamatan Rancabali 2015 [Internet]. [diunduh 2015 November 28]. Tersedia pada: Dahl DC dan Hammond JW Market and Price Analysis the Agricultural Industries. New York (US): McGraw-Hill Company. [Dirjenhor] Direktorat Jenderal Hortikultura Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura [Internet]. [diunduh 2016 Januari 18]. Tersedia pada: [Dirjenhor] Direktorat Jenderal Hortikultura Statistik Produksi Hortikultura Tahun Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Hortikultura Fauzi A, Sihombing L, Jufri M Analisis Finansial dan Pemasaran Stroberi. Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness. Vol 4, No 1 (2015). Medan (ID): Universitas Sumatera Utara [diunduh 2015 Oktober 24]. Tersedia pada: Febriani Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Furqon C Analisis Manajemen dan Kinerja Rantai Pasok Agribisnis Buah Stroberi di Kabupaten Bandung [Jurnal]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor (ID): CGPRT Centre Hendrayati H Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran Stroberi di Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia Khadijah NB Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Kohls RL dan Uhl JN Marketing of Agricultural Products. Helba S, editor. New Jersey (UK): Prentice-Hall

96 78 Kurnia A Petunjuk Praktis Budidaya Stroberi. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka Kurniawati SR Analisis Sistem Pemasaran Buah Stroberi (Kasus di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Kementan] Kementerian Pertanian RI Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Stroberi di Indonesia Tahun [Internet]. [diunduh 2015 Desember 07]. Tersedia pada: [Kementan] Kementerian Pertanian RI Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Stroberi di Lima Sentra di Indonesia Tahun 2014 [Internet]. [diunduh 2015 Desember 17]. Tersedia pada: [Kementan] Kementerian Pertanian RI Data Hortikultura [Internet]. [diunduh 21 Juli 2016]. Tersedia pada: data.go.id/dataset/data-hortikultura [Kementan] Kementerian Pertanian RI Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Stroberi di Jawa Barat Tahun 2013 [Internet]. [diunduh 2015 Desember 17]. Tersedia pada: [Kementan] Kementerian Pertanian RI Kontribusi PDB Atas Harga Konstan Tahun Tahun Dasar 2010 (dalam persen) [Internet]. [diunduh 2016 Juli 11]. Tersedia pada: Peningkatan kualitas buah segar stroberi melalui penanganan panen dan pascapanen [diunduh 2015 November 23]. Tersedia pada: Permana NS Pola agroindustrialisasi Stroberi di Jawa Barat. Bandung (ID): Universitas Padjajaran Petani stroberi keluhkan penurunan produksi [diunduh 2016 Januari 18]. Tersedia pada: Ramadhan SR Perancangan Desain Kemasan Makanan Ringan Olahan Buah Strawberry UKM Sinar Asih di Kabupaten Bandung [Jurnal]. Bandung (ID): Universitas Telkom. [diunduh 2016 Januari 20]. Tersedia pada: Sepuluh kecamatan di Kabupaten Bandung potensial agrobisnis [diunduh 2015 November 17]. Tersedia pada: ( Singarimbun, M dan S.Effendi Metode Penelitian Survey. Jakarta (ID). LP3S Soemadi W Budidaya Stroberi di Pot dan Kebun. CV. Aneka. Solo. Sudiyono A Pemasaran Pertanian. Edisi Kedua. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang. ISBN:

97 79 Tomek WG dan Robinson KL Agricultural Product Price. Third Edition. Ithaca: Cornell University Press. ISBN Ujang Pertanian stroberi menurun hingga 70%. [diunduh 2016 Januari 18]. Tersedia pada: Yuliana N, Ermavitalini D, dan Agisimanto D Efektivitas meta-topolin (mt) dan NAA Terhadap Pertumbuhan in Vitro Stroberi (Fragaria Ananassa Var. Dorit) Pada Media MS Cair dan Ketahanannya di Media Aklimatisasi. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol 2, No. 1 (2013). Surabaya (ID): Institut Teknologi Nopember Yuniarsih RT Analisis pemasaran stroberi di Kabupaten Karanganyar (studi kasus di Kecamatan Tawangmangu) [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret LAMPIRAN Lampiran 1 Kontribusi PDB atas harga konstan tahun tahun dasar 2010 (dalam persen) Lapangan Usaha Tahun * Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan a. Pertanian, Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian 1) Tanaman Pangan ) Tanaman Hortikultura ) Tanaman Perkebunan ) Peternakan ) Jasa Pertanian dan Perburuan b. Kehutanan Penebangan Kayu c. Perikanan Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2016 Keterangan : *)Angka Sementara

98 80 Lampiran 2 Fungsi-fungsi setiap lembaga pemasaran pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Saluran dan Lembaga Pemasaran Fungsi-fungsi Pemasaran pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angk ut Simp an Ke mas Sortasi, Grading Risi ko Bia ya Inform asi pasar Prom osi Saluran I Petani Ѵ - - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Saluran 2 Petani Ѵ - * - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ * - Saluran 3 Petani Ѵ - * - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul I Ѵ Ѵ * - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 4 Petani Ѵ - * - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul I Ѵ Ѵ - - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 5 Petani Ѵ - * - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul I Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - PB Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 6 Petani Ѵ - * - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul I Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pedagang pengumpul II Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - PB Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 7 Petani Ѵ - * - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul I Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pedagang pengumpul II Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - PB Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 8 Petani Ѵ - * - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul I Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pedagang pengumpul II Ѵ Ѵ - - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 9 Petani Ѵ - Ѵ - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul II Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - PB Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 10 Petani Ѵ - Ѵ - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul II Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - PB Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 11 Petani Ѵ - Ѵ - Ѵ - Ѵ Ѵ * - Pedagang pengumpul II Ѵ Ѵ - - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ - Saluran 12 Petani Ѵ - Ѵ - Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Pengecer Non-lokal Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ - Keterangan: PB = Pedagang Besar Ѵ = Melakukan fungsi pemasaran * = Kegiatan kadang- kadang dilakukan - = Tidak melakukan fungsi pemasaran

99 81 Lampiran 3 Perincian biaya-biaya, keuntungan, dan marjin pemasaran stroberi di Desa Alamendah No Unsur Marjin Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg) 1. Petani Harga jual Biaya pemasaran Harga jual bersih Pedagang pengumpul I Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang pengumpul II Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual 4. Pedagang besar/grosir Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual 5. Pedagang Pengecer Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual 6. Konsumen/pengolah Harga beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Pemasaran Total Marjin Pemasaran π/c (%)

100 82 No Unsur Marjin Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg) 1. Petani Harga jual Biaya pemasaran Harga jual bersih Pedagang pengumpul I Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang pengumpul II Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang besar/grosir Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang Pengecer Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Konsumen/pengolah Harga beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Pemasaran Total Marjin Pemasaran π/c (%)

101 83 N o Unsur Marjin Saluran 7 Saluran 8 Saluran 9 Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg) (%) 1. Petani Harga jual Biaya pemasaran Harga jual bersih Pedagang pengumpul I Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang pengumpul II Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang besar/grosir Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang Pengecer Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Konsumen/pengolah Harga beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Pemasaran Total Marjin Pemasaran π/c

102 84 No Unsur Marjin Saluran 10 Saluran 11 Saluran 12 Harga (Rp/kg) (%) Harga (Rp/kg (%) Harga (Rp/kg) 1. Petani Harga jual Biaya pemasaran Harga jual bersih Pedagang pengumpul I Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual 3. Pedagang pengumpul II Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang besar/grosir Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Pedagang Pengecer Harga beli Biaya pengemasan Biaya penyimpanan Biaya pengangkutan Biaya penyusutan Biaya tenaga kerja Biaya retribusi Biaya sewa kios Biaya pemasaran Keuntungan Marjin pemasaran Harga jual B/C Konsumen/pengolah Harga beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Pemasaran Total Marjin Pemasaran π/c (%)

103 85 Lampiran 4 Jumlah responden, jumlah pembelian dan penjualan, serta harga beli dan harga jual setiap lembaga pada saluran pemasaran stroberi di Desa Alamendah Saluran Pemasaran Jumlah Responden (orang) (%) Jumlah Pembelian (kg) (%) Harga beli (Rp/kg) Jumlah Penjualan (kg) (%) Harga jual (Rp/kg) Saluran 1 Petani Saluran 2 Petani Pengolah Saluran 3 Petani Pedagang pengumpul I Pengolah Saluran 4 Petani Pedagang pengumpul I Pengecer lokal Saluran 5 Petani Pedagang pengumpul I Ped. Besar Non-lokal Pengecer Non-lokal Saluran 6 Petani Pedagang pengumpul I Pedagang pengumpul II Ped. Besar Non-lokal Pengecer Non-lokal Saluran 7 Petani Pedagang pengumpul I Pedagang pengumpul II Ped. Besar Lokal Pengecer Lokal Saluran 8 Petani Pedagang pengumpul I / Pedagang pengumpul II Pengecer Lokal Saluran 9 Petani Pedagang pengumpul II Ped. Besar Non-lokal Pengecer Non-lokal Saluran 10 Petani Pedagang pengumpul II Ped. Besar Lokal Pengecer Lokal Saluran 11 Petani Pedagang pengumpul II Pengecer Lokal Saluran 12 Petani Pengecer Non-lokal

104 86 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian Lahan petani stroberi lahan petani yang berada di pinggir jalan dan mulai ditanami bawang daun karena tanaman stroberinya mati Stroberi yang sedang di sortir Mesin penggiling yang dimiliki UKM Sinar Asih Lahan petani yang sebagian tanamannya mulai mati Stroberi yang sudah dibekukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran ANALISIS PEMASARAN IKAN NEON TETRA (Paracheirodon innesi) STUDI KASUS DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN CURUG JAYA II (KECAMATAN BOJONGSARI, KOTA DEPOK JAWA BARAT) Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR.

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR. SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR Oleh : Febriani Rita Nurmalina DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Analisis Pemasaran Nenas Palembang ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Herawati 1) dan Amzul Rifin 2) 1,2) Departemen

Lebih terperinci

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN Lina Humaeroh 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi linaanimania@yahoo.com Riantin Hikmah Widi 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi riantinhikmahwidi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia salah satunya adalah komoditi kedelai.kedelai merupakan tanaman pangan yang penting

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 4 (1) :75 83, Februari 2016 ISSN : 23383011 ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Marketing Analysis of Shallot In Oloboju Village Sigi Biromaru

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

TATANIAGA TOMAT DI DESA GEKBRONG, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT WIGGO WINDI RISWANDY

TATANIAGA TOMAT DI DESA GEKBRONG, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT WIGGO WINDI RISWANDY TATANIAGA TOMAT DI DESA GEKBRONG, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT WIGGO WINDI RISWANDY DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT Hariry Anwar*, Acep Muhib**, Elpawati *** ABSTRAK Tujuan penelitian menganalisis saluran tataniaga ubi jalar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dimana sektor pertanian menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal.63-70 ISSN 2302-1713 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN Cindy Dwi Hartitianingtias, Joko Sutrisno, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG 131 Buana Sains Vol 8 No 2: 131-136, 2008 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG Ahmad Zubaidi PS Agribisnis Fak. Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract

Lebih terperinci

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT SISTEM Tata niaga KEDELAI DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR Aldha Hermianty Alang *)1, dan Heny Kuswanti Suwarsinah *) *) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN Rokhman Permadi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Darwan Ali rokhmanpermadi@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mayoritas penduduk di negara berkembang adalah petani. Oleh karena itu, pembangunan pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang

Lebih terperinci

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI STROBERI

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI STROBERI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI STROBERI Cici Aulia Permata Bunda 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi ciciaulia@rocketmail.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Komoditi melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat hidup sampai mencapai umur di atas 100 tahun dan masih tetap menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI

ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian pada suatu negara akan didukung dengan kegiatan-kegiatan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian pada suatu negara akan didukung dengan kegiatan-kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian pada suatu negara akan didukung dengan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh negara tersebut. Di Indonesia, sektor pertanian memegang peranan

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alam Indonesia mempunyai kekayaan pertanian yang berlimpah, baik jenis maupun macamnya. Salah satu hasil pertaniannya adalah buah-buahan. Komoditi hortikultura khususnya

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN Arini Pebristya Duha *), HM Mozart B Darus **), Luhut Sihombing **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR. Oleh :

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR. Oleh : 1 SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR Oleh : Nurnidya Btari Khadijah Rita Nurmalina DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci