BAB III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2005: 12). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengungkapkan suatu masalah atau fenomena dengan disertai angka-angka dalam penjelasannya. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis (Moh. Pabundu Tika, 2005: 4). Penelitian ini berusaha memetakan kerentanan longsor lahan yang ada di daerah penelitian termasuk persebaran daerah rawan longsor. Berdasarkan keterkaitannya dengan objek penelitian, penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan (Hadi Sabari Yunus, 2010 : 310). Penelitian ini menggunakan pendekatan kelingkungan. Pendekatan kelingkungan ditunjukkan oleh keterkaitan antara tingkat bahaya sebagai hasil proses alam dengan tingkat kerentanan yang melibatkan manusia 1

2 didalamnya. Konsep yang digunakan adalah konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, morfologi dan aglomerasi. Konsep lokasi dalam penelitian ini berkaitan dengan letak Kecamatan Munjungan di Kabupaten Trenggalek, yang berbatasan dengan Kecamatan Kampak di sebelah utara, Kecamatan Watulimo di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kecamatan Panggul dan Kecamatan Dongko di sebelah barat. Konsep jarak berkaitan dengan jauh dekatnya suatu daerah dengan kawasan perbukitan ataupun pegunungan, dimana semakin dekat suatu daerah dengan wilayah perbukitan maka semakin besar kemungkinan potensi tingkat kerentanan terhadap bencana tanah longsor. Konsep keterjangkauan berkaitan dengan mudah atau tidaknya suatu lokasi untuk dijangkau apabila terjadi suatu bencana, baik lokasi permukiman penduduk yang terkena bencana tanah longsor maupun lokasi tempat pengungsian. Konsep morfologi berkaitan dengan bencana tanah longsor Kecamatan Munjungan yang sangat dipengaruhi oleh bentuk medan yang didominasi wilayah perbukitan atau pegunungan. Konsep aglomerasi berkaitan dengan kecenderungan penduduk yang mengelompok pada suatu daerah tertentu di Kecamatan Munjungan sehingga setiap daerah tersebut memiliki tingkat kepadatan penduduk yang berbeda-beda. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasioanal Variabel Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002: 104). Variabel yang digunakan 2

3 dalam penelitian ini adalah : Variabel Kerentanan sosial, variabel kerentanan ekonomi, variabel kerentanan fisik, dan variabel kerentanan lingkungan. Definisi dari masing-masing variabel tersebut adalah : 1. Kerentanan Sosial meliputi parameter : a. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang didiami oleh penduduk di suatu wilayah yang dinyatakan dalam satuan jiwa/km 2. Penilaian kepadatan penduduk berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). b. Rasio Kelompok Rentan 1) Rasio jenis kelamin Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio jenis kelamin merupakan perbandingan jumlah penduduk perempuan dengan jumlah total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penilaian jenis kelamin berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 2) Rasio kelompok umur Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio kelompok umur merupakan perbandingan jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) dan usia tua (>64 tahun) dengan jumlah total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penilaian kelompok umur berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 3

4 3) Rasio orang cacat Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio orang cacat adalah perbandingan jumlah penduduk yang disability (cacat) dengan jumlah total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Orang yang termasuk dalam kategori cacat yaitu bisu/tuli (tunarungu), buta (tunanetra), cacat fisik (tunaraga), cacat mental dan lemah ingatan. Penilaian orang cacat berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 4) Rasio kemiskinan Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio kemiskinan adalah perbandingan jumlah penduduk miskin dengan total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penilaian rasio kemiskinan berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 2. Kerentanan Ekonomi meliputi parameter : a. Luas lahan produktif Luas lahan produktif adalah luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan produktif seperti sawah, kebun, perkebunan, tegalan, dan tambak. Luas lahan produktif dinyatakan dalam satuan hektar (ha). Penilaian luas lahan produktif berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 34). 4

5 b. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan output (produk) hasil baik dari pengolahan alam, maupun non-alam, serta hasil dari aktivitas perekonomian penduduk disuatu wilayah yang bersifat lokal domestik. Besarnya PDRB dinyatakan dalam rupiah penialaian PDRB berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 34). 3. Kerentanan Fisik meliputi parameter : a. Jumlah rumah Jumlah rumah adalah banyaknya tempat tinggal penduduk pada suatu wilayah. Rumah menjadi tempat yang dapat menarik masyarakat untuk tinggal didalamnya sehingga menjadi salah satu faktor kerentanan. Jumlah rumah dinyatakan dalam satuan buah, penilaian jumlah rumah berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 35). b. Jumlah fasilitas umum Jumlah fasilitas umum adalah banyaknya fasilitas pelayanan publik yang ada di suatu wilayah. Fasilitas umum merupakan fasilitas yang diperuntukkan untuk kepentingan umum seperti : fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat ibaddah, dan pemerintahan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan untuk masyarakat. Jumlah fasilitas umum yang dinyatakan dalam satuan buah. Penilaian jumlah fasilitas umum berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 35). 5

6 4. Kerentanan Lingkungan (jenis penggunaan lahan) Jenis penggunaan lahan adalah variasi bentuk perwujudan yang dilakukan oleh manusia terhadap lahan. Setiap penggunaan lahan memiliki respon yang berbeda terhadap suatu bencana. Jenis-jenis penggunaan lahan dapat mempercepat maupun memperlambat laju gerakan massa tanah. C. Populasi Penelitian Menurut Hadi Sabari Yunus (2010 : 260), populasi adalah kumpulan dari satuan-satuan elementer yang mempunyai karakteristik dasar yang sama atau yang dianggap sama. Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan (Margono, 2005:118). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lahan yang berada di Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek dengan luas wilayah ,57 ha. Semua anggota populasi dijadikan sebagai subjek penelitian, sehingga penelitian ini termasuk jenis penelitian populasi. Hal ini dikarenakan setiap anggota populasi yang ada di seluruh lahan di wilayah Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek merupakan faktorfaktor yang dijadikan sebagai parameter dalam menentukan tingkat kerentanan tanah longsor. D. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek. Waktu pelaksanaan penelitian mulai bulan November 2016 sampai bulan Agustus

7 E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian (Juliansyah Noor, 2011 ; 138). Penelitian ini memiliki dua jenis data yaitu primer dan sekunder, dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: observasi, dan dokumentasi. 1. Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek (Pambudu Tika, 2005: 44). Observasi dilakukan dengan pengambilan data primer. Instrument yang dilakukan dalam observasi adalah catatan pengamatan dan check list. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Penggunaan lahan: dengan mengamati penggunaan lahan yang ada di lapangan. 2) Ketersedian fasilitas umum: mengamati jumlah fasilitas umum yang ada di tempat penelitian, tingkat kelayakan fasilitas umum yang ada di wilayah penelitian. 3) Keterdapatan longsor: diperoleh dengan cara mengamati keterdapatan longsor dilapangan. 2. Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data-data sekunder dari berbagai sumber. Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini 7

8 terdiri dari data jumlah penduduk, luas lahan produktif, PDRB per sektor, jumlah rumah, jumlah fasilitas umum dan peta (administrasi, penggunaan lahan). Data yang berupa data jumlah penduduk, luas lahan produktif, PDRB per sektor, jumlah rumah dan fasilitas umum dapat diperoleh dari Kantor Kecamatan Munjungan, kantor desa dan BPS Kabupaten Trenggalek. Peta mengenai penggunaan lahan dapat diperoleh dari website resmi Kabupaten Trenggalek, untuk peta administrasi kecamatan dapat disalin dari peta Rupa Bumi Indonesia. F. Metode Analisis Data Teknik analisis data adalah cara-cara yang dugunakan untuk memberikan makna pada data-data yang diperoleh. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik : 1. Analisis Pengharkatan (scoring) Pengharkatan dilakukan pada masing-masing variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Analisis pengharkatan dilakukan dengan batuan softwere ArcGIS analisis pengharkatan dilakukan berdasarkan Pedoman Umum Pengkajian Bencana yang termuat dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun Berikut ini pengharkatan yang dilakukan: 8

9 a. Kerentanan Sosial meliputi parameter : 1) Kepadatan Penduduk Tabel 4. Kepadatan Penduduk No Kepadatan (jiwa/km 2 ) Kelas Skor 1. >1000 Tinggi Sedang <500 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi Tingkat kepadatan penduduk diperoleh dari jumlah penduduk dibagi luas wilayah per desa. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk akan semakin tinggi pula tingkat kerentanan sosial yang ditimbulkan. 2) Rasio Kelompok Rentan a) Rasio Jenis Kelamin Tabel 5. Rasio Jenis Kelamin No Rasio jenis kelamin (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk perempuan >40 Tinggi Jumlah penduduk perempuan Sedang Jumlah penduduk perempuan <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi Penduduk perempuan memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-laki ketika terjadi bencana tanah longsor. Semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk perempuan terhadap total seluruh penduduk setiap desa maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. 9

10 b) Rasio Kelompok Umur Tabel 6. Rasio Kelompok Umur No Rasio kelompok umur (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua >40 Tinggi Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua Sedang Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi. Penduduk usia anak-anak dan tua memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap bencana tanah longsor dibandingkan dengan penduduk produktif, sehingga semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk usia anak-anak dan tua terhadap total seluruh penduduk setiap desa maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. c) Rasio Orang Cacat Tabel 7. Rasio Orang Cacat No Rasio orang cacat (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk cacat >40 Tinggi Jumlah penduduk cacat Sedang Jumlah penduduk cacat <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi. Penduduk yang disability (cacat) memiliki kerencanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk normal ketika bencana tanah longsor terjadi dikarenakan orang cacat mempunyai keterbatasan mental maupun gerak (mobilitas) apabila terjadi bencana. Semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk cacat terhadap total seluruh penduduk setiap desa maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. 10

11 d) Rasio Kemiskinan Tabel 8. Rasio Kemiskinan No Rasio kemiskinan (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk miskin >40 Tinggi Jumlah penduduk miskin Sedang Jumlah penduduk miskin <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi Penduduk miskin memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk menengah hingga kaya dikarenakan kemampuan ekonomi akan berpengaruh terhadap pengurangan risiko terhadap bencana (tanah longsor) baik dari segi fisik berupa bangunan rumah maupun sosial berupa kesehatan ataupun tingkat pendidikan. Semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk miskin terhadap total seluruh penduduk setiap desa, maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. Kerentanan sosial dipengaruhi oleh parameter kepadatan penduduk dan rasio rentan yang meliputi rasio jenis kelamin, rasio kelompok umur, rasio orang cacat, dan rasio kemiskinan. Setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat kerentanan sosial, sehingga perlu dilakukan pembobotan sebagai berikut : Tabel 9. Pengharkatan Kerentanan Sosial No Variabel Bobot 1. Tingkat kepadatan penduduk 60% 2. Rasio kelompok rentan Rasio jenis kelamin 10% Rasio kelompok umur 10% Rasio orang cacat 10% Rasio kemiskinan 10% Total 100% Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi. 11

12 Pemberian nilai dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengkalikan nilai masing-masing parameter kerentanan sosial dengan bobot, selanjutnya dijumlahkan untuk memperoleh skor total. Skor total kerentanan sosial = [(Skor tingkat kepadatan penduduk x 60%) + (Skor rasio jenis kelamin x 10%) + (Skor rasio kelompok umur x 10%) + (Skor rasio orang cacat x 10%) + (Skor rasio kemiskinan x 10%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasikan menjadi lima kelas. Sebelum mengklasifikasikan ke dalam kelas-kelas terlebih dahulu ditentukan interval untuk setiap kelas dengan cara sebagai berikut : Maka intervalnya adalah: Interval = ( ) ( ) = Jumlah skor tetinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter kerentanan sosial yang telah dibobot, sedangkan skor terendah merupakan hasil penjumlahan skor terendah parameter kerentanan sosial yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Munjungan adalah sebagai berikut : 12

13 Tabel 10. Kelas Kerentanan Sosial Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor Tingkat kerentanan sosial sangat tinggi I Tingkat kerentanan sosial tinggi II Tingkat kerentanan sosial sedang III Tingkat kerentanan sosial rendah IV Tingkat kerentanan sosial sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2016) Tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Munjungan dibagi menjadi lima tingkat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan rentang skor 10 sampai 50. Semakin tinggi tingkat kerentanan sosial di suatu wilayah, maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. b. Kerentanana Ekonomi meliputi parameter : Kerentanan ekonomi bencana tanah longsor dipengaruhi oleh parameter luas lahan produktif dan PDRB. 1) Luas Lahan Produktif Tabel 11. Luas Lahan Produktif S No Luas Lahan (ha) Kelas Skor 1. >200 Tinggi Sedang <100 Rendah 10 umber: Peraturan Kepala BNPB No. 02 (2012) dengan modifikasi Luas lahan produktif merupakan luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan yang bersifat produktif berupa sawah, perkebunan, tegalan, kebun campuran, dan tambak. Lahan produktif merupakan salah satu sumber penghidupan utama masyarakat desa yang 13

14 terdampak langsung ketika tanah longsor terjadi. Semakin luas jumlah lahan produktif maka semakin besar juga tingkat kerentanan yang ada. 2) PDRB Tabel 12. PDRB No Kriteria (Juta) Kelas Skor 1. PDRB >300 Tinggi PDRB Sedang PDRB <100 Rendah 10 Sumber: Peraturan kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi PDRB merupakan output (produk) hasil dari pengolahan alam, maupun non-alam, serta hasil dari aktivitas perekonomian penduduk di suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB, maka tingkat kerentanannya semakin tinggi. Kerentanan ekonomi dipengaruhi oleh parameter luas lahan produktif dan PDRB. Setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kerentanan ekonomi sehingga perlu dilakukan pembobotan sebagai berikut: Tabel 13. Pembobotan Krentanan Ekonomi No Kriteria (ha) Bobot (%) 1. Luas lahan produktif PDRB 40 Total 100 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 02 (2012) dengan modifikasi Penilaian kerentanan ekonomi dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengkalikan nilai masing-masing parameter kerentanan ekonomi dengan bobot selanjutnya dijumlahkan untuk memporeh skor total. 14

15 skor total kerentanan ekonomi = [(Skor luas lahan produktif x 60%) + (Skor PDRB x 40%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasikan menjadi lima kelas. Sebelum mengklasifikasikan kedalam kelas-kelas terlebih dahulu ditentukan interval untuk setiap kelas dengan cara sebagai berikut. Interval = Maka intervalnya adalah: Interval = ( ) ( ) Jumlah skor tertinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter kerentanan ekonomi yang telah dibobot, sedangkan skor terendah merupakan penjumlahan skor terendah parameter kerentanan ekonomi yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan ekonomi di Kecamataan Munjungan adalah sebagai berikut: Tabel 14. Kelas Kerentanan Ekonomi Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor 30> Tingkat kerentanan ekonomi sangat tinggi I Tingkat kerentanan ekonomi tinggi II Tingkat kerentanan ekonomi sedang III Tingkat kerentanan ekonomi rendah IV Tingkat kerentanan ekonomi sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2015) 15

16 Tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan Munjungan dibagi menjadi lima tingkat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan rentang skor 10 sampai 50, semakin tinggi tingkat kerentanan ekonomi di suatu wilayah, maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. c. Kerentanan Fisik meliputi parameter : 1) Jumlah Rumah Tabel 15. Jumlah Rumah No Jumlah Kelas Skor 1. >1000 buah Tinggi Sedang <500 Rendah 10sor Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) dengan modifikasi Jumlah rumah yang ada di setiap desa mempengarui tingginya tingkat kerentanan fisik, semakin banyak jumlah rumah maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi karena tanah longsor terjadi maka, semakin banyak juga jumlah rumah yang rusak. 2) Jumlah Fasilitas Umum Tabel 16. Jumlah Fasilitas Umur No Jumlah Kelas Skor 1. >30 Tinggi Sedang <10 Rending 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) dengan modifikasi Jumlah fasilitas umum merupakan banyaknya tempat atau bangunan yang dimanfaatkan guna pelayanan bublik atau umum di suatu wilayah, 16

17 baik barupa fasilitas kesehatan, ekonomi, pendidikan, maupun tempat ibadah. Kerentanan fisik dipengaruhi oleh variabel jumlah rumah dan fasilitas umum. Masing-masing variabel tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kerentanan fisik, sehingga perlu dilakukan penskoran atau pembobotan sebagai berikut: Tabel 17. Pembobotan Kerentanan Fisik No Variabel Bobot (%) 1. Jumlah rumah Jumlah fasilitas umum 30 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) dengan modifikasi Penilaian kerentanan fisik dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengalikan nilai dari masing-masing parameter kerentanan fisik dengan bobot, selanjutnya dijumlahkan untuk memperoleh skor total. Skor total kerentanan fisik = [(Skor jumlah rumah x 70%) + (Skor jumlah fasilitas umum x 30%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasi menjadi lima kelas. Sebelum diklasifikasikan kedalam kelas-kelas terlebih dahulu ditentukan interval untuk setiap kelas dengan cara sebagai berikut: Interval = Maka intervalnya adalah = Interval = ( ) ( ) Jumlah skor tertinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter kerentanan fisik yang telah dibobot, sedangkan skor terendah 17

18 merupakan hasil penjumlahan skor terendah parameter kerentanan fisik yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan fisik di Kecamatan Munjungan adalah sebagai berikut: Tabel 18. Kelas Kerentanan Fisik Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor Tingkat kerentanan fisik sangat tinggi I Tingkat kerentanan fisik tinggi II Tingkat kerentanan fisik sedang III Tingkat kerentanan fisik rendah IV Tingkat kerentanan fisik sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2015) Tingkat kerentanan fisik di Kecamatan Munjungan dibagi menjadi lima tingkat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan rentang skor 10 sampai 50. Semakin tinggi tingkat kerentanan fisik di suatu wilayah, maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. d. Kerentanan Lingkungan (Penggunaan Lahan) Tabel 19. Jenis Penggunaan Lahan No Jenis penggunaan lahan Kelas Skor 1. Permukiman Sangat tinggi Sawah Tinggi Ladang, tegalan, dan kebun Sedang Semak belukar dan alang-alang Rendah Hutan Sangat rendah 10 Sumber: Paimin, dkk (2009) dengan modifikasi Jenis penggunaan lahan adalah variasi pemanfaatan lahan oleh manusia. Lahan yang banyak ditanami vegetasi akan sulit mengalirkan air limpasan karena tertahan oleh akar dan batang pohon, sehingga kemungkinan tanah longsor lebih kecil dibandingkan daerah yang tidak 18

19 ditanami oleh vegetasi, sehingga tingkat kerentanan lingkungannya semakin tinggi. Kerentanan bencana longsor dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kerentanan tanah longsor di Kecamatan Munjungan, sehingga perlu dilakukan pembobotan pada masing-masing variabel berikut: Tabel 20. Kerentanan Bencana No Variabel Bobot (%) 1. Kerentanan social Kerentanan ekonomi Kerentanan fisik Kerentanan lingkungan 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) Penilaian kerentanan tanah longsor di Kecamatan Munjungan dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengkalikan nilai masingmasing parameter kerentanan yaitu: kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan dengan bobot, selanjutnya dijumlahkan untuk memperoleh nilai kerentanan tanah longsor. Skor total kerentanan longsor = [(Skor kerentanan sosial x 40%) + (skor kerentanan ekonomi x 25%) + (Skor kerentanan fisik x 25%) + (skor kerentanan lingkungan x 10%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasikan menjadi lima kelas kerentanan tanah longsor. Sebelum mengklasifikasikan kedalam kelas- 19

20 kelas, terlebih dahulu menentukan interval untuk setiap kelas kerentanan tanah longsor dengan cara sebagai berikut: Interval = Maka intervalnya adalah: Interval = ( ) ( ) = Jumlah skor tertinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter yang ada pada kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan yang telah dibobot, skor terendah merupakan hasil penjumlahan skor terendah parameter yang ada pada kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor atau pembobotan tingkat kerentanan bencana tanah longsor di Kecamatan Munjungan adalah sebagai berikut: Tabel 21. Kelas Kerentanan Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor Tingkat kerentanan sangat tinggi I Tingkat kerentanan tinggi II Tingkat kerentanan sedang III Tingkat kerentanan rendah IV Tingkat kerentanan sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2015) Tingkat kelas kerentanan tanah longsor dibagi menjadi lima kelas yaitu tingkat kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat 20

21 rendah dengan rentang nilai 10 sampai 50. Semakin tinggi tingkat kerentanan suatu wilayah maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. 2. Analisis Tumpang Sususn Peta (overlay) dalam Sistem Informasi Geografi (SIG). Teknik analisis overlay dilakukan dengan menggunakan softwer ArcGIS Analisis overlay digunakan untuk membuat peta masingmasing variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Peta yang sudah diberi skor pada masingmasing variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan di overlay sehingga menghasilkan peta tematik baru yaitu peta tingkat kerentanan tanah longsor di Kecamatan Munjungan. 21

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi penelitian Menurut buku Data Dasar Gunungapi Indonesia Tahun 2011, Gunung Galunggung merupakan satu-satunya gunungapi yang berada di Kabupaten, terletak pada koordinat

Lebih terperinci

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016 TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016 RINGKASAN SKRIPSI Oleh : FAIDATUN NI MAH 13405241001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan penggambaran tentang hubungan antarvariabel, pengumpulan data, dan analisis data, sehingga dengan adanya desain yang baik peneliti

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR LAMPIRAN... iii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v viii xii xiii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian berada di wilayah administratif Kecamatan Batujaya Kabupaten. Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Batujaya yaitu: 1. Sebelah Timur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Pabundu Tika (2005:4) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Pabundu Tika (2005:4) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Pabundu Tika (2005:4) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah

Lebih terperinci

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016 TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016 LANDSLIDE VULNERABILITY LEVEL IN THE DISTRICT OF MUNJUNGAN, TRENGGALEK REGENCY IN 2016 Oleh Faidatun Ni mah, Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI 1) Ika Meviana; 2) Ulfi Andrian Sari 1)2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) imeviana@gmail.com;

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Kota Cimahi dengan letak astronomis berdasarkan peta rupa bumi lembar Bandung dan Cimahi berada pada koordinat 107 0 30 30

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh.

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil dan Analisis Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Pembuatan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang dilakukan pada tahun 2014. Dengan menggunakan data-data

Lebih terperinci

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG Abstrak Rizka Maria 1, Hilda Lestiana 1, dan Sukristiyanti 1 1 Puslit Geoteknologi LIPI,

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif 60 BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1.Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif. Menurut Suryabrata (1983), metode deskriptif eksploratif yaitu sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tingkat Bahaya Banjir Analisis tingkat bahaya banjir pada penelitian ini berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah adalah 2.984,9 Ha dan berada di ketinggian rata-rata 636 mdpl (BAPPEDA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di. Letak geografis Kecamatan Maja adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukahaji, Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016 TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016 TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini berada dilokasi di pantai barat Kabupaten Pandeglang berdasarkan sumber (katalog BPS Kabupaten Pandeglang dalam angka 2013) wilayah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian berada di wilayah administratif Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Majalaya, yaitu: 1. Sebelah

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013 NILUH RITA AYU ROSNITA A 351 09 044 JURNAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 31 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada cakupan wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Parongpong. Kecamatan Parongpong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Untuk memperoleh data dari sebuah penelitian, diperlukan suatu metode penelitian. Menurut Arikunto (2006, hlm. 26) Metode Penelitian adalah cara yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP. Sebelah barat berbatasan dengan desa sengon. 60. Gambar 4.1 Batasan Wilayah Kecamatan

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP. Sebelah barat berbatasan dengan desa sengon. 60. Gambar 4.1 Batasan Wilayah Kecamatan BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP A. Kondisi Geografis Desa sumurup merupakan salah satu desa di kecamatan bendungan tepatnya lagi di kabupaten trenggalek. Secara geografis luas wilayah desa sumurup adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan survei. Menurut Tika (2005: 4) metode deskriptif adalah penelitian yang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian 4 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Menurut Arikunto (1988:151), metode penelitian atau metode

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu 31 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie (100-101) suatu konsepsi ke arah penerbitan bidang filsafat secara luas mengemukakan pengertian metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan Rumusan masalah serta kajian pustaka maka penulis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan Rumusan masalah serta kajian pustaka maka penulis BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan Rumusan masalah serta kajian pustaka maka penulis menggunakan metode yang akan membantu penulis untuk mempermudah pengerjaan penulisan skripsi ini maka penulis

Lebih terperinci

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan Oleh : YOGA

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika 28 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika (2005:5) penelitian eksploratif adalah. Peneliti perlu mencari hubungan gejala-gejala

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN A. Metode penelitian Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Sebagaimana dikemukakan oleh Moh. Pabundu Tika (2005:4), bahwa metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab III akan membahas tentang metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada. Kemudian cara mendapatkan sampel dilapangan, yang sebelumnya harus membuat peta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembobotan. Tabel 5.1 Persentase Pembobotan Tingkat Bahaya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembobotan. Tabel 5.1 Persentase Pembobotan Tingkat Bahaya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembobotan Adapun hasil dari kuesioner yang dilakukan dibeberapa instansi terkait kerentanan banjir dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan untuk hasil kuesioner tingkat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Kabupaten Kulonprogo dengan ibu kotanya berada di Kota Wates memiliki luas wilayah 598.627.512 ha (586,28 km 2 ), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tutupan lahan adalah bergesernya jenis tutupan lahan dari jenis satu ke jenis lainnya diikuti dengan bertambah atau berkurangnya tipe penggunaan dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pabundu Tika, 2005:12). Desain penelitian bertujuan untuk memberi

BAB III METODE PENELITIAN. Pabundu Tika, 2005:12). Desain penelitian bertujuan untuk memberi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penentuan lokasi untuk TPA sampah. Penentuan lokasi TPA sampah ditentukan sesuai dengan

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men PEMETAAN BANJIR KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Farida Angriani 1), Rosalina Kumalawati 1) 1)Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan IPS FKIP, UNLAM e-mail: rosalinaunlam@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu 22 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu Tika (2005:6), survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Bukit digunakan metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1983:63) Metode

METODOLOGI PENELITIAN. Bukit digunakan metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1983:63) Metode 22 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian analisis perkembangan daerah pemukiman di Kecamatan Balik Bukit digunakan metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1983:63) Metode deskriptif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Sumadi Surya Brata, 2000: 18).

III. METODOLOGI PENELITIAN. situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Sumadi Surya Brata, 2000: 18). III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian yang digunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Metode dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku atau laporanlaporan yang ada hubungannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gorontalo Utara yang merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara 36 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode penelitian Metode penelitian merupakan sebuah pedoman untuk merancang penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai tujuannya. Desain

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai tujuannya. Desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode

METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metodologi penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan (Hadari Nawawi dalam Pabundu Tika, 2005:2).

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA XI PETA PREDIKSI JUMLAH PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DI KECAMATAN GOMBONG, KABUPATEN GOMBONG, JAWA TENGAH

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA XI PETA PREDIKSI JUMLAH PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DI KECAMATAN GOMBONG, KABUPATEN GOMBONG, JAWA TENGAH LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA XI PETA PREDIKSI JUMLAH PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DI KECAMATAN GOMBONG, KABUPATEN GOMBONG, JAWA TENGAH Disusun oleh : NAMA : NUR SIDIK NIM : 11405244001 HARI : SELASA, 14 MEI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus tahun 2016. 2. Tempat penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksploratif,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksploratif, 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksploratif, Menurut M. Zainuddin, (2008:48 ), bahwa metode penelitian eksploratif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. keadaan sebagaimana adanya dan pengungkapan fakta-fakta yang ada, walaupun

III. METODOLOGI PENELITIAN. keadaan sebagaimana adanya dan pengungkapan fakta-fakta yang ada, walaupun 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau

Lebih terperinci

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai) Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau memecahkan sesutu permasalahan yang dihadapi (Mohamad Ali, 1985:21). Pada penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu Tika ( 2005:6) survei merupakan suatu metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode 30 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Tika (2005 : 6) adalah metode yang lebih mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

POTRET BREBES-KU (CATATAN KECIL MENJELANG HUT BREBES KE 337) Moh. Fatichuddin Kepala Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (IPDS) BPS Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes terletak disepanjang

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

ANALISIS KERENTANAN BENCANA LONGSOR DI LERENG GUNUNG WILIS KABUPATEN NGANJUK

ANALISIS KERENTANAN BENCANA LONGSOR DI LERENG GUNUNG WILIS KABUPATEN NGANJUK KURVATEK Vol.1. No. 1, April 2016, pp.76-83 ISSN: 2477-7870 76 ANALISIS KERENTANAN BENCANA LONGSOR DI LERENG GUNUNG WILIS KABUPATEN NGANJUK Lulu Mari Fitria 1,a 1 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta,

Lebih terperinci