BAB II LANDASAN TEORI. berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi Berprestasi McClelland (1987) menggunakan istilah need for achievement (n Ach) untuk kebutuhan berprestasi yaitu sebagai suatu dorongan pada seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of excellence). Atkinson (1978) menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya. Menurut Woolfolk (1993) pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu keinginan untuk berhasil, berusaha keras dan mengungguli orang lain berdasarkan suatu standar mutu tertentu. Dwivedi dan Herbert (dalam Asnawi, 2002) juga mengungkapkan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standarnya sendiri ataupun orang lain. Sedangkan menurut Royanto (2002) motivasi berprestasi adalah keinginan mencapai prestasi sebaik-baiknya, biasanya yang menjadi ukurannya adalah diri sendiri (internal) ataupun orang lain (eksternal). Slavin (1994) juga 12

2 13 mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai keinginan untuk mencapai sukses dan berpartisipasi dalam kegiatan, yang mana sukses itu tergantung pada upaya dan kemampuan individu. Sama halnya dengan Santrock (2003) yang merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk mencapai sebuah standar keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya untuk mengungguli. Jadi motivasi berprestasi sangat tergantung pada usaha dan upaya seseorang. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik pengertian bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan atau keinginan dalam diri individu yang menimbulkan kecenderungan menuntut dirinya berusaha lebih keras untuk melakukan sesuatu hal yang lebih baik serta adanya dorongan untuk mengatasi tantangan atau rintangan dan memecahkan masalah tersebut. 2. Ciri Motivasi Berprestasi Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut: a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi lebih suka menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sukar. Mereka sebenarnya lebih menyukai tujuan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Oleh karena itu,

3 14 mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan kemampuannya. b. Bertanggung jawab secara personal Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Mereka juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. c. Menyukai umpan balik Orang dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dimana prestasi mereka dapat dibandingkan dengan prestasi orang lain. Mereka menyukai umpan balik tentang pekerjaan mereka. Umpan balik dibutuhkan agar dapat meningkatkan efektivitas dari pekerjaan yang telah dilakukan dan untuk mencapai hal yang diinginkan. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi lebih menyukai timbal balik (feedback) yang cepat dan efisien mengenai prestasi mereka. d. Inovatif Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan lebih baik.

4 15 Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari kesempatan yang menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan dengan taraf kesulitan sedang, maka mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi suka bertanggung jawab pada pemecahan masalah e. Ketahanan Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Atkinson (1978) bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu kecenderungan untuk meraih sukses dan kecenderungan untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.

5 16 Atkinson dan Feather (1966) menyatakan bahwa persepsi terhadap kemungkinan untuk berprestasi didasarkan atas dua hal yaitu untuk motive to achieve dan motive to avoid failure (takut gagal) Motif untuk mencapai keberhasilan didasarkan pada kebutuhan untuk sukses, persepsi individu tentang kemungkinan untuk berhasil, dan persepsi individu terhadap nilai hasilnya (Atkinson & Feather, 1966). Motif untuk menghindari kegagalan didasarkan pada kebutuhan untuk menghindari kegagalan, persepsi individu dari kemungkinan untuk gagal, dan persepsi individu terhadap efek kegagalan. Persepsi seseorang tentang kemungkinan berprestasi ditentukan oleh kebutuhan untuk mencapai dan rasa takut terhadap kegagalan. Efek yang dihasilkan memutuskan perilaku nya, apakah akan mencoba atau tidak. Jika kebutuhan untuk berprestasi lebih kuat dari rasa takut akan kegagalan, ia akan melanjutkan untuk mencoba tugas. Sebaliknya, jika rasa takut akan kegagalan lebih kuat dari kebutuhan untuk berprestasi, ia akan menghindari tugas (Atkinson & Feather, 1966). Oleh karena itu, apakah seseorang akan mencoba tugas ditentukan oleh keseimbangan antara kebutuhan untuk berprestasi dan ketakutan akan kegagalan. Dalam penelitian Atkinson dan Feather ini (1966), lemparan cincin digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi. Tiga pasak berdiri di tanah dengan jarak yang berbeda: lima kaki, sepuluh kaki, dan lima belas meter. Setiap peserta bisa melempar cincin hanya sekali di salah satu tiga pasak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta dengan motivasi berprestasi tinggi

6 17 melemparkan cincin ke pasak dengan jarak sepuluh kaki (Atkinson & Feather, 1966). Atkinson dan Feather (1966) menyatakan bahwa individu dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi lebih menyukai tugas dengan kesulitan moderat karena mereka akan berhasil dengan usaha dan hasil keberhasilan akan berharga. Sebaliknya, individu dengan motif tinggi untuk menghindari kegagalan cenderung untuk memilih baik mudah atau sulit tugas karena kemungkinan kegagalan untuk tugas-tugas mudah akan sangat rendah dan mereka tidak akan merasa malu banyak ketika gagal dalam tugas-tugas yang sulit (Atkinson & Feather, 1966). 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Motivasi Berprestasi Menurut Mc.Clelland (1987) tinggi rendahnya derajat motivasi berprestasi yang dimiliki individu, dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu : 1. Faktor individual a. Intelegensi Intelegensi merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki individu dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi individu. b. Penilaian tentang diri Faktor lainnya adalah penilaian individu tentang kemampuan dirinya. Faktor ini merupakan salah satu komponen kepribadian yang dibentuk berdasarkan penilaian atau pandangan orang lain tentang dirinya maupun penilaian individu sendiri tentang kondisi fisiknya, kemampuan melakukan suatu tugas atau apa yang dirasakannya. Penilaian ini dapat berupa penilaian yang

7 18 bersifat positif maupun negatif. Bila individu memiliki penilaian diri yang positif, maka ia akan percaya pada kemampuan diri sendiri, aktif berusaha dan berani menghadapi tantangan. Dalam berprestasi, individu akan merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas yang menuntut keahlian atau kemampuannya serta berusaha untuk mencapai standar keunggulan yang ditetapkan olehnya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penilaian diri negatif akan tampak kurang percaya diri dan kurang berani menghadapi tantangan meski ia sebenarnya memiliki kemampuan. c. Self-efficacy Self-efficacy, mengacu pada keyakinan individu pada dirinya untuk mampu mencapai sukses. Semakin tinggi tingkat keyakinan seseorang maka individu akan semakin termotivasi untuk berprestasi. d. Konsep Diri Konsep diri adalah penilaian, pandangan, dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri terdiri atas dua aspek, yaitu konsep diri fisik yang tercermin pada penampilannya, dan konsep diri psikologis yang terinci atas konsep diri akademis dan konsep diri sosial. e. Jenis Kelamin Laki-laki memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi karena laki-laki lebih dilatih untuk aktif, kompetitif, dan mandiri daripada perempuan karena perempuan lebih pasif, selalu bergantung pada orang lain dan kurang percaya diri.

8 19 f. Usia Kualitas motivasi berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia individu. Motivasi berprestasi individu tertinggi pada usia tahun, dan mengalami penurunan setelah usia pertengahan. g. Kepribadian Faktor kepribadian juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Individu yang menganggap keberhasilan adalah karena dirinya akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda pula dengan individu yang menganggap keberhasilan hanya karena sesuatu diluar dirinya atau karena keberuntungan saja. Individu yang mengalami kecemasan akan semakin termotivasi karena adanya perasaan takut terhadap kegagalan. 2. Faktor Lingkungan a. Lingkungan keluarga Suasana keluarga yang harmonis dan hangat akan memberikan rasa aman kepada individu untuk berekspresi secara bebas. Dengan suasana seperti ini, individu diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan akan merasa tertantang untuk dapat meraih prestasi yang lebih baik walaupun ia mengalami kegagalan. b. Lingkungan sosial Lingkungan sosial turut mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi, bila lingkungan sosialnya memberi kesempatan pada individu untuk mengekspresikan kemampuannya, maka individu menjadi lebih percaya diri,

9 20 sehingga walaupun ia mengalami kegagalan, ia tetap terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik. Apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi. B. Masyarakat India 1. Nilai-nilai Sosial Budaya India Kebudayaaan dan kehidupan orang India sehari-hari ditentukan oleh sistem kepercayaan yang berasal dari agama Hindu. Dalam agama Hindu tercantum juga etika, bentuk masyarakat, dan juga keseluruhan yang berkaitan dengan etika tersebut. Keseluruhan ini disebut dengan agama Hindu. Jadi agama Hindu ialah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang berkaitan dengan orang India (Ghonig, 2005). Karakteristik utama filsafat India adalah kebatinan spiritualnya yaitu, orientasinya ke arah realisasi. Kepribadian orang India ditandai oleh konsep jiva. Jiva mewakili segala sesuatu mengenai seorang individu. Konsep jiva ini terdiri dari lima lapisan, lapisan terluar adalah tubuh (body), lapisan berikutnya adalah nafas kehidupan (mengarah kepada proses fisiologis), lapisan ketiga melibatkan sensasi dan fikiran yang mengkoordinasi fungsi sensoris, lapisan keempat

10 21 mewakili aspek kognitif dan yang kelima atau lapisan terdalam adalah atman, suatu asas abadi sebagai representasi Yang Esa (Panjpe dalam Berry dkk, 2004). Etnis India mempercayai ajaran Karmaphala atau hukum karma untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang. Ajaran ini mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk yang didapat dan sebaliknya apabila berbuat baik maka kebaikan yang akan didapat. Etnis India juga percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar, jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya (Nuriah, 1990). 2. Sistem Pelapisan Sosial Etnis India Di India diterapkan lapisan sosial tertutup. Lapisan Sosial ini terwujud dalam bentuk kasta. Di dalam seluruh kebudayaan India, sifat yang paling kuat ialah susunan kasta. Sistem kasta ini telah ada sejak berabad-abad yang lalu, yang disebut Yati, sedangkan sistemnya disebut Varna. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota yaitu melalui kelahiran atau keturunan. Kasta pada masyarakat India tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut : a. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat

11 22 b. Ksatria, yaitu kasta para bangsawan dan tentara c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat d. Sudra, yaitu kasta yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau rakyat jelata e. Di dalam sistem kasta ini terdapat kelompok masyarakat yang tidak memiliki kasta atau budak. Adapun mereka yang tidak berkasta disebut kaum Paria. Kasta pada masyarakat India ini mempunyai ciri -ciri sebagai berikut : 1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena keturunan / warisan 2. Keanggotaan yang diwariskan berlaku seumur hidup karena seseorang tidak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya 3. Perkawinan bersifat endogam, artinya harus menikah dengan orang yang sekasta 4. Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas 5. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta tertentu, terutama nyata dari nama kasta 6. Kasta diikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan 7. Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan Susunan kasta tersebut kedudukannya sangat kompleks dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan walaupun masyarakat India sendiri terkadang tidak mengakuinya. Lapisan sosial bersifat tertutup ini lebih bersifat statis,

12 23 terutama mereka yang berada pada lapisan bawah jarang memiliki cita-cita yang tinggi karena masyarakat akan melecehkannya atau terkadang keberhasilan yang ditempuh seseorang tidak diakui. Dengan demikian, kedudukan yang dimiliki setiap individu sebagai anggota masyarakat relatif bersifat permanen. Begitu pula hubungan yang dilakukan dengan sesama anggota masyarakat yang berlainan lapisan harus dibatasi sesuai dengan kedudukan sosial yang dimiliki. Sistem lapisan sosial tertutup ini sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Sebagai akibatnya, kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakat (Waluya, 2007). 3. Karakteristik Etnis India Karakter orang India adalah ulet dan pekerja keras (Oentoro 2010). Orang India mementingkan hal yang bersifat universal, mengecilkan arti individualitas, memandang segala sesuatu sebagai kesatuan statik, menganggap kepribadian manusia dari segi subektif, tunduk kepada hal universal, terasing dari dunia nyata, serta suka kepada pemikiran introspektif dan metafisik (Habib, 2004). Orang India cukup santai terhadap waktu dan ketepatan waktu. Oleh karena hierarki di masyarakat India yang kaku, keputusan hanya dilakukan oleh eksekutif tingkat atas (Cateora, 2007). Bangsa India karakternya, jiwanya, dan corak jiwanya religius (Soekarno, 2006). Orang India menjunjung tinggi intuisi, sikap subjektivitas, sifat samar, sikap lepas bebas dan mengupayakan penindasan keinginan (Bahm,2003).

13 24 4. Pembagian Suku Etnis India India memiliki bermacam-macam hal yang berkaitan dengan ras, etnis, agama dan bahasa yang sangat berbeda. Sulit untuk membuat suatu pengelompokan yang sederhana untuk semua penduduk. Suatu penelitian yang dilaksanakan pada tahun 1991 menemukan adanya masyarakat atau suku. India Utara dan tengah terdapat beragam suku seperti Hindi, Marath, Bengal, Urdu, Bhojpurbihar, Gujarat, Oriya, Punjab, Sindhi, Rajasthan/Mawar, Assam, Nepal, Kasmir, Lambad/Gypsy, Konkan dan Bagri. India Selatan terdapat orang Dravida. Dravida sendiri terbagi atas 4 suku yakni, Tamil, Telugu, Kannada, dan Malayalam (Cahyono, 2003). Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, Gujarat. Kelompok India Tamil yang berasal dari India Selatan merupakan etnis India terbesar di kota Medan. Orang India lainnya yang terdapat di Medan adalah Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan yang berasal dari India Utara (Waspada, Juni 2011). 5. Masyarakat India di Kota Medan a. Komunitas Tamil Komunitas Tamil merupakan komunitas yang berasal dari India. Menurut sejarahnya, mereka adalah pendatang yang pada awalnya sebagai kuli di perkebunan Deli. Mereka pertama kali dibawa masuk ke Indonesia oleh pemerintah Belanda pada abab ke 19, mereka umumnya dibawa sebagai pekerja pada sejumlah perkebunan di kota Medan, pulau Sumatera. Sebagian besar berasal

14 25 dari India bagian selatan, namun tidak sedikit pula yang berasal dari India bagian utara (Sinar, 2001) Umumnya etnis Tamil berasal dari kerajaan Drawidia di India Selatan, sebagian besar dari mereka berasal dari kelas atau status sosial ekonomi rendah dan tidak terpelajar. Mereka dibujuk untuk datang ke tanah Deli dengan cerita tentang kekayaan dan kesuburan Tanah Deli serta dijanjikan akan mendapatkan pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi pada industri perkebunan yang berkembang pada masa itu (Sinar, 2001). Etnis Tamil yang masuk ke Indonesia kebanyakan dipekerjakan di perusahaan perkebunan Belanda yang bernama Deli Maatschappij. Pada kenyataannya mereka tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh kasar dengan beban kerja yang sangat berat tetapi gaji yang diperoleh rendah. Mereka juga menempati perumahan yang tidak layak. Mereka banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan rendah di India, yang tentu saja memiliki tingkat pendidikan yang amat rendah pula (Sinar, 2001). Etnis tamil tidak hanya tersebar di Sumatera Utara, tetapi juga mereka banyak menetap di Jakarta dan di Sigli, Aceh. Kebanyakan dari masyarakat Tamil beragama Hindu, namun tidak sedikit pula yang beragama Islam dan Kristen. Istilah keling di Sumatera Utara digunakan untk menyebut orang India yang

15 26 identik dengan kulit gelap, khususnya masyarakat Tamil dan julukan ini cenderung memiliki konotasi negatif. Padahal sebenarnya istilah kata keling ini digunakan untuk orang Jawa yang berasal dari kerajaan Kalingga di Jawa Tengah. Namun orang Belanda membuat kesalahan pengucapan kata Kalingga sehingga menjadi kata keling. Hal ini juga berdampak pada penyebutan nama daerah yang sampai saat ini merupakan salah satu pusat kebudayaan dan pengembangan etnis Tamil yaitu Kampung Keling (Bates, 2001). Dari segi ekonomi mayoritas orang-orang India Tamil bermata pencaharian sebagai pedagang. Orang India Tamil umumnya berjualan makanan seperti martabak, burger, mie goreng, sate, nasi goreng, mie balap, bubur candil dan lain-lain. Tidak jarang juga orang-orang India Tamil bermata pencaharian dari hasil Salon, Laundry dan ada juga yang hanya sebagai tukang parkir (Florence, 2008). Dalam sistem kasta, orang Tamil menduduki golongan kasta Sudra. Hal ini sesuai dengan kasta mereka ketika didatangkan sebagai buruh di perkebunan Deli. Falsafah hidup orang India Tamil berbunyi Yathum Ure, Yawerum Kellir yang artinya bahwa mereka harus menjaga budaya dan tingkah laku dalam bermasyarakat dimanapun mereka berada. Solidaritas kelompok diantara orang Tamil masih kuat yakni berupa sistem tolong menolong atau yang disebut dengan Uthewi Sheitel. Solidaritas mereka diwujudkan pada saat mengadakan kegiatan perkawinan, rangkaian upacara kematian dan acara hari-hari besar mereka. Sistem tolong menolong ini memiliki prinsip timbal balik, orang yang pernah ditolong

16 27 harus membantu mereka ketika membutuhkan dan demikian pula sebaliknya (Florence, 2008). b. Komunitas Punjabi Orang Punjabi menganut Agama Sikh. Ajaran Sikh merupakan bagian dari agama Hindu yang didirikan pada abad ke-16 di Punjab. Guru Nanak merupakan pembawa ajaran sikh. Guru Nanak mengambil yang terbaik dari agama Hindu dan Islam selanjutnya menggabungkan kedua agama tersebut, sehingga terbentuk ajaran sikh. Dari kedua agama tersebut, ajaran sikh mengikuti sisi teologi dari agama Islam yaitu tentang keyakinan satu Tuhan serta percaya kepada Allah Yang Maha Esa dan melarang penggunaan berhala. Selain itu, ajaran Sikh mengikuti sisi ritual dari agama Hindu yaitu pengaruh tradisi Hindu yang sangat kental (Veneta, 1998). Dalam sistem kasta, orang India Punjabi menduduki kasta Ksatria. Komunitas ini masih memegang teguh sistem kasta. Mereka ditekankan untuk menikah dengan sesama kasta dan mereka lebih mengutamakan satu etnik yang kastanya sama baik untuk dipekerjakan di usaha mereka maupun untuk ditolong pada saat kesulitan (Florence, 2008). Orang Punjabi diajarkan bahwa dalam hidup harus taat pada aturan agama dan budaya mereka. Ada tiga prinsip utama dalam agama Sikh, Kiri Kero, Nam Japo, dan Wand Shako. Kiri Kero artinya setiap orang Sikh harus bekerja mencari nafkah dengan jalan halal. Nam Japo artinya di sepanjang hari harus menyebut nama Tuhan yang Maha Esa. Wand Shako artinya harus memberi sedekah kepada sesama manusia (Florence, 2008).

17 28 Orang Punjabi yang beragama Sikh sudah hadir di Sumatera Utara sejak awal perkebunan tembakau dibuka. Asal-usul mereka dapat ditelusuri ke Amritsar atau Jullundur di kawasan Punjab, India. Mereka biasanya datang ke Deli untuk beberapa tahun dan kembali ke India untuk menikah, lalu membawa isterinya kembali ke Sumatera. Di Sumatera Utara mereka banyak bermukim di kota Medan, Binjai, dan Pematang Siantar. Pada umumnya dulu mereka bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi (Mani, 1980). Berbeda dengan orang Tamil yang bermukim di suatu tempat yang relatif menyatu dan mudah dikenali menurut nama-namanya, orang Punjabi tidak bermukim di suatu tempat yang demikian. Mereka tersebar di kota maupun di pinggiran kota berbaur dengan pemukiman penduduk lainnya. Biasanya mereka bertempat tinggal dekat dengan lokasi usaha, misalnya di sekitar pusat perdagangan, dan juga di bagian pinggiran kota di mana mereka bisa memelihara sapi. Tidak diketahui dengan jelas berapa jumlah mereka saat ini di kota Medan. Diperkirakan jumlah mereka lebih dari 5000 orang termasuk yang berada di Pematang Siantar dan Binjai (Lubis, 2005). Berbeda dengan orang Tamil yang sebagian dipekerjakan sebagai kuli di perkebunan pada masa kolonial, orang-orang Punjabi pada umumnya bekerja sebagai petugas jaga malam, pengawal, maupun sebagai upas. Dengan bekal pendidikan mereka yang relatif lebih baik, orang-orang Punjabi dapat mengisi berbagai lowongan pekerjaan administratif di kantor-kantor perusahaan yang ada di Medan ketika itu (Lubis, 2005).

18 29 Pekerjaan yang ditekuni oleh orang-orang Punjabi berada di seputar triple S, yaitu susu, sport, dan sekolah (pendidikan). Pada masa sekarang boleh dikatakan mereka yang menguasai bisnis tersebut, meskipun banyak juga di antara orang-orang Punjabi yang sudah menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, manajer, akuntan, dan lain sebagainya. Jenis usaha lain yang banyak digeluti bahkan jaringan bisnisnya dikuasai oleh orang-orang Punjabi adalah bisnis alatalat olah raga dan musik, yang di Medan dikenal dengan sebutan toko sport. Diperkirakan usaha toko sport ini sudah berkembang di Medan sejak tahun an (Veneta 1998). C. Perbedaan Motivasi Berprestasi India Tamil dan Punjabi di Kota Medan Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, dan Gujarat. Kelompok India Tamil yang berasal dari India Selatan merupakan etnis India terbesar di kota Medan. Orang India lainnya yang terdapat di Medan adalah Punjabi yang berasal dari India Utara (Waspada, Juni 2011). India Punjabi yang ada di kota Medan tergolong tekun dan sukses menjalankan bisnis mereka dibandingkan dengan etnis India Tamil, sehingga baik secara ekonomi maupun tingkat pendidikan, Punjabi terlihat lebih mapan dibandingkan suku-suku India lain yang menetap di Sumatera Utara (Lubis, 2005). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang tokoh India Tamil, Mose Allegessen, bahwa tidak sedikit wanita India Tamil yang ke Malaysia

19 30 sebagai TKI. Tidak adanya orang Tamil yang diterima menjadi pegawai negeri sipil dan juga wilayah kampung Madras seluas 10 hektar yang sebetulnya area yang penuh dengan peluang kerja namun ternyata di tempat seperti itu tidak ada orang Tamil yang diterima bekerja (Waspada, Juni 2011). Di dalam seluruh kebudayaan India sifat yang paling kuat ialah susunan kasta (Waluya, 2007). Dalam sistem kasta, India Tamil ditempatkan pada kasta yang lebih rendah daripada India Punjabi. India Tamil menduduki kasta Sudra sedangkan India Punjabi menduduki kasta Ksatria (Florence, 2008). LeVine (dalam Martaniah, 1998) menyatakan bahwa kebudayaan akan mempengaruhi motif sosial. Maka dapat diperkirakan bahwa budaya kasta pada etnis India akan mempengaruhi motif sosial mereka. Motif sosial merupakan motif yang mendasari aktifitas yang dilakukan individu dalam reaksinya terhadap orang lain (Borkowitz dalam Martaniah, 1998). Motif sosial terdiri dari motivasi afiliasi, berprestasi dan berkuasa. Sistem kasta telah dihapuskan sejak tahun 1950, tetapi dampaknya pada persepsi masyarakat India tetap bertahan. Kasta yang rendah mempersepsikan dirinya dan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai inferior dalam domain tugas dan tugas kognitif lainnya. Secara umum stigma kasta mereka menandai mereka tidak mampu. Persepsi individu terhadap dirinya mempengaruhi motivasi berprestasi (Hoff dan Pandey, 2006). Apabila individu memandang positif terhadap kemampuan dirinya maka individu tersebut akan berusaha mencapai apa yang diinginkannya, begitu juga sebaliknya apabila individu memandang negatif terhadap kemampuan dirinya

20 31 maka seseorang tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk mencapai suatu prestasi sehingga dalam dirinya kurang memiliki motivasi untuk meraih sesuatu (Fernald dan Fernald, 1999). Penelitian Hoff dan Pandey (2008) menunjukkan perbedaan motivasi berprestasi antara siswa yang berasal kasta tinggi dan kasta rendah. Mereka yang berasal dari kasta yang tinggi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kasta rendah. Menurut Hoff dan Pandey (2008) hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari kasta tinggi termotivasi oleh lingkungan sosial mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Florence (2008) yang menyebutkan bahwa budaya dalam bentuk kasta telah menyebabkan perbedaan ekonomi antara India Tamil dan Punjabi. Budaya kasta telah mempengaruhi motivasi kerja dan moral ekonomi komunitas Tamil dalam berdagang sehingga sulit berkembang. Pada umumnya komunitas Tamil hanya memiliki usaha yang lebih kecil seperti pedagang kaki lima, warung kecil, dan tukang parkir sedangkan komunitas Punjabi memiliki toko dalam mengembangkan usaha mereka. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan juga mempengaruhi motivasi berprestasi individu, apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi (Hill & Shelton dalam Martaniah, 1998).

21 32 Menurut McClelland (1987) salah satu faktor keberhasilan/kesuksesan individu adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya dengan kesuksesan (keberhasilan). Terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan yang selaras dengan tingkat ekonomi seseorang (Laurier dalam Hariyono, 2006). Motivasi berprestasi juga dapat menjelaskan mengapa suatu kelompok dapat lebih sukses secara ekonomi daripada kelompok lain. Motivasi yang tinggi sering diasosiasikan dengan kesuksesan dalam materi dan karir. McClelland (1987) menjelaskan bahwa hal yang bertanggung jawab terhadap perkembangan ekonomi suatu negara ataupun suatu kelompok adalah motivasi berprestasi. Perkembangan ekonomi India Punjabi yang lebih baik daripada India Tamil di Kota Medan dikarenakan India Punjabi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada India Tamil di kota Medan. D. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan kerangka berpikir yang diajukan di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah India Punjabi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada India Tamil di kota Medan.

India di perantauan indiadiaspora.nic.ind jumlah perantauan India di seluruh

India di perantauan indiadiaspora.nic.ind jumlah perantauan India di seluruh BAB I PENDAHULUAN Kota Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara dan merupakan salah satu kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sejak abad ke 19 kota Medan telah tumbuh sebagai

Lebih terperinci

PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember Perbedaan Motivasi Berprestasi pada India Tamil dan India Punjabi di Kota Medan

PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember Perbedaan Motivasi Berprestasi pada India Tamil dan India Punjabi di Kota Medan Perbedaan Motivasi Berprestasi pada India Tamil dan India Punjabi di Kota Medan Susi Mariani Harahap 1 dan Rika Eliana 2 PS Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Jl. Dr Mansyur No. 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Fenomena ini misalnya terlihat pada kasus penganut ajaran Sikh yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Fenomena ini misalnya terlihat pada kasus penganut ajaran Sikh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengakuan terhadap 6 agama resmi di Indonesia membawa dampak tersendiri bagi penganut agama yang tidak termasuk dalam kategori agama yang diakui tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan potensi oleh Tuhan. Potensi yang dimiliki setiap individu harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi berprestasi Menurut Mc. Clelland (1987) motivasi berprestasi adalah sebuah kebutuhan untuk dapat bersaing atau melampaui standar pribadi.

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Medan di Sumatera Utara adalah sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia terdiri dari masyarakat yang memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya enam agama, dan sisanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kedatangan etnis Tamil dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk kota terbesar ketiga di Indonesia. Tidak hanya besar dari segi wilayah, namun juga besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB X KEBUTUHAN REMAJA DAN PEMENUHANNYA

BAB X KEBUTUHAN REMAJA DAN PEMENUHANNYA BAB X KEBUTUHAN REMAJA DAN PEMENUHANNYA A. Pentingnya Kebutuhan dan Pemenuhannya Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju kejenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning

BAB II LANDASAN TEORI. pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi Self Regulated Learning Teori sosial kognitif oleh Bandura menyatakan bahwa faktor lingkungan, personal, dan faktor perilaku, memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir 1. Definisi Persepsi Pengembangan Karir Sunarto (2003) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat majemuk. Geertz (dalam Suparlan, 1999), menjelaskan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB VI PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

BAB VI PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT BAB VI PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT 1. PELAPISAN SOSIAL a. Pengertian : stratifikasi atau stratification berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan. Definisi stratifikasi/ pelapisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Siswa. yang belum dapat dikatakan dewasa, ia memerlukan seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Siswa. yang belum dapat dikatakan dewasa, ia memerlukan seseorang untuk 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Siswa 1. Pengertian Siswa Menurut Abu Achamadi adalah siswa atau peserta didik adalah seseorang yang belum dapat dikatakan dewasa, ia memerlukan seseorang untuk membimbing dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal juga terlestari di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur unsur

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di Sumatera Timur. Perpaduan antar budaya dalam kesenian ketoprak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di Sumatera Timur. Perpaduan antar budaya dalam kesenian ketoprak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprak Dor adalah kesenian yang cukup unik di Sumatera Utara. Pertama, bahwa kesenian ini mulanya dibawa dan dimainkan oleh orang Jawa yang berimigrasi ke tanah Deli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan membantu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Proses mobilitas orang India ke Kota Medan dapat dibagi. dalam dua periode. Periode pertama, perpindahan orang India

BAB VI KESIMPULAN. Proses mobilitas orang India ke Kota Medan dapat dibagi. dalam dua periode. Periode pertama, perpindahan orang India BAB VI KESIMPULAN Proses mobilitas orang India ke Kota Medan dapat dibagi dalam dua periode. Periode pertama, perpindahan orang India sebelum Medan menjadi sebuah kota kolonial pada akhir abad ke- 19.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era globalisasi ini kompetisi antar bank menjadi sangat ketat. Perkembangan bisnis yang baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini mengacu pada bagaimana analisis pengaruh budaya organisasi, kompetensi karyawan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. 2.1.1 Budaya Organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Budaya Feodalisme Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu berorientasi pada atasan, senior, dan pejabat untuk menjalankan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Binjai merupakan kota multi etnik yang dihuni oleh etnis Melayu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Binjai merupakan kota multi etnik yang dihuni oleh etnis Melayu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Binjai merupakan kota multi etnik yang dihuni oleh etnis Melayu, Jawa, Batak Karo, India dan Cina. Di antara etnik tersebut terdapat dua kelompok etnik yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

Kadang-kadang motivasi itu jelas, tak jelas, tak nampak, atau merupakan gabungan dari beberapa motif. Kita dapat mengetahui motivasi seseorang dari:

Kadang-kadang motivasi itu jelas, tak jelas, tak nampak, atau merupakan gabungan dari beberapa motif. Kita dapat mengetahui motivasi seseorang dari: MOTIVASI MOTIVASI Motivasi: kondisi psikologis yang bersifat internal yang menimbulkan/mendorong, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku dalam mencapai tujuan tertentu. Kadang-kadang motivasi itu jelas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK. Katolik Soegidjapranata Semarang dengan judul Perbedaan motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK. Katolik Soegidjapranata Semarang dengan judul Perbedaan motivasi 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK A. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan terhadap hasil kajian penelitian yang ada sebelumnya, ditemukan beberapa hasil peneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa 2.1.1. Pengertian Prokrastinasi Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut Spence dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut Spence dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut Spence dan Helmreich yang terdiri dari mastery of needs, work orientation dan competition akan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

IV KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 16 IV KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 4.1 Administrasi dan Geografis Secara administratif Pit Ata terletak di tiga desa yaitu Desa Batuharang, Desa Gunung Raya dan Desa Produksi. Ketiga desa ini terdaftar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan aset dari kebudayaan nasional adalah bersumber dari puncak-puncak terindah, terhalus, terbaik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai

I. PENDAHULUAN. layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Era globalisasi mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai cita-cita. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila siswa mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah motivasi

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah motivasi 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini, yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah motivasi berprestasi, prestasi belajar, dan bimbingan dan konseling. A. Motivasi Berprestasi Beberapa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang fungsionalisme struktural dalam sosiologi (Sztompka, 2000;Tiryakin, 1991). Merton menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar,

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar, BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat; atau ide pokok yang selalu

Lebih terperinci

MUNCULNYA AGAMA HINDU

MUNCULNYA AGAMA HINDU MUNCULNYA AGAMA HINDU di INDIA Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan.

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang musik tidak akan pernah ada habisnya, karena musik begitu melekat, begitu dekat dengan kehidupan manusia. Musik telah ada sejak sebelum Masehi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tercermin dari penetapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila

BAB I PENDAHULUAN. ini tercermin dari penetapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Agama memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pengakuan akan kedudukan dan peran penting agama ini tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

BAB II LANDASAN TEORI. dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 24 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dasar teori untuk menjawab pertanyaan mengenai hubungan job commitment

BAB II LANDASAN TEORI. Dasar teori untuk menjawab pertanyaan mengenai hubungan job commitment BAB II LANDASAN TEORI Dasar teori untuk menjawab pertanyaan mengenai hubungan job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan adalah teori motivasi berprestasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKHI

PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKHI PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKHI Napsiah Judul Asli : Ketertindasan Perempuan dalam Tradisi Kawin Anom. Subaltern Perempuan pada Suku Banjar dalam Perspektif Poskolonial Pengarang : Rosramadhana Nasution.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Konsep Belajar Pada dasarnya belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

Dinamika sosial budaya Indonesia dalam pembangunan

Dinamika sosial budaya Indonesia dalam pembangunan Dinamika sosial budaya Indonesia dalam pembangunan Oleh ; Adiyana Slamet, S.IP., M.Si 2010 Disampaikan pada Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Pertemuan Ke-5-6 Landasan Pemikiran Sistem sosial budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradapan manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau daya gerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci