PEMBUATAN DAN PENCIRIAN PEKTIN ASETAT OBIE FAROBIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN DAN PENCIRIAN PEKTIN ASETAT OBIE FAROBIE"

Transkripsi

1 PEMBUATAN DAN PENCIRIAN PEKTIN ASETAT BIE FARBIE DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BGR BGR 006

2 ABSTRAK BIE FARBIE. Pembuatan dan Pencirian Pektin Asetat. Dibimbing oleh SUMINAR S. ACHMADI dan RIENVIAR. Pektin merupakan senyawa polihidroksi galakturonat yang dapat diasetilasi menjadi pektin asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama waktu aktivasi dengan asam asetat glasial dan katalis H S 4, asetilasi dengan anhidrida asetat, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asetil pektin asetat. Kadar asetil tertinggi didapatkan pada pektin dengan lama aktivasi 3 jam dan asetilasi 10 menit, yaitu sebesar 6,86%±0,0. Kadar asetil terendah didapatkan pada pektin dengan lama aktivasi 3 jam dan asetilasi 90 menit, yaitu sebesar 6,57%±0,13. Pola spektrum Fourier transformed infrared (FTIR) menunjukkan adanya gugus -H karboksilat pada bilangan gelombang cm -1, vibrasi ulur -CH 3 pada 90,3 cm -1, gugus karbonil (-C) pada 1699,9-1743,3 cm -1, vibrasi tekuk -C-H pada 1456, cm -1, dan vibrasi ulur -C- pada 1310,3 cm -1. Analisis termogravimetri (TGA) menunjukkan pektin asetat kehilangan massa sebesar 3,70% pada selang suhu C. Hasil interpretasi mikroskop fotostereo menunjukkan pektin asetat dengan lama waktu aktivasi jam dan asetilasi 10 menit memiliki struktur permukaan yang paling rapat. Hasil sintesis ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan dasar pembuat membran. ABSTRACT BIE FARBIE. Synthesis and Characterization of Pectin Asetate. Supervised by SUMINAR S. ACHMADI and RIENVIAR. Pectin is a galacturonic polyhydroxy compound that can be acetylated to pectin acetate. The result showed that the activation period using glacial acetic acid and H S 4 catalyst, acetylation using acetic anhydride, and the interactions gave a significant effect on yield of pectin acetate. The highest acetyl level occured in pectin at 3 hour activation and 10 minute acetylation, was 6,86%±0,0. The lowest acetyl level occured in pectin at 3 hour activation and 90 minute acetylation, was 6,57%±0,13. Fourier transformed infrared spectrum showed the existence of -H carboxylic at cm -1 wavenumber, methyl group (-CH 3 ) stretching vibration at 90,3 cm -1, carbonyl group (-C) at 1699,9-1743,3 cm -1, -C-H bending vibration at 1456, cm -1, -C- stretching vibration at 1310,3 cm -1. Thermogravimetry analysis showed a decreasing 3.70% mass of pectin acetic at temperature range from 00 to 800 C. Photostereomicroscope data interpretation showed that the most filled structure of pectin acetate occured at hour activation and 10 minute acetylation. This synthesis product are potential to be applied as raw materials for membrane. i

3 PEMBUATAN DAN PENCIRIAN PEKTIN ASETAT BIE FARBIE Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BGR BGR 006 ii

4 Judul : Pembuatan dan Pencirian Pektin Asetat Nama : bie Farobie NIM : G Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi NIP Ir. Rienoviar, M.Si NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP Tanggal lulus: iii

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho, rahmat, dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 006 ini ialah Pembuatan dan Pencirian Pektin Asetat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi dan Ibu Ir. Rienoviar, M.Si selaku pembimbing atas bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu yang diberikan kepada peneliti selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua (mama dan aba), Kak Ukon, Kak Ehan, serta seluruh keluarga yang memberikan dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Sabur, Ibu Yeni, dan Ibu Aah atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Bapak Taufik dan sahabatku di Biru Muda, TSQ, dan Al Ghifari terima kasih atas nasihat dan semangatnya. Teman-temanku di Wisma An-Nahl, Lukmana, Kak Mamak, Izal, Zulfikar, David, Rio, Angga, Tri, Joko, dan teman-teman kimia 39 terima kasih atas persahabatan, semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 006 bie Farobie iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 11 Juli 1984 dari ayah Aat Syafaat dan ibu Mulyati. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 00 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar I dan Kimia D 3 Pengelola Perkebunan pada tahun ajaran 003/004, asisten dosen mata kuliah Kimia Dasar II pada tahun ajaran 004/005, serta asisten praktikum mata kuliah Kimia rganik I, Kimia rganik II, dan Kimia Bahan Alam pada tahun ajaran 005/006. Pada tahun 005 penulis memenangi Lomba Karya Tulis Ilmiah Al- Qur an dan Sains tingkat IPB sebagai juara I. Tahun 005 penulis melaksanakan praktik lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Selain itu, pada tahun 005 penulis aktif sebagai anggota DKM Al Ghifari IPB di Departemen Dompet Umat dan pada tahun 006 sebagai sekretaris harian. v

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii vii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Struktur Pektin... 1 Sifat Fisis dan Kimia Pektin... Kegunaan Pektin... Analisis Termogravimetri (TGA)... 3 BAHAN DAN METDE Bahan dan Alat... 3 Metode... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Bahan Baku... 5 Kenampakan Pektin Asetat... 6 Kelarutan... 7 Kadar Asetil... 7 Spektrum FTIR... 8 Analisis Termogravimetri... 9 Mikroskop Fotostereo SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Ciri bahan baku... 5 Kelarutan pektin dan pektin asetat... 7 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rantai molekul pektin... 1 Reaksi pembentukan selulosa asetat Unit asam galakturonat... 4 Kurva TGA selulosa asetat Pektin asetat hasil sintesis Reaksi sintesis pektin asetat Reaksi hidrolisis anhidrida asetat Hubungan waktu aktivasi dan asetilasi terhadap kadar asetil Spektrum FTIR pektin standar Spektrum FTIR pektin asetat Kurva TGA pektin asetat Hasil mikroskop fotostereo pektin asetat DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir pembuatan pektin asetat Data kadar air dan abu Data bobot ekuivalen, kadar metoksil, dan galakturonat Data kadar asetil Analisis ragam untuk kadar asetil Uji Duncan Uji kontras polinomial ortogonal vii

9 1 PENDAHULUAN Pektin menurut Neill et al. (000) merupakan senyawa polisakarida kompleks yang mengandung residu α-d-galakturonat dengan ikatan α-1,4 (Gambar 1). waktu aktivasi dan asetilasi pada kadar asetil dari pektin asetat, serta mencirikan pektin asetat yang dihasilkan. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Struktur Pektin Gambar 1 Rantai molekul pektin. Struktur pektin memiliki kemiripan dengan struktur selulosa. Perbedaan antara keduanya ialah pektin memiliki gugus metil ester sedangkan selulosa tidak. Selulosa yang bersumber dari kayu, kapas, maupun selulosa mikrobial dapat dimodifikasi menjadi selulosa asetat melalui reaksi sebagai berikut: CH H H H CH 3 C 3 CH 3 C n H S 4 CH CCH 3 CCH 3 CCH 3 Gambar Reaksi pembentukan selulosa asetat. Selulosa asetat tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat membran organik. Hal tersebut yang mendasari peneliti untuk mencoba membuat pektin asetat dengan memodifikasi gugus fungsi pektin sehingga diharapkan produk sintesis yang diperoleh dapat diterapkan sebagai bahan baku pembuat membran. Menurut Wenten (1999), membran organik dapat dibuat dari polimer yang memiliki massa molekul yang besar. Polimer yang biasa digunakan sebagai bahan baku membran adalah selulosa asetat, turunan selulosa, poliakrilonitril, poliamida, polisulfon, poliestersulfon, dan poliolefin. Pada penelitian ini dibuat pektin asetat melalui tiga tahap, yaitu aktivasi, asetilasi, dan pemurnian. Tahap aktivasi dilakukan dengan menambahkan asam asetat glasial dan katalis H S 4 pekat dengan tujuan dapat membengkakkan serat-serat polimer. Tahap asetilasi dilakukan dengan menambahkan anhidrida asetat yang memiliki selektivitas yang tinggi terhadap reaksi asetilasi. Tahap akhir ialah penambahan NaHC 3 1N untuk menghilangkan kelebihan asam dari produk yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan membuat pektin asetat dari pektin, menentukan pengaruh Istilah pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Kelompok senyawa pektin secara umum disebut substansi pektat yang terdiri atas protopektin, asam pektinat, dan asam pektat. American Chemical Society pada tahun 1944 telah menetapkan istilah baku untuk menyeragamkan nama-nama pektin yang hingga kini masih dipakai (Nussinovitch 1997), yaitu substansi pektat merupakan kelompok zat turunan karbohidrat kompleks berbentuk koloid yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar mengandung asam anhidrogalakturonat dalam suatu kombinasi turunannya menyerupai rantai. Gugus karboksil asam-asam poligalakturonat dapat teresterifikasi sebagian dengan gugus metil dan sebagian atau seluruhnya dapat dinetralkan oleh satu atau lebih jenis basa. Protopektin adalah zat pektat yang tidak larut dalam air dan jika dihidrolisis menghasilkan asam pektinat atau pektin. Asam pektinat adalah istilah yang digunakan bagi asam poligalakturonat yang mengandung gugus metil ester dalam jumlah yang cukup banyak. Asam pektinat dalam keadaan yang sesuai mampu membentuk gel dengan ion-ion logam. Pektin adalah istilah yang digunakan untuk asam-asam pektinat yang dapat larut dalam air dengan kandungan metil ester dan derajat netralisasi beragam dan dapat membentuk gel dengan asam dan gula pada kondisi yang sesuai. Asam pektat adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester. Pektin merupakan campuran polisakarida dengan komponen utama polimer asam α-dgalakturonat (Gambar 3) yang mengandung gugus metil ester pada konfigurasi atom C- (Hoejgaard 004). Komponen minor berupa polimer unit-unit α-l-arabinofuranosil bergabung dengan ikatan α-l-(1-5). Komponen minor lainnya adalah rantai lurus dari unit-unit β-d-galaktopiranosil yang mempunyai ikatan 1-4.

10 Gambar 3 Unit asam galakturonat (IPPA 004). Menurut Nussinovitch (1997), komponen utama dari senyawa pektin adalah asam D- galakturonat tetapi terdapat juga D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-ramnosa dalam jumlah yang beragam dan kadang terdapat gula lain dalam jumlah kecil. Beberapa gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol. Polimer asam anhidrogalakturonat tersebut dapat merupakan rantai lurus atau tidak bercabang. Jumlah unit asam anhidrogalakturonat setiap rantai adalah 100 sampai lebih dari Rata-rata panjang rantai berbeda dari satu tanaman atau jaringan ke jaringan yang lain dan berubah sesuai dengan perkembangan jaringan (Glicksman 1969). Sifat Fisis dan Kimia Pektin Dalam SNI disebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan memiliki rasa seperti lendir. Glicksman (1969) menyebutkan pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin sedangkan pektin bermetoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat. Menurut Towle dan Christensen (1973) kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh jumlah gugus metoksil, distribusinya, dan bobot molekulnya. Secara umum, kelarutan akan meningkat dengan menurunnya bobot molekul dan meningkatnya gugus metil ester. Namun ph, suhu, jenis pektin, garam, dan adanya zat organik seperti gula juga mempengaruhi kelarutan pektin. Sifat-sifat fisis seperti kelarutan, viskositas, dan kemampuan membentuk gel bergantung pada ciri kimia pektin seperti derajat esterifikasi, bobot molekul, ditambah dengan senyawa kimia yang merupakan bagian dari molekul pektin (Nelson et al. 1977). Rouse (1977) dan Nussinovitch (1997) menyatakan bahwa viskositas larutan pektin mempunyai kisaran cukup lebar bergantung pada konsentrasi pektin, ph, garam, ukuran rantai asam poligalakturonat, derajat esterifikasi, dan bobot molekul. Bila suhu meningkat, viskositas larutan pektin menjadi berkurang. Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang tidak ternetralkan akan memberikan ph,7-3,0. Larutan pektin stabil pada ph,0-4,0. Pada ph lebih dari 4,0 atau kurang dari,0, viskositas dan kekuatan gelnya akan berkurang karena terjadi depolimerisasi rantai pektin. Pektin dapat mengalami saponifikasi dan degradasi melalui reaksi β-eliminasi pada kondisi basa (Nelson et al. 1977). Degradasi dan dekomposisi pektin juga dapat disebabkan oleh adanya oksidator seperti asam periodat, klorin dioksida, bromin, permanganat, asam peroksida, dikromat, dan asam askorbat. Kecepatan degradasi bergantung pada suhu, ph, dan konsentrasi oksidator. Larutan pektin lebih cepat mengalami degradasi dibanding tepung pektin (Rouse 1977). Sifat penting pektin adalah kemampuannya membentuk gel. Pektin metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam, yaitu dengan konsentrasi gula 58-75% dan ph,8-3,5. Pembentukan gel terjadi melalui ikatan hidrogen di antara gugus karboksil bebas dan di antara gugus hidroksil. Pektin bermetoksil rendah tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi membentuk gel dengan adanya ion-ion kalsium (Caplin 004). Mekanismenya adalah adanya hubungan yang terjadi antara molekul pektin yang berdekatan dengan kation divalen membentuk struktur tiga dimensi melalui pembentukan garam dengan gugus karboksil pektin. Kegunaan Pektin Pektin digunakan sebagai pembentuk jeli, selai, pengental, dan dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai obat diare (National Research Development Corporation 004). Pektin cukup luas dan banyak kegunaannya baik dalam industri pangan maupun nonpangan. Pektin berkadar metoksil tinggi digunakan untuk pembuatan selai dan jeli dari buah-buahan, pembuatan kembang gula bermutu tinggi, pengental untuk minuman dan sirup buah-buahan, serta digunakan dalam emulsi flavor dan saus salad. Pektin dengan

11 3 kadar metoksil rendah biasa digunakan dalam pembuatan saus salad, puding, gel buahbuahan dalam es krim, selai, dan jeli. Pektin berkadar metoksil rendah efektif digunakan dalam pembentukan gel saus buah-buahan beku karena stabilitasnya yang tinggi pada proses pembekuan, thawing dan pemanasan, serta digunakan sebagai penyalut dalam banyak produk pangan (Glicksman 1969). Pektin memiliki potensi juga dalam industri farmasi, yaitu digunakan dalam penyembuhan diare dan menurunkan tingkat kolesterol darah. Pektin bisa digunakan sebagai zat penstabil emulsi air dan minyak. Pektin juga berguna dalam persiapan membran untuk ultrasentrifugasi dan elektrodialisis. Dalam industri karet pektin berguna sebagai bahan pengental lateks. Pektin juga dapat memperbaiki warna, konsistensi, kekentalan, dan stabilitas produk yang dihasilkan (Towle & Christensen 1973). secara termal. Daerah kedua yang mulai dari suhu 300 C hingga 350 C pektin asetat memperlihatkan kehilangan massa yang besar akibat terjadinya dekomposisi termal. Pada proses ini sebanyak 60% dari selulosa asetat terdekomposisi sampai menguap. Daerah terakhir terjadi pada suhu 350 C hingga 600 C pektin asetat mengalami dekomposisi termal secara lambat (Zhang 004). Analisis Termogravimetri (TGA) TGA merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan untuk menentukan stabilitas panas suatu senyawa dengan melihat perubahan massa yang hilang ketika sampel dipanaskan. Penggunaan teknik ini dilakukan dalam kondisi atmosfer lembam yang mengandung gas nitrogen, helium, dan argon. Senyawa yang dapat dianalisis dengan TGA ialah polimer, senyawa anorganik, logam, dan keramik. Suhu yang digunakan pada teknik ini berkisar antara C. Suhu maksimum yang masih bisa digunakan sebesar 1000 C. Bobot contoh yang dapat diukur berkisar antara mg. Bobot contoh yang biasa dipilih ialah 5 mg dengan sensitivitas bobotnya sebesar 0,01 mg. TGA memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk menentukan suhu dan massa yang hilang dari reaksi dekomposisi polimer, menentukan kandungan molekul air yang hilang pada senyawa anorganik, mengukur kecepatan evaporasi, dan dapat menentukan kemurnian mineral. Salah satu kegunaan TGA ialah penentuan massa yang hilang pada selulosa asetat. Kurva TGA selulosa asetat dapat dilihat pada Gambar 4. Perubahan massa dapat dibagi menjadi tiga daerah. Daerah pertama, yaitu mulai dari suhu ruang hingga suhu 300 C terjadi pengurangan massa akibat proses penguapan air. Pada daerah ini perubahan massa tidak signifikan dan sampel stabil Gambar 4 Kurva TGA selulosa asetat (Zhang 004). BAHAN DAN METDE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pektin p.a., asam asetat glasial 100% (v/v), anhidrida asetat 98% (v/v), H S 4 pekat, etanol 75% (v/v), kertas ph, kertas saring, NaH 0,5 N, NaH 0,1 N, HCl 0,5 N, HCl 0,5 N, NaHC 3 1 N, metanol, boraks, asam oksalat, indikator fenolftalein, merah fenol, dan merah metil. Alat-alat analisis yang digunakan adalah spektrofotometer FTIR merk Perkin Elmer, alat TGA merk 09 F3 Tarsus, dan mikroskop fotostereo Nikon SMZ Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah pencirian bahan baku yang meliputi penetapan kadar air, kadar abu, bobot ekuivalen, kadar metoksil, dan kadar galakturonat. Tahap kedua adalah sintesis pektin asetat dengan variasi waktu aktivasi dan asetilasi. Lama aktivasi yang digunakan, 3, dan 4 jam sedangkan asetilasi dilakukan selama 60, 90, dan 10 menit. Tahap ketiga adalah pencirian pektin asetat dengan

12 4 menggunakan spektrofotometer fourier transformed infrared (FTIR), analisis termogravimetri (TGA), mikroskop fotostereo, dan penentuan kadar asetil. Kadar Air (AAC 1999) Cawan petri kosong dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 C dalam oven bersirkulasi udara. Setelah itu, ditimbang bobotnya dengan teliti (W 1 ) setelah didinginkan dalam eksikator. Sebanyak g contoh uji ditimbang teliti (W ) di dalam cawan petri itu lalu dikeringkan kembali pada suhu yang sama. Bobot (contoh uji + cawan petri) ditetapkan setiap interval 1-3 hari, setelah didinginkan di dalam eksikator. Setelah tercapai bobot konstan (W 3 ), kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut: Kadar air (%) = (1- W3 W1 ) x 100% W Kadar Abu (AAC 1999) Cawan porselin dikeringkan dalam tanur pada suhu 600 C lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g pektin ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya kemudian dipijarkan pada tanur listrik selama 3-4 jam pada suhu 600 C. Abu yang diperoleh didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar abu (%) = bobot abu (g) 100 bobot contoh (g) Bobot Ekuivalen (BE) (Ranganna 1977) Pektin sebanyak 0,5 g dibasahi dengan 5 ml etanol dan dilarutkan dalam 100 ml air suling yang berisi satu gram NaCl. Larutan hasil campuran tersebut dititrasi perlahanlahan dengan 0,1 N NaH dengan indikator fenol merah sampai terjadi perubahan warna menjadi merah kekuningan (ph 7,5) yang bertahan sedikitnya 30 detik. Bobot ekuivalen dihitung dengan rumus: Bobot ekuivalen = bobot contoh (mg) ml NaH N NaH Kadar Metoksil (KM) (Ranganna 1977) Larutan netral dari penentuan BE ditambah 5 ml larutan 0,5 N NaH, dikocok, dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan tertutup. Selanjutnya ditambahkan 5 ml larutan 0,5 N HCl dan dititrasi dengan 0,1 N NaH dengan indikator fenol merah sampai titik akhir seperti penentuan BE. Kadar metoksil dihitung dengan rumus: KM (%) = ml NaH 31 N NaH 100 bobot contoh (mg) Angka 31 adalah bobot molekul metoksil yang berupa CH 3. Kadar Galakturonat (KG) (McCready 1970) Kadar galakturonat dihitung dari mek (miliekuivalen) NaH yang diperoleh dari penentuan BE dan kadar metoksil (KM). Kadar asam anhidrogalakturonat dihitung dengan rumus: KG (%) = mek (BE+KM) bobot contoh (mg) Angka 176 adalah bobot molekul galakturonat. Sintesis Pektin Asetat Pektin sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam asam asetat glasial sebanyak 97 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik dan dipanaskan pada suhu 40 C selama 1 jam. Setelah itu dilakukan tahap aktivasi dengan menambahkan 17 ml asam asetat glasial dan 0,1 ml H S 4 pekat lalu dipanaskan pada suhu yang sama. Waktu aktivasi yang digunakan diragamkan selama, 3, dan 4 jam. Tahap selanjutnya ialah asetilasi dengan menambahkan anhidrida asetat 98% (v/v) sebanyak 74 ml. Larutan tersebut kemudian direfluks sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Waktu asetilasi yang digunakan diragamkan selama 60, 90, dan 10 menit. Larutan didekantasi dan disaring dengan penyaring vakum. Endapan kemudian dicuci dengan NaHC 3 1 N hingga ph netral (Lampiran 1).

13 5 Kadar Asetil (ASTM D ) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 40 ml etanol 75% (v/v) dan dipanaskan pada penangas air selama 30 menit pada suhu 60 C. Ke dalam contoh ditambahkan 40 ml NaH 0,5 N dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu yang sama. Contoh didiamkan selama 7 jam dan kelebihan NaH dititrasi dengan HCl 0,5 N menggunakan indikator fenolftalein sampai warna merah muda lenyap. Contoh didiamkan selama 4 jam untuk memberi kesempatan bagi NaH berdifusi. Selanjutnya contoh dititrasi dengan NaH 0,5 N sampai terbentuk warna merah muda. Pengukuran blanko dilakukan sama dengan contoh. Kadar asetil (KA) dihitung dengan rumus: KA (%) = [(D-C)Na + (A-B)Nb] (F/W) dengan A = volume NaH yang dibutuhkan untuk titrasi contoh B = volume NaH yang dibutuhkan untuk titrasi blanko C = volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi contoh D = volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko Na = Normalitas HCl Nb = Normalitas NaH F = untuk kadar asetil W = bobot contoh Rancangan Percobaan Pengaruh waktu aktivasi dan asetilasi terhadap kadar asetil pektin asetat dianalisis secara statistik dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji Duncan dan kontras polinomial ortogonal (Mattjik & Sumertajaya 00). Model rancangan tersebut adalah Yijk = µ + τi + βj + (τβ)ij + εijk Keterangan: Yijk = kadar asetil pektin asetat pada waktu aktivasi ke-i, waktu asetilasi ke-j, serta ulangan ke-k, dengan i = 1,, 3, j = 1,, 3, dan k = 1,, 3, 4. µ = rataan umum τi = pengaruh waktu aktivasi ke-i βj = pengaruh waktu asetilasi ke-j (τβ)ij = pengaruh interaksi waktu aktivasi ke-i serta waktu asetilasi ke-j εijk = pengaruh acak dari waktu aktivasi ke-i, waktu asetilasi ke-j, serta ulangan ke-k. Hipotesis yang diuji 1 Pengaruh waktu aktivasi H o = τ 1 = τ = τ 3 = 0 (waktu aktivasi memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar asetil) H 1 = setidaknya ada satu i dengan τi 0, i = 1,, 3 Pengaruh waktu asetilasi H o = β 1 = β = β 3 = 0 (waktu asetilasi memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar asetil) H 1 = setidaknya ada satu j dengan βj 0, j = 1,, 3 3 Pengaruh interaksi antara waktu aktivasi dan waktu asetilasi H o = (τβ)ij = 0 untuk semua ij H 1 = setidaknya ada satu (τβ)ij 0 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Bahan Baku Fungsi pencirian bahan baku ialah menentukan kemurnian dan kelayakan pektin terhadap proses asetilasi. Hasil pencirian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Ciri bahan baku Pencirian Pektin p.a. SNI Kadar air (%) 8,48±0,03 maks. 1 Kadar abu (%),19±0,03 maks. 10 Bobot Ekuivalen, ±70,7 - Kadar Metoksil (%) 6,38±0,07 maks. 7 Kadar Galakturonat (%) 43,11±0,57 min. 35 Kadar air yang diperoleh pada pektin sebesar 8,48%±0,03 (Lampiran ). Kadar air ini sesuai dengan kadar air yang ditetapkan SNI (1979), yaitu maksimum 1%. Kadar air pektin berpengaruh pada jalannya reaksi asetilasi. Reaksi asetilasi bersifat reversibel sehingga kadar air pektin yang terlalu tinggi akan menyebabkan hasil reaksi yang digunakan tidak tercapai karena pektin asetat akan terhidrolisis. Kadar air juga berpengaruh pada anhidrida asetat. Kadar air yang tinggi akan menghidrolisis anhidrida asetat menjadi

14 6 asam asetat. Asam asetat ini tidak mampu mengasetilasi gugus hidroksil pektin. Kadar abu yang diperoleh pada pektin sebesar,19%±0,03 (Lampiran ). Kadar abu yang diperoleh masih memenuhi standar mutu kadar abu yang ditetapkan dalam SNI (1979), yaitu tidak melebihi 10%. Nilai bobot ekuivalen pektin yang diperoleh sebesar, g/ek±70,7. Hal tersebut menunjukkan bahwa pektin merupakan makromolekul. Kadar metoksil yang dihasilkan sebesar 6,38%±0,07 (Lampiran 3) berarti pektin tersebut termasuk ke dalam jenis pektin bermetoksil rendah. Kandungan metoksil merupakan faktor yang penting bagi setting time dari pektin, sensitifnya terhadap kation polivalen, dan penggunaannya. Pektin dengan kadar metoksil rendah adalah pektin yang sebagian gugus karboksilnya tidak teresterifikasi. Pektin jenis ini dapat membentuk gel yang baik dengan adanya ion polivalen seperti ion kalsium. Ion kalsium akan membentuk ikatan silang ionik di antara gugus karboksil molekul-molekul pektin yang berdekatan. Kadar galakturonat dari pektin yang diperoleh sebesar 43,11%±0,57 (Lampiran 3). Hal ini sesuai menurut SNI (1979) kadar galakturonat minimum adalah 35%. Pektin yang sebagian asam galakturonatnya teresterifikasi mengandung 10% atau lebih komponen organik seperti arabinosa, galaktosa, dan gula. Perhitungan kandungan asam galakturonat sangat penting untuk mengetahui kemurnian pektin (Ranganna 1977). Hasil pencirian bahan baku menunjukkan bahwa pektin yang digunakan sudah memenuhi SNI (1979). Kenampakan Pektin Asetat Pektin asetat yang dihasilkan pada penelitian ini berbentuk serbuk yang berwarna kuning kecokelatan (Gambar 5). Menurut Fengel dan Wegener (1995), perubahan warna ini disebabkan oleh perubahan-perubahan oksidatif pada molekul pektin yang terbentuk selama proses asetilasi. Perubahan warna yang terjadi dari kuning muda menjadi kuning kecokelatan sudah terlihat ketika dilakukan penambahan anhidrida asetat. Gambar 5 Pektin asetat hasil sintesis. Reaksi asetilasi diawali dengan aktivasi pektin menggunakan asam asetat glasial dan katalis H S 4. Menurut Sjostorm (1993), asam asetat glasial dapat membengkakkan serat-serat polimer sehingga reaktivitasnya semakin meningkat. Kecepatan proses asetilasi dari polisakarida yang sudah teraktivasi tiga kali lebih tinggi dari polisakarida yang tidak teraktivasi. Reaksi esterifikasi yang terjadi berupa penggantian satu atau dua gugus hidroksil dari unit galakturonat dengan gugus asetil dari anhidrida asetat (Gambar 6). Ada beberapa senyawa yang digunakan untuk mengasetilasi gugus -H dari pektin, yaitu: R-C-NH R-C-R' R-C--C-R R-C-Cl bertambahnya kereaktifan Amida dan ester sangat lambat untuk bereaksi dengan gugus -H pektin sedangkan halida asam mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi. leh karena itu, pereaksi yang dipilih untuk mengasetilasi gugus -H pektin ialah anhidrida asetat. Hal ini disebabkan anhidrida asetat mempunyai gugus pergi (R-C - ) yang baik dan selektivitasnya lebih besar dibandingkan dengan halida asam. Syarat terpenting dari proses asetilasi ialah kondisi reaksinya harus bebas air. Apabila terdapat air maka anhidrida asetat akan terhidrolisis menjadi asam asetat (Gambar 7). Asam asetat ini tidak mampu mengasetilasi gugus -H dari pektin. CH 3 -C--C-CH 3 H CH 3 -C-H Gambar 7 Reaksi hidrolisis anhidrida asetat. H H CCH 3 CH H H H 3 C CH 3 H S 4 R Gambar 6 Reaksi sintesis pektin asetat, dengan R = H atau -CCH 3. R CCH 3 CH R R

15 7 Waktu asetilasi yang digunakan diragamkan selama 60, 90, dan 10 menit. Setelah 60 menit berlangsung, larutan menjadi kental dan warna berubah dari kuning muda menjadi kuning kecokelatan yang menunjukkan pektin sudah terasetilasi. Setelah 10 menit larutan pektin berubah menjadi cokelat tua. Hal ini yang mendasari penggunaan waktu asetilasi selama 60, 90, dan 10 menit. Kelarutan Uji kelarutan dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah pektin sudah termodifikasi menjadi pektin asetat. Hasil uji kelarutan pada beberapa pelarut polar dan nonpolar disajikan pada Tabel. Tabel Kelarutan pektin dan pektin asetat Pelarut Pektin Pektin asetat Air larut tidak larut Etanol tidak larut tidak larut DMS tidak larut larut Aseton tidak larut tidak larut Kloroform tidak larut tidak larut n-heksana tidak larut tidak larut Berdasarkan uji kelarutan, pekin asetat tidak larut dalam air tetapi larut dalam DMS. Hal ini menunjukkan bahwa pektin telah terasetilasi menjadi pektin asetat. Secara teoretis, pektin dapat larut dalam air karena mempunyai banyak gugus hidroksil. Setelah pektin diasetilasi, terjadi penggantian satu atau dua gugus hidroksil dengan gugus asetil dari anhidrida asetat sehingga hasil sintesis tidak larut dalam air. Kadar Asetil Kadar asetil merupakan ukuran jumlah anhidrida asetat yang diesterifikasi pada rantai pektin. Kadar asetil yang diperoleh pada perlakuan ini berkisar antara 6,57%±0,13 sampai 6,86%±0,0 (Lampiran 4). Kadar asetil pektin asetat yang diperoleh berbeda dengan kadar asetil selulosa asetat, yaitu sebesar 39,0-40,0% (SNI 1991). Perbedaan ini dikarenakan struktur pektin awal mengandung gugus metil ester sedangkan selulosa tidak. Pada waktu aktivasi jam, kadar asetil pektin asetat semakin menurun sedangkan pada waktu aktivasi 3 dan 4 jam kadar asetil menurun pada selang waktu 60 sampai 90 menit dan meningkat tajam pada selang waktu 90 sampai 10 menit (Gambar 8). Persentase kadar asetil tertinggi didapatkan pada lama aktivasi 3 jam dan lama asetilasi 10 menit. Hal ini diduga bahwa pada waktu aktivasi 3 jam dan asetilasi 10 menit gugus -H dari pektin secara maksimum sudah digantikan oleh gugus asetil dari anhidrida asetat. kadar asetil (%) waktu asetilasi (menit) aktivasi jam aktivasi 3 jam aktivasi 4 jam Gambar 8 Hubungan waktu aktivasi dan asetilasi terhadap kadar asetil. Hasil analisis ragam pada α = 5% menunjukkan bahwa waktu aktivasi, waktu asetilasi, serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asetil pektin asetat (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa kadar asetil pektin asetat dipengaruhi oleh lama waktu aktivasi dan asetilasi. Uji lanjut Duncan pada α = 5% menunjukkan bahwa pada waktu aktivasi jam, ketiga waktu asetilasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain (Lampiran 6). Waktu asetilasi 60 menit menghasilkan kadar asetil 54,89%±0,0 berbeda nyata dengan waktu asetilasi 90 menit dengan kadar asetil 45,6%±0,41. Waktu asetilasi 90 menit kadar asetil juga berbeda nyata dengan waktu asetilasi 10 menit dengan kadar asetil 4,%±0,34. Hal tersebut juga terjadi antara waktu asetilasi 60 menit dengan 10 menit yang menghasilkan kadar asetil pektin asetat berbeda nyata. Uji lanjut Duncan pada waktu aktivasi 3 dan 4 jam menunjukkan kesimpulan yang sama dengan waktu aktivasi jam, yaitu bahwa ketiga waktu asetilasi (60, 90, dan 10 menit) memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain (Lampiran 6). Uji kontras polinomial ortogonal pada α = 5% menunjukkan bahwa hubungan antara waktu aktivasi dengan kadar asetil pektin asetat yang dihasilkan berbentuk kuadratik dengan persamaannya y = 4,47x - 30,41x + 79,74. Hal tersebut juga terjadi pada hubungan antara waktu asetilasi dan kadar asetil, yaitu berbentuk kuadratik dengan persamaan y = 1,58x -,0978x + 11,8 (Lampiran 7).

16 8 Spektrum FTIR Gugus fungsi antara pektin dan pektin asetat tidak ada perbedaan yang signifikan (Gambar 6). Keduanya memiliki gugus fungsi -H karboksilat dan karbonil. Perbedaannya hanya terdapat pada perubahan gugus -H dari pektin menjadi gugus asetil (-CCH 3 ). Spektrum FTIR pektin standar dan pektin asetat dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Kedua spektrum tesebut menunjukkan adanya beberapa perbedaan serapan, yaitu pada bilangan gelombang dan 1700 cm -1. Pada daerah bilangan gelombang cm -1, pektin asetat memiliki serapan yang sangat lebar. Hal tersebut diduga ada pengaruh air pada saat preparasi serta menunjukkan bahwa tidak semua gugus -H pektin dapat terasetilasi menjadi gugus asetil. Selain itu, serapan tersebut juga menunjukkan bahwa gugus karboksil (-CH) pektin diduga tidak terasetilasi dengan anhidrida asetat melalui persamaan berikut: Tidak terasetilasinya gugus karboksil disebabkan oleh meruahnya gugus di sekitarnya sehingga anhidrida asetat tidak mampu mengasetilasi gugus karboksil tersebut. Spektrum FTIR pektin asetat (Gambar 10) memperlihatkan pita serapan pada bilangan gelombang 1699,4 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus karbonil (-C=). Hal tersebut menunjukkan bahwa gugus -H pektin telah terasetilasi menjadi gugus asetil. Serapan pada bilangan gelombang 90,3 cm -1 merupakan vibrasi ulur dari -CH 3 dan pada bilangan gelombang 1456, cm -1 dengan puncak yang tajam merupakan ciri khas dari serapan vibrasi tekuk -C-H (Shriner et al. 004). Serapan lainnya ada pada daerah bilangan gelombang 1310, cm -1 untuk vibrasi ulur -C-H dan pada daerah 1310,3 cm -1 untuk vibrasi ulur -C-. R-C-H CH 3 -C--C-CH 3 R-C--C-R CH 3 -C-H (Fessenden RJ & Fessenden JS 005) Gambar 9 Spektrum FTIR pektin standar.

17 9 Gambar 10 Spektrum FTIR pektin asetat. Analisis Termogravimetri Kurva TGA dari analisis ini memberikan informasi tentang perubahan massa pektin asetat selama proses pemanasan. Selama peningkatan suhu, sampel mungkin mengalami kenaikan massa akibat proses oksidasi. Akan tetapi, kebanyakan kurva TGA memperlihatkan indikasi pengurangan massa pada suhu 100 C dan dekomposisi termal pada suhu > 50 C (Zhang 004). Gambar 11 memperlihatkan pengurangan massa pektin asetat selama analisis termal. Perubahan massa dapat dibagi menjadi tiga daerah. Daerah pertama, yaitu mulai dari suhu ruang hingga suhu 00 C terjadi pengurangan massa akibat proses penguapan air. Pada daerah ini perubahan massa tidak signifikan dan sampel stabil secara termal. Daerah kedua yang mulai dari suhu 00 C hingga 800 C pektin asetat memperlihatkan kehilangan massa yang besar akibat terjadinya dekomposisi termal. Pada proses ini sebanyak 3,70% dari sampel terdekomposisi sampai menguap. Daerah terakhir terjadi pada suhu 800 C hingga 900 C pektin asetat mengalami dekomposisi termal secara lambat. TGA mg Suhu ( C) Gambar 11 Kurva TGA pektin asetat.

18 10 Mikroskop Fotostereo Struktur permukaan pektin asetat dapat dilihat dengan mikroskop fotostereo. Hasil mikroskop fotostereo (Gambar 1) memperlihatkan struktur permukaan yang tidak seragam. Struktur permukaan dari masing-masing perlakuan berbeda satu sama lain. Pektin asetat dengan perlakuan lama waktu aktivasi jam dan asetilasi 10 menit dengan kadar asetil 4.%±0.34 memiliki struktur permukaan yang paling rapat. Hal ini dikarenakan kadar asetil pektin asetat dengan perlakuan waktu aktivasi jam dan asetilasi 10 menit mendekati kadar asetil selulosa asetat menurut SNI (1991), yaitu 39,0-40,0%. Pektin asetat dengan kadar asetil tertinggi, yaitu pada perlakuan waktu aktivasi 3 jam dan asetilasi 10 menit memiliki struktur permukaan yang menggumpal dan memadat. Struktur permukaan pektin asetat dengan kadar asetil terendah (waktu aktivasi 3 jam dan asetilasi 90 menit) cenderung retak-retak. j, 60 j, 90 j, 10 3j, 60 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penentuan kadar asetil dan uji kelarutan dapat disimpulkan bahwa pektin dapat terasetilasi menjadi pektin asetat. Kadar asetil tertinggi didapatkan pada pektin dengan lama aktivasi 3 jam dan asetilasi 10 menit, yaitu 6,86%±0,0. Hasil analisis ragam pada α = 5% menunjukkan bahwa waktu aktivasi, waktu asetilasi, serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asetil pektin asetat. Analisis TGA menunjukkan bahwa selama asetilasi tidak ada massa pektin asetat yang hilang. Hasil interpretasi mikroskop fotostereo menunjukkan pektin asetat dengan lama waktu aktivasi jam dan asetilasi 10 menit memiliki struktur permukaan yang paling rapat. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi pektin asetat yang dihasilkan. Pektin asetat dapat dicoba dibuat melalui reduksi gugus -CH dan -CCH 3 terlebih dahulu dengan menggunakan LiAlH 4 sebelum tahap aktivasi dan asetilasi. DAFTAR PUSTAKA 3j, 10 4j, 90 3j, 90 4j, 60 Gambar 1 Hasil mikroskop fotostereo pektin asetat. Interpretasi mikroskop fotostereo pektin asetat digunakan untuk tahap lanjut, yaitu pembuatan membran. Pektin asetat yang dipilih sebagai bahan dasar pembuat membran adalah yang memiliki permukaan yang paling rapat, dalam hal ini dipilih pektin asetat dengan perlakuan lama waktu aktivasi jam dan asetilasi 10 menit. AAC fficial Methods of Analysis of the Association of fficial Analytical Chemist. Vol IA. Washington DC: AAC Int. ASTM ASTM D871: Standard Methods of Testing Cellulose Acetate. Philadelphia: American Society for Testing and Materials. Caplin M Pectin. ac.uk/water/hypec.html. [ Februari 006]. Fengel D, Wegener G Kayu: Kimia, Ultrastruktur, dan Reaksi-Reaksi. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari: Wood: Chemistry, Ultrstructure and Reactions.

19 11 Fessenden RJ, Fessenden JS Kimia rganik. Jilid ke-. Pudjaatmaka AH, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: rganic Chemitry. Glicksman M Gum Technology in The Food Industry. New York: Academic Pr. Hlm Hoejgaard S Pectin Chemistry, Functionally, and Applications. [30 Januri 006] [IPPA] International Pectins Procedure Association Pectins. of pectin. htm. [ Februari 006]. Mattjik AA, Sumertajaya M. 00. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Pr. Hlm McCready RM Pectin. Di dalam: Joslyn ME, editor. Methods in Food Analysis. New York: Academic Pr. National Research Development Corporation High Grade Pectin from Lime Peels. /pages/pect.htm. [ Februari 006]. Nelson DB, Smith CJB, Wiles RL Commercially Important Pectic Substances. Di dalam: Graham HD, editor. Food Colloids. Connecticut: Westport. Hlm Shriner RL, Hermann CKF, Morrill TC, Curtin DY, Fuson RC The Systematic Identification of rganic Compounds. Brennan D, Donovan C, Pigliucci NM, editor. Ed ke-8. New Caledonia: John Wiley&Sons. Sjostorm E Kimia Kayu, Dasar-Dasar, dan Penggunaannya. Ed ke-. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Yogyakarta: UGM pr. Terjemahan dari: Wood Chemistry, Fundamentals, and Applications. SNI SNI : Pektin. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional. SNI SNI : Selulosa Asetat. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional. Towle GA, Christensen Pectins. Di dalam: Whistler RL, editor. Industrial Gum. New York: Academic Pr. Hlm Wenten IG Teknologi Membran Industrial. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Zhang X Investigation of biodegradable nonwoven composite based on cotton, bagasse and other annual plants [tesis]. China: Tianjin University. Nussinovitch Hydrocolloid Aplications Gum Technology in The Food and ther Industries. London: Blackie Academic and Professional. Hlm Neill MA, Ridley BL, Mohnen D Pectins: structure, biosynthesis, and oligogalacturonide-related signaling. Phytochemistry 57: Ranganna S Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. New Delhi: McGraw-Hill. Rouse AH Pectins: Distribution, Significance. Di dalam: Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology. Vol ke-1. Connecticut: AVI. hlm

20 LAMPIRAN

21 13 Lampiran 1 Diagram alir pembuatan pektin asetat Pektin p.a. (10 g) + Asam asetat glasial 97 ml T = 40 o C, t = 1 jam + Asam asetat glasial 17 ml + H S 4 pekat 0,1 ml T = 40 o C, t =, 3, 4 jam + 74 ml anhidrida asetat 98% Direfluks selama 60, 90, 10 Disaring dan dicuci dengan NaHC 3 1 N Dikeringkan pada T = 40 o C Pektin asetat Lampiran Data kadar air dan abu Hasil kadar air pektin Pengamatan ulangan Bobot cawan petri kosong (g) 55, ,984 34,9509 3,7138 Bobot contoh sebelum pengeringan (g),0006,0004,000,0005 Bobot contoh setelah pengeringan (g) 57, , , ,5447 Kadar air (%) 8,50 8,47 8,47 8,48 Rerata 8,48±0,03 Hasil kadar abu pektin Pengamatan ulangan Bobot cawan porselin kosong (g) 0, , ,6485 0,3604 Bobot contoh sebelum pengeringan (g) 1,0096 1,000 1,006 1,008 Bobot contoh setelah pengeringan (g) 0, , ,6704 0,384 Kadar air (%),1,19,18,19 Rerata,19±0,03

22 14 Lampiran 3 Data bobot ekuivalen, kadar metoksil, dan galakturonat Data bobot ekuivalen Pengamatan ulangan Bobot contoh (g) 0,5016 0,4969 0,5016 0,501 Volume NaH (ml),00 1,95,00,05 Normalitas NaH (N) 0,0980 0,0980 0,0980 0,0980 Bobot ekuivalen (BE), , , , Rerata, ±70,7 Data kadar metoksil Pengamatan ulangan Bobot contoh (g) 0,5016 0,4969 0,5016 0,501 Volume NaH (ml) 10,45 10,45 10,55 10,60 Normalitas NaH (N) 0,0980 0,0980 0,0980 0,0980 Kandungan metoksil (%) 6,33 6,39 6,39 6,41 Rerata 6,38±0,07 Data kadar galakturonat Pengamatan ulangan Bobot contoh (g) 0,5016 0,4969 0,5016 0,501 mek BE 0,1960 0,1911 0,1960 0,009 mek metoksil 10,41 10,41 10,339 10,388 Kadar galakturonat (%) 4,81 43,04 43,15 43,45 Rerata 43,11±0,57

23 15 Lampiran 4 Data kadar asetil Waktu aktivasi (jam) 3 4 Ulangan Waktu asetilasi (menit) µ = 54.89±0.0 µ = 45.6±0.41 µ = 4.± µ = 9.18±0.19 µ = 6.48±0.13 µ = 6.86± µ = 39.69±0.35 µ = 3.7±0.9 µ = 48.78±0.14 Mencari derajat kesalahan (l.e) = tσ n dengan σ = simpangan baku t = 4,303 pada saat α = 5% n = jumlah pengamatan contoh perhitungan pada saat waktu aktivasi jam dan asetilasi 60 menit: l.e = 4,303 0,0956 = 0,0 4 Lampiran 5 Analisis ragam untuk kadar asetil Hipotesis yang diuji 1 Pengaruh waktu aktivasi H o = τ 1 = τ = τ 3 = 0 (waktu aktivasi memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar asetil) H 1 = setidaknya ada satu i dengan τi 0, i = 1,, 3 Pengaruh waktu asetilasi H o = β 1 = β = β 3 = 0 (waktu asetilasi memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar asetil) H 1 = setidaknya ada satu j dengan βj 0, j = 1,, 3 3 Pengaruh interaksi antara waktu aktivasi dan asetilasi H o = (τβ)ij = 0 untuk semua ij H 1 = minimal ada satu (τβ)ij 0 Langkah perhitungan: FK = Y... ΣΣΣ = (159.68) = a.b.r (3)(3)(4) JKT = Σ Y ijk FK = ( ) = JKA = Yi.. - FK b.r = ( ) =

24 16 JKB = Y. j. - FK a.r = ( ) (3)(4) = JKP = Yi j. - FK r = ( ) = JKAB = JKP-JKA-JKB = = JKG = JKT-JKP = = db A = a-1 = db B = b-1 = db AB = (a-1)(b-1) = 4 db G = ab(r-1) = (3)(3)(3) = 7 db T = abr-1 = (3)(3)(4)-1 = 35 KTA = JKA/db A KTB = JKB/db B KTAB = JKAB/db AB KTG = JKG/db G Tabel ANVA Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman bebas (db) Kuadrat (JK) Tengah (KT) F hitung F tabel t aktivasi F 0.05(,7) = t asetilasi F 0.05(,7) = t aktivasi*tasetilasi F 0.05(4,7) =.78 Galat Total Kesimpulan: 1 Karena F hitung t aktivasi > F 0,05(,7) maka tolak H o Artinya: Waktu aktivasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asetil Karena F hitung t asetilasi > F 0,05(,7) maka tolak H o Artinya: Waktu asetilasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asetil 3 Karena F hitung interaksi t aktivasi *t asetilasi > F 0,05(,7) maka tolak H o Artinya: interaksi antara waktu aktivasi dan asetilasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asetil

25 17 Lampiran 6 Uji Duncan Uji Duncan untuk masing-masing t aktivasi 1 Pada waktu aktivasi jam Nilai kritis Duncan: R p = r KTG α(p,dbg), p =, 3 r R = r 0,05 (,7) 0,01567 = 0,099 4 R 3 = r 0,05 (3,7) 0,01567 = 0, t asetilasi (menit) Total Rata-rata 60 19,56 54, ,49 45, ,85 4,1 µ 1 = 4,1; µ = 45,6; µ 3 = 54,89 µ 1 -µ = 3,41 > R = 0,099 tolak H o µ -µ 3 = 9,7 > R = 0,099 tolak H o µ 1 -µ 3 = 1,68 > R 3 = 0,1853 tolak H o Artinya: pada waktu aktivasi jam, masing-masing waktu asetilasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain. Pada waktu aktivasi 3 jam t asetilasi (menit) Total Rata-rata ,7 9, ,93 6, ,4 6,85 µ 1 -µ =,69 > R = 0,099 µ -µ 3 = 33,68 > R = 0,099 tolak H o µ 1 -µ 3 = 51,4 > R 3 = 0,1853 Artinya: pada waktu aktivasi 3 jam, masing-masing waktu asetilasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain. 3 Pada waktu aktivasi 4 jam t asetilasi (menit) Total Rata-rata ,75 39, ,87 3, ,11 48,78 µ 1 -µ = 6,97 > R = 0,099 µ -µ 3 = 9,09 > R = 0,099 tolak H o µ 1 -µ 3 = 16,06 > R 3 = 0,1853 Artinya: pada waktu aktivasi 4 jam, masing-masing waktu asetilasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain. Uji Duncan untuk masing-masing t asetilasi 1 Pada waktu asetilasi 60 menit Nilai kritis Duncan: R p = r α(p,dbg) KTG, p =, 3 r R = r 0,05 (,7) 0,01567 = 0,099 4 R 3 = r 0,05 (3,7) 0,01567 = 0,1853 4

26 18 Lanjutan t aktivasi (jam) Total Rata-rata 19,56 54, ,70 9, ,75 39,69 µ 1 -µ = 10,51 > R = 0,099 µ -µ 3 = 15,0 > R = 0,099 tolak H o µ 1 -µ 3 = 5,71 > R 3 = 0,1853 Artinya: pada waktu asetilasi 60 menit, masing-masing waktu aktivasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain. Pada waktu asetilasi 90 menit t aktivasi (jam) Total Rata-rata 18,49 45, ,93 6, ,87 3,7 µ 1 -µ = 6,3 > R = 0,099 µ -µ 3 = 1,90 > R = 0,099 tolak H o µ 1 -µ 3 = 19,14 > R 3 = 0,1853 Artinya: pada waktu asetilasi 90 menit, masing-masing waktu aktivasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain. 3 Pada waktu asetilasi 10 menit t aktivasi (jam) Total Rata-rata 168,85 4,1 3 51,4 6, ,11 48,78 µ 1 -µ = 6,56 > R = 0,099 µ -µ 3 = 14,08 > R = 0,099 tolak H o µ 1 -µ 3 = 0,64 > R 3 = 0,1853 Artinya: pada waktu asetilasi 10 menit, masing-masing waktu aktivasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain.

27 19 Lampiran 7 Uji kontras polinomial ortogonal 1) Hubungan antara waktu aktivasi dengan kadar asetil Linear Waktu aktivasi jam 3 jam 4 jam Total perlakuan 570,90 474,05 484,73 Linear (Ci) CiYi -570, ,73 Ci ΣCiYi a.r. ΣCi JKC Linear = ( ) = ( 86,17) 3.4. = 309,39 ΣCiYi = -86,17 ΣCi = Kuadratik Waktu aktivasi jam 3 jam 4 jam Total perlakuan 570,90 474,05 484,73 Kuadratik (Ci) 1-1 CiYi 570,90-948,1 484,73 Ci ΣCiYi = 107,53 ΣCi = 6 ΣCiYi a.r. ΣCi JKC Kuadratik = ( ) = (107,53) = 160,59 Kontras derajat bebas JKC KTC F hit F tabel Linear 1 309,39 309, ,09 F 0,05(1,7) = 7,677 Kuadratik 1 160,59 160,59 686,16 F 0,05(1,7) = 7,677 Karena F hit linear dan kuadratik > F tabel = F 0,05(1,7) = 7,677 maka hubungan antara waktu aktivasi dan kadar asetil berbentuk kuadratik. Persamaan kontras polinomial ortogonal y= α o + α 1 P 1 (x) + α P (x) α o = Σ Y... = 159,68 = 4,49 µ = = 3 a.b.r ( ΣYiCi ) lin α 1 = a.r. ΣCi = α = ( ΣYiCi ) kuad = 107,53 = 1,49 a.r. ΣCi P 1 (x) = λ 1 x µ = 1 x 3 = x - 3 d 86,17 = -3,59 d = 3- = P (x) = λ x µ a 1 = 3 x = 3x - 18x + 5 d y = α o + α 1 P 1 (x) + α P (x) y = 4,49 + (-3,59)(x - 3) + 1,49(3x - 18x + 5) y = 4,47x - 30,41x + 79,74

28 0 Lanjutan ) Hubungan antara waktu asetilasi dengan kadar asetil Linear Waktu asetilasi Total perlakuan 495,01 419,9 615,38 Linear (Ci) CiYi -495, ,38 Ci ΣCiYi b.r. ΣCi JKC Linear = ( ) = (10,37) 3.4. = 603,70 ΣCiYi = 10,37 ΣCi = Kuadratik Waktu asetilasi Total perlakuan 495,01 419,9 615,38 Kuadratik (Ci) 1-1 CiYi 495,01-838,58 615,38 Ci ΣCiYi = 71,81 ΣCi = 6 ΣCiYi b.r. ΣCi JKC Kuadratik = ( ) = (71,81) = 106,1 Kontras derajat bebas JKC KTC F hit F tabel Linear 1 603,70 603, ,16 F 0,05(1,7) = 7,677 Kuadratik 1 106,1 106, ,09 F 0,05(1,7) = 7,677 Karena F hit linear dan kuadratik > F tabel = F 0,05(1,7) = 7,677 maka hubungan antara waktu asetilasi dan kadar asetil berbentuk kuadratik. Persamaan kontras polinomial ortogonal y = α o + α 1 P 1 (x) + α P (x) α o = Σ Y... = 159,68 = 4,49 µ = = 3 a.b.r ( ΣYiCi ) lin α 1 = a.r. ΣCi = α = ( ΣYiCi ) kuad = 71,81 = 3,78 a.r. ΣCi P 1 (x) = λ 1 x µ = 1 x 90 = x d 10,37 = 5,01 d = 3- = P (x) = λ x µ a 1 = 3 x = x d y = α o + α 1 P 1 (x) + α P (x) y = 4,49 + 5,01 x ,78 x 180x y = 1, x -,10x + 11, x

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG SITI NURJANAH

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG SITI NURJANAH MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG SITI NURJANAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kata pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Pektin merupakan seyawa turunan polisakarida yang kompleks dengan berat molekul 105.000-125.000

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al. 13 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar dari Indramayu, klinker Plan 4 dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cibinong, dan gipsum sintetis.

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas Tebu Pencirian: Analisis Komposisi Kimia (Proksimat) Pencirian Selulosa: Densitas, Viskositas, DP, dan BM Preparasi Ampas Tebu Modifikasi Asetilasi (Cequeira

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Buah asam gelugur, rimpang lengkuas, dan kencur. Persiapan contoh. Serbuk contoh

Buah asam gelugur, rimpang lengkuas, dan kencur. Persiapan contoh. Serbuk contoh LAMPIRAN 20 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Buah asam gelugur, rimpang lengkuas, dan kencur Persiapan contoh pencucian perajangan pengeringan penggilingan Serbuk contoh Penetapan kadar air Ekstraksi air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENCUCIAN DAN PENYARINGAN PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT DURIAN

METODE PENCUCIAN DAN PENYARINGAN PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT DURIAN METODE PENCUCIAN DAN PENYARINGAN PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT DURIAN (Washing Methods and Filtration on the Extraction of Durian Peel Pectin) Karen Darmawan *1, Rona J. Nainggolan 1, Lasma Nora Limbong

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG SITI NURJANAH

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG SITI NURJANAH MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG SITI NURJANAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data. kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 12 jam untuk

Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data. kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 12 jam untuk LAMPIRAN 40 41 Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data a. Kadar Lemak 1. Menimbang 5 gram sampel dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA ASETAT DARI ALFA SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA ASETAT DARI ALFA SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA ASETAT DARI ALFA SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT M.Topan Darmawan, Muthia Elma, M.Ihsan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, ULM Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.) 1 Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.) Kartika Tanamal Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

CELLULOSE ACETATE MEMBRANE SYNTHESIS OF RESIDUAL SEAWEED Eucheuma spinosum. Mutiara Dzikro, Yuli Darni, dan Lia Lismeri

CELLULOSE ACETATE MEMBRANE SYNTHESIS OF RESIDUAL SEAWEED Eucheuma spinosum. Mutiara Dzikro, Yuli Darni, dan Lia Lismeri CELLULOSE ACETATE MEMBRANE SYNTHESIS OF RESIDUAL SEAWEED Eucheuma spinosum Mutiara Dzikro, Yuli Darni, dan Lia Lismeri Teknik Kimia Universitas Lampung Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro Steet No. 1 Bandar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan

III. MATERI DAN METODE. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK ACARA 4 SENYAWA ASAM KARBOKSILAT DAN ESTER Oleh: Kelompok 5 Nova Damayanti A1M013012 Nadhila Benita Prabawati A1M013040 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tambahan. Bahan utama berupa daging sapi bagian sampil (chuck) dari sapi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tambahan. Bahan utama berupa daging sapi bagian sampil (chuck) dari sapi III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama berupa daging sapi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia dengan angka sebesar ton pada tahun Durian (Durio

TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia dengan angka sebesar ton pada tahun Durian (Durio TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Buah Durian Sumatera Utara adalah salah satu provinsi penghasil buah durian terbesar di Indonesia dengan angka sebesar 79.659 ton pada tahun 2011. Durian (Durio zibethinus)

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT COKELAT DENGAN CARA EKSTRAKSI

PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT COKELAT DENGAN CARA EKSTRAKSI PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT COKELAT DENGAN CARA EKSTRAKSI Akhmalludin dan Arie Kurniawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 59, Telp/Fax:

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan Bahan I () II () III () IV () V () Asam sterarat 7 7 7 7 7 Minyak kelapa 20

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum LAMPIRAN 12 Lampiran 1 Prosedur pencirian kitosan Penelitian Pendahuluan 1) Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak kira-kira 1.0000 g kitosan dimasukkan

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52 I. Pustaka 1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52 2. Ralph J. Fessenden, Joan S Fessenden. Kimia Organic, Edisi 3.p.42 II.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah alpukat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci