BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sri Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil dan Analisis Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Pembuatan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang dilakukan pada tahun Dengan menggunakan data-data tahun maka dihasilkan peta ancaman bencana tanah longsor tahun Hal ini digunakan sebagai acuan pembuatan pembuatan peta risiko bencana tanah longsor. Sesuai dengan PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umun Pengkajian Risiko Bencana, bahwa peta risiko bencana berkisar 5 tahun kedepan. IV.1.1 Hasil dan Analisis Penilaian Parameter Jenis Tanah Hatasil yang diperoleh dari analisis spasial jenis tanah bahwa sebagian besar wilayah Kota Semarang terbentuk dari jenis erodibilitas (tingkat kepekaan tanah terhadap erosi) yang rendah yaitu aluvial, asosiasi aluvial kelabu, grumosol, latosol cokelat, latosol coklat kemerahan sebesar 79,432%, sedangkan jenis tanah beredobilitas sedang yaitu mediteranian coklat tua sebesar 19,533%, dan sisanya regosol dan amdosol termasuk erodibilitas tinggi sebesar 1,036%. Jenis tanah aluvial termasuk klasifikasi rendah kerena tanah aluvial merupakan tanah endapan lumut dan pasir halus yang terbawa oleh air. Tanah grumosol juga termasuk klasifikasi rendah terhadap longsor dikarenakan tanah ini merupakan tanah kapur dan batuan gunung api yang memiliki curah hujan tinggi cocok untuk tanaman jagung kedelai dan tebu. Tanah Latosol hampir sama seperti tanah grumosol. Jenis tanah mediteranian adalah tanah putih dari gamping atau batu endapan yang mengalami pelapukan. Sehingga memiliki tingkat erodibilitas sedang dalam kepekaan terhadap longsor. Sedangkan regosol umumnya merupakan tanah yang bersifat lepat-lepas dan dapat menyimpan air. Akibat kekuatan gesernya relatif lemah, apalagi bila air yang dikandungnya semakin jenuh dan menekan. Peningkatan kejenuhan air dapat terjadi apabila tanah-tanah tersebut menumpang diatas lapisan tanah atau batuan yang lebih kedap air. Jadi air yang meresap ke dalam tanah sulit menembus lapisan batuan di IV-1
2 bawahnya, dan hanya terakumulasi dalam tanah yang relatif gembur. Kontak antara lapisan batuan dan tanah yang lebih kedap air dengan massa tanah diatasanya sering menjadi bidang gelincir gerakan tanah. Hal ini yang menyebabkan tingkat erodibilitas tinggi. Dan jenis tanah amdosol memiliki kandungan organik yang tinggi sehingga secara alamiah rentan terhadap terjadinya bencana tanah longsor. Tabel 4.1 menjelaskan luas dan persentase jenis tanah tiap kecamatan. Gambar 4.1 Peta Jenis (erodibilitas) Tanah Kota Semarang Tabel 4.1 Luas dan Persentase Jenis Tanah Kota Semarang setiap Kecamatan No Kecamatan Luas Kelas Jenis Tanah (Ha) Luas Total Rendah Sedang Tinggi (Ha) 1 Banyumanik 2739, , ,6 2 Candisari 313, , ,327 3 Gajah Mungkur 214, , ,386 4 Gayamsari 643, ,487 5 Genuk 2729, ,734 6 Gunungpati 4685, , ,188 IV-2
3 Tabel 4.1 (Lanjutan) No Kecamatan Luas Kelas Jenis Tanah (Ha) Luas Total Rendah Sedang Tinggi (Ha) 7 Mijen 5320,713 63, ,013 8 Ngaliyan 2192, , ,516 9 Pedurungan 2162, , , Semarang Barat 2033, , , Semarang Selatan 614, , Semarang Tengah 535, , Semarang Timur 561, , Semarang Utara 1140, , Tembalang 1698, ,21 362, , Tugu 2987, ,229 Total Luas 30573, , , ,812 Preaentase Luas (%) 79,508 19,551 1, ,000 IV.1.2 Hasil dan Analisis Penilaian Parameter Penggunaan Lahan Banyak faktor yang berhubungan dengan manusia dalam bidang penggunaan lahan. Dalam penggunaan lahan manusia cenderung memnfaatkan lahan secara berlebihan yang dapat menyebabkan timbul gejala-gejala fisik yang tidak diinginkan. Gejala tersebut berakibat buruk bagi manusia, seperti terjadinya kemunduran produktifitas lahan pertanian akibat erosi yang dipercepat, bencana longsor, banjir dan lain-lain. Dengan kata lain gejala fisik yang buruk tersebut pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya gejala sosial ekonomi yang buruk juga. Sering dijumpai pada daerah yang bencana longsor penggunan lahannya adalah daerah pemukiman, sawah, ladang, tegalan, perkebunan. Hal ini disebabkan karena daerah pemukiman sekarang ini banyak yang alih fungsi dari tanah pertanian. Sawah, ladang, tegalan, perkebunan menggunakan tanah dapat meresapkan air kedalam tanah. Sehingga tingkat kejenuhan tanah dan tekanan hidrostatis meningkat. Tegalan sering berkaitan dengan dengan kejadian tanah, karena pada tegalan umumnya berakar serabut berperan menggemburkan tanah sehingga air permukaan tanah dapat mudah meresap kedalam tanah dan meningkatkan tekanan air dalam tanah. IV-3
4 Lain halnya hutan yang memiliki tanaman berjenis akar tunggang, air cepat meresap namun kemampuan akar dalam menyerap air juga tinggi sehingga keadaan tanah untuk jenuh membutuhkan waktu yang relatif lama. Berikut hasil luas penggunaan lahan tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.2. Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Kota Semarang No Tabel 4.2 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Kota Semarang setiap Kecamatan Kecamatan Luas Kelas Penggunaan Lahan (Ha) sawah, Pemukiman, Semak ladang Hutan bangunan belukar tegalan, perkebunan rawa / tambak Luas Total (Ha) 1 Banyumanik 829, , , ,599 2 Candisari 661, ,327 3 Gajah Mungkur 919,109 0,072 22, ,386 4 Gayamsari 436,171 23, , , ,487 5 Genuk 830,976 96, , , ,725 6 Gunungpati 207,484 30, , , ,188 7 Mijen 154, , ,709 0,89 42, ,995 IV-4
5 Tabel 4.2 (Lanjutan) 8 Ngaliyan 616, , ,949 10,499 24, ,478 9 Pedurungan 1425,306 29, ,414 3,511 2, , Semarang Barat 1361,803 4, ,224 1, , , Semarang Selatan 570,376 44, , Semarang Tengah 492, , , Semarang Timur 540,9 20, , Semarang Utara 896,43 26,996 11, , , Tembalang 1482,08 78, , , , Tugu 195,927 87, ,593 0, , ,277 Total Luas 11620, , ,43 16, , ,81 Preaentase Luas (%) 30,219 2,663 59,062 0,042 8, IV.1.3 Hasil dan Analisis Penilaian Parameter Curah Hujan Hujan merupakan salah satu pemicu bencana tanah longsor. Hujan mempunyai curah hujan tertentu dan berlangsung pada periode tertentu, sehingga air yang dicurahkan dapat meresap kedalam tanah dan mendorong massa tanah untuk longsor. Ada beberapa stasiun curah hujan yang digunakan yaitu bandara Ahmad Yani, Tanjung Mas, Tlogosari, Semarang Barat (BMKG), Beringin, Ngaliyan, Candi, Klipang, Gunung Pati dan Boja Mijen. Penentuan cakupan wilayah dari 10 stasiun curah hujan tersebut menggunakan metode poligon Thiesse. Sehingga wilayahnya tampak pada Peta Curah Hujan Kota Semarang. IV-5
6 Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Kota Semarang Tabel 4.3 Luas dan Persentase Curah Hujan Kota Semarang setiap Kecamatan Luas Kelas Curah Hujan (Ha) Luas Total No Kecamatan Sangat Rendah Sedang Tinggi (Ha) Tinggi 1 Banyumanik 2455, , ,601 2 Candisari 661, ,327 3 Gajah Mungkur 941, ,386 4 Gayamsari 643, ,487 5 Genuk 2729, ,454 6 Gunungpati 1064, , ,192 7 Mijen , , ,024 8 Ngaliyan 49, , ,519 9 Pedurungan 2198, , Semarang Barat 277, , , Semarang Selatan 561,338 53, , Semarang Tengah 517,721 17, , Semarang Timur 561, , Semarang Utara 1134,581 5, , Tembalang 4145, , Tugu , ,235 Total Luas 17941, , , ,81 Preaentase Luas (%) 46,657 50, , IV-6
7 Tabel 4.4 Curah Hujan Tahunan Kota Semarang tahun 2013 Rata- Rata CH/ Pos Hujan tahun (mm) Bandara ahmad Yani Tanjung Mas Tlogosari Semarang Barat Beringin Ngalian Candi Klipang Gunung Pati Boja Mijen Sumber: BMKG Kota Semarang Dari tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar wilayah Kota Semarang memiliki curah hujan tahunan yang masuk dalam kelas sedang yaitu sebesar 50,104%, sisanya sebesar 46,613% masuk kedalam kelas rendah dan 3,283% termasuk kelas sangat tinggi. Stasiun/pos curah hujan tersebut tersebar merata di Kota Semarang. Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa hanya Kecamatan Mijen saja yang mempunyai curah hujan sangat tinggi, yang dideteksi oleh curah hujan yang berlokasi di Boja dengan curah hujan tahun 2013 sebesar mm/tahun. Hal ini perlu diwaspadai terjadi tanah longsor jika didukung oleh parameter pendukung lainnya. IV.1.4 Hasil dan dan Analisis Penilaian Parameter Kelerengan Hasil yang diperoleh dari analisis spasial kelerengan Kota Semarang dapat dilihat dalam tabel 4.5 dan gambar 4.3. IV-7
8 Gambar 4.3 Peta Kelerengan Kota Semarang No Tabel 4.5 Luas dan Persentase Kelerengan Kota Semarang setiap Kecamatan Kecamatan Luas Kelas Kelerengan (Ha) 0-2% 2-15% 15-25% 25-40% >40% Luas Total (Ha) 1 Banyumanik 971, , , , , ,443 2 Candisari 2, , ,321 85,571 12, ,327 3 Gajah Mungkur 202, , ,204 20,295 79, ,386 4 Gayamsari 643, ,487 5 Genuk 2729, ,734 6 Gunungpati 342, , , , , ,188 7 Mijen 453, , ,916 27,885 88,4 5384,008 8 Ngaliyan 485, , , , ,516 9 Pedurungan 2198, , Semarang Barat 1687, , ,493 36, , Semarang Selatan 505,675 82,976 25, , Semarang Tengah 535, , Semarang Timur 561, , Semarang Utara 1140, ,372 IV-8
9 Tabel 4.5 (Lanjutan) No Kecamatan Luas Kelas Kelerengan (Ha) 0-2% 2-15% 15-25% 25-40% >40% Luas Total (Ha) 15 Tembalang 1274, , , , , , Tugu 2834, ,957 43, ,229 Total Luas 16567, , , , , ,812 Preaentase Luas (%) 43, , , , , Tabel 4.6 Persentase Luas Kelerengan Kota Semarang setiap Kecamatan Persentase Luas (%) Luas No Kecamatan Total 0-2% 2-15% 15-25% 25-40% >40% (%) 1 Banyumanik 31,402 26,624 27,978 8,659 5, Candisari 0,305 68,942 15,926 12,939 1, Gajah Mungkur 21,459 43,481 24,454 2,156 8, Gayamsari 100,000 0,000 0,000 0,000 0, Genuk 100,000 0,000 0,000 0,000 0, Gunungpati 5,563 60,610 25,260 3,580 4, Mijen 8,421 79,558 9,861 0,518 1, Ngaliyan 10,807 49,448 33,336 6,410 0, Pedurungan 100,000 0,000 0,000 0,000 0, Semarang Barat 76,195 13,435 8,739 1,632 0, Semarang 11 Selatan 82,281 13,502 4,217 0,000 0, Semarang 12 Tengah 100,000 0,000 0,000 0,000 0, Semarang Timur 100,000 0,000 0,000 0,000 0, Semarang Utara 100,000 0,000 0,000 0,000 0, Tembalang 30,732 40,843 21,633 4,034 2, Tugu 94,876 3,681 1,443 0,000 0, Dari tabel 4.5 dan 4.6 di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar wilayah Kota Semarang tampak bahwa memiliki kelerengan yang beragam baik rendah, datar maupun tinggi. Akan tetapi lebih banyak daerah datar dengan persentase hampir 50% yaitu 43,038% dengan kelas kelerengan 0-2%. Sisanya sebesar 36,641% merupakan kelas 2-15%, 15,437% merupakan kelas %. Sedangkan yang termasuk dalam kelas 25-40% dan >40% hanya sebesar 2,892% dan 1,992% dari total luas wilayah IV-9
10 Kota Semarang. Jika dilihat semakin besar kelerengannya maka semakin luas wilayahnya. Tetapi jika dilihat dari tabel 4.6 menunjukan ada beberapa kecamatan yang mempunyai wilayah cukup luas dengan kelerengan 25-40% dan >40% yang dapat mempengaruhi terjadinya gerakan massa tanah. Adapun kecematan-kecamatannya sebagai berikut Kelas kelerengan 25-40% Kelas kelerengan >40% Candisari : 12,939% (85,571 Ha) Gajah Mungkur : 8,450% (79,549 Ha) Banyumanik : 8,659 (267,945 Ha) Banyumanik : 5,337% (79,549 Ha) Ngaliyan : 6,410 (287,888 Ha) Gunungpati : 4,989% (306,753Ha) Tembalang : 4,034 (167,311 Ha) Tembalang : 2,758% (114,384Ha) Gunung Pati : 3,580 (220,128 Ha) Candisari : 1,888% (12,486 Ha) Namun beberapa kecamatan yang termasuk kedalam 0-2% merupakan wilayah pusat Kota Semarang. Dari hasil menggabungkan dan pembobotan parameter kelerengan, jenis tanah, curah hujan dan penggunaan lahan menggunakan metode tumpang susun atau yang disebut overlay dari setiap parameter sehingga dapat dihasilkan peta seperti gambar 4.5. IV-10
11 Gambar 4.5 Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Kota Semarang No. Tabel 4.7 Rekapitulasi Luasan Ancaman Bencana Tanah Longsor Kota Semarang setiap Kecamatan Kecamatan Luas Ancaman (Ha) Rendah Sedang Tinggi Luas Total 1 Banyumanik 993, , , ,440 2 Candisari 2, , , ,336 3 Gajah Mungkur 202, , , ,386 4 Gayamsari 643,487 0,000 0, ,487 5 Genuk 2729,437 0,000 0, ,437 6 Gunungpati 363, , , ,083 7 Mijen 662, , , ,028 8 Ngaliyan 550, , , ,687 9 Pedurungan 2198,633 0,000 0, , Semarang Barat 1658, , , , Semarang Selatan 506,641 82,183 25, , Semarang Tengah 535,296 0,000 0, , Semarang Timur 561,732 0,000 0, , Semarang Utara 1140,258 0,000 0, , Tembalang 1315, , , ,541 IV-11
12 Tabel 4.7 (Lanjutan) No. Kecamatan Luas Ancaman (Ha) Rendah Sedang Tinggi Luas Total 16 Tugu 2845, ,652 8, ,407 Total Luas 16908, , , ,812 Preaentase Luas (%) 43,970 47,858 8, IV.1.5 Validasi Data Proses validasi dengan membandingkan pemodelan ancaman bencana tanah longsor dengan riwayat bencana tanah longsor dari BPBD Kota Semarang. Dengan nilai satu kelurahan mewakili keseluruhan wilayah kelurahan tersebut walaupun ada beberapa daerah kelurahan tersebut yang terancam bencana tanah longsor. Dari sekitar 50 kejadian bencana tanah longsor Kota Semarang dua tahun terakhir terdapat 31 kelurahan yang sesuai pemodelan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang. Hasil pemodelan yang ada dibuat dengan menggunakan data-data 2010 sedangkan validasinya menggunakan data dua tahun terakhir ini. Disini juga dilakukan perbandingan antara pemodelan ancaman bencana tanah longsor dengan peta bencana tanah longsor Kota Semarang yang di dapat dari BPBD Kota Semarang dapat dilihat pada gambar 4.6. dari 70 (tujuh puluh) titik dari peta bencana tanah longsor Kota Semarang dari BPBD terdapat 8 titik termasuk dalam tingkat ancaman rendah, 24 titik termasuk dalam tingkat ancaman sedang dan 38 titik termasuk dalam tingkat ancaman tinggi. IV-12
13 Gambar 4.6 Hasil Overlay Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Kota Semarang dengan Peta Bencana Tanah Longsor dari BPBD Kota Semarang IV.2 Hasil dan Analisis Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Pada pemetaan kerentanan bencana longsor kota semarang menghasilkan daerah terkecil yaitu kelurahan yang termasuk kedalam ancaman bencana tanah longsor. Dari hasil peta ancaman bencana tanah longsor terdapat 10 kecamatan dengan 83 kelurahan akan tetapi hasil itu masih diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Semarang bagian bawah diwakili oleh Kecamatan Semarang Barat, Semarang bagian tengah diwakili oleh Kecamatan Gajah Mungkur dan Candisari serta Kecamatan Banyumanik mewakili Semarang bagian atas. Sehingga hasilnya menjadi 34 kelurahan dengan 4 kecamatan. IV.2.1 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Fisik Hasil kerentanan fisik dengan lima variabel yaitu persentase jaringan listrik, persentase jaringan jalan, persentase jaringan komunikasi, persentase kawasan terbangun dan persentase jumlah bangunan didapat satu kelurahan dengan tingkat kerentanan rendah, 52 kelurahan dengan tingkat kerentanan sedang serta 30 kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. IV-13
14 Gambar 4.7 Peta Kerentanan Fisik Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV.2.2 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Demografi, Sosial, Budaya Hasil kerentanan demografi,sosial dan budaya dengan empat variabel yaitu persentase penduduk miskin, persentase penduduk usia balita,persentase penduduk lanjut usia serta kepadatan penduduk didapat sebelas kelurahan dengan tingkat kerentanan sedang serta 72 kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. Tidak terdapat satu kelurahan pn yang mempunyai tingkat kerentanan rendah. IV-14
15 Gambar 4.8 Peta Kerentanan Demografi, Sosial & Budaya Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV.2.3 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Ekonomi Hasil kerentanan ekonomi dengan empat variabel yaitu luas lahan produktif, luas lahan ekonomi, jumlah penduduk bekerja serta jumlah sarana ekonomi adalah didapat sepuluh kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi serta 73 kelurahan dengan tingkat kerentanan sedang. Dalam komponen kerentanan ekonomi juga tidak terdapat tingkat kerentanan rendah. IV-15
16 Gambar 4.9 Peta Kerentanan Ekonomi Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV.2.4 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Lingkungan Hasil kerentanan lingkungan dengan dua variabel yaitu luas lahan sawah serta luas lahan rawa adalah 57 dengan tingkat kerentanan sedang serta 26 kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. Tidak terdapat satu kelurahan yang mempunyai tingkat kerentanan rendah. IV-16
17 Gambar 4.10 Peta Kerentanan Lingkungan Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Gambar 4.11 Peta Kerentanan Akhir Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV-17
18 Dari hasil empat komponen kerentanan tersebut diperoleh peta kerentanan akhir seperti gambar Dan hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada tabel 4.8. IV.3 Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Jenis Kerentanan Jumlah Kelurahan tiap kelas Kerentanan Rendah Sedang Tinggi Kerentanan Fisik Kerentanan Demografi, Sosial dan Budaya Kerentanan Ekonomi Kerentanan Lingkungan Kerentanan Akhir Hasil dan Analisis Peta Kapasitas Bencana Tanah Longsor Dasar dari penentuan komponen kapasitas bencana tanah longsor adalah PERKA BNPB No. 2 Tahun Hasil dari penilaian dan klasifikasi parameter kapasitas didapat 3 (tiga) kelurahan dengan tingkat kapsitas rendah, 26 kelurahan dengan tingkat kapasitas sedang serta 4 (empat) kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. Gambar 4.12 Peta Kapasitas Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV-18
19 IV.4 Hasil dan Analisis Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Hasil dari klasifikasi risiko bencana tanah longsor dari penilaian dan klasifikasi ancaman, kerentanan serta kapasitas dengan menggunakan dua metode penilaian yaitu klasifikasi dengan menggunakan perkalian matriks sesuai rumus VCA (Vulnerability Capacity Analysis) serta perhitungan matematis dengan menggunakan rumusan di PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012 yang telah dimodifikasi. Didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.9 Jumlah Kelurahan yang Berisiko Bencana Tanah Longsor Rendah Sedang Tinggi VCA modifikasi 8 Kelurahan 10 Kelurahan 15 Kelurahan PERKA BNPB - 1 Kelurahan 32 Kelurahan Tabel 4.10 Luas Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor dengan Beberapa Metode VCA modifikasi (Ha) PERKA BNPB (Ha) Rendah 126,003 - Sedang 323,141 19,330 Tinggi 475, ,235 IV-19
20 (a) (b) Gambar 4.13 Perbandingan Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang dengan Metode (a) PERKA BNPB dan (b) VCA Modifikasi Dari tabel 4.9 dan 4.10 dapat dilihat bahwa luasan dan jumlah kelurahan setiap tingkat ancaman berbeda pada masing-masing metode penilaian risiko bencana tanah longsor. Pada gambar 4.13 juga menunjukan perbedaan penilainan risikonya. Sebagai contoh pada gambar 4.13 (a) penilaian risikonya menunjukan tingkat risiko sedang akan tetapi pada gambar 4.13 (b) menunjukan tingkat risiko tinggi. Untuk itu perlu dilakukan validasi untuk mengetahui persentase kebenaran dari dua metode penilaian risiko bencana tanah longsor. Hasil validasi di lapangan didapat 17 (tujuh belas) kelurahan yang terimbas bencana tanah longsor dengan rincian klasifikasi tujuh kelurahan dengan risiko tinggi, sembilan kelurahan dengan risiko sendang serta satu kelurahan dengan tingkat risiko rendah. Dari hasil validasi pemetaan risiko bencana tanah longsor Kota Semarang terhadap dua metode penilaian risiko dapat disimpulkan seperti tabel tabel tersebut dapat dihasilkan bahwa penggunaan metode penilaian risiko IV-20
21 menggunakan VCA modifikasi rumus PERKA sesuai terhadap kondisi sebenarnya di lapangan dengan tingkat validasi 47,058%. Sehingga dalam penyusunan pemetaan risiko bencana tanah longsor Kota Semarang dapat menggunakan VCA modifikasi rumus PERKA dimana klasifikasi tingkat risiko rendah seluas 126,003 hektar di delapan kelurahan, tingkat risiko sedang seluas 323,141 hektar di sepuluh kelurahan dan 15 kelurahan pada 475,127 hektar di tingkat risiko tinggi. Hasil peta sebarab risiko bencana tanah longsor dapat2 dilihat pada gambar Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Validasi Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Metode Klasifikasi Risiko Klasifikasi Risiko Tinggi Sedang Rendah Luas (Ha) Jml Kel. Luas (Ha) Jml Kel. Luas (Ha) Jml Kel. Validasi (%) VCA 126, , , ,058 PERKA BNPB , , ,176 IV-21
22 Gambar 4.14 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Faktor utama dari pemetaan risiko bencana tanah longsor Kota Semarang adalah tingkat ancaman longsor yang tinggi. Dari tingkat ancaman yang terjadi faktor kelerengan tanah dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap ancaman tersebut. Untuk itu diperlukan penanganan mencegah terjadinya ancaman bencana tanah longsor di Kota Semarang dengan menggunakan lahan sesuai fungsinya. Faktor lain yang berpengaruh adalah tingkat kerentanan yang cukup tinggi dengan komponen fisik menjadi faktor yang sangat berperan. Penanganan yang harus dilakukan adalah perencanaan pembangunan wilayah yang tepat pada daerah yang IV-22
23 terancam bencana tanah longsor sehingga meminimalisir tingkat kerugian akibat bencana tersebut. Pada gambar 4.14 merupakan lokasi bencana tanah longsor. (a) Kelurahan Gedawang, Banyumanik Gambar 4.14 Dokumentasi Daerah Longsor (b) Kelurahan Srondol Kulon, Banyumanik IV-23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dan pembahasan Penelitian yang terdiri dari hasil analisapeta parameter, peta kerawanan longsor, validasi lapangan, riwayat kejadian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian (Kota Semarang) Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah dan juga termasuk kedalam kota besar yang ada di Indonesia. Sebagai
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI
BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78
Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa
Lebih terperinciGambar 9. Peta Batas Administrasi
IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur
Lebih terperinciTanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala
Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang
Lebih terperinciANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN BENCANATANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG
ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN Rohmad Abidin 1, Sri Yulianto J.P 2 1,2 Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya
Lebih terperinciAria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro
EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO.5 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG (Kajian Terhadap Fungsi Pengendali Konversi Lahan Pertanian di Kota Semarang) Aria Alantoni D2B006009
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip April 2014
PEMBUATAN PETA ZONA RAWAN TANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG DENGAN MELAKUKAN PEMBOBOTAN PARAMETER Jerson Otniel Purba, Sawitri Subiyanto, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara,
Lebih terperinciGeo Image (Spatial-Ecological-Regional)
Geo Image 7 (2) (2018) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage Pemetaan Risiko Bencana Longsor Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana di Kecamatan Tembalang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan
Lebih terperinciTabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian awal bab ini disajikan pemetaan untuk mendeskripsikan jumlah DBD dan faktor yang mempengaruhi di Kota Semarang. Bagian selanjutnya dilakukan pemodelan untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemetaan Titik-Titik Longsor di Kabupaten Garut Pemetaan titik-titk longsor di daerah penelitian dilakukan melalui observasi langsung di lapangan. Titik-titik longsor yang
Lebih terperinciPEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah
PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan
Lebih terperinciBAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah
Lebih terperinciPEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO
PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO
Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71
Lebih terperinciGERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA
GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah perkotaan mempunyai sifat yang sangat dinamis, berkembang sangat cepat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan daerah perkotaan dapat secara
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI
BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI Pada bab ini akan dijelaskan gambaran umum mengenai Kecamatan Gunungpati yang mencakup letak administratif Kecamatan Gunungpati, karakteristik fisik Kecamatan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap
Lebih terperinciEVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis
IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten
Lebih terperinciANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari 2014
Analisis Ruang Terbuka Hijau Kota Semarang Dengan Meggunakan Sistem Informasi Geografis Handayani Nur Arifiyanti, Moehammad Awaluddin, LM Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.
25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS
Lebih terperinciAnalisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)
Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis dan Hasil 4.1.1 Persebaran Lokasi Tindak Kejahatan Data menunjukkan kejahatan berat yang terjadi di Kota Semarang diantaranya pembunuhan terjadi 12 kasus, perkosaan
Lebih terperinciANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W
ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh Catur Pangestu W 1013034035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 ABSTRACT ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: JOKO SUSILO L2D 004 326 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciKAJIAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DENGAN TEKNIK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Dewi Liesnoor Setyowati Jurusan Geografi FIS - UNNES
KAJIAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DENGAN TEKNIK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Dewi Liesnoor Setyowati Jurusan Geografi FIS - UNNES Abstrak Pemukiman merupakan tempat yang sangat diperlukan
Lebih terperinciLongsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Pembahasan Nilai Tanah Kecamatan Banyumanik Dari pengolahan data survei pada pengolahan data spasial, diperoleh hasil perhitungan harga tanah tahun 2011 dan 2013 serta
Lebih terperinciPemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.
C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Metode dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku atau laporanlaporan yang ada hubungannya
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Menurut Arikunto (1988:151), metode penelitian atau metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah adalah 2.984,9 Ha dan berada di ketinggian rata-rata 636 mdpl (BAPPEDA
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) merupakan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memuat capaian kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10
Lebih terperincibesar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men
PEMETAAN BANJIR KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Farida Angriani 1), Rosalina Kumalawati 1) 1)Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan IPS FKIP, UNLAM e-mail: rosalinaunlam@gmail.com
Lebih terperinciMODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RADITYA MAHARSYI DANANJAYA L2D 005 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciKEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta) KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL
Lebih terperinciPEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI
PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI 1) Ika Meviana; 2) Ulfi Andrian Sari 1)2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) imeviana@gmail.com;
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan
Lebih terperinciKERENTANAN BANJIR DI DAS CISADANE
ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 KERENTANAN BANJIR DI DAS CISADANE Endang Savitri dan Irfan B. Pramono Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS E-mail: savitriendang@gmail.com
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di. Letak geografis Kecamatan Maja adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukahaji, Kecamatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciEVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG
EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG Abstrak Rizka Maria 1, Hilda Lestiana 1, dan Sukristiyanti 1 1 Puslit Geoteknologi LIPI,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29
Lebih terperinciBatuan beku Batuan sediment Batuan metamorf
Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI
26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
54 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Karakteristik Umum Wilayah 3.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Secara geografis wilayah studi terletak diantara 107 o 14 53 BT sampai dengan 107 o
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah
Lebih terperinciBAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI
BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan
Lebih terperinci2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh
Lebih terperinciPERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³
PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2
Lebih terperinciBAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG
1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan
Lebih terperinciCindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³
KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG BERAPI DI KOTA TOMOHON Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ ¹Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Lebih terperinciIDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH
IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di
Lebih terperinci