BAB II LANDASAN TEORI. pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning"

Transkripsi

1 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi Self Regulated Learning Teori sosial kognitif oleh Bandura menyatakan bahwa faktor lingkungan, personal, dan faktor perilaku, memegang peranan penting dalam proses pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning merupakan suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasional, dan behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran (Zimmerman, 1990). Secara metakognisi, siswa membuat perencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol, dan mengevaluasi tujuan. Siswa bertanggung jawab dalam keberhasilan dan kegagalan, memiliki ketertarikan intrinsik dalam menghadapi tugas yang mengacu kepada motivasional. Serta secara behavioral, siswa mencari bantuan dan masukan, menciptakan lingkungan belajar yang optimal, dan memberikan instruksi serta penguatan terhadap dirinya (Aronson, 2002). Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menjelaskan bahwa self regulated learning sebagai suatu proses dimana siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi, perilaku, dan perasaan secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Eggen (2004) menambahkan bahwa siswa yang belajar dengan regulasi diri akan berpikir dan bertindak untuk mencapai tujuan pembelajaran akademik, dengan mengidentifikasi tujuan-tujuannya, menerapkan, dan

2 14 mempertahankan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut, serta mengaktifkan, mengubah, dan mempertahankan cara belajarnya dalam lingkungan. Strategi self regulated learning mengacu kepada tindakan dan proses yang terarah dalam memperoleh informasi dan keterampilan yang melibatkan persepsi siswa terhadap tujuan, dan bantuan yang digunakan. Siswa yang meregulasi diri dalam belajar akan memilih dan menggunakan strategi self regulated learning untuk mencapai hasil akademik yang diharapkan yang berdasarkan pada timbal balik dari keefektifan dan keterampilan belajar (Zimmerman, 1990). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self regulated learning merupakan suatu proses yang melibatkan kognisi, perilaku, dan perasaan individu dalam mencapai tujuan belajar. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (Zimmerman, 1989) bahwa self regulated learning ditentukan oleh 3 faktor yakni faktor personal, perilaku dan lingkungan : 1) Faktor personal Self regulated learning terjadi dimana siswa dapat menggunakan proses personal (kognitif) untuk mengatur perilaku dan lingkungan belajar di sekitarnya secara strategis. Faktor personal melibatkan self efficacy yang mengacu kepada penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Persepsi

3 15 self-efficacy siswa tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Pengetahuan self regualated learning harus memiliki kualitas pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat. Pengatahuan prosedural mengacu kepada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi, sedangkan pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self regulated learning tidak hanya bergantung kepada pengetahuan siswa tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan perfoma yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar. Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang siswa dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi. Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan. Menurut Cobb (2003), motivasi juga menjadi bagian dari diri individu. Motivasi dibutuhkan siswa untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Siswa cenderung akan mengatur waktu secara efektif dan efisien apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi instrinsik cenderung lebih memberikan hasil positif dalam belajar dan meraih prestasi

4 16 yang baik. Motivasi ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar (ekstrinsik). Faktor personal melibatkan penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan yang ingin dicapai (goal setting and planning), mencatat hal-hal penting (keeping record and monitoring), serta mengulang dan mengingat materi pelajaran (rehearsing and memorizing). 2) Faktor perilaku Mengacu kepada kemampuan siswa dalam menggunakan strategi selfevaluation sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Perilaku siswa dalam berperilaku yang berhubungan dengan self regulated learning yaitu observasi diri (self observation), penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction). Komponen tersebut terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi self regulated learning. Faktor perilaku ini melibatkan penggunaan strategi evaluasi terhadap diri (selfevaluation) dan konsekuensi terhadap diri (self-consequences). 3) Faktor lingkungan Faktor lingkungan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor personal dan perilaku. Mengacu kepada sikap proaktif siswa untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, dan pencarian sumber belajar yang

5 17 relevan. Matsumoto (2008), menambahkan bahwa faktor budaya turut mempengaruhi penerapan self regulated learning. Nilai-nilai budaya yang dianut siswa akan berperan dalam menerapkan self regulated learning agar tercapainya tujuan belajar. Individu yang menerapkan self regulated learning biasanya menggunakan strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seeking social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas, atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record). Pemaparan di atas, menunjukkan bahwa selama proses self regulated learning berlangsung, ada tiga faktor yang dapat berpengaruh. Faktor-faktor tersebut adalah faktor personal, perilaku, dan lingkungan. 3. Strategi Self Regulated Learning Zimmerman dan Martinez-Pons (Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000), mengembangkan sebuah struktur wawancara yang dilakukan pada siswa. dari wawancara tersebut dihasilkan 14 strategi belajar yang umumnya digunakan oleh seorang self regulated learner, sebagai berikut: a. Evaluasi terhadap diri (Self evaluation) Siswa memiliki inisiatif dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kemajuan belajarnya. Siswa memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini siswa juga membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.

6 18 b. Mengatur materi pelajaran (Organizing and transforming) Siswa mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran dan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt. c. Mengatur dan merancang tujuan (Goal setting and planning) Siswa mengatur tujuan-tujuan dari pembelajaran dan perencanaan terhadap pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan tugas berkaitan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu siswa untuk menemukan konflik dan meminimalisir tugas-tugas yang mendesak serta fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangkan panjang. d. Mencari informasi (Seeking information) Siswa memiliki inisiatif untuk mencari informasi diluar dirinya (nonsosial) ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut. e. Mencatat hal-hal penting (Keeping records and monitoring) Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, menyimpan hasil tes, tugas, maupun catatan yang telah dikerjakan. f. Mengatur lingkungan belajar (Environmental structuring) Siswa berusaha memilih dan mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

7 19 g. Konsekuensi terhadap diri (Self consequences) Siswa mengatur dan menerapkan reward dan punishment dalam mengontrol hasil yang didapat dalam pengerjaan tugas maupun ujian. h. Mengulang dan mengingat materi (Rehearsing and memorizing) Siswa berusaha mempelajari materi pelajaran dan mengingat kembali bahan bacaan dengan perilaku overt dan covert. i. Mencari bantuan teman sebaya (Seeking help from peers) Siswa meminta bantuan kepada teman sebaya ketika menghadapi masalah berhubungan dengan tugas yang dikerjakan. j. Mencari bantuan guru (Seeking help from teachers) Siswa bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar untuk dapat membantu menyelesaikan tugas pembelajaran. k. Mencari bantuan orang dewasa (Seeking help from adults) Siswa meminta bantuan orang dewasa (seperti orangtua) yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan pelajaran. l. Mengulang tugas atau tes sebelumnya (Review test) Siswa mengulang pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber informasi untuk belajar. m. Mengulang catatan (Review notes) Sebelum mengikuti ujian, siswa meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saja yang akan di uji.

8 20 n. Meninjau buku pelajaran (Review textbook) Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar. B. Etnis 1. Pengertian Etnis Burkey mengungkapkan bahwa etnis merupakan kelompok manusia yang memiliki identitas budaya yang sama meliputi bahasa, tradisi, dan pola tingkah laku (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003). Etnis juga dapat ditentukan berdasarkan persamaan asal-usul yang merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan suatu ikatan. Wilbinson (dalam Koentjaraningrat, 2007) mengatakan bahwa pengertian etnis mencakup warna kulit, asal usul acuan kepercayaan, status kelompok minoritas, kelas stratafikasi, keanggotaan politik, dan program belajar. Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etnis merupakan suatu kelompok manusia yang terikat berdasarkan persamaan identitas budaya berupa bahasa, tradisi, dan pola tingkah laku serta persamaam asal-usul berupa warna kulit, kepercayaan, dan status kelompok. Tabel 1 menunjukkan persentase sebaran etnis yang ada di Sumatera Utara (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003). Tabel 1 Komposisi Etnis di Sumatera Utara Tahun 2000 No Etnis Persentase 1 Batak 41,95 2 Jawa 32,62 3 Lainnya 9,72 4 Nias 6,36 5 Melayu 4,92 6 Minangkabau 2,66 7 Banjar 0,97 8 Banten 0.42

9 21 Lanjutan Tabel 1 No Etnis Persentase 9 Sunda 0,27 10 Betawi 0,04 11 Bugis 0,03 12 Madura 0,02 Total 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa etnis yang terbanyak di Kota Medan adalah etnis Batak. Sedangkan, etnis lainnya termasuk etnis pendatang seperti India, Cina, dan Arab. 2. Etnis Batak Kebudayaan Batak merupakan salah satu bagian dari sejarah kebudayaan bangsa Indonesia yang tertua di Sumatera khususnya dan di Indonesia pada umumnya (Junus, 1971). Tanah Batak adalah daerah pedalaman di Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai pusatnya. Etnis Batak khususnya terdiri dari sub etnis yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, dan Batak Angkola Mandailing (Tambunan, 1982). Keunikan karakteristik dari etnis Batak tersebut tercermin dari kebudayaan yang dimiliki baik dari segi agama, mata pencarian, kesenian, dan lain sebagainya. Berdasarkan cerita-cerita suci orang Batak, semua sub-sub suku bangsa memiliki nenek moyang yang satu yaitu Siraja Batak yang tinggal di kaki gunung bukit, yang letaknya disebelah barat Danau Toba. Hal ini berarti orang Batak memiliki konsep bahwa alam beserta isinya diciptakan debata (Ompung) (Koenjtaraningrat, 2007). Masyarakat Batak adalah salah satu masyarakat yang terus mempertahankan kelestariannya mengikuti garis keturunan bapa (patrilineal).

10 22 Setiap anggota masyarakat mengikuti marga turun-temurun. Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Semua individu dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan sesudah nama kecilnya, dan nama marga itu merupakan suatu pertanda bahwa orang-orang yang menggunakannya masih mempunyai kakek yang sama, dan ada satu keyakinan bahwa orang-orang yang menggunakan nama marga sama terjalin oleh hubungan darah. Suku batak dalam kebudayaannya selalu memelihara kepribadian sendiri, rasa kekeluargaan tetap terjalin dengan baik, bukan saja terhadap keluarga dekat tetapi juga terhadap keluarga jauh yang semarga (Tambunan, 1982). Nilai yang dianut pada masyarakat Batak adalah nilai tentang pentingnya ikatan sosial, kekeluargaan, dan kekerabatan (Muhammad, 2011). Konsep dasar kebudayaan Batak adalah Dalihan Na Tolu yang dihayati sebagai sistem kognitif yang memberikan pedoman bagi orientasi setiap orang batak. Pada tahap selanjutnya, Dalihan Na Tolu adalah pengetahuan kolektif yang menentukan persepsi dan defenisi terhadap realitas. Etnis Batak memiliki falsafah hidup yang lebih dikenal dengan 3H yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon, (Menikah dan Keturunan) dan Hasangapon (Nama baik). Adapun jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan. Dalam hal pendidikan, keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya. Pola pengasuhan orangtua etnis Batak selalu mendorong pencapaian akademik pendidikan anak di bidang akademik, berupa dukungan, kontrol, dan kekuasaan, yang terlihat dari kebiasaan orangtua dalam mengarahkan kegiatan anak untuk mencapai prestasi. Orang tua

11 23 etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987). Setiap orang tua etnis Batak memiliki peran dalam membangun pola pewarisan atau nilai-nilai yang memiliki investasi tersendiri dalam mendidik anak meliputi pemberian doa, nasehat, dan cara pengasuhan, dan modeling dari orangtua dalam bentuk perilaku nyata atau cerita. Pada umumnya, anak yang meraih keberhasilan mendapatkan penghargaan secara terbuka di lingkungan keluarga, gereja, dan kelompok masyarakat. Hal tersebut dengan sendirinya memberikan dampak positif bagi anak untuk menjunjung tinggi dan mengutamakan pendidikan. Keberhasilan suku etnis Batak secara umum tidak didukung oleh kehidupan ekonomi yang mencukupi, namun adanya kegigihan dan kerja keras serta mau berjuang untuk menyelesaikan pendidikan, merubah kehidupan, dan meraih kesuksesan di setiap proses kehidupan. Hal ini dijadikan semangat untuk meraih keberhasilan di bidang pendidikan. Selain itu, prinsip kehidupan orang Batak adalah kewajiban anak untuk patuh kepada orangtua. Dimana kewajiban anak terhadap orangtua baik sebelum maupun sesudah menikah harus tetap berbakti kepada orangtua. Secara kepribadian, orang Batak memiliki sikap dan pembawaan yang agak menonjol dan terkadang dominan dalam beragumentasi dan cenderung memaksakan kehendak dan ingin menang sendiri dalam tingkah laku yang seolah-olah menunjukkan sifat dan ciri khasnya. Begitu juga dengan hubungan sosial yang penting dalam keluarga sesuai dengan etika hubungan sosial saudara laki-laki terhadap saudara perempuan dan

12 24 hubungan suami istri. Kalau ketiga dasar fondasi hubungan dalam keluarga inti dan keluarga besar baik dan harmonis, maka hubungan sosial dalam masyarakat sekelilingnya akan lebih baik dan juga harmonis (Koenjataningrat, 2007). 3. Etnis India Tamil a. Sejarah etnis India Tamil di Kota Medan Etnis India Tamil di Indonesia merupakan kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Pada tahun 1863, perkebunan tembakau pertama dibuka di Tanah Deli. Pada saat itu, etnis Melayu yang merupakan penduduk asli di Tanah Deli tidak tertarik pada pekerjaan perkebunan sehingga buruh-buruh dari berbagai daerah dan bangsa seperti Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar oleh pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja (Bangkaru, 2001). Kedatangan Etnis India Tamil dibawa oleh Belanda di awal pembangunan industri perkebunan. Etnis ini dijadikan sebagai buruh kasar dan harus bekerja dalam kondisi yang keras di tanah Deli. Ketika kontrak kerja mereka telah selesai dengan Belanda, sebagian orang Tamil dibawa kembali ke India. Namun, kebanyakan dari mereka tetap tinggal di Medan dan lainnya menyebar ke daerahdaerah lain yang ada di Sumatera Utara (Bangkaru, 2001). Populasi India Tamil diperkirakan berjumlah orang. Etnis ini telah tinggal di Medan lebih dari dua generasi bahkan juga tinggal berdampingan dan menikah dengan kelompok etnik lainnya serta telah berwarga negara Indonesia (Bangkaru, 2001). Dalam berhubungan dengan masyarakat luas, etnis India Tamil

13 25 memiliki falsafah hidup yakni Yathum Ure, Yawerum Kellir yang berarti bahwa etnis India Tamil harus saling menjaga budaya dan tingkah laku mereka dengan membina hubungan baik dan saling tolong menolong dengan masyarakat dimanapun mereka tinggal sehingga tidak menimbulkan perselisihan yang dapat mengurangi perasaan aman. Kebanyakan etnis India Tamil bekerja di bidang perdagangan dan beberapa dari mereka juga bekerja menjadi kontraktor dan pegawai pemerintah walaupun dengan jumlah yang masih sedikit (Lubis, 2005). Beberapa isu diskriminasi muncul terhadap etnis India Tamil dimana mereka terkesan dianaktirikan oleh pemerintah daerah kota Medan yaitu sulitnya mencari akses lapangan kerja, pembuatan KTP, hingga masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. b. Kebudayaan etnis India Tamil Etnis India Tamil merupakan kelompok etnis bangsa Dravida yang memiliki kebudayaan dari India Selatan (Nuriah, 1990). Kebanyakan etnis India Tamil memeluk agama Hindu, tetapi ada juga yang memeluk agama Islam, Kristen, Khatolik, dan Budha (Lausanne, 1989). Etnis India Tamil dapat dengan mudah dikenali dari ciri-ciri fisiknya seperti memiliki kulit yang berwarna hitam atau gelap, dengan jambang atau bulu dada, di samping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat merupakan ciri khas dari etnis India Tamil. Biasanya bagi perempuan Tamil ada ciri-ciri lain yaitu adanya tanda bulat yang diletakkan di dahi dengan warna seperti kuning, merah, hitam, biru, dan lain-lain yang disebut dengan potte (Nuriah, 1990).

14 26 Budaya India Tamil mengenal adanya 4 masa penting kehidupan yakni brachmacharya yang dimulai sejak individu lahir sampai usia 25 tahun, grhastha dari usia 26 tahun sampai dengan 50 tahun, sannaya yang dimulai dari usia 51 tahun sampai dengan 75 tahun, dan fase terakhir yakni vanaprastha yang dimulai dari usia 75 tahun keatas. Menurut fase ini, orang yang berada di bawah usia 25 tahun harus mencari pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan mampu mencapai atman yakni pengaturan diri yang baik (Loon & Laal, 2005). Dalam kehidupannya sehari-hari, etnis India Tamil telah mengikuti kebiasaan lokal Indonesia pada umumnya, makan-makanan Melayu, Batak, Jawa, dan juga Tamil, serta menggunakan pakaian Indonesia sehingga mereka jarang memiliki konflik dengan etnis non India Tamil lainnya. Walaupun demikian, etnis India Tamil masih mempertahankan budaya dan adat istiadat mereka (Mani, 1993). Etnis India Tamil memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh etnis India Tamil di kota Medan maupun di kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti perayaan Adhi Tiruvilla (upacara tolak bala) dan Navaratri (penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi, dan Dewi Saraswathi) (Pina, 2010). Selain itu, etnis India Tamil juga dikenal dengan kesustertaan, yang dibagi ke dalam 3 kelas yakni aksara, musik, dan drama. Bahkan musik dan tarian menjadi suatu tradisi yang dilakukan dalam kegiatan ibadah (Pang & EK Sng, 1991). Pada kebudayaan India, sifat yang paling kuat ialah susunan kasta. Sistem kasta ini telah ada sejak berabad abad yang lalu, yang disebut Yati, sedangkan

15 27 sistemnya disebut Varna. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota yaitu melalui kelahiran atau keturunan. Kasta pada masyarakat India tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut : a. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab suci sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal. b. Ksatria, yaitu kasta para bangsawan dan tentara. Pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan denga pengaturan pemerintahan. c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat. d. Sudra, yaitu kasta yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau rakyat jelata. Pendidikan bertujuan agar individu memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya. Individu yang berada pada lapisan bawah jarang memiliki cita cita yang tinggi karena masyarakat akan melecehkannya atau terkadang keberhasilan yang ditempuh seseorang tidak diakui. Dengan demikian, kedudukan yang dimiliki setiap individu sebagai anggota masyarakat relatif bersifat permanen. Begitu pula hubungan yang dilakukan dengan sesama anggota masyarakat yang berlainan lapisan harus dibatasi sesuai dengan kedudukan sosial yang dimiliki. Sistem

16 28 lapisan sosial tertutup ini sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Sebagai akibatnya, kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakat (Waluya, 2007). Etnis India Tamil mempercayai ajaran Karmaphala atau hukum karma untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang. Ajaran ini mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk yang didapat dan sebaliknya apabila berbuat baik makan kebaikan yang akan didapat. Selain itu, Etnis India Tamil juga percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar, jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya (Nuriah, 1990). Etnis India Tamil memiliki falsafah tersendiri dalam hal pendidikan yang berbunyi kovil la lathe idettie kudi irukke vendham, artinya jangan tinggal ditempat yang tidak ada madrasahnya. Kesadaran akan pendidikan menjadi ciri dan kecenderungan umum bagi etnis India Tamil. Pendidikan merupakan jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007). Etnis India mementingkan hal yang bersifat universal, mengecilkan arti individualitas, menganggap kepribadian manusia dari segi subjektif, tuntuk kepada hal universal, serta suka pada pemikiran introspektif dan metafisik (Habib, 2004). Etnis India cukup santai terhadap waktu dan ketepatan waktu, menjunjung

17 29 tinggi intuisi, sikap subjektif, sifat samar, sikap lepas dan mengupayakan penindasan keinginan (Bahm, 2003). C. Profil SMK SWASTA RAKSANA 2 Pertama kali Yayasan Pendidikan Raksana didirikan pada tahun 1984 oleh Bapak S. Marimutu dan mulai menerima siswa pada tahun Yayasan Pendidikan Raksana berarti AGUNG merupakan yayasan yang turut membantu pemerintah dalam bidang pendidikan yang bersifat nasional tanpa membedakan latar belakang suku, agama, dan ras. Yayasan pendidikan raksana mengelola SMP, SMA, SMK-TI (STM), dan SMK-BM (SMEA) yang siswanya saat ini lebih kurang 3000 orang yang berasal dari hampir semua Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara dan Provinsi lain seperti Nangro Aceh Darussalam dan Provinsi Riau. Saat ini siswa yayasan pendidikan raksana terdiri dari 75% beragama Islam, 20% beragama Kristen dan 5% beragama Hindu dan Budha. Awalnya pada tahun 2004, SMK Swasta Raksana 2 bernama SMK-BM yang memiliki 5 kompetensi keahlian yaitu adminstrasi perkantoran, akuntansi, rekayasa perangkat lunak, usaha perjalanan wisata, dan akomodasi perhotelan. Kemudian, pada tahun 2012 nama sekolah tersebut berganti menjadi SMK Swasta Raksana 2. Adapaun visi sekolah ini adalah terwujudnya SMK swasta raksana 2 sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan yang menyelenggarakan sistem pembelajaran berstandar nasional yang unggul, dalam rangka mencapai standar internasional. Untuk mewujudkan visinya, terdapat beberapa misi sekolah, antara lain: 1) Menyiapkan peserta didik mampu berkomunikasi dalam

18 30 bahasa inggris dan terampil dibidang keahliannya masing-masing yang berbasis kompetensi. 2) Mengembangkan sumberdaya yang lebih profesional sesuai kompetensi keahliannya masing-masing. 3) Mengubah tamatan dari beban menjadi asset (tamat melamat pekerjaan menjadi tamat di lamar pekerjaan). SMK Swasta Raksana 2 memiliki keunggulan untuk menjadikan siswa berbudi pekerti luhur, kompeten di bidang keahliannya masing-masing, cakap dan terampil, berkperibadian, mampu berkomunikasi dengan baik, cerdas dan kompetitif, serta mampu bersaing. SMK Swasta Raksana 2 sangat mengutamakan kedisiplinan dalam mendidik siswa dan juga pencapaian prestasi. Dalam bidang prestasi, SMK Swasta Raksana 2 sudah meraih cukup banyak penghargaan khususnya dalam bidang seni dan juga perlombaan Bahasa Inggris. Adapun kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini adalah Palang Merah Remaja, pencinta alam, kesenian, olahraga, dan pramuka. D. Perbedaan Self Regulated Learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2. Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self regulated learning. Turingan (2009) mengungkapkan bahwa nilai budaya terhadap pendidikan yang dianut individu akan berpengaruh terhadap self regulataed learning. Hal ini disebabkan karena budaya akan mengarahkan individu dalam berpikir dan berperilaku. Trommsdorff & Friedlmeier (2010) juga menambahkan

19 31 bahwa budaya mempengaruhi keyakinan dan perilaku individu dalam kehidupan sosial, dan berdampak pada perkembangan regulasi diri individu. Etnis Batak merupakan salah satu etnis asli Indonesia. Etnis Batak menempuh kebudayaan menurut kepribadiannya sendiri dan adanya perubahan zaman tidak mempengaruhi kepribadian tersebut karena etnis Batak di kota pun tetap berpegang teguh kepada filsafat leluhur (Kartika, 2004). Etnis Batak menganut nilai-nilai budaya akan pentingnya pendidikan. Falsafah hidup etnis Batak lebih dikenal dengan 3H yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon, (menikah dan keturunan) dan Hasangapon (kehormatan). Adapun jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan sehingga keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya (Koentjaraningrat,2007). Orang tua etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup yang dianut kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, berani, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987). Menurut Nurmi (1991) bahwa adanya orientasi ke depan menunjukkan siswa etnis Batak mampu mengevaluasi diri, membuat pengaturan dan perencanaan tujuan dalam proses belajar, serta mengatur strategi dan waktu belajar. Hal ini menunjukkan bahwa individu mampu melakukan pengaturan diri dalam belajar. Selanjutnya, etnis India Tamil merupakan etnis pendatang dari India Selatan dan merupakan etnis India terbesar di kota Medan (Waspada, Juni 2011). Etnis India Tamil memiliki falsafah yang berbunyi kovil la lathe idettie kudi irukke vendham, berarti individu etnis India Tamil dituntut untuk tetap

20 32 mengutamakan pendidikan dimanapun berada. Etnis India Tamil meyakini bahwa pendidikan menjadi jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007). Walaupun pendidikan juga menjadi hal yang penting bagi etnis India Tamil, namun keinginan untuk sukses tidak sama dengan etnis Batak. Pada umumnya, etnis Tamil memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan hanya sedikit dari mereka yang memiliki pendidikan formal (Florence, 2008). Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan juga turut mempengaruhi motivasi individu yang dapat mendukung self regulated learning seseorang dalam proses belajar. Jika individu dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka akan berkembang hasrat untuk mengatur diri dengan baik sehingga tercapai keberhasilan (Hill & Shelton dalam Martaniah,1998). Cobb (2003) mengungkapkan bahwa motivasi yang dimiliki siswa secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Siswa yang memiliki motivasi akan mengerjakan tugas karena memaknai pembelajaran tersebut, serta memahami manfaat pembelajaran sehingga setiap tindakan dan pilihannya ditentukan oleh dirinya sendiri dan tidak melibatkan kontrol dari orang lain (Woolfolk, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2004) bahwa anak suku Batak memiliki motivasi intrinsik dalam belajar dan mencapai prestasi akademik.

21 33 Pada etnis India Tamil, sistem kasta merupakan salah satu bagian dari budaya Hindu yang membentuk nilai-nilai dan keyakinan individu (Audretsch dan Meyer, 2009). Etnis India Tamil termasuk ke dalam kasta sudra, yaitu golongan kasta terendah. Penelitian Hoff dan Pandey (2008) mengenai prestasi siswa di India menunjukkan adanya perbedaan motivasi antara siswa yang berasal dari kasta tinggi dan kasta rendah, bahwa siswa dari kasta rendah memiliki motivasi yang lebih rendah dalam belajar. Individu kasta rendah cenderung merasa tidak mampu dan tidak berani dalam menghadapi sesuatu. Hal ini menyebabkan etnis India Tamil motivasi yang rendah sehingga kurang mampu melakukan pengaturan diri dengan baik. Cobb (2003) menambahkan bahwa individu yang menilai dirinya mampu melakukan suatu tugas, tujuan atau hambatan akan dapat meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Xu (2010) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam proses belajar akan dapat mendukung self regulated learning siswa sehingga dicapai prestasi belajar yang baik. Irmawati (2004) mengungkapkan bahwa pola pengasuhan orang tua Batak cenderung mendorong pencapaian akademik anak dibidang pendidikan, berupa dukungan, kontrol, dan kekuasaan, yang terlihat dari kebiasaan orangtua dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu. Pada etnis India Tamil, orang tua kurang memotivasi anaknya dalam mencapai kesuksesan akademik di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vellymalay (2012) mengenai keterlibatan orangtua dan pencapaian akademik siswa india tamil bahwa orangtua etnis India Tamil kurang memberikan dukungan dan mengarahkan anak ketika

22 34 menghadapi kesulitan dalam pembelajaran dan membantu persiapan menghadapi ujian di sekolah. Hal ini dapat mempengaruhi anak untuk mencapai prestasi akademik yang baik di sekolah. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa terdapat perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2. E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan potensi oleh Tuhan. Potensi yang dimiliki setiap individu harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

India di perantauan indiadiaspora.nic.ind jumlah perantauan India di seluruh

India di perantauan indiadiaspora.nic.ind jumlah perantauan India di seluruh BAB I PENDAHULUAN Kota Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara dan merupakan salah satu kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sejak abad ke 19 kota Medan telah tumbuh sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat lebih dari 500 etnis di Indonesia (Suryadinata, 1999). Suku Batak merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of

BAB II LANDASAN TEORI. berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi Berprestasi McClelland (1987) menggunakan istilah need for achievement (n Ach) untuk kebutuhan berprestasi yaitu sebagai suatu dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan akan membawa perubahan sikap, perilaku, nilai-nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prestasi Akademik 1.1.Pengertian Prestasi Akademik Menurut Chaplin (2006) prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal dasar pertumbuhan dan perkembangan karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan, Pendidikan adalah pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di sekitar lingkungan kita. Perpindahan yang kita temukan seperti perpindahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki aneka budaya yang beranekaragam. Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu, Pulau Sumatera,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kegiatan yang esensial didalam setiap kehidupan masyarakat. Pendidikan tidak mungkin terjadi atau terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan unsur-unsur budi daya luhur yang indah, misalnya; kesenian, sopan santun, ilmu pengetahuan. Hampir setiap daerah yang ada di berbagai pelosok

Lebih terperinci

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini. BAB V KESIMPULAN Suku Batak Toba merupakan suku yang kaya akan budaya salah satunya falasafah Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan orang Batak Toba dalam bermasyarakat. Dalihan Na Tolu ini mengandung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajemukan yang ada di Indonesia merupakan suatu kekayaan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajemukan yang ada di Indonesia merupakan suatu kekayaan bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajemukan yang ada di Indonesia merupakan suatu kekayaan bangsa. Masyarakat Indonesia secara demografis maupun sosiologis merupakan wujud dari bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak berdomisili di daerah Sumatera Utara. Etnik Batak ini terdiri dari enam sub etnik yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II. 1 Deskripsi Desa Muliorejo Desa Muliorejo merupakan salah satu desa / kelurahan yang berada di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di sekitar lingkungan kita. Perpindahan yang kita temukan seperti perpindahan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah masyarakat yang terdiri atas masyarakatmasyarakat suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai satu bangsa atau nasion (nation),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Proses keberlangsungan pendidikan akhlak disejumlah daerah pada setiap keluarga Batak Toba Islam secara subtansial dapat dikatakan berasal dari pesan ajaran Islam serta pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terdiri atas lebih kurang pulau ini dihuni oleh lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terdiri atas lebih kurang pulau ini dihuni oleh lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara kepulauan. Penduduk Indonesia tahun 2010 sejumlah 237.556.363 jiwa, terdiri atas 119.507.580 pria dan 118.048.783 wanita. Negara

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia, sekaligus sebagai salah satu unsur pokok dalam pembangunan manusia dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola- pola ragam hias daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam hias yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Munandar (2002), pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan

Lebih terperinci

TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM

TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM (bentuk bentuk diferensi sosial agama) Nama : Febrinasari SMA : Mutiara, Natar Kata diferensiasi berasal dari bahasa Inggris different yang berarti berbeda. Sedangkan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kota Sibolga adalah daerah yang multikultural karena dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kota Sibolga adalah daerah yang multikultural karena dihuni oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Sibolga adalah daerah yang multikultural karena dihuni oleh berbagai etnis, bahasa dan agama. Selain etnis Batak Toba penduduk lain yang mendiami dataran

Lebih terperinci