HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Johan Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary kriging, model spherical, menghasilkan DEM Awal (prediction map) dan error DEM Awal (prediction standart error map) yang masing-masing disajikan pada Gambar 18 dan Gambar 19. Data DEM Awal menghasilkan ketinggian berkisar antara meter. Data error DEM Awal menunjukkan bahwa nilai kesalahan (error) ketinggian berkisar antara meter. Besarnya nilai error hasil interpolasi terdapat pada daerah yang ketersediaan data titik tingginya kurang. Semakin banyak (kerapatan tinggi) titik tinggi pada daerah yang diinterpolasi maka akan semakin kecil error yang dihasilkan. Gambar 18 DEM Awal (prediction map).
2 40 Gambar 19 Error DEM Awal (prediction standart error map). Penggabungan DEM Awal (setelah dilakukan pengisian void pada daerah yang error-nya tinggi menggunakan DEM SRTM hasil normalisasi) dan DEM Sungai menghasilkan DEM Gabungan dengan nilai ketinggian berkisar antara meter. Perolehan nilai pada DEM Gabungan (Gambar 20) dan perbedaannya terhadap nilai DEM Awal dipengaruhi oleh nilai pada DEM SRTM yang telah dinormalisasi dan DEM Sungai. Gambar 20 DEM Gabungan.
3 41 Berdasarkan 100 data titik yang digunakan untuk mengevaluasi data DEM Gabungan (Gambar 21), diperoleh nilai RMSE sebesar Nilai RMSE tersebut lebih dominan dipengaruhi oleh kesalahan nilai pada daerah perbukitan. Pada daerah dengan kerapatan titik yang tinggi yaitu titik tinggi yang bersumber dari peta Dasar Pendaftaran memiliki nilai rata-rata kesalahan yang rendah, sedangkan pada daerah dengan kerapatan titik yang rendah yaitu titik tinggi yang bersumber dari peta Rupabumi Indonesia memiliki nilai rata-rata kesalahan yang tinggi. Secara keseluruhan, nilai RMSE tersebut untuk DEM Gabungan dianggap cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mensimulasikan genangan banjir. Gambar 21 Peta sebaran titik tinggi validasi data DEM Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian Hasil interpretasi citra satelit WorldView-2 akuisisi tahun 2011 memberikan gambaran distribusi penggunaan lahan di sekitar wilayah Sungai Mangottong. Kelas penggunaan lahan terdiri dari Pemukiman/Perumahan, Bisnis, Perkantoran, Fasilitas Pendidikan, Fasilitas Kesehatan, Ruang Terbuka/Lapangan, Sawah, Kebun Campuran, Semak Belukar, Tambak/Empang, Mangrove, dan Sungai. Sebaran penggunaan lahan di lokasi penelitian pada tahun 2011 disajikan pada Gambar 22.
4 42 Gambar 22 Peta penggunaan lahan di sekitar wilayah Sungai Mangottong tahun Luas penggunaan seluruhnya dalam penelitian ini mengikuti luas daerah penelitian yaitu km 2 atau ha. Penggunaan lahan sawah merupakan penggunaan lahan yang mendominasi diikuti oleh tambak/empang di lokasi penelitian. Penggunaan lahan pemukiman/perumahan di bagian utara Sungai Mongottong mengkan banyaknya penduduk yang bermukim dan banyaknya infrastrukstur yang terbangun. Penggunaan lahan bisnis, perkantoran, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan juga berpusat di bagian utara Sungai Mongottong yang merupakan ibukota Kabupaten Sinjai. Luas masing-masing kelas penggunaan lahan disajikan secara grafik pada Gambar 23. Gambar 23 Luas kelas penggunaan lahan di lokasi penelitian.
5 Elevasi (m dpl) 43 Model Genangan Banjir Verifikasi Model Analisis model spasial genangan berdasarkan tahapan algoritma yang dibuat sangat dipengaruhi oleh penentuan nilai n (penambahan ketinggian genangan pada piksel awal sehingga dapat didistribusikan ke piksel selanjutnya), namun tidak mempengaruhi nilai volume (V) yang dihasilkan. Berdasarkan verifikasi model dengan menggunakan nilai n yang berbeda pada sebagian wilayah penelitian, menunjukkan ketinggian (kedalaman air) genangan dan luasan daerah yang tergenang yang berbeda seperti tersaji pada Gambar 24. (a) Panjang Sungai (m) Dasar Sungai n = 1 n = 0.5 n = 0.1 (b) n = 1 n = 0.5 n = 0.1 (c) Gambar 24 Verifikasi model: (a) sebagian wilayah penelitian, (b) perbedaan ketinggiaan genangan, dan (c) perbedaan luasan daerah yang tergenang.
6 44 Berdasarkan Gambar 24, semakin kecil nilai n maka sebaran kedalaman air semakin merata dan menghasilkan luasan daerah yang tergenang lebih luas. Sedangkan semakin besar nilai n maka sebaran kedalaman air lebih memuncak (tinggi) pada daerah bagian hulu dibandingkan pada daerah bagian hilir dan mempengaruhi luasan daerah yang tergenang (luasannya lebih rendah dibandingkan nilai n yang semakin kecil). Nilai n = 0.1 lebih menunjukkan pola alami kejadian banjir dimana sebaran dan distribusi kedalaman air terlihat merata. Selain dari perbedaan sebaran kedalaman air dan luasan daerah yang tergenang, perbedaan yang paling penting dalam menjalankan simulasi model ini adalah waktu yang diperlukan hingga simulasi model selesai dijalankan. Secara komputasi (processing time) nilai n = 0.1 sangat memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan tahapan simulasi dalam proses verifikasi model. Artinya semakin kecil nilai n maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan simulasi model, terutama pada daerah yang luas. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini dipilih penggunaan nilai n sebesar 0.5 untuk mensimulasikan genangan pada kejadian banjir pada tahun 2006, dengan mempertimbangkan peralatan komputasi yang digunakan yaitu laptop. Genangan Kejadian Banjir tahun 2006 Hasil simulasi model untuk kejadian banjir tahun 2006 menunjukkan kedalaman air berkisar antara m (Gambar 25). Kedalaman air yang mencapai 6.25 m merupakan ketinggian genangan pada wilayah sungai (termasuk kedalaman sungai). Semakin jauh jarak dari sungai, maka kedalaman air semakin rendah, yang dapat dipengaruhi oleh variasi ketinggian topografi wilayah. Validasi Model Validasi ketinggian genangan (kedalaman air) hasil simulasi model untuk kejadian banjir 2006 dilakukan dengan membandingkannya terhadap ketinggian genangan hasil observasi di lapangan sebanyak 25 titik (Gambar 26). Hasil validasi menunjukkan nilai R 2 sebesar 0.72 yang berarti cukup akurat dalam menggambarkan kondisi genangan (Gambar 27).
7 45 Gambar 25 Peta genangan banjir tahun Gambar 26 Peta titik validasi genangan hasil observasi lapangan. Secara umum, kedalaman air hasil model menghasilkan estimasi kedalaman yang rendah (under estimate) dibandingkan terhadap kedalaman air hasil observasi (lihat Lampiran 3). Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi topografi di lokasi penelitian berbeda dengan kondisi topografi yang digambarkan oleh data DEM. Selain itu, nilai kedalaman hasil observasi di lapangan diduga memiliki bias akibat ketidaktepatan ingatan dan pengamatan masyarakat secara
8 Genangan Observasi (m) 46 relatif dalam memberikan informasi (rekonstruksi kejadian) terkait kedalaman banjir. Ingatan atau pengamatan secara langsung oleh masyarakat pada kejadian banjir tahun 2006 terkait kedalaman air, khususnya pada daerah hulu, kemungkinan adalah genangan maksimum pada kondisi sesaat (durasi waktu genangan) sebelum luapan air sungai mengalir ke daerah hilir. Data luasan daerah yang tergenang secara aktual (real) di lapangan tidak tersedia. Sedangkan luas daerah yang tergenang berdasarkan hasil simulasi model yaitu ha atau 32.43% dari luas daerah penelitian y = x R² = Genangan Model (m) Gambar 27 Hasil validasi model genangan banjir tahun Genangan Periode Ulang 25, 50 dan 100 Tahun Hasil simulasi model berdasarkan nilai volume pada periode ulang 25, 50 dan 100 tahun diperoleh kedalaman air maksimum masing-masing yaitu 6.24, 6.31 m dan 6.34 m (Gambar 28, 29, dan 30). Perbandingan ketinggian genangan antara simulasi model periode ulang 25 tahun terhadap model periode ulang 50 tahun menghasilkan rata-rata ketinggian sebesar 0.09 m, sedangkan perbandingan antara model periode ulang 50 tahun terhadap model periode ulang 100 tahun menghasilkan rata-rata ketinggian sebesar 0.08 m (Gambar 31).
9 47 Gambar 28 Peta genangan banjir periode ulang 25 tahun. Gambar 29 Peta genangan banjir periode ulang 50 tahun.
10 Elevasi (m dpl) 48 Gambar 30 Peta genangan periode ulang 100 tahun Panjang Sungai (m) Dasar Sungai Q100 Q50 Q2006 Gambar 31 Perbandingan ketinggian genangan antara hasil simulasi model periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Daerah yang tergenang berdasarkan hasil simulasi model (Gambar 32) menghasilkan luasan yang berbeda antara model periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Luas daerah yang tergenang untuk model periode ulang 25, 50, dan 100 tahun masing-masing yaitu ha, ha, dan ha.
11 49 Gambar 32 Peta daerah genangan berdasarkan hasil simulasi model periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Risiko Bencana Banjir Bahaya Banjir Analisis bahaya banjir berdasarkan kelas kedalaman genangan untuk hasil simulasi model periode ulang 25 tahun menghasilkan peta bahaya banjir di lokasi penelitian (Gambar 34). Kelas bahaya rendah merupakan kelas bahaya yang mendominasi di lokasi penelitian dengan luas sebesar 413 ha (46% dari total luas daerah bahaya), sedangkan kelas bahaya sedang dan tinggi masing-masing dengan luas sebesar ha (25%) dan ha (29%). Persentase luas masing-masing kelas bahaya disajikan pada 33. Tinggi 29% Sedang 25% Rendah 46% Gambar 33 Persentase luas kelas bahaya banjir.
12 Luas (ha) 50 Gambar 34 Peta bahaya banjir. Tingkat bahaya banjir berdasarkan kelas bahaya menunjukkan tingkat ancaman pada suatu wilayah dimana terdapat aktivitas masyarakat yang dapat menimbulkan dampak kerugian. Secara administrasi, kelas bahaya tinggi mendominasi di Kecamatan Sinjai Timur yaitu pada Kelurahan Samataring (87.44 ha atau 9.77% dari total luas daerah bahaya) dan Desa Saukang (54.20 ha atau 6.05%). Di Kecamatan Sinjai Utara, kelas bahaya rendah dan sedang mendominasi di wilayah tersebut, yaitu di Kelurahan Lappa dengan luas masingmasing kelas seluas ha (27.69%) dan ha (11.25%) Kel. Biringere Kel. Balangnipa Kec. Sinjai Utara Kel. Lappa Kel. Samataring Desa Kampala Kec. Sinjai Timur Desa Saukang Kelas Bahaya Rendah Kelas Bahaya Sedang Kelas Bahaya Tinggi Gambar 35 Luas setiap kelas bahaya berdasarkan administrasi desa/kelurahan di Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai Timur.
13 51 Kerentanan Banjir Analisis setiap kriteria kerentanan yaitu kerentanan fisik, kerentanan sosial, dan ekspour lahan diperoleh hasil sebagai berikut: a. Kerentanan fisik menghasilkan peta jumlah bangunan yang dianalisis berdasarkan jumlah titik bangunan (Gambar 36) yang berada di daerah yang tergenang (daerah bahaya), dengan jumlah titik bangunan sebanyak 2474 titik. Hasil yang diperoleh dikelompokkan menjadi 3 kelas yang disajikan pada Gambar 37. b. Kerentanan sosial menghasilkan peta kepadatan penduduk yang dianalisis berdasarkan jumlah penduduk per km 2 yang berada di daerah yang tergenang (daerah bahaya), dengan jumlah titik bangunan pemukiman sebanyak 2323 titik. Jumlah rata-rata penduduk per unit bangunan berdasarkan administrasi wilayah desa/kelurahan disajikan pada Tabel 10. Hasil yang diperoleh dikelompokkan menjadi 3 kelas yang disajikan pada Gambar 38. c. Eksposur lahan menghasilkan peta eksposur lahan dengan nilai berdasarkan kerugian setiap kelas penggunaan lahan akibat terkena dampak (terpapar) oleh bahaya banjir (Gambar 39). Hasil penilaian oleh responden dengan metode pairwise comparison (AHP) untuk eksposur lahan yang telah dikompositkan berdasarkan rata-rata geometrik setiap bobot dari masing-masing responden disajikan pada Tabel 11. Tabel 9 Jumlah rata-rata penduduk per unit bangunan berdasarkan administrasi wilayah desa/kelurahan di daerah bahaya Kecamatan Desa/Kelurahan Rata-rata jumlah penduduk per unit bangunan pemukiman Sinjai Utara Kel. Biringere 5 Kel. Balangnipa 5 Kel. Lappa 5 Sinjai Timur Kel. Samataring 4 Desa Kampala 4 Desa Saukang 5
14 52 Gambar 36 Peta sebaran bangunan. Gambar 37 Peta jumlah bangunan di daerah bahaya.
15 53 Gambar 38 Peta kepadatan penduduk di daerah bahaya. Tabel 10 Matriks penilaian komposit untuk bobot kriteria eksposur lahan, perhitungan nilai CR (Consistency Ratio), dan normalisasi skor. Eksposur Lahan PP B PK FP FK S KC T Bobot CR Normalisasi skor PP B PK FP FK S KC T Keterangan: PP (Pemukiman/Perumahan), B (Bisnis), PK (Perkantoran), FP (Fasilitas Pendidikan), FK (Fasilitas Kesehatan), S (Sawah), KC (Kebun Campuran), dan T (Tambak/Empang). Berdasarkan hasil dari Tabel 11, nilai eksposur dari kelas penggunaan lahan menunjukkan bahwa pemukiman/perumahan merupakan kelas penggunaan lahan yang memiliki nilai kerugian tertinggi ketika terkena (terpapar) dampak banjir. Pemukiman/perumahan yang terkena dampak banjir dapat menimbulkan kerugian material maupun korban (luka-luka atau hilangnya nyawa) karena merupakan tempat tinggal (rumah) masyarakat. Hilangnya kenyamanan di dalam rumah juga dapat muncul akibat genangan banjir.
16 54 Gambar 39 Peta eksposur lahan di daerah bahaya. Pembobotan setiap kriteria kerentanan dengan metode pairwise comparison oleh beberapa pakar (responden) menghasilkan bobot untuk setiap kriteria kerentanan (Tabel 12) yang telah dikompositkan berdasarkan rata-rata geometrik setiap bobot dari masing-masing responden. Nilai CR yang diperoleh yaitu 0.0 (konsisten). Tabel 11 Matriks penilaian komposit untuk bobot kriteria kerentanan dan perhitungan nilai CR (Consistency Ratio) Kriteria Kerentanan Kerentanan Fisik Kerentanan Sosial Eksposur lahan Kerentanan Fisik Kerentanan Sosial Eksposur lahan Bobot CR Hasil pembobotan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kerentanan sosial merupakan kriteria paling penting (bobot tertinggi) dalam analisis kerentanan. Semakin banyak penduduk di daerah yang memiliki potensi bahaya, maka kerentanan akan semakin tinggi. Bobot untuk setiap kriteria kerentanan digunakan untuk analisis kerentanan dengan metode spasial MCDA yaitu menggabungkan setiap kriteria dengan proses overlay. Hasil yang diperoleh menunjukkan kelas kerentanan berdasarkan daerah bahaya, seperti disajikan pada Gambar 40.
17 55 Gambar 40 Peta kerentanan di daerah bahaya. Berdasarkan Gambar 40, daerah yang merupakan kelas kerentanan tinggi mendominasi di bagian utara Sungai Mangottong yang merupakan ibukota Kabupaten Sinjai. Luas kelas kerentanan tinggi yaitu ha (16% dari luas daerah bahaya). Secara keseluruhan, kelas kerentanan rendah paling mendominasi diantara kelas lainnya, dengan luas yaitu ha (60% dari luas daerah bahaya), sedangkan luas kelas kerentanan sedang yaitu ha (15%). Tingginya kerentanan pada daerah bahaya dapat dipengaruhi oleh jumlah bangunan yang tinggi, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, dan banyaknya penggunaan lahan yang secara ekonomi mengalami kerugian akibat terpapar oleh bahaya banjir. Adapun persentase luas masing-masing kelas kerentanan disajikan pada Gambar 41. Daerah yang tidak rentan merupakan daerah yang tidak terdapat bangunan, penduduk, maupun penggunaan lahan yang bernilai ekonomi di dalam daerah bahaya.
18 Luas (ha) 56 Tinggi 15% Tidak rentan 11% Sedang 14% Rendah 60% Gambar 41 Persentase luas kelas kerentanan. Secara administrasi, Kecamatan Sinjai Utara merupakan wilayah rentan yang didominasi oleh semua kelas kerentanan dengan luasan tertinggi (Gambar 42). Kelas kerentanan rendah sebagian besar terdapat di Kelurahan Lappa dengan luas 307 ha (34.24% dari total luas daerah bahaya). Kelas kerentanan sedang dan tinggi mendominasi di Kelurahan Biringere dengan luas masing-masing yaitu ha (4.13%) dan ha (6.84%). Luasnya daerah rentan untuk semua kelas kerentanan di Kecamatan Sinjai Utara dipengaruhi oleh posisi administrasi wilayah yang merupakan ibukota Kabupaten Sinjai, dimana sebagai pusat pemukiman dan pemerintahan, serta kegiatan perekonomian Kel. Biringere Kel. Balangnipa Kel. Lappa Kel. Samataring Desa Kampala Desa Saukang Kec. Sinjai Utara Kec. Sinjai Timur Kelas Kerentanan Rendah Kelas Kerentanan Sedang Kelas Kerentanan Tinggi Daerah tidak rentan Gambar 42 Luas setiap kelas kerentanan berdasarkan administrasi desa/kelurahan di Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai Timur.
19 57 Risiko Banjir Analisis risiko bencana banjir dengan penggabungan peta bahaya dan peta dengan metode spasial MCDA menghasilkan peta risiko bencana banjir di lokasi penelitian (Gambar 43). Dengan mendefinisikan nilai secara kualitatif (rendah, sedang, tinggi), memberikan gambaran secara jelas bagaimana bahaya dan berbagai komponen kerentanan memiliki peran dalam kejadian banjir. Gambar 43 Peta risiko bencana banjir. Sebaran daerah risiko didominasi oleh kelas rendah dan sedang (lihat Gambar 45). Kelas risiko sedang berarti memiliki komponen bahaya yang rendah dan komponen kerentanan tinggi, memiliki komponen bahaya yang sedang dan komponen kerentanan yang sedang, atau memiliki komponen bahaya yang tinggi dan komponen kerentanan yang rendah. Hal tersebut dapat diidentifikasi dengan menggunakan matriks antara kelas bahaya dan kelas kerentanan, seperti yang disajikan pada Gambar 44. Penilaian secara kualitatif kelas risiko berdasarkan matriks tersebut dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi nilai/skor kelas bahaya dan kelas kerentanan yang berada dalam rentang (interval) nilai yang sama.
20 Kelas Bahaya 58 Kelas Risiko Kelas Kerentanan Rendah Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Gambar 44 Matriks penentuan kelas risiko bencana. Kelas risiko sedang mendominasi dengan persentase luas 48% dari luas total daerah yang berisiko, kemudian diikuti oleh kelas risiko rendah dengan persentase luasan 40%. Kelas risiko tinggi memiliki luasan yang terendah yaitu 12%. Sedang 48% Tinggi 12% Rendah 40% Gambar 45 Persentase luas kelas risiko. Berdasarkan wilayah administrasi yang berada di dalam daerah berisiko, di Kecamatan Sinjai Utara memiliki luasan yang lebih tinggi untuk semua kelas risiko (Gambar 46). Kelurahan Biringere memiliki luasan yang lebih tinggi untuk kelas risiko tinggi dibandingkan desa/kelurahan yang lainnya, yaitu ha (5.7% dari total luas daerah bahaya). Kelas risiko sedang dan rendah sebagian besar berada di Kelurahan Lappa dengan luas masing-masing sebesar ha (17.07%) dan ha (25.59%).
21 59 Gambar 46 Luas setiap kelas risiko berdasarkan administrasi desa/kelurahan di Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai Timur. Kecamatan Sinjai Utara merupakan ibukota Kabupaten Sinjai, dimana daerah bahaya dan rentan sebagian besar mendominasi di wilayah tersebut. Oleh karena itu, kegiatan manajemen bencana dan langkah-langkah mitigasi bencana banjir harus ditingkatkan. Mitigasi struktural berupa pembangunan tanggul dan bangunan pengendali banjir di Sungai Mangottong perlu dilakukan, sedangkan mitigasi non-struktural berupa perencanaan dan penataan ruang perlu disesuaikan terhadap risiko bencana. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi dan menanggulangi bencana banjir di daerah yang berisiko juga perlu ditingkatkan agar kerugian, khususnya korban jiwa dapat diminimalisir. Pada daerah dengan kelas risiko rendah, khususnya berada dalam kelas bahaya tinggi namun memiliki kelas kerentanan yang rendah membutuhkan pertimbangan dalam pengembangan wilayah secara fisik. Daerah dengan kondisi tersebut akan meningkatkan risiko bencana kedepannya apabila dilakukan pengembangan kawasan khususnya pemukiman.
ANALISIS SPASIAL RISIKO BANJIR WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG DI KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN
J. Tanah Lingk., 15 (1) April 2013: 39-44 ISSN 1410-7333 ANALISIS SPASIAL RISIKO BANJIR WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG DI KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN Flood Risk Spatial Analysis of Mangottong River Area
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan wilayah hilir Sungai Mangottong yang secara administrasi wilayah berada di Kecamatan Sinjai Utara dan Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari
Lebih terperinciAnalisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)
Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian
Lebih terperinciMODEL SPASIAL GENANGAN BANJIR: STUDI KASUS WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Globe Volume15No. 1 Juni 2013 : 62-67 MODEL SPASIAL GENANGAN BANJIR: STUDI KASUS WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN (Spatial Modeling of Flood Inundation: Case Study
Lebih terperinciAnalisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)
Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembobotan. Tabel 5.1 Persentase Pembobotan Tingkat Bahaya
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembobotan Adapun hasil dari kuesioner yang dilakukan dibeberapa instansi terkait kerentanan banjir dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan untuk hasil kuesioner tingkat
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Tabel 1.1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) merupakan bagian dari Provinsi Maluku yang sebagian besar terletak di Pulau Seram yang secara geografis terletak pada 1 19'-7 16'
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul
Lebih terperinciARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI
ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI Nur Afni Dosen Jurusan Teknik PWK, UIN Alauddin Makassar nurafnie_pwk07@yahoo.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan
Lebih terperinciGambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.
Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian
Lebih terperinciPemintakatan Risiko Bencana Banjir Akibat Luapan Kali Kemuning di Kabupaten Sampang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-43 Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Akibat Luapan Kali Kemuning di Kabupaten Sampang Afrizal Triwidiyanto, Ardy Maulidy
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012
LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di kawasan agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis data dilakukan
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT
SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan
Lebih terperinciFaktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran
Lebih terperinciAnalisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B
Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel
Lebih terperinciPemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-58 Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso Bambang Budi Utomo dan Rima Dewi Supriharjo
Lebih terperinciPETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA
31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan
Lebih terperinciAyesa Pitra Andina JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
Ayesa Pitra Andina 3510100044 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 Latar Belakang Pengembangan Kawasan a PESISIR Aksesbilitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga
Lebih terperinciKAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE
KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:
Lebih terperinciABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.
APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN ZONA RAWAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CELENG KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3
Lebih terperincibesar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men
PEMETAAN BANJIR KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Farida Angriani 1), Rosalina Kumalawati 1) 1)Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan IPS FKIP, UNLAM e-mail: rosalinaunlam@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,
Lebih terperinciKemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT
PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT Lili Somantri Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS, UPI, L_somantri@ymail.com
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah
Lebih terperinciAlhuda Rohmatulloh
Dosen Pembimbing: Dr. ing. Ir. Haryo Sulistyarso Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Alhuda Rohmatulloh 3608100061
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,
Lebih terperinciANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI)
ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI) Risma 1, Paharuddin 2,Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan mengenai tingkat ancaman dan kerentanan suatu daerah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan. Dengan judul
Lebih terperinciANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG
ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan
Lebih terperinciKERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI
KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR LAMPIRAN...
iii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v viii xii xiii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan
Lebih terperinciPEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Moh Holli Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Email :mohholli@ymail.com
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tingkat Bahaya Banjir Analisis tingkat bahaya banjir pada penelitian ini berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian
Lebih terperinciGambar 9. Peta Batas Administrasi
IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78
Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciPENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado
PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan bobot yang digunakan, hasil kontur yang dihasilkan akan berbeda untuk masing-masing metode interpolasi. Bentuk konturnya ditampilkan pada Gambar 6 sampai
Lebih terperinciDAFTAR GAMBAR. Gambar 2. 1 Pembagian Profil Melintang Sungai Gambar 2. 2 Diagram Kerangka Pemikiran BAB III
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Data DEM/DTM Untuk mengetahui kualitas, persamaan, dan perbedaan data DEM/DTM yang akan digunakan untuk penelitian, maka dilakukan beberapa analisis. Gambar IV.1.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DAS Konaweeha adalah DAS terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Sungai Konaweeha sebagai sungai utama. Hulu DAS Konaweeha berada di Kabupaten Kolaka dan melintasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki luas wilayah sekitar 3.250 Ha atau 32.5 km 2 atau 1,025% dari luas wilayah
Lebih terperinciPemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.
C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Banjir. Tabel 1 Beberapa penyebab banjir (Kodoatie & Sugiyanto 2002)
TINJAUAN PUSTAKA Banjir Banjir didefinisikan sebagai kenaikan drastis dari aliran sungai, kolam, danau, dan lainnya dimana kelebihan aliran tersebut menggenangi keluar dari tubuh air dan menyebabkan kerusakan
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan
Lebih terperinciPERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN
PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN 3607100 020 LATAR BELAKANG Banjir rob melanda 27 desa pesisir Kabupaten Demak Kejadian banjir rob terus
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 176 182 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISIS DATA PASANG SURUT SEBAGAI DASAR PENENTUAN DAERAH GENANGAN BANJIR PASANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di
Lebih terperinciTINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP
TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lahomi yang merupakan ibukota Kabupaten Nias Barat, Provinsi Sumatera Utara dan waktu pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil dan Analisis Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Pembuatan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang dilakukan pada tahun 2014. Dengan menggunakan data-data
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara terluas didunia dengan total luas negara 5.193.250km 2 (mencakup daratan dan lautan). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara terluas
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu
Lebih terperinciPemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20
Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan
Lebih terperinciTUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA
TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG
BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko bencana tsunami di Kota Padang berdasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bencana
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan
Lebih terperinci5. SIMPULAN DAN SARAN
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan berbagai bencana alam, seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, bencana gempa bumi, dan tsunami. Bencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara
Lebih terperinciGambar 7. Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian
23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.
Lebih terperinciGambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Pasang Surut Analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena pasang surut dilakukan dengan pemetaan daerah berpotensi
Lebih terperinciPEMETAAN KERENTANAN BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN KRETEK MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI, KABUPATEN BANTUL DIY
PEMETAAN KERENTANAN BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN KRETEK MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI, KABUPATEN BANTUL DIY Chandra Sinambela *), Ibnu Pratikto, dan Petrus Subardjo Program Studi Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan
BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil
Lebih terperinciTahun Penelitian 2005
Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana sebagai peristiwa/kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tutupan lahan adalah bergesernya jenis tutupan lahan dari jenis satu ke jenis lainnya diikuti dengan bertambah atau berkurangnya tipe penggunaan dari waktu
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO
Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong
Lebih terperinci