III KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat kaitannya dengan kegiatan pemasaran. Tataniaga disebut juga pemasaran atau marketing merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan ekonomi (Limbong dan Sitorus 1985). Pemasaran adalah proses yang mengakibatkan aliran produk melalui suatu sistem dari produsen ke konsumen (Downey dan Erickson 1992). Hanafiah dan Saefuddin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif. Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat, kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan. Asmarantaka (2009) menyebutkan bahwa pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek manajemen. Pengertian tataniaga dari aspek ilmu ekonomi adalah : 1) Tataniaga (pemasaran) produk agribisnis merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis yang meliputi aliran dari barang dan jasa dari petani sebagai titik awal kegiatan usahatani hingga barang dan jasa tersebut sampai ke tangan konsumen akhir (Kohls dan Uhl 2002). 2) Tataniaga pertanian merupakan serangkaian tahapan, fungsi yang diperlukan untuk memperlihatkan pergerakan input atau produk dari tingkat produksi primer (usahatani) hingga konsumen akhir. Hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi ataupun hubungan antara lembaga tataniaga yang terlibat (Hammond and Dahl 1977). 3) Rangkaian fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas bisnis dan merupakan kegiatan produktif sebagai proses meningkatkan atau menciptakan nilai (value added) yaitu nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility), waktu (time utility) dan kepemilikan (possession utility) (Asmarantaka 2009). Petani/peternak dalam proses produksi merubah input-input pertanian menjadi output produk pertanian (nilai guna bentuk dan kepemilikan). Pedagang pengumpul, mengumpulkan produk dan mengemas, kemudian 20

2 menjual (nilai guna kepemilikan dan tempat). Pabrik penggilingan tepung dan pembuat kue kemudian menjual kue (nilai guna bentuk dan tempat). Pabrik pengolah memanfaatkan output dari petani sebagai bahan baku (gandum) menjadi tepung dikemas dan kemudian menjual tepung ke grosir (nilai guna bentuk dan kepemilikan), grosir ke pedagang eceran (nilai guna tempat dan waktu) yang akhirnya ke pabrik roti (nilai guna bentuk) dan konsumen akhir (kepuasan). Dari proses tataniaga ini banyak nilai guna yang terjadi dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. 4) Tataniaga pertanian merupakan salah satu sub-sistem dari sistem agribisnis yaitu sub-sistem : sarana produksi pertanian, usahatani (produksi primer), tataniaga dan pengolahan hasil pertanian dan sub-sistem penunjang (penelitian, penyuluhan, pembiayaan, kebijakan tataniaga). Pelaksanaan aktivitas tataniaga merupakan faktor penentu efisiensi dan efektivitas dari pelaksanaan sistem agribisnis. Sementara itu tataniaga dapat dipandang dari sisi makro dan mikro (Asmarantaka 2009). Dari sisi makro tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari lembaga lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses aliran produk dari produsen primer ke konsumen. Sementara itu dari sisi mikro, tataniaga/pemasaran dipandang sebagai upaya masing masing individu untuk memperoleh keuntungan yang salah satunya ditempuh melalui pelaksanaan bauran pemasaran. Analisis terhadap suatu sistem tataniaga dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Pada masing masing pendekatan akan menunjukkan perspektif secara nyata dan pelaksanaan proses dari aktivitas pemasaran/tataniaga (Kohls dan Uhl 2002). Kohls dan Uhl (2002) menyebutkan beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis suatu sistem tataniaga diantaranya : 1) Pendekatan Fungsi Fungsi dalam aktivitas tataniaga dapat diartikan sebagai spesialisasi aktivitas yang dilakukan dalam upaya menyempurnakan sistem tataniaga (Kohls dan Uhl 2002). Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui beragam fungsi tataniaga yang diterapkan pada suatu sistem tataniaga dalam upaya menciptakan efisiensi pemasaran serta mencapai suatu tujuan yaitu 21

3 meningkatkan kepuasan konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga meliputi fungsi pertukaran yang meliputi fungsi pembelian, penjualan dan fungsi pengumpulan; fungsi fisik yang terdiri dari fungsi penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan; dan fungsi fasilitas yang merupakan fungsi yang memperlancar pelakasanaan fungsi pertukaran dan fungsi fisik, fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi intelijen pemasaran. Melalui pendekatan fungsi juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan biaya tataniaga pada beragam komoditi agribisnis. 2) Pendekatan Kelembagaan Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui para pelaku serta pihak pihak yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga. Para pelaku yang terlibat dalam aktivitas tataniaga dikelompokkan dalam kelembagaan tataniaga. Kelembagaan tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang melaksanakan/mengembangkan aktivitas bisnis berupa kegiatan kegiatan produktif yang diwujudkan melalui pelaksanaan fungsifungsi tataniaga. Melalui pendekatan ini dapat diketahui peranan lembaga lembaga yang terlibat dalam penanganan suatu komoditi mulai dari tingkat produsen hingga konsumen (Limbong dan Sitorus 1985). Sementara itu Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa pendekatan kelembagaan ini sekaligus menjawab siapa dan apa yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan dalam sistem tataniaga. Para pelaku dalam aktivitas tataniaga terdiri dari pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent middlemen), spekulator (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan (processors and manufactures) dan organisasi (facilitative organization). 3) Pendekatan Sistem Pendekatan sistem dalam aktivitas tataniaga dilakukan untuk mengetahui efisiensi serta kontinuitas dari pelaksanaan suatu sistem tataniaga (Asmarantaka 2009). Pemahaman aktivitas tataniaga dalam konteks sebagai suatu sistem merupakan perpaduan antara ilmu ekonomi dengan aktivitas fisik serta penerapan ilmu teknologi (Kohls dan Uhl 2002). Seperti yang telah dijelaskan pada pendekatan kelembagaan bahwa dalam suatu sistem 22

4 tataniaga terdapat berbagai pelaku/lembaga tataniaga yang terlibat. Para pelaku/lembaga tataniaga dapat dipandang sebagai suatu sistem perilaku yang digunakan dalam membuat suatu keputusan khususnya yang terkait dengan kegiatan pemasaran/tataniaga dari suatu produk. Pendekatan ini terdiri dari input-output system, power system, communications system, dan the behavioral system for adapting to internal-external change Fungsi Tataniaga Tataniaga merupakan suatu kegiatan produktif yang mencakup proses pertukaran serta serangkaian kegiatan yang terkait pada proses pemindahan produk baik berupa barang ataupun jasa dalam upaya menciptakan dan meningkatkan nilai guna (Asmarantaka 2009). Beragam kegiatan produktif yang terdapat di dalam sistem tataniaga disebut dengan fungsi tataniaga. Pelaksanaan fungsi fungsi tataniaga akan menetukan efisiensi dari pelaksanaaan suatu sistem tataniaga. Tujuan dari pelaksanaan fungsi tataniaga adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Kemampuan suatu produk untuk memuaskan keinginan konsumen dapat diukur dengan utilitas yang mampu diberikan oleh produk tersebut. Utilitas merupakan nilai guna suatu produk yang meliputi nilai guna bentuk yaitu bagaimana menciptakan produk memiliki nilai guna misalnya dengan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi; nilai guna waktu yaitu membuat produk tersedia pada waktu yang tepat sesuai dengan keinginan konsumen; nilai guna tempat yaitu menyediakan produk di tempat yang sesuai bagi konsumen yang membutuhkan; serta nilai guna kepemilikan yaitu bagaimana produk bisa untuk dimiliki serta digunakan oleh konsumen. Fungsi tataniaga dapat digolongkan pada tiga kelompok fungsi utama (Limbong dan Sitorus 1985; Asmarantaka 2009), fungsi tataniaga tersebut adalah sebagai berikut : 1) Fungsi Pertukaran Fungsi Pertukaran merupakan aktivitas yang terkait dengan pemindahan hak milik atas barang (Limbong dan Sitorus 1985; Kohls dan Uhl 2002). Aktivitas pertukaran juga disesuaikan pada utilitas yang diharapkan para konsumen, yaitu menyangkut tempat, waktu dan bentuk barang/jasa yang 23

5 dibutuhkan. Fungsi pertukaran terdiri atas dua fungsi yaitu fungsi penjualan dan pembelian (Limbong dan Sitorus 1985; Kohls dan Uhl 2002; Asmarantaka 2009). - Fungsi penjualan, merupakan pengalihan produk kepada pihak pembeli dengan tingkat harga tertentu sebagai akibat dari pemberian nilai tambah dari produk tersebut. Fungsi penjualan diperlukan untuk melakukan penjualan produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen dilihat dari jumlah, bentuk dan mutu pada tempat dan waktu yang tepat. - Fungsi pembelian terhadap produk produk pertanian dilatarbelakangi oleh beragam kebutuhan konsumen diantaranya pembelian untuk konsumsi langsung ataupun pembelian untuk bahan baku produksi seperti pembelian yang dilakukan oleh pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi yang siap pakai. 2) Fungsi Fisik Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan pengertian fungsi fisik sebagai seluruh aktivitas yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga memiliki nilai kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Sementara itu Kohls dan Uhl (2002) menyebutkan bahwa fungsi fisik menyangkut aktivitas penanganan, perpindahan serta perubahan fisik dari suatu komoditi. Fungsi fisik terdiri atas tiga fungsi yaitu fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan (Limbong dan Sitorus 1985; Kohls dan Uhl 2002; Asmarantaka 2009). - Fungsi pengangkutan, yaitu pemindahan barang-barang dari tempat produksi/tempat penjualan ke tempat dimana barang - barang tersebut akan dipakai. Proses pengangkutan akan menciptakan nilai guna tempat dan waktu. Dalam fungsi ini tentunya aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh pelaku tataniaga adalah penggunaan alternatif sarana pengangkutan yang selanjutnya akan mempengaruhi biaya pengangkutan. Besarnya biaya pengangkutan yang dikeluarkan akan berdampak pada penentuan dari harga produk tersebut ketika sampai di tangan konsumen. Proses pengangkutan juga sangat bergantung pada efektifitas dalam 24

6 informasi dan komunikasi serta pemanfaatan teknologi yang ada sehingga efisiensi dalam proses pengangkutan dapat tercapai. - Fungsi penyimpanan, berarti menahan barang barang selama jangka waktu tertentu sejak produk dihasilkan atau diterima hingga sampai ke proses penjualan. Kegiatan penyimpanan menciptakan nilai guna waktu pada produk. Proses penyimpanan pada produk pertanian dilakukan mengingat produk produk pertanian memiliki karakteristik khusus yang bersifat musiman namun terkadang produk produk ini dikonsumsi sepanjang tahun. Pelaksanaan fungsi penyimpanan dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga antara musim panen dan musim paceklik. - Fungsi pengolahan, merupakan suatu upaya mengubah bahan mentah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi yang siap pakai. Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun sebagai upaya untuk meningkatkan nilai produk. Fungsi ini menciptakan nilai guna bentuk pada suatu produk. Kegiatan pengolahan erat kaitannya dengan kegiatan penyimpanan khususnya pada produk yang sifatnya musiman. Misalnya saja pada produk mangga yang sifatnya musiman, ketika sedang musim mangga, perusahaan jus dapat melakukan pengolahan terdapat buah mangga segar menjadi bentuk pasta dalam rangka menjaga ketersediaan bahan baku jus mangga pada waktu buah mangga tidak pada musimnya. 3) Fungsi Fasilitas/Pelancar merupakan aktivitas yang memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik (Kohls dan Uhl 2002). Fungsi ini meliputi kegiatan standarisasi dan grading produk, informasi pasar, fungsi keuangan/pembiayaan serta fungsi penangulangan risiko. - Standarisasi dan grading Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, susunan kimia, ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa dan kriteria yang lain (Limbong dan Sitorus 1985). Standarisasi kualitas adalah sifat umum yang diterima oleh konsumen serta membuat diferensiasi dari nilai produk (Asmarantaka 2009). 25

7 Grading adalah klasifikasi atau menggolongkan produk/ hasil pertanian berdasarkan suatu standarisasi kualitas tertentu dan pemilahan dari produkproduk yang kategorinya tidak seragam menjadi seragam. Menurut Downey dan Erickson (1992), penggolongan mutu produk pertanian ke dalam kelas atau golongan standar sangat mempermudah proses usaha pembelian dan penjualan serta membantu sistem pemasaran bekerja lebih efisien. - Informasi pasar Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi tersebut. Informasi mengenai pasar erat kaitannya dengan keputusan yang akan diambil oleh pelaku tataniaga. Misalnya terkait dengan perubahan harga di pasar, bagaimana pendistribusian serta penanganan produk di mata konsumen. - Penanggulangan risiko Dalam pemasaran suatu produk khususnya produk pertanian, kemungkinan dalam menghadapi risiko pada kegiatan bisnis ini cukup besar. Risiko yang terjadi di dalam proses pemasaran dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu risiko fisik dan risiko ekonomi atau risiko penurunan harga (Limbong dan Sitorus 1985). Risiko-risiko tersebut diantaranya risiko kerusakan produk karena produk pertanian bersifat bulky,voluminous dan perishable; risiko fluktuasi harga khususnya bagi komoditi yang bersifat musiman. Pengalihan risiko dapat dilakukan melalui kontrak pembelian dan penjualan serta melalui mekanisme hedging pada future market Lembaga dan Saluran Tataniaga Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga sehingga barang/produk bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Istilah lembaga tataniaga ini termasuk produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saeffudin, 2002). Keberadaan lembaga lembaga tataniaga dimulai ketika produk dihasilkan oleh produsen primer hingga suatu produk siap dikonsumsi oleh konsumen. Lembaga tataniaga menunjukkan keberagaman pada organisasi bisnis yang memiliki peranan dalam pengembangan sistem tataniaga atau pemasaran 26

8 (Kohls dan Uhl 2002). Sementara itu Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan lembaga tataniaga adalah suatu badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga atau pemasaran, dan mengelempokkan lembaga tataniaga/pemasaran menurut fungsinya serta menurut penguasaan terhadap barang. Limbong dan Sitorus (1985) menyebutkan pengelompokkan lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan dapat dibedakan menjadi : 1) Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga lembaga yang menjalankan fungsi fisik, misalnya badan pengangkut/transportasi. 2) Lembaga perantara tataniaga adalah suatu lembaga khusus yang melakukan fungsi pertukaran. 3) Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga yang menjalankan fungsi fasilitas seperti Bank, Lembaga Perkreditan Desa, KUD. Selain itu Limbong dan Sitorus (1985) juga mengelompokkan lembaga tataniaga menurut penguasaan terhadap barang, yang terdiri dari : 1) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, misalnya agen, perantara dan broker. Badan badan ini menjalankan fungsinya untuk mempertemukan atau menyampaikan produk dari produsen ke konsumen. Penguasaan terhadap barang dimaksudkan bahwa perantara tidak berhak atas barang namun ia boleh menyimpan, mengadakan sortasi serta melakukan pengepakan kembali. Sementara Kohls dan Uhl (2002) menyampaikan definisi terkait pengelompokkan lembaga tataniaga yang serupa dengan klasifikasi ini sebagai pengertian dari agent middlemen yaitu lembaga yang termasuk sebagai perantara dalam aktivitas tataniaga. Kelompok agen perantara melaksanankan fungsi tataniaga tertentu dengan menerima komisi sebagai balas jasa. Agen perantara adalah pelaku yang umumnya hanya mewakili lembaga tataniaga lain. Agen perantara tidak memiliki hak untuk memiliki barang yang diperdagangkan (Kohls dan Uhl 2002). Agen perantara biasanya dikelompokkan menjadi dua yaitu commission dan brokers (Kohls dan Uhl 2002; Asmarantaka 2009). Broker merupakan perantara yang dalam pelaksanaan fungsi tataniaga tidak melakukan penanganan fisik tertentu terhadap produk yang diterima. Sedangkan commission merupakan perantara 27

9 yang melakukan aktivitas penanganan fisik terhadap produk yang diterima dan memperoleh pendapatan berupa komisi. 2) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir. Badan yang tergolong pada kelompok ini menjalankan fungsinya untuk memiliki dan menguasai barang dengan cara membeli barang tersebut terlebih dahulu sebelum dijual kembali. Badan ini akan menanggung risiko ekonomi maupun teknis. 3) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, yaitu badan yang menjalankan fungsi sebagai fasilitas pengangkutan, pergudangan, asuransi dan lain lain. Produsen merupakan pihak yang berperan sebagai penyedia produk baik produk sebagai bahan konsumsi ataupun produk yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri terkait. Kemudian terdapat pedagang perantara yang fungsinya menyalurkan produk dari produsen ke konsumen apabila terdapat jarak dan ketiadaan akses bagi produsen untuk menyalurkan produknya secara langsung kepada konsumen. Para pelaku dalam sistem tataniaga yang dapat digolongkan sebagai pedagang perantara adalah pedagang pengumpul (assembler), pedagang eceran (retailer) dan pedagang grosir (wholesalers) (Kohls dan Uhl 2002; Asmarantaka 2009). Pedagang grosir adalah pedagang yang menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang antara lainnya. Pedagang grosir memiliki volume usaha yang relatif lebih besar daripada pedagang eceran. Pedagang eceran adalah pedagang yang menjual produknya langsung untuk konsumen akhir. Sementara itu, ada juga yang disebut sebagai spekulator. Spekulator adalah pedagang perantara yang membeli/menjual suatu produk dan memanfaatkan serta mencari keuntungan dari adanya pergerakan harga pada komoditi/produk tersebut. Lembaga lain yang berperan dalam aktivitas tataniaga adalah pengolah dan pabrikan. Kelompok ini berfungsi dalam merubah suatu produk yang merupakan bahan baku sehingga menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir yang siap untuk dikonsumsi. Organisasi juga bisa menjadi lembaga/pelaku dalam tataniaga, misalnya pemerintah yang dalam hal ini berupaya menciptakan kebijakan serta peraturan yang terkait dengan aktivitas 28

10 tataniaga dan perdagangan. Selain itu keterlibatan asosiasi eksportir dan importir juga dapat dikategorikan sebagai lembaga tataniaga. Penyaluran produk dari produsen hingga ke tangan konsumen yang telah melibatkan berbagai lembaga tataniaga akan membentuk suatu saluran tataniaga (marketing channel). Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu sehingga berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus 1985). Menurut Downey dan Erickson (1992) saluran pemasaran adalah jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir. Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui tergantung pada beberapa faktor (Hanafiah dan Saefuddin 2002) diantaranya adalah : 1) Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh suatu produk. 2) Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dan oleh karena itu diperlukan saluran yang pendek dan cepat. 3) Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, dan dinilai tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Pada kondisi ini kehadiran pedagang perantara diharapkan sehingga saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. 4) Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang posisi keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga Struktur Pasar Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan, atau pabrik dalam suatu pasar, distribusi perusahaan atau pabrik dengan berbagai ukuran size and consentration, deskripsi produk dan 29

11 diferensiasi produk serta syarat syarat untuk memasuki pasar ( Limbong dan Sitorus, 1985). Menurut Asmarantaka (2009), struktur pasar adalah tipe atau jenis pasar yang diartikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Struktur pasar yang terbentuk akan mempengaruhi perilaku pasar serta keragaan pasar. Hammond dan Dahl (1977) menyebutkan terdapat empat karakteristik dalam struktur pasar yang satu sama lain saling menentukan perilaku yang berlaku di seluruh pasar, yaitu jumlah dan ukuran perusahaan/unit usaha yang terlibat, sifat dari produk yang diperjualbelikan, kondisi keluar dan masuk pasar terkait hambatan yang mungkin dihadapi oleh para pelaku pasar, dan arus informasi pasar antara pelaku pelaku yang terlibat meliputi informasi biaya, harga dan kondisi pasar. Tabel 8. Struktur Pasar pada Sistem Pangan dan Serat Karakteristik Struktural Struktur Pasar Jumlah Perusahaan Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli Banyak Banyak Sedikit Sedikit Satu Standarisasi Diferensiasi Standarisasi Diferensiasi Unik Persaingan Sempurna Monopolistic Competition Oligopoli Murni Oligopoli Diferensiasi Monopoli Persaingan Sempurna Monopsonistic Competition Oligopsoni Murni Oligopsoni Diferensiasi Monopsoni Sumber : Hammond dan Dahl (1977) Penentuan struktur pasar dapat dilakukan melalui pengukuran rasio konsentrasi (CR4). Namun, pengukuran ini dilakukan pada kondisi industri yaitu dengan mengukur pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar. Dilana (2012) menyatakan bahwa struktur pasar didefinisikan oleh rasio konsentrasi pasar. Konsentrasi pasar diperoleh dari pengukuran pangsa pasar. Pangsa pasar adalah persentase dari suatu pasar (perusahaan) yang diukur baik dari jumlah unit maupun pendapatan yang diterima terhadap suatu kesatuan yang spesifik (industri) selain itu pangsa pasar dapat dijadikan sebagai indikator seberapa baik suatu perusahaan menghadapi persaingan dengan pesaingnya ( Farris et all, 2007). 30

12 Pada situasi pasar monopoli, CR4 akan bernilai 100 persen, sedangkan untuk pasar persaingan sempurna CR4 akan mendekati nilai 0 (nol), hal tersebut dikarenakan perusahaan perusahaan dengan output terbesar pun mempunyai proporsi yang sangat kecil pada industri (Subanidja dalam Hapsari 2011) Perilaku Pasar Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam mencapai tujuan masing masing. Perilaku pasar merupakan kumpulan hubungan antara pembeli dan penjual. Tiga cara yang digunakan dalam mengenal perilaku, yaitu : 1) Penentuan harga dan setting level of output; harga yang ditetapkan bisa tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama sama antar penjual atapun penetapan berdasarkan pemimpin harga. 2) Product promotion policy; yaitu melalui kegiatan promosi seperti pameran dan iklan yang mengatasnamakan perusahaan. 3) Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi yang dilakukan adalah dengan menetapkan harga di bawah biaya marginal atau dengan cara melakukan integrasi vertikal melalui penguasaan bahan baku. Menurut Hammond dan Dahl (1977) perilaku pasar menunjukkan pola perilaku yang diikuti oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pasar yang dihadapi. Pola perilaku ini meliputi cara cara yang digunakan oleh sekelompok perusahaan dalam menentukan harga dan produk yang dihasilkan, kebijakan dalam promosi penjualan, kebijakan yang berkaitan dengan pengubahan sifat produk yang dijual serta beragam taktik penjualan yang digunakan untuk meraih pasar tertentu Farmer s Share Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menentukan efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan farmer s share merupakan bagian yang 31

13 diterima petani dari nilai uang yang dibayarkan oleh konsumen, nilai farmer s share biasa dinyatakan dalam persentase. Nilai farmer s share berbanding terbalik dengan nilai marjin tataniaga. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga menunjukkan semakin kecil bagian yang diterima petani dalam melaksanakan suatu aktivitas tataniaga. Alternatif perhitungan nilai farmer s share diperoleh dari rasio antara harga di tingkat usahatani terhadap harga di tingkat pengecer dari suatu komoditi. Secara matematis, farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka 2009) : 100% Keterangan : Fs : Persentase yang diterima petani dari harga konsumen akhir Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen akhir Marjin Tataniaga Tomek dan Robinson (1990) memberikan alternatif definisi marjin tataniaga (pemasaran) yaitu perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang didapatkan oleh produsen (petani), selain itu marjin pemasaran juga dapat didefinisikan sebagai harga dari kumpulan jasa jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran terhadap jasa jasa tersebut. Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen (petani) (Pf) dengan harga ditingkat retailer atau konsumen akhir (Pr) dengan demikian marjin tataniaga dapat dirumuskan dengan M T = Pr Pf (Hammond dan Dahl 1977). Limbong dan Sitorus (1985) menyampaikan bahwa besarnya marjin tataniaga (M T ) pada suatu saluran tataniaga merupakan penjumlahan dari marjin yang diperoleh setiap lembaga pemasaran (M i ). Marjin juga didefinisikan sebagai penjumlahan dari keuntungan dan biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam pelaksanaan sistem tataniaga. Sementara itu Asmarantaka (2009) menyatakan pengertian marjin yang lebih luas yaitu sebagai cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan dalam suatu sistem tataniaga. Artinya marjin merupakan kumpulan balas jasa karena adanya kegiatan produktif 32

14 berupa penambahan dan penciptaan nilai guna dalam mengalirkan produk-prduk agribisnis dari tingkat petani sampai ke tangan retailer ataupun konsumen akhir. Price DS 1 DS 2 PS1 PS 2 P r Margin P f PD 2 DD 2 PD 1 Keterangan : Q 1 Q 2 DD 1 Quantity P r P f : Harga di tingkat pabrik pengolah atau pedagang eceran : Harga di tingkat petani PD 1 : Primary Demand 1 PD 2 : Primary Demand 2 DD 1 : Derived Demand 1 DD 2 : Derived Demand 2 PS 1 : Primary Supply 1 PS 2 : Primary Supply 2 DS 1 : Derived Supply 1 DS 2 : Derived Supply 2 Q 1 Q 2 : Jumlah produk yang diminta/ditawarkan pada kondisi awal : Jumlah produk yang diminta/ditawarkan setelah ada perubahan : Kondisi awal : Kondisi setelah ada perubahan Gambar 3. Kurva Pembentukan Marjin Tataniaga Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa marjin merupakan selisih harga di tingkat pengecer (retail) dengan harga yang diterima di tingkat petani (farm). Harga di tingkat petani terbentuk sebagai pertemuan antara kurva primary supply dengan kurva derived demand. Primary supply menggambarkan penawaran yang ada di tingkat petani dari komoditi yang diusahakan dalam kegiatan usahatani. Bentuk dari primary supply dalam sistem agribisnis dapat digambarkan sebagai penawaran yang dilakukan petani terhadap komoditi yang dihasilkan dan biasanya digunakan sebagai bahan baku oleh industri pengolahan. Misalkan penawaran 33

15 petani cabai terhadap produk cabai yang dihasilkan kepada pabrik pengolahan sambal botolan. Sementara itu, derived demand menggambarkan permintaan di tingkat pedagang perantara atau pabrik pengolah terhadap produk yang dihasilkan oleh petani. Derived demand merupakan turunan dari primary demand. Derived demand dalam aktivitas agribisnis dapat dicontohkan melalui permintaan cabai oleh pabrik pengolahan sambal botolan kepada petani yang membudidayakan komoditi cabai. Oleh karena itu, karena adanya penawaran dari pihak petani (PS 1 ) dan terdapat juga permintaan dari pihak pabrik pengolah ataupun pedagang eceran (DD 1 ) maka akan terbentuk harga keseimbangan di tingkat petani (P f ). Harga di tingkat pengecer terbentuk sebagai pertemuan antara kurva primary demand dengan kurva derived supply. Primary demand menggambarkan permintaan yang ada di tingkat konsumen kepada pedagang pengecer atau pabrik pengolahan. Misalnya permintaan konsumen terhadap produk sambal botolan yang dihasilkan oleh pabrik pengolah sambal botolan. Sedangkan derived supply merupakan turunan dari primary supply yang menggambarkan penawaran yang dilakukan pada tingkat pedagang perantara ataupun pabrik pengolah. Bentuk dari derived supply dapat dicontohkan sebagai penawaran yang dilakukan oleh pabrik pengolahan sambal botolan kepada konsumen yang biasa mengkonsumsi sambal. Oleh karena itu, karena adanya penawaran dari pihak pabrik pengolah ataupun pedagang eceran (DS 1 ) dan terdapat juga permintaan dari pihak konsumen (PD 1 ) maka akan terbentuk harga keseimbangan di tingkat pedagang eceran ataupun pabrik pengolah (P r ). Penetapan harga di tingkat petani cabai dan harga sambal botolan di tingkat pabrik pengolahan tentunya akan menghasilkan penetapan harga yang berbeda. Perbedaan penetapan harga di tingkat petani cabai (farm) dengan harga sambal di tingkat pabrik pengolahan (retail) menunjukkan adanya marjin dalam tataniaga komoditi cabai, sehingga terbukti bahwa marjin tataniaga terbentuk dari selisih harga di tingkat petani (farm) dengan harga di tingkat pengecer/pabrik pengolah (retail) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Perubahan kondisi pasar dapat mempengaruhi jumlah produk yang diminta/ditawarkan, seperti adanya perubahan jumlah penduduk ataupun perubahan selera di tingkat konsumen. Misalnya saja adanya peningkatan jumlah 34

16 penduduk maka hal ini akan mengakibatkan peningkatan jumlah yang diminta oleh konsumen. Peningkatan jumlah tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 3 sebagai perubahan jumlah yang diminta yaitu dari Q 1 akan berubah menjadi Q 2. Perubahan jumlah ini tentunya akan mempengaruhi kurva permintaan dan kurva penawaran di pasar. Apabila terjadi pergeseran dari DD 1 menjadi DD 2 yang dipengaruhi oleh perubahan lebih awal pada primary demand yang bergeser dari PD 1 ke kurva PD 2. Hal ini dikarenakan derived demand merupakan turunan dari primary demand. Peningkatan pada primary demand yaitu permintaan di tingkat konsumen tentunya akan mengakibatkan respon dari derived supply yaitu pihak pedagang pengecer akan berupaya meningkatkan penawaran produk sehingga mampu memenuhi kuantitas yang diinginkan oleh konsumen. Kurva derived supply akan bergeser dari DS 1 ke DS 2. Adanya peningkatan penawaran di tingkat pengecer menimbulkan peluang bagi petani sebagai pemasok produk primer kepada pengecer. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran pada kurva primary supply yang bergeser dari PS 1 ke PS 2. Perubahan yang terjadi pada kuantitas produk dari Q 1 ke Q 2 ternyata tidak mempengaruhi besarnya marjin yang berlaku. Kondisi ini sesuai dengan Hammond dan Dahl (1977) yang menyatakan bahwa marjin tataniaga tidak dipengaruhi oleh volume produk yang dipasarkan Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga Tingkat efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga dapat pula diukur melalui besarnya rasio keuntungan dan biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) dalam Puspitasari (2010) menyatakan bahwa semakin merata penyebaran rasio keuntungan dan biaya tataniaga, maka dari segi (teknis) operasional sistem tataniaga tersebut akan semakin efisien. Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa dalam pengukuran efisiensi operasional salah satu indikator yang dapat digunakan adalah menggunakan rasio antara keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hal ini dikarenakan keuntungan merupakan opportunity cost dari biaya. 35

17 Efisiensi Tataniaga Efisiensi suatu sistem tataniaga diukur dari kepuasan konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan suatu produk dari produsen primer (petani) hingga sampai ke tangan konsumen. Terdapat perbedaan pengertian efisiensi tataniaga di mata konsumen dan produsen. Produsen mengganggap suatu sistem tataniaga yang efisien adalah jika penjualan produknya mampu mendatangkan keuntungan yang tinggi bagi produsen, sementara di mata konsumen suatu sistem tataniaga dinilai efisien jika konsumen bisa mendapatkan suatu produk dengan harga yang rendah. Dalam menentukan tingkat kepuasan dari para lembaga/pelaku tataniaga sangatlah sulit dan sifatnya relatif. Efisiensi merupakan rasio dari nilai output dengan input. Kohls and Uhl (2002) menyatakan efisiensi dapat diukur sebagai rasio output terhadap input. Indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu : 1) Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input tataniaga. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi dari produktivitas penggunaan input-input tataniaga. Peningkatan efisiensi merupakan upaya peningkatan rasio output terhadap input, menurut Downey dan Erickson (1992), peningkatan efisiensi dapat dilakukan melalui salah satu dari empat cara berikut ini : a) Menurunkan masukan/input tanpa merubah total output yang dihasilkan. b) Meningkatkan total output tanpa merubah total masukan/input yang digunakan c) Meningkatkan output disertai dengan peningkatan total masukan/input yang digunakan dengan tambahan total output lebih besar dari tambahan input. d) Menurunkan penggunaan masukan/input yang disertai dengan penurunan total output yang dihasilkan namun penurunan output lebih kecil dari penurunan input. 36

18 Keluaran per jam kerja merupakan salah satu rasio produktivitas yang biasanya digunakan sebagai tolak ukur efisiensi operasional (Downey dan Erickson 1992, Kohls dan Uhl 2002). 2) Efisiensi harga menekankan kemampuan sistem tataniaga dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh proses dalam sistem tataniaga sehingga efisien sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga bertujuan untuk mencapai efisiensi alokasi sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen serta memaksimumkan output ekonomi Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Kuta Selatan merupakan sentra pembudidayaan rumput laut di wilayah Kabupaten Badung. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan tentang aktivitas tataniaga pada dua lokasi yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Selatan yaitu Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa. Rumput laut merupakan komoditi dengan tujuan pasar ekspor. Perbedaan penetapan harga di tingkat ekspor dengan harga di tingkat usahatani menunjukkan adanya marjin dalam tataniaga rumput laut. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yaitu rendahnya harga yang diterima oleh petani khususnya para petani yang melakukan penjualan rumput laut secara individu. Hal ini diakibatkan pada fluktuasi hasil produksi yang dihasilkan yang diakibatkan oleh faktor alam serta rendahnya kesadaran petani untuk memenuhi ketetapan standar kualitas rumput laut ekspor misalnya pada syarat kadar air pada rumput laut kering yang dipasarkan. Posisi petani yang sebagian besar sebagai price taker menunjukkan lemahnya posisi tawar petani dalam hal penentuan harga. Keberadaan lembaga lembaga tataniaga tentunya dapat membantu petani khususnya dalam meningkatkan aktivitas tataniaga/pemasaran rumput laut. Apabila para petani berada dalam suatu wadah yang mampu menaungi kepentingan dari para petani tentunya permasalahan permasalahan seperti penentuan harga yang tidak sesuai di kalangan petani dapat teratasi. Para petani rumput laut di wilayah Desa Kutuh telah tergabung dalam wadah kelompok tani. Keberadaan wadah kelompok tani diharapkan dapat memperkuat posisi petani rumput laut khususnya dalam penerimaan harga. 37

19 Rumput laut sebagai komoditi dengan tujuan pasar ekspor tentunya memiliki standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Kelompok tani dalam hal ini berperan sebagai pengatur standarisasi dari rumput laut yang dihasilkan. Pengelolaan kegiatan usaha rumput laut di wilayah Desa Kutuh juga dikelola secara perorangan oleh beberapa petani setempat. Hal serupa juga diterapkan oleh para petani rumput laut di wilayah Kelurahan Benoa. Pemberlakuan standarisasi pada wadah kelompok tani membuat beberapa petani memilih untuk melakukan aktivitas usaha budidaya rumput laut secara mandiri. Perbedaan sistem pengelolaan usaha diantara petani tentunya akan mempengaruhi tingkat harga yang akan diterima oleh petani. Perbedaan tingkat harga ini juga akan berpengaruh pada fungsi tataniaga (pemasaran) yang diterapkan. Perbedaan fungsi yang dijalankan tentunya akan berpengaruh pada saluran dan lembaga tataniaga yang terlibat serta tingkat efisiensi tataniaga rumput laut yang berlaku di masing masing pihak petani yang berkelompok maupun tidak tergabung dalam kelompok tani. Lembaga tataniaga sebagai pelaksana dari fungsi tataniaga perlu menjalankan perannya dalam upaya pemenuhan kepuasan konsumen. Berbagai kegiatan produktif yang dilakukan dalam rangka pemberian nilai tambah terhadap komoditi rumput laut seperti upaya penyediaan rumput laut dengan kualitas mutu yang baik. Hal tersebut merupakan pelaksanaan dari fungsi fungsi tataniaga dalam pemasaran komoditi rumput laut. Kegiatan tataniaga dari pembudidaya, lembaga tataniaga dan konsumen akan membentuk tingkat harga tertentu dari suatu produk. Marjin tataniaga menunjukkan perbedaan tingkat harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima di tingkat petani. Farmer s share digunakan untuk membandingkan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Sementara itu, rasio keuntungan dan biaya tataniaga digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing masing lembaga tataniaga. Marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga dapat menjadi indikator dalam mengukur efisiensi dari suatu sistem tataniaga. Sistem tataniaga yang efisien tentunya akan memberikan alternatif mengenai saluran tataniaga yang efisien yang mampu meningkatkan pendapatan petani tanpa mengabaikan 38

20 pemenuhan kepuasan konsumen salah satunya dengan upaya melakukan standarisasi kualitas rumput laut kering khususnya di tingkat petani sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang tinggi. Kerangka pemikiran operaional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Petani Rumput Laut Perbedaan harga antara rumput laut segar dengan rumput laut yang siap untuk ekspor yang menunjukkan terdapat marjin tataniaga Perbedaan sistem pengelolaan di tingkat petani secara kelompok dan individu Standarisasi kualitas rumput laut mempengaruhi harga jual Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Petani/Kelompok Tani Pedagang Pengumpul Agen Perantara Eksportir Analisis Struktur Pasar Jumlah penjual dan pembeli Sifat Produk Kondisi Keluar Masuk Pasar Sumber Informasi Harga Analisis Perilaku Pasar Sistem Penentuan Harga Sistem Pembayaran Kerjasama antar Lembaga Tataniaga Analisis Fungsi Tataniaga Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas Analisis Efisiensi Tataniaga Marjin Tataniaga Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Efisiensi Saluran Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan Rekomendasi Alternatif Saluran Tataniaga yang dapat dipilih oleh Petani Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan melalui upaya peningkatan kualitas rumput laut Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional 39

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Tataniaga Pertanian Menurut Limbong dan Sitorus (1985), tataniaga pertanian adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor TINJAUAN PUSTAKA Saluran dan Lembaga Tataniaga Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Tataniaga Rumput Laut TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani Mahayana 1) dan Ratna Winandi 2) 1,2)

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

III. KERANGKA KONSEPTUAL

III. KERANGKA KONSEPTUAL III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori usahatani dan teori tataniaga.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kepiting adalah binatang crustacea. Hewan yang dikelompokkan ke dalam Filum Athropoda, Sub Filum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

MINGGU 6. MARKETING MARGIN

MINGGU 6. MARKETING MARGIN MINGGU 6. MARKETING MARGIN Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 MARGIN TATANIAGA Konsep Margin Tataniaga (Margin Total)

Lebih terperinci

PENDEKATAN DALAM MENELAAH PEMASARAN

PENDEKATAN DALAM MENELAAH PEMASARAN PENDEKATAN DALAM MENELAAH PEMASARAN Pengantar Ada beberapa acara yang dapat digunakan untuk menelaah pemasaran di mana masing-masing pendekatan menyediakan suatu perspektif yg khas tentang sifat dan cara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan

Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan 1 Definisi Pemasaran didefinisikan sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Ada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

B. Fungsi - Fungsi Pemasaran

B. Fungsi - Fungsi Pemasaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar),

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Bersubsidi Pupuk bersubsidi ialah pupuk yang pengadaanya dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebtuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2013 di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon yang berada di sebelah timur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pada umumnya semua tanaman dapat diusahakan secara organik karena pada mulanya tanaman tumbuh secara alami, tanpa tambahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PEMASARAN PRODUK PERTANIAN Konsep Pemasaran. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

PEMASARAN PRODUK PERTANIAN Konsep Pemasaran. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember PEMASARAN PRODUK PERTANIAN Konsep Pemasaran Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Definisi Pemasaran pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII RESEARCH BY Ricky Herdiyansyah SP, MSc Ricky Herdiyansyah SP., MSc rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII PEMASARAN : Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN Analisis Tataniaga Pertanian Pendekatan Fungsi (The Functional Approach) Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI

ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG RATIZA ALIFA ASMARANTAKA H

ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG RATIZA ALIFA ASMARANTAKA H 1 ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG RATIZA ALIFA ASMARANTAKA H34080148 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN tidak diizinkan untuk melakukan pembelian langsung ke nelayan agar tidak terjadi permainan harga. Komponen pembentukan lembaga penunjang tersebut terdiri dari pengaturan pasar, informasi pasar, penyuluhan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun 38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.. Kerangka Pemikiran Teoritis 3... Konsep Pangsa Pasar Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk menunjukkan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Komoditi melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat hidup sampai mencapai umur di atas 100 tahun dan masih tetap menghasilkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR Alexandro Ephannuel Saragih 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

III. LEMBAGA, SALURAN DAN FUNGSI PEMASARAN DALAM TATANIAGA AGROPRODUK. Tujuan Pembelajaran:

III. LEMBAGA, SALURAN DAN FUNGSI PEMASARAN DALAM TATANIAGA AGROPRODUK. Tujuan Pembelajaran: III. LEMBAGA, SALURAN DAN FUNGSI PEMASARAN DALAM TATANIAGA AGROPRODUK Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan akan dapat: 1. Menyebutkan jenis-jenis lembaga pemasaran dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALITIS

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALITIS BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALITIS 2.1. Kerangka Teoritis Pada bagian ini dibahas mengenai teori kelembagaan pasar, pemasaran dan peningkatan kesejahteraan petani yang berguna dalam pembahasan hasil penelitian.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

MINGGU 1. KONSEP TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS

MINGGU 1. KONSEP TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS MINGGU 1. KONSEP TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 TATANIAGA Produk Agribisnis Tataniaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Beras Beras merupakan komoditi strategis di Indonesia. Hal ini terlihat dari cakupan beras dalam kehidupan masyarakat antara lain: (1) merupakan makanan pokok sebagian

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA PUPUK ORGANIK UD. AMA KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT GHAZIAN MUHAMMAD

ANALISIS TATANIAGA PUPUK ORGANIK UD. AMA KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT GHAZIAN MUHAMMAD ANALISIS TATANIAGA PUPUK ORGANIK UD. AMA KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT GHAZIAN MUHAMMAD DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN

3. KERANGKA PEMIKIRAN 15 3. KERANGKA PEMIKIRAN Rantai Pasok Baatz (1995) menyatakan bahwa secara konseptual rantai pasok merupakan keseluruhan proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga menjadi produk yang habis masa

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN NENAS BOGOR (Ananas comosus) DI KABUPATEN BOGOR THE MARKETING SYSTEM OF BOGORINARIAN PINEAPPLE (Ananas comosus) IN BOGOR DISTRIC

SISTEM PEMASARAN NENAS BOGOR (Ananas comosus) DI KABUPATEN BOGOR THE MARKETING SYSTEM OF BOGORINARIAN PINEAPPLE (Ananas comosus) IN BOGOR DISTRIC SISTEM PEMASARAN NENAS BOGOR (Ananas comosus) DI KABUPATEN BOGOR THE MARKETING SYSTEM OF BOGORINARIAN PINEAPPLE (Ananas comosus) IN BOGOR DISTRIC Taufiq Surahman dan Nunung Kusnadi Departemen Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saluran Distribusi Pada perekonomian sekarang ini, sebagian besar produsen tidak langsung menjual barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci