MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian"

Transkripsi

1 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai Kamuyang dan Kenagarian Mungo Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan ketinggian diatas permukaan laut, dan 150 Km arah timur dari Padang. Pengolahan sampel darah sampai penyimpanan dilakukan di laboratorium Reproduksi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Potong Padang Mengatas. Analisa level estrogen dan progesteron dalam plasma darah dilakukan di laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, sedangkan pencacahan dilaksanakan di laboratorium Isotop dan Radio Aktif Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Materi Penelitian. Hewan Penelitian. Penelitian terdiri dari 3 tahapan dengan jumlah sapi yang bebeda pada setiap tahapan, dengan berdasarkan jumlah sapi awal sebanyak 268 ekor. Secara umum sapi yang digunakan adalah sapi lokal Peranakan Ongol (PO) sebagai kontrol, sapi persilangan F1 Simental (Betina PO x Pejantan Simental) dan F2 Simental (F1 Simental x Pejantan Simental). Sapi yang digunakan merupakan betina induk mempunyai silsilah keturunan dan atau silsilahnya masih dapat direkonstruksi oleh pemilik ternak, telah beranak minimal 1 kali, tidak pernah mengalami gangguan reproduksi, mempunyai siklus estrus yang normal serta sehat dengan organ reproduksi yang normal setelah dilakukan pemeriksaan (palpasi rektal). Sapi yang digunakan berumur antara 4 7 tahun dengan nilai kondisi tubuh 2 3 (standar 1 5 ). Pada penentuan siklus estrus, intensitas estrus dan tingkat kebuntingan, sapi yang digunakan berjumlah 40 ekor, masing-masing terdiri dari 10 ekor PO, 13 ekor F1 Simental dan 17 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini merupakan sapi-sapi hasil seleksi dari sapi yang didapatkan melalui survei efisiensi reproduksi. Seleksi berdasarkan kesehatan, kondisi tubuh, kenormalan siklus estrus, tidak pernah mengalami gangguan reproduksi dan kelahiran, mempunyai organ reproduksi

2 yang normal dan memiliki corpus luteum (CL) fungsional sebagai syarat sinkronisasi. Pada pengukuran kadar estrogen dan Progesteron, sapi yang digunakan berjumlah 27 ekor, masing-masing terdiri dari 9 ekor PO, 9 ekor F1 Simental dan 9 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini merupakan sapi terpilih dari 47 ekor sapi yang digunakan dalam menentukan intensitas estrus dan tingkat kebuntingan. Pada penentuan kemampuan reproduksi, sapi yang digunakan berjumlah 268 ekor, masing-masing terdiri dari 68 ekor PO, 100 ekor F1 Simental dan 100 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini dipilih secara acak dari populasi yang ada dan dicocokkan dengan data inseminasi buatan pada pos inseminasi dan kelompok tani ternak Luak Lalang Kab. Lima Puluh Kota. Kandang dan Pakan Sapi yang digunakan sebagai hewan penelitian berasal dari peternakan rakyat sakala kecil yang dipelihara secara individual. Sapi dipelihara secara intensif didalam kandang tradisional yang terbuka dengan atap seng dan lantai semen. Pola dan bentuk perkandangan pada seluruh ternak penelitian relatif sama. Dalam satu kandang terdapat sapi lain yang tidak dijadikan sampel penelitian dan dibatasi dengan sekat, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara seekor ternak dengan ternak lainnya. Pola pemberian serta jenis pakan yang digunakan pada seluruh ternak penelitian relatif sama. Pakan yang diberikan adalah rumput gajah dicampur dengan rumput lapangan, diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari diiringi dengan pemberian minum. Pemberian pakan hijauna berkisar 30 sampai 50 kg/hari tanpa penambahan konsentrat, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Bahan dan Alat Untuk keperluan sinkronisasi digunakan Prosolvin dari Intervet International B.V, dimana setiap ml mengandung 7.5 mg Luprostiol (Prostaglandin analog). Untuk keperluan inseminasi digunakan semen beku produksi Balai Inseminasi Buatan Daerah Tuah Sakato Payakumbuh Sumatera

3 Barat. Semen berasal dari sapi Simental Victor (ex. Australia) yang berumur 6 tahun dengan berat badan 980 Kg. Semen yang digunakan dikoleksi pada waktu yang sama dan mempunyai motilitas setelah thawing ± 43 % dengan konsentrasi spermatozoa 25 x 10 6 / ml. Untuk mengetahui apakah inseminasi dilakukan pada saat yang tepat digunakan deteksi estrus menggunakan alat heat detector dari Haupner (ex. Jerman). Untuk analisa estrogen dan progesteron digunakan kit estradiol dan kit progesteron dari Coat-A-Count Diagnostic Products Corporation (DPC) Amerika Serikat. Untuk keperluan penyuntikan dan koleksi darah digunakan spuit 3 ml, kapas dan alkohol 70%. Darah ditampung pada tabung koleksi yang mengandung K3EDTA sebagai anti koagulan, untuk transportasi digunakan termos yang diisi dengan es.alat lain yang digunakan adalah centrifuge, freezer, mikroskop, gun, tissu, serta alat-alat lainnya yang relevan dengan penelitian. Rancangan Penelitian Penelitian untuk mengetahui intensitas estrus dan tingkat kebuntingan serta level estrogen dan progesteron menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dimana yang dijadikan perlakuan adalah 3 bangsa sapi yaitu PO (sebagai kontrol), F1 Simental dan F2 Simental, masing-masing dengan ulangan yang berbeda sesuai dengan jumlah sapi yang terpilih yaitu 47 ekor untuk intensitas estrus dan tingkat kebuntingan dan 27 ekor untuk level estrogen dan progesteron. Untuk mendukung penelitian juga dilakukan survei guna melihat kemampuan reproduksi sapi persilangan F1 dan F2 Simental yang selama ini dipelihara peternak. Survei dilaksanakan dengan mewawancarai secara langsung petani pemilik ternak dan dilakukan pengecekan silang dengan data inseminator daerah yang bersangkutan. Pada waktu survei juga dilakukan pengamatan langsung terhadap sapi guna memastikan jenis sapi, kondisi, serta perkandangan dan pemeliharaan. Pengisian blangko dilaksanakan oleh peneliti untuk kemudahan dan tertibnya pencatatan.

4 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari 3 kegiatan yang meliputi ; 1. Pengamatan siklus estrus dan intensitas estrus 2. Pengukuran level estrogen dan progesteron dengan metode RIA 3. Pengukuran dengan heat detector dan tingkat kebuntingan. 4. Survei kemampuan reproduksi Pengamatan Siklus Estrus Seluruh sapi terpilih (47 ekor) mempunyai organ reproduksi yang normal baik ovarium maupun saluran reproduksinya. Sapi-sapi yang digunakan juga tidak pernah mempunyai masalah reproduksi seperti abortus, distokia dan penyakit reproduksi lainnya. Pada hari pertama penelitian sapi diinjeksi dengan prosolvin yang mempunyai kandungan Luprostiol (PGF2α analog) 7,5mg/ml. Dosis yang digunakan adalah 15 mg/ekor. Injeksi dilakukan pada saat CL fungsional yang berada pada fase luteal siklus estrus. Penyuntikan ini dimaksudkan untuk meluruhkan CL sehingga diharapkan 2 sampai 3 hari setelah penyuntikan sapi akan memperlihatkan gejala estrus kembali. Penyuntikan semata-mata hanya dilakukan untuk memudahkan pekerjaan dan pengontrolan perkembangan ternak sapi selama penelitian. Perkembangan sapi setelah penyuntikan diamati setiap hari dan hasil pengamatan dicatat, pengamatan meliputi tingkah laku estrus, mulai dari terlihatnya onset estrus. Pada sapi dengan siklus yang normal, estrus berikutnya diharapkan akan terjadi antara 18 sampai 24 hari. Pada siklus berikutnya setelah gejala estrus akibat penyuntikan Prosolvin, dilakukan pengamatan estrus sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 6 sampai pukul 8 WIB, siang hari pukul 13 sampai pukul 15 WIB, sore hari pukul 18 sampai pukul 20 WIB. Siklus normal ini dijadikan pedoman dalam menentukan waktu pelaksanaan IB pada siklus berikutnya. Intensitas Estrus Pengukuran intensitas estrus dilakukan pada saat siklus estrus kedua setelah penyuntikan Prosolvin. Pengukuran meliputi : 1) Perubahan tingkah laku, 2)

5 Perubahan vulva, 3) Banyaknya lendir serviks, 4) Ketegangan uterus. Penilaian intensitas estrus dilakukan berdasarkan kriteria jelas (3+) selanjutnya disebut 3, sedang (2+) selanjutnya disebut 2 dan kurang (1+) selanjutnya disebut 1 ( Yusuf 1990; Kune 1998). Pada penelitian ini pengukuran intensitas estrus dilakukan terpisah pada setiap kriteria pengamatan untuk melihat hubungannya dengan level estrogen. Dengan pengamatan terpisah diharapkan dapat diketahui parameter pengukuran mana yang terbaik dan mempunyai korelasi yang tinggi dengan kadar hormon estrogen. Tabel 1. Kriteria penilaian intensitas estrus Kriteria Nilai Intensitas Tingkah laku Perubahan vulva Lendir seviks Ketegangan uterus 3. Sangat gelisah, mondar mandir, nafsu makan jauh berkurang, keinginan berinteraksi dengan sapi lain, bersuara dengan interval pendek. 2. Gelisah, penurunan nafsu makan sedikit, bersuara dengan interval yang panjang 1. Tidak begitu gelisah, nafsu makan biasa, bersuara tapi jarang, sampai tidak terlihat gejala sama sekali. 3. Vulva bengkak dan odematus, mucosa merah 2. Kebengkakan vulva tidak jelas terlihat, mucosa merah atau sebaliknya, vulva bengkak tapi tidak merah. 1. Kebengkakan vulva dan perubahan warna tidak terlihat dengan jelas. 3. Lendir banyak, bening, kental dan jatuh kelantai 2. Lendir sedang, bening, kental menggantung di ekor 1. Lendir sedikit, bening, kental, kadang tidak keluar dari vulva. 3. Uterus tegang, kenyal dan elastis 2. Uterus kurang tegang, kurang kenyal dan kurang elastis 1. Uterus tidak tegang, lembek dan tidak elastis Pengukuran Heat Detector Pengukuran waktu inseminasi yang tepat dilakukan pada saat akan dilaksanakan inseminasi dengan menggunakan heat detector yang memiliki sakala pengukuran dari 0 sampai 60 ohm. Alat yang digunakan hanya mampu

6 memberikan indikasi waktu pelaksanaan inseminasi yang tepat. Alat dimasukkan melalui vagina, didorong kedalam sampai menyentuh pangkal serviks atau minimal 2/3 ujung alat masuk kedalam vagina, selanjutnya alat ditekan kedinding vagina dan tombol on pada monitor skala dipencet sehingga jarum akan menunjuk angka tertentu sesuai kekentalan yang ditemukan. Tabel 2. Kriteria penilaian waktu inseminasi menggunakan heat detector. Kriteria (ohm) Interpretasi 0-30 : Perkawinan yang dilakukan pada kriteria ini terlalu dini >30-40 : Merupakan kriteria terbaik untuk perkawinan >40 60 : Perkawinan yang dilakukan pada kriteria ini terlambat Tingkat Kebuntingan Pada saat siklus estrus kedua setelah penyuntikan Prosolvin, sapi-sapi yang estrus dikawinkan dengan semen beku dari pejantan yang sama dan dilakukan oleh petugas yang sama untuk seluruh sapi. Inseminasi dilakukan dengan berpatokan kepada jarak 8 sampai 10 jam setelah onset estrus. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan melalui palpasi rektal pada hari ke 60 atau lebih setelah inseminasi. Diharapkan tidak terjadi kesalahan pemeriksaan karena pada saat itu fetus sudah relatif besar dan bisa diraba pada dinding uterus. Pengukuran Kadar Estrogen dan Progesteron dengan Metode RIA Koleksi sampel darah untuk analisa estrogen dilakukan sehari sebelum estrus, pada saat estrus/inseminasi dan sehari setelah estrus/inseminasi. Sampel darah diambil dari vena jugularis pada daerah leher sebanyak 3 ml menggunakan spuit. Darah yang dikoleksi dipindahkan kedalam tabung yang sudah dilapisi K3EDTA, ditempatkan didalam termos yang sudah diberi es. Selanjutnya sampel darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit kemudian plasmanya diambil dan dipindahkan kedalam microtube untuk selanjutnya disimpan di freezer pada suhu 20 0 C sebelum dianalisa di laboratorium. Untuk analisa progesteron, koleksi darah dilakukan pada hari ke 12, 21 dan ke 24 setelah estrus/inseminasi. Metode pengambilan dan penanganan darah sama dengan analisa estrogen. Sapi-sapi yang memperlihatkan gejala estrus, pada siklus

7 estrus setelah dilaksanakan inseminasi, tidak diambil sampel darahnya dan dikeluarkan dari analisa progesteron dan estrogen. 125 Pada metode RIA ini 100 μl plasma darah ditambahkan dengan 1 ml Iodium ( 125 I) didalam tabung yang dilapisi dengan antibody. Terjadi kompetisi antara estrogen dan progesteron dengan Iodium 125 untuk menduduki antibody yang kemudian dihitung dengan menggunakan gama counter. Semakin besar kadar 125 I, semakin rendah level estrogen dan progesteron, sebaliknya kadar estrogen dan progesteron tinggi apabila kadar 125 I rendah. Sebelumnya telah ditetapkan standar pengukuran sebagai pedoman perhitungan, dimana pada estrogen standar yang digunakan adalah 0,00 pg/ml, 20 pg/ml dan 50 pg/ml. Pada progesteron standar yang digunakan adalah 0,00 ng/ml, 0,1 ng/ml, 0,5 ng/ml, 2 ng/ml, 10 ng/ml dan 20 ng/ml. Palpasi Estrus (H0) IB 42 H PKB 2-3 H H H PGF2α Kol. E2 Kol. P4 (H-1,H0 dan H+1) (H12, H21 dan H24) Gambar 4 : Koleksi sampel darah untuk analisa hormon estrogen dan progesteron. E2=estrogen, P4= progesteron, PKB=pemeriksaan kebuntingan, IB=inseminasi. Survei Kemampuan Reproduksi Survei dengan menggunakan kuisioner dilakukan terhadap peternak untuk mengetahui kemampuan reproduksi PO, F1 Simental dan F2 Simental. Survei hanya difokuskan kepada: 1) Servis perkonsepsi (S/C) dara 2) Estrus pertama setelah beranak pertama, dihitung dengan menggunakan satuan bulan. 3) Kapan ternak dikawinkan setelah beranak pertama, dihitung dengan menggunakan satuan bulan. 4) S/C induk. 5) Calving interval (CI), dihitung dengan menggunakan satuan bulan. Walaupun sapi yang disurvei telah beranak minimal satu kali, nilai S/C dara didapatkan dari catatan yang ada dan ingatan peternak.

8 Survei juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan peternak dalam memelihara ternak serta pemahamannya terhadap estrus dan perkawinan ternak sapi. Selain itu survei dimaksudkan untuk mengetahui data pendukung kemampuan reproduksi seekor ternak yang meliputi kondisi sapi, pemberian pakan, perkandangan, kebersihan kandang, sumber air serta sejarah kesehatan ternak. Sedangkan penilaian kondisi sapi berdasarkan Body Condition Score (BCS) yang dikembangkan oleh Edmunson et al. (1989) yaitu dengan skor 1 5 ( dari sangat kurus sampai sangat gemuk). Temperatur dan data-data lainnya yang mendukung hasil penelitian juga dicatat saat melaksanakan survei. Analisis Data Data-data yang didapat dianalisis menggunakan program SPSS versi 12. Data intensitas estrus yang meliputi; perubahan tingkah laku, perubahan vulva, lendir serviks dan ereksi uterus dan hasil pengukuran kadar estrogen dan progesteron serta data kemampuan reproduksi yang meliputi; service perconception (S/C) dara, estrus setelah melahirkan, waktu kawin setelah melahirkan, S/C induk dan calving interval (CI) dianalisis dengan ANOVA, apabila ada perlakuan yang berbeda atau berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Sedangkan data hasil pengukuran estrus waktu inseminasi menggunakan heat detector serta data tingkat kebuntingan ditampilkan secara deskriptif. Hubungan antara intensitas estrus dengan kadar estrogen, hubungan antara deteksi estrus menggunakan heat detector dan kadar progesteron dengan tingkat kebuntingan dengan korelasi bivariat. Data intensitas estrus disajikan dalam bentuk raataan dan standar diviasi serta frekuensi penyebaran (%). Data pengukuran heat detector disajikan dalam bentuk frekuensi penyebaran (%) sedangkan data hasil pengukuran kadar estrogen dan progesteron disajikan dalam bentuk rataan dan standar deviasi.

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan dan analisis hormon progesteron dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan Desember 2000 dilokasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi - Bogor. Kegiatannya meliputi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama (F1) dan Generasi Kedua (F2) Sapi Hasil Persilangan SimPO ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 34 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat yaitu : pembuatan tepung kedelai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Januari hingga Maret Penelitian ini telah dilaksanakan di Pondok Pesantren

MATERI DAN METODE. Januari hingga Maret Penelitian ini telah dilaksanakan di Pondok Pesantren III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan selama enam minggu dimulai pada bulan Januari hingga Maret 2013. Penelitian ini telah dilaksanakan di Pondok Pesantren Khairul

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERSILANGAN F1 DAN F2 SIMENTAL SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KADAR HORMON ESTROGEN DAN PROGESTERON PADA DATARAN TINGGI SUMATERA BARAT YANHENDRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) PROPOSAL PENELITIAN PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang LEMBAR PENGESAHAN Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual 31 Okt 2016 1 dari 5 Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal Diperiksa oleh KRISMONO, SST Kasubbag TU 31 Oktober 2016 Disyahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi keberhasilan inseminasi buatan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2014 sampai 4 Mei 2014.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Jenis sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan Eropa, dan Bos sondaicus

Lebih terperinci

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65% Kode Kegiatan : 1.02.02. (X.3) Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65% Nama Peneliti : Umi Adiati

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Tampilan Ferning Pre-Post Inseminasi Buatan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Tampilan Ferning Pre-Post Inseminasi Buatan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Tampilan Ferning Pre-Post Inseminasi Buatan Berdasarkan Umur Sapi SIMPO F1 dan F2 dilaksanakan bulan Juli- September 2014 di Kecamatan Patean, Kabupaten

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Sapi potong merupakan jenis sapi yang diarahkan untuk memproduksi daging, oleh karena itu penggemukan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai bobot badan secara maksimal

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang komposisi kimiawi tubuh sapi Madura jantan yang diberi level pemberian pakan berbeda dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini terletak berdampingan.secara geografis

Lebih terperinci

Manajemen Perkawinan. Suhardi, S.Pt.,MP

Manajemen Perkawinan. Suhardi, S.Pt.,MP Manajemen Perkawinan Suhardi, S.Pt.,MP Tujuan Manajemen Perkawinan peningkatan populasi dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk ternak dalam jumlah besar pada usaha peternakan rakyat

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian PEMBANGUNAN PETERNAKAN dan KESEHATAN HEWAN 2011-2014 Peningkatan bibit ternak

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 21 Maret hingga

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati 21 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. B. Bahan Penelitian Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), ph DAN KEKENTALAN SEKRESI ESTRUS TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI PERANAKAN FRIES HOLLAND Arisqi Furqon Program

Lebih terperinci

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR Disajikan oleh: Dessy Ratnasari E 10013168, dibawah bimbingan: Ir. Darmawan 1) dan Ir. Iskandar 2) Jurusan Peternakan, Fakultas peternakan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU The Influential Factors of Conception Rate on Cattle After

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner untuk data anak kandang

Lampiran 1. Kuisioner untuk data anak kandang 42 Lampiran 1. Kuisioner untuk data anak kandang 1. Nama anak kandang : 2. Umur : th 3. Kandang ke : 4. Pendidikan : 5. Jumlah sapi yang dipelihara : ekor 6. Pengalaman menjadi anak kandang : th 7. Pernah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK ABSTRAK Tinggi rendahnya status reproduksi sekelompok ternak, dipengaruhi oleh lima hal sebagai berikut:

Lebih terperinci

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 Naskah Publikasi KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI Oleh: Muzakky Wikantoto H0508067 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI OPTIMALISASI REPRODUKSI SAPI BETINA LOKAL (un identified bred) DENGAN TIGA SUMBER GENETIK UNGGUL MELALUI INTENSIFIKASI IB Ir. Agus Budiarto, MS NIDN :

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p 86 92 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENAMPILAN BERAHI SAPI JAWA BERDASARKAN POEL 1, POEL 2, DAN POEL 3 (Estrous Performance

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt* EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO Oleh : Donny Wahyu, SPt* Kinerja reproduksi sapi betina adalah semua aspek yang berkaitan dengan reproduksi ternak. Estrus pertama setelah beranak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang

Lebih terperinci

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA 17 SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Takdir Saili 1), Ali Bain 1), Achmad Selamet Aku 1),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Perkawinan Sapi Potong di Indonesia

Perkawinan Sapi Potong di Indonesia Perkawinan Sapi Potong di Indonesia Perkawinan Sapi Potong di Indonesia Penyusun: Lukman Affandhy Aryogi Bess Tiesnamurti BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 PERKAWINAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. B. Desain Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara 11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara yang diberi ransum dengan tambahan urea yang berbeda ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober sampai

Lebih terperinci