ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI"

Transkripsi

1 ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pemasaran Jeruk Siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Ni Putu Dinda Wied Natacha Putri NIM H

4 ABSTRAK NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI. Analisis Pemasaran Jeruk Siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA. Jeruk siam merupakan tanaman hortikultura yang menjadi komoditas unggulan nasional yang mendominasi 60 persen pasaran jeruk di Indonesia. Harga jeruk siam cenderung berfluktuatif dan memiliki marjin pemasaran yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran serta merekomendasikan alternatif pemasaran. Metode pengumpulan data menggunakan purposive sampling untuk petani dan snowball sampling untuk lembaga pemasaran. Hasil analisis menunjukkan saluran pemasaran yang relatif efisien pada periode panen raya adalah saluran 1 (petani-distributor Jakarta), saluran 2 (petani-penebas-distributor Surabaya), dan saluran 7 (petani-pedagang antar pulau-distributor Jakarta), sedangkan pada periode panen sela adalah saluran 3 (petani-pengecer-konsumen) dan saluran 9 (petani-pedagang pengumpul kecamatan-pedagang antar pulau-distributor Jakarta). Indikator efisiensi pemasaran adalah marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, daya serap komoditas, fungsi-fungsi pemasaran, perilaku pasar, serta hubungan kelembagaan. Manajemen pemasaran dirumuskan dengan mengoptimalkan subsistem-subsistem dalam agibisnis. Kata kunci: efisiensi pemasaran, jeruk siam, manajemen pemasaran, saluran pemasaran ABSTRACT NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI. Marketing Analysis of Citrus cv.siam at Kintamani Area, Bangli District, Bali Province. Supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA. Citrus cv. Siam is horticultural plant becoming national s superior commodity which dominated 60 percent of orange s market in Indonesia. The price of citrus cv.siam tends to be fluctuating and it has a great marketing margin. This research aimed to analyze marketing system, marketing efficiency, and recommend marketing alternative. Data were collected using purposive sampling method for farmers and snowball sampling for marketing institutions. The analysis showed marketing channel that relative efficient at harvest period were channel 1 (farmer-jakarta s distributor), channel 2 (farmer-speculator-surabaya s distributor), and channel 7 (farmer-island assembler-jakarta s distributor), while at non-harvest period were channel 3 (farmer-retailer-consumer) and channel 9 (farmer-district assembler-island assembler-jakarta s distributor). Marketing efficiency indicator were marketing margin, farmer s share, benefit-cost ratio, absorb volume of commodity, marketing functions, market s behavior, and also relationship among institutions. Marketing management was formulated by optimalizing agibusiness s subsistems. Keywords: citrus cv. Siam, marketing channel, marketing efficiency, marketing management

5 ANALISIS PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI NI PUTU DINDA WIED NATACHA PUTRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6

7 Judul Skripsi: Analisis Pemasaran Jeruk Siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali Nama : Ni Putu Dinda Wied Natacha Putri NIM : H Disetujui oleh Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS Pembimbing Diketahui oleh.- r Dwi Rachmina MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus: f" 5 JUL 2016

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah pemasaran agribisnis, dengan judul Analisis Pemasaran Jeruk Siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberi saran untuk penulisan karya ilmiah ini sampai selesai, Bapak Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama dan Ibu Etriya, SP MM selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberi kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan karya ilmiah ini, Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan, serta staff dosen dan tenaga kependidikan Departemen Agribisnis IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Wayan Dharmayuda beserta staff Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian Kecamatan Kintamani serta Bapak Made Sweca beserta staff Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kintamani yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada papa, mama, seluruh keluarga, sahabat truna truni 49, sahabat wisuda bareng, sahabat PSDM BEM KM IPB periode 2014/2015, sahabat TNDT Forever, sahabat pasar rakyat tani, teman-teman KMHD IPB, serta teman-teman Agribisnis 49, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2016 Ni Putu Dinda Wied Natacha Putri

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup Penelitian 8 TINJAUAN PUSTAKA 9 Kajian Mengenai Pemasaran 9 Kajian Mengenai Saluran dan Lembaga Pemasaran 9 Kajian Mengenai Fungsi-fungsi Pemasaran 11 Kajian Mengenai Perilaku Pasar 12 Kajian Mengenai Keragaan Pasar 13 Kajian Mengenai Efisiensi Pemasaran 15 KERANGKA PEMIKIRAN 16 Kerangka Pemikiran Teoritis 16 Kerangka Pemikiran Operasional 25 METODE PENELITIAN 27 Lokasi dan Waktu Penelitian 27 Jenis dan Sumber Data 28 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden 28 Metode Pengolahan dan Analisis Data 29 Definisi dan Batasan Operasional 32 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 Keadaan Wilayah 34 Karakteristik Petani Responden 36 Karakteristik Lembaga Pemasaran 38 Usaha Tani Jeruk Siam 40

10 HASIL DAN PEMBAHASAN 44 Analisis Lembaga Pemasaran 484 Analisis Saluran Pemasaran 48 Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran 64 Analisis Perilaku Pasar 71 Analisis Keragaan Pasar 75 Analisis Efisiensi Pemasaran 79 Rekomendasi Manajemen Pemasaran Jeruk Siam 82 SIMPULAN DAN SARAN 86 Simpulan 86 Saran 87 DAFTAR PUSTAKA 87 LAMPIRAN 90 RIWAYAT HIDUP 108

11 DAFTAR TABEL 1 Produktivitas buah-buahan di Indonesia tahun 2011 sampai Konsumsi buah-buahan di Indonesia tahun 2011 sampai Produksi jeruk siam di lima provinsi sentra nasional tahun 2011 sampai Produksi jeruk siam menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2013 dan Produksi jeruk siam dirinci per kecamatan di Kabupaten Bangli tahun 2012 sampai Pemanfaatan lahan di Kecamatan Kintamani tahun Keadaan penduduk di Kecamatan Kintamani berdasarkan mata pencaharian tahun Karakteristik petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani 38 9 Karakteristik lembaga pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani Farmer's share pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani Marjin pemasaran, farmers'share, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, dan volume penjualan petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani 800 DAFTAR GAMBAR 1 Grafik harga jeruk siam (Rp/kg) di Provinsi Bali bulan Januari sampai Desember tahun 2015 (harga produsen dan konsumen) 6 2 Kurva marjin pemasaran Kerangka pemikiran operasional Saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen raya 49 5 Saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen sela 56 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data responden petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani Data responden lembaga pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani Volume penjualan jeruk siam periode panen raya di Kecamatan Kintamani 92 4 Volume penjualan jeruk siam periode panen sela di Kecamatan Kintamani 93 5 Harga jual jeruk siam periode panen raya di Kecamatan Kintamani 94 6 Harga jual jeruk siam periode panen sela di Kecamatan Kintamani 95 7 Fungsi-fungsi pemasaran oleh partisipan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada setiap saluran pemasaran periode panen raya 96

12 8 Fungsi-fungsi pemasaran oleh partisipan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada setiap saluran pemasaran periode panen sela 97 9 Biaya pemasaran setiap saluran pemasaran periode panen raya di Kecamatan Kintamani Biaya pemasaran setiap saluran pemasaran periode panen sela di Kecamatan Kintamani Marjin pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen raya Marjin pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen sela Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen raya Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen sela Mekanisme perhitungan komisi dan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk siam di Kecamatan Kintamani Dokumentasi penelitian 107

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Pertumbuhan sektor hortikultura mengalami peningkatan signifikan dibandingkan dengan sektor pertanian lain yakni sebesar 3.52 persen, dari tahun 2013 sebesar 0.7 persen menjadi 4.19 persen pada tahun 2014 (Pusdatin 2015). Komoditas strategis hortikultura yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan nasional pada tahun 2010 sampai 2014 adalah cabai, bawang merah, kentang, jeruk, mangga, manggis, salak, pisang, durian, rimpang, anggrek dan krisan. Penetapan komoditas unggulan didasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1) berdampak terhadap ekonomi makro, 2) produksi, 3) luas area, 4) potensi ekspor, 5) substitusi impor, 6) jumlah pelaku usaha, 7) nilai ekonomi, 8) potensi nilai tambah, 9) ketersediaan teknologi, 10) kebutuhan bahan baku industri, 11) permintaan domestik, dan 12) pangsa pasar relatif dalam kelompok komoditas. Komoditas hortikultura yang akan secara intensif mendapat perhatian utama pada level nasional pada tahun 2015 sampai 2019 adalah aneka cabai, bawang merah, dan jeruk. 1 Jeruk termasuk salah satu komoditas hortikultura jenis buah-buahan yang menjadi komoditas unggulan nasional dan mendapat perhatian intensif oleh Direktorat Jenderal Hortikultura. Jeruk merupakan jenis buah yang paling banyak dikonsumsi dan diusahakan oleh rumah tangga Indonesia setelah pisang (Badan Pusat Statistik 2016). Jeruk banyak dimanfaatkan sebagai buah segar atau makanan olahan karena cita rasa dan kandungan vitamin C yang tinggi (Agromedia 2009). Tabel 1 memperlihatkan produktivitas buah-buahan utama di Indonesia dari tahun 2011 sampai Produktivitas jeruk menempati urutan ketiga setelah pisang dan salak setiap tahunnya dengan nilai rata-rata sebesar ton/ha. Produktivitas jeruk relatif berfluktuatif dari tahun ke tahun, namun terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun 2015 sebesar 8.62 ton/ha. Tabel 1 Produktivitas buah-buahan di Indonesia tahun 2011 sampai 2015 a No Komoditas Produktivitas (Ton/Ha) b 1 Pisang Salak Jeruk Durian Mangga a Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2016 b Angka sementara 1 [Ditjen horti] Direktorat Jenderal Hortikultura Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun [Internet]. [diunduh 2015 Des 28]. Tersedia pada:

14 2 Tabel 2 memperlihatkan konsumsi buah-buahan di Indonesia dari tahun 2011 sampai Konsumsi jeruk menempati urutan kedua setelah pisang dengan nilai rata-rata kapita per tahun sebesar 2.90 kg. Perkembangan konsumsi jeruk kapita per tahun relatif berfluktuatif. Konsumsi terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 3.49 kg per tahun, sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 2.24 kg per tahun. Terjadi peningkatan konsumsi sebesar 0.57 kg pada tahun Tabel 2 Konsumsi buah-buahan di Indonesia tahun 2011 sampai 2015 a No Komoditas Konsumsi (kg/kapita/tahun) b 1 Pisang Jeruk Durian Salak Mangga a Sumber: Badan Pusat Statistik 2016 b Angka sementara Jeruk siam merupakan jenis jeruk yang mempunyai nama ilimiah Citrus nobilis var.microcarpa (Agromedia 2009). Setiawan dan Trisnawati (2003) menyatakan jeruk siam termasuk varietas yang paling banyak diusahakan dan paling luas penyebarannya di Indonesia, sehingga 60 persen pasaran jeruk di Indonesia didominasi oleh jeruk siam. Harjadi et al. (2013) mengungkapkan jeruk siam memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki jeruk jenis lain. Kulit buah jeruk siam tipis, permukaannya halus, licin,mengilap dan menempel lekat pada daging buahnya. Daging buah jeruk siam lunak dengan rasa manis dan harum. Batang pohon jeruk siam yang dibudi dayakan secara komersial umumnya memiliki tinggi antara meter yang berasal dari cangkokan atau okulasi dengan daun berbentuk oval. Satu pohon rata-rata dapat menghasilkan 7.3 kilogram buah dengan ukuran buah sekitar 5.5 cm x 5.9 cm dan berat per buah sekitar 75.6 gram. Periode panen jeruk siam umumnya dimulai dari bulan Februari hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan Juni hingga bulan Agustus. Jeruk siam sebaiknya ditanam pada dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 700 meter di atas permukaan laut (m dpl) untuk mendapatkan hasil yang baik (Setiawan dan Trisnawati 2003). Direktorat Jenderal Hortikultura (2016) berdasarkan data produksi jeruk siam nasional tahun 2011 sampai 2015 menunjukkan lima provinsi sentra utama jeruk siam di Indonesia dengan rata-rata kontribusi kumulatif mencapai persen terhadap total produksi jeruk siam di Indonesia. Provinsi Jawa Timur merupakan produsen jeruk siam terbesar dengan persentase kontribusi rata-rata persen, Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Barat masing-masing memberikan kontribusi produksi rata-rata sebesar persen dan 8.83 persen, serta Provinsi Bali dan Kalimantan Selatan masing-masing memberikan kontribusi produksi rata-rata sebesar 6.80 persen dan 6.53 persen dari total produksi jeruk siam di Indonesia. Produksi jeruk siam di lima provinsi sentra nasional secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

15 Tabel 3 Produksi jeruk siam di lima provinsi sentra nasional tahun 2011 sampai 2015 a Provinsi Produksi (ton) b Sumatera Utara Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Bali a Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2016 b Angka sementara 3 Bali merupakan salah satu provinsi sentra produksi jeruk siam di Indonesia dengan varietas jeruk siam yang dibudidayakan adalah varietas jeruk siam kintamani. Suryana et al. (2005) menyatakan jeruk siam kintamani merupakan salah satu tanaman hortikultura yang menjadi komoditas unggulan serta budidayanya sudah lama dilakukan di Provinsi Bali. Jenis tanaman ini tumbuh pada ketinggian antara m dpl. Buah jeruk siam kintamani terkenal secara luas memiliki ciri-ciri berkulit tipis dengan rasa yang khas yakni manis dengan sedikit asam. Penanaman jeruk siam pada ketinggian lebih dari 900 m dpl menyebabkan rasa buah jeruk menjadi sedikit asam (Setiawan dan Trisnawati 2003). Produksi jeruk siam di provinsi Bali cenderung berfluktuatif setiap tahun, namun terjadi peningkatan signifikan pada tahun 2015 dibandingkan dengan provinsi sentra lain yakni sebesar ton. Wilayah sentra produksi jeruk siam di Provinsi Bali adalah Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Buleleng. Kontibusi produksi jeruk siam dari ketiga wilayah tersebut persen dari total produksi jeruk siam di Provinsi Bali (Tabel 4). Tabel 4 memperlihatkan bahwa Kabupaten Bangli memberikan kontribusi produksi jeruk siam yang paling besar baik pada tahun 2013 maupun 2014 yakni persen dan persen dari total produksi jeruk siam di Provinsi Bali. Tabel 4 Produksi jeruk siam menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2013 dan 2014 a No Kabupaten Produksi (ton) Bangli Gianyar Buleleng Badung Tabanan Karangasem Jembrana Klungkung Denpasar 15 3 Total Produksi a Sumber: BPS Provinsi Bali 2015

16 4 Kabupaten Bangli dengan semua wilayah kecamatannya memproduksi jeruk yakni Kecamatan Kintamani, Bangli Kota, Tembuku, dan Susut (Tabel 5). Kecamatan Kintamani merupakan kecamatan dengan produksi tertinggi setiap tahunnya dengan kontribusi rata-rata persen dari total produksi jeruk di Kabupaten Bangli dari tahun 2012 sampai 2015 (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh luas perkebunan jeruk yang mencapai 80 sampai 90 persen dari total luas wilayah Kecamatan Kintamani (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali 2010). Produksi jeruk di Kecamatan Kintamani meningkat signifikan dengan peningkatan tertinggi pada tahun 2015 sebesar ton, walaupun pada tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar ton. Tabel 5 Produksi jeruk siam dirinci per kecamatan di Kabupaten Bangli dari tahun 2012 sampai 2015 a No Kecamatan Produksi (ton) Kintamani Bangli kota Tembuku Susut Total a Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Perhutanan Kabupaten Bangli 2016 Besarnya tingkat potensi produksi jeruk siam tersebut perlu diimbangi dengan pemasaran yang baik. Pemasaran adalah semua kegiatan usaha yang berhubungan dengan arus penyerahan barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Mursid (2010), pemasaran merupakan subsistem yang sangat penting dalam agribisnis, karena dengan adanya pemasaran, maka hasil-hasil produksi usaha pertanian dapat sampai kepada konsumen. Aspek pemasaran mempunyai peranan yang strategis dikaitkan dengan hasil produksi pertanian dalam rangka upaya meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen. Jeruk segar di sentra produksi Indonesia tidak hanya didistribusikan untuk memenuhi pasar lokal saja, namun juga didistribusikan untuk memenuhi pasar luar provinsi. Pemasaran jeruk ke luar provinsi dilakukan untuk memenuhi permintaan nasional terhadap jeruk yang sangat tinggi, tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti harga, biaya pemasaran, dan keuntungan yang diperoleh tiap partisipan pemasaran. Kondisi di atas menimbulkan adanya beberapa saluran pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan jeruk dari produsen ke konsumen. Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat akan mempengaruhi panjang pendeknya saluran pemasaran. Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk meningkatkan nilai tambah produk agar konsumen puas. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan menimbulkan adanya biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil setiap partisipan pemasaran. Besarnya biaya pemasaran dan keuntungan akan mengarah pada besarnya selisih harga jeruk siam di tingkat petani produsen dan konsumen akhir. Selisih harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen dapat dinyatakan sebagai marjin pemasaran. Asmarantaka (2012) mendefinisikan

17 marjin pemasaran sebagai kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif (menambah atau menciptakan nilai guna) dalam mengalirnya produk-produk agribisnis mulai dari tingkat petani sampai ke tangan konsumen akhir. Marjin pemasaran yang tinggi dapat menjadi indikasi bagian dari harga yang dibayarkan oleh konsumen yang diterima petani rendah. Tingginya marjin pemasaran jeruk siam di sentra produksi Indonesia didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu. Sari (2014) menyimpulkan di sentra produksi Jawa Timur, ketika jeruk sampai pada konsumen akhir wilayah Jogjakarta, Jakarta, dan lokal Jember marjin yang terjadi masing-masing sebesar persen, persen, dan persen. Wiji (2007) menyimpulkan di sentra produksi Kalimantan Barat, ketika jeruk sampai pada konsumen akhir luar provinsi (Jakarta dan Bogor) serta konsumen lokal (Kota Singkawang) marjin yang terjadi sebesar persen dan persen. Pemasaran jeruk siam di kedua wilayah sama-sama meliputi pemasaran lokal dan luar provinsi, namun yang ditunjukkan penelitian Wiji (2007) pada konsumen akhir yang berbeda nilai marjinnya tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan dalam sistem pemasaran jeruk siam di suatu daerah terdapat variasi saluran pemasaran dengan alur pemasaran yang berbeda. Adanya perbedaan alur pemasaran menyebabkan perbedaan pada harga jual, biaya pemasaran, serta keuntungan pemasaran di setiap partisipan pemasaran. Pemaparan di atas memperlihatkan Provinsi Bali sebagai salah satu sentra produksi jeruk siam di Indonesia menarik untuk diteliti bagaimana pemasaran jeruk siam dengan menggunakan beberapa pendekatan serta melihat tingkat efisiensi pemasaran. Pemasaran yang efisien sangat penting dalam memasarkan hasil-hasil produksi tanaman hortikultura termasuk jeruk, sehingga bagian yang diterima petani lebih tinggi, usaha tanaman menguntungkan, terciptanya nilai tambah produk, dan konsumen puas. Sistem pemasaran yang efisien merupakan keinginan atau tujuan dari partisipan pemasaran yaitu petani, perusahaan atau lembaga pemasaran (pedagang, pengolah, dan pabrik), konsumen, serta masyarakat umum. 5 Perumusan Masalah Produk pertanian jeruk siam memiliki ciri-ciri diantaranya diproduksi secara musiman, selalu segar, mudah rusak, jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif kecil, dan tidak dapat diproduksi di semua tempat atau daerah. Hal ini menyebabkan harga jeruk siam sering berfluktuasi di tingkat produsen maupun konsumen. Volume panen jeruk siam yang tinggi menyebabkan harga rendah pada periode panen raya, sedangkan volume panen jeruk siam yang rendah menyebabkan harga tinggi pada periode panen sela. Perbedaan periode panen raya dan panen sela jeruk siam di berbagai sentra produksi mempengaruhi ketersediaan jeruk siam serta harga yang terjadi di pasaran. Kendala dalam pemasaran atau pendistribusian jeruk siam juga menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Tingkat pendapatan petani jeruk siam tidak hanya dilihat dari jumlah produksi tetapi dipengaruhi juga oleh harga jual dan biaya yang dikeluarkan saat panen maupun pasca panen. Perbedaan harga yang tinggi di tingkat petani dan konsumen

18 6 mungkin akan merugikan petani sebagai produsen jeruk siam, karena bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen rendah. Kabupaten Bangli merupakan sentra produksi jeruk siam terbesar di Provinsi Bali dengan kontribusi rata-rata sebesar persen dari total produksi jeruk siam di Provinsi Bali. Perkembangan harga rata-rata komoditas jeruk siam di Provinsi Bali mewakili Kabupaten Bangli sebagai sentra produksi jeruk siam. Berdasarkan data statistik harga komoditas pertanian tahun 2015 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, harga jeruk siam di wilayah Bali mengalami fluktuasi yang rendah atau cenderung stagnan di tingkat produsen. Harga di tingkat produsen berada pada kisaran Rp Rp /kg. Kondisi ini berbeda dengan harga di tingkat konsumen yang berfluktuasi cukup tinggi. Harga di tingkat konsumen berada pada kisaran Rp Rp /kg (Gambar 1). Rp20,000 Rp16,000 Rp Rp Rp12,000 Rp8,000 Rp4,000 Rp0 Rp Rp Harga Produsen Harga Konsumen Gambar 1 Harga jeruk siam (Rp/kg) di Provinsi Bali bulan Januari sampai Desember tahun 2015 (harga produsen dan konsumen) Sumber: Badan Pusat Statistik (2016) Fluktuasi harga jeruk siam untuk konsumen rumah tangga memiliki kecenderungan tidak diikuti dengan seimbang oleh fluktuasi harga di tingkat produsen. Gambar 1 memperlihatkan pada kenaikan harga di bulan April tahun 2015, harga jeruk di tingkat konsumen naik Rp /kg, namun di tingkat produsen harga hanya naik Rp134.02/kg. Kecenderungan yang sama terjadi ketika pada bulan selanjutnya yaitu bulan September tahun 2015, harga di tingkat produsen naik Rp140.4/kg, tetapi pada saat yang sama harga di tingkat konsumen turun Rp /kg. Rata-rata pertumbuhan harga jeruk di tingkat produsen lebih kecil yakni Rp-65.36/kg dibandingkan rata-rata pertumbuhan harga jeruk di tingkat konsumen yakni Rp131.64/kg. Artinya, harga di tingkat produsen cenderung kurang elastis dalam menanggapi perubahan harga di tingkat konsumen. Harga rata-rata di tingkat produsen adalah Rp /kg, sedangkan harga ratarata di tingkat konsumen adalah Rp /kg.

19 Terdapat perbedaan harga yang sangat besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen pasar lokal di Provinsi Bali. Rata-rata selisih harga ditingkat petani dan konsumen sebesar Rp /kg atau marjin pemasaran yang terjadi sebesar persen. Marjin pemasaran yang tinggi akan mengakibatkan bagian dari harga yang dibayarkan konsumen yang diterima oleh petani (farmer s share) rendah. Tingginya marjin pemasaran menjadi salah satu indikator kurang efisiennya pemasaran suatu produk pertanian segar (Mubyarto 1995). Jika dilihat dari segi perbedaan harga yang diterima petani dengan harga diterima konsumen yang besar namun tidak diiringi dengan adanya peningkatan nilai tambah yang signifikan, maka pemasaran tersebut tergolong kurang efektif dan efisien. Di sisi lain, peran lembaga pemasaran sangat penting dalam mengalirkan buah jeruk siam dari sentra produksi sampai ke konsumen lokal maupun luar daerah. Berdasarkan studi penelitian pendahuluan berupa informasi salah satu petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada Desember 2015, petani masih mengalami beberapa kendala pemasaran dalam menjual hasil panennya di antaranya (1) harga yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga di tingkat konsumen lokal dan non lokal. Harga yang diterima petani dari pedagang pengumpul dan penebas periode panen raya bulan Juli sampai September adalah Rp Rp /kg, sedangkan harga di tingkat konsumen Rp Rp /kg, periode panen sela bulan Februari sampai April, harga di tingkat petani adalah Rp Rp /kg sedangkan harga di tingkat konsumen Rp Rp /kg, (2) petani umumnya melakukan penjualan jeruk dengan menyerahkan kegiatan panen dan pasca panen kepada lembaga pemasaran, hal ini dilakukan untuk menghindari biaya panen dan mendapat kepastian pasar, (3) petani umumnya sebagai penerima harga (price taker) karena tidak melakukan fungsi fisik pemasaran seperti pengemasan dan pengangkutan serta fungsi fasilitas pemasaran seperti sortasi dan grading, (4) belum adanya pabrik pengolahan jeruk di Bali khususnya kawasan Kintamani sehingga petani memiliki akses pasar terbatas, dan 5) belum optimalnya sub terminal agibisnis (STA) yang ada di kawasan Kintamani karena kurangnya dukungan dari pemerintah daerah baik pendanaan maupun penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Kondisi perbedaan marjin pemasaran jeruk siam pada penelitian terdahulu, perbedaan harga jeruk siam yang tinggi di tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Bali, serta berdasarkan informasi salah satu petani jeruk siam terkait permasalahan pemasaran jeruk siam, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menarik untuk dikaji, yaitu: 1. Bagaimana pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali? 2. Apakah pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali sudah efisien? 3. Bagaimana sebaiknya petani dan lembaga pemasaran melakukan kegiatan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali? 7

20 8 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. 2. Menganalisis efisiensi pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. 3. Merekomendasikan manajemen pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak terutama bagi petani dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani,Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam kegiatan pemasaran jeruk siam kintamani, sehingga bermanfaat bagi kedua belah pihak. Bagi pemerintah dan instansi terkait, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, bahan pertimbangan dan evaluasi terhadap penetapan kebijakan, terutama kaitannya dengan pemasaran jeruk di lokasi penelitian. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan, sumber informasi, dan pembanding untuk penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan analisis pemasaran jeruk siam bagi akademisi maupun peneliti. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pemasaran jeruk siam dalam perspektif ekonomi dan manajemen di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan saluran pemasaran, fungsi pemasaran, perilaku pasar, serta aktivitas dan hubungan kelembagaan. Selain itu, digunakan juga analisis kuantitatif untuk menganalisis keragaan pasar secara ekonomi dengan menggunakan perhitungan marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya untuk melihat tingkat efisiensi operasional pemasaran jeruk siam. Hasil analisis tersebut digunakan untuk mengetahui bagaimana pemasaran jeruk siam yang terjadi di daerah penelitian. Penelitian ini dibatasi pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran jeruk siam yang berlokasi di Kecamatan Kintamani hingga pedagang distributor di pasar induk dan konsumen akhir pasar lokal. Aliran pemasaran jeruk dari petani hingga konsumen diikuti secara snowball sampling. Saluran pemasaran yang diteliti dibatasi pada saluran pemasaran yang memasarkan jeruk siam dalam bentuk segar yang belum diproses menjadi produk turunan jeruk. Sumber komoditi adalah tanaman yang ditanam sendiri menggunakan tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga dan berasal dari lahan milik sendiri.

21 9 TINJAUAN PUSTAKA Kajian Mengenai Pemasaran Pengertian pemasaran dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek manajemen. Asmarantaka (2012) menyatakan pemasaran atau tataniaga (marketing) dari perspektif ekonomi merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai konsumen akhir. Pemasaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif yang menciptakan atau meningkatkan nilai tambah. Sudiyono (2002) menyatakan pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Pemasaran dari perspektif ekonomi akan melibatkan pendekatan berbagai perusahaan atau institusi yang melakukan kegiatan produktif (nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan) (Schafinner et al.dalam Asmarantaka 2012). Pemasaran dari perspektif manajemen merupakan rangkaian proses yang dilakukan oleh individu (kelompok perusahaan) mencakup perencanaan, pelaksanaan pemikiran dan pengawasan, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan pelanggan individu dan organisasi (Asmarantaka 2012). Pemasaran dari perspektif manajemen akan melibatkan pendekatan suatu perusahaan dalam proses penetapan strategi pemasaran (Schafinner et al.dalam Asmarantaka 2012). Kajian Mengenai Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran pemasaran merupakan sekumpulan pelalu-pelaku usaha yang melakukan aktivitas bisnis dalam menyampaikan produk dari petani sampai konsumen. Lembaga pemasaran adalah individu atau kelompok yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas bisnis berupa fungsi-fungsi pemasaran di dalam saluran pemasaran. Pemasaran dapat diuraikan ke dalam saluran-saluran yang membawa suatu komoditas dari petani produsen hingga konsumen akhir. Setelah teridentifikasinya saluran pemasaran, analisis pemasaran dapat dilanjutkan ke proses analisis selanjutnya. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan saluran pemasaran untuk produk buah-buahan segar terdiri dari lembaga pemasaran utama yakni distributor (pedagang ekspedisi), pedagang grosir, dan pedagang eceran. Penelitian pemasaran jeruk telah dilakukan oleh Sari (2014), Sinaga (2011), Toruan (2007), dan Wiji (2007) dengan mengidentifikasi berbagai saluran pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2014), pemasaran jeruk siam di Kabupaten Jember, Jawa Timur memiliki enam pola saluran pemasaran yang semuanya merupakan saluran tidak langsung (dari produsen melalui pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kabupaten, pedagang besar, pedagang grosir, pengecer setelah itu ke konsumen akhir). Terdapat lima saluran dengan

22 10 tujuan pasar luar provinsi yakni Jogjakarta dan Jakarta, ketika jeruk siam petani telah dikumpulkan oleh pedagang besar atau pedagang pengumpul desa akan disalurkan ke pedagang grosir daerah Jakarta dan Jogjakarta. Satu saluran ditujukan untuk pasar lokal Kabupaten Jember, jeruk siam setelah dari petani disalurkan langsung ke pedagang pengecer. Berbeda dengan Sari (2014), pada penelitian Sinaga (2011) di Kabupaten Nabire Papua, saluran pemasaran yang terjadi yakni tidak langsung (setelah petani melalui pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer setelah itu ke konsumen akhir) dan langsung (petani langsung ke konsumen akhir). Saluran pemasaran terdiri dari enam saluran dimana hanya satu saluran ditujukan untuk pasar luar Kabupaten Nabire. Hal ini disebabkan, pedagang pengumpul yang melakukan penjualan keluar daerah sangat bergantung pada kedatangan kapal penumpang yang mengangkut hasil jeruk di Pelabuhan Nabire. Lima saluran lain dari petani langsung disalurkan ke pedagang pengecer lokal untuk dijual ke konsumen. Pedagang pengecer lokal dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pengecer keliling, pengecer pasar, dan pengecer pinggir jalan. Pada kedua penelitian ini menunjukkan bahwa petani menjual jeruk kepada pedagang pengumpul atau pedagang besar jika volume panennya besar dan menjual kepada pengecer jika volume panennya kecil. Saluran pemasaran jeruk di Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada penelitian Toruan (2007) terjadi sangat sederhana hanya terbentuk tiga pola saluran pemasaran yang pendek. Petani yang tidak begitu luas kebunnya mempunyai saluran pemasaran yang sangat sederhana yakni pemasaran langsung (petani ke konsumen akhir) dengan tujuan akhir konsumen Kota Berastagi. Kedua saluran lainnya yakni pemasaran tidak langsung (petani melalui pedagang pengumpul atau pedagang pengecer, setelah itu ke konsumen akhir) dengan tujuan akhir konsumen Kota Medan. Pemasaran jeruk pada penelitian ini terbatas pada pemasaran lokal Provinsi Sumatera. Penelitian Wiji (2007) menyatakan pemasaran jeruk siam di Kalimantan Barat menghasilkan tiga saluran pemasaran tidak langsung. Dua saluran yang terjadi merupakan tujuan pasar lokal (provinsi Kalimantan Barat) yakni saluran (I) dari petani ke pedagang pengumpul kemudian pedagang pegecer untuk dijual ke konsumen akhir lokal yakni Kota Singkawang dan saluran (II) dari petani ke pedagang pengumpul kemudian pedagang distributor menjual ke pedagang pengecer hingga konsumen akhir di lima kabupaten luar Kota Singkawang. Sedangkan satu saluran yakni saluran (III) ditujukan untuk pasar luar provinsi (Jakarta dan Bogor) yang merupakan saluran pemasaran terpanjang. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa pemasaran jeruk baik tujuan pasar luar kabupaten maupun luar provinsi menyebabkan saluran pemasaran yang panjang dibandingkan dengan pemasaran jeruk yang hanya terbatas pada pemasaran dalam kabupaten atau dalam provinsi. Mayoritas petani pada keempat penelitian ini menjual jeruknya melalui perantara atau melalui saluran tidak langsung karena terikat dengan pedagang pengumpul, kemudahan dalam transaksi maupun penanganan panen, dan waktu pertukaran uang yang cepat. Tidak ada saluran pemasaran pada penelitian ini yang menujukkan penjualan jeruk segar dari petani ke pabrik atau usaha pengolahan buah jeruk. Saluran pemasaran diteliti oleh Sari (2014) dan Sinaga (2011) menggunakan metode snowball sampling yakni menelusuri lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran setelah

23 mendapat informasi dari lembaga sebelumnya. Hal ini berbeda dengan Toruan (2007) dan Wiji (2007) yang menggunakan metode purposive sampling karena menganggap responden lembaga pemasaran yang sengaja dipilih dapat memberikan informasi yang lengkap dan jelas mengenai pemasaran jeruk siam. Penentuan responden petani pada Sari (2014) dan Sinaga (2011) menggunakan metode purposive sampling berbeda dengan Toruan (2007) dan Wiji (2007) yang menggunakan metode random sampling. Analisis terhadap saluran pemasaran memperlihatkan bahwa jumlah saluran pemasaran setiap daerah bervariasi. Banyaknya jumlah saluran pemasaran terutama dipengaruhi oleh jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dan jangkuan daerah distribusi dari komoditi yang dipasarkan. Jika jumlah lembaga pemasaran yang terlibat sedikit maka saluran pemasaran akan sedikit dan sebaliknya jika jumlah lembaga pemasaran yang terlibat banyak maka saluran pemasaran juga akan banyak. Selain itu, semakin luas jangkuan distribusi suatu komoditas maka akan semakin banyak saluran pemasaran yang terlibat. Identifikasi setiap lembaga dalam saluran pemasaran yang terbentuk dimaksudkan untuk mempermudah analisis pemasaran tahap awal. 11 Kajian Mengenai Fungsi-fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan partisipan (pelaku) pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Setiap partisipan pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk siam memiliki fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Pada penelitian Sari (2014), lembaga pemasaran berperan aktif di dalam saluran pemasaran atau melaksanakan hampir semua fungsi pemasaran. Petani hanya melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan jeruk siam baik kepada pedagang pengumpul desa, pedagang besar, maupun pedagang pengecer serta fungsi fasilitas pembiayaan dan penanggungan risiko. Risiko yang dihadapi petani yakni rendahnya harga ketika musim panen raya, penurunan produksi jeruk ketika musim penghujan, dan kehilangan jeruk di lahan. Kegiatan pemanenan dilakukan oleh lembaga pemasaran karena petani enggan menanggung biaya pemanenan. Biaya pengangkutan jeruk dari lahan petani menuju rumah atau gudang ditanggung oleh lembaga tersebut. Berbeda pada penelitian Sinaga (2011) dan Toruan (2007), petani sudah mulai melakukan semua fungsi pemasaran yakni fungsi pertukaran, fungsi fisik serta fungsi fasilitas. Sinaga (2011) menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena petani memanen hasil jeruknya sendiri dan mengantarkan hasil panen jeruknya langsung ke pedagang pengecer atau pedagang pengumpul. Petani melakukan fungsi fasilitas diantaranya melakukan sortasi, mencari informasi pasar, dan menanggung risiko. Kegiatan sortasi dilakukan bersamaan saat melakukan pemanenan dengan memisahkan buah jeruk yang tidak layak jual. Umumnya para petani sudah mengetahui buah jeruk seperti apa yang diinginkan oleh pedagang pengumpul atau pengecer. Pedagang hanya melakukan fungsi fisik pengangkutan dan penyimpanan serta fungsi penanggungan risiko saat proses pendistribusian jeruk ke lembaga selanjutnya. Petani sudah melakukan semua fungsi pemasaran menurut penelitian Toruan (2007) karena adanya saluran pemasaran langsung

24 12 yakni saluran (I) dimana saluran pemasaran buah jeruk sangat pendek dari petani langsung ke konsumen akhir. Wiji (2007) menyatakan petani responden yang melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul sebesar 100 persen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan petani dan pedagang pengumpul lebih fleksibel. Petani melakukan fungsi pengangkutan jika sendiri mengantarkan jeruk ke tempat pengumpul (letak kebun dekat dengan pengumpul). Petani ada yang tidak melakukan fungsi pengangkutan jika petani menjual hasil panen secara borongan kepada pedagang pengumpul karena pedagang pengumpul sendiri yang datang langsung ke lahan petani. Petani juga mempertimbangkan letak kebun yang jauh dan sudah berlangganan dengan pedagang pengumpul. Petani dan pedagang pengumpul sama-sama melakukan sortir dan pengemasan jeruk untuk didistribusikan ke lembaga pemasaran selanjutnya. Analisis terhadap fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh partisipan pemasaran baik petani maupun lembaga pemasaran memperlihatkan peningkatan atau penciptaan nilai guna produk agribisnis. Efisiensi pemasaran tidak hanya terlihat dari panjang pendeknya saluran, melainkan juga dilihat dari fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan di setiap partisipan pemasaran dalam menciptakan nilai tambah sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen akhir. Kajian Mengenai Perilaku Pasar Kohls dan Uhl (2002) menyatakan perilaku pasar menunjukkan pola perilaku dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam proses pemasaran. Pemahaman tingkah laku pasar dapat diketahui dengan cara penentuan harga dan praktek fungsi pemasaran lainnya. Perilaku pasar yang dianalisis pada penelitian Sari (2014), Sinaga (2011), dan Wiji (2007) sama-sama melihat sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama yang dilakukan antar lembaga pemasaran. Sari (2014) menyatakan sistem penentuan harga oleh pedagang karena petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat dan harga cenderung ditentukan oleh pembeli atau lembaga selanjutnya. Sistem pembayaran dalam transaksi yakni tunai, dimuka, dan hutang. Petani lebih memilih memasarkan jeruknya secara bebas dan mandiri dibandingkan memasarkan dengan sistem kerjasama. Kerjasama antar lembaga terlihat dari kerjasama antara pedagang besar dengan pedagang grosir. Pedagang grosir akan menghubungi pedagang besar untuk membeli jeruk dalam jumlah tertentu. Harga yang ditentukan berdasarkan pada harga yang berlaku di pasar. Kerjasama antar lembaga ini berlaku cukup lama sehingga terjalinlah hubungan kepercayaan. Sinaga (2011) menyatakan sistem penentuan harga diantara petani jeruk dengan pedagang pengumpul adalah berdasarkan harga berlaku di pasar, tetapi didahului dengan koordinasi antara petani dengan lembaga pemasaran dan antara lembaga pemasaran yang ada. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah secara tunai dan hutang. Pada umumnya hubungan yang berlaku antara pembeli dan penjual dalam sistem pemasaran jeruk hanya sebatas sebagai penjual dan pembeli. Kerjasama yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan pedagang besar sebatas dalam hal pembiayaan modal awal. Pemodalan awal diberikan oleh pedagang besar kepada pedagang pengumpul untuk membeli jeruk dari petani.

25 Sistem penentuan harga yang terjadi pada proses pemasaran jeruk siam pada penelitian Wiji (2007) ditentukan oleh pedagang yang lebih besar perannya dalam menentukan harga yakni distributor. Distributor akan memberikan suatu tingkat harga kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul akan menentukan harga beli jeruk kepada petani dan distributor juga menentukan harga pada tingkat pedagang pengecer. Sistem pembayaran harga diantara partisipan pemasaran secara tunai dan dibayar di muka. Bentuk kerjasama yang terjadi diantara lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk berdasarkan adanya keterikatan dalam bentuk modal, yang didasarkan atas kepercayaan. Bentuk kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul sebatas hanya kerjasama pembeli dan penjual, tanpa ikatan dalam bentuk modal. Kerjasama dalam bentuk modal terjadi diantara pedagang pengumpul dengan pedagang distributor dan pedagang distributor dengan pedagang pengecer. 13 Kajian Mengenai Keragaan Pasar Keragaan pasar (market performance) merupakan hasil atau pengaruh dari struktur pasar dan prilaku pasar dalam realita yang terlihat dari nilai produk, harga, dan biaya pada pasar-pasar tertentu (Asmarantaka 2012). Elemen keragaan pasar antara lain adalah marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Elemen-elemen dalam keragaan pasar dapat dijadikan indikator kuantitatif dalam menentukan saluran pemasaran yang efisien. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan marjin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan yang diterima oleh produsen. Selisih harga tersebut memperlihatkan total biaya yang dikeluarkan, keuntungan atau balas jasa dari nilai tambah yang diberikan oleh pelaku lembaga pemasaran yang terlibat. Farmer s share merupakan salah satu indikator untuk mengukur efisiensi suatu pemasaran dengan melihat bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan konsumen dalam bentuk persentase. Rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran. Besarnya marjin pemasaran bergantung pada panjang atau pendeknya saluran pemasaran dan fungsi-fungsi yang telah dilakukan. Marjin pemasaran di dalamnya juga terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Sari (2014) menganalisis marjin pemasaran pada masing masing saluran yang ada. Pada saluran pemasaran jeruk ke konsumen luar Kabupaten Jember yakni Jogjakarta dan Jakarta terbentuk marjin rata rata sebesar persen dan persen. Sedangkan pada pemasaran jeruk ke pasar lokal terbentuk marjin persen. Marjin pemasaran besar karena lembaga pemasaran yang terlibat cukup banyak serta perlakuan atau fungsi yang dilakukan setiap lembaga pemasaran banyak. Hal ini berdampak pada biaya yang dikeluarkan cukup besar serta informasi pasar yang didapat kurang merata mengakibatkan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran cukup besar terutama oleh pedagang pengecer. Nilai farmer s share yang diperoleh di setiap saluran mayoritas kurang dari 50 persen dan hanya saluran VI (pemasaran lokal) yang menghasilkan nilai farmer s share lebih dari 50 persen.

26 14 Sinaga (2011) menyimpulkan semakin panjangnya dan banyaknya perlakuan, maka marjin pemasarannya pun akan semakin besar. Marjin pemasaran yang terjadi pada saluran pemasaran luar kabupaten sebesar 70 persen sedangkan dalam kabupaten rata-rata 36,64 persen. Walaupun persentase farmer s share terbesar terdapat pada saluran VI (petani-konsumen akhir) yakni 100 persen, tidak dapat dikatakan bahwa saluran VI merupakan saluran yang paling efisien dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini disebabkan karena, lembaga pemasaran atau perantara tidak terlibat dalam saluran ini. Sehingga pada saluran ini tidak dilakukan fungsi-fungsi pemasaran yang dapat meningkatkan nilai tambah pada komoditi jeruk siam tersebut. Oleh sebab itu, berdasarkan nilai farmer s share maka saluran III merupakan saluran yang paling efisien karena memiliki nilai farmer s share yang paling besar yakni 75 persen. Nilai farmer s share yang diperoleh di setiap saluran mayoritas lebih dari 50 persen, hanya saluran I (pemasaran luar kabupaten) yang menghasilkan farmer s share kurang dari 50 persen. Total marjin pemasaran terbesar pada penelitian Wiji (2007) terjadi pada saluran III (pemasaran ke luar provinsi) sebesar persen dan terkecil pada saluran I (pemasaran lokal Kota Singkawang) sebesar persen. Wiji (2007) menyatakan tingginya marjin pemasaran disebabkan karena jarak dari produsen ke konsumen jauh dan fungsi risiko lebih besar, demikian juga sebaliknya untuk marjin pemasaran kecil karena jarak yang pendek dan fungsi risiko yang diterima kecil. Namun marjin saluran I (konsumen lokal) dan saluran III (konsumen luar daerah) menunjukkan perbedaan nilai yang kecil dibandingkan dengan penelitian Sari (2014) dan Sinaga (2011). Hal berbeda ditunjukkan pula oleh penelitian Toruan (2007), dimana marjin pemasaran yang dihasilkan setiap saluran rendah yakni saluran II sebesar persen dan saluran III sebasar persen. Pada saluran I (pemasaran langsung petani ke konsumen akhir) tidak menciptakan marjin pemasaran layaknya penelitian Sinaga (2011). Marjin pemasaran di semua saluran rendah karena pemasaran jeruk pada penelitian ini terbatas pada konsumen lokal Sumatra Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin panjang saluran pemasaran, marjin pemasaran yang terbentuk akan semakin besar. Semakin besar marjin pemasaran berpengaruh terhadap menurunnya bagian yang diterima petani dari harga yang dibayar konsumen (farmer s share) demikian pula sebaliknya. Saluran pemasaran dapat dikatakan efisien jika penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya di setiap lembaga pemasaran merata, karena setiap biaya yang dikeluarkan nantinya diharapkan akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh pada masing-masing lembaga pemasaran (Sari 2014). Sari (2014) mendapatkan bahwa semakin jauh jangkauan pemasarannya dan semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin kecil rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh. Hal ini berbeda dengan penelitian Sinaga (2011) yang mendapatkan saluran terpanjang memiliki nilai rasio keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran yang lebih pendek sehingga merupakan saluran yang menguntungkan untuk dijalankan. Namun, bila melihat penyebaran harga yang diterima oleh konsumen kepada biaya pemasaran, pada saluran tersebut harga yang diterima oleh konsumen tidak tersebar secara merata sehingga dikatakan pemasarannya kurang efisien. Menurut Wiji (2007), besarnya keuntungan yang diperoleh dari masing-masing lembaga pemasaran sesuai dengan tingkat risiko

27 yang diperoleh oleh lembaga pemasaran. Keuntungan cukup besar diterima pedagang pengecer, karena risiko yang diambil juga tinggi diantaranya adalah tingkat kerusakan buah terutama sifat buah jeruk yang tidak tahan lama atau cepat busuk jika tidak segera dibeli oleh konsumen akhir. 15 Kajian Mengenai Efisiensi Pemasaran Saluran pemasaran yang efisien tidak hanya dilihat berdasarkan indikator kuantitatif seperti nilai marjin pemasaran, farmer s share,dan rasio keuntungan terhadap biaya. Indikator kualitatif seperti banyaknya lembaga pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran dapat digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran. Sari (2014) menyimpulkan bahwa semakin semakin jauh jangkauan pemasarannya dan semakin banyak lembaga pemasaran yang terkait maka semakin kecil rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh. Walaupun saluran II memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang cukup merata, namun analisis rasio keuntungan terhadap biaya yang dipilih adalah yang terbesar yakni pada saluran VI (pemasaran lokal Kabupaten Jember). Sehingga efisiensi pemasaran jeruk pada penelitian ini terjadi pada saluran pemasaran VI yang merupakan saluran terpendek. Saluran VI memiliki nilai marjin pemasaran terendah yakni Rp per kilogram, nilai farmer s share terbesar yakni persen, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi yakni Sama halnya dengan penelitian Sinaga (2011) dan Wiji (2007) yang melihat efisiensi pemasaran dari saluran yang memiliki nilai marjin pemasaran terkecil, nilai farmer s share terbesar, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar. Sinaga (2011) memilih saluran III (pemasaran lokal Kabupaten Nabire) dari keenam saluran yang ada sebagai saluran yang efisien karena memiliki nilai marjin terkecil yakni Rp per kilogram, nilai farmer s share terbesar yakni 75 persen, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi yakni Wiji (2007) memilih saluran I (pemasaran lokal Kota Singkawang) dari ketiga saluran yang ada sebagai saluran yang efisien karena memiliki nilai marjin pemasaran terkecil yakni Rp per kilogram, nilai farmer s share terbesar yakni persen, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi yakni Saluran I juga merupakan saluran pemasaran terpendek layaknya saluran VI pada penelitian Sari (2014). Ksimpulan dari ketiga penelitian ini menyatakan saluran pemasaran yang efisien adalah saluran pemasaran tidak langsung dengan tujuan konsumen akhir pasar lokal (dalam kabupaten atau provinsi). Penentuan efisiensi pemasaran menurut Toruan (2007) berbeda dengan ketiga penelitian di atas. Efisiensi pemasaran dihitung dengan rasio biaya pemasaran dibagi dengan nilai produksi yang dipasarkan, kemudian dikalikan dengan 100 persen, dan disebut dengan Ep. Semakin kecil nilai Ep yang dihasilkan, maka saluran pemasaran semakin efisien. Semua Ep setiap saluran pemasaran yang terbentuk memiliki nilai lebih kecil dari 50 persen sehingga pemasaran jeruk di daerah ini sudah efisien dengan Ep terkecil terdapat pada saluran I (pemasaran dari petani langsung ke konsumen akhir). Pemasaran pada keempat penelitian sudah cukup efisien terlihat dari lembaga pemasaran yang telah melakukan fungsi-fungsi pemasaran, penentuan harga secara tawar menawar,

28 16 sebagian besar sistem pembayaran dilakukan secara tunai, dan terdapat kerjasama antar lembaga. Alasan yang mendukung lainnya adalah nilai farmer s share yang cukup besar sehingga menguntungkan petani dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari 1 menunjukkan keuntungan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu batasan-batasan mengenai rangkaian teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Batasan-batasan tersebut terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel-variabel kualitatif yang akan diteliti secara makro yaitu saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Selain itu, variabel kuantitatif yang terkait adalah marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, dan daya serap komoditas. Variabel-variabel yang akan diteliti secara mikro yaitu hubungan kelembagaan yang terjadi dalam saluran pemasaran. Keseluruhan variabel tersebut digunakan untuk menganalisis pemasaran serta melihat tingkat efisiensi pemasaran. Pemasaran Pada kondisi perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses transaksi jual beli tidak lagi berinteraksi secara langsung, namun dilaksanakan bersama-sama dengan beberapa lembaga pemasaran terutama untuk menjangkau konsumen yang jaraknya jauh dengan produsen atau dikenal dengan konsep pemasaran (marketing). Pemasaran (marketing) merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari produsen sampai ke konsumen (Asmarantaka 2012). Pemasaran produk agribisnis merupakan analisis semua aktivitas bisnis yang terjadi dalam komoditas pertanian atau produk agribisnis setelah produk tersebut lepas dari petani produsen primer sampai ke tangan konsumen akhir (Purcell dalam Asmarantaka 2012). Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan pemasaran pertanian sebagai suatu keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produsen (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Pemasaran dapat dilihat dari perspektif ekonomi dan manajemen. Pemasaran dalam perspektif manajemen menurut Kotler (2008) adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain serta proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan pemasaran dalam perspektif ekonomi merupakan suatu proses yang memiliki dua karakteristik dasar yaitu, pemasaran sebagai suatu proses dari pergerakan dan

29 pemasaran sebagai bentuk koordinasi yang diperlukan dari serangkaian aktivitas atau dalam pergerakan mengalirnya produk dan jasa dari tangan produsen primer hingga ke tangan konsumen akhir. Asmarantaka (2012) mengemukakan dalam aktivitas mengalirnya produk sampai ke tangan konsumen akhir (end user), banyak kegiatan produktif yang terjadi dalam upaya menciptakan atau menambah nilai guna (bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan) dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen akhir. Penciptaan nilai tambah terdiri dari nilai guna bentuk yaitu menciptakan produk yang memiliki kegunaan dan bentuk yang dapat menarik serta menciptakan kepuasan tersendiri bagi konsumen, nilai guna tempat yaitu konsumen dapat menemukan produk yang diinginkannya dengan mudah, nilai guna waktu yaitu untuk produk yang jika disimpan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan nilai produk tersebut, nilai guna kepemilikan yaitu barang akan mempunyai nilai tambah jika berpindah kepemilikan pada orang yang tepat. Sudiyono (2002) menyatakan dalam mempelajari pemasaran pertanian dalam ekonomi terdapat lima pendekatan yang biasa digunakan, yaitu: 1. Pendekatan Komoditi Pendekatan komoditi dilakukan dengan menetapkan komoditi yang diteliti dan diikuti aliran komoditi dari produsen sampai ke konsumen akhir. Pendekatan ini juga menekankan dengan penggambaran mengenai apa yang dilakukan terhadap komoditi pertanian dan bagaimana suatu komoditi pertanian dipasarkan secara efisien. 2. Pendekatan Lembaga Pendekatan lembaga menelaah lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran komoditi pertanian. Lembaga pemasaran melakukan proses pengambilan keputusan dalam proses pemasaran komoditi pertanian. Lembaga-lembaga pemasaran ini dapat berupa tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan lain-lain. 3. Pendekatan Fungsi Pendekatan fungsi mempelajari fungsi-fungsi yang dilakukan lembagalembaga pemasaran atas komoditi pertanian. Fungsi-fungsi pemasaran menjawab bagaimana sistem pemasaran diorganisasikan sehingga nilai guna komoditi pertanian tersebut mengalami peningkatan. 4. Pendekatan Teori Ekonomi Pendekatan teori ekonomi menelaah permasalahan pertanian dalam teori ekonomi. Pada pendekatan ini digunakan konsep-konsep penawaran, permintaan, pergeseran penawaran dan permintaan, jumlah keseimbangan, harga keseimbangan, elastisitas, struktur pasar persaingan murni, oligopoli atau oligopsoni, monopoli atau monopsoni, persaingan monopolistik dan monopsonistik. 5. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem menganalisis sistem pemasaran yang sedang dan terus berlangsung. Dalam sistem pemasaran pertanian terdapat aliran komoditi pertanian dan aliran informasi-informasi terkait yang merupakan proses kontinyu dan berpotensi untuk menimbulkan hubungan timbal balikdi antara elemen-elemen sistem. 17

30 18 Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran pemasaran merupakan sekumpulan pelaku-pelaku usaha (lembaga pemasaran) yang saling melakukan aktivitas bisnis dalam menyampaikan produk dari petani sampai konsumen (Kohls dan Uhl 2002). Lembaga pemasaran saling melakukan fungsi pemasaran sehingga terbentuk beberapa alternatif saluran pemasaran. Setiap alternatif saluran pemasaran memungkinkan terjadinya aliran produk yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada kepada siapa saja produk tersebut berhenti, apa saja perlakuan yang diberikan kepada produk selama melewati lembaga pemasaran dan seberapa panjang saluran pemasaran yang terbentuk. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran yaitu (a) adanya pertimbangan pasar, mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan dan kebiasaan membeli, (b) pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar, (c) pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengaiaman penjualan, dan (d) pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen dan pertimbangan biaya. Lembaga pemasaran adalah berbagai organisasi bisnis, baik perorangan atau kelompok bisnis yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas bisnis berupa fungsi-fungsi pemasaran untuk meningkatkan nilai guna dari suatu barang baik nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan. Berikut adalah lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran (Kohls dan Uhl 2002): 1. Pedagang Perantara (Merchant Middlemen) adalah lembaga pemasaran yang menghimpun barang untuk kemudian barang tersebut dimiliki dan mempunyai hak untuk ditangani dalam upaya memperoleh marjin pemasaran. Lembaga ini terdiri dari: a) Pedagang Pengumpul (Assembler): mengumpulkan dan membeli produk langsung dari produsen (petani) dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin pemasaran dengan menjual kembali kepada pedagang grosir atau lembaga pemasaran lain. b) Pedagang Grosir (Wholeseller): menjual produk kepada pedagang pengecer, pedagang grosir lain dan industri terkait, tetapi tidak untuk menjual produk dalam jumlah tertentu kepada konsumen akhir. c) Pedagang Pengecer (Retailers): membeli produk untuk langsung dijual kembali kepada konsumen akhir. 2. Agen Perantara (Agent Middlemen) adalah lembaga pemasaran yang memperoleh pendapatan dari komisi dan bayaran dari proses jual-beli. Agen perantara berbeda dengan pedagang yang memiliki hak atas produk untuk ditangani lebih lanjut. Agen perantara hanya mewakili pelanggan dalam transaksi jual-beli dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani. Lembaga ini terdiri dari: a) Broker (Brokers): menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki hak untuk mengontrol produk secara langsung.

31 b) Komisioner (Commission Men): menyalurkan produk untuk memperoleh komisi. Komisioner memiliki hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan. 3. Spekulator (Speculative Middlemen) adalah lembaga pemasaran yang melakukan jual-beli produk dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan pergerakan harga di pasar. 4. Pengolah dan Pabrik (Processor and Manufacturers) adalah lembaga pemasaran yang melakukan beberapa tindakan pada produk yang ditangani untuk memperoleh marjin pemasaran berupa nilai tambah (value added) dengan mengubah bentuk fisiknya. 5. Organisasi Pendukung (Facilitative Organizations) adalah lembaga pemasaran yang membantu berbagai perantara pemasaran dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Biasanya organisasi pendukung memperoleh pendapatan dari taksiran bayaran dari lembaga-lembaga yang menggunakan jasa mereka Fungsi-fungsi Pemasaran Asmarantaka (2012) menyatakan rangkaian fungsi-fungsi pemasaran merupakan aktivitas bisnis dan merupakan kegiatan yang produktif karena dapat meningkatkan atau menciptakan nilai (value-added process). Analisis terhadap fungsi-fungsi yang terjadi dalam lembaga pemasaran bertujuan untuk mempertimbangkan bagaimana fungsi-fungsi pemasaran dilakukan, menganalisis biaya-biaya pemasaran dan memahami perbedaan biaya yang terjadi disetiap tingkat lembaga pemasaran. Fungsi pemasaran dapat dilakukan oleh perusahaan, individu, atau kelompok yang ditujukan pada berbagai tahapan atau tempat dalam sistem pemasaran dan meningkatkan atau menciptakan nilai guna produk agribisnis. Fungsi-fungsi pemasaran terdiri dari : 1. Fungsi pertukaran (exchange function) yaitu aktivitas perpindahan hak milik barang atau jasa yang terdiri dari: a) fungsi pembelian yaitu kegiatan menentukan jenis barang yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhannya, meliputi penentuan jenis, jumlah kualitas, tempat pembelian, dan cara pembelian barang. b) fungsi penjualan yaitu kegiatan mengalihkan barang ke pembeli dengan menentukan tempat dan waktu untuk melakukan penjualan yang sesuai baik dilihat dari jumlah, bentuk, dan kualitasnya. 2. Fungsi fisik (physical function) yaitu aktivitas penanganan, pergerakan dan perubahan fisik dari produk atau jasa yang terdiri dari: a) fungsi penyimpanan, yaitu kegiatan menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran atau menunggu sebelum diolah. Selama proses penyimpanan semua biaya yang dikeluarkan termasuk kedalam biaya penyimpanan, yaitu meliputi biaya pemeliharaan fisik gudang, risiko kerusakan selama penyimpanan dan biaya-biaya kegiatan selama penyimpanan. b) fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkutan yang digunakan, volume yang akan diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang yang akan diangkut. 19

32 20 c) fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang dalam rangka memperkuat daya tahan dan memberikan nilai tambah sesuai dengan keinginan konsumen. 3. Fungsi fasilitas (facilitating functions) yaitu fungsi yang dapat memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang terdiri dari: a) fungsi standarisasi dan grading, standardisasi merupakan kesepakatan dari pembeli dan penjual terhadap dimensi ukuran dan kualitas produk ke dalam kelas-kelas tertentu yang telah disepakati. Sedangkan grading merupakan perlakuan terhadap produk untuk memilah-milah produk berdasarkan kelompok tertentu di dalam standarisasi tersebut. b) fungsi pembiayaan yaitu proses dalam penyediaan dana atau biaya untuk keperluan produksi dan pemasaran produk. c) fungsi penanggungan risiko yaitu merupakan penanggungan risiko yang disebabkan oleh kerusakan, penyusutan, penurunan harga dan risiko produk tidak terjual diasumsikan selama waktu pembelian dan penjualan produk. d) fungsi intelijen pasar yaitu kegiatan untuk mendapatkan informasi pasar mengenai permintaan, harga, persediaan, embargo, kuota, dan kualitas produk yaang dapat mempengaruhi proses pembelian maupun penjualan produk. Informasi pasar diperlukan untuk mengambil keputusan dalam perencanaan, produksi, dan pemasaran bagi produsen dan lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran tersebut. Perilaku Pasar Kohls dan Uhl (2002) menyatakan perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku pasar juga merupakan tindak-tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Pendekatan perilaku (The Behavioural System Approach) adalah pendekatan mengenai perilaku organisasi atau perusahaan yang berkecimpung dalam pemasaran seperti bagaimana mengambil keputusan yang tepat yang berhubungan dengan pemasaran. Pendekatan ini terbagi atas empat bagian, yaitu: 1. Input-output system Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengolah sejumlah input menjadi satu set output. Perilaku yang dapat dilihat misalnya, bagaimana perusahaan tersebut membuat keputusan mengenai teknologi yang akan dipakai. 2. Power system Sistem kekuasaan ini menerangkan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem pemasaran. Misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem pemasaran sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat berlaku sebagai penentu harga. 3. Communications system Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi. 4. Adaptive system Sistem adaptif mempelajari bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem pemasaran agar bisa bertahan.

33 Sudiyono (2002) dalam menganalisis tingkah laku pasar menyebutkan terdapat tiga pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar output secara lokal dengan pilihan beberapa pembeli, tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup, dan adanya kekuatan tawar menawar yang lebih kuat. Lembaga pemasaran menghendaki keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin pemasaran dengan biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran relatif besar. Konsumen menghendaki tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang wajar. Kriteria yang digunakan untuk menilai tingkah laku pasar yaitu (1) apakah tingkah laku pasar tidak wajar, eksklusif, saling mematikan ataukah peserta pasar menetapkan taktik paksaan, (2) apakah tidak terjadi promosi penjualan yang menyesatkan, (3) persekongkolan penetapan harga apakah dapat dinyatakan secara terang-terangan atau sembunyi, (4) apakah ada perlindungan terhadap praktik pemasaran yang tidak efisien, dan (5) apakah praktek penetapan harga yang sama untuk kualitas produk yang lebih baik merugikan produsen. Keragaan Pasar A. Marjin Pemasaran Sudiyono (2002) menyatakan bahwa komoditi pertanian yang diproduksi di daerah sentra produksi akan dikonsumsi oleh konsumen akhir setelah menempuh jarak yang jauh, antar kabupaten, antar propinsi, antar negara bahkan antar benua, baik komoditi pertanian segar maupun olahan sehingga produsen jarang melakukan transaksi secara langsung dengan konsumen akhir. Berdasarkan penelitian-penelitian di ilmu ekonomi pertanian, terdapat perbedaan harga di tingkat pengecer (konsumen akhir) dengan harga di tingkat petani. Perbedaan ini yang disebut marjin pemasaran. Marjin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu: Pertama, marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen marjin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional dan keuntungan (profit) yang diambil oleh lembaga pemasaran. Asmarantaka (2012) menyatakan marjin merupakan kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif (menambah atau menciptakan nilai guna) dalam mengalirnya produk-produk agribisnis mulai dari tingkat petani sampai ke tangan konsumen akhir. Marjin menunjukkan nilai tambah yang terjadi selepas komoditi dari tingkat petani sebagai produsen primer, sampai produk yang dihasilkan diterima konsumen akhir. Marjin pemasaran dari perspektif makro menggambarkan kondisi pasar ditingkat lembaga-lembaga yang berbeda, minimal ada dua tingkat yaitu pasar ditingkat petani dan pasar ditingkat konsumen akhir. Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, lebih lanjut dapat dianalisa dengan kurva marjin pemasaran (Gambar 2). 21

34 22 Gambar 2 Kurva marjin pemasaran Sumber : Asmarantaka (2012) Keterangan : Pf Pr Df Dr Sf Sr Qr,f (Pr-Pf) (Pr-Pf)*Qr,f = Harga di tingkat produsen = Harga di tingkat konsumen = Kurva permintaan turunan (permintaan di tingkat petani) = Kurva permintaan primer (permintaan di tingkat pengecer) = Kurva penawaran primer (penawaran di tingkat petani) = Kurva penawaran turunan (penawaran di tingkat pengecer) = Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan konsumen = Marjin pemasaran =Nilai marjin pemasaran yang merupakan hasil kali antara jumlah yang ditransaksikan dengan selisih harga di tingkat konsumen dan harga di tingkat konsumen. Permintaan konsumen atas suatu produk di tingkat pengecer atau permintaan awal proses pemasaran disebut permintaan primer. Sedangkan permintaan suatu produk di tingkat petani disebut permintaan turunan, karena diturunkan dari permintaan konsumen di tingkat pengecer. Penawaran komoditi pertanian di tingkat petani adalah penawaran primer berupa penawaran bahan mentah atau bahan baku. Sedangkan penawaran di tingkat pengecer adalah penawaran turunan. Perpotongan antara kurva permintaan primer dengan kurva penawaran turunan membentuk harga di tingkat pedagang pengecer (harga yang dibayarkan konsumen). Perpotongan antara kurva permintaan turunan dan kurva penawaran primer membentuk harga di tingkat produsen (petani). Pada jumlah barang sebanyak Qr,f, maka harga di tingkat konsumen sebesar Pr dan harga di tingkat produsen sebesar Pf. Marjin pemasaran merupakan selisih harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani (M = Pr - Pf) dengan asumsi jumlah produk yang ditransaksi di tingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer sebesar Qr,f. Nilai marjin pemasaran merupakan hasil kali antara perbedaan harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani dengan jumlah yang ditransaksikan (VM = (Pr - Pf) * Qr,f). Nilai marjin pemasaran ini

35 didistribusikan di antara partisipan pemasaran sebagai biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator efisiensi pemasaran secara kuantitatif yang dalam penggunaannya harus teliti. Marjin pemasaran harus mempertimbangkan dan mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam meningkatkan nilai tambah (value added). Selain itu, dalam mempergunakan marjin pemasaran sebagai salah satu indikator efisiensi harus dilakukan pada sistem pemasaran produk agribisnis yang setara (equivalent). Cara yang tepat untuk untuk menghitung sebaran marjin pemasaran yaitu dengan menggunakan satuan volume yang sama di setiap tingkat lembaga pemasaran. Marjin dapat diukur secara absolut dan persentase dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Secara relatif (persentase), harga di tingkat konsumen akhir yang merupakan tujuan akhir sistem pemasaran adalah 100 persen dan harga di tingkattingkat lembaga lainnya dinyatakan dalam persentase relatif terhadap harga konsumen akhir tersebut (Asmarantaka 2012). B. Farmer s share Farmer s share merupakan salah satu indikator untuk mengukur efisiensi pemasaran secara kuantitatif dengan melihat bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan konsumen dalam bentuk persentase. Asmarantaka (2012) menyatakan secara umum besaran farmer s share, marjin pemasaran bervariasi (berbeda) antar komoditi bergantung biaya relatif pemasaran yang dikeluarkan sehubungan dengan nilai tambah waktu, bentuk, dan tempat. Bagian dari harga yang dibayarkan oleh konsumen yang diterima oleh petani dinyatakan dalam persentase harga konsumen. Komoditas yang diberi nilai tambah yang lebih banyak oleh lembaga pemasaran selain petani akan memiliki farmer s share yang lebih rendah. Farmer s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran. Semakin tinggi marjin pemasaran maka farmer s share akan semakin menurun begitu pula sebaliknya. Secara sistematis farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : Fs : Farmer s share Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen Fs = Pf Pr 100% Analisis lebih jauh tentang marjin pemasaran yang tinggi, farmer s share yang rendah (persentase yang rendah), dan panjangnya saluran pemasaran yang ada, tidak selalu mencerminkan bahwa sistem pemasaran tersebut tidak efisien. Efisiensi pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi pemasaran yang ada, biaya-biaya dan atribut produk. Keseluruhan sistem yang ada ini, meskipun rantai pemasarannya panjang apabila akan meningkatkan kepuasan konsumen dan konsumen puas maka sistem pemasaran tersebut efisien. Dengan demikian kajian efisiensi pemasaran dapat dilakukan secara relatif antar sistem atau antar tingkat 23

36 24 lembaga pemasaran dari sistem pemasaran produk yang setara (Asmarantaka 2012). C. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran Efisiensi sistem pemasaran secara kuantitatif dapat diukur pula dengan analisis rasio keuntungan terhadap biaya. Rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran. Tingkat efisiensi pemasaran dapat dilihat dari penyebaran antara keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut. Semakin merata penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya, maka secara teknis sistem pemasaran yang dilalui oleh produk tersebut lebih efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan dan biaya= πi Ci Keterangan : πi : Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci : Biaya Pemasaran ke-i Rasio antara keuntungan dan biaya sebesar 1 berarti untuk biaya pemasaran Rp yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran per satu satuan produk, maka lembaga pemasaran tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp per satu satuan produk. Berdasarkan rumus di atas, jika nilai π/c positif maka sistem pemasaran tersebut relatif efisien dibandingkan nilai π/c negatif atau nol. Efisiensi Pemasaran Secara normatif, pemasaran yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition). Namun struktur pasar ini secara realita tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat didalam mengalirkan barang atau jasa mulai dari petani sampai konsumen akhir. Ukuran untuk menentukkan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif. Oleh sebab itu, banyak pakar yang mempergunakan indikator ukuran efisiensi operasional, efisiensi harga, dan efisiensi relatif (Hammond dan Dahl 1977; Kohls dan Uhl 2002; Asmarantaka 2014). Indikator efisiensi pemasaran produk agribisnis (pangan dan serat) dapat dikelompokkan kedalam dua jenis (Purcell, 1979; Kohls dan Uhl, 2002) yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Indikator yang sering dilakukan dalam kajian efisiensi operasional adalah marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Efisiensi harga merupakan kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumber daya dan mengoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses pemasaran sehingga efisien sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsif terhadap harga yang

37 berlaku dan terjadi koordinasi yang tinggi antar tingkat lembaga pemasaran dalam sistem tersebut. Efisiensi harga dapat ditentukan jika data bersifat time series. Asmarantaka (2012) menjelaskan pemasaran agribisnis yang efisien (efisiensi relatif) apabila terdapat indikator-indikator antara lain (1) menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yang tinggi terhadap produk agribisnis, (2) menghasilkan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran (perusahaan) yang terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan), (3) merketing marjin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, dan (4) memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmer s share) yang relatif akan merangsang petani berproduksi ditingkat usaha tani. Dengan demikian, proses pemasaran agribisnis yang efisien adalah yang memberikan kontribusi (share) yang adil, mulai dari petani, perusahaan, lembaga pemasaran, sesuai dengan korbanan masing-masing dan konsumen puas. Sudiyono (2002) menyebutkan untuk mengoptimumkan efisiensi pemasaran komoditi pertanian di negara sedang berkembang harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Struktur pasar, 1) ukuran jumlah pembeli dan penjual harus banyak, 2) adanya kebebasan masuk dan keluar pasar bagi lembaga pemasaran, dan 3) jumlah pembeli harus memadai, sehingga mendorong peningkatan efisiensi investasi usaha pemasaran. Tingkah laku pasar, 1) praktek penentuan harga memungkinkan adanya grading dan standarisasi, 2) biaya pemasaran harus seragam, 3) penentuan harga harus bebas dari praktek-praktek persekongkolan, dan 4) intervensi pemerintah dalam bentuk kebijaksanaan harga dan mutu produk. Keragaman pasar, 1) harus terdapat kemajuan teknologi, 2) adanya orientasi perkembangan lembaga pemasaran, 3) adanya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya, dan 4) adanya perbaikan kualitas produk dan maksimisasi jasa pemasaran dengan biaya serendah mungkin. 25 Kerangka Pemikiran Operasional Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan nasional di Indonesia. Produktivitas dan tingkat konsumsi jeruk yang tinggi perlu diimbangi dengan sistem pemasaran yang baik dan efisien. Jeruk siam segar di sentra produksi Indonesia tidak hanya dijual di pasar lokal tetapi juga di pasar luar provinsi untuk memenuhi permintaan nasional. Pemasaran merupakan salah satu cara petani memperoleh imbalan atas usaha tani yang dilakukannya, sehingga untuk mendapatkan imbalan yang adil petani perlu mengetahui sistem pemasaran yang efisien. Jeruk siam merupakan tanaman tahunan yang berbuah sepanjang tahun, namun produksinya tidak merata. Hal ini disebabkan tanaman jeruk siam mengandalkan musim, bergantung pada curah hujan dan sinar matahari, serta masih menggunakan teknologi budi daya konvensional. Musim panen jeruk siam yang tidak sepanjang tahun tersebut merugikan karena menyebabkan lonjakan harga pada saat buah sedikit dan penurunan harga pada saat buah banyak. Produk jeruk memiliki karakter bervolume besar dan mudah rusak sehingga perlu penanganan pasca panen yang baik agar sampai pada konsumen dalam kondisi masih segar. Hal ini membuat petani harus cepat memasarkan produknya. Pemasaran tercepat dan mudah adalah dengan menjual ke pedagang

38 26 pengumpul. Badan Pusat Statistik (2015) dalam statistik rumah tangga hortikultura pertanian menyatakan bahwa penjualan melalui pedagang pengumpul terbesar terjadi pada komoditas jeruk yakni persen. Petani jeruk yang memiliki mitra baik pemerintah maupun swasta hanya 3 persen dan petani jeruk yang tergabung dalam kelompok tani hanya persen. Penjualan melalui pedagang pengumpul membuat saluran pemasaran menjadi panjang dan petani menjadi price taker. Persentase penjualan petani jeruk di Bali persen melalui pedagang pengumpul dan 9.37 persen langsung ke pasar. Dasar penelitian ini adalah marjin pemasaran jeruk yang tinggi di tingkat produsen dan konsumen. Kabupaten Bangli merupakan daerah sentra produksi jeruk siam di Bali dengan kontribusi persen dari total produksi jeruk siam di Bali tahun 2014 (BPS Bali 2015). Sehingga, dapat dinyatakan perkembangan harga rata-rata komoditas jeruk di Bali baik di tingkat produsen maupun konsumen mewakili Kabupaten Bangli sebagai sentra produksi. Perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen jeruk siam di Bali pada tahun 2015 menunjukkan marjin pemasaran yang tinggi yakni persen. Dalam memasarkan komoditi jeruk siam yang menjadi persoalan bagi petani yakni harga yang diterima petani lebih rendah dibanding harga di tingkat konsumen, petani umumnya melakukan penjualan jeruk dengan menyerahkan kegiatan panen dan pasca panen kepada lembaga pemasaran, petani sebagai penerima harga (price taker), serta belum adanya pabrik pengolahan buah jeruk segar di kawasan Kintamani sehingga petani memiliki akses pasar terbatas. Untuk mengetahui bagaimana pemasaran jeruk siam di kawasan sentra jeruk siam di Bali terjadi, maka penulis mencari perbandingan dengan daerah sentra jeruk siam lainnya melalui studi penelitian terdahulu. Sehingga analisis pemasaran dilakukan untuk melihat kondisi sesungguhnya di daerah penelitian. Dari penelitian ini, diharapkan dapat diketahui bagaimana harga di tingkat petani dan lembaga pemasaran terbentuk, lembaga apa saja yang berperan dalam pemasaran, fungsi pemasaran apa saja yang membuat marjin berbeda, bagaimana perilaku pasar yang terjadi di setiap saluran pemasaran. Penelitian mengenai pemasaran jeruk siam diukur dari dua analisis yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif mencakup saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, perilaku pasar, serta hubungan kelembagaan atau kemitraan. Sedangkan analisis kuantitatif meliputi marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, dan volume penjualan. Keseluruhan analisis digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran, menentukan rekomendasi saluran pemasaran yang relatif efisien, dan merekomendasikan manajemen pemasaran jeruk siam. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.

39 27 Bali merupakan salah satu daerah sentra produksi jeruk siam di Indonesia dengan perbedaan harga jeruk siam yang tinggi di tingkat produsen dan konsumen. Bagaimana pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali? Apakah pemasaran tersebut sudah efisien? Bagaimana sebaiknya petani dan lembaga pemasaran melakukan kegiatan pemasaran jeruk siam? Analisis Kualitatif 1. Saluran pemasaran 2. Lembaga pemasaran 3. Fungsi-fungsi pemasaran 4. Perilaku pasar 5. Kelembagaan atau kemitraan Analisis Kuantitatif 1. Marjin pemasaran 2. Farmer s share 3. Rasio keuntungan terhadap biaya Gambaran pemasaran dan efisiensi pemasaran jeruk siam Rekomendasi altrenatif saluran pemasaran jeruk siam yang efisien Rekomendasi manajemen pemasaran jeruk siam Gambar Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian pemasaran jeruk siam dilakukan di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali pada bulan Maret sampai April Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Provinsi Bali merupakan salah satu dari lima provinsi sentra jeruk siam di Indonesia. Daerah sentra penghasil jeruk siam di Provinsi Bali adalah Kabupaten Bangli berdasarkan data yang menunjukkan bahwa produksi jeruk siam terbesar di

40 28 Provinsi Bali setiap tahunnya berasal dari Kabupaten Bangli. Kecamatan yang ditetapkan sebagai fokus utama kajian adalah Kecamatan Kintamani dengan kontribusi produksi tertinggi di wilayah Kabupaten Bangli rata-rata sebesar persen dari total produksi jeruk di Kabupaten Bangli tahun (Tabel 5). Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui hasil pengamatan langsung (observasi) dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kuisioner tersebut ditujukan kepada beberapa responden yang terlibat sebagai pelaku pemasaran (petani dan lembaga pemasaran) yang berada pada lingkup pembahasan. Wawancara dilakukan secara mendalam dan dibimbing oleh peneliti kepada petani sampel dan lembaga pemasaran yang terlibat. Pengamatan secara langsung juga dilakukan di lapang untuk melihat kegiatan pemasaran yang terjadi dan penelusuran saluran serta lembaga pemasaran. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, pustaka-pustaka ilmiah dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder lainnya yang berasal dari instansi terkait seperti Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, Direktorat Jendral Hortikultura, Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Perhutanan Kabupaten Bangli, Kantor Kecamatan Kintamani, Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian Kecamatan Kintamani, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kintamani, Perpustakaan LSI IPB, dan lainnya. Data sekunder digunakan sebagai pelengkap data primer dan penguatan argumentasi secara teori dan angka. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden Metode pengumpulan data primer sistem pemasaran dilakukan melalui wawancara dan pengamatan (observasi) langsung terhadap petani dan lembaga pemasaran jeruk siam yang terlibat. Data primer yang dikumpulkan melalui wawancara adalah data penjualan jeruk siam di tingkat petani pada periode panen raya bulan Juli sampai Agustus 2015 dan periode panen sela bulan Februari sampai Maret Selain itu data yang dikumpulkan juga berupa data pembelian dan data penjualan jeruk siam di tingkat lembaga pemasaran pada periode waktu yang sama. Informasi harga tersebut digunakan untuk menghitung marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Data primer yang dikumpulkan melalui pengamatan (observasi) adalah informasi tentang aktivitas-aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh petani dan lembaga pemasaran untuk mengetahui lembaga, fungsi, saluran, struktur, dan perilaku pasar pada pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani. Penentuan responden petani dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Kriteria yang ditentukan berdasarkan skala usaha tani untuk mengakomodir petani skala besar dan kecil dengan status lahan milik sendiri, periode panen raya dan

41 panen sela berdasarkan rentang waktu yang ditetapkan dalam penelitian, dan perbedaan saluran pemasaran yang digunakan. Petani yang diambil juga berdasarkan arahan petugas penyuluh lapang setiap desa. Pemilihan sengaja ini ditujukan agar saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani terlihat sehingga memberikan gambaran sistem pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani. Petani yang dijadikan responden berjumlah 33 orang. Jumlah tersebut dianggap telah mewakili keragaman saluran pemasaran jeruk siam yang digunakan di Kecamatan Kintamani. Penentuan responden lembaga pemasaran dilakukan dengan metode penelusuran (snowball sampling). Metode ini dipilih karena peneliti belum mengetahui mengenai lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk siam setelah dari petani. Informasi dari metode ini diawali dengan perolehan informasi dari responden awal yaitu petani. Peneliti akan menelusuri lembaga selanjutnya yang ditunjukkan oleh petani. Lembaga pemasaran selanjutnya akan diketahui dari lembaga pemasaran sebelumnya, berikut seterusnya hingga sampai pada konsumen atau pada batas ruang lingkup yang diteliti. Metode ini berusaha mengetahui kemana aliran produk dan lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam saluran pemasaran yang terbentuk. Lembaga yang didapat berjumlah 35 orang yang terdiri dari penebas, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, pedagang distributor, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. 29 Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menguraikan gambaran keadaan lokasi penelitian dan mendeskripsikan saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsifungsi pemasaran, perilaku pasar, dan hubungan kelembagaan. Analisis kualitatif juga digunakan dalam menginterpretasikan hasil pengolahan data dengan menggunakan analisis kuantitatif, tabulasi, dan gambar. Analisis kuantitatif yang dilakukan bertujuan menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, daya serap komoditas, serta rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis dengan metode kuantitatif akan diolah menggunakan kalkulator dan Software Microsoft Excel di komputer melalui persamaan yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya di sub-bab ini. Data yang telah diolah tersebut kemudian akan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk kemudian dianalisis tingkat efisiensi pemasaran. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Analisis lembaga pemasaran digunakan untuk melihat pihak-pihak baik perorangan maupun kelompok yang melaksanakan aktivitas pemasaran jeruk segar di lokasi penelitian. Lembaga pemasaran dapat terdiri dari pedagang perantara, agen perantara, spekulator, serta organisasi lainnya. Analisis saluran pemasaran (marketing channel) bertujuan untuk mengetahui jumlah saluran pemasaran yang dilalui oleh komoditas jeruk siam segar di Kecamatan Kintamani. Masing-masing saluran pemasaran dianalisis dengan mengamati lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran melalui kuesioner dari petani produsen utama hingga lembaga pemasaran terakhir jeruk segar. Tujuan analisis

42 30 ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut serta bagaimana pola saluran pemasaran yang terjadi. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka semakin panjang saluran pemasaran yang terjadi. Panjangnya saluran pemasaran yang terbentuk dari suatu produk dapat dikatakan efisien apabila terdapat kepuasan dari konsumen akhir. Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran Analisis fungsi pemasaran dilakukan dengan melihat fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Analisis fungsi pemasaran dapat dilihat dari fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik yang terdiri dari fungsi pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Melalui analisis fungsi pemasaran dapat diketahui nilai tambah yang diberikan pada masing-masing lembaga sehingga dapat diketahui penyebab bertambahnya biaya serta total keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan pola perilaku dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam proses pemasaran. Pemahaman mengenai tingkah laku pasar dapat dilakukan dengan pendekatan jumlah pelaku pemasaran yang terlibat, sifat produk, sumber informasi dan hambatan untuk memasuki pasar. Pemahaman tingkah laku pasar dapat diketahui dengan cara penentuan harga dan praktek fungsi pemasaran lainnya. Perilaku pasar dapat dijelaskan secara deskriptif dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian jeruk siam seperti sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama yang dilakukan antar lembaga pemasaran. Analisis Keragaan Pasar A. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen (Pf) dengan harga di tingkat konsumen akhir (Pr). Marjin pemasaran total (MT) digunakan untuk menghitung nilai marjin absolut mulai dari petani sampai konsumen akhir. Marjin total diperoleh dari selisih harga jual petani (Pf) dengan harga jual pedagang pengecer (Pr). Disamping itu marjin total juga diperoleh dari jumlah marjin yang dihasilkan oleh semua lembaga pemasaran (dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembeliannya pada setiap tingkatan lembaga pemasaran). Besarnya marjin pemasaran merupakan jumlah dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh dari lembaga terkait. Secara matematis, penghitungan marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: MT= Pr Pf...(1) n MT = i=1 Mi... (2) Mi = Psi Pbi...(3) Mi = Ci + π i...(4) Dengan menggabungkan persamaan (3) dan (4) diperoleh:

43 31 Ps Pbi = Ci + πi Keterangan: MT : Marjin pemasaran total Mi : Marjin pemasaran tingkat ke-i Psi : Harga jual pasar tingkat ke-i Pbi : Harga beli pasar tingkat ke-i Ci : Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-i πi : Keuntungan tingkat ke-i Marjin pemasaran total dapat dihitung pula dengan menggunakan persentase. Marjin pemasaran dalam bentuk persentase seringkali digunakan sebagai indikator efisiensi dalam pemasaran karena lebih mudah untuk dibandingkan. Persentase marjin pemasaran secara matematis dirumuskan sebagai berikut: MT = Keterangan : MT : Marjin pemasaran total Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen Pr - Pf Pr 100% B. Farmer s Share Farmer s share membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan konsumen akhir dalam bentuk persentase. Farmer s share berhubungan dengan marjin pemasaran. Semakin besar marjin pemasaran, akan mengurangi farmer s share itu sendiri. Semakin tinggi lembaga pemasaran menawarkan harga dan semakin tinggi kemampuan konsumen dalam membayar harga, maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditasnya dengan harga yang relatif rendah. Secara matematis, penghitungan farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Fs = Pf Pr 100% Keterangan : Fs : Farmer s share Pf : Harga di tingkat petani (produsen) Pr : Harga di tingkat konsumen akhir C. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya (Π/C) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran. Rasio keuntungan terhadap biaya diperoleh dari pembagian keuntungan pemasaran (Π) dengan biaya pemasaran (C). Keuntungan pemasaran diperoleh dari selisih harga jual dengan harga beli pada masing-masing lembaga pemasaran dikurangi dengan biaya pemasaran. Hasil

44 32 rasio keuntungan dan biaya menunjukkan seberapa besar setiap satuan biaya yang dikeluarkan selama pemasaran dapat memberikan besaran keuntungan tertentu selama proses penyaluran produk. Jika πi/ci positif maka sistem pemasaran efisien sedangkan jika πi/ci bernilai nol atau negatif maka sistem pemasaran tidak efisien. Secara matematis, penghitungan rasio keuntungan terhadap biaya dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan terhadap biaya= πi Ci Keterangan : πi : Keuntungan lembaga pemasaran ke i Ci : Biaya pemasaran ke i Apabila π/c lebih dari nol (π/c > 0), maka usaha tersebut menguntungkan dan apabila π/c kurang dari nol (π/c < 0), maka usaha tersebut tidak menguntungkan. Saluran pemasaran yang efisien merupakan saluran yang paling menguntungkan dibandingkan dengan saluran lain yang terbentuk. Selain itu, pemasaran yang efisien dapat juga dilihat melalui sebaran nilai rasio terhadap biaya yang merata pada setiap lembaga dalam saluran yang ada. Analisis Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran terbagi menjadi tiga yakni efisiensi harga, efisiensi operasional, dan efisiensi relatif. Dalam penelitian ini, penilaian efisiensi yang digunakan adalah efisiensi operasional dan efisiensi relatif. Efisiensi pemasaran dari segi operasional dapat dilihat dari beberapa indikator secara kuantitatif anatara lain volume penjualan, marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Efisiensi pemasaran relatif membandingkan saluran pemasaran satu dengan yang lainnya dari pemasaran produk yang setara dengan melihat beberapa indikator secara kualitatif antara lain fungsi-fungsi pemasaran, perilaku pasar, dan hubungan kelembagaan. Proses pemasaran yang efisien adalah yang memberikan kontribusi (share) yang adil, mulai dari petani, lembaga-lembaga pemasaran, sesuai dengan korbanan masingmasing dan konsumen puas (Asmarantaka 2012). Definisi dan Batasan Operasional Definisi Operasional: 1. Pemasaran jeruk siam adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan proses pemindahan kepemilikan dan fisik atas komoditas jeruk siam mulai dari petani budi daya sampai ke konsumen. 2. Produksi jeruk siam adalah semua hasil yang diperoleh petani dari kegiatan budi daya jeruk siam. 3. Petani adalah individu yang melakukan kegiatan budi daya serta penjualan jeruk siam dan merupakan suatu profesi sebagai mata pencaharian. 4. Lembaga pemasaran yaitu pihak-pihak yang melaksanakan fungsi pemasaran dalam proses pendistribusian jeruk siam dari tangan petani budi daya sampai ke konsumen. Lembaga pemasaran yang terlibat adalah

45 penebas, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, pedagang distributor, pedagang kecil lokal, dan pengecer lokal. 5. Harga jual adalah harga proposional untuk semua grade jeruk siam per kilogram yang diterima oleh petani responden dan lembaga pemasaran dari masing-masing konsumennya. Harga jeruk siam dikonversi ke dalam satuan rupiah per kilogram pada periode panen raya dan panen sela. 6. Harga beli adalah harga proporsional untuk semua grade jeruk siam per kilogram yang dibayarkan oleh lembaga pemasaran kepada penjualnya. Harga jeruk siam dikonversi ke dalam satuan rupiah per kilogram pada periode panen raya dan panen sela. 7. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam proses pemasaran jeruk siam yang timbul sebagai konsekuensi dari fungsi pemasaran yang dilakukan. Biaya pemasaran ini telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah pe kilogram peda periode panen raya dan panen sela. 8. Merjin pemasaran adalah selisih antara harga jual dan harga beli pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk siam. Marjin pemasaran terdiri atas biaya dan keuntungan setiap lembaga pemasaran yang telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah per kilogram pada periode panen raya dan panen sela. 9. Keuntungan pemasaran adalah nilai yang diperoleh sebagai balas jasa atas fungsi pemasaran yang telah dilakukan setiap lembaga pemasaran. Keuntungan didapat dari selisih antara marjin pemasaran dengan biaya pemasaran yang telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah per kilogram peda periode panen raya dan panen sela. 10. Farmer s share adalah perbadingan antara harga yang diterima produsen dengan harga yang diterima konsumen dan dinyatakan dalam persentase (%). 11. Grade jeruk siam pasar lokal terbagi menjadi 3 ukuran yaitu : a. Besar : 5-9 buah per kilogram, diameter berkisar cm b. Tanggung : buah per kilogram, diameter berkisar cm c. Unyil : buah per kilogram, diameter rata-rata 4.5 cm 12. Grade jeruk siam pasar non lokal terbagi menjadi 5 ukuran yaitu : a. Top : 5-7 buah per kilogram, diameter rata-rata 7.6 cm b. Super : 8-9 buah per kilogram, diameter rata-rata 6.7 cm c. King : buah per kilogram, diameter rata-rata 5.9 cm d. Boom : buah per kilogram, diameter rata-rata 5.8 cm e. AA : buah per kilogram, diameter rata-rata 4.5 cm Batasan Operasional : 1. Lokasi penelitian yang dipilih adalah empat desa di Kecamatan Kintamani berdasarkan produksi jeruk tertinggi, jumlah tanaman menghasilkan tertinggi, dan merupakan jalur lintas kota dan provinsi di antaranya Desa Katung, Desa Bayunggede, Desa Abuan, dan Desa Sekardadi. 2. Waktu penelitian adalah bulan Maret sampai April Varites jeruk siam yang diteliti terfokus pada varietas jeruk siam kintamani. 33

46 34 4. Pemasaran jeruk siam yang diteliti ditingkat petani dan lembaga pemasaran pada periode panen raya bulan Juli sampai Agustus 2015 dan periode panen sela bulan Februari sampai Maret Harga jeruk siam yang diteliti adalah harga yang terjadi di rentang waktu tersebut. 5. Asumsi bahwa hasil produksi dijual seluruhnya oleh petani. 6. Asumsi bahwa biaya pemasaran sama untuk semua grade jeruk siam. 7. Peneliti tidak dapat menjangkau konsumen akhir yang berada di pasar induk luar Provinsi Bali karena keterbatasan peneliti. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Kecamatan Kintamani berjarak 27 km dari ibukota kabupaten dan berjarak 67 km dari ibukota provinsi. Kecamatan Kintamani memiliki luas km 2 dari km 2 luas wilayah Kabupaten Bangli. Daerah ini menguasai sekitar persen dari luas wilayah Kabupaten Bangli dan merupakan kecamatan terluas di Provinsi Bali (6.51 persen). Kecamatan Kintamani terdiri dari 48 Desa dan 162 Banjar/Dusun dengan pembagian 30 desa di wilayah Kintamani bagian timur dan 18 desa di wilayah Kintamani bagian barat. Batasbatas Kecamatan Kintamani secara administratif adalah sebagai berikut : Sebelah utara : Kabupaten Buleleng Sebelah timur : Kabupaten Karangasem Sebelah selatan : Kecamatan Susut, Bangli, dan Tembuku Sebelah barat : Kabupaten Badung Secara geografis, Kecamatan Kintamani terletak pada m m LS, dan m m BT. Kecamatan Kintamani berada pada ketinggian m dpl dengan tingkat suhu rata-rata derajat celcius. Daerah ini merupakan dataran tinggi pegunungan yang disekitarnya terdapat Gunung Batur, Gunung Abang, dan Danau Batur. Secara terperinci daerah ini memiliki topografi datar, berombak, bergelombang, berbukit, curam, dan sangat curam. Tingkat kemiringan lahan pada daerah penelitian berada pada kondisi datar sampai dengan kemiringan 60 persen. Rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir adalah mm per tahun dengan jumlah hari hujan ratarata 92 hari per tahun. Akibat tingginya curah hujan mengakibatkan kondisi alam daerah ini sangat lembab dan basah dengan tingkat kelembapan 80 hingga 99 persen. Jenis tanah adalah regosol vulkan yang berstruktur agak lepas dan bertekstur lempung sampai lempung berpasir. Keadaan seperti ini membuat wilayah Kecamatan Kintamani sesuai dengan pengembangan budi daya tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan hutan. Sebagian besar wilayah Kecamatan Kintamani merupakan pedesaan yakni km 2 dari km 2 luas wilayah keseluruhan (99 persen). Potensi wilayah Kecamatan Kintamani dominan di bidang tanaman perkebunan terutama jeruk dan kopi. Di samping itu, daerah ini juga didukung oleh potensi pariwisata kawasan pegunungan yang sangat unik yakni kawasan caldera Gunung Batur.

47 Kecamatan Kintamani yang mempunyai luas wilayah ha dimanfaatkan sebagai lahan sawah, tegal/kebun, perkebunan, hutan rakyat, dan pemukiman. Pemanfaatan lahan pertanian terbesar digunakan untuk tegal/kebun yaitu sebesar Ha atau persen dan untuk perkebunan sebesar ha atau sebesar persen. Potensi alam di sektor pertanian menjadikan sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Pemanfaatan lahan yang ada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pemanfaatan lahan di Kecamatan Kintamani tahun 2015 a No Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%) 1 Lahan sawah Tegal/kebun Perkebunan Hutan rakyat Lahan bukan pertanian (jalan, pemukiman, perkantoran, sungai, dll) Total a Sumber: Monografi Kecamatan Kintamani Kecamatan Kintamani telah terbagi menjadi kluster-kluster budi daya pertanian berdasarkan tingkat ketinggian wilayahnya. Dalam proses budi dayanya, Kecamatan Kintamani terbagi menjadi tiga bagian wilayah budi daya pertanian yaitu: 1) Daerah bawah menanam tanaman pangan padi dan umbi-umbian, hortikultura sayuran, perikanan tambak, dan kayu, 2) Daerah tengah menanam tanaman perkebunan jeruk dan hortikultura sayuran, 3) Daerah atas menanam tanaman perkebunan kopi dan sebagian jeruk. Akses infrastruktur transportasi pada jalan utama sudah memadai dan beraspal namun kondisi jalan yang sempit membuat kesulitan bagi kendaraan besar seperti bus-bus wisata dan truk pengangkut hasil pertanian untuk berpapasan. Akses infrastruktur transportasi pada jalan desa kurang memadai dan mengalami kerusakan sehingga menjadi penghambat mobilitas masyarakat desa untuk memasarkan hasil pertanian. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian digunakan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakter daerah dengan melihat mata pencaharian yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Kintamani sangat beragam mulai dari sektor pertanian, perdagangan, pemerintahan, dan wirausaha. Penduduk Kecamatan Kintamani yang bekerja di sektor pertanian sebanyak persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting bagi Kecamatan Kintamani dalam hal penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Hal ini disebabkan karena kondisi lahan dan iklim di Kecamatan Kintamani cocok untuk berbagai macam tanaman seperti tanaman hortikultura, perkebunan, dan kehutanan. Kedaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Kintamani dapat dilihat pada Tabel 7.

48 36 Tabel 7 Keadaan penduduk Kecamatan Kintamani berdasarkan mata pencaharian tahun 2015 a No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani Buruh tani Pengusaha Buruh bangunan/pertukangan Pedagang PNS TNI/ABRI Total a Sumber: Monografi Kecamatan Kintamani 2016 Karakteristik Petani Responden Petani responden pada penelitian ini adalah petani jeruk siam Kecamatan Kintamani yang melakukan usaha tani dan memanen jeruk siam pada rentang periode panen raya dan panen sela yang ditetapkan dalam penelitian. Petani responden yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling yang terdiri dari 33 petani responden. Usaha tani yang dilakukan petani mulai dari penanaman bibit hingga pemeliharaan tanaman jeruk siam. Usaha tani jeruk siam merupakan mata pencaharian utama bagi petani responden. Selain mengusahakan budi daya jeruk siam, sebagian petani juga memiliki usaha toko obat-obatan pertanian dan warung kecil yang menyediakan kebutuhan rumah tangga. Terdapat juga petani yang berprofesi sebagai aparat desa dan guru. Berdasarkan hasil penelitian, petani responden memiliki karakteristik yang berbeda-beda dilihat dari usia, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani, jumlah tanaman yang menghasilkan, dan pola penanaman. Karakteristik petani responden perlu diketahui karena diduga akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan budi daya maupun pemasaran jeruk siam. Petani jeruk siam yang digunakan sebagai responden mempunyai umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman yang beragam. Usia petani responden pada penelitian ini berkisar antara 25 hingga 72 tahun, dimana sebanyak persen petani masih dalam usia produktif (15 hingga 59 tahun). Responden petani didominasi oleh penduduk berusia 35 hingga 44 tahun sebanyak 19 orang. Usia petani akan mempengaruhi kemampuan petani dalam bercocok tanam yang akan mempengaruhi produktivitas hasil panen. Petani yang usianya masih tergolong muda akan lebih aktif dan memiliki kinerja fisik yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang usianya relatif tua. Tingkat pendidikan petani responden cukup tinggi, sebagian petani telah mengenyam pendidikan jenjang SMA dan universitas. Petani yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai wawasan lebih luas dan pola pikir yang maju untuk mengembangkan usahanya didukung oleh pengalaman dalam usaha tani jeruk siam. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap cara petani dalam menerima informasi pasar terkait jeruk siam dan juga berbagi informasi dengan peneliti dalam menjawab pertanyaan.

49 Pengalaman bertani responden cukup bervariasi dengan mayoritas petani responden memiliki pengalaman usaha tani jeruk siam 11 hingga 20 tahun. Terdapat pula responden yang baru memulai usaha tani jeruk siam setelah sebelumnya membudidayakan komoditi lain. Hal ini membuktikan bahwa budi daya jeruk siam telah ada sejak lama dan terus berkembang hingga sekarang. Pengalaman bertani juga menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman petani dalam bertani, maka semakin cakap dalam proses budi daya serta pemasaran hasil panennya. Status kepemilikan lahan dari petani responden adalah milik sendiri dengan luas lahan yang ditanami jeruk siam mayoritas 0.5 sampai 1 ha. Lokasi lahan jeruk siam petani terpencar-pencar namun masih dalam satu kawasan tempat tinggalnya. Dalam luasan lahan 1 ha terdapat 500 hingga tanaman jeruk siam. Namun, jumlah ini bergantung pada perbedaan jarak tanam dan pola penanaman yang dilakukan setiap petani. Dalam luasan lahan tersebut terdapat tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, tanaman sedang tidak menghasilkan, dan tanaman tidak menghasilkan. Kondisi ini mengakibatkan petani dengan luasan lahan yang sama tidak selalu memiliki jumlah tanaman menghasilkan sama. Tanaman jeruk siam produktif adalah tanaman menghasilkan yang memiliki umur di atas empat tahun dan telah memiliki masa berbuah secara kontinu. Petani jeruk siam umumnya melakukan dua pola penanaman dalam lahan jeruknya yakni pola tumpangsari dan monokultur. Tumpangsari dengan tanaman semusim dilakukan pada saat tanaman jeruk siam berumur 0 hingga 4 tahun. Selain sebagai tambahan penghasilan petani, tumpangsari dilakukan untuk mengisi kekosongan di sela-sela tanaman jeruk siam yang belum menghasilkan. Karakteristik petani responden lebih lengkap disajikan pada Tabel 8. 37

50 38 Tabel 8 Karakteristik petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani No Keterangan Jumlah Petani (orang) Persentase (%) 1 Umur (Tahun) < > Tingkat pendidikan SD SMP SMA Universitas Pengalaman usaha tani (Tahun) < > Luas lahan (Ha) < > Jumlah tanaman jeruk siam menghasilkan (pohon) < > Pola penanaman yang pernah dilakukan Monokultur Tumpangsari Karakteristik Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani berjumlah 35 pedagang responden yang terdiri dari 7 penebas, 8 pedagang pengumpul desa, 2 pedagang pengumpul kecamatan, 5 pedagang antar pulau, 3 pedagang distributor, 2 pedagang kecil lokal, dan 8 pedagang pengecer lokal. Penebas jeruk berasal dari dalam Kabupaten Bangli dan luar Kabupaten Bangli. Penebas merupakan pedagang perantara yang membeli jeruk siam dengan sistem borongan per lokasi kebun. Penebas biasanya melakukan usaha perdagangan jeruk hanya saat periode panen raya bulan Juli

51 hingga September. Pedagang pengumpul desa merupakan pedagang perantara yang berada di setiap desa lokasi penelitian. Pedagang pengumpul desa berperan menampung dan mengumpulkan jeruk siam hasil panen baik di gudang pengumpulan maupun dibawa langsung ke pasar tempat pedagang pengecer berjualan. Pedagang pengumpul kecamatan merupakan pedagang perantara yang memiliki kios dan berkumpul dalam suatu pasar yakni Pasar Kintamani dengan mayoritas komoditi yang diperjualbelikan adalah jeruk. Pedagang antar pulau disebut juga pedagang besar merupakan pedagang perantara yang mengirim jeruk siam ke luar provinsi dengan menggunakan truk ekspedisi. Volume jeruk yang diperdagangkan pedagang antar pulau sekitar 5.5 hingga 6.5 ton. Pedagang distributor merupakan agen perantara yang menerima kiriman jeruk dari pedagang antar pulau dan penebas. Pedagang distributor mempunyai gudang atau lapak di pasar induk untuk melakukan transaksi perdagangan. Pedagang kecil lokal adalah pedagang perantara yang membeli jeruk dari pedagang pengumpul lalu menjualnya ke pedagang pengecer di pasar lokal. Pedagang kecil lokal mengantar dan menyerahkan jeruk secara langsung ke pasar tempat pedagang pengecer berjualan. Volume sekali antar pedagang kecil lokal berkisar keranjang setiap harinya. Pedagang pengecer lokal biasanya mengambil satu atau dua keranjang setiap harinya. Karakteristik lembaga responden perlu diketahui karena diduga akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan pemasaran jeruk siam. Karakteristik lembaga pemasaran dikategorikan berdasarkan tingkat komposisi usia, tingkat pendidikan terakhir, pengalaman usaha dagang, dan siklus kegiatan perdagangan. Sebagian besar responden lembaga pemasaran berada pada usia produktif (15 hingga 59 tahun). Responden yang berusia kurang dari 35 tahun sebanyak 6 orang, antara 35 hingga 44 tahun sebanyak 13 orang, 45 hingga 54 tahun sebanyak 12 orang, dan lebih dari 54 tahun sebanyak 4 orang. Pengalaman merupakan hal yang cukup penting dalam kegiatan pemasaran jeruk siam, pengalaman tersebut dapat mempermudah responden dalam mengidentifikasi dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi baik peluang hingga risiko yang akan dihadapi. Dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah melakukan kegiatan perdagangan jeruk siam selama 5 hingga 15 tahun. Faktor lain yang dimiliki responden dan berpengaruh adalah tingkat pendidikan, dengan pendidikan seseorang akan lebih bijak dan berwawasan sehingga dapat menentukan strategi yang tepat dalam menjalankan suatu usaha termasuk memasarkan jeruk siam. Tingkat pendidikan formal yang ditempuh responden beragam, responden yang menempuh pendidikan SD sebanyak 15 orang, menempuh SMP sebanyak 9 orang, menempuh SMA sebanyak 9 orang, dan menempuh tingkat universitas sebanyak 2 orang. Tanaman jeruk merupakan tanaman tahunan yang memiliki periode panen raya dan panen sela. Hal ini menyebabkan adanya responden yang melakukan usaha perdagangan yang bersifat semusim sebanyak 8 orang dan sepanjang tahun sebanyak 27 orang. Semusim disini memiliki arti hanya melakukan usaha perdagangan saat masa panen raya dan sepanjang tahun memiliki arti melakukan usaha perdagangan saat masa panen raya dan panen sela. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam jumlah responden untuk volume usaha perdagangan jeruk siam saat panen raya dan panen sela. Responden yang memiliki volume 39

52 40 usaha saat masa panen raya kurang dari satu ton per hari sebanyak 10 orang dan lebih dari satu ton per hari 25 orang, sedangkan responden yang memiliki volume usaha saat panen sela kurang dari satu ton per hari sebanyak 26 orang dan lebih dari satu ton per hari sebanyak 9 orang. Kondisi ini disebabkan karena produksi jeruk saat periode panen sela lebih kecil daripada panen raya. Karakterisitik lembaga pemasaran lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik lembaga pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani No Keterangan Jumlah Pedagang (orang) Persentase (%) 1 Umur (tahun) < > Tingkat pendidikan SD SMP SMA Universitas Pengalaman usaha dagang (tahun) < > Volume usaha panen raya (ton/hari) > Volume usaha panen sela (ton/hari) > Siklus kegiatan perdagangan Semusim Sepanjang tahun Usaha Tani Jeruk Siam Tanaman jeruk siam umumnya tumbuh optimum pada ketinggian m dpl dengan curah hujan optimum 1500 mm/tahun dan tingkat kelembapan 50-85%. Hal ini berbeda dengan tanaman jeruk siam di Kecamatan Kintamani yang tumbuh optimum pada ketinggian m dpl dengan curah hujan mm/tahun dan tingkat kelembapan 80-90%. Tanaman jeruk siam kintamani mulai berproduksi pada umur tiga tahun sesuai hasil survey Direktorat Kredit, BPR dan

53 UMKM Bank Indonesia (2008) yang menyatakan bahwa jeruk di dataran tinggi mulai berproduksi pada umur tiga tahun dan hanya mampu berproduksi sampai umur 15 tahun. Jarak dari pembungaan sampai buah matang sekitar 6 sampai 8 bulan yang terdiri dari tahap pembungaan sampai penyerbukan 3 sampai 4 bulan dan tahap penyerbukan sampai buah matang 3 sampai 4 bulan. Tanaman jeruk siam di Kecamatan Kintamani dapat berbuah sepanjang tahun sehingga memiliki periode panen raya dan panen sela. Panen raya adalah kondisi dimana terjadinya pembungaan dan pembentukan buah serempak, sehingga jumlah buah yang dihasilkan atau dipanen banyak. Panen sela adalah kondisi dimana tanaman menghasilkan bunga yang sedikit atau sisa bunga yang belum menjadi buah saat panen raya. Panen sela sering disebut panen buah sisa karena terdapat buah-buah yang masak diluar musim dengan jumlah lebih sedikit. Perbandingan jumlah buah yang dihasilkan periode panen sela dan panen raya adalah 1:10. Kualitas buah jeruk panen sela umumnya lebih rendah daripada buah panen raya dilihat dari tingkat kematangan, warna kulit, dan ukuran. Periode panen raya umumnya berkisar antara bulan Juli hingga September dan periode panen sela berkisar antara bulan Februari hingga April. Kisaran tersebut dapat berubah bergantung cuaca yang sedang terjadi. Jika musim hujan berlangsung lebih awal, maka dapat mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Pada suatu lahan yang ditanami jeruk siam, masa panen antar petani satu dengan lainnya tidak dapat serempak bergantung pada umur tanaman, produktivitas tanaman, dan perlakuan pemanenan periode sebelumnya. Harga buah jeruk di tingkat petani pada panen sela lebih baik dibandingkan harga saat panen raya karena terbatasnya ketersedian jeruk dipasaran. Pola penanaman yang dilakukan petani yakni tumpangsari dan monokultur. Pola tumpangsari dilakukan saat tanaman jeruk belum menghasilkan yakni umur 0-3 tahun. Tanaman tumpangsari berupa tanaman sayur mayur seperti cabai, kol, terong, dan tomat; tanaman pangan seperti ubi jalar, padi gogo, kacang tanah, dan jagung; tanaman perkebunan kopi; dan tanaman hortikultura bunga gumitir. Setelah tanaman jeruk menghasilkan atau sudah berumur tiga tahun ke atas, pola tumpangsari dengan tanaman semusim biasanya dihentikan. Namun, ada pula petani yang melakukan pola tanam tumpangsari antara jeruk dengan kopi yang terus berlangsung bertahun-tahun. Tanaman jeruk yang sudah menghasilkan akan memerlukan nutrisi serta unsur hara yang lebih banyak daripada sebelumnya. Jika petani tetap melakukan tumpangsari, akan berakibat pada penurunan kesehatan dan produktivitas tanaman. Pola tanam jeruk siam yang digunakan adalah pola belah ketupat dengan jarak tanam cukup rapat yakni 3 x 3 m, 3 x 4 m, atau 4 x 4 m. Mayoritas petani jeruk di Kecamatan Kintamani menggunakan jarak tanam yang rapat yaitu 3 x 3 m, sedangkan jarak tanam di daerah sentra dataran rendah lebih lebar yakni 6 x 6 m, 7 x 7 m, atau 8 x 8 m. Tenaga kerja yang digunakan serta standar operasional prosedur budi daya jeruk siam juga hal yang penting diperhatikan dalam melakukan usaha tani jeruk siam. Petani melakukan budi daya jeruk siam mayoritas hanya mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga. Hanya sebagian kecil petani yang menggunakan bantuan tenaga kerja luar keluarga yang diambil dari petani penggarap. Petani yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga biasanya memiliki kesibukan lain selain bertani jeruk. Tenaga kerja sebagai buruh tani di Kecamatan Kintamani 41

54 42 tersedia terbatas dengan upah yang cukup tinggi. Upah tenaga kerja berbeda-beda di setiap desa, rata-rata untuk tenaga kerja laki-laki Rp Rp /HOK dan tenaga kerja perempuan Rp Rp /HOK. Upah tenaga kerja luar keluarga menurut HOK berlaku dalam kegiatan pemeliharaan tanaman jeruk siam seperti sanitasi, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, penjarangan buah, pengairan, dan pemupukan, sedangkan pada kegiatan pemanenan berlaku sistem upah borongan per mobil dan luas lahan. Standar operasional prosedur tanaman jeruk siam kintamani Kabupaten Bangli menyebutkan usaha tani jeruk siam kintamani meliputi persiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemangkasan, sanitasi, pemupukan, pengairan, penjarangan buah, pengendalian hama dan penyakit, serta panen. Hal penting yang pertama kali diperhatikan adalah perencanaan kebun yakni mendapatkan sketsa desain kebun yang optimal dalam memudahkan pembudidayaan hingga panen agar usaha tani jeruk dapat dioptimalkan. Penjelasan usahatani jeruk siam kintamani adalah sebagai berikut: 1. Persiapan lahan: kegiatan mempersiapkan lahan yakni dengan membersihkan lahan dari benda-benda yang dapat mengganggu pertumbuhan dan menjadi pesaing dalam mendapatkan cahaya sinar matahari, unsur hara, dan zona perakaran. Kegiatan ini untuk menciptakan lingkungan yang sesuai agar tanaman jeruk dapat tumbuh, berkembang, serta berproduksi secara optimal. Prosedur pelaksanaan dimulai dengan membersihkan lahan dari tanaman pengganggu, dilanjutkan dengan membuat lubang tanam sesuai dengan jarak optimum (3m x 3m atau 3m x 4m), mencampurkan ± kilogram pupuk kandang (bahan organik) dengan tanah lapisan atas pada setiap lubang tanam, dan menancapkan ajir yang telah dibuat pada titik di tengah-tengah lubang tanam sebagai calon tempat tanam. Setelah semua prosedur dilaksanakan, lahan dibiarkan selama 1-4 minggu. 2. Penyediaan bibit: kegiatan penyediaan bibit yang berproduksi dan berkualitas tinggi, bebas dari hama dan penyakit, serta dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang tepat. Bibit yang digunakan berasal dari cangkok dan okulasi (vegetatif) karena cocok untuk usaha komersial jeruk. Bibit dari teknik vegetatif kualitasnya bisa diatur, tidak menyimpang dari sifat induk, cepat berproduksi, lebih adaptif, akan tetapi memiliki umur produksi rending dibandingkan dengan bibit dari biji (generatif). Kebutuhan bibit jeruk disesuaikan dengan luas lahan, biasanya kebutuhan bibit sekitar pohon/ha dengan jarak tanam 3m x 3m. 3. Penanaman: kegiatan memindahkan benih dari persemaian atau polybag ke lahan hingga tanaman berdiri tegak dan siap tumbuh secara optimal di lapangan. Bibit dikeluarkan dari polybag dengan terlebih dahulu dibersihkan dengan air dan memotong akar yang tidak diinginkan. Bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam kemudian ditimbun dengan tanah hingga mencapai 3-4 cm di atas leher akar lalu disiram dengan air secukupnya. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan agar terhindar dari kekeringan kecuali di suatu lahan telah tersedia sitem irigasi. 4. Pemangkasan: kegiatan memotong dan membuang cabang, ranting, dan tunas yang tidak dinginkan untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas produktif, meningkatkan sanitasi kebun, mengurangi risiko serangan

55 Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan memudahkan pemeliharaan tanaman. Ada dua tipe perlakuan pemangkasan yakni pemangkasan bentuk dan pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan bentuk biasanya dilakukan setelah penanaman 2-3 bulan sehingga tanaman tumbuh membentuk tajuk atau kerangka pohon yang diinginkan. Pemangkasan pemeliharaan dilakukan pada tunas air, ranting kering, tangkai bekas pendukung buah, bagian tanaman yang terserang OPT dan mati, serta ranting yang mengarah ke dalam dan yang saling tumpang tindih dengan pohon lain. 5. Sanitasi: kegiatan membuang atau mencabut dan mematikan tumbuhan pengganggu (gulma) yang tumbuh di sekitar tanaman untuk mengurangi kompetisi hara antara tanaman utama atau yang dibudi dayakan dengan gulma. Sanitasi dilakukan dengan sabit untuk gulma berakar pendek dan cangkul untuk gulma berakar dalam. Sanitasi dilakukan sebulan sekali bersamaan dengan kegiatan pemangkasan. 6. Pemupukan: kegiatan pemberian nutrisi pada tanaman agar dapat memenuhi kebutuhan tanaman baik melalui daun atau dibenamkan ke dalam tanah berupa pupuk organik atau anorganik. Kegiatan ini dilakukan untuk menyediakan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan tanaman, meningkatkan mutu buah (ukuran dan rasa buah), dan meningkatkan produktivitas tanaman. Pupuk diberikan dengan membuat alur pupuk melingkar selebar tajuk atau buat lubang pupuk sedalam cm dengan menggunakan cangkul. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun untuk tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan. 7. Pengairan: kegiatan memberikan air sesuai dengan kebutuhan tanaman atau fase pertumbuhan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan, hanyut, dan lain-lain. Penambahan air diberikan terutama pada tanaman belum menghasilkan bila tidak turun hujan lebih dari satu minggu atau jika terdapat gejala kelayuan pada tanaman. Air juga diperlukan saat pembungaan dan pembuahan. 8. Penjarangan buah: kegiatan mengurangi jumlah buah dalam setiap pohon untuk mengatur jumlah buah dalam setiap pohon/cabang/ranting sehingga menghasilkan buah yang berkualitas, seragam, memperpanjang masa berbuah, dan mengurangi risiko kerusakan atau kematian tanaman akibat kelebihan buah. Penjarangan buah dapat memperpanjang umur produktif tanaman. Penjarangan buah dilakukan pada saat buah jeruk sebesar kelereng (diameter ± 2 cm). Idealnya setiap buah harus didukung oleh sekitar 40 helai daun yang sehat atau setara dengan 1-2 buah per tangkai buah. Buah yang dibuang adalah buah di bagian dalam yang tidak terkena sinar matahari, bentuknya tidak bagus atau cacat, dan letaknya berdempetan. 9. Pengendalian hama dan penyakit: kegiatan untuk mengendalikan OPT agar tanaman tumbuh optimal, produksi tinggi, dan mutu buah yang baik. Pengamatan OPT dapat dilakukan secara berkala (seminggu sekali) dengan mengidentifikasi gejala serangan dan jenis OPT. Penyakit yang sering melanda tanaman adalah CVPD, diplodia, buah gugur prematur, dan busuk akar. Hama yang sering mengganggu tanaman adalah ulat penggerek daun, bunga, dan buah, lalat buah, tungau, dan kutu loncat. 43

56 Pemanenan: kegiatan pemetikan buah saat panen yang telah ditetapkan atau mencapai kematangan optimal dengan ciri-ciri kulit buah kekuningan, buah tidak terlampau keras saat dipegang, dan bagian bawah buah empuk bila dijentik dengan jari. Pemanenan cenderung menggunakan tangan walaupun sudah disosialisasikan untuk menggunakan gunting pangkas. Waktu pemanenan buah mulai dari jam 9 pagi sampai sore hari. Kebiasaan yang sering dilakukan petani saat panen biasanya tidak ditentukan oleh ciri-ciri buah jeruk siap panen melainkan tingkat harga yang terjadi di pasaran. Oleh karena itu, sering terjadi hasil panen yang terlalu muda dan tua. Sifat jeruk adalah non klimaterik, yakni buah jeruk tidak mengalami proses pematangan setelah dipanen sehingga perlu pemanenan pada fase yang tepat untuk menjamin mutu buah. Jika semakin lama buah tidak dipanen menyebabkan rontok buah serta semakin tua tingkat kemasakan buah yang dipanen, makin cepat buah menjadi busuk. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Lembaga Pemasaran Penelitian analisis pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang membentuk pola saluran pemasaran. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani adalah penebas, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, pedagang distributor, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Penebas Penebas merupakan pedagang perantara yang melakukan kegiatan pembelian jeruk dari petani dalam kondisi buah masih di pohon. Penebas dalam melakukan usaha perdagangan bersifat musiman, yakni hanya aktif pada saat musim panen raya jeruk siam. Penebas mendatangi kebun langsung untuk melihat kondisi buah di pohon, mengestimasi langsung volume buah (kilogram) yang ditebas per pohon, serta memperkirakan harga tebasannya. Penebas dalam memperkirakan harga dalam satuan luas kebun yaitu dengan menghitung jumlah pohon yang akan ditebas, memperkirakan jumlah buah yang ada di masingmasing pohon, dan melihat kondisi buah jeruk yang ada di pohon apakah lebih banyak yang besar atau yang kecil. Setelah itu penebas dapat memperkirakan harga rata-rata jeruk per kilogram yang ditawarkan kepada petani. Jika dalam satu luasan lahan memiliki keseragaman baik ukuran,kondisi, dan ketuaan tanaman, maka harga tebasan cenderung tinggi. Petani dan penebas dalam melakukan sistem tebasan telah mempunyai kesepakatan mengenai total harga tebasan, periode pemanenan jeruk oleh penebas, dan sistem pembayaran tebasan.. Pada luasan kebun yang luas, kegiatan panen dapat dilakukan lebih dari satu kali. Jarak antar waktu panen pertama dengan panen berikutnya beragam, yaitu sekitar 7 sampai 15 hari atau bergantung pada situasi harga.

57 Sistem tebasan adalah sistem gambling, ketika hasil output nyata lebih besar dari taksiran maka penebas memperoleh keuntungan, sebaliknya jika hasil ouput nyata lebih kecil dari taksiran maka petani memperoleh keuntungan. Penebas memiliki lebih dari satu lokasi lahan tebasan untuk mengantisipasi risiko fluktuasi harga jeruk di pasaran dan risiko jumlah output nyata hasil panen. Adanya fluktuasi harga jeruk di pasar induk menyebabkan penebas harus pintar membaca situasi harga dan rutin melakukan perdagangan untuk mengurangi risiko. Penebas menjadikan pedagang distributor sebagai informan untuk mengetahui situasi pasar terkait pasokan dan harga jeruk di pasar induk, sebaliknya pedagang distributor menjadikan penebas sebagai informan untuk mengetahui seberapa banyak jeruk yang siap panen pada waktu tersebut. Terdapat pula penebas yang memiliki calo di setiap lokasi pasar induk untuk mencari informasi pasar yang riil agar tujuan pengiriman jeruk tepat sasaran, calo tersebut biasanya dibayar dengan fee Rp per truk. Dalam sistem tebasan, petani ingin penebas segera memanen jeruknya di pohon karena khawatir akan terjadi penurunan kualitas tanaman, sedangkan penebas masih mengamati situasi harga yang terjadi di pasar induk. Saat harga jeruk di pasaran rendah, seringkali penebas menunda panen dan menunggu sampai harga kembali normal atau meningkat di pasar induk. Bahkan ada penebas yang tidak memanen jeruk petani dengan pertimbangan biaya membeli tebasan dan biaya operasional yang dikeluarkan lebih besar nilainya daripada penerimaan yang didapat. Pedagang Pengumpul Desa Pedagang pengumpul desa merupakan pedagang perantara yang membeli hasil panen jeruk dengan sistem kiloan (tertimbang) dari petani kemudian memasarkannya kepada pedagang antar pulau, pedagang kecil lokal, dan pengecer lokal. Pedagang pengumpul desa terdapat di setiap desa sehingga petani sendiri mudah menemukan pedagang ketika akan menjual jeruknya. Alasan pedagang pengumpul desa melakukan aktivitas pemasaran saat panen raya dan panen sela karena keuntungan yang diperoleh cukup menjanjikan. Pada saat panen raya, petani selain memiliki alternatif menjual sistem borongan tebasan, dapat juga menjual dengan sistem kiloan kepada pedagang pengumpul (umumnya petani yang memiliki volume panen rendah). Pedagang pengumpul desa memiliki kios atau gudang tempat penampungan sementara hasil panen sebelum dibeli dan diangkut oleh lembaga selanjutnya. Pedagang pengumpul desa dalam melakukan pengangkutan jeruk dari lahan petani ke gudang menggunakan mobil pick up bermuatan satu sampai dua ton. Biasanya pedagang pengumpul melakukan pemanenan pada pagi sampai siang hari, pensortiran pada sore hari, dan penjualan pada malam atau dini hari. Pedagang kecil lokal dari berbagai kabupaten datang langsung pada sore atau malam hari ke gudang pedagang pengumpul desa untuk membeli jeruk siam. Pedagang pengumpul desa juga dapat beperan sebagai pedagang kecil setiap harinya, yakni dengan mengantarkan langsung jeruknya ke beberapa pasar kabupaten dan menyerahkan kepada pengecer. Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang pengumpul kecamatan merupakan pedagang perantara yang membeli jeruk siam baik dari petani maupun pedagang pengumpul desa yang nantinya akan dijual kepada pedagang antar pulau dan pengecer lokal. Pedagang 45

58 46 pengumpul kecamatan ini berkumpul dalam suatu pasar yang berlokasi di Kecamatan Kintamani. Kios jeruk yang terdapat di pasar ini milik pribadi dan dibuat sendiri oleh para pedagang pengumpul kecamatan. Umumnya para pedagang pengumpul kecamatan sebagian besar menjual jeruk siam kepada pedagang antar pulau dan sebagian kecil kepada pedagang pengecer lokal. Lokasi gudang tempat pengemasan milik pedagang antar pulau mayoritas berlokasi di dekat kios pedagang pengumpul kecamatan, sehingga memudahkan pedagang antar pulau mendapat supply jeruk siam dan memudahkan pedagang pengumbul kecamatan untuk menjual jeruknya. Apabila pedagang antar pulau tidak dapat mencapai target pengiriman dari supply petani dan pedagang pengumpul desa, maka pedagang antar pulau mempunyai pilihan untuk membeli jeruk di pedagang pengumpul kecamatan. Harga beli di pedagang pengumpul kecamatan umumnya lebih mahal daripada petani dan pedagang pengumpul desa. Pedagang Antar Pulau Pedagang antar pulau yang dimaksud yakni pedagang perantara yang menjadi tujuan penjualan oleh petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kecamatan yang aktif melakukan kegiatan perdagangan sepanjang tahun. Pedagang antar pulau disebut juga pedagang besar atau pedagang ekspedisi karena mendistribusikan jeruk menuju pasar induk luar provinsi dalam jumlah yang besar. Pasar induk luar provinsi yang dituju yakni daerah Surabaya, Jogjakarta, dan Jakarta. Pada periode panen raya, penebas dapat dikategorikan sebagai pedagang antar pulau musiman yang hanya aktif selama empat bulan panen raya (Juli sampai Oktober), karena pada bulan tersebut sangat mudah mencari supply jeruk dari petani untuk disalurkan ke luar provinsi. Pedagang antar pulau dapat mengirim 18 sampai 24 ton jeruk siam setiap harinya layaknya penebas pada saat musim panen raya, namun ketika musim panen sela pedagang antar pulau hanya dapat mengirim 6 sampai 12 ton setiap dua hari sekali dikarenakan supply jeruk terbatas. Alat transportasi yang digunakan pedagang antar pulau untuk mendistribusikan jeruk adalah truk ekspedisi dengan muatan 5.5 ton sampai 6.5 ton bergantung pada pasar induk luar provinsi yang dituju. Pedagang antar pulau memiliki buruh tetap atau langganan untuk melakukan proses pemanenan, pensortiran, dan pengemasan jeruk. Pedagang antar pulau memiliki gudang tempat pengumpulan sementara untuk selanjutnya di sortir dan di kemas dengan kapasitas yang lebih besar daripada gudang pedagang pengumpul desa. Namun, saat panen raya tidak jarang pedagang antar pulau melakukan proses pensortiran dan pengemasan langsung di lahan petani beralaskan terpal milik truk ekspedisi. Perjalanan dalam menyalurkan jeruk siam ke Pasar Peneleh Surabaya menghabiskan waktu sehari, ke Pasar Gamping Jogjakarta menghabiskan waktu satu sampai dua hari, dan ke Pasar Kramat Jati Jakarta menghabiskan waktu dua sampai tiga hari. Banyak risiko yang terjadi seperti pencurian dan penyusutan buah dalam perjalanan. Saat periode panen sela, pedagang antar pulau mendapat supply dari petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kecamatan dengan berbagai pertimbangan seperti harga beli, biaya operasional, dan kuota pengiriman.

59 47 Pedagang Distributor Pedagang distributor merupakan agen perantara pemasaran jeruk siam oleh pedagang antar pulau atau penebas untuk selanjutnya didistribusikan ke pedagang pengecer di berbagai tempat (lintas kabupaten atau kota). Pedagang distributor ini berada di daerah pasar induk seperti Pasar Peneleh Surabaya, Pasar Gamping Jogjakarta, dan Pasar Kramat Jati Jakarta. Pedagang distributor mendapat supply jeruk dari berbagai wilayah seperti Pontianak, Medan, Berastagi, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi. Pedagang distributor di Pasar Peneleh Surabaya dan Pasar Gamping Jogjakarta biasanya menerima kiriman jeruk dari pedagang antar pulau dan penebas dalam keadaan cor atau curah (belum disortir dan digrading), sedangkan pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta menerima jeruk dalam keadaan sudah tersortir dan tergrade sehingga siap dijual langsung kepada konsumen. Sistem transaksi yang dilakukan oleh pedagang antar pulau atau penebas dengan pedagang distributor ada dua macam yaitu: 1. Sistem komisi: pedagang antar pulau mempercayakan jeruk kepada distributor untuk dipasarkan. Distributor memperoleh komisi sebesar 7 atau 8 persen dari total hasil penjualan bersih dan sisanya akan diterima oleh pedagang antar pulau atau penebas. Dalam sistem ini distributor tidak menanggung resiko pemasaran seperti risiko kerusakan buah, risiko harga, dan risiko buah tidak laku. 2. Sistem harga lepas atau sistem oper nota: pedagang antar pulau atau penebas melakukan transaksi jual beli seperti biasa dengan distributor pada harga yang telah disepakati. Pedagang antar pulau atau penebas menanggung seluruh biaya pemasaran dan risiko pemasaran sampai jeruk diterima oleh distributor. Setelah jeruk sampai di distributor, semua risiko ditanggung oleh distributor dan tanggung jawab pedagang antar pulau atau penebas terputus. Beberapa tahun terakhir sistem yang lebih banyak digunakan di pasar induk luar provinsi adalah sistem komisi. Kerjasama dalam penjualan jeruk terjadi antara pedagang antar pulau atau penebas dengan pedagang distributor. Pedagang distributor dikategorikan agen perantara yang bertindak sebagai komisioner. Sistem komisi yang dibentuk bertujuan untuk mengurangi risiko dan menciptakan keadilan kedua belah pihak. Jika penjualan meningkat, maka komisi yang didapat juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Pedagang distributor memiliki hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual belikan dan bertindak atas namanya sendiri. Pedagang distributor sangat berperan dalam penentuan harga pasar karena mampu memperkirakan jumlah permintaan dan penawaran di pasar tersebut. Jika supply jeruk meningkat di pasar induk, maka pedagang distributor berhak menurunkan harga agar jeruk laku terjual. Pedagang distributor biasanya memberikan asumsi harga jeruk di pasar induk sehari sebelum periode pengiriman jeruk oleh pedagang antar pulau atau penebas. Hal ini dilakukan agar pedagang antar pulau atau penebas dapat menentukan batas maksimal harga beli kepada petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang Kecil Lokal Pedagang kecil lokal merupakan pedagang perantara yang berperan mendistribusikan jeruk siam kepada pedagang pengecer lokal. Pedagang kecil lokal mendapatkan supply jeruk siam dari pedagang pengumpul desa, pedagang

60 48 pengumpul kecamatan, atau datang langsung kepada petani. Pedagang kecil lokal berasal dari luar Kecamatan Kintamani dan mengantarkan jeruk ke pasar tradisional tempat pedagang pengecer berjualan saat dini hari. Volume pembelian pedagang kecil lokal berkisar antara 500 hingga 750 kilogram setiap harinya. Minimal pembelian jeruk siam kepada pedagang pengecil lokal adalah 50 kilogram. Pedagang kecil lokal telah memiliki pelanggan tetap dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan pasar yang terjadi. Biasanya suatu daerah memiliki hari pasaran setiap tiga hari sekali, dimana pada hari tersebut pengunjung pasar lebih banyak daripada hari biasa. Pedagang kecil lokal akan datang untuk mengantarkan jeruk saat hari tersebut. Pedagang Pengecer Lokal Pedagang pengecer lokal merupakan pedagang perantara yang membeli jeruk dari pedagang kecil lokal, pedagang pengumpul desa, atau pedagang pengumpul kecamatan yang selanjutnya menjual jeruk ke konsumen akhir secara eceran. Pedagang pengecer dalam penelitian ini merupakan pengecer menetap karena mempunyai tempat berjualan khusus di pasar tradisional kabupaten setiap hari. Pedagang pengecer pada penelitian ini adalah pedagang pengecer lokal yang berada di daerah Kota Denpasar (Pasar Kumbasari dan Pasar Badung), Kabupaten Gianyar (Pasar Kota Gianyar dan Pasar Payangan), Kabupaten Bangli (Pasar Kidul), dan Kabupaten Tabanan (Pasar Baturiti). Volume jeruk yang dijual oleh pedagang pengecer berkisar antara 25 hingga 50 kilogram per hari pada hari biasa, sedangkan pada hari pasaran dan hari raya agama dapat terjual 50 hingga 150 kilogram per hari. Pedagang pengecer biasanya mendapat supply jeruk dari pedagang kecil lokal atau pedagang pengumpul desa yang datang langsung ke pasar tempat pedagang pengecer berjualan. Terdapat pula pengecer yang membeli langsung dari petani untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Pedagang pengecer lokal melakukan grading sehingga konsumen bebas memilih jeruk sesuai ukuran dan harga yang dikehendaki. Proses tawar menawar masih dapat terjadi antara pedagang pengecer dan konsumen akhir. Proporsi jeruk yang dijual oleh pedagang pengecer sebesar 30 hingga 40 persen dari keseluruhan komoditi buah yang dijual. Analisis Saluran Pemasaran Saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani di lokasi penelitian melibatkan beberapa pelaku pemasaran yang menjalankan serangkaian fungsi-fungsi pemasaran. Saluran pemasaran yang diteliti dipisahkan berdasarkan periode panen raya dan periode panen sela jeruk siam. Berdasarkan hasil penelitian di lapang, terdapat 8 saluran pemasaran pada periode panen raya dan 9 saluran pemasaran pada periode panen sela. Saluran Pemasaran Periode Panen Raya Saluran pemasaran jeruk siam yang terbentuk pada periode panen raya dengan volume yang dipasarkan oleh 33 petani responden sebesar kg adalah sebagai berikut : 1. Saluran pemasaran 1 : petani - pedagang distributor Jakarta

61 2. Saluran pemasaran 2 : petani penebas pedagang distributor Surabaya 3. Saluran pemasaran 3 : petani penebas pedagang distributor Jogjakarta 4. Saluran pemasaran 4 : petani penebas pedagang distributor Jakarta 5. Saluran pemasaran 5 : petani penebas pedagang antar pulau pedagang distributor Jogjakarta 6. Saluran pemasaran 6 : petani penebas pedagang antar pulau pedagang distributor Jakarta 7. Saluran pemasaran 7 : petani pedagang antar pulau pedagang distributor Jakarta 8. Saluran pemasaran 8 : petani pedagang pengumpul desa pedagang kecil lokal pedagang pengecer lokal konsumen Secara ringkas, saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada periode panen raya ini dapat dilihat pada Gambar 4 berikut: 49 Gambar 4 Saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen raya

62 50 Saluran Pemasaran 1 Periode Panen Raya Pola saluran pemasaran 1 hanya dilakukan oleh dua orang petani responden (6.06 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dipasarkan sejumlah kg (5.80 persen). Saluran pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran satu tingkat, karena terdapat satu perantara antara produsen dan konsumen. Pada saluran pemasaran 1, petani menjual jeruk langsung kepada pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta. Saluran ini merupakan saluran yang paling pendek diantara saluran-saluran lainnya. Petani yang melakukan sistem pemasaran ini merupakan petani mandiri yang memiliki volume panen rata-rata lebih dari 12 ton, berani menanggung risiko, serta memiliki link atau teman sebagai pedagang distributor di pasar induk. Kelancaran dalam perihal keuangan merupakan salah satu faktor penting alasan petani menjual jeruknya langsung ke pedagang distributor. Pedagang distributor akan memberikan nota penjualan dan transfer pembayaran tunai setelah penjualan jeruk milik petani habis di pasar induk. Biasanya dalam periode panen raya, satu truk kiriman jeruk petani habis terjual dalam satu hari di pasar induk. Petani dalam saluran ini tidak bersedia jeruknya ditebas karena penebas umumnya menunda panen sampai harga stabil yang menyebabkan kualitas tanaman jeruk petani menurun. Harga rata-rata yang diterima petani pada saluran pemasaran ini paling tinggi dan total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran ini paling rendah di antara saluran-saluran pemasaran lain. Harga rata-rata yang diterima petani pada saluran pemasaran 1 adalah Rp per kg. Harga ini telah dikurangi biaya pemasaran petani sebesar Rp per kg. Petani menanggung biaya pemasaran diantaranya biaya pengangkutan jeruk dari lahan ke gudang, biaya ekspedisi ke Pasar Kramat Jati Jakarta, biaya pengemasan, biaya sortasi dan grading, biaya sewa peralatan panen dan pasca panen, serta biaya penyusutan. Biaya pemanenan diperhitungkan dan dikeluarkan oleh petani dengan menggunakan sistem borongan tenaga kerja, namun biaya ini merupakan biaya usaha tani petani sehingga tidak digolongkan dalam biaya pemasaran. Saat jeruk sampai di Pasar Kramat Jati Jakarta, jeruk petani siap dijual langsung kepada konsumen tanpa disortir ulang. Biaya operasional yang berlangsung di pasar tersebut ditanggung oleh pedagang distributor diantaranya biaya tenaga kerja jaga, biaya bongkar muat, dan biaya retribusi. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang distributor sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran pemasaran 1 adalah penjumlahan total biaya pemasaran petani dan pedagang distributor yakni sebesar Rp per kg. Keuntungan pedagang distributor diperoleh dari komisi penjualan dikurang biaya operasional. Komisi penjualan yang ditetapkan di Pasar Kramat Jati Jakarta sebesar delapan persen dari total hasil penjualan bersih. Hasil penjualan bersih merupakan selisih total penjualan kotor dengan biaya penyusutan jeruk. Harga rata-rata yang diterima konsumen dalam saluran pemasaran ini sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 2 Periode Panen Raya Saluran pemasaran 2 termasuk saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara di antara produsen dan konsumen yaitu penebas dan pedagang distributor. Total kuantitas jeruk siam yang dipasarkan sejumlah

63 kg (19.98 persen). Pada saluran pemasaran 2, petani menjual jeruk kepada penebas dalam kedaaan jeruk masih di pohon dan hampir matang. Petani memilih menjual hasil panennya kepada penebas dikarenakan volume hasil panen petani melimpah serta ingin mengalihkan risiko panen dan risiko harga yang fluktuatif. Penebas mengirim jeruk ke pedagang distributor di Pasar Peneleh Surabaya. Pedagang distributor bekerjasama dengan penebas seperti halnya pada saluran 1 dengan sistem komisi. Kemacetan dalam perihal keuangan tidak menjadi masalah besar bagi petani dalam saluran ini. Petani cenderung takut menghadapi risiko panen dan risiko pasar akibat volume jeruk yang melimpah. Petani juga tidak memiliki informasi pasar yang lengkap dan link untuk menjual jeruknya di pasar induk. Pada saluran ini, posisi petani sebagai price taker dan memiliki bargaining position yang lemah. Harga rata-rata yang diterima petani pada saluran pemasaran ini Rp per kg. Penebas menanggung biaya pemanenan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya pengangkutan (ekspedisi) dari lahan ke Surabaya, serta biaya penyusutan jeruk. Biaya pemanenan ini merupakan biaya usaha tani yang ditanggung oleh penebas dengan menggunakan tenaga kerja borongan. Harga jual yang ditetapkan penebas telah memasukkan biaya pemanenan jeruk sehingga biaya pemanenan merupakan biaya pemasaran bagi penebas. Permintaan pedagang distributor di Pasar Peneleh Surabaya adalah kiriman jeruk yang belum digrading, sehingga penebas hanya mensortir jeruk yang rusak dan memasukkan langsung ke peti kayu secara cor (curah). Peti cor (curah) ini bermuatan 45 kg dengan ukuran jeruk yang belum diseragamkan. Saat jeruk sampai di pedagang distributor, jeruk dibongkar, disortir ulang, dan digrading sebelum dijual ke konsumen. Biaya operasional yang berlangsung di pasar tersebut ditanggung oleh pedagang distributor kecuali biaya sortasi dan grading. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh penebas sebasar Rp per kg. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang distributor sebesar Rp per kg. Komisi penjualan yang ditetapkan di pasar induk ini sebesar tujuh persen dari total hasil penjualan bersih. Total biaya pemasaran dalam saluran pemasaran 2 sebesar Rp per kg. Harga rata-rata yang diterima konsumen dalam saluran pemasaran ini paling rendah diantara saluran-saluran pemasaran lain yakni sebesar Rp per kg. Hal ini dikarenakan oversupply jeruk siam di Pasar Induk Peneleh berasal dari daerah lokalnya (Jawa Timur) seperti jeruk jember, lumajang, dan banyuwangi. Saluran Pemasaran 3 Periode Panen Raya Saluran pemasaran 3 termasuk saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara di antara produsen dan konsumen yaitu penebas dan pedagang distributor. Total kuantitas jeruk siam yang dipasarkan pada saluran ini sejumlah kg (21.52 persen). Alasan petani menjual jeruknya kepada penebas sama halnya dengan saluran pemasaran 2. Penebas mengirim jeruk hasil tebasannya ke pedagang distributor di Pasar Gamping Jogjakarta. Petani tidak mengetahui tujuan pasti pemasaran jeruknya oleh penebas sehingga harga tebasan cenderung seragam antar petani. Padahal harga jeruk yang dikirim ke beberapa pasar induk memiliki harga yang berbeda-beda tiap pasar. Contohnya, harga jual jeruk di Pasar Gamping Jogjakarta lebih tinggi daripada harga di Pasar Peneleh Surabaya. Harga rata-rata tebasan yang diterima petani pada saluran ini sebesar 51

64 52 Rp per kg. Harga jual rata-rata di tingkat pedagang distributor sebesar Rp per kg. Harga ini lebih tinggi Rp dari harga jual rata-rata di pasar induk Surabaya. Pedagang distributor di Pasar Gamping Jogjakarta merupakan agen perantara seperti halnya pada saluran pemasaran 1 dan 2 yang bekerjasama dengan penebas melalui sistem komisi. Penebas menanggung biaya pemanenan,biaya sortasi, biaya pengemasan, biaya pengangkutan (ekspedisi) dari lahan ke Jogjakarta, serta biaya penyusutan jeruk. Permintaan pedagang distributor di Pasar Gamping Jogjakarta adalah kiriman jeruk yang belum di grading, sehingga penebas hanya mensortir jeruk yang rusak dan memasukkan langsung ke peti kayu secara cor (curah). Saat jeruk sampai di pedagang distributor, jeruk dibongkar, disortir ulang, dan digrading sebelum dijual ke konsumen. Biaya operasional yang berlangsung di pasar tersebut ditanggung oleh pedagang distributor kecuali biaya sortasi dan grading yang ditanggung oleh penebas. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh penebas pada saluran ini sebesar Rp per kg.total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang distributor sebesar Rp per kg. Biaya ini lebih rendah daripada biaya di Surabaya karena biaya bongkar muat dan retribusi di pasar ini lebih tinggi. Komisi penjualan yang ditetapkan di pasar induk ini sama dengan saluran 2 yakni sebesar tujuh persen dari total hasil penjualan bersih. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran pemasaran 3 sebesar Rp per kg. Saluran Pemasaran 4 Periode Panen Raya Saluran pemasaran 4 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yaitu penebas dan pedagang distributor. Total kuantitas jeruk siam yang dipasarkan pada saluran ini sejumlah kg (12.06 persen). Penebas mengirim jeruk hasil tebasannya ke pedagang grosir di Pasar Kramat Jati Jakarta. Harga rata-rata tebasan yang diterima petani sebesar Rp per kg. Petani pada saluran ini tidak memiliki bargaining position harga tebasan seperti halnya pada saluran 2 dan 3. Pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta merupakan agen perantara seperti halnya pada saluran pemasaran 1, 2, dan 3. Permintaan pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta adalah kiriman jeruk yang telah di grading sehingga dapat dijual langsung ke konsumen saat sampai di pasar induk. Peti jeruk bermuatan 30 kg dengan ukuran jeruk yang sudah diseragamkan (sesuai grading). Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh penebas pada saluran ini sebesar Rp per kg. Biaya operasional yang berlangsung di pasar induk ditanggung oleh pedagang distributor diantaranya biaya tenaga kerja jaga, biaya bongkar muat, dan biaya retribusi sebesar Rp per kg. Komisi penjualan yang ditetapkan di pasar induk ini sebesar delapan persen dari total hasil penjualan bersih. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran pemasaran 4 sebesar Rp per kg. Harga rata-rata yang diterima konsumen dalam saluran pemasaran ini sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 5 Periode Panen Raya Saluran pemasaran 5 merupakan saluran yang cukup panjang dan merupakan saluran pemasaran tiga tingkat, karena terdapat tiga perantara antara

65 produsen dan konsumen yaitu penebas, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor. Total kuantitas jeruk siam yang dipasarkan pada saluran ini sejumlah kg (15.71 persen). Penebas yang melakukan saluran pemasaran ini merupakan penebas yang tidak memiliki link atau teman sebagai pedagang di pasar induk dan menghindari risiko fluktuasi harga di pasar induk. Pedagang antar pulau membeli hasil tebasan dengan sistem kiloan (tertimbang) kepada penebas. Pedagang antar pulau biasanya kesulitan mencari supply jeruk saat panen raya karena sebagian besar lahan jeruk petani telah ditebas. Pedagang antar pulau kemudian bekerjasama dengan penebas dalam memasarkan jeruk hasil tebasan penebas. Range harga rata-rata yang ditawarkan oleh pedagang antar pulau kepada penebas selisih Rp Rp per kg dari harga pasaran tebasan di tingkat petani. Pedagang antar pulau mengirim jeruk ke pedagang distributor di Pasar Gamping Jogjakarta. Harga rata-rata tebasan yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Harga ini lebih rendah dibandingkan saluran 2, 3, dan 4 karena penebas tidak menjual jeruknya langsung ke pasar induk. Harga jual ratarata penebas ke pedagang antar pulau sebesar Rp per kg. Penebas dapat menjual tebasan satu petani kepada pedagang antar pulau yang berbeda dan penebas tidak tahu tujuan pemasaran tebasannya oleh pedagang antar pulau. Biaya pemasaran dikeluarkan oleh penebas, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor. Penebas menanggung biaya pemanenan dan biaya pengangkutan dari lahan petani ke gudang pedagang antar pulau. Sedangkan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya ekspedisi ke Pasar Gamping Jogjakarta, serta biaya penyusutan jeruk ditanggung oleh pedagang antar pulau. Biaya operasional yang berlangsung di pasar induk ditanggung oleh pedagang distributor. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh penebas, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor secara berurutan sebesar Rp225.8 per kg, Rp per kg, Rp per kg. Sehingga, total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 5 sebesar Rp per kg. Komisi penjualan yang ditetapkan adalah tujuh persen sama halnya dengan saluran pemasaran 3. Harga rata-rata yang diterima konsumen dalam saluran pemasaran ini sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 6 Periode Panen Raya Saluran pemasaran 6 merupakan saluran pemasaran tiga tingkat, karena terdapat tiga perantara antara produsen dan konsumen yaitu penebas, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor. Total kuantitas jeruk siam yang dipasarkan pada saluran ini sejumlah kg (7.85 persen). Aliran jeruk pada saluran pemasaran ini sama seperti halnya saluran pemasaran 5. Pedagang distributor yang dituju pada saluran ini adalah pedagang di Pasar Kramat Jati Jakarta. Penebas menanggung biaya pemanenan dan biaya pengangkutan dari lahan petani ke gudang pedagang antar pulau. Sedangkan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya ekspedisi ke Pasar Kramat Jati Jakarta, serta biaya penyusutan jeruk ditanggung oleh pedagang antar pulau. Permintaan pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta adalah kiriman jeruk yang telah di grading, sehingga dapat dijual langsung ke konsumen saat sampai di pasar induk. Peti jeruk bermuatan 30 kg dengan ukuran jeruk yang sudah diseragamkan (sesuai grading). Biaya operasional yang berlangsung di pasar induk ditanggung oleh pedagang 53

66 54 distributor. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh penebas, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor secara berurutan sebesar Rp per kg, Rp per kg, Rp per kg. Sehingga, total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 6 sebesar Rp per kg. Komisi penjualan yang ditetapkan di pasar induk ini sebesar delapan persen dari total hasil penjualan bersih. Harga rata-rata yang diterima konsumen dalam saluran pemasaran ini sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 7 Periode Panen Raya Pola saluran pemasaran 7 dilakukan oleh empat orang petani responden (12.12 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (14.00 persen). Saluran pemasaran 7 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yaitu pedagang antar pulau dan pedagang distributor. Petani yang melakukan saluran pemasaran ini adalah petani yang lahan jeruknya belum ditebas dan memiliki volume hasil panen melimpah. Petani pada saluran ini berani mengambil risiko penurunan hasil output panen akibat hama dan masih merawat jeruknya hingga dipanen oleh pedagang antar pulau. Ada kelemahan dalam sistem kiloan yang dilakukan oleh pedagang antar pulau kepada petani. Pedagang antar pulau cenderung memanen jeruk petani berukuran tanggung sampai besar, jeruk petani yang kecil tidak ikut dipanen karena akan mengurangi hasil penjualan di pasar induk. Pedagang antar pulau mengirim jeruk ke pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta. Harga rata-rata jeruk yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga paling tinggi yang diterima petani di antara saluran-saluran pemasaran lain. Hal ini dikarenakan bargaining position petani kuat, karena supply jeruk dari lahan yang belum ditebas sedikit sedangkan pedagang antar pulau membutuhkan jeruk untuk dikirim ke pasar induk. Pedagang antar pulau aktif melakukan kegiatan perdagangan sepanjang tahun sehingga pedagang antar pulau dan pedagang distributor dalam saluran ini telah berlangganan tetap. Biaya pemanenan ini merupakan biaya usaha tani yang ditanggung oleh pedagang antar pulau seperti halnya penebas pada saluran 2, 3, 4, 5, dan 6 dan diperhitungkan dalam penetapan harga jual. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang antar pulau sebesar Rp per kg dan yang dikeluarkan pedagang distributor sebesar Rp per kg. Sehingga, total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 7 sebesar Rp per kg. Harga rata-rata yang diterima konsumen dalam saluran pemasaran ini sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 8 Periode Panen raya Pola saluran pemasaran 8 dilakukan oleh lima orang petani responden (15.15 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (3.08 persen). Saluran pemasaran 8 merupakan saluran pemasaran untuk lingkup lokal dan merupakan saluran pemasaran tiga tingkat, karena terdapat tiga perantara antara produsen dan konsumen yaitu pedagang pengumpul desa, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Petani yang melakukan saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki volume hasil panen sedikit.

67 Jika volume hasil panen petani yang menggunakan sistem tebasan berkisar antara 10 sampai 30 ton, maka volume hasil panen petani pada saluran ini berkisar antara 0.5 sampai 5 ton. Beberapa petani responden selain khawatir tanaman jeruknya ditebas karena jumlahnya terlalu sedikit, penebas atau pedagang besar pun jarang yang menghubungi dan melakukan tawar menawar. Penebas dan pedagang besar harus memenuhi kuota pengiriman minimal 5 ton dalam sehari periode panen raya yang bisa didapat dalam satu lahan petani skala menengah sampai besar. Pedagang pengumpul desa merupakan lembaga pemasaran yang memfasilitasi petani skala kecil dalam memasarkan jeruk saat periode panen raya. Volume pembelian pedagang pengumpul desa berkisar antara sampai kg per harinya. Harga rata-rata jeruk yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Harga ini cukup tinggi daripada harga tebasan yang diterima petani di beberapa saluran pemasaran. Pedagang pengumpul desa menjual jeruknya kepada pedagang kecil lokal, selanjutnya pedagang kecil lokal menjual jeruk ke pedagang pengecer lokal. Pedagang pengumpul desa mengeluarkan biaya pemasaran di antaranya biaya pemanenan,biaya pengangkutan dari lahan petani ke gudang, biaya pengemasan, serta biaya sortasi dan grading. Harga jual yang ditetapkan pedagang pengumpul desa telah memasukkan biaya pemanenan jeruk seperti halnya yang dilakukan penebas dan pedagang besar pada saluran 2, 3, 4, 5, 6, dan 7, sehingga biaya pemanenan merupakan biaya pemasaran bagi pedagang pengumpul desa. Pedagang kecil lokal rutin membeli jeruk di pedagang pengumpul desa dan mengantar jeruk ke pedagang pengecer setiap dua hari sekali. Harga jual ratarata pedagang pengumpul desa kepada pedagang kecil lokal sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang kecil lokal kepada pedagang pengecer lokal sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa sebesar Rp692.5 per kg dan yang dikeluarkan pedagang kecil lokal sebesar Rp per kg. Pedagang pengecer lokal dalam saluran ini mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya pengemasan,biaya bongkar muat,biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total biaya sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 8 sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang pengecer kepada konsumen akhir sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga jual paling tinggi di antara saluran-saluran pemasaran lain pada periode panen raya. Saluran Pemasaran Periode Panen Sela Saluran pemasaran jeruk siam yang terbentuk pada periode panen sela dengan volume yang dipasarkan oleh 33 petani responden sebesar kg adalah sebagai berikut: 1. Saluran pemasaran 1 : petani pedagang pengumpul desa pedagang kecil lokal pedagang pengecer Gianyar - konsumen 2. Saluran pemasaran 2 : petani pedagang kecil lokal pedagang pengecer Gianyar - konsumen 3. Saluran pemasaran 3 : petani pedagang pengecer Gianyar - konsumen 4. Saluran pemasaran 4 : petani pedagang pengumpul desa pedagang pengecer Tabanan konsumen 55

68 56 5. Saluran pemasaran 5 : petani pedagang pengumpul desa pedagang pengecer Bangli konsumen 6. Saluran pemasaran 6 : petani pedagang pengumpul desa pedagang pengecer Denpasar - konsumen 7. Saluran pemasaran 7 : petani pedagang pengumpul desa pedagang antar pulau pedagang distributor Jogjakarta 8. Saluran pemasaran 8 : Petani pedagang antar pulau pedagang distributor Jakarta 9. Saluran pemasaran 9 : Petani pedagang pengumpul kecamatan pedagang antar pulau pedagang distributor Jakarta Secara ringkas, saluran pemasaran jeruk siam yang terbentuk pada periode panen sela ini dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: Gambar 5 Saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen sela

69 Saluran Pemasaran 1 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 1 dilakukan oleh empat orang petani responden (12.12 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (9.27 persen). Saluran pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran tiga tingkat, karena terdapat tiga perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengumpul desa, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Petani yang menggunakan saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki volume panen sela yang cukup besar berkisar antara 300 sampai 600 kilogram. Petani akan menghubungi beberapa pedagang pengumpul desa untuk melakukan tawar menawar harga, setelah harga disepakati pedagang pengumpul desa menuju ke lahan petani dan melakukan pemanenan jeruk. Kegiatan pasca panen juga dilakukan oleh pedagang pengumpul desa, diantaranya kegiatan pengangkutan dari lahan petani meuju gudang, kegiatan sortasi dan grading, dan kegiatan pengemasan. Letak gudang pedagang pengumpul desa strategis yakni di tepi jalan raya. Jeruk yang telah disortir dan dikemas kemudian dijual kepada pedagang kecil lokal. Pedagang kecil lokal datang langsung ke gudang pedagang pengumpul desa untuk membeli jeruk setiap dua hari sekali. Jeruk yang dibeli berkisar antara 10 sampai 15 keranjang dengan muatan per keranjangnya 50 kg. Pedagang kecil lokal pada saluran ini mengantarkan jeruk langsung ke kios pedagang pengecer yang terletak di Pasar Umum Kabupaten Gianyar. Harga rata-rata jeruk yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang pengumpul desa kepada pedagang kecil lokal sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang kecil lokal kepada pedagang pengecer sebesar Rp per kg. Jarak antara Kecamatan Kintamani cukup jauh dengan Kabupaten Gianyar, sehingga pedagang pengecer enggan untuk mencari jeruknya langsung ke pedagang pengumpul desa. Kesempatan ini diambil oleh pedagang kecil lokal yang tentunya mengambil marjin pemasaran dengan memperhitungkan biaya dan keuntungan pemasaran. Pedagang kecil lokal mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya pengangkutan, biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga. Pedagang pengecer Pasar Umum Gianyar mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya bongkar muat, biaya pengemasan, biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer secara berurutan sebesar Rp521.67, Rp418.00, dan Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang pengecer kepada konsumen akhir sebesar Rp per kg. Harga yang diterima konsumen akhir pada saluran ini cukup tinggi dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Gianyar merupakan kota dengan Upah Minimum Regional (UMR) terbesar ketiga di Provinsi Bali yakni Rp (BPS Bali 2016). Saluran Pemasaran 2 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 2 dilakukan oleh tiga orang petani responden (9.09 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah 590 kg (2.92 persen). Saluran pemasaran 2 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang kecil lokal dan pedagang pengecer lokal. Petani yang menggunakan saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki volume panen sela berkisar antara 100 sampai 200 kg. Petani ini memiliki rumah di tepi jalan raya dan menjual hasil panennya di 57

70 58 depan rumah beralaskan meja panjang. Jalan raya ini merupakan jalan perlintasan Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar sehingga sering dilewati oleh pedagang kecil lokal untuk mencari supply jeruk. Petani yang langsung memasarkan hasil panennya kepada pedagang kecil lokal melakukan pemanenan, pensortiran, dan pengemasan sendiri. Jeruk yang telah dikemas rapi dengan keranjang kemudian dijual di depan rumah pada sore hari. Muatan jeruk per keranjang sama dengan pedagang pengumpul desa yakni 50 kg. Harga beli rata-rata yang diterima pedagang kecil lokal dari petani memang lebih rendah dari harga di tingkat pedagang pengumpul desa. Namun, pedagang kecil lokal harus memenuhi muatan 10 sampai 15 keranjang dari tiga sampai empat petani. Banyak pedagang kecil lokal yang sudah berlangganan dengan petani dan menghubungi petani sebelum membeli dan menjemput jeruk ke rumah petani. Jika petani yang dihubungi tidak memiliki persediaan jeruk dan di sepanjang jalan raya tidak terlihat jeruk di meja panjang, dengan terpaksa pedagang kecil lokal menuju gudang pedagang pengumpul desa untuk membeli jeruk. Harga rata-rata jeruk yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Harga ini cukup tinggi dibandingkan harga jeruk yang diterima dari pedagang pengumpul desa. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani pada saluran ini sebesar Rp per kg yang terdiri dari biaya pengangkutan, biaya sortasi dan grading, serta biaya pengemasan. Pedagang kecil lokal kemudian mengantarkan jeruk kepada pedagang pengecer di Pasar Umum Gianyar seperti halnya pada saluran 1 dengan mengambil marjin pemasaran. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang kecil lokal sebesar Rp per kg dan pedagang pengecer sebesar Rp per kg. Sehingga total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 2 sebesar Rp per kg. Harga jual ratarata pedagang pengecer kepada konsumen akhir sebesar Rp per kg. Saluran Pemasaran 3 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 3 dilakukan oleh tiga orang petani responden (9.09 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah 710 kg (3.52 persen). Saluran pemasaran 3 merupakan saluran pemasaran satu tingkat, karena terdapat satu perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengecer lokal. Petani yang menggunakan saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki volume panen sela kurang dari 300 kilogram. Pedagang pengecer lokal dalam saluran ini merupakan pedagang pengecer Pasar Payangan Gianyar yang tinggal di Kecamatan Kintamani dan memiliki letak rumah dekat dengan rumah petani. Volume pembelian pedagang pengecer berkisar antara 3 sampai 4 keranjang dalam hari tersebut. Harga rata-rata yang diterima petani dalam saluran ini sebesar Rp per kg. Kegiatan panen, pasca panen, dan pengangkutan jeruk dari lahan petani sampai kios pedagang pengecer dilakukan oleh pedagang pengecer sendiri. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer yakni biaya pemanenan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya pengangkutan, biaya bongkar muat, biaya retribusi, biaya penyusutan, dan biaya tenaga kerja jaga. Biaya pemanenan ini merupakan biaya usaha tani yang ditanggung oleh pedagang pengecer dan diperhitungkan dalam menentukan harga jual sehingga termasuk biaya pemasaran bagi pedagang pengecer. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer sebesar Rp per kg dan merupakan total biaya

71 pemasaran pada saluran 3. Harga jual rata-rata pedagang pengecer kepada konsumen akhir pada saluran ini sama dengan saluran 1 dan 2 yakni sebesar Rp per kg. Saluran Pemasaran 4 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 4 dilakukan oleh dua orang petani responden (6.06 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (9.91 persen). Saluran pemasaran 4 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer lokal. Petani yang menggunakan saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki volume panen sela yang cukup besar berkisar antara 500 sampai kg. Pedagang pengumpul desa dalam saluran ini merupakan pemasok jeruk siam kintamani di Pasar Umum Kabupaten Tabanan. Pedagang pengumpul desa mengantarkan langsung jeruknya kepada pedagang pengecer pada dini hari di pasar tersebut dengan pertimbangan akan mendapat keuntungan yang lebih tinggi daripada hanya menunggu pembeli ke gudang. Kegiatan pengangkutan jeruk ke Pasar Umum Tabanan berlangsung dua hari sekali dengan volume pengangkutan oleh pedagang pengumpul desa berkisar 500 sampai 750 kg. Harga rata-rata yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp dan harga jual rata-rata jeruk dari pedagang pengumpul desa kepada pedagang pengecer sebesar Rp Harga ini termasuk rendah dibanding harga pada saluran 1, 2, dan 3. Harga jeruk terkadang disesuaikan dengan daya beli konsumen di beberapa kabupaten. Alasan lainnya yakni jeruk tidak digrading oleh pedagang pengumpul desa menurut permintaan pedagang pengecer di pasar tersebut. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa diantaranya biaya pemanenan, biaya pengangkutan, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang pengecer mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya bongkar muat, biaya pengemasan,biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 4 sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang pengecer kepada konsumen akhir sebesar Rp per kg. Harga ini paling rendah di antara saluran-saluran pemasaran lain periode panen sela. Saluran Pemasaran 5 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 5 dilakukan oleh tiga orang petani responden (9.09 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (7.93 persen). Saluran pemasaran 5 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer lokal. Saluran pemasaran ini mirip dengan saluran pemasaran 4, yang membedakan adalah konsumen akhir saluran ini yakni konsumen di Kabupaten Bangli. Petani yang menggunakan saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki volume panen sela berkisar antara 200 sampai 800 kg. Pedagang pengumpul desa dalam saluran ini merupakan pemasok jeruk siam kintamani di Pasar Umum Kabupaten Bangli. Kegiatan pengangkutan jeruk ke Pasar Umum Bangli berlangsung tiga hari sekali dengan volume pengangkutan oleh pedagang pengumpul desa berkisar 750 sampai 1000 kg. 59

72 60 Harga rata-rata yang diterima petani pada saluran ini lebih tinggi dari saluran 4 yakni sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata jeruk dari pedagang pengumpul desa kepada pedagang pengecer sebesar Rp Harga yang diterima konsumen di pasar ini lebih mahal daripada Pasar Umum Tabanan karena jeruk telah digrading oleh pedagang pengumpul desa. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa diantaranya biaya pemanenan, biaya sortasi dan grading, biaya pengangkutan, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang pengecer Pasar Umum Bangli mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya bongkar muat, biaya pengemasan,biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 5 sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata pedagang pengecer kepada konsumen akhir sebesar Rp per kg. Saluran Pemasaran 6 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 6 dilakukan oleh enam orang petani responden (18.18 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (6.45 persen). Saluran pemasaran 6 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer lokal. Saluran pemasaran ini mirip dengan saluran pemasaran 4 dan 5, yang membedakan adalah konsumen akhir saluran ini yakni konsumen di Kota Denpasar. Petani dalam saluran pemasaran ini adalah petani yang memiliki buah panen sela berukuran besar sesuai permintaan pedagang pengumpul desa. Volume penjualan pada saluran ini beragam berada pada kisaran kg. Hal ini disebabkan, terdapat petani yang memiliki buah berukuran besar banyak dan sedikit. Pedagang pengumpul desa dalam saluran ini menyalurkan jeruk ke Pasar Badung dan Kumbasari. Pasar ini terletak di pusat kota Denpasar (ibukota provinsi Bali) dan merupakan pasar tradisonal terbesar di Bali. Pada waktu penelitian, buah jeruk yang dijual di pasar ini tidak hanya jenis jeruk siam kintamani, jeruk dari daerah luar Bali pun ikut dijual seperti jeruk lumajang dan jeruk jember. Jeruk dari luar daerah ini memiliki ukuran yang besar, rasa yang lebih manis, dan kulit buah yang tebal. Sehingga, jika tidak disetarakan baik ukuran maupun kualitasnya, jeruk siam kintamani akan kalah saing dan tidak laku di pasaran. Harga beli rata-rata pedagang pengumpul desa ke petani pada saluran ini sebesar Rp Harga ini merupakan harga paling tinggi yang diterima petani yang menjual jeruknya kepada pedagang pengumpul desa. Volume pengangkutan jeruk oleh pedagang pengumpul desa berkisar sampai kg setiap dua hari sekali. Pedagang pengumpul desa menyewa lapak (tempat pemberhentian sementara) sebelum jeruk diambil oleh pedagang pengecer. Pedagang yang menggunakan mobil pick up dengan muatan lebih dari 500 kg dilarang untuk berjualan di sisi pasar berbeda dengan saluran 2, 4, dan 5. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa diantaranya biaya pemanenan, biaya pengangkutan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang pengecer Pasar Badung dan Kumbasari mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya bongkar muat, biaya pengemasan, biaya retribusi,

73 dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 6 sebesar Rp per kg. Harga jual ratarata pedagang pengecer kepada konsumen akhir pada saluran ini sebesar Rp per kg. Harga konsumen akhir tersebut paling tinggi di antara saluran-saluran pemasaran lain dalam periode panen sela. Hal ini disebabkan oleh ukuran buah yang lebih besar serta daya beli konsumen perkotaan yang tinggi. Saluran Pemasaran 7 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 7 dilakukan oleh lima orang petani responden (15.15 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (29.75 persen). Saluran pemasaran 7 merupakan saluran pemasaran tiga tingkat, karena terdapat tiga perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengumpul desa, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor. Saluran ini digunakan oleh petani yang memiliki volume panen sela lebih besar dari 600 kilogram. Pada saluran pemasaran ini, petani menjual jeruk kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa menjual kepada pedagang antar pulau, kemudian pedagang antar pulau mengirim jeruk ke pedagang distributor di Pasar Gamping Jogjakarta. Sebelumnya pedagang distributor telah menghubungi pedagang antar pulau untuk memberikan informasi mengenai harga jeruk di pasar induk dan jumlah jeruk yang dibutuhkan. Setelah diberikan asumsi harga, pedagang antar pulau akan menghubungi pedagang pengumpul desa untuk menyediakan jeruk dari beberapa petani. Pedagang antar pulau memiliki keterbatasan waktu dan tenaga dalam memenuhi kuota pengiriman ke Pasar Gamping Jogjakarta saat periode panen sela. Pedagang antar pulau harus melakukan pemanenan dan pengangkutan dari lahan petani ke gudang bila membeli jeruk langsung ke petani sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk memenuhi kuota. Alternatif yang dimiliki oleh pedagang antar pulau dalam memenuhi kuota pengiriman adalah membeli jeruk di pedagang pengumpul desa atau di pasar tempat berkumpulnya pedagang pengumpul kecamatan. Pada awalnya pedagang pengumpul desa dan pedagang antar pulau bersaing dalam mendapatkan jeruk siam dari petani. Pangsa pasar lokal dikuasai oleh pedagang pengumpul desa yang menjual jeruknya kepada pedagang kecil lokal. Namun, lambat laun persaingan itu berkurang karena jumlah pedagang antar pulau semakin banyak dan pedagang pengumpul desa mulai berlangganan tetap dengan pedagang antar pulau. Volume pembelian jeruk oleh pedagang antar pulau ke pedagang pengumpul desa juga lebih besar dibandingkan volume pembelian pedagang kecil lokal. Selisih harga jual di tingkat pedagang pengumpul desa dan petani juga tidak berbeda jauh berkisar antara Rp Rp per kg. Pedagang pengumpul desa akan menghubungi petani yang memiliki buah sela banyak setelah mendapat kepastian harga beli dari pedagang antar pulau. Harga beli rata-rata pedagang pengumpul desa ke petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Petani tidak keberatan menerima harga yang lebih rendah dikarenakan pedagang pengumpul desa melakukan pemanenan sekali dengan volume yang besar. Kegiatan pemanenan dilakukan oleh pedagang pengumpul desa pada pagi-sore hari. Setelah volume jeruk mencapai 1.5 sampai 2 ton, pedagang pengumpul desa akan mengantar jeruk ke gudang pedagang antar pulau. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul desa diantaranya 61

74 62 biaya pemanenan, biaya pengangkutan dari lahan ke gudang pedagang antar pulau, dan biaya sortasi dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang antar pulau mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya pengemasan, biaya sortasi dan grading, biaya pengangkutan ke Pasar Gamping Jogjakarta, dan biaya penyusutan dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang distributor mengeluarkan biaya operasional pemasaran yang berlangsung di pasar induk diantaranya biaya retribusi, biaya bongkar muat, dan biaya tenaga kerja dengan total sebesar Rp per kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 7 sebesar Rp per kg. Pedagang antar pulau dan pedagang distributor bekerjasama dalam menjual jeruk dan memperoleh imbalan berupa komisi penjualan sebesar tujuh persen dari hasil penjualan bersih. Setelah jeruk pedagang antar pulau habis terjual di pasar induk, pedagang distributor akan menulis nota penjualan dan mentrasfer uang tunai. Harga jual rata-rata yang diterima konsumen di Pasar Gamping Jogjakarta sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 8 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 8 dilakukan oleh empat orang petani responden (12.12 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (14.38 persen). Saluran pemasaran 8 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, karena terdapat dua perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang antar pulau dan pedagang distributor. Pada saluran pemasaran ini, petani menjual jeruk langsung kepada pedagang antar pulau tanpa melalui pedagang pengumpul desa. Pedagang antar pulau akan mengirim jeruk tersebut kepada pedagang distributor yang berada di Pasar Kramat Jati Jakarta. Saluran ini digunakan oleh petani yang memiliki volume panen sela lebih besar dari 600 kilogram dan petani yang telah berlangganan tetap dengan pedagang antar pulau saat periode panen sela. Kelancaran dalam hal keuangan juga menjadi pertimbangan petani menjual jeruknya langsung kepada pedagang antar pulau. Tahap pembayaran dalam kegiatan pemasaran jeruk ke luar provinsi berawal dari transfer tunai oleh pedagang distributor ke rekening pedagang antar pulau, kemudian pedagang antar pulau membayar jeruk kepada pedagang pengumpul desa saat periode pengantaran selanjutnya. Sehingga pedagang pengumpul desa cenderung menunda pembayaran jeruk kepada petani. Harga yang diterima petani pada saluran ini lebih besar dibandingkan saluran 7 yakni sebesar Rp per kg. Kegiatan pemanenan dan pasca panen dilakukan oleh pedagang antar pulau. Pedagang antar pulau akan memanen jeruk petani yang memiliki volume buah sela minimal 600 kilogram per lokasi lahan dengan pertimbangan efisiensi tenaga dan waktu. Setelah jeruk dipanen, jeruk diangkut menuju gudang pedagang antar pulau untuk disortir, digrading, dan dikemas. Setiap peti kemasan jeruk bermuatan 30 kg dan berisi jeruk sesuai grade. Pedagang antar pulau mengeluarkan biaya pemasaran diantaranya biaya pemanenan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya penyusutan dengan total sebesar Rp per kg. Biaya operasional yang berlangsung di pasar induk ditanggung oleh pedagang distributor dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang distributor memperoleh imbalan berupa komisi penjualan sebesar delapan persen dari hasil penjualan bersih. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 8 sebesar Rp per kg. Harga jual rata-

75 rata yang terjadi di Pasar Kramat Jati Jakarta sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Saluran Pemasaran 9 Periode Panen Sela Pola saluran pemasaran 9 dilakukan oleh tiga orang petani responden (9.09 persen) dengan total kuantitas jeruk siam yang dijual sejumlah kg (15.87). Saluran pemasaran 9 merupakan saluran pemasaran tiga tingkat, karena terdapat tiga perantara antara produsen dan konsumen yakni pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor. Saluran pemasaran yang ditemukan pada penelitian ini digunakan oleh petani yang rutin menjual jeruknya di pasar desa. Volume panen sela petani berkisar kilogram. Jeruk yang dijual di pasar desa ini dibawa langsung oleh petani menggunakan keranjang bermuatan 15 sampai 25 kg per keranjang. Pasar desa ini adalah satusatunya pasar desa di Kecamatan Kintamani yang memiliki hari pasaran jeruk setiap tiga hari sekali, dimana saat hari tersebut hasil pertanian yang dijual hanya jeruk. Pasar desa ini memiliki aturan bahwa transaksi penjualan seperti tawar menawar harga berlangsung pukul WITA dan kegiatan pengangkutan jeruk ke mobil pembeli dilakukan secara serentak pukul WITA. Meskipun telah terjadi kesepakatan harga, pembeli belum boleh mengangkut jeruknya ke mobil sebelum jam WITA. Jeruk yang dijual oleh petani telah disortir dan siap untuk dikumpulkan di keranjang-keranjang pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang pengumpul kecamatan memanfaatkan situasi ini untuk membeli jeruk dari petani dengan harga yang lebih rendah. Setiap harinya, pedagang pengumpul kecamatan menunggu petani atau pedagang pengumpul desa yang mengantar jeruk ke kios. Alasan petani atau pedagang pengumpul desa menjual dan mengantar langsung jeruknya ke kios, karena dapat memilih kepada siapa akan menjual jeruk dan harga jual yang terjadi di pasar cenderung lebih tinggi. Petani memperhitungkan biaya pengangkutan dalam harga jualnya. Terdapat banyak pedagang pengumpul kecamatan yang menawarkan harga berbeda-beda sesuai ukuran dan kualitas jeruk. Jeruk ini akan dijual kembali oleh pedagang pengumpul kecamatan kepada pedagang besar dan dapat disesuaikan dengan grade yang berlaku di pedagang antar pulau. Pedagang antar pulau yang kekurangan kuota pengiriman atau muatan jeruk dalam truk akan berbelanja ke beberapa kios pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang antar pulau mengangkut jeruk dari kios pedagang pengumpul kecamatan menuju gudang operasional menggunakan mobil pick up. Proporsi jeruk dalam satu truk bermuatan 5.5 sampai 6.5 ton umumnya 40 persen berasal dari petani atau pedagang pengumpul desa dan 60 persen sisanya berasal dari pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang antar pulau mengirim jeruk tersebut kepada pedagang grosir yang berada di Pasar Kramat Jati Jakarta. Harga yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp per kg. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani dalam saluran ini diantaranya biaya pengangkutan dari lahan ke pasar, biaya retribusi, dan biaya tenaga kerja dengan total sebesar Rp per kg. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul kecamatan diantaranya biaya pengangkutan dari pasar menuju kios, biaya pengemasan, biaya retribusi, biaya bongkar muat, dan biaya tenaga kerja jaga dengan total sebesar Rp per kg. Harga jual rata-rata yang diberikan kepada pedagang besar sebesar Rp per kg. Biaya pemasaran yang 63

76 64 dikeluarkan pedagang antar pulau diantaranya biaya pengangkutan, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, dan biaya penyusutan dengan total sebesar Rp per kg. Biaya operasional selama jeruk berada di pasar induk ditanggung oleh pedagang distributor seperti pada saluran 8 dengan total sebesar Rp per kg. Pedagang distributor memperoleh imbalan berupa komisi penjualan sebesar delapan persen dari hasil penjualan bersih Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran 9 sebesar Rp per kg. Harga jual ratarata yang diterima konsumen di tingkat pasar induk sebesar Rp per kg. Harga ini merupakan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk per kilogram. Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran Partisipan pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Produsen atau petani umumnya memiliki keterbatasan waktu, jarak, tempat, dan informasi pasar. Sehingga dengan adanya lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran dapat meningkatkan nilai tambah dan kepuasan konsumen. Fungsi pemasaran yang biasanya dilakukan mencakup fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengangkutan, pengemasan) dan fungsi fasilitas (grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Setiap partisipan pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda. Penelitian pemasaran ini menujukkan hal yang serupa seperti pada penelitian pemasaran jeruk siam daerah sentra lain, yakni kegiatan fungsi fisik pemasaran pemanenan dan pasca panen mayoritas dilakukan di tingkat lembaga pemasaran. Fungsi pertukaran berupa fungsi jual dan beli dilakukan oleh setiap partisipan pemasaran kecuali fungsi pembelian oleh petani, hal ini dikarenakan petani merupakan produsen penghasil jeruk siam. Fungsi fisik penyimpanan mayoritas dilakukan oleh pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang distributor, dan pedagang pengecer lokal. Fungsi fisik pengangkutan dilakukan oleh semua lembaga pemasaran. Fungsi fisik pengemasan dilakukan oleh semua lembaga pemasaran kecuali pedagang kecil lokal. Fungsi fasilitas sortasi dan grading dilakukan di tahap lembaga pemasaran, namun ada beberapa saluran yang menunjukkan di tingkat petani sudah dilakukan sortasi dan grading seperti pada saluran 1 periode panen raya serta saluran 2 dan 9 periode panen sela. Fungsi fasilitas seperti penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar dilakukan di setiap partisipan pemasaran yang terlibat. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan partisipan pemasaran yang terlibat di setiap saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada periode panen raya dan panen sela secara rinci dapat dilhat pada Lampiran 7 dan 8. Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani Petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani tidak melakukan semua fungsifungsi pemasaran yang ada, petani mayoritas melakukan fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas. Fungsi pemasaran yang dilakukan petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani adalah fungsi pertukaran penjualan. Petani dapat menjual jeruk kepada beberapa lembaga pemasaran seperti penebas, pedagang pengumpul desa,

77 pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Pada periode panen raya, hasil panen jeruk petani melimpah sekitar 10 sampai 30 ton per lokasi lahan. Kondisi ini menyebabkan hampir semua petani memilih menjual produknya kepada lembaga penebas dimana sistem dagang yang diterapkan lembaga ini adalah borongan per lokasi lahan. Petani jarang menghubungi pedagang pengumpul desa dan pedagang antar pulau saat periode ini, karena sistem dagang kedua lembaga tersebut adalah sistem kiloan (tertimbang). Pada periode panen sela, tidak terdapat penebas yang melakukan kegiatan perdagangan sehingga petani hanya memiliki alternatif penjualan ke pedagang pengumpul desa, pedagang antar pulau, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Petani jarang melakukan fungsi fisik dalam kegiatan pemasaran, seperti pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan. Kegiatan pemanenan pun dilakukan oleh lembaga pemasaran yang membeli jeruk langsung pada petani. Petani enggan mengeluarkan biaya pemanenan dan hanya bermodalkan kepercayaan mengenai laporan jumlah jeruk yang dipanen oleh lembaga tersebut. Biaya pengangkutan jeruk dari lahan petani menuju rumah penebas, pedagang pengumpul desa, pedagang antar pulau, dan pedagang pengecer lokal ditanggung oleh lembaga pemasaran tersebut. Namun, pada saluran 1 panen raya serta saluran 2 dan 9 panen sela, terdapat petani yang melakukan pemanenan sendiri dan melakukan fungsi fisik pengangkutan. Hal ini mengakibatkan harga jual yang ditetapkan petani kepada lembaga yang membeli jeruk langsung pada petani lebih tinggi. Petani responden melakukan fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko dan informasi pasar. Risiko yang dihadapi petani yakni risiko produksi, risiko harga, dan risiko keuangan. Risiko produksi yang dihadapi adalah penurun produksi jeruk ketika musim panen, tidak jarang jeruk yang sudah matang terkena hama lalat buah dan jatuh ke tanah sebelum sempat dipanen. Risiko produksi lain yakni gagal panen akibat tanaman jeruk terserang hama dan penyakit. Risiko harga yang dihadapi petani adalah harga jeruk siam yang fluktuatif di pasar induk luar provinsi dan pasal tradisional lokal. Risiko harga tersebut merupakan risiko yang tidak dapat diatasi karena merupakan risiko yang bersifat eksternal, karena harga yang terbentuk bergantung dengan supply jeruk dipasar dan harga yang diterima oleh petani berdasarkan harga jual yang terbentuk dipasar. Risiko keuangan yang dihadapi petani yaitu tertundanya pembayaran yang dilakukan oleh pedagang atau lembaga pemasaran yang membeli langsung kepada petani. Fungsi informasi pasar yang dilakukan petani ketika mendapatkan informasi harga jeruk yang diterima dari sesama petani atau dari lembaga di atasnya. Namun, informasi pasar yang diterima oleh petani tersebut masih kurang mendukung dan tidak lengkap sehingga posisi tawar menawar petani masih lemah dan cenderung price taker. Fungsi Pemasaran di Tingkat Penebas Penebas merupakan lembaga pemasaran yang memasarkan jeruk dari petani pada periode panen raya dimana volume jeruk yang dihasilkan setiap petani melimpah. Penebas melakukan fungsi-fungsi pemasaran yakni fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan yakni pembelian jeruk kepada petani dengan menggunakan sistem borongan per lokasi lahan. Periode 65

78 66 pemanenan yang dilakukan biasanya 1 sampai 2 kali tebas dalam satu lokasi lahan jeruk. Penebas kemudian menjual jeruk hasil tebasan kepada pedagang antar pulau atau langsung ke pedagang distributor. Tujuan pemasaran penebas yakni pasar induk daerah Surabaya, Jogjakarta, dan Jakarta. Hubungan yang terjalin antara penebas dengan pedagang antar pulau dan penebas dengan pedagang distributor cukup baik dan sudah menjadi pelanggan tetap dengan bermodalkan kepercayaan. Penentuan harga didasarkan pada mekanisme pasar atau harga yang berlaku di pasar induk. Fungsi fisik yang dilakukan penebas jika langsung menjual jeruknya kepada pedagang distributor di pasar induk adalah fungsi pengangkutan dan pengemasan. Fungsi pengangkutan dilakukan penebas baik pengangkutan jeruk dari lahan petani menuju gudang penebas sampai pengangkutan jeruk untuk disalurkan ke pedagang distributor di pasar induk. Pada masa panen raya, jeruk siam yang telah dikemas dan dimuat ke ekspedisi dikirim pada sore hari sehingga penebas tidak menyimpan jeruk hasil tebasannya dalam gudang. Hal ini dikarenakan, jeruk siam kintamani mudah rusak dibandingkan jeruk siam daerah lain. Fungsi pengemasan dilakukan oleh penebas dengan mengemas jeruk yang dikirimkan dengan peti kayu, setiap peti kayu ada yang bermuatan 45 kg atau 30 kg bergantung permintaan pedagang distributor. Penebas yang tidak memiliki link pemasaran di pasar induk, memiliki alternatif menjual tebasannya kepada pedagang antar pulau. Dalam kondisi ini, penebas hanya menanggung biaya pemanenan dan biaya pengangkutan jeruk dari lahan petani ke gudang pedagang antar pulau. Pengemasan dan transportasi ke pasar induk ditanggung oleh pedagang antar pulau. Fungsi fasilitas yang dilakukan penebas yang langsung menjual jeruknya kepada pedagang distributor yakni fungsi sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Terdapat beberapa penebas yang tidak melakukan grading jeruk karena permintaan dari pedagang distributor seperti pada Pasar Peneleh Surabaya dan Pasar Gamping Jogjakarta adalah jeruk cor atau curah. Namun, saat jeruk sampai di lokasi pedagang distributor tersebut, jeruk dibongkar, disortir, dan digrading guna memenuhi permintaan konsumen. Penebas menghadapi risiko panen, pasca panen, dan fluktuasi harga. Kerusakan atau penyusutan jeruk mulai dari pengangkutan hingga pemasaran di pedagang distributor menjadi risiko yang ditanggung oleh penebas. Risiko harga jual yang fluktuatif juga dihadapi oleh penebas karena berlakunya sistem komisi penjualan di pasar induk. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh penebas berupa modal yang digunakan untuk biaya panen, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan, biaya pengangkutan, biaya retribusi, dan biaya penyusutan. Informasi harga yang didapat oleh penebas berdasarkan harga yang berlaku pada pasar yang dituju atau lembaga setelahnya yakni pedagang distributor. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengumpul Desa Pedagang pengumpul desa merupakan lembaga pemasaran yang aktif melakukan kegiatan perdagangan sepanjang tahun. Pedagang pengumpul desa bermanfaat bagi petani saat periode panen sela. Pedagang pengumpul desa melakukan fungsi-fungsi pemasaran yakni fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul desa yakni pembelian jeruk kepada petani dengan kisaran volume 0.5 sampai 2 ton setiap harinya dan

79 kemudian menjualnya kepada pedagang antar pulau, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul desa yakni fungsi pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan dilakukan ketika mengangkut jeruk yang sudah dipanen ke gudang menggunakan mobil pick up jenis carry 1.5 atau colt L300 yang berkapasitas sampai kg. Terdapat beberapa alternatif pemasaran jeruk siam di tingkat lembaga ini, ada yang mengantar langsung ke lokasi pasar tempat pedagang pengecer berjualan atau ada yang hanya menunggu di gudang sampai pedagang kecil atau pengecer datang membeli jeruk. Jika pedagang pengumpul desa telah berlangganan sebagai supplyer jeruk untuk pedagang antar pulau, pedagang pengumpul desa memiliki kewajiban untuk mengantar jeruknya langsung ke pedagang antar pulau. Fungsi penyimpanan yang dilakukan tidak lebih dari sehari karena khawatir jeruk rusak dan tidak laku terjual. Fungsi pengemasan dilakukan jika tujuan penjualan adalah pengecer lokal dan pedagang kecil lokal. Jeruk biasanya dikemas dengan menggunakan keranjang bermuatan 50 kilogram. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa berupa fungsi sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Setelah pemanenan jeruk pada pagi hari, dilanjutkan proses pensortiran jeruk dan penggradingan jeruk pada siang sampai sore hari. Biasanya pedagang kecil atau pengecer lokal datang ke gudang pengumpul desa pada sore atau malam hari. Grading jeruk yang ditetapkan biasanya kualitas besar, tanggung, dan unyil. Fungsi risiko yang dihadapi adalah risiko harga jeruk yang fluktuatif dan risiko tidak terjualnya jeruk grade unyil. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa adalah penanggungan biaya pemasaran seperti biaya pemanenan jeruk, biaya pengangkutan jeruk ke gudang, biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan,dan biaya retribusi. Fungsi informasi pasar dilakukan saat menawar harga jeruk kepada petani. Biasanya pedagang pengumpul desa berkomunikasi dengan pedagang pengumpul desa lain untuk mengetahui harga pasaran lokal sebelum ke petani. Untuk tujuan penjualan ke pedagang antar pulau, harga telah ditentukan oleh pedagang antar pulau. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang pengumpul kecamatan merupakan pedagang perantara yang membeli jeruk dari petani atau pedagang pengumpul desa yang selanjutnya dipasarkan ke pedagang antar pulau. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pedagang pengumpul kecamatan adalah fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran dilakukan saat membeli jeruk dari petani maupun pedagang pengumpul desa dan kemudian menjualnya ke pedagang antar pulau maupun pengecer lokal. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul kecamatan adalah fungsi pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Pada penelitian ini, pedagang pengumpul kecamatan mayoritas membeli jeruk langsung di pasar desa dimana pasaran jeruknya berlangsung selama tiga hari sekali. Kemudian lembaga ini mengangkut sendiri ke kios tempat jualannya di pasar. Namun, ada beberapa petani yang menjual jeruknya dan mengantarkan langsung ke kios-kios tempat pedagang pengumpul kecamatan dalam keadaan sudah tersortir. Fungsi penyimpanan yang dilakukan dengan menyimpan jeruk yang didapat dari pedagang pengumpul desa dan petani sampai jeruk tersebut terjual 67

80 68 habis. Para pedagang antar pulau yang aktif melakukan penjualan jeruk ke pasar induk luar provinsi biasanya sulit mencapai target enam ton setiap harinya jika hanya mengandalkan jeruk yang diantar oleh pedagang pengumpul desa. Sehingga, pedagang pengumpul kecamatan berperan untuk mengisi kekurangan muatan jeruk pedagang antar pulau tersebut. Biasanya proporsi jeruk yang berasal dari pedagang pengumpul kecamatan dalam truk ekspedisi pedagang antar pulau sekitar 60 persen dari total jumlah keseluruhan muatan jeruk. Fungsi fasilitas yang dilakukan yakni fungsi sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Pedagang pengumpul kecamatan melakukan grading terhadap jeruk dengan tiga grade yakni besar, tanggung, dan unyil untuk pasar lokal. Namun, untuk tujuan penjualan ke pedagang antar pulau, pedagang antar pulau berhak meminta sortiran sesuai pasar induk. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi adalah risiko keuangan yakni keterlambatan pembayaran dari pedagang antar pulau. Pedagang antar pulau biasanya membeli jeruk dalam jumlah banyak dengan sistem hutang. Risiko lainnya yakni harga jual yang fluktuatif terlebih jika jeruk sudah cukup lama disimpan di kios dan warnanya sudah mulai berubah. Pedagang pengumpul kecamatan melakukan fungsi pembiayaan dengan adanya biaya pemasaran yang ditanggung seperti sewa kios, biaya pengangkutan, retribusi, pengemasan, dan biaya sortasi dan grading. Fungsi informasi pasar yang didapat berdasarkan mekanisme harga di pasar lokal dan harga yang ditetapkan oleh pedagang antar pulau. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Antar Pulau Pedagang antar pulau merupakan pedagang yang menyalurkan jeruk ke pasar induk di luar provinsi. Pedagang antar pulau biasanya membeli langsung jeruk dari lahan petani yang belum ditebas saat periode panen raya, namun saat periode panen sela supply jeruk siam mayoritas didapat dari pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul kecamatan. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang antar pulau diantaranya fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran pembelian yang dilakukan adalah melakukan pembelian jeruk kepada petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kecamatan. Perbedaan harga beli di antara ketiga supplyer tersebut tidak terlalu tinggi. Fungsi pertukaran penjualan yang dilakukan adalah melakukan pengiriman jeruk kepada pedagang distributor yang berada di Pasar Peneleh Surabaya, Pasar Gamping Jogjakarta, dan Pasar Kramat Jati Jakarta. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang antar pulau adalah saat mengangkut jeruk dari lahan petani atau dari pasar tempat pedagang pengumpul kecamatan berkumpul dan saat mengirim ke pedagang distributor. Jika supply jeruk yang didapat berasal dari pedagang pengumpul desa, maka pedagang antar pulau hanya melakukan fungsi pengangkutan saat mengirim jeruk ke pedagang distributor. Pedagang antar pulau biasanya pergi ke lahan petani pada pagi hari untuk memetik jeruk dan pergi ke pasar tempat pedagang pengumpul kecamatan pada siang hari. Biasanya pedagang antar pulau dan pedagang pengumpul desa telah berkomunikasi pada malam harinya untuk memastikan kuantitas dan harga jeruk yang ditawarkan. Sehingga pedagang antar pulau dapat memastikan kekurangan muatan jeruk yang akan dipenuhi dengan mengambil jeruk di pedagang pengumpul kecamatan. Kemudian, pedagang pengumpul desa datang

81 pada sore hari dengan membawa jeruk yang telah disortir. Waktu yang dibutuhkan oleh pedagang antar pulau untuk mengumpulkan jeruk hingga sesuai dengan kuota pengiriman per truk yakni sebanyak 5.5 sampai 6.5 ton adalah 1 sampai 2 hari pada periode panen sela. Fungsi pengemasan yang dilakukan oleh pedagang antar pulau dengan menggunakan peti kayu, koran, dan paku, setiap peti kayu bermuatan kilogram bergantung permintaan pedagang distributor. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang antar pulau diantaranya fungsi sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Pedagang besar yang menerima supply dari petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kecamatan harus memilah-milah jeruk tersebut ke dalam beberapa grade. Biasanya grade yang diminta oleh pedagang distributor Jakarta adalah lima grade yakni Top, Super, King, Boom, dan AA. Jika tujuan pasarnya adalah pedagang distributor Surabaya dan Jogjakarta, pedagang besar hanya mensortir jeruk dan langsung mengemasnya ke dalam peti curah tanpa grading. Kerusakan jeruk selama perjalanan ke pasar induk luar provinsi tersebut menjadi tanggungan pedagang antar pulau. Biasanya penyusutan jeruk saat panen raya dua kali lebih besar dari panen sela karena banyaknya persediaan jeruk di pasar dan truk jeruk tersebut harus antri untuk menunggu giliran penjualan. Risiko yang ditanggung pedagang antar pulau lainnya adalah risiko harga yang fluktuatif, dimana pedagang distributor hanya bertugas sebagai agen perantara dengan sistem komisi penjualan. Fungsi pembiayaan juga dilakukan oleh pedagang antar pulau yakni modal untuk pengiriman jeruk ke pedagang distributor, seperti biaya pemanenan, biaya sortir dan grading, biaya biaya pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya penyusutan. Informasi harga yang diperoleh pedagang antar pulau berdasarkan informasi harga yang terjadi di pasar induk yang didapat dari pedagang distributor. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Distributor Pedagang distributor merupakan lembaga pemasaran yang berjualan di pasar induk berbagai daerah. Pedagang distributor membantu penyaluran jeruk siam dari sentra produksi ke masyarakat luar sentra produksi (luar daerah). Fungsi pertukaran yang dilakukan yakni hanya fungsi penjualan akibat berlakunya sistem komisi di pasar induk. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang distributor yakni fungsi penyimpanan dan pengemasan. Fungsi penyimpanan yang dilakukan yakni dalam proses penjualan jeruk siam sampai jeruk terjual habis. Biasanya dalam periode panen raya, satu truk jeruk yang dikirimkan oleh pedagang antar pula dan penebas terjual habis dalam satu hari. Sedangkan pada periode panen sela, satu truk jeruk yang dikirimkan habis terjual dalam dua hari. Volume penjualan pedagang distributor saat panen raya adalah 40 truk per bulan atau 240 ton jeruk, sedangkan saat panen sela hanya 15 sampai 20 truk per bulan atau 90 sampai 120 ton jeruk. Fungsi pengemasan dilakukan oleh pedagang distributor ketika mengemas ulang jeruk cor atau curah dari pedagang antar pulau dengan menggunakan peti kayu yang sama. Hal ini dilakukan oleh pedagang distributor yang berada di Pasar Peneleh Surabaya dan Pasar Gamping Jogjakarta. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang distributor diantaranya fungsi sortasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Ketika pedagang distributor melakukan pengemasan ulang maka pedagang sekaligus melakukan sortasi dan grading untuk memisahkan jeruk yang rusak dan 69

82 70 melakukan grading yang sesuai dengan kualitas yang dinginkan di pasar. Terkadang grading yang dilakukan pedagang antar pulau tidak sesuai dengan yang diharapkan pasar induk. Fungsi risiko yang dihadapi adalah risiko harga jual yang fluktuatif yang akan mempengaruhi besaran komisi yang didapat. Tidak jarang pedagang distributor menjual jeruk di bawah harga pasar jika jeruk terlihat telah rusak atau tidak segar guna menghindari kerugian yang besar. Fungsi pembiayaan yang dilakukan yakni pengeluaran biaya sewa lapak atau tempat berjualan, bongkar muat, dan biaya tenaga kerja jaga. Informasi pasar berupa perkembangan harga jual jeruk yang diperoleh dari sesama pedagang distributor yang berada di pasar induk tersebut. Para pedagang distributor telah memiliki kesepakatan kisaran harga untuk berbagai komoditi buah yang diperjualbelikan. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Kecil Lokal Pedagang kecil lokal merupakan lembaga pemasaran yang berperan mendistribusikan jeruk siam kepada pedagang pengecer untuk selanjutnya dijual kepada konsumen akhir. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang kecil lokal yakni fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran pembelian yang dilakukan yakni membeli jeruk siam dari pedagang pengumpul desa atau datang langsung ke petani. Fungsi pertukaran penjualan yang dilakukan yakni menjual jeruk kepada pedagang pengecer. Pedagang kecil lokal biasanya telah memiliki langganan tetap dengan pedagang pengecer di suatu pasar. Dalam satu pasar, biasanya pedagang kecil yang menyerahkan jeruk sekitar satu atau dua orang. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang kecil adalah fungsi pengangkutan dari gudang pedagang pengumpul desa atau dari rumah petani menuju pasar. Pedagang kecil akan mengambil jeruk dari petani atau pedagang pengumpul desa pada sore atau malam hari dan mengantar jeruk ke lokasi pasar tempat pedagang pengecer berjualan pada dini hari. Volume pengangkutan sekitar 10 sampai 20 keranjang per sekali angkut. Fungsi pengemasan tidak dilakukan oleh pedagang kecil lokal karena jeruk yang dibeli dari petani dan pedagang pengumpul desa telah dikemas menggunakan keranjang. Pedagang pengecer dapat langsung mengangkut jeruk yang dibeli dari pedagang kecil lokal beserta keranjangnya. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang kecil lokal yakni penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi sortasi dan grading tidak dilakukan oleh pedagang kecil karena pedagang kecil membeli jeruk sudah dalam keadaan tersortir rapi dan terpisah berdasarkan grade. Risiko yang dihadapi adalah saat jeruk tidak terjual habis atau pedagang pengecer masih memiliki persediaan jeruk untuk dijual. Risiko keuangan juga dihadapi oleh pedagang kecil dimana tertundanya pembayaran oleh pedagang pengecer yang mengambil jeruk dari pedagang kecil. Pedagang kecil biasa menetapkan sistem pembayaran hutang terhadap pedagang pengecer langganannya. Jika hari ini jeruk dibeli oleh pedagang pengecer, maka uang penjualan akan diterima pedagang kecil pada periode pengantaran jeruk selanjutnya. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer Lokal Pedagang pengecer pada lingkup penelitian ini adalah pedagang pengecer lokal yang berjualan di pasar pusat kota atau kabupaten Provinsi Bali. Lembaga pemasaran ini berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pengecer yakni fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas.

83 Fungsi pertukaran pembelian yang dilakukan yakni membeli jeruk dari petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang kecil. Pedagang pengecer biasanya menerima langsung jeruk yang diantar pedagang pengumpul desa atau pedagang kecil di pasar lokasi berjualannya. Pedagang pengecer jarang yang mencari jeruk langsung ke tempat pedagang pengumpul desa atau petani karena terkendala jarak dan waktu. Fungsi pertukaran penjualan yang dilakukan yakni menjual jeruk kepada konsumen akhir. Pedagang pengecer pada hari biasa berjualan dari pagi hingga siang hari, namun jika hari pasaran dan hari upacara agama berjualan dari pagi hingga sore hari. Volume penjualan rata-rata jeruk siam pada hari biasa sekitar 25 sampai 50 kilogram per hari, namun jika hari pasaran dan hari raya agama sekitar 150 sampai 200 kilogram per hari. Fungsi fisik yang dilakukan berupa fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, dan fungsi pengemasan. Pengangkutan dari mobil pedagang pengumpul desa atau pedagang kecil ke kios pedagang pengecer menggunakan buruh angkut yang biayanya ditanggung oleh kedua belah pihak. Pedagang pengecer yang membeli jeruk langsung dari petani menggunakan kendaraan pribadinya baik sepeda motor atau mobil pick up ke kios tempat berjualannya. Pedagang pengecer melakukan fungsi penyimpanan yakni menyimpan jeruknya dalam kios sampai jeruk tersebut terjual habis. Jika jeruk telah mulai rusak, biasanya harga jual akan diturunkan agar jeruk tidak tersimpan lama dan tetap terjual. Fungsi pengemasan yang dilakukan adalah membungkus jeruk yang dibeli konsumen dengan menggunakan plastik jenis dua kilogram dan tanggung. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer diantaranya fungsi penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Pedagang pengecer di beberapa lokasi pasar ada yang menjual jeruk sesuai kualitas atau grade dan ada pula yang menjual jeruk curah dengan meletakkan jeruk berukuran besar paling atas dilanjut berukuran kecil di bawahnya. Jeruk yang didapat dari pedagang pengumpul desa atau pedagang kecil telah tersortir dan tergrading rapi dalam suatu keranjang bermuatan 50 kilogram sehingga pengecer dapat langsung berjualan. Risiko yang ditanggung oleh pedagang pengecer adalah risiko harga yang fluktuatif di pasaran karena konsumen cukup pintar dalam menawar harga jeruk di pasar. Risiko lain yang dihadapi adalah saat penyusutan jeruk dan jeruk yang tidak terjual. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah modal untuk membeli jeruk kepada petani, pedagang pengumpul desa, atau pedagang kecil lokal, biaya retribusi,biaya pengangkutan, biaya pengemasan, dan biaya penyusutan. Fungsi informasi harga diperoleh dari perkembangan harga jual dan harga beli sesama pedagang pengecer. 71 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran yang terlibat dalam mengahadapi kondisi pasar yang ada untuk mencapai tujuan masingmasing. Hal-hal yang dapat diamati untuk menganalisis perilaku pasar jeruk siam diantaranya praktek pembelian dan penjualan, sistem penetapan harga, sistem pembayaran oleh lembaga pemasaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian.

84 72 Praktek Pembelian dan Penjualan Pelaku pemasaran memiliki persepsi sendiri kepada siapa akan menjual produknya. Petani lebih memilih menjual jeruknya secara bebas dan mandiri dalam penenlitian ini layaknya penenlitian di daerah sentra lain. Petani umumnya menjual jeruk pada periode panen raya kepada penebas. Namun, terdapat juga petani yang menjual jeruk pada periode panen raya kepada pedagang pengumpul desa dikarenakan volume panen kecil. Petani umumnya menjual jeruk pada periode panen sela ke pedagang pengumpul desa. Ada beberapa alternatif penjualan jeruk saat panen sela, petani yang memiliki volume panen besar cenderung menjual hasil panennya kepada pedagang antar pulau dan pedagang pengumpul kecamatan, sedangkan petani yang memiliki volume panen kecil cenderung menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Transaksi pembelian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yaitu dengan menghubungi petani via telepon untuk melakukan kesepakatan-kesepakatan mengenai jumlah jeruk yang akan dibeli dan penentuan harga. Namun, ada beberapa petani responden yang melakukan transaksi penjualan jeruk di lahan setelah lahannya diamati lembaga pemasaran. Pedagang pengumpul desa memiliki beberapa alternatif tujuan pemasaran seperti pedagang antar pulau, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. Volume pembelian pedagang antar pulau ke pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul kecamatan lebih besar dibandingkan lembaga pemasaran lainnya. Pedagang antar pulau hanya dapat mengirim jeruknya kepada pedagang distributor di pasar induk luar provinsi. Pedagang kecil lokal hanya dapat menjual jeruknya ke pasar tempat pedagang pengecer langganannya. Satu pasar tradisional biasanya dapat diakses oleh 1 sampai 2 pedagang kecil lokal. Sistem Penetapan Harga Penetapan harga jeruk di tingkat petani, penebas, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, pedagang distributor, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal mengacu kepada harga yang berlaku di pasar induk luar provinsi dan pasar tradisional lokal. Di pasar induk, pedagang distributor menetapkan harga jual berdasarkan jumlah pasokan yang masuk dan jumlah permintaan konsumen. Pedagang antar pulau mendapat informasi harga dari pedagang distributor. Saat pasokan jeruk melimpah terutama periode panen raya, harga jeruk akan anjlok atau turun drastis. Ditambah lagi jika pasokan jeruk dataran rendah seperti jeruk lumajang, jember, banyuwangi, dan medan masuk ke pasar induk, maka harga jeruk siam kintamani akan jatuh. Jeruk siam kintamani kalah bersaing dari segi ukuran, ketahanan, dan rasa jeruknya. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap keputusan pembelian oleh penebas atau pedagang antar pulau kepada lembaga-lembaga pemasaran yang mensupply muatan jeruk. Penentuan harga antara pedagang pengumpul dan petani dengan pedagang antar pulau dilakukan secara tawar menawar tetapi harga ditentukan oleh pedagang antar pulau. Harga cenderung ditentukan di tingkat lembaga selanjutnya (pembeli). Saat periode panen sela, harga cenderung stabil baik di tingkat pasar induk, pasar lokal, dan lembaga-lembaga pemasaran terkait. Harga terbentuk dari hasil penyesuaian terhadap harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer

85 adalah harga yang berlaku umum di pasar, dimana tingkat persaingan pasar sangat tinggi dan harga sangat bergantung pada volume jeruk yang ada di pasar dan jumlah permintaan konsumen. Penentuan harga pedagang pengecer ke konsumen juga berdasarkan sistem tawar menawar, namun harga akhir lebih dominan ditentukan oleh pedagang pengecer. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap lembaga pemasaran menghadapi harga yang telah ditetapkan oleh lembaga pemasaran lain yang berada di atasnya, sehingga baik petani maupun lembaga pemasaran lainnya hanya bertindak sebagai penerima harga (price taker). Harga yang ditentukan masing-masing lembaga pemasaran juga tidak lepas dari perhitungan harga beli ditambah dengan biaya pemasaran dan keuntungan. Setiap lembaga memiliki kisaran harga beli dan harga jual yang didarkan pada harga rendah, harga normal, dan harga tinggi. Sistem Pembayaran dalam Transaksi Sistem pembayaran yang berlaku antar partisipan pemasaran diantaranya sistem pembayaran tunai, sistem pembayaran dimuka, sistem pembayaran sebagian, dan sistem pembayaran hutang. Sistem pembayaran berdasarkan kondisi dan situasi di lembaga pemasaran terkait dilihat dari jenis hubungan antar partisipan pemasaran, volume transaksi, dan tujuan akhir pemasaran jeruk. 1. Sistem pembayaran lunas Sistem pembayaran lunas menghendaki pembayaran penuh saat proses transaksi terjadi. Pada periode panen sela, mayoritas lembaga-lembaga pemasaran yang membeli jeruk langsung dari petani langsung membayar lunas. Sistem pembayaran lunas juga digunakan ketika volume pembelian jeruk oleh pembeli (lembaga pemasaran) kepada penjual (petani dan lembaga pemasaran) kecil berkisar 100 sampai 300 kg dan keduanya tidak terikat hubungan keluarga atau langganan. Pedagang pengecer yang membeli jeruk kepada petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang kecil lokal akan membayar lunas. 2. Sistem pembayaran dimuka Sistem pembayaran dimuka mayoritas dilakukan oleh penebas kepada petani saat periode panen raya. Terdapat kesepakatan antara penebas dan petani mengenai harga tebasan, periode pemanenan jeruk, dan sistem pembayaran yang dilakukan. Penebas dalam sistem ini biasanya memberikan uang muka rata rata Rp Rp atau 10 persen dari harga tebasan kepada petani sebelum lahannya ditebas. Uang muka ini berlaku untuk semua harga tebasan baik yang nilainya puluhan hingga ratusan juta rupiah. Setelah petani menerima uang muka, petani tidak memiliki hak atas lahan sampai jeruknya habis dipanen oleh penebas. Hubungan antara penebas dan petani hanya bersifat sementara (tidak berlangganan tetap). 3. Sistem pembayaran sebagian Sistem pembayaran sebagian juga dilakukan oleh penebas atau pedagang antar pulau kepada petani saat periode panen raya. Penebas atau pedagang antar pulau biasanya melakukan pemanenan pada lahan petani 1 sampai 2 kali bergantung volume jeruk yang dihasilkan per lahan. Setelah pemanenan pertama berlangsung dan jeruk dikirim ke pedagang distributor di pasar induk, penebas atau pedagang antar pulau kemudian membayar 73

86 74 sebagian harga borongan tebasan kepada petani. Begitu selanjutnya sampai pemanenan terakhir di lahan petani. 4. Sistem pembayaran hutang Sistem pembayaran hutang merupakan sistem pembayaran yang dilakukan setelah jeruk siam habis terjual. Sistem pembayaran ini dilakukan oleh lembaga yang membeli jeruk dalam jumlah besar seperti pedagang antar pulau dan pedagang distributor dengan kisaran volume lebih dari 500 kilogram. Bukti transaksi yang digunakan adalah nota penjualan yang dipegang oleh kedua belah pihak. Pedagang distributor akan mentransfer uang hasil penjualan bersih kepada pedagang antar pulau atau penebas saat jeruk sudah terjual habis di pasar induk. Pedagang antar pulau yang memperoleh muatan jeruk dari pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul kecamatan akan membayar saat periode pengiriman selanjutnya. Biasanya sistem ini dilakukan jika antara pedagang antar pulau dan pedagang pengumpul sudah berlangganan. Pembayaran hutang sering terjadi jika tujuan pemasaran jeruk ke pasar induk luar provinsi baik periode panen raya maupun panen sela. Kerjasama Antar Partisipan Pemasaran Kerjasama di tingkat partisipan pemasaran belum terlaksana dengan baik. Partsipan pemasaran (penjual) lebih memilih memasarkan jeruknya secara bebas dan mandiri. Walaupun antar penjual saling berkoordinasi mengenai informasi harga, penentuan harga tetap dikuasai pembeli dengan asumsi informasi harga yang diberikan sesuai kedaaan pasar lokal (di tingkat pedagang pengecer) dan pasar induk (di tingkat pedagang distributor). Sebelumnya terdapat kerjasama antara pedagang pengumpul desa dengan supermarket dan retail lokal. Namun, jumlah jeruk yang lolos kualifikasi standar dan mutu dari semua jeruk yang telah dipanen sangat sedikit sehingga pedagang pengumpul desa menanggung kerugian besar. Kerugian yang ditanggung diantaranya sulit menjual sisa jeruk yang tidak lolos kualifikasi dan harus membayar semua jeruk yang telah dipanen kepada petani. Kondisi ini membuat pedagang pengumpul desa kembali memasarkan jeruknya kepada pedagang antar pulau, pedagang kecil lokal, pedagang pengumpul kecamatan, dan pedagang pengecer lokal. Alternatif pemasaran ke supermarket dapat membentuk rantai pasok dan meningkatkan harga jual petani jika dioptimalkan. Sistem tebasan yang dilakukan antara petani dan penebas tidak melalui kontrak tertulis sehingga jika salah satu pihak dirugikan, tidak dapat menuntut perlakuan secara hukum. Dalam sistem tebasan petani dihadapi dengan dilema karena hasil panen melimpah sedangkan lembaga pemasaran yang sanggup membeli jeruk dengan sistem borongan hanya penebas. Petani tidak memiliki hak atas jeruknya setelah menerima uang pembayaran dimuka dari penebas. Penebas sering ingkar janji dengan tidak membayar full harga tebasan ke petani karena harga di pasar induk anjlok atau output tebasan jauh dari perkiraan. Penebas tidak berlangganan tetap dengan petani sehingga pada panen raya selanjutnya, jeruk petani dapat ditebas oleh orang yang berbeda. Kerjasama antar lembaga pemasaran terlihat dari kerjasama antara pedagang antar pulau dan pedagang distributor dalam menjual jeruk di pasar induk. Pedagang distributor akan menghubungi pedagang antar pulau untuk

87 mengirim jeruk jika jumlah pasokan sedikit dan harga yang terjadi normal atau tinggi. Kerjasama antar lembaga ini berlangsung cukup lama hingga terjalin hubungan kepercayaan. Kesepakatan antara pedagang antar pulau dan pedagang distributor dalam hal penanggungan biaya pemasaran dan imbalan jasa. Biaya operasional pemasaran sampai jeruk diterima oleh pedagang distributor di pasar induk ditanggung oleh pedagang antar pulau, sedangkan biaya operasional pemasaran di pasar induk akan ditanggung oleh pedagang distributor. Imbalan atas jasa penjualan yang dilakukan oleh pedagang distributor adalah berupa komisi penjualan yang diberikan pedagang antar pulau saat jeruk telah terjual habis. Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kontinuitas pembelian dan penjualan jeruk dari petani,pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang antar pulau dengan pedagang distributor biasanya telah berlangganan tetap. Penelitian terdahulu di daerah sentra jeruk siam lain tidak menunjukkan hubungan kerjasama antara pedagang antar pulau dan pedagang distributor karena masih menggunakan sistem harga lepas atau oper. Kerjasama juga dilakukan antara pedagang kecil lokal dan pengecer lokal, pedagang antar pulau dengan pedagang pengumpul desa, serta pedagang antar pulau dengan pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang kecil lokal merupakan lembaga pemasaran yang mengantarkan jeruk langsung ke kios-kios pengecer di pasar tradisional setiap dua atau tiga hari sekali, sehingga pengecer tidak kesusahan dalam mencari supply jeruk. Pedagang pengumpul desa merupakan lembaga pemasaran yang mensupply sekitar 40 persen dari total kuota pengiriman jeruk pedagang antar pulau. Pedagang pengumpul kecamatan merupakan alternatif lembaga pemasaran bagi pedagang antar pulau yang kekurangan muatan kiriman jeruk sekitar 60 persen dari total kuota. Namun, kerjasama ini berupa hubungan informal atau sebatas langganan sebagai salah satu penyedia muatan jeruk. Risiko yang dihadapi pada kerjasama informal ini adalah keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual. Penelitian ini menunjukkan tidak adanya ikatan permodalan yang diberikan pembeli kepada penjual layaknya penelitian jeruk siam di daerah sentra lain. 75 Analisis Keragaan Pasar Keragaan pasar merupakan hasil atau pengaruh dari struktur pasar dan perilaku pasar yang dapat dilihat dari produk, harga, dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Dalam melihat keragaan pasar maka kinerja pasar haruslah diketahui. Kinerja pasar merupakan gabungan antara struktur pasar dan perilaku pasar yang menunjukkan suatu interaksi. Elemen dari kinerja pasar diantaranya marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Marjin pemasaran Analisis marjin pemasaran merupakan salah satu indikator kuantitatif untuk menilai efisiensi pemasaran. Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Perbedaan harga yang terjadi disebabkan oleh adanya biaya dari fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam saluran pemasaran dan keuntungan yang diambil sebagai balas jasa atas

88 76 fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan. Pada saluran yang terdapat agen perantara (pedagang distributor), harga jual pedagang antar pulau atau penebas didapat dari harga jual di tingkat pedagang distributor setelah dikurangkan dengan komisi penjualan pedagang distributor. Keuntungan pedagang distributor didapat dari komisi penjualan dikurangkan dengan biaya operasional yang ditanggung pedagang distributor. Mekanisme perhitungan sistem komisi serta harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai marjin pemasaran yang paling tinggi periode panen raya terdapat pada saluran 6 (petani-penebas-pedagang antar pulau-distributor Jakarta) sebesar persen. Nilai marjin pemasaran pemasaran pada saluran 6 paling tinggi karenakan saluran terpanjang dengan tujuan penjualan jeruk adalah pasar non lokal. Harga tebasan jeruk per kg yang diterima petani pada saluran ini paling kecil di antara saluran-saluran lain. Saluran pemasaran 6 merupakan saluran pemasaran tiga tingkat karena melibatkan lembaga penebas, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor dalam menyampaikan jeruk dari petani ke konsumen. Jeruk hasil tebasan penebas dikirim pedagang antar pulau ke pedagang distributor di Pasar Kramat Jati Jakarta. Fungsi pemasaran seperti pertukaran, fisik, dan fasilitas dilakukan dalam saluran ini sehingga meningkatkan nilai guna bentuk dan tempat. Harga jual rata-rata yang diterima konsumen pada saluran ini paling tinggi dikarenakan jarak tempuh pengiriman yang jauh, jeruk sudah digrading sesuai grade, dan konsumen yang menjadi tujuan pemasaran adalah masyarakat ibukota negara. Konsumen memiliki banyak pilihan pembelian karena jeruk telah tergrading rapi dengan lima grade (Top, Super, King, Boom, AA). Nilai marjin terendah pada periode panen raya terdapat pada saluran pemasaran 1 (petanidistributor Jakarta) sebesar persen. Saluran pemasaran 1 memiliki tujuan akhir konsumen yang sama dengan saluran 6. Namun, saluran 1 adalah saluran pemasaran satu tingkat dimana lembaga pemasaran di antara petani dan konsumen hanya pedagang distributor. Petani langsung mengirim jeruknya ke pedagang distributor sehingga mendapatkan harga jual lebih tinggi dibandingkan menjual jeruknya kepada penebas. Nilai marjin pemasaran yang paling tinggi periode panen sela terdapat pada saluran 6 (petani-pedagang pengumpul desa-pengecer Denpasar-konsumen) sebesar persen. Nilai marjin pemasaran pemasaran pada saluran 6 paling tinggi dikarenakan lembaga pemasaran yang terlibat banyak, jarak yang ditempuh jauh, dan harga di tingkat konsumen paling tinggi di antara saluran pemasaran lain. Konsumen yang menjadi tujuan pemasaran dalam saluran ini adalah konsumen ibukota provinsi. Jeruk yang dipasarkan pada saluran pemasaran ini adalah jeruk petani dengan grade tanggung dan besar. Nilai marjin terendah terdapat pada saluran pemasaran 3 (petani-pengecer Gianyar-konsumen) yang merupakan saluran pemasaran satu tingkat sebesar persen. Pada saluran 3, pedagang pengecer membeli jeruk langsung kepada petani. Hal ini sebanding dengan penelitian Sari (2014) dan Sinaga (2011) dimana marjin terendah terjadi pada saluran pemasaran lokal satu tingkat yakni hanya melibatkan pedagang pengecer sebesar persen dan persen. Kedua saluran ini telah menambah nilai guna bentuk dan tempat melalui fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan. Analisis marjin pemasaran dan penyebarannya antar partisipan pemasaran secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.

89 Farmer s share Farmer s share merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Farmer s share juga merupakan salah satu alat ukur kuantitatif untuk menilai efisiensi pemasaran. Farmers s share merupakan bagian yang diterima petani yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Nilai farmer s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa sistem pemasaran tersebut berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar atau kecilnya nilai tambah (value added) yang diberikan kepada suatu produk oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Nilai farmer s share berbanding terbalik dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran yang terbentuk maka bagian yang diterima petani akan semakin kecil. Pada pemasaran luar lokal (tingkat pasar induk), harga konsumen merupakan harga jual di tingkat lembaga pemasaran terakhir atau harga jual pedagang distributor. Pada pemasaran lokal, harga konsumen merupakan harga konsumen akhir yang mengonsumsi jeruk segar atau harga jual pedagang pengecer. Farmer s share yang paling tinggi pada periode panen raya terdapat pada saluran pemasaran 1 (petani-distributor Jakarta) sebesar persen. Nilai farmer s share pada saluran 1 tinggi dikarenakan harga di tingkat petani dan harga jual di tingkat konsumen paling tinggi dibandingkan saluran pemasaran lain. Saluran ini merupakan saluran pemasaran satu tingkat, dimana petani langsung mengirim jeruknya ke pedagang distributor tanpa melalui lembaga perantara. Marjin yang terbentuk pada saluran ini paling rendah dan mengakibatkan petani menerima porsi yang lebih banyak dari harga yang dibayar konsumen. Farmer s share yang paling rendah pada periode panen raya terdapat pada saluran pemasaran 6 (petani-penebas-pedagang antar pulau-distributor Jakarta) sebesar persen. Nilai farmer s share pada saluran 6 rendah dikarenakan saluran terpanjang dengan tujuan pemasaran non lokal. Apabila petani tidak melewati penebas atau langsung menjual secara kiloan kepada pedagang antar pulau di saluran ini, maka harga jual yang diterima petani menjadi tinggi layaknya saluran 7. Farmer s share yang paling tinggi pada periode panen sela terdapat pada saluran pemasaran 3 (petani-pengecer Gianyar-konsumen) sebesar persen. Nilai farmer s share pada saluran pemasaran 3 paling tinggi dikarenakan saluran pemasaran terpendek dengan tujuan pasar lokal. Saluran ini merupakan saluran pemasaran satu tingkat, dimana pedagang pengecer merupakan lembaga perantara antara petani dan konsumen. Harga yang diterima petani pada saluran ini paling tinggi dibandingkan saluran pemasaran lain. Farmer s share yang paling rendah pada periode panen sela terdapat pada saluran pemasaran 6 (petani-pedagang pengumpul desa-pengecer Denpasar-konsumen) sebesar persen. Hal ini dikarenakan jarak tempuh ke ibu kota provinsi jauh serta daya beli konsumen perkotaan yang tinggi. Walaupun harga jual petani paling tinggi di saluran ini, tidak mengakibatkan porsi harga petani dari harga yang dibayarkan konsumen tinggi. Nilai farmers share setiap saluran pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani secara lengkap dapat dilihat pada Tabel

90 78 Tabel 10 Farmer'share pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani Saluran Pemasaran Harga di tingkat petani (Rp/kg) Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Farmer s share (%) Periode panen raya Periode Panen Sela Rasio Keuntungan terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya dapat dilihat sebagai indikator kuantitatif efisiensi pemasaran. Analisis rasio terhadap biaya merupakan besarnya keuntungan yang diterima oleh lembaga pemasaran terhadap biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian, meratanya penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya disetiap lembaga pemasaran, maka secara teknis pemasaran tersebut semakin efisien. Setiap saluran pemasaran memiliki rasio keuntungan terhadap biaya yang berbeda-beda. Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pemasaran periode panen raya memiliki nilai yang lebih kecil namun penyebarannya merata dibandingkan periode panen sela. Lembaga pemasaran seperti penebas dan pedagang antar pulau cenderung mengeluarkan biaya pemasaran lebih besar dibandingkan keuntungan yang didapat sehingga rasio keuntungan terhadap biaya kurang dari 1. Pada periode panen sela, rasio keuntungan terhadap biaya di semua lembaga pemasaran menunjukkan nilai di atas 1 baik tujuan pemasaran lokal maupun non lokal. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya di tingkat pedagang distributor selalu mempunyai nilai di atas 1 pada periode panen raya maupun panen sela. Penerapan sistem komisi menyebabkan risiko yang ditanggung pedagang distributor menjadi berkurang, karena biaya operasional cenderung tetap setiap harinya, yang berfluktuatif adalah keuntungan yang didapat. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya paling tinggi terjadi pada saluran 8 (petani - pedagang pengumpul desa - pedagang kecil lokal - pengecer lokal - konsumen) periode panen raya senilai Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp biaya pemasaran yang dikeluarkan, akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp Namun pada saluran ini, rasio keuntungan terhadap biaya tidak merata di setiap lembaga pemasaran. Rasio keuntungan terhadap biaya di tingkat pedagang pengumpul desa, pedagang kecil, dan pedagang lokal secara berurutan adalah 1.21, 2.42, dan Nilai rasio keuntungan terhadap biaya

91 paling rendah terjadi pada saluran 6 (petani-penebas-pedagang antar pulaudistributor Jakarta) dan 7 (petani-pedagang antar pulau-distributor Jakarta) periode panen raya senilai Nilai rasio keuntungan atas biaya yang relatif merata terjadi pada saluran pemasaran 1 (petani-distributor Jakarta) senilai Nilai rasio keuntungan terhadap biaya paling tinggi terjadi pada saluran 1 (petanipedagang pengumpul desa-pedagang kecil lokal-pengecer Gianyar-konsumen) senilai 3.58 dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terendah terjadi pada saluran 9 (petani-pedagang pengumpul kecamatan-pedagang antar pulaudistributor Jakarta) senilai 0.95 pada periode panen sela. Sulit menemukan rasio keuntungan terhadap biaya yang merata di setiap saluran pada periode panen sela. Nilai rasio yang relatif merata terjadi pada saluran 3 (petani-pengecer Gianyarkonsumen) senilai Saluran pemasaran yang menuju pasar non lokal memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya lebih rendah dibandingkan saluran pemasaran lokal baik periode panen raya maupun panen sela. Walaupun demikian, para pedagang pengirim ke pasar induk luar provinsi( penebas dan pedagang antar pulau) tetap aktif melakukan kegiatan perdagangan dengan pertimbangan bahwa volume pengiriman jeruk ke luar daerah sangat besar berkisar 5.5 sampai 6.5 ton per truk. Penebas dan pedagang antar pulau dapat mengirim jeruk 3 sampai 4 truk per hari periode panen raya dan 1 sampai 2 truk periode panen sela per dua hari sekali. Rasio keuntungan terhadap biaya untuk setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Analisis Efisiensi Pemasaran Indikator kuantitatif dalam efisiensi operasional pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani dapat diukur dengan membandingkan nilai marjin pemasaran, farmers share, sebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya, dan volume penjualan petani. Nilai marjin pemasaran yang rendah akan berdampak pada farmer s share yang lebih tinggi. Nilai farmer s share yang tinggi merupakan bentuk insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang tersebar merata di seluruh lembaga pemasaran juga menunjukkan efisiensi pemasaran. Volume penjualan oleh petani pada setiap saluran sebagai penentu apakah saluran tersebut efisien berdasarkan daya serap komoditasnya. Penentuan efisiensi pemasaran tidak hanya dilihat melalui indikator kuantitatif. Efisiensi pemasaran juga melihat indikator secara kualitatif seperti fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan, perilaku pasar yang menggambarkan tingkat kompetisi di pasar, serta adanya hubungan kelembagaan atau kemitraan. Analisis ini merupakan efisiensi relatif yang membandingkat setiap saluran pemasaran yang terbentuk. Nilai marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, dan volume penjualan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada tiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 11.

92 80 Tabel 11 Marjin pemasaran, farmers'share, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran dan volume penjualan petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani Saluran pemasaran Volume penjualan (Kg) Total biaya pemasaran (Rp/kg) Total keuntungan pemasaran (Rp/kg) Total marjin pemasaran (Rp/kg) Farmers share (%) Rasio πi/ci Periode Panen Raya Periode Panen Sela Dinilai secara kuantitatif, dari kedelapan saluran pemasaran yang terbentuk periode panen raya, pola pemasaran 1, 2, dan 7 adalah pola pemasaran yang relatif lebih efisien. Hal ini disimpulkan berdasarkan nilai marjin pemasaran yang rendah, farmer s share yang tinggi, nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang tersebar merata, dan daya serap komoditas yang cukup besar. Terdapat beberapa perbandingan pada saluran 1, 2, dan 7. Pada saluran 1, petani langsung menjual hasil panennya kepada pedagang distributor. Petani yang melakukan saluran pemasaran ini hanya dua orang yang merupakan petani mandiri yang telah memiliki kenalan atau link di pasar induk. Pada saluran 2, lembaga pemasaran yang terlibat adalah penebas dan pedagang distributor. Alasan dipilihnya saluran 2 oleh mayoritas petani karena kuantitas panen saat panen raya besar dan berisiko tinggi, bila petani menunggu pedagang antar pulau untuk memanen jeruknya saat matang, risiko penurunan volume hasil panen tinggi. Buah yang hampir matang mudah terkena hama seperti lalat buah sehingga rontok sebelum dipanen. Pedagang antar pulau yang membeli jeruk pada petani dengan sistem kiloan (tertimbang) juga cenderung membeli jeruk petani yang berukuran tanggung sampai besar, sehingga jeruk ukuran unyil tidak dipanen. Jika petani menjual jeruknya ke penebas, risiko panen dan risiko harga yang fluktuatif beralih ke penebas, tetapi harga jual petani lebih rendah. Sedangkan, jika petani menjual jeruknya ke pedagang antar pulau, risiko panen tetap dihadapi di petani, tetapi harga jual petani jauh lebih tinggi. Jika di kawasan Kintamani terdapat industri pengolahan buah jeruk, saluran 7 dapat menjadi alternatif bagi petani. Petani tidak perlu menebas pohon jeruknya dengan menjual secara sistem kiloan (tertimbang) untuk jeruk ukuran tanggung sampai besar ke pedagang antar pulau

93 dan jeruk ukuran unyil yang tidak dipanen pedagang antar pulau dapat dijual ke industri pengolahan buah jeruk. Pada saluran 7 terlihat bahwa harga yang diterima petani cukup besar, farmer s share cukup tinggi, marjin pemasaran cukup rendah, dan rasio keuntungan terhadap biaya merata di setiap lembaga pemasaran. Dinilai secara kuantitatif, dari kesembilan saluran pemasaran yang terbentuk periode panen sela, pola pemasaran 3 dan 9 adalah pola pemasaran yang relatif lebih efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang rendah, farmer s share yang tinggi, serta nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang merata. Pada saluran 3 terlibat lembaga pemasaran petani dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran 3 hanya digunakan oleh tiga orang petani dari total 33 orang petani responden. Saluran ini digunakan oleh pedagang pengecer untuk membeli jeruk langsung ke petani saat menghadapi periode hari raya atau hari pasaran setiap 15 hari sekali. Alasan dipilihnya saluran pemasaran ini oleh petani responden, karena petani memiliki kuantitas panen yang rendah, sedangkan pedagang pengecer tidak memiliki kapasitas untuk membeli dalam jumlah besar. Konsumen yang dijangkau oleh saluran ini adalah konsumen lokal. Harga yang diterima petani paling tinggi di antara saluran-saluran pemasaran lain karena petani memiliki bargaining position yang cukup tinggi, petani mengetahui bahwa pedagang pengecer yang membeli jeruk di petani akan menjual produknya langsung ke konsumen akhir di pasar tradisional. Saluran 9 digunakan oleh petani yang menjual jeruk secara rutin di pasar desa dengan volume panen sela yang besar. Pasar desa ini dapat menjadi contoh pengembangan pasar desa lain di kawasan Kintamani. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pada saluran pemasaran baik periode panen raya maupun periode panen sela dalam menyampaikan jeruk ke konsumen sudah efektif. Lembaga-lembaga pemasaran telah melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik, serta fungsi fasilitas pemasaran. Nilai guna bentuk tercipta pada saluran pemasaran tersebut, konsumen telah dihadapkan pada beberapa pilihan grade dalam membeli jeruk siam. Grade untuk pasar tradisional (pasar lokal) terdiri atas tiga grade yakni besar, tanggung, dan unyil. Grade untuk pasar induk luar provinsi (pasar non lokal) terdiri atas lima grade yakni Top, Super, King, Boom, dan AA. Nilai guna tempat juga tercipta karena konsumen dapat menemukan produk yang diinginkannya dengan mudah baik di pasar induk maupun di pasar tradisional karena ada perpidahan komoditi dari daerah produsen (surplus) menuju daerah konsumen (defisit). Nilai guna waktu tidak tercipta pada saluran pemasaran karena jika jeruk disimpan dalam waktu yang lama akan mengurangi nilai (harga) jeruk karena jeruk segar mudah rusak dan tidak tahan lama. Nilai guna kepemilikan tercipta saat jeruk berpindah tangan dari penjual ke pembeli, namun tidak terdapat perpindahan jeruk ke pabrik atau pengolah sehingga jeruk yang dikonsumsi masih dalam keadaan segar. Analisis efisiensi relatif memperlihatkan saluran pemasaran 1, 2, dan 7 periode panen raya serta saluran pemasaran 3 dan 9 periode panen sela relatif lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Saluran pemasaran 1 dan 2 periode panen raya telah mengeliminasi beberapa lembaga pemasaran tanpa mengeliminasi fungsi-fungsi pemasaran sehingga salurannya menjadi pendek. Pada saluran pemasaran 1, petani telah mandiri melakukan semua fungsi pemasaran diantaranya fungsi pertukaran (penjualan), fungsi fisik (pengangkutan dan pengemasan), dan fungsi fasilitas 81

94 82 (sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Lembaga yang dieliminasi adalah pedagang pengumpul desa, penebas, dan pedagang antar pulau. Informasi pasar yang diterima petani dari pedagang distributor cukup sempurna, karena adanya kerjasama dalam penjualan jeruk melalui sistem komisi. Saluran pemasaran 2 periode panen raya merupakan alternatif bagi petani yang memiliki volume panen raya melimpah namun tidak memiliki link penjualan di pasar induk. Hambatan masuk ke pasar induk sangat tinggi karena adanya hubungan langganan tetap antara pengirim jeruk dari daerah sentra dan pemilik lapak di pasar induk. Harga beli jeruk dari penebas cenderung sama rata, walalupun tujuan pemasaran jeruk berbeda-beda daerah setiap waktu. Saluran pemasaran 2 memperlihatkan marjin pemasaran yang rendah dibandingkan saluran pemasaran 3 dan 4 dengan fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran di ketiga saluran ini adalah sama. Saluran pemasaran 5 dan 6 periode panen raya merupakan saluran yang panjang. Seharusnya bisa mengeliminasi salah satu lembaga disini yakni penebas atau pedagang antar pulau. Saluran pemasaran 7 periode panen raya merupakan alternatif bagi petani yang tidak bersedia lahannya ditebas dan ingin mendapatkan harga yang lebih tinggi (sistem kiloan tertimbang). Saluran pemasaran 3 periode panen sela tujuan pasar lokal telah mengeliminasi beberapa lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang kecil lokal dalam menyampaikan jeruk ke konsumen. Lembaga pemasaran disini hanyalah pedagang pengecer yang telah melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan), serta fungsi fasilitas (sortasi, grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Pedagang pengecer membayar lunas jeruk yang dibeli kepada petani karena volume pembelian sedikit. Petani memiliki bargaining position yang tinggi dan memiliki hubungan langganan dengan pedagang pengecer pada saluran ini. Saluran pemasaran 9 periode panen sela tujuan pasar non lokal memperlihatkan petani telah melakukan fungsi pertukaran (penjualan), fungsi fisik (pengangkutan), dan fungsi fasilitas (sortasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Petani memanen dan melakukan kegiatan pasca panen jeruk sendiri sebelum dijual ke pedagang pengumpul kecamatan, sehingga harga yang diterima petani cukup tinggi. Petani rutin berjualan di pasar desa, kegiatan tawar menawar terjadi antara petani dan pembeli sebelum jeruk diangkut ke keranjang pembeli. Hubungan antara petani dan pembeli tidak bersifat langganan sehingga pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran lunas walalupun volume jeruk besar. Saluran pemasaran lokal dan non lokal lainnya pada periode panen sela melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang sama seperti saluran pemasaran 3 dan 9, namun petani pada saluran tersebut tidak memiliki bargaining position yang tinggi. Rekomendasi Manajemen Pemasaran Jeruk Siam Komoditas pertanian atau produk-produk agribisnis mempunyai karakteristik yang spesifik (cepat rusak, bentuk tidak beraturan, dan bervolume besar) sehingga perlu manajemen pemasaran yang spesifik yaitu manajemen

95 pemasaran agribisnis yang relatif berbeda di dalam proses pengemasan, grading atau standarisasi bahan baku, proses pengolahan dan penentuan pasar, atau permintaan pelanggan yang mau dituju (Asmarantaka 2012). Perusahaan atau pemasar produk agribisnis harus dapat memuaskan pelanggan. Pelanggan yang puas akan kembali membeli produk agribisnis tersebut dan mempromosikan ke pembeli lain tentang pengalaman baiknya membeli produk tersebut. Kotler (2008) menyatakan menghasilkan produk atau jasa dan membuat produk atau jasa itu tersedia bagi pembeli memerlukan pembangunan hubungan yang bukan hanya dengan pelanggan, tetapi juga dengan pemasok kunci dan penjual perantara dalam rantai pasokan perusahaan. Rekomendasi manajemen pemasaran pada penelitian ini dibatasi pada analisis deskriptif secara kualitatif berdasarkan permasalahan pemasaran yang terjadi. Manajemen pemasaran dapat dioptimalkan dengan membenahi subsistem off-farm (pemasaran dan pengolahan) dan subsistem penunjang (kelembagaan). 1. Pemasaran (off-farm) Berdasarkan data statistik rumah tangga hortikultura 2015, biaya produksi yang terbesar untuk usaha tani jeruk yang dipanen sendiri adalah upah tenaga kerja yaitu persen. Hal itu membuat petani cenderung menjual jeruknya dengan sistem tebasan saat panen raya dan menyerahkan kegiatan panen dan pasca panen kepada lembaga pemasaran. Penjualan melalui pedagang pengumpul terbesar terjadi pada komoditas jeruk di Indonesia yakni sebesar persen. Hal ini disebebkan karena sekitar persen petani jeruk di Indonesia tidak menjadi anggota poktan dan hanya 3 persen yang memiliki hubungan kemitraan. Kondisi serupa terjadi pada daerah penelitian dimana petani mandiri dalam melakukan budi daya dan memasarkan hasil pertanian jeruknya. Persentase penjualan petani jeruk di Bali adalah persen melalui pedagang pengumpul dan 9.37 persen langsung ke pasar. Pada periode panen raya, petani yang memiliki volume panen lebih dari lima ton memiliki alternatif penjualan yakni ke penebas dan pedagang antar pulau. Jika di Kecamatan Kintamani terdapat industri pengolahan buah jeruk, jeruk yang ukuran unyil yang jarang dibeli pedagang antar pulau dapat dijual ke industri pengolah tersebut. sehingga semua jeruk petani terjual dan penerimaan petani meningkat tanpa jeruknya ditebas. Sistem tebasan terkadang merugikan petani karena lemahnya perjanjian hukum antara petani dan penebas. Jika penebas menunda pemanenan, akan berdampak juga pada produktivitas tanaman petani serta kemunduran waktu panen periode selanjutnya. Petani yang memiliki volume panen kurang dari lima ton dapat bekerjasama dengan petani lain dalam mengumpulkan hasil panen serta memasarkan jeruk bersama. Petani dapat bekerjasama membentuk koperasi petani dan melakukan pendekatan kepada penebas atau pedagang antar pulau untuk mencari informasi atau kenalan pedagang distributor di pasar induk luar provinsi. Pada periode panen sela, harga jeruk lebih tinggi dibandingkan harga panen raya. Untuk memperoleh harga yang lebih tinggi, petani direkomendasikan untuk menjual jeruk kepada pedagang antar pulau atau pedagang pengumpul kecamatan. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut, petani yang memiliki volume hasil panen rendah dapat memanen jeruknya sendiri dan mengumpulkan hasil panennya bersama-sama dengan petani lain 83

96 84 untuk dijual ke pedagang antar pulau. Sehingga harga jual yang diterima petani sebanding dengan harga jual yang diterima pedagang pengumpul desa dari pedagang antar pulau. Pedagang pengecer pasar tradisional dapat membeli jeruk langsung dari petani yang memiliki volume hasil panen rendah. Petani dapat membangun hubungan kemitraan dengan pemasok buah supermarket atau retail modern. Petani dapat bekerjasama dalam perencanaan produksi, penanganan pasca panen, dan pemasaran jeruk sehingga nantinya tercipta rantai pasok. Harga jual yang tinggi serta kontinuitas pengiriman merupakan insentif bagi petani untuk meningkatkan kualitas hasil panennya melalui teknologi budi daya modern serta penanganan pasca panen yang baik. Peti kemasan buah jeruk saat pengiriman ke pasar induk luar provinsi juga perlu diperhatikan. Berdasarkan kondisi di lapang, buah jeruk yang siap dikirim hanya diletakkan pada sebuah peti kayu dengan beralaskan koran. Untuk satu kotak peti rata-rata diisi buah jeruk dengan bobot kg/peti dengan alas koran yang tidak dicacah. Hal ini mengakibatkan kemungkinan besar buah jeruk rusak akibat pergesekan sepanjang perjalanan dan muatan buah jeruk yang terlalu padat mengakibatkan buah menjadi tidak segar seperti semula. Perlunya inovasi untuk model peti kemasan jeruk yang lebih baik, misalkan dengan memberikan sekat pada peti jeruk dan koran yang dijadikan alas sebaiknya dicacah dahulu sehingga terbentuk seperti bantalan. Buah jeruk siam kintamani memiliki kulit yang lebih tipis dibandingkan dengan jeruk siam daerah lain sehingga tidak tahan lama dam mudah busuk, jika disimpan lama dalam gudang penyimpanan dengan suhu ruangan akan mengakibatkan susut bobot karena kadar air dalam buahnya tinggi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan teknologi seperti pelilinan, membangun gudang pendingin (cool storage), dan transportasi produk berbasis cool chain. Pemberian lapisan lilin membuat jeruk tahan 10 sampai 18 hari pada suhu ruangan. Buah jeruk siam kintamani yang memiliki warna kulit yang kurang menarik dapat diatasi dengan proses degreening (penguningan) menggunakan gas etilen agar warna buahnya menjadi segar dan menarik. 2. Pengolahan (off-farm) Perlunya melakukan diversivikasi pengolahan jeruk pada saat panen raya seperti pengembangan industri dodol dan jus jeruk untuk jeruk yang off-grade dan over produksi terutama kualitas AA atau unyil. Pembentukan dan pengoptimalan Kelompok Wanita Tani (KWT) melalui manajemen sumberdaya manusia yang paham mengenai pengetahuan olahan jeruk, sistem kelembagaan, teknologi produksi, stok buah untuk diolah, dan jalur pemasaran hasil olahan. Pengolahan jeruk siam kintamani segar menjadi jus jeruk dan dodol jeruk telah dilakukan oleh Manajer Studi Lapang Agrokreatif Program Lembaga Penenlitian dan Pengabdian Masyarakat IPB pada tahun Laporan program memperlihatkan bahwa 30 kilogram jeruk siam segar dengan harga beli Rp /kg dapat menghasilkan 147 botol jus jeruk dengan harga jual Rp /botol dan 1 kilogram jeruk siam segar dengan harga beli Rp /kg dapat menghasilkan 60 pcs dodol jeruk dengan harga jual Rp /pcs. Harga pokok produksi satu botol jus jeruk adalah Rp dan harga pokok produksi satu pcs dodol jeruk adalah Rp Terdapat peluang yang besar untuk produk olahan ini, tentunya dengan

97 pengoptimalan aktivitas kelembagaan seperti kontinuitas produksi dan penetapan strategi pemasaran. 3. Penunjang (supporting) Produktivitas jeruk siam relatif tinggi, namun mutu buah rendah dan ukurannya beragam. Lemahnya kelembagaan petani dan kawasan sentra produksi di Kecamatan Kintamani yang belum berupa hamparan melainkan agregat dari kebun-kebun petani yang sempi dan terpencar mengakibatkan lambatnya adopsi teknologi dan lemahnya posisi tawar petani. Pemerintah dapat melakukan berbagai program untuk menunjang pemasaran jeruk siam seperti: a) Pembentukan Citrus Center atau agroklinik jeruk yang merupakan pusat konsultasi agribisnis jeruk (telah dilakukan pada jeruk siam pontianak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Citrus center dapat bertindak sebagai pusat informasi pasar yang mempunyai tugas mengumpulkan informasi pasar dari pelaku pasar di hilir (distributor dan pengecer luar provinsi) diinformasikan kepada pelaku pasar di hulu (petani, pedagang pengumpul, dan pedagang antar pulau). Pertemuan dilakukan secara berkala untuk membahas mutu buah jeruk yang diharapkan oleh pedagang dan harga yang layak bagi masingmasing pihak. Adanya keterbukaan informasi pasar yang dapat diakses oleh semua pihak dapat dijadikana bahan negosiasi oleh para pelaku pemasaran termasuk petani. b) Pembentukan proyek kemitraan terpadu seperti yang pernah dicanangkan Bank Indonesia dalam pola pembiayaan usaha kecil komoditi jeruk siam. Proyek kemitraan terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha besar seperti pengolah, pedagang distributor, atau eksportir, dan (3) Bank pemberi kredit. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan pengusaha pengolahan, pedagang distributor, eksportir, dibuat seperti halnya hubungan antara plasma dengan inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan perusahaan pengelohan, pedagang distributor, atau ksportir sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai proyek kemitraan terpadu yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra. Perlu pembentukan surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan terkait kewajiban pihak mitra perusahaan (inti) dan petani/usaha kecil (plasma). c) Pemerintah dapat mewujudkan sistem distribusi yang singkat dari petani ke pasar induk, karena seringkali lembaga pemasaran yang membeli jeruk kepada petani menjadi pihak yang berspekulasi dan membuat harga menjadi fluktuatif. Pemerintah dapat menstimulus petani untuk membangun koperasi agar marjin penjualan petani dan pembelian masyarakat rendah sehingga keuntungan petani dapat 85

98 86 maksimal serta menjadikan syarat koperasi petani bagi penerima kios di pasar induk. Perlu optimalisasi peran koperasi, khususnya dalam pemasaran hasil produksi pertanian untuk memotivasi petani dalam usaha tani dan meningkatkan keuntungan usaha, sehingga petani tidak lagi bergantung kepada pedagang pengumpul dalam menjual hasil panennya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali adalah sebagai berikut: a. Pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani menuju pasar lokal dan pasar luar provinsi terdiri atas 8 saluran pemasaran periode panen raya dan 9 saluran pemasaran periode panen sela. Mayoritas petani memilih memasarkan jeruk kepada penebas pada periode panen raya, sedangkan mayoritas petani memasarkan jeruk kepada pedagang pengumpul desa pada periode panen sela. b. Lembaga pemasaran tujuan pasar non lokal yang terlibat diantaranya penebas, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang antar pulau, dan pedagang distributor. Lembaga pemasaran tujuan pasar lokal yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pedagang kecil lokal, dan pedagang pengecer lokal. c. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan antara lain fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan), dan fungsi fasilitas (sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar). Fungsi-fungsi tersebut telah menciptkan nilai guna bentuk, tempat, dan kepemilikan. d. Perilaku pasar yang terbentuk seperti penetapan harga sangat bergantung pada keadaan pasar di tingkat pedagang distributor (pasar induk luar provinsi) dan tingkat pedagang pengecer lokal (pasar tradisional lokal). Kerjasama yang terbentuk hanya antara pedagang antar pulau dan pedagang distributor melalui sistem komisi, sedangkan di antara lembaga pemasaran lain hanya sebatas hubungan langganan. 2. Pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali sudah cukup efisien karena telah menciptakan nilai tambah berupa nilai guna bentuk, tempat, dan kepemilikan, banyak alternatif pilihan saluran pemasaran, marjin pemasaran yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan, serta praktek penentuan harga telah berdasarkan grading dan standarisasi. Saluran pemasaran yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lain adalah saluran pemasaran 1, 2, dan 7 pada periode panen raya dan saluran pemasaran 3 dan 9 pada periode panen sela berdasarkan indikator kuantitatif efisiensi operasional dan indikator kualitiatif efisiensi relatif.

99 3. Manajemen pemasaran yang baik didukung dengan pembenahan pada subsistem: 1) off-farm seperti alternatif pemasaran yang menguntungkan petani, memperbaiki peti kemasan buah jeruk, menggunakan teknologi agar buah jeruk tahan lama, dan diversifikasi pengolahan buah jeruk yang off grade dan over produksi dan 2) penunjang seperti pembentukan Citrus Center, proyek kemitraan terpadu, sistem distribusi singkat dari petani ke pasar induk, dan membangun koperasi petani. 87 Saran Petani diharapkan melakukan kegiatan pemanenan sendiri dan melakukan kegiatan pasca panen guna meningkatkan pendapatan petani. Selain itu sesama petani diharapkan dapat bekerjasama dalam memasarkan jeruk secara berkelompok. Kelompok ini dapat memfasilitasi kegiatan pemasaran jeruk dan memperkuat posisi tawar menawar petani. Untuk menghadapi persaingan pasar yang semakin dinamis, kelompok dapat menciptakan rantai pasok dengan supermarket atau retail modern serta mengembangkan produk olahan dari jeruk untuk meningkatkan nilai tambah serta memperluas pasar. Dalam jangka panjang, diharapkan produk jeruk dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di daerah Kecamatan Kintamani yang merupakan sentra produksi jeruk siam di Provinsi Bali. DAFTAR PUSTAKA [Agromedia]. Redaksi Agromedia Budi daya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. Asmarantaka RW Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB. Bank Indonesia, Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK): Budi daya Tanaman Jeruk Keprok/Siam. [Internet]. [diunduh 2016 Juni 7]. Tersedia pada: kelayakan/polapembiayaan/holtikultura/pages/jeruk_keprok.aspx. Jakarta (ID): Bank Indonesia. [BPP] Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Monografi Kecamatan Kintamani Bangli. [BPS] Badan Pusat Statistik Outlook Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Outlook Statistik Harga Konsumen Perdesaan Kelompok Makanan Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Outlook Statistik Konsumsi Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Outlook Efisiensi Sistem Produksi dan Tataniaga Hortikultura. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

100 88 [BPS] Badan Pusat Statistik Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur Tahun Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Produksi jeruk siam di kabupaten/kota Provinsi Bali tahun Bali. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Upah Minimum Regional Provinsi Bali, Bali. Dahl DC, Hammond JW Market Price and Analysis The Agricultural Industries. New York (US): Mc Graw-Hill. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Perhutanan Kabupaten Bangli Produksi jeruk siam dirinci per kecamatan di Kabupaten Bangli tahun Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Standar Operasional Prosedur (SOP) Tanaman Jeruk Siam Kintamani Kabupaten Bangli. Denpasar (ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. [Dirjen horti] Direktorat Jenderal Hortikultura Produksi jeruk menurut provinsi, Jakarta. [Dirjen horti] Direktorat Jenderal Hortikultura Produktivitas buah-buahan di Indonesia, Jakarta. [Dirjen horti] Direktorat Jendral Hortikulura Rencana Strategis Direktorat Jendral Hortikultura [Internet]. [diunduh 2015 Desember 28]. Tersedia pada: 06/Rencana Strategis Direktorat Jendral Hortikultura Jakarta (ID): Direktorat Jendral Hortikultura. Harjadi SS, Widodo WD, Suketi K Aspek-aspek penting budi daya buahbuahan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ibrahim T, Jafri, Musyafak A Model Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Jeruk Siam Pontianak dan Seminar Nasional Jeruk; 2007 Juni 13-14; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kohls RL, Uhl JN Marketing of Agricultural Product. Ed ke-9 New York (US): Mcmillan Publishing Company. Kotler P, Armstrong G Prinsip-prinsip Pemasaran. Ed ke-12 Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Mahalila, Putu wawancara Wawancara permasalahan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani. Kecamatan Kintamani, Provinsi Bali. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Mursid, M Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. [IPB] Institut Pertanian Bogor Laporan Manajer Studi Lapang Agro Kreatif Program Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Tahun Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Statistik Pertanian Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Sari BW Analisis Sistem Pemasaran Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiawan A, Trisnawati Y Peluang Usaha dan Pembudi dayaan Jeruk Siam. Bogor (ID): PT Penebar Swadaya.

101 Sinaga CH Analisis Pemasaran Jeruk Siam di Kampung Wadio, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Papua. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudiyono, A Pemasaran Pertanian. Malang (ID): UMM Press. Suryana A, Suyamto, Supriyanto A, Agustian A, Triwiratno A, Winarno M Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Toruan SY Analisis Pemasaran Jeruk Manis. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Wiji Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 89

102 90 LAMPIRAN Lampiran 1 Data responden petani jeruk siam di Kecamatan Kintamani No. responden Gender Umur (tahun) Pendidikan Lama bertani (tahun) Luas lahan (ha) Jumlah pohon (pohon) Volume panen raya (kg) Volume panen sela (kg) 1 Pr 40 SMA 19 0, Pr 41 Univ 13 0, Lk 39 SMA Pr 42 Univ 20 0, Pr 39 SD 16 0, Pr 35 Univ Pr 46 SD 29 0, Lk 39 SD 15 0, Lk 65 SMA Lk 36 Univ 11 0, Lk 38 SMP 12 0, Lk 39 SMA 26 0, Lk 67 SD 10 0, Lk 46 Univ Lk 16 Univ Lk 72 SD 9 0, Lk 39 SMA 20 0, Lk 50 SMA Pr 41 SMA 16 1, Lk 25 Univ 7 0, Lk 60 SD 18 1, Lk 40 SD Lk 48 SMA 21 0, Lk 40 Univ 16 0, Lk 59 SD 32 0, Lk 43 SMP 27 0, Lk 40 SD 23 0, Lk 44 SD 4 0, Lk 45 SD 36 0, Lk 42 SD 15 1, LK 46 SD 10 0, Lk 35 SD 10 0, Lk 52 SMP 19 0,

103 Lampiran 2 Data responden lembaga pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani No. responden Gender Umur (tahun) Pendidikan Lama berdagang (tahun) Klasifikasi 1 Lk 55 SMP 5 Penebas 2 Lk 58 SD 19 Penebas 3 Lk 45 SD 16 Penebas 4 Lk 48 SMA 16 Penebas 5 Lk 38 S1 8 Penebas 6 Lk 28 SMA 6 Penebas 7 Lk 50 SD 25 Penebas 8 Pr 35 SMP 3 Pedagang pengumpul desa 9 Lk 43 SMP 4 Pedagang pengumpul desa 10 Pr 33 SMP 3.5 Pedagang pengumpul desa 11 Pr 35 SMA 3 Pedagang pengumpul desa 12 Pr 38 SMP 4 Pedagang pengumpul desa 13 Pr 37 SD 2 Pedagang pengumpul desa 14 Pr 24 SMA 10 Pedagang pengumpul desa 15 Lk 48 SMA 16 Pedagang pengumpul desa 16 Pr 48 SD 6 Pedagang pengumpul kecamatan 17 Pr 29 SD 5 Pedagang pengumpul kecamatan 18 Lk 36 SD 3 Pedagang antar pulau 19 Lk 54 SMP 10 Pedagang antar pulau 20 Pr 43 SD 16 Pedagang antar pulau 21 Lk 39 SD 4 Pedagang antar pulau 22 Pr 36 D1 7 Pedagang antar pulau 23 Pr 55 SD 36 Pedagang kecil lokal 24 Pr 47 SD 6 Pedagang kecil lokal 25 Pr 53 SD 16 Pengecer Gianyar 26 Lk 32 SMP 1 Pengecer Gianyar 27 Pr 44 SD 8 Pengecer Gianyar 28 Pr 44 SMP 20 Pengecer Gianyar 29 Pr 59 SD 27 Pengecer Bangli 30 Pr 45 SMP 13 Pengecer Tabanan 31 Pr 50 SMA 18 Pengecer Denpasar 32 Pr 42 SD 18 Pengecer Denpasar 33 Lk 47 SMA 21 Distributor Surabaya 34 Pr 23 SMA 3 Distributor Jogjakarta 35 Lk 47 SMA 10 Distributor Jakarta 91

104 92 Lampiran 3 Volume penjualan jeruk siam periode panen raya di Kecamatan Kintamani Responden (No. sampel) Volume (kg) Petani Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran Total Tujuan Distri Penebas Penebas Penebas Penebas Penebas PAP PPD Penebas Total Tujuan Distri Distri Distri PAP PAP PPD Total Tujuan PK PB Total Tujuan Distri Distri Distri Distributor 1 Sby Jog Jkt Total Tujuan Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. PK Total Tujuan Pgcr Pengecer Total Tujuan Kons.

105 Lampiran 4 Volume penjualan jeruk siam periode panen sela di Kecamatan Kintamani Responden (no sampel) Volume (kg) Petani Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran 8 Saluran Total Tujuan PPD PK Pengecer PPD PPD PPD PPD PAP PPkec PPD Total Tujuan PK Pengecer Pengecer Pengecer PAP PPkec Total Tujuan PAP PB Total Tujuan Distri Distri Distri Distri 1 Jog Jkt Total Tujuan Kons. Kons. Kons. PK Total Tujuan Pengecer Pengecer Pengecer Total Tujuan Kons. 2ons. Kons. Kons. Kons. Kons. 93

106 94 Lampiran 5 Harga jual jeruk siam periode panen raya di Kecamatan Kintamani Responden (no. sampel) Harga (Rp) Petani Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran Rata-rata Tujuan Distri Penebas Penebas Penebas Penebas Penebas PAP PPD Penebas Rata-rata Tujuan Distri Distri Distri PAP PAP PPD Rata-rata Tujuan PK PB Rata-rata Tujuan Distri Distri Distri Distributor 1 Sby Jog Jkt Rata-rata Tujuan Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. PK Rata-rata Tujuan Pgcr Pengecer Rata-rata Tujuan Kons.

107 Lampiran 6 Harga jual jeruk siam periode panen sela di Kecamatan Kintamani Responden (no sampel) Volume (kg) Petani Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran 8 Saluran Rata-rata Tujuan PPD PK Pengecer PPD PPD PPD PPD PAP PPkec PPD Rata-rata Tujuan PK Pengecer Pengecer Pengecer PAP PPkec Total Tujuan PAP PB Total Tujuan Distri Distri Distri Distri 1 Jog Jkt Rata-rata Tujuan Kons. Kons. Kons. PK Rata-rata Tujuan Pengecer Pengecer Pengecer Rata-rata Tujuan Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. Kons. 95

108 96 Lampiran 7 Fungsi- fungsi pemasaran oleh partisipan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada setiap saluran pemasaran periode panen raya Saluran dan lembaga pemasaran Fungsi-fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Kemas Sortasi Grading Risiko Biaya Informasi pasar Saluran 1 Petani - - PD - - Jakarta Saluran 2 Petani Penebas - - PD Surabaya Saluran 3 Petani Penebas - - PD Jogjakarta Saluran 4 Petani Penebas - PD - - Jakarta Saluran 5 Petani Penebas PAP - - PD Jogjakarta Saluran 6 Petani Penebas PAP - PD - - Jakarta Saluran 7 Petani PAP - PD - - Jakarta Saluran 8 Petani PPD PK lokal Pengecer - - Keterangan : PPD PAP PD PK = Pedagang Pengumpul Desa = Pedagang Antar Pulau = Pedagang Distributor = Pedagang Kecil

109 Lampiran 8 Fungsi-fungsi pemasaran oleh partisipan pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani pada setiap saluran pemasaran periode panen sela Saluran dan lembaga pemasaran Fungsi-fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Kemas Sortasi Grading Risiko Biaya 97 Informasi pasar Saluran 1 Petani PPD PK lokal Pengecer Gianyar - - Saluran 2 Petani - - PK lokal Pengecer Gianyar - - Saluran 3 Petani Pengecer Gianyar Saluran 4 Petani PPD - - Pengecer Tabanan - - Saluran 5 Petani PPD Pengecer Bangli - - Saluran 6 Petani PPD Pengecer Denpasar - - Saluran 7 Petani PPD PAP - - PD Jogjakarta Saluran 8 Petani PAP - PD Jakarta - - Saluran 9 Petani PPK - PAP - PD Jakarta - - Keterangan : PPD = Pedagang Pengumpul Desa PAP = Pedagang Antar Pulau PD = Pedagang Distributor PPK = Pedagang Pengumpul Kecamatan PK = Pedagang Kecil

110 98 Lampiran 9 Biaya pemasaran setiap saluran pemasaran periode panen raya di Kecamatan Kintamani Saluran 1 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Petani biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Biaya sewa peralatan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 2 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Penebas biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Surabaya biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 3 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Penebas biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jogjakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 4 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Penebas biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 5 Partsipan pemasaran Penebas Biaya (Rp/kg)

111 99 biaya pemetikan biaya pengangkutan Pedagang Antar Pulau biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 6 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Penebas biaya pemetikan biaya pengangkutan Pedagang Antar Pulau biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 7 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Antar Pulau biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 8 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengumpul Desa biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading Pedagang Kecil Lokal biaya pengangkutan biaya bongkar muat biaya retribusi Pedagang Pengecer Lokal biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran

112 100 Lampiran 10 Biaya pemasaran setiap saluran pemasaran periode panen sela di Kecamatan Kintamani Saluran 1 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengumpul Desa biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading Pedagang Kecil Lokal biaya pengangkutan biaya bongkar muat biaya retribusi Biaya tenaga kerja Pedagang Pengecer Gianyar biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran Saluran 2 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Petani biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading Pedagang Kecil Lokal biaya pengangkutan biaya bongkar muat biaya retribusi Biaya tenaga kerja Pedagang Pengecer Gianyar biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran Saluran 3 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengecer Gianyar biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya sortasi dan grading biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran Saluran 4 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengumpul Desa biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Pedagang Pengecer Tabanan biaya pengemasan 68.00

113 101 biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran Saluran 5 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengumpul Desa biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya bongkar muat biaya retribusi 5.83 Biaya tenaga kerja Pedagang Pengecer Bangli biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran Saluran 6 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengumpul Desa biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya bongkar muat biaya retribusi Biaya tenaga kerja Pedagang Pengecer Denpasar biaya pengemasan biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Total biaya pemasaran Saluran 7 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Pengumpul Desa biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya sortasi dan grading Pedagang Antar Pulau biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jogjakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 8 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Pedagang Antar Pulau biaya pemetikan biaya pengangkutan biaya pengemasan

114 102 biaya sortasi dan grading biaya penyusutan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran Saluran 9 Partisipan pemasaran Biaya (Rp/kg) Petani biaya pengangkutan biaya retribusi biaya tenaga kerja Pedagang Pengumpul Kecamatan biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi dan grading biaya bongkar muat biaya retribusi biaya tenaga kerja Pedagang Antar Pulau biaya pengangkutan biaya pengemasan biaya sortasi grading biaya penyusutan Distributor Jakarta biaya tenaga kerja biaya bongkar muat biaya retribusi Total biaya pemasaran

115 Lampiran 11 Marjin pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen raya 103 Lembaga Pemasaran Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran 8 (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) Petani Harga jual Biaya Pemasaran Penebas Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Antar Pulau Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Distributor Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Pengumpul Desa Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Kecil Lokal Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Pengecer Lokal Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran

116 104 Lampiran 12 Marjin pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen sela Saluran Saluran Saluran Saluran Saluran Saluran Saluran Saluran Saluran Lembaga Pemasaran (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) Petani Harga jual Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul Desa Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Pengumpul Kecamatan Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Antar Pulau Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Distributor Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Kecil Lokal Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Pedagang Pengecer Lokal Harga Beli Harga Jual Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Pemasaran Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran

117 Lampiran Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen raya Lembaga Pemasaran Keuntungan (Rp/kg) Biaya (Rp/kg) Rasio π/c Saluran 1 Petani Pedagang Distributor Jakarta Rasio π/c Saluran 2 Penebas Pedagang Distributor Surabaya Rasio π/c Saluran 3 Penebas Pedagang Distributor Jogjakarta Rasio π/c Saluran 4 Penebas Pedagang Distributor Jakarta Rasio π/c Saluran 5 Penebas Pedagang Antar Pulau Pedagang Distributor Jogjakarta Rasio π/c Saluran 6 Penebas Pedagang Antar Pulau Pedagang Distributor Jakarta Rasio π/c Saluran 7 Pedagang Antar Pulau Pedagang Distributor Jakarta Rasio π/c Saluran 8 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Kecil Lokal Pedagang Pengecer Lokal Rasio π/c Lampiran 14 Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran jeruk siam di Kecamatan Kintamani periode panen sela Lembaga Pemasaran Keuntungan (Rp/kg) Biaya (Rp/kg) Rasio π/c Saluran 1 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Kecil Lokal Pedagang Pengecer Gianyar Rasio π/c Saluran 2 Petani Pedagang Kecil Lokal Pedagang Pengecer Gianyar Rasio π/c Saluran 3 Pedagang Pengecer Gianyar Rasio π/c Saluran 4 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengecer Tabanan Rasio π/c Saluran 5 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengecer Bangli Rasio π/c Saluran 6 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengecer Denpasar Rasio π/c Saluran 7 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Antar Pulau Pedagang Distributor Jogjakarta Rasio π/c Saluran 8 Pedagang Antar Pulau Pedagang Distributor Jakarta Rasio π/c Saluran 9 Petani Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Antar Pulau Pedagang Distributor Jakarta Rasio π/c

118 106 Lampiran 15 Mekanisme perhitungan komisi dan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk siam di Kecamatan Kintamani A. Mekanisme perhitungan komisi - Biaya penyusutan per kg = (jumlah penyustan jeruk x harga jual tingkat pedagang distributor) / volume kiriman jeruk - Komisi penjualan per kg = 7 atau 8% x (harga jual tingkat pedagang distributor per kg - biaya penyusutan jeruk per kg) - Keuntungan pedagang distributor per kg = komisi penjualan per kg biaya pemasaran pedagang distributor per kg - Harga jual penebas atau pedagang antar pulau per kg = harga jual tingkat pedagang distributor per kg komisi penjualan per kg - Keuntungan penebas atau pedagang antar pulau = harga jual penebas atau pedagang antar pulau per kg biaya pemasaran tingkat penebas atau pedagang antar pulau per kg harga beli penebas atau pedagang antar pulau per kg B. Mekanisme perhitungan harga rata-rata proporsional untuk semua grade jeruk siam Pasar induk luar provinsi (pasar non lokal) - Penjualan grade Top = jumlah Top (kg) x harga Top per kg - Penjualan grade Super = jumlah Super (kg) x harga Super per kg - Penjualan grade King = jumlah King (kg) x harga King per kg - Penjualan grade Boom = jumlah Boom (kg) x harga Boom per kg - Penjualan grade AA = jumlah AA (kg) x harga AA per kg - Harga rata-rata per kg = jumlah penjualan semua grade (Top, Super, King, Boom, dan AA) / volume total kiriman jeruk dalam truk (kg) Pasar tradisional dalam provinsi (pasar lokal) - Penjualan grade Besar = jumlah Besar (kg) x harga Besar per kg - Penjualan grade Tanggung = jumlah Tanggung (kg) x harga Tanggung per kg - Penjualan grade Unyil = jumlah Unyil (kg) x harga Unyil per kg - Harga rata-rataper kg = jumlah penjualan semua grade (Besar, Tanggung, dan Unyil) / volume total jeruk yang dijual (kg)

119 107 Lampiran 16 Dokumentasi penelitian Pohon jeruk Gudang pedagang pengumpul desa Mobil pick up Truk ekspedisi Gudang pedagang besar Pasar Kramat Jati Jakarta Sortasi dan grading di Pasar Gamping Yogyakarta Petani berjualan di depan rumah

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN Arini Pebristya Duha *), HM Mozart B Darus **), Luhut Sihombing **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN

ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN Nenny Wahyuni, SP. 1 (nennywahyuni@ymail.com) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI AGRISE Volume XV No. 2 Bulan Mei 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI (MARKETING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi yang menitikberatkan pada sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mayoritas penduduk di negara berkembang adalah petani. Oleh karena itu, pembangunan pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Selain kondisi geografis tersebut luas lahan yang cukup luas sangat menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pemasaran, Ikan Gurami, Efisiensi

Kata Kunci : Pemasaran, Ikan Gurami, Efisiensi KERAGAAN PEMASARAN IKAN GURAMI (Osphrounemus gouramy) PADA KELOMPOK MINA BERKAH JAYA Irni Rahmi Zulfiyyah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Irnirahmi18@gmail.com Dedi Darusman,

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan besarnya jumlah penduduk yang ada. Banyaknya penduduk yang ada

I. PENDAHULUAN. dengan besarnya jumlah penduduk yang ada. Banyaknya penduduk yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki luas wilayah yang besar. Negara yang terdiri dari banyaknya pulau ini tentunya juga memiliki jumlah daratan yang banyak. Besarnya

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi buah-buahan sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Kata kunci: luas lahan, produksi, biaya usaha tani, pendapatan.

Kata kunci: luas lahan, produksi, biaya usaha tani, pendapatan. Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Pada Desa Gunung Bau Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Nama : Anak Agung Irfan Alitawan NIM : 1306105136 Abstrak Sektor Pertanian merupakan

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian, sejak dulu merupakan sektor ekonomi yang utama di negara negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Oleh: Henny Rosmawati.

Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Oleh: Henny Rosmawati. Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu Oleh: Henny Rosmawati Abstract This research is aimed to: 1) know the banana s marketing eficiency

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN Rokhman Permadi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Darwan Ali rokhmanpermadi@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 27 ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT Armenia Ridhawardani 1, Pandi Pardian 2 *, Gema Wibawa Mukti 2 1 Alumni Prodi Agribisnis Universitas Padjadjaran 2 Dosen Dept. Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL KELOMPOK TANI DALAM PENGELOLAAN KERUAHAN PRODUKSI BAWANG MERAH Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Faktor internal kemampuan kelompok

Lebih terperinci

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Tataniaga Rumput Laut TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani Mahayana 1) dan Ratna Winandi 2) 1,2)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki banyak peran di Provinsi Bali, salah satunya adalah sebagai sektor pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2 81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny

Lebih terperinci