BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak kelebihan seperti bentuk yang menarik, mudah digunakan, praktis dibawa,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak kelebihan seperti bentuk yang menarik, mudah digunakan, praktis dibawa,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kapsul telah menjadi bentuk sediaan yang populer karena mempunyai banyak kelebihan seperti bentuk yang menarik, mudah digunakan, praktis dibawa, mudah ditelan, dan tidak memiliki rasa. Hal ini menguntungkan terutama untuk obat-obat yang mempunyai rasa dan bau yang tidak enak (Lachman dkk., 1994). Kapsul merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil. Pada umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin, tergantung pada formulasinya kapsul gelatin dapat dibuat menjadi kapsul keras maupun kapsul lunak (Ansel, 1989). Gelatin adalah protein yang berasal dari kolagen yang diperoleh melalui proses hidrolis. Bahan baku gelatin kebanyakan berasal dari dari kulit dan tulang babi, kulit dan tulang sapi, juga bisa didapatkan dari unggas atau spesies ikan (Anonim, 2012). Penggunaan gelatin dari tahun ketahun semakin berkembang terutama pada industri makanan dan farmasi. Dilaporkan di negara berkembang, dari total gelatin yang dihasilkan, sepuluh persennya digunakan dalam pembuatan kapsul dan emulsi (Djagny dkk., 2001). Data lain dalam Schrieber dan Gareis (2007) menyebutkan bahwa pada tahun 2005, sebanyak 44,9% gelatin yang dihasilkan diseluruh dunia menggunakan kulit babi sebagai bahan bakunya. Hal ini membawa konsekuensi pada perlunya perlindungan konsumen dengan adanya jaminan kehalalan mengenai sumber gelatin. Cangkang kapsul baik keras maupun 1

2 lunak banyak menjadi perhatian terkait status kehalalan gelatin yang digunakan, karena dipasaran banyak beredar produk kapsul yang tidak mencantumkan label halal pada kemasan. Data terakhir dari laman resmi LPPOM MUI (2016) menunjukkan baru terdapat 49 produk dengan bentuk sediaan kapsul dan satu produsen cangkang kapsul yang bersertifikat halal. Keberadaan gelatin babi dan sapi dalam produk pangan sangat sukar diidentifikasi karena memiliki struktur dan sifat mirip (Nemati dkk., 2004). Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang selektif dan sensitif untuk mengidentifikasi gelatin sapi dan babi dalam produk cangkang kapsul.identifikasi spesies hewan pada produk olahan dapat dilakukan melalui analisis pada tingkat protein maupun DNA. Namun untuk produk dengan proses pengolahan yang panjang seperti kapsul gelatin, analisis pada tingkat protein dapat terganggu dengan terjadinya denaturasi penanda protein (protein marker) secara progresif yang disebabkan oleh suhu dan perlakuan ph selama proses manufaktur sehingga menyebabkan hilangnya sifat heterogenisitas serta antigenisitasnya. Di sisi lain, DNA mempunyai kestabilan yang sangat tinggi, sehingga analis berbasis DNA seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) menjadi suatu alternatif. Saat ini analisis dengan metode PCR menggunakan primer yang spesifik telah digunakan untuk mendeteksi suatu spesies tertentu dalam produk olahan secara sensitif dan spesifik. Dalam perkembangannya, banyak dipilih metode PCR kuantitatif (qpcr atau real-time PCR) untuk mendeteksi suatu DNA dalam produk olahan secara cepat, sensitif dan spesifik (Cai dkk., 2012; Fumiere dkk., 2006). 2

3 Analisis PCR dengan target DNA mitokondria telah banyak dipilih (Bellagamba dkk., 2001; Fumiere dkk., 2006; Marlina dkk., 2013; Shabani dkk., 2015; Wardani, 2015). Analisis dengan target DNA mitokondria dinilai lebih menguntungkan karena DNA mitokondria tersedia dalam jumlah hingga ratusan ribu kopi pada tiap sel, sehingga dapat digunakan untuk analisis dengan jumlah sampel sangat terbatas serta dapat memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk mendapatkan hasil pengujian yang positif bahkan saat DNA telah terfragmentasi akibat dari proses pengolahan (Bellagamba dkk., 2001; Randi, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah primer rrna-12s mitokondriayang dirancang dapat mendeteksi secara spesifik DNA sapi diantara DNA berbagai spesies (dari jaringan segar), gelatin babi, maupun cangkang kapsul yang dibuat dari campuran gelatin sapi dan babi menggunakan metode real-time PCR. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah primer tersebut tersebut dapat digunakan untuk deteksi DNA sapi dalam cangkang kapsul gelatin yang ada di pasaran. Deteksi suatu DNA dalam cangkang kapsul dengan metode real-time PCR telah dilakukan sebelumnya diantaranya oleh Wardani (2015) dan Pratiwi (2016). Pada penelitian Pratiwi (2016) dilakukan identifikasi DNA gelatin sapi menggunakan primer spesifik yang bertarget pada daerah D-loop DNA mitokondria sapi. Sedangkan pada Wardani (2015) dilakukan analisis DNA babi pada cangkang kapsul dan menunjukkan hasil yang negatif pada 5 sampel cangkang kapsul komersial yang diuji. Penelitian ini juga akan berguna sebagai 3

4 konfirmasi terhadap hasil negatif pada penelitian Wardani (2015) untuk mengetahui bilamana kapsul tersebut mengandung gelatin sapi. Diharapkan dari penelitian ini, dapat dikembangkan metode yang cepat, spesifik, dan sensitif untuk mendeteksi DNA sapi dalam cangkang kapsul gelatin dalam rangka autentikasi kehalalan cangkang kapsul gelatin. B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang hendak diajukan adalah : 1. Apakah primer rrna-12s mitokondria dapat secara spesifik mengamplifikasi DNA sapi diantara DNA ayam, babi, celeng, kambing, DNA gelatin babi, dan DNA yang terdapat padacangkang kapsul yang terbuat dari campuran gelatin sapi-babi dengan metode real-time PCR? 2. Apakah primerrrna-12s mitokondria dapat mengidentifikasi DNA sapi dalam gelatin sapi, dan dalam cangkang kapsulyang terbuat dari gelatin sapi serta memenuhi kriteria validasi berdasarkan parameter linearitas, efisiensi, dan keterulangan dengan metode real-time PCR? 3. Apakah primer rrna-12s mitokondria dapat digunakan dalam analisis DNA sapidalam cangkang kapsul gelatin yang beredar di pasaran menggunakan metode real-time PCR? C. Pentingnya Penelitian Diusulkan Penelitian ini merupakan upaya pengembangan metode deteksi berbasis DNA yaitu metode real-time PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk 4

5 spesies tertentu. Hasil positif penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan metode analisis olehregulatordalam rangka pengawasan terhadap kehalalan produk khususnya cangkang kapsul gelatin. Disamping itu, diharapkan dapat melindungi konsumen terhadap produk kapsul yang tidak halal. D. Tujuan Penelitian 1. Menentukan spesifitas primer rrna-12s mitokondria dalam mengamplifikasi DNA sapi diantara DNA ayam, babi, celeng, kambing,dna gelatin babi, dan DNA yang terdapat pada cangkang kapsul yang terbuat dari campuran gelatin sapi-babi dengan metode real-time PCR. 2. Mengetahui apakah primer rrna-12s mitokondria dapat mengidentifikasi DNA sapi dalam gelatin sapi, dan dalam cangkang kapsulyang terbuat dari gelatin sapi serta memenuhi kriteria validasi berdasarkan parameter linearitas, efisiensi, dan keterulangan dengan metode real-time PCR. 3. Mengetahui apakah primer rrna-12s mitokondria dapat digunakan dalam analisis DNA sapi dalam cangkang kapsul gelatin yang beredar di pasaran menggunakan metode real-time PCR. E. Tinjauan Pustaka 1. Kapsul Gelatin Menurut Ansel (1989) Kapsul merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung satu atau lebih macam obat dan/atau bahan inert yang dimasukkan dalam suatu cangkang atau wadah kecil. Terdapat dua jenis 5

6 kapsul, yaitu kapsul keras dan kapsul lunak, kedua tipe cangkang kapsul tersebut biasanya terbuat dari gelatin. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada formulasinya saja. Kapsul gelatin lunak mengandung lebih banyak uap air dibandingkan kapsul keras, dikarenakan gelatin dapat mengalami peruraian oleh mikroba pada keadaan lembab maka pada pembuatan kapsul gelatin lunak ditambahkan bahan pengawet. Gelatin adalah protein yangberasal dari kolagen. Kolagen sendiri merupakan konstituen utama pada jaringan ikat dan tulang pada hewan. Secara terminologi kata gelatin berasal dari bahasa latin yaitu gelatus yang berarti kaku atau beku (Podczeck dan Jones, 2004). Pada tahun 2005 dilaporkan bahan baku pembuatan gelatin di seluruh dunia didapatkan dari kulit babi (44,9%), jaringan ikat sapi (27,9%), dan tulang (27,2%) (Schrieber dan Gareis, 2007). Gelatin memiliki sifat-sifat yang dianggap cukup ideal sebagai bahan baku cangkang kapsul, sifat-sifat gelatin yang mendukung diantaranya kelarutan, viskositas, dan pengerasan dapat balik dengan pengaruh suhu. Cangkang kapsul yang dibuat dengan gelatin memiliki sifat yang kuat, bening, fleksible, mengkilap, serta larut dengan baik di lambung, sehingga gelatin banyak digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul baik kapsul lunak maupun keras (Podczeck dan Jones, 2004). Cangkang kapsul keras terdiri atas dua bagian yaitu badan kapsul dan tutupnya, ukuran dari tutup kapsul lebih pendek dibandingkan badan kapsul. Kedua bagian tersebut akan saling menutupi bila disatukan, bagian tutup akan menyelubungi badan kapsul dengan pas. Cangkang tersebut dibuat secara 6

7 mekanis dengan mencelupkan suatu batang atau cetakan kedalam adonan gelatin yang dipanaskan, setelah diangkat maka lapisan gelatin akan mengering dengan pengaturan suhu dan kelembaban (Ansel, 1989). Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin yang ditambah dengan gliserin atau kombinasi alkohol polivalen dan sorbitol yang berfungsi menciptakan elastisitas pada kapsul gelatin lunak. Kapsul gelatin lunak memiliki bentuk yang beragam seperti bentuk batang, oval, bola dan sebagainya. Kapsul gelatin lunak dapat diisi dengan cairan, suspensi, pasta ataupun serbuk kering. Terdapat beberapa macam metode pembuatan kapsul gelatin lunak, diantaranya dengan proses lempeng, menggunakan seperangkat cetakan untuk membentuk kapsul, dan cara die process (berputar atau bolakbalik). Metode die process dinilai lebih produktif dan efisien (Ansel, 1989). 2. DNA DNA merupakan kependekan dari deoxyribonucleic acid, yang merupakan molekul asam nukleat. Terdapat dua tipe asam nukleat yaitu DNA dan RNA (ribonucleic acid). Disebutsebagai asam nukleat karena awalnya molekul ini diisolasi dari nukleus sel eukariotik (Clark, 2005). Secara struktural, DNA merupakan suatu polimer linier yang tersusun atas unit-unit nukleotida. Tiap nukleotida terdiri atas tiga komponen yaitu gugus fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen. Gula pentosa penyusun DNA merupakan gula deoksiribose yang mana pada posisi 5 mengikat satu gugus fosfat yang ter-esterkan, sementara satu basa nitrogen terikat pada cincin gula pada posisi 1. Antar nukleotida satu dengan lainnya terikat secara kovalen, 7

8 yang mana terdapat gula pentosa dan gugus fosfat saling terikat pada posisi 3 dan 5 dari cicin gula membentuk ikatan fosfodiester, struktur tersebut kemudian membentuk rangka utama atau backbone dari DNA (Clark, 2005; Karp, 2009). Ikatan ester Ikatan ester Gambar 1. Dua unit nukleotida yang dihubungkan oleh ikatan fosfodiester. Satu unit nukleotida mengandung basa nitrogen yang terikat pada posisi 1 dan gugus fosfat pada posisi 5 dari cincin gula. Antar nukleotida satu dengan yang lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester Dalam DNA terdapat 4 jenis basa nitrogen yaitu adenin (A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T), sedangkan pada RNA timin digantikan dengan urasil (U). Basa-basa tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu purin dan pirimidin. Basa purin mempunyai 2 cincin heterosiklik, sedangkan basa pirimidin hanya mengandung 1 cincin heterosiklik. Basa purin meliputi adenin dan guanin, sementara sitosin, timin, dan urasil merupakan basa pirimidin. Basa nitrogen tersebut saling berkomplemen, yang mana adenin selalu berpasangan dengan timin yang dihubungkan oleh 2 ikatan hidrogen, sedangkan guanin berpasangan dengan sitosin dan terhubung oleh 3 ikatan hidrogen. Pasangan-pasangan basa nitrogen tersebut menghubungkan 2 8

9 backbone DNA sehingga membentuk DNA untai ganda dengan struktur double helix seperti yang diusulkan oleh Watson dan Crick (1953). DNA memiliki stabilitas yang tinggi (Fumiere dkk., 2006). Meskipun demikian DNA dapat mengalami degradasi yang mengakibatkan terjadinya fragmentasi atau terpotongnya rantai DNA menjadi lebih kecil. Selain karena aktivitas endonuklease dan eksonuklease, degradasi DNA juga dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dantaranya waktu penyimpanan, suhu, kelembaban udara, paparan cahaya, dan berbagai zat kimia (Rudin dan Inman, 2001; Sinden, 1994) 3. Polymerase Chain Reaction Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik biologi molekuler yang dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun PCR berguna dalam mengamplifikasi sekuen DNA. PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi suatu fragmen DNA yang jumlahnya sangat kecil, dan dapat menghasilkan DNA hingga jutaan kopi, sehingga dikatakan cukup sensitif. Metode PCR menghasilkan amplifikasi yang cukup baik bahkan ketika DNA sampel telah terdegradasi. Saat ini teknik PCR digunakan dalam bidang diagnosis klinik, analis genetik, genetic engineering, dan analisis forensik (Bellagamba dkk., 2001; Clark, 2005; Joshi dan Deshpande, 2010). Prinsip dari PCR adalah bahwa secara in vitro, terjadi sintesis dari sekuen DNA spesifik secara enzimatis, menggunakan sepasang primer oliginukleotida yang berhibridisasi pada daerah DNA target (Elrich, 1989). Komponen-komponen dari PCR meliputi : 9

10 a. Molekul DNA awal yang disebut sebagai template dan segmen yang ingin diamplifikasi yang disebut sebagai sekuen target. b. Sepasang primer berupa oligonukleotida untai tunggal yang berkomplemen dengan daerah awal dan akhir dari sekuen target. Primer berguna dalam mengawali sintesis DNA. c. Enzim DNA polimerase yang digunakan untuk menghasilkan salinan DNA. Prosedur dalam PCR memerlukan beberapa tahap perubahan suhu, sehingga dibutuhkan suatu enzim DNA polimerase yang tahan terhadap suhu. Saat ini banyak digunakan enzim Taq polymeraseyang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini stabil hingga suhu 94 C. d. Suplai nukleotida berupa nukleotida trifosfat adenin (A), timin (T), sitosin (C), dan guanin (G) yang akan digunakan oleh enzim polimerase untuk membentuk DNA baru. e. Mesin PCR berupa thermocylers yang akan mengkondisikan beberapa tahap suhu yang diperlukan dalam proses amplikasi, dan mengulangnya sebanyak siklus yang diperlukan (Clark, 2005; Joshi dan Deshpande, 2010). 10

11 Denaturasi pada suhu C Template DNA untai ganda baru Penempelan primer pada suhu C Perpanjangan oleh polimerase pada suhu 72 C Gambar 2. Tahapan amplifikasi PCR Terdapat tiga tahapan utama yang terjadi dalam proses PCR yaitu denaturasi (D), penempelan atau annealing (A), dan perpanjangan atau ekstensi (E). Pada tahap pertama DNA didenaturasi pada temperatur tinggi antara 90-97ºC sehingga terbentuk dua DNA untai tunggal. Pada tahap kedua yaitu annealing, primer menempel pada sekuen targetuntuk memulai ekstensi, proses ini terjadi pada suhu C. Pada tahap ekstensi atau perpanjangan, terjadi sintesis DNA oleh enzim polimerase yang dimulai pada daerah primer membentuk salinan DNA yang komplemen, tahap ini terjadi pada suhu 72 C selama 2-5 menit (Joshi dan Deshpande, 2010). Pada proses ini,dna baru yang terbentuk akan menjadi template pada amplifikasi selanjutnya, sehingga terjadi penggandaan jumlah DNA pada tiap siklusnya. Secara matematis proses PCR selama 20 kali siklus akan menghasilkan salinan hingga satu juta kalinya (20 20 ) (Elrich, 1989). Pada akhir siklus biasanya dilakukan tahap tambahan yang disebut sebagai perpanjangan akhir atau ekstensi akhir pada 72 C selama 5 menit untuk memastikan sintesis dari produk PCR telah berhasil (Joshi dan Deshpande, 2010). 11

12 4. Real-time PCR dan Kuantifikasinya Pada awalnya analisis PCR menggunakan teknik gel elektroforesis untuk memvisualisasikan fragmen DNA hasil amplifikasi (amplikon), teknik ini disebut juga PCR konvensional. Selanjutnya pada beberapa dekade terakhir telah dikembangkan teknologi real-time polymerase chain reaction (real-time PCR) yang mana dapat dilakukan analisis terhadap amplikon saat reaksi sedang berlangsung. Teknik ini disebut juga sebagai quantitative PCR (qpcr) karena memungkinkan untuk melakukan kuantifikasi terhadap amplikon yang dihasilkan (Shafique, 2012; VanGuilder dkk., 2008). Dalam real-time PCR, penanda fluoeresen berfungsi sebagai detektor. Visualisasi dari sinyal fluoresen tersebutselama proses PCR berlangsung akan membentuk sebuah plot amplifikasi seperti pada Gambar 3. Plot tersebut menggambarkan jumlah amplikon seiring bertambahnya siklus dalam PCR, yang mana secara umum terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama disebut sebagai fase eksponensial yang mana jumlah substrat melimpah dan produk yang dihasilkan masih sedikit. Pada fase ini terjadi pertambahan jumlah produk secara eksponensial dan efisiensi reaksi mencapai 100%. Pada fase kedua, yaitu fase linier, akumulasi produk semakin bertambah namun efisiensinya semakin berkurang dan jumlah reagen mulai terbatas sampai pada akhirnya memasuki fase ketiga, yaitu fase mendatar yang mana pembentukan produk mulai terhenti dikarenakan jumlah reagen yang habis dan/atau aktivitas enzim yang menurun (VanGuilder dkk., 2008). 12

13 Gambar 3. Tiga fase utama proses PCR Real-time PCR memiliki prinsip kerja yang sama dengan PCR konvensional, hanya pada real-time PCR digunakan penanda (probe) fluoresen yang dapat berinteraksi dengan produk amplikon selama proses berlangsung sehingga memungkinkan pengukuran secara kinetik dari akumulasi amplikon (Shafique, 2012). Beberapa sistem penanda fluoresen yang ada saat ini dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan mekanisme sinyal fluoresen yang dihasilkan, (i) penanda berbasis reaksi hidrolisis, contohnya TaqMan (Applied Biosystems, USA); (ii) penanda berbasis reaksi hibridiasi dengan produk amplikon, misalnya LightCycler (Roche), LUX (Invitrogen, USA), dan Molecular beacons; (iii) pewarna interkalasi, contohnya SYBR Green (VanGuilder dkk., 2008). Semua metode kuantifikasi PCR didasarkan pada kurva amplifikasi (Gambar 3) yang mana sinyal fluoresensi dan kenaikannya pada tiap siklus diplotkan terhadap jumlah siklus. Pada kurva tersebut saat fase eksponensial, jumlah amplikon berbanding lurus dengan jumlah awal DNA target (template). 13

14 Dari fase eksponensial tersebut digunakan istilah Ct (threshold cycle) yang merupakan jumlah siklus saat tercapai akumulasi sinyal fluoresen yang secara signifikan lebih tinggi daripada sinyal baseline atau background (Heid dkk., 1996). Dalam prakteknya, nilai Ct ditentukan dari garis threshold. Nilai Ct adalah jumlah siklus saat sinyal fluoresen memotong threshold. Threshold sendiri merefleksikan kenaikan sinyal yang signifikan dari sinyal baseline. Biasanya, perangkat lunak instrumen real-time PCR secara otomatis memberikan threshold sebagai nilai 10 kali nilai standar deviasi dari nilai sinyal baseline. Namun posisi dari threshold dapat ditetapkan pada titik manapun pada fase eksponensial (Anonim, 2014a). Nilai Ct proporsional terhadap jumlah awal DNA target (template). Ketika konsentrasi template lebih besar maka sinyalnya akan memotong threshold lebih awal (Ct lebih kecil), sehingga dari data Ct seri pengenceran template dapat dibuat suatu kurva baku dengan meregresikan nilai seri log konsentrasi template (sumbu x) versus nilai Ct (sumbu y) pada masing-masing konsentrasi tersebut sehingga dihasilkan suatu garis linier(anonim, 2014a; Smith dan Osborn, 2009). Dari kurva baku tersebut kemudian dapat ditentukan berbagai parameter amplifikasi diantaranya adalah kemiringan (slope), efisiensi amplifikasi (E) dan koefisien regresi linier (r 2 ) (Smith dan Osborn, 2009). Nilai efisiensi amplifikasi menunjukkan kedekatan perolehan amplikon dengan jumlah amplikon teoritis yang seharusnya dicapai menurut prinsip penggandaan dalam PCR (Pelt-Verkuil dkk., 2008). Nilai efisiensi dapat ditentukan melalui persamaan berikut : 14

15 E = 10 (-1/slope) -1. Idealnya, efisiensi suatu PCR sebesar 100% (slope = -3,32), yang berarti bahwa template menggandakan diri pada setiap akhir siklus selama fase eksponensial. Nilai efisiensi aktual dapat memberikan informasi yang penting dari reaksi. Faktor eksperimental seperti, panjang amplikon, struktur skunder, GC content dari produk amplikon dapat mempengaruhi efisiensi. Nilai efisiensi reaksi yang rendah dapat disebabkan oleh perancangan primer yang kurang bagus, dinamika dari reaksi itu sendiri, penggunaan reagen dengan konsentrasi yang tidak optimal serta kualitas enzim yang rendah. Sedangkan nilai efisiensi yang lebih dari 100% dapat disebabkan oleh kesalahan pemipetan dalam atau ampflifikasi dari produk non-spesifik seperti primer dimer (Anonim, 2014a, 2006a). Sebaiknya nilai efisiensi amplifikasi mendekati 100% yang berarti nilai slope-nya berada pada rentang -2,9 hingga -3,3 (Anonim, 2010). Dalam real-time PCR juga didapatkan data kurva leleh. Kurva leleh diperoleh daari pengamatan perubahan fluoresensi ketika DNA untai ganda dengan molekul warna yang terikat berdisosiasi, atau meleleh menjadi DNA untai tunggal seiring dengan kenaikan suhu pada saat reaksi. Ketika DNA untai ganda yang berikatan dengan suatu pewarna interkalasi dipanaskan, penurunan fluoresensi secara tiba-tiba terdeteksi ketika suhu mencapai titik leleh (Tm), karena terjadinya disosiasi dari DNA untai ganda dan pelepasan pewarna. Kurva leleh diperoleh dengan memplotkan sinyal fluoresensi versus suhu. Analisis kurva leleh pada setelah amplifikasi adalah cara yang praktis dan cepat untuk memeriksa adanya primer-dimer pada reaksi PCR, serta digunakan 15

16 untuk memastikan spesifitas reaksi. Karakterisasi produk PCR dengan menggunakan analisis kurva leleh dapat mengurangi pemakaian waktu, karena tidak lagi diperlukan prosedur elektroforesis gel (Anonim, 2014a). 5. Pewarna Interkalasi dan EvaGreen. Dibandingkan dengan penanda spesifik yang harus disintesis khusus untuk masing-masing target, pewarna interkalasi yang berikatan dengan DNA untai ganda terbilang lebih mudah digunakan dan lebih murah (Smith, 2010). Kelemahan dari pewarna interkalasi yang non-spesifik adalah dibutuhkan usaha-usaha untuk memastikan bahwa sinyal fluoresen hanya berasal dari produk template target dan bukan dari DNA untai ganda non-target. Usahausaha tersebut diantaranya adalah merancang primer yang spesifik, menghindari terjadinya primer-dimer, mungkin diperlukan optimasi konsentrasi primer, serta diperlukan analisis lanjutan yaitu analisis kurva leleh atau kurva denaturasi. Karena pewarna interkalasi bersifat non-spesifik maka pewarna-pewarna tersebut tidak dapat digunakan dalam PCR multipleks (Smith dan Osborn, 2009; VanGuilder dkk., 2008). Diantara berbagai pewarna interkalasi, SYBR Green merupakan salah satu yang banyak digunakan karena memberikan performa yang bagus dan pewarna ini kompatibel dengan kebanyakan instrumen PCR (Mao dkk., 2007). Namun pada konsentrasi tinggi, SYBR Green memiliki kecenderungan untuk menghambat aktivitas DNA Polimerase dan memicu terjadinya mispriming, sehingga SYBR Green hanya dapat digunakan pada konsentrasi rendah untuk menghasilkan amplifikasi yang reliabel. Pada konsentrasi rendah, SYBR Green 16

17 hanya menghasilkan sinyal yang rendah dan mengakibatkan data kurva leleh menjadi tidak reliabel akibat adanya fenomena redistribusi sehingga SYBR Green tidak dapat cocok digunakan dalam analisis High Resolution Melt Curve (HRM) (Anonim, 2014b; Karsai dkk., 2002). Gambar 4. Deteksi dengan SYBR Green SYBR green akan mengikat semua DNA untai gannda dan mengemisikan sinyal fluoresen, saat DNA dalam keadaan untai tunggal, SYBR Green tidak berfluoresensi Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut dikembangkan pewarna interkalasi lain, salah satunya adalah EvaGreen yang merupakan pewarna interkalasi generasi ketiga. EvaGreen memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan SYBR Green yang mana EvaGreen memiliki kecenderungan lebih kecil dalam menghambat amplifikasi PCR oleh DNA Polimerase serta relatif tidak menyebabkan amplifikasi non-spesik. Selain itu, EvaGreen dapat digunakan pada konsentrasi tinggi sehingga dapat menghasilkan sinyal amplifikasi yang kuat juga memberikan sinyal yang tajam pada kurva leleh. Kelebihan lain adalah penggunaan EvaGreen pada konsentrasi tinggi dapat menghilangkan efek redistribusi pada proses denaturasi, sehingga dapat digunakan dalam analisis HRM. Terakhir, pewarna 17

18 ini dapat digunakan pada amplifikasi dengan protokol siklus yang cepat dibandingkan dengan SYBR Green, serta pewarna ini cukup stabil dan kompatibel dengan kebanyakan instrumen PCR (Mao dkk., 2007; Smith, 2010). 6. Visualisasi DNA dengan Elektroforesis Prinsip dari elektroforesis adalah pemisahan molekul berdasarkan muatan intrinsik. Pada proses elektroforesis terdapat elektroda positif dan elektroda negatif yang dihubungkan dengan sumber tegangan sehingga molekul yang bermuatan positif akan bergerak mendekati elektroda negatif, dan molekul yang bermuatan negatif akan bergerak mendekati elektroda positif. Pada elektroforesis DNA yang mana molekul DNA bermuatan negatif, selama proses elektrolisis, DNA akan bergerak menuju elektroda positif. Muatan negatif DNA berasal dari gugus fosfat yang menyusun nukleotida (Clark, 2005). Selain dengan Spektrofotometer-UV, kuantitas DNA hasil isolasi dapat diprediksikan dengan metode elektroforesis gel. Elektroforesis gel DNA juga dapat memberikan informasi mengenai berat molekul DNA berdasarkan ukuran basanya dan mengetahui ada tidaknya kontaminan RNA (Williams dkk., 2007). Elektroforesis DNA biasanya dilakukan menggunakan gel agarosa. Agarosa merupakan suatu polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa memiliki ukuran pori-pori yang sesuai untuk memisahkan DNA yang berukuran ratusan pasang basa atau lebih, DNA dengan ukuran yang lebih pendek dapat dipisahkan menggunakan gel poliakrilamid. Untuk 18

19 memvisualisasikan DNA yang telah terpisah melalui proses elektrolisis digunakan senyawa etidium bromida. Senyawa ini dapat berinterkalasi diantara pasangan-pasangan basa dalam rantai DNA. Ketika gel diamati dibawah sinar UV, maka etidium tereksitasi dan menimbulkan fluoresesi berwarna oranye sehingga fragmen-fragmen DNA yang terpisah akan muncul sebagai pita-pita berwarna oranye (Clark, 2005). 7. DNA Mitokondria Mitokondria (tunggal: mitokondrion) adalah organel berbentuk batang dengan membran ganda yang ditemukan pada sel eukariot. Tiap sel dapat memiliki 100 hingga mitokondria. Mitokondria bertanggungjawab dalam pembentukan energi melalui proses respirasi, yang mana enzim-enzim respirasi yang diperlukan terdapat pada membran dalam dari organel ini (Clark, 2005; Randi, 2009). Telah diketahui bahwa selain di nukleus, material genetik pada sel eukariot juga ditemukan di mitokondria pada hewan dan di plastida pada tumbuhan. Molekul DNA yang terdapat di mitokondria (DNA mitokondria) merupakan DNA untai ganda, bisasanya berbentuk cincin, berukuran kecil dan berupa molekul haploid sederhana, serta tidak mengalami rekombinasi. DNA mitokondria biasanya hanya diturunkan oleh ibu, dan diturunkan secara utuh dari generasi ke generasi. Laju mutasi DNA mitokondria terjadi 5-10 kali lebih sering dibanding DNA nukleus, namun terdapat conserved region yang mengkode protein yang mana susunan sekuennya tetap sama dan bertahan hingga puluhan juta tahun (Randi, 2009). 19

20 DNA mitokondria memiliki fungsi penting antara lain sebagai penyandi 2 RNA ribosom yaitu RNA ribosom besar subunit 16 (rrna-12s) dan ribosom kecil subunit 12 (rrna-12s). DNA mitokondria juga merupakan penyandi gen trna. Selain itu, DNA mitokondriajuga mengkode enzimenzim yang terlibat dalam rantai respiratorik, meliputi apositokrom b, empat sampai delapan subunit NADH (NADH-1 sampai dengan 7, dan NADH-4L), satu hingga tiga subunit sitokorom oksidase C (COX-1, COX-2, dan COX-3), serta satu hingga tiga ATP (ATP-6, ATP-8, ATP 9) (Randi, 2009). 8. Perancangan Primer Perancangan primer dalam analisis PCR merupakan tahap yang krusial dalam menentukan kesuksesan dari reaksi PCR, terlebih lagi jika digunakan metode real-time PCR dengan penanda non-spesifik seperti SYBR Green. Analisis SYBR Green membutuhkan primer yang spesifik dan berbagai optimasi terhadap primer untuk memastikan spesifitas dari reaksi PCR (Borah, 2011; Handoyo dan Rudiretna, 2000; Smith dan Osborn, 2009). Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang mana DNA polimerase dapat menambahkan building block DNA (dntp) yang diperlukan untuk proses perpanjangan (Handoyo dan Rudiretna, 2000; Joshi dan Deshpande, 2010). Dalam merancang primer diperlukan informasi mengenai sekuen DNA terutama sekuen target yang ingin diamplifikasi (Clark, 2005). Bank database genom berbagai spesies salah satunya terdapat di laman NCBI 20

21 (National Center for Biotechnology Information) dan dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang suatu primer. Laman NCBI juga menyediakan fasilitas Primer-BLAST (Primer-Basic Local Alignment Seacrh Tool) yang dapat digunakan untuk merancang primer yang spesifik secara in-silico (Wardani, 2015). Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perancangan primer adalah sebagai berikut (Borah, 2011; Handoyo dan Rudiretna, 2000) : a. Panjang primer Umumnya panjang primer berkisar antara basa. Primer dengan ukuran tersebut dianggap cukup panjang untuk mendapatkan spesifitas yang diinginkan, serta cukup pendek sehingga primer akan dengan mudah berhibridisasi dengan sekuen target pada suhu annealing. Primer yang terlalu pendek akan mengalami mispriming (penempelan primer di tempat lain yang tidak diinginkan) sehingga mengurangi spesifitasnya. Primer yang terlalu panjang juga akan menjadi tidak ekonomis dan tidak meningkatkan spesifitas secara signifikan. b. Komposisi primer Dalam merancang suatu primer, urutan nukleotida yang sama (repeat)perlu dihindari karena dapat menurunkan spesifitas dengan meningkatkan kemungkinan terjadinya mispriming. Jumlah guanin dan sitosin (G+C) dalam primer hendaknya sebanyak 40-60%. Primer dengan %(G+C) yang rendah diperkirakan tidak akan mampu menempel secara efektif pada target DNA sehingga akan menurunkan efisiensi dari PCR. 21

22 Selain itu pada 5 basa terakhir pada ujung 3 sebaiknya mengandung nukleotida G atau C, disebabkanadanya basa tersebut membantu primer untuk berikatan secara spesifik dengan template. c. Suhu leleh (Tm) dan suhu penempelan (Ta) Suhu leleh (Tm) merupakan temperatur yang mana 50% dari untai ganda DNA terpisah menjadi untai tunggal. Pemilihan Tm suatu primer sangat berpengaruh pada pemilihan suhu penempelan saat proses PCR. Tm berhubungan dengan komposisi primer dan panjang primer. Secara teoritis Tm suatu primer dapat ditentukan dengan rumus [2(A+T)+4(C+G)]. Sebaiknya Tm berkisar antara C. Tm mengindikasikan stabilitas hibrida sehingga juga menentukan suhu penempelan dalam PCR. Suhu leleh yang terlalu tinggi mengakibatkan rendahnya tingkat hibridisasi primer dengan template sehingga menurunkan efisiensi dari reaksi PCR. Suhu leleh yang terlalu rendah juga dapat menghasilkan produk yang tidak spesifik akibat terjadinya mispriming. d. Interaksi primer-primer Interaksi primer-primer seperti self-homology(terbentuknya hairpin) dan cross-homology harus dihindari, demikian juga dengan terjadinya mispriming pada daerah lain yang tidak dikihendaki. Untuk memastikannya dapat dilakukan analisis BLAST melalui laman NCBI. Adanya interaksi primer-primer dapat menyebabkan spesifitas primer menurun selain itu konsentrasi primer yang digunakan menjadi berkurang 22

23 dengan terjadinya mispriming. Keadaan tersebut akan berpengaruh pada efisiensi proses PCR. F. Landasan Teori Identifikasi suatu spesies dalam produk olahan dapat dilakukan dengan metode PCR yang merupakan metode analisis berbasis DNA. Metode berbasis DNA memberikan keuntungan karena dapat mendeteksi secara sensitif ketika jumlah sampel terbatas, atau ketika sampel sudah rusak akibat yang terjadi selama proses pengolahan. Hal ini disebabkan karena DNA mempunyai kestabilan yang tinggi. Real-time PCR merupakan metode yang cepat, spesifik, dan sensitif yang mana proses PCR dapat diamati secara langsung dengan menggunakan teknologi penanda berfluoresen. Penanda fluoresen berfungsi sebagai detektor yang sinyalnya divisualisasikan untuk mengetahui jumlah amplikon selama reaksi berlangsung. Contoh penanda yang banyak digunakan adalah SYBR Green dan EvaGreen yang merupakan pewarna berbasis interkalasi yang akan berfluorosensi ketika berinteraksi dengan DNA untai ganda. Kelemahan metode PCR menggunakan penanda interkalasi yang merupakan penandanon-spesifik adalah dibutuhkan beberapa usaha untuk memastikan spesifitas dari reaksi PCR. Usahausaha tersebut diantaranya adalah dengan memastikan spesifitas primer terhadap sekuen target dan melakukan analisis kurva leleh. Metodereal-time PCR juga memungkinkan dilakukannya analisis secara kuantitatif terhadap jumlah DNA target awal.dari beberapa publikasi sebelumnya 23

24 diantaranya oleh Demirhan dkk. (2012), Marlina dkk. (2013), Mutalib dkk. (2012), Shabani dkk. (2015),dan Wardani (2015) telah berhasil dilakukan deteksi spesifik suatu DNA dari sampel gelatin maupun cangkang kapsul. Deteksi DNA gelatin sapi dalam cangkang kapsul juga telah dilakukan sebelumnya oleh Pratiwi (2016) menggunakan metode real-time PCR dengan target daerah D-loop pada DNA mitokondria. Analisis PCR dengan target DNA mitokondria banyak berkembang karena jumlah mitokondria mencapai ratusan ribu dalam tiap sel, sehingga DNA mitokondria tersedia melimpah. Salah satu komponen penting dalam PCR adalah primer. Pasangan primer yang memberikan spesifitas dan sensitivitas yang memuaskan dalam mengamplifikasi DNA target merupakan kunci kesuksesan suatu reaksi PCR. Pada penelitian ini dilakukan perancangan primer yang bertarget di DNA mitokondria secara in-silico menggunakan fasilitas Primer- BLAST dari laman NCBI. Setelah didapatkan sepasang primer yang spesifik terhadap DNA sapi, dan diketahui primer tersebut mengamplifikasi pada daerah gen rrna-12s pada DNA mitokondria. Primer ini memiliki sekuen forward 5 - CCC AAG CTA ACA GGA GTA CG-3 dan sekuen reverse 5 -TAG TGC GTC GGC TAT TGT AG-3 dan menghasilkan amplikonsepanjang 137 pasang basa (selanjutnya disebut sebagai primer rrna-12s mitokondria). Pengujian terhadap primer tersebut meliputi uji spesifitas terhadap DNA dari berbagai spesies, DNA gelatin, dan DNA cangkang kapsul berbahan gelatin sapi-babi serta uji sensitivitas untuk mengetahui konsentrasi terendah DNA sapi masih dapat terdeteksi pada gelatin maupun cangkang kapsul. Selain itu juga 24

25 dilakukan uji keterulangan hasil amplifikasi DNA dari gelatin dan cangkang kapsul, kemudian primer tersebut digunakan untuk mendekteksi DNA sapi dalam cangkang kapsul komersial. G. Hipotesis 1. Primer rrna-12s mitokondria dapat secara spesifik mengamplifikasi DNA sapi diantara DNA ayam, babi, celeng, kambing, DNA gelatin babi, dan DNA yang terdapat pada cangkang kapsul yang terbuat dari campuran gelatin sapibabi dengan metode real-time PCR. 2. Primer rrna-12s mitokondria dapat mengidentifikasi DNA sapi dalam gelatin sapi, dan dalam cangkang kapsulyang terbuat dari gelatin sapi serta memenuhi kriteria validasi berdasarkan parameter linearitas, efisiensi, dan keterulangan dengan metode real-time PCR. 3. Primer rrna-12s mitokondria dapat digunakan dalam analisis DNA sapi dalam cangkang kapsul gelatin yang beredar di pasaran menggunakan metode real-time PCR. 25

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sedangkan kerupuk kulit atau yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sedangkan kerupuk kulit atau yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sedangkan kerupuk kulit atau yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya SINTESIS PROTEIN Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya Sintesis Protein Proses dimana kode genetik yang dibawa oleh gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino SINTESIS PROTEIN EKSPRESI GEN Asam nukleat

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus pemalsuan makanan menggunakan spesies babi telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus pemalsuan makanan menggunakan spesies babi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus pemalsuan makanan menggunakan spesies babi telah terjadi di masyarakat dikarenakan harga babi yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sapi, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2009; Martin dkk., 2009; Koppel dkk., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2009; Martin dkk., 2009; Koppel dkk., 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, identifikasi spesies hewan menjadi perhatian utama karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahan atau komposisi makanan

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kapsul adalah salah satu produk farmasi yang terbuat dari gelatin sapi dan gelatin babi yang berperan dalam pengemasan sediaan obat (Sahilah dkk., 2012), sedangkan gelatin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah pusat dan pemerintah daerah selain berkewajiban menjamin keamanan produk obat dan makanan, saat ini juga mulai berupaya untuk menjamin kehalalan produk

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNA MITOKONDRIA KAMBING (Capra hircus) MENGGUNAKAN REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION

UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNA MITOKONDRIA KAMBING (Capra hircus) MENGGUNAKAN REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNA MITOKONDRIA KAMBING (Capra hircus) MENGGUNAKAN REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI RIZKI MARTA PUTRI 1113102000049 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Organisasi DNA dan kode genetik

Organisasi DNA dan kode genetik Organisasi DNA dan kode genetik Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila DNA terdiri dari dua untai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan kebutuhan gizi. Bahan pangan asal hewan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpengaruh langsung pada diversifikasi produk pangan menyebabkan beranekaragamnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebab Kata kabab ( اب ) berasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti daging yang digoreng dan bukanlah daging yang dipanggang. Kata kabab dari bahasa Arab tersebut

Lebih terperinci

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK Mendel; belum terfikirkan ttg struktur, lokus, sifat kimiawi serta cara kerja gen. Sesudah Mendel barulah dipelajari ttg komposisi biokimiawi dari kromosom. Materi genetik

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya harga daging sapi mengakibatkan beredarnya isu bakso sapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya harga daging sapi mengakibatkan beredarnya isu bakso sapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya harga daging sapi mengakibatkan beredarnya isu bakso sapi yang dicampur dengan daging tikus. Akibat dari tingginya harga daging sapi, ada pedagang bakso yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

Ciri Khas Materi Genetik

Ciri Khas Materi Genetik KIMIA DARI GEN Ciri Khas Materi Genetik 1. Replikasi: digandakan, diturunkan kepada sel anak 2. Penyimpan informasi 3. Meng ekspresi kan informasi: Dimulai dengan transkripsi DNA sehingga dihasilkan RNA,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa cairan, serbuk, maupun granul, dalam cangkang lunak maupun keras

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa cairan, serbuk, maupun granul, dalam cangkang lunak maupun keras BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapsul merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung bahan aktif, baik berupa cairan, serbuk, maupun granul, dalam cangkang lunak maupun keras untuk diberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA Aulia Dwita Pangestika A2A014018 Fakultas Kesehatan Masyarakat DNA dan RNA DNA sebagai senyawa penting yang hanya ada di mahkluk hidup. Di mahkluk hidup senyawa ini sebagai master kehidupan untuk penentuan

Lebih terperinci

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu DNA DNA adalah rantai doble heliks berpilin yang terdiri atas polinukleotida. Berfungsi sebagi pewaris sifat dan sintesis protein. Struktur DNA (deoxyribosenucleic acid) yaitu: 1. gula 5 karbon (deoksiribosa)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 2. BAHAN DAN KODE GENETIK Bahan Genetik Deoxyribonucleic acid (DNA) ditemukan tahun 1869. Pada saat itu fungsi belum diketahui. Selanjutnya diisolasi dari nukleus berbagai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Ternak Sapi Potong di Indonesia Populasi penduduk yang terus berkembang, mengakibatkan permintaan terhadap kebutuhan pangan terus meningkat. Ternak memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

Struktur DNA dan Pengaruh Perubahannya

Struktur DNA dan Pengaruh Perubahannya Struktur DNA dan Pengaruh Perubahannya Denny AP G64130017 / Q08.1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam nukleat merupakan suatu polinukleotida, yaitu polimer linier yang tersusun dari monomer-monomer nukleotida

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

Struktur. Ingat: basa nitrogen, gula pentosa, gugus fosfat

Struktur. Ingat: basa nitrogen, gula pentosa, gugus fosfat ASAM NUKLEAT ASAM NUKLEAT Asam nukleat (bahasa Inggris: nucleic acid) adalah makromolekul biokimia yang kompleks, berbobot molekul tinggi, dan tersusun atas rantai nukleotida yang mengandung informasi

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi Oleh: Fatchiyah dan Estri Laras Arumingtyas Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Universitas Brawijaya Malang 2006 2.1.Pendahuluan Era penemuan materi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Pengolahan makanan yang tidak bersih dapat memicu terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI GENETIK A. KROMOSOM

MATERI GENETIK A. KROMOSOM MATERI GENETIK A. KROMOSOM Kromosom pertama kali ditemukan pada kelompok makhluk hidup eukariot. Namun, di lain pihak dewasa ini kromosom tidak hanya dimiliki oleh klompok makhluk hidup eukariot tetapi

Lebih terperinci

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan BAB I. PENDAHULUAN DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan hereditas. Penemu DNA adalah seorang ahli kimia asal Jerman Friederich Mieschier (1869), yang menyelidiki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA Oleh: Nama : Nur Amalina Fauziyah NIM : 141810401041 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014 PEMBAHASAN Asam nukleat

Lebih terperinci

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi.

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi. bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks. Dalam pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3 molekul RNA yang baru terbentuk. Misalnya nukleotida DNA cetakan A,

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Oleh: Aria Fransisca Bashori Sukma 141810401023 Dosen Pembimbing Eva Tyas Utami, S.Si, M.Si NIP. 197306012000032001

Lebih terperinci

Topik 4 DNA Sebagai Bahan Genetik

Topik 4 DNA Sebagai Bahan Genetik Topik 4 DNA Sebagai Bahan Genetik Pada tahun 1953 James Watson dan Francis Crick mempublikasikan sebuah paper yang terdiri dari dua halaman dalam majalah Nature berjudul `struktur molekuler asam nukleat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global. Mengkonsumsi makanan halal adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim. Dalam al Qur an, disebutkan makanlah

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Bimbingan Olimpiade SMA Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 Genetika : ilmu yang memperlajari tentang pewarisan sifat (hereditas = heredity) Ilmu genetika mulai berkembang

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,

Lebih terperinci

Fakultas Biologi Unsoed

Fakultas Biologi Unsoed TEKMK PCR oleh Drs. Agus Hery Susanto, M.S. staf pengajar Pendahuluan Teknik PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk menggandakan fragmen DNA (urutan basa nukleotida) tertentu secara invitro melalui

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID)

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID) ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID) Terdapat pada semua sel hidup Merupakan makromolekul dengan monomer Mononukleotida Fungsi : 1. Menyimpan, mereplikasi dan mentranskripsi informasi genetika 2. Turut dalam metabolisme

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

KURSUS SINGKAT ISOLASI DAN AMPLIFIKASI DNA UNTUK GURU- GURU SMA

KURSUS SINGKAT ISOLASI DAN AMPLIFIKASI DNA UNTUK GURU- GURU SMA LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (MANDIRI) KURSUS SINGKAT ISOLASI DAN AMPLIFIKASI DNA UNTUK GURU- GURU SMA Oleh: Dr. Topik Hidayat dkk NIP 132169279 Dilaksanakan atas biaya MANDIRI Bandung,

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah DESAIN PRIMER LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler oleh : Dhaifan Diza A 1303790 Anisa Suci S 1300904 Novia Rahayu A 1302152 Riani Ulfah 1300952 Shabrina

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. MATERI GENETIK Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. PENDAHULUAN Berbagai macam sifat fisik makhluk hidup merupakan hasil dari manifestasi sifat genetik yang dapat diturunkan pada keturunannya Sifat

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berfungsi sebagai penstabil pada emulsi. Pada makanan, emulsifier berperan

I. PENDAHULUAN. yang berfungsi sebagai penstabil pada emulsi. Pada makanan, emulsifier berperan I. PENDAHULUAN Emulsifier merupakan bahan tambahan pada produk farmasi dan makanan yang berfungsi sebagai penstabil pada emulsi. Pada makanan, emulsifier berperan sebagai bahan tambahan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Graf Teori graf merupakan pokok bahasan yang sudah tua usianya namun memiliki banyak terapan sampai saat ini. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...11 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Munculnya uniseluler dan multi seluler

Lebih terperinci

SUBSTANSI HEREDITAS. Dyah Ayu Widyastuti

SUBSTANSI HEREDITAS. Dyah Ayu Widyastuti SUBSTANSI HEREDITAS Dyah Ayu Widyastuti Sel Substansi Hereditas DNA RNA Pengemasan DNA dalam Kromosom DNA dan RNA Ukuran dan Bentuk DNA Double helix (untai ganda) hasil penelitian Watson & Crick (1953)

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

SUBSTANSIGENETIK 1. KROMOSOM 2. GEN - DNA

SUBSTANSIGENETIK 1. KROMOSOM 2. GEN - DNA SUBSTANSIGENETIK 1. KROMOSOM 2. GEN - DNA http://www.nlm.nih.gov/medlineplu S/ency/images/ency/fullsize/19095.jpg Menentukan sifat tubuh, dan diturunkan ke generasi berikutnya TUJUAN Menjelaskan struktur

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci