BAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lahomi yang merupakan ibukota Kabupaten Nias Barat, Provinsi Sumatera Utara dan waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni Jenis Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Secara deskriptif kondisi fisik alam, seperti kelerengan, wilayah rawan bencana, penggunaan lahan dan infrastruktur dapat diketahui pengaruhnya terhadap kawasan perumahan dan permukiman. Pendekatan kuantitatif dimaksudkan untuk membandingkan kondisi eksisting di lokasi penelitian berdasarkan karakteristik lahannya dengan standar atau syarat yang telah ditetapkan yang didapat dari kajian teori yang telah dibahas sebelumnya dengan pemberian bobot dan skor setiap parameter guna memudahkan dalam analisa numerik sehingga dapat menggambarkan lokasi potensial kawasan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi, Kabupaten Nias Barat yang akan dikembangkan di masa yang akan datang. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan parameter penentu lokasi perumahan dan permukiman sebagaimana dalam Tabel 3.1 di bawah ini : 27

2 Tabel 3.1 Jenis dan sumber data No Parameter Kebutuhan Data Sumber Data 1 Aksesbilitas Peta Jaringan Jalan - BAPPEDA Provinsi SU, - BAPPEDA Kab. Nias Barat - Dinas TARUKIM Prov. SU - Dinas PU Kab. Nias Barat 2. Kemiringan Lereng 3. Kerawanan Bencana Peta Topografi - Peta Rawan banjir - Peta Rawan Longsor 4. Perubahan lahan - Peta Penggunaan Lahan 5 Daya dukung tanah - Peta Jenis Tanah - BAPPEDA Provinsi SU, - BAPPEDA Kab. Nias Barat - Dinas TARUKIM Prov. SU - Dinas PU Kab. Nias Barat - BAPPEDA Provinsi SU, - BAPPEDA Kab. Nias Barat - Dinas TARUKIM Prov. SU - Dinas PU Kab. Nias Barat - BWS Prov. SU - BAPPEDA Provinsi SU, - BAPPEDA Kab. Nias Barat - Dinas TARUKIM Prov. SU - Dinas PU Kab. Nias Barat - BAPPEDA Provinsi SU, - BAPPEDA Kab. Nias Barat - Dinas TARUKIM Prov. SU - Dinas PU Kab. Nias Barat 6. Ketersediaan Air - Peta Sungai - BAPPEDA Provinsi SU, - BAPPEDA Kab. Nias Barat - BWS Prov. SU - Dinas PU Kab. Nias Barat 7. Pelayanan Umum - Point Pasar, - Puskesmas - Kantor Pemerintahan Sumber : Analisis (2016) 3.4 Metode Analisis Data Data diambil langsung di lokasi penelitian meggunakan Alat GPS

3 Dalam penelitian ini langkah - langkah yang dilakukan menganalisis data dapat digambarkan pada diagram alir pada Gambar 3.1 berikut ini : Daya dukung Tanah Ketersediaan Air Kemiringan Lereng Aksesbilitas Perubahan Lahan Kerawanan Bencana Fasilitas Layanan Umum - Peta Jenis Tanah Peta Sungai Peta Topografi Peta Jaringan Jalan Peta Penggunaan Lahan Peta Rawan Banjir Point Pasar, Kantor Pemerintah, sekolah dan Puskesmas Proses buffering Peta Kelas Lereng Proses buffering Proses buffering Klasifikasi Peta Parameter Pembobotan dengan Metode AHP (Analytic Hierarchy Process) Proses Skoring Overlay Peta Parameter Lokasi Terpilih Survey Lapangan Kesesuaian (Validasi) Ya Peta Potensi Kawasan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Tidak Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Pengklasifikasin dan pembobotan parameter Untuk menentukan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya dalam menentukan lokasi potensial kawasan perumahan dan

4 permukiman menggunakan Motode AHP (metode perbandingan berpasangan antara parameter) yang selanjutnya disebut dengan bobot parameter. Berkaitan dengan pembobotan parameter untuk menentukan tingkat kepentingan atau pengaruh antara parameter, dengan meminta pendapat dari ahli teknis yang membidangi tata ruang yaitu tenaga ahli dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nias Barat dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias Barat atau instansi lain yang berkaitan dengan tata ruang wilayah, yang disampaikan dalam bentuk kuisioner. Pembagian bobot setiap aspek fisik masing-masing parameter dilakukan berdasarkan tingkat peranan atau kepentingan aspek fisik lahan tersebut. Semakin tinggi nilainya berarti semakin tinggi tingkat kepentingan atau perannya terhadap penggunaan lahan untuk perumahan dan permukiman. Berdasarkan jumlah nilai akhir dari suatu aspek fisik dapat dicari interval kelas dan bobot masing masing Menurut Effendi, (1987) dalam Khadiyanto (2005) pembagian interval kelas dan pembagian skor dari kelas masing-masing aspek fisik lahan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini : I = R N dimana, I = Lebar Interval, R = Jarak Interval, N = Jumlah Interval Diagram hirarki pembobotan parameter dan aspek fisik yang menetukan parameter dengan menggunakan metode AHP dapat digambarkan pada Gambar 3.2 berikut ini :

5 100% Kawasan Perumahan dan Permukiman Bobot (%) Aksesbilitas Bobot (%) Layanan Umum Bobot (%) Ketersediaan Air Bobot (%) Perubahan Lahan Bobot (%) Kemiringan Lereng Bobot (%) Kerawanan Bencana Bobot (%) Daya dukung tanah Bobot (%) Pasar Bobot (%) Kantor Pemerintah Bobot (%) Puskesmas Bobot (%) Banjir Gambar 3.2 Diagram hirarki pembobotan 1. Aksesbilitas Kemudahan dalam mencapai lokasi perumahan dan permukiman merupakan faktor yang sangat penting untuk penentuan lokasi permumahan dan permukiman. askses yang bagus dan mudah ditempuh menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mendirikan bangunan tempat tinggal. Aksesbilitas dinilai dari jarak ke jalan utama yang dibagi dalam 4 (empat) kelas dengan tingkat kepentingannya/pengaruhnya yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. Lebar interval masing-masing kelas diambil dari jarak terjauh dibagi dengan jumlah kelas. Dan pembobotan masing-masing kelas bedasarkan pada tingkat kepentingannya atau kesesuaiannya. Pembobot masing-masing kelas berdasarkan tingkat kepentingannya atau kesesuaiannya dimana semakin dekat akses jalan untuk kawasan perumahan dan permukiman maka semakin tinggi bobotnya.

6 2. Jarak terhadap pusat perdagangan dan layanan umum Untuk mendukung kehidupan perekonomian dan aktivitas masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan perumahan dan permukiman harus didukung oleh fasilitas pelayanan umum. Analisis terhadap parameter ini dinilai dari jarak ke pasar, sekolah, kantor pemerintahan dan Puskesmas. Untuk menentukan seberapa besar tingkat pengaruh keberadaan pasar, sekolah, kantor pemerintahan dan puskesmas terhadap penentuan lokasi perumahan dan permukiman yang selanjutnya disebut sebagai subparameter layanan umum dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Pada pengklasifikasian dan pemberian bobot pada subparameter ini didasarkan pada tingkat kesesuaiannya dimana lahan yang semakin dekat dengan layanan umum, sarana dan fasilitas lingkungan semakin sesuai untuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman. Menurut Sadana (2014), sarana lingkungan yang menjadi keperluan masyarakat dilingkungan permukiman diantaranya adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan dan sarana perdagangan dan niaga, dengan jenis dan standar sebagaimana dalam Tabel 3.2, Tabel 3.3, dan Tabel 3.4 di bawah ini : Tabel 3.2 Standar kebutuhan sarana pendidikan No. Jenis Sarana Pendidikan Radius Pencapaian (m) 1 Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar SLTP SLTA Taman Baca Sumber : Sadana (2014) Tabel 3.3 Standar kebutuhan sarana kesehatan

7 No. Jenis Sarana Kesehatan Radius Pencapaian (m) 1 Posyandu Balai Pengobatan Warga BKIA/Klinik Bersalin Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan 5. Puskesmas dan Balai Pengobatan Tempat Prakter Dokter Apotik / Rumah Obat Sumber : Sadana (2014) Tabel 3.4 Standar kebutuhan sarana perdagangan dan niaga No. Jenis Sarana Kesehatan Radius Pencapaian (m) 1. Toko dan Warung Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pasar Lingkungan - 4. Pusat Perbelanjaan dan Niaga (toko, pasar, bank, kantor) Sumber : Sadana (2014) - 3. Kerawanan bencana Sebagai Kawasan perumahan dan permukiman yang fungsinya sebagai kawasan tempat tinggal harus menyediakan lingkungan yang sehat dan bebas dari ancaman bencana alam. Aspek ancaman bencana dalam penelitian ini mencakup bencana alam banjir. Pengklasifikasian pada parameter kerawanan bencana dibagi menjadi kelas rawan dan tidak rawan bencana dan pembobotannya disesuaikan dengan tingkat kesesuaiannya terhadap penentuan kawasan perumahan dan permukiman. 4. Perubahan lahan Dalam penentuan lokasi kawasan permukiman yang dapat diubah menjadi lahan terbangun, terlebih dahulu mengetahui penggunaan lahan sebelumnya agar tidak terjadi eksploitasi lahan yang berlebihan.

8 Pengklasifikasian perubahan lahan dibagi berdasarkan fungsi dan penggunaannya, dimana pemilihan kawasan perumahan dan permukiman meminimalisi dan menghindari penggunaan lahan pertanian penduduk. Pemberian bobot pada kelas masing-masing berdasarkan tingkat kepentingan atau kesesuaiannya dimana kawasan yang tidak mengalami perubahan fungsi diberikan bobot tertinggi sedangkan apabila merubah fungsi atau penggunaannya maka diberi bobot terendah. 5. Kemiringan lereng Faktor kemiringan lereng merupakan faktor terpenting dalam memilih lokasi lahan perumahan dan permukiman. kawasan yang semakin curam selain ancaman akan terjadinya longsor, berdampak pada pemilihan jenis konstruksi bangunan yang lebih mahal dan tidak ekonomis. Pada penelitian ini, parameter kemiringan lereng dibagi dalam 5 (lima) kelas. Lebar interval masing-masing kelas diambil dari pembagian kemiringan lereng maksimal (25%). Pembobotan masing-masing kelas disesuaikan dengan tingkat kepentingan atau pengaruhnya dimana kondisi lahan yang semakin datar semakin sesuai untuk kawasan permukiman. 6. Ketersediaan air Faktor ketersediaan air untuk kawasan perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan dan mendukung aktivitas masyarakat di kawasan tersebut. Parameter ketersediaan air dinilai dari jarak ke sumber air, dimana kawasan yang semakin dekat dengan sumber air semakin sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan permukiman.

9 Pengklasifikasian parameter ini dibagi menjadi 4 (empat) kelas dimana lebar intervalnya diambil dari pembagian antara jarak terjauh atau terluar dibagi jumlah kelas dengan tingkat kepentingan yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. 7. Daya dukung tanah Daya dukung tanah merupakan faktor terpenting berkaitan dengan proses pembanguan pondasi rumah. Tanah yang kuat akan memberi dukungan terhadap keutuhan banguan yang ada di atasnya. Daya dukung tanah ini dilihat dari jenis tanah di kawasan permukiman. Pemberian bobot masing-masing kelas berdasarkan tingkat kepentingannya dimana semakin sesuai untuk kawasan perumahan dan permukiman maka bobotnya akan semakin tinggi Tumpang susun (overlay) Tumpang susun (overlay) suatu data grafis adalah menggabungkan dua atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan (unit pemetaan baru). Dengan Sisitem Informasi Geografis menganalisis kesesuaian lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman, tumpang susun dilakukan untuk menggabungkan peta parameter sehingga diperoleh peta parameter berklasifikasi sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap kesesuain lahan perumahan dan permukiman Proses Buffering Buffering adalah proses pembentukan polygon dan atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data spasial titik akan

10 menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titik pusatnya. Untuk data spasial garis akan menghasilkan data spasial baru yang berupa polygon - polygon yang melingkupi garis-garis. Proses Buffering dalam penelitian adalah untuk mendapatkan zone dalam jarak tertentu dari puskesmas dan jaringan jalan sehingga didapatkan peta sesuai dengan klasifikasinya Penentuan potensial kawasan perumahan dan permukiman Pemetaan kesesuaian lahan untuk menentukan lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dilakukan dengan mengoverlay-kan peta-peta parameter dan subparameter, setelah terlebih dahulu dilakukan pengklasifikasi peta parameter proses skoring berdasarkan tingkat kepentingannya atau pengaruhnya terhadap kesesuaian akan kawasan perumahan dan permukiman. Dalam pengambilan keputusan dilakukan dengan proses skoring atau pemberian nilai berdasarkan akumulasi skor dari masing-masing parameter dan subparameter sehingga diperoleh skor kumulatif kawasan tertentu. Pada penelitian ini pengklasifikasi potensial kawasan perumahan dan permukiman dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas berpotensi, cukup berpotensi, kurang berpotensi dan tidak berpotensi Kawasan Prioritas Pengembangan perumahan dan permukiman Penentuan kawasan prioritas pengembangan perumahan dan permukiman dengan memilih lokasi yang paling berpotensi yaitu kawasan yang aman dari bencana, sehat dan mempunyai akses serta sarana dan fasilitas lainnya. 3.5 Pengolahan dan penyajian data

11 Pengolahan data dalam penelitian ini dengan menggunakan : 1. Model matematis SIG yang digunakan yaitu metode overlay dan buffering. Tiap objek dari faktor fisik dasar pada peta dikonversi kedalam bentuk nilai tertentu sehingga memudahkan menganalisa secara numerik. Proses analisis ini memanfaatkan perangkat lunak Ilwis atau ArcGis. 2. AHP (Analytic Hierarchy Process) digunakan untuk mengetahui nilai pengaruh masing-masing parameter yang diolah berdasarkan pendapat ahli. Bentuk penyampaian data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data peta, untuk menyajikan data yang dituangkan dalam prespektif spasial yang digambarkan dalam bentuk peta 2. Data Gambar, untuk menyajikan data non numerik kedalam bentuk gambar termasuk hasil dokumentasi di lokasi penelitian. 3. Data tabel, untuk menyajikan data numerik maupun data non numerik dalam bentuk baris dan kolom. 3.6 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Laptop 14 b. GPS c. Camera

12 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Nias Barat yang terbentuk pada tahun 2008 dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Nias Barat memiliki 8 (delapan) kecamatan dengan luas wilayah daratan sebagai berikut : Tabel 4.1 Jumlah dan luas kecamatan di kabupaten nias barat No Kecamatan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Lahõmi 5.107,57 10,77 2 Lõlõfitu Moi 5.678,70 11,98 3 Mandrehe 7.320,36 15,44 4 Mandrehe Barat 4.677,43 9,87 5 Mandrehe Utara 6.908,08 14,57 6 Moro õ 5.908,08 12,46 7 Ulu Moro õ 3.459,90 7,30 8 Sirombu 8.342,26 17,60 Jumlah ,38 100,00 Sumber : Bappeda Kabupaten Nias barat, 2014 berikut : Secara administrasi Kabupaten Nias Barat mempunyai batas sebagai Sebelah Utara : Kecamatan Tugala Oyo Kabupaten Nias Utara Sebelah Selatan : Kecamatan LÕlÕwa u Kabupaten Nias Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Kecamatan BotomuzÕi Kabupaten Nias : Samudera Hindia 38

13 Kecamatan Lahomi sebagai lokasi penelitian merupakan ibukota Kabupaten Nias Barat terletak pada 0 º 56 ' 16,8 " - 1 º 0 ' 50,4 " Lintang Utara dan 97 º 27 ' 46,8 " - 97 º 32 ' 56,4 " Bujur Timur dapat dilihat pada Gambar Kependudukan Menurut BPS Kabupaten Nias dalam Buku Nias Barat Dalam Angka tahun 2012, 2013, 2014 dan 2015, jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Lahomi tahun 2014 tercatat jiwa, sementara pada tahun 2013 tercatat sejumlah jiwa. Melihat kenyataannya Kecamatan Lahomi sebagai ibukota Kabupaten Nias Barat dimana terdapat kantor pemerintahan kabupaten memiliki potensi untuk terjadi perkembangan penduduk yang diikuti meningkatnya permintaan akan tempat hunian khusunya bagi Pegawai Negeri Sipil. Perkembangan penduduk Kabupaten Nias Barat menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2 Perkembangan penduduk Kabupaten Nias Barat menurut kecamatan Tahun No Nama Kecamatan Jumlah Penduduk pada tahun Sirombu Lahomi Ulu Moro o Lolofitu Moi Mandrehe Utara Mandrehe Mandrehe Barat Moro o Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Nias, (2012, 2013, 2014, 2015) Topografi Kondisi wilayah Kecamatan Lahomi berada pada ketinggian 8 mdpl sampai dengan 267 mdpl. Sebagian besar wilayah Kecamatan Lahomi berada

14 pada ketinggian 50 mdpl 100mdpl. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.3 di bawah ini : Tabel 4.3 Ketinggian wilayah Kecamatan Lahomi No. Ketinggian (mdpl) Luas Persentase (Ha) (%) 1. < ,68 32, ,90 34, ,43 30, ,88 3,11 Jumlah 5.107, Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat, 2014 Berdasarkan data shapefile RTRW Nias Barat dari Bappeda Kabupaten Nias Barat, wilayah Kecamatan Lahomi merupakan daerah berbukit dengan kemiringan 0% sampai dengan 40%, dapat terlihat pada Gambar 4.3, kemiringan lerengnya dapat terbagi sebagaimana dalam Tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.4 Kelerengan wilayah Kecamatan Lahomi No. Kemiringan Persentase Luas (Ha) (%) (%) , , , , ,42 Jumlah 5.107,57 100,00 Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat, Jaringan Jalan Infrastruktur jalan di Kabupaten Nias Barat sampai saat ini meliputi jalan provinsi sepanjang 74,30 km dan jalan kabupaten sepanjang 377,52 km. Dan panjang jalan yang melintasi wilayah Kecamatan Lahomi yaitu jalan provinsi sepanjang 0,39 km dan jalan kabupaten sepanjang 67,45 km dengan kondisi 10 km beraspal/hotmix lebar 5 m dan 57,45 km perkerasan krikil/gravel lebar 3 m. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.4

15 Gambar 4.1 Peta Administrasi

16 Gambar 4.2 Peta Topografi

17 Gambar 4.3 Peta Kelerengan

18 Gambar 4.4 Peta Jalan

19 Penggunaan lahan Berdasarkan RTRW Nias Barat tergambar bahwa penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Lahomi, sebagian besar di gunakan untuk pertanian lahan kering sebesar 41,51% dan perkebunan sebesar 34,33% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi sedangkan permukiman hanya 0,77% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi. Lebih jelas seperti pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5 di bawah ini : Tabel 4.5 Penggunaan lahan No. Jenis Penggunaan Luas Persentase (Ha) (%) 1. Permukiman 39,15 0,77 2. Semak Belukar 240,26 4,70 3. Sawah 258,89 5,07 4. Pertanian Lahan Kering 2.120,10 41,51 5. Perkebunan 1.753,52 34,33 6. Hutan 672,45 13,17 7. Badan Air 23,21 0,45 Jumlah 5.107, Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat, Jenis tanah Jenis tanah di Kabupaten Nias Barat umumnya didominasi oleh jenis tanah Aluvial, Podsolik Merah Kuning dan sebagian kecil Hidromorfik Kelabu, Regosol, Mediteran Merah Kuning dan Litosol yang menyebar secara random (acak). Lapisan permukaan tanah di Kabupaten Nias Barat pada umumnya adalah tanah lunak (soft soil). Jenis tanah lunak adalah tanah lanau yang halus dan mudah tererosi. Di samping itu juga dijumpai jenis tanah lempung ekspansif serta pasir halus. Jenis-jenis tanah seperti ini banyak dijumpai pada daerah bergelombang sampai berbukit. Jenis tanah lempung ekspansif adalah salah satu jenis tanah berbutir halus dengan ukuran koloidal yang terbentuk dari mineral ekspansif.

20 Tanah lempung ini mempunyai sifat yang khas yaitu kandungan mineral ekspansif menyebabkan mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Kondisi ini mengakibatkan tanah lempung ini mempunyai potensi kembang susut apabila terjadi peningkatan dan pengurangan kadar airnya. Di wilayah Kecamatan Lahomi jenis tanah terdiri dari Alfisol, Histosol dan Inceptisol, luasan dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6 Jenis tanah dan luasnya No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%) 1. Alfisol 3.268,54 63,98 2. Hitosol 133,16 2,61 3. Inceptosol 1.705,87 33,41 Jumlah 5.107,57 100,00 Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat, Sumber Air Salah satu permasalahan di Kabupaten Nias Barat adalah air bersih dimana sampai dengan saat ini belum ada perusahaan baik swasta maupun pemerintah yang menyediakan air bersih untuk kebutuhan masyarakat. Pemakaian air untuk kebutuhan air bersih di Kecamatan Lahomi sebagai kawasan ibukota Kabupaten Nias Barat penduduk memperolehnya dengan memanfaatkan sungai dan air hujan dengan menyediakan tampungan. Sungai yang menjadi sumber air bersih di Kecamatan Lahomi berasal dari Sungai Lahomi yang melintasi wilayah Kecamatan Lahomi sepanjang 19,90 km, Sungai Bo u sepanjang 1,85 km dan Sungai Ge e sepanjang 1,04 km. Lebih jelas sungai yang menjadi sumber air bersih di kawasan Kecamatan Lahomi dapat dilihat pada Gambar 4.7

21 Gambar 4.5

22 Gambar 4.6

23 Gambar 4.7

24 Layanan umum Fasilitas pendidikan Fasilitas Pendidikan yang terdapat di wilayah Kecamatan Lahomi terdiri dari TK sebanyak 1 (satu) sekolah, SD sebanyak 13 (tiga belas) sekolah, SMP sebanyak 3 (tiga) sekolah, SMK sebanyak 1 (satu) sekolah dan SMA sebanyak 1 (satu) sekolah. Dari hasil tinjauan di lokasi penelitian dengan menggunakan GPS maka letak sekolah dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Lampiran Fasilitas kesehatan Di wilayah Kecamatan Lahomi terdapat fasilitas kesehatan yaitu Puskesmas sebanyak 1 (satu) unit yang terletak di desa Sitolubanua ibukota Kecamatan Lahomi. Lebih jelas letak titik koordinat dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.7 berikut ini : Tabel 4.7 Nama puskesmas dan letak koordinatnya No. Nama Fasilitas Alamat Titik Koordinat 1. Puskesmas Lahomi Desa Sitolubanua Kecamatan Lahomi 97º 30 25,20 BT 00º 58 42,30 LU Sumber : Hasil Survey (2016) Fasilitas perdagangan Di wilayah Kecamatan Lahomi terdapat fasilitas perdagangan yaitu pekan dan pasar sebanyak 2 (dua) lokasi yang beroperasi setiap hari. Lokasi perdagangan ini merupakan tempat dimana masyarakat di wilayah ibukota kabupaten mendapatkan kebutuhan sehari-hari. Letak dan titik koordinat dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.8 berikut ini : Tabel 4.8 Nama perdagangan dan letak koordinatnya No. Nama Fasilitas Alamat Titik Koordinat 1. Pekan Beringin Desa Onolimbu Kecamatan Lahomi 97º 29 25,02 BT 01º 00 33,60 LU 2. Pasar Beringin Desa Sitolubanua Kecamatan Lahomi 97º 30 07,20 BT 00º 58 58,80 LU Sumber : Hasil Survey (2016)

25 Gambar 4.8 Peta Layanan Umum

26 Fasilitas Lainnya Selain dari fasilitas sekolah, kesehatan dan perdagangan juga terdapat Kawasan Perkantoran Pemerintah yaitu Kantor Bupati Nias Barat dan Kantor Camat Lahomi. Keberadaan Perkantoran Pemerintah ini mengakibatkan terjadinya peningkatan aksesbilitas dan mobilitas masyarakat serta permintaan akan hunian baik dari Pegawai Negeri Negeri maupun masyarakat. Dari hasil survey lapangan letak koordinat keberadaan kawasan perkantoran pemerintahan Kabupaten Nias Barat lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.9 di bawah ini : Tabel 4.9 Nama kantor pemerintahan dan letak koordinatnya No. Nama Fasilitas Alamat Titik Koordinat 1. Kantor Bupati Nias Barat 2. Kantor Camat Lahomi Sumber : Hasil Survey (2016) Desa Onolimbu Kecamatan Lahomi Desa Sitolubanua Kecamatan Lahomi 97º 29 41,10 BT 00º 59 54,00 LU 97º 30 28,26 BT 00º 58 24,12 LU Kawasan Rawan Bencana Identifikasi kawasan rawan bencana di wilayah Kecamatan Lahomi dan dari data Bappeda Kabupaten Nias Barat terdapat kawasan rawan banjir yaitu di sebagian daerah aliran Sungai Lahomi yang melintasi wilayah penelitian. Bahaya banjir di daerah penelitian disebabkan oleh genangan air yang meluap dari Sungai Lahomi. Bahaya banjir akan terjadi pada saat puncak musim hujan yang bisa terjadi dua kali dalam sebulan, akan tetapi genangan air ini tidak berlangsung lama yaitu hanya selama 1 (satu) hari. Kawasan dan luasan yang terkena dampak bahaya banjir di wilayah Kecamatan Lahomi dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.10 di bawah ini :

27 Gambar 4.9 Rawan Bencana

28 Tabel 4.10 Luas lahan rawan banjir di Kecamatan lahomi No. Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1. Rawan Banjir 130,75 2,56 2. Tidak Rawan Banjir 4.976,82 97,44 Jumlah 5.107, Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat (2014) dan Hasil Survey (2016) Kondisi perumahan dan permukiman Perumahan penduduk di Kecamatan Lahomi dan Kabupaten Nias Barat, pada umumnya mengikuti jaringan jalan dan cenderung membentuk kelompok mendekati pusat-pusat kegiatan dapat terlihat pada Gambar 4.10 Kebijakan-kebijakan pemerintah Kabupaten Nias Barat khusunya di kawasan perkotaan belum tertuju pada arahan peruntukan lokasi atau lahan pengembangan permukiman. Hal ini teridentifikasi dengan banyaknya rumah yang belum memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Gambar 4.10 Foto perkembangan permukiman di Kecamatan Lahomi 4.2. Perhitungan bobot parameter Untuk mendapatkan seberapa besar pengaruh masing-masing parameter terhadap penentuan lokasi potensial untuk kawasan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi dengan menggunakan alat analisis yaitu metode Analisis Hierarchy Process (AHP).

29 Dalam analisis dengan menggunakan metode AHP pada penelitian ini dengan menggunakan pernyataan atau pendapat dari responden yaitu Kepala Bappeda Kabupaten Nias Barat dan Kepala Bidang Tata Kota dan Tata Ruang. Dari hasil analisis dan perhitungan dengan menggunakan metode AHP diketahui bahwa proses perbandingan berpasangan sangat konsisten dengan nilai Rasio Konsistensi (CR) = 0,057 pada Bappeda dan 0,050 pada Dinas PU atau memenuhi syarat < 0,1 (saaty, 2010), hal ini menunjukan pernyataan atau pendapat responden relatif konsisten. Bobot parameter diperoleh dari nilai bobot rata-rata dari kedua responden di atas dan dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.11 di bawah ini : Tabel 4.11 Hasil perhitungan bobot parameter No Parameter Bobot Rata - Bappeda Dinas PU Rata % Bobot 1. Rawan Bencana 0,26 0,31 0,29 28,63 2. Aksesbilitas 0,24 0,23 0,23 23,14 3. Kemiringan Lereng 0,15 0,15 0,15 15,14 4. Perubahan Lahan 0,13 0,07 0,10 9,87 5. Daya Dukung Tanah 0,06 0,08 0,07 7,19 6. Ketersediaan Air 0,07 0,11 0,09 9,03 7. Layanan Umum 0,09 0,05 0,07 7,00 Jumlah 1,0 1,0 1,0 100,00 Sumber : Hasil Analisis, (2016) 9% 7% 7% 10% 15% Bobot Parameter 29% 23% Rawan Bencana Aksesbilitas Kemiringan Lereng Perubahan Lahan Daya Dukung Tanah Ketersediaan Air Layanan Umum Gambar 4.11 Diagram hasil perhitungan bobot parameter

30 Pada parameter layanan umum dimana terdapat subparameter yang menjadi faktor penentu yaitu perdagangan, kantor pemerintahan, sekolah dan puskesmas. Dengan menggunakan metode AHP dan dari pendapat responden Bappeda dan Dinas PU Kabupaten Nias Barat yang mana memiliki nilai Rasio Konsistensi (CR) 0,023 pada Bappeda dan 0,026 pada Dinas PU atau memenihi syarat < 0,10 (saaty, 2010) yaitu pernyataan atau pendapat responden relatif konsisten, sehingga bobot subprameter ini diperoleh sebagaimana pada Tabel dan Gambar 4.12 di bawah ini : Tabel 4.12 Hasil perhitungan bobot subparameter No Parameter Bobot Rata - Bappeda Dinas PU Rata % Bobot 1. Perdagangan 0,22 0,29 0,25 25,15 2. Kantor Pemerintahan 0,10 0,11 0,10 10,20 3. Sekolah 0,47 0,44 0,46 45,78 4. Puskesmas 0,21 0,16 0,19 18,86 Jumlah 1,0 1,0 1,0 100,00 Sumber : Hasil Analisis, (2016) Bobot Subparameter 19% 46% 25% 10% Pasar Kantor Pemerintahan Sekolah Puskesmas Gambar 4.12 Diagram hasil perhitungan bobot subparameter Dari keseluruhan hasil perhitungan bobot parameter dan pendistribusian ke bobot subparameter yang menjadi faktor penentun lokasi kawasan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi dapat digambarkan pada Gambar 4.13 berikut ini :

31 100% Kawasan Perumahan dan Permukiman 23,14% Aksesbilitas 7% Layanan Umum 9,03% Ketersediaan Air 9,87% Perubahan Lahan 15,14% Kemiringan Lereng 28,63% Kerawanan Bencana 7,19% Daya dukung tanah 1,76% Perdagangan 0,71% Kantor Pemerintah 3,20% Sekolah 1,32% Puskesmas 28,63% Banjir Gambar 4.13 Diagram bobot parameter dan subparameter 4.3. Pembahasan Pengklasifikasian dan skoring parameter Untuk mendapatkan luasan sesuai dengan klasifikasi parameter dan subparameter dilakukan dengan metode buffer menggunakan Aplikasi SIG, dimana data yang digunakan yaitu data hasil survey dan data RTRW Kabupaten Nias Barat dalam bentuk shapefile sehingga diperoleh peta-peta parameter dan subparameter. Pengklasifikasian dan skor masing-masing klasifikasi parameter dan subparameter dapat sebagai berikut : 1. Rawan bencana Kawasan yang terkena dampak banjir di Kecamatan Lahomi seluas 130,75 ha atau 2,56% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi dan kawasan yang bebas dampak banjir seluas 4.975,08 ha atau 97,44 % dari luas wilayah Kacamatan Lahomi dan kawasan rawan banjir dapat dilihat pada Gambar Untuk kesesuaian pada kawasan perumahan dan permukiman dimana kawasan terkena dampak banjir tidak sesuai untuk dijadikan kawasan perumahan

32 dan permukiman sehingga bobot kelas adalah 0 (nol) dan sebaliknya untuk kawasan yang aman terhadap ancaman banjir diberi bobot kelas = 100%, selanjutnya dari bobot parameter kerawanan bencana (28,63%) didistribusikan ke masing-masing kelas berdasarkan bobot kelas menjadi sebagai berikut : Tabel 4.13 Kelas rawan banjir No. Kelas Luas (ha) Identifikasi Tingkat Bobot Kepentingan Kelas Skor 1. Tidak rawan 4.976,82 Sesuai ,63 2. Rawan 130,75 Tidak sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016) 2. Aksesbilitas Pada parameter ini data digunakan adalah akses jalan yang ada di wilayah Kecamatan Lahomi dan sekitarnya yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Dalam pembagian kelas parameter ini dengan membagi jarak terjauh ke batas wilayah daerah penelitian sejauh meter menjadi 4 (empat) kelas, dengan proses buffer diperoleh luasan setiap kelas, dan pembagian bobot parameter (23,14%) ke skor kelas didasarkan pada bobot kelas. Letak atau kawasan kelas, besar luasan dan skor setiap kelas dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan Tabel 4.14 di bawah ini : No. Kelas (m) Tabel 4.14 Kelas jarak terhadap jalan Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor ,65 Sangat Sesuai , ,87 Sesuai 2 66,67 15, ,78 Kurang sesuai 1 33,33 7, ,27 Tidak sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016)

33 3. Kemiringan lereng Dalam RTRW Kabupaten Nias Barat , dimana sebaran kemiringan lereng di Kecamatan Lahomi terdiri 4 (empat kelas) dari 0-3% seluas 489,63 Ha, 3-8% seluas 814,74 Ha, 8-15% seluas 2.472,59 Ha, 15-25% seluas 1.307,49 Ha dan 25-40% seluas 21,38 Ha. Dan untuk kawasan permukiman kelerengan lahan antara 0 25%. Untuk lebih jelas maka letak kawasan kelerengan dapat dilihat pada Gambar Pemberian skor setiap kelas didasarkan pada bobot dan tingkat kesesuaian kelas, lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.15 di bawah ini : No. Kelas Tabel 4.15 Kelas kemiringan lereng Luas (Ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor % 489,63 Sangat Sesuai , % 814,74 Sesuai , % 2.473,07 Cukup Sesuai , % 1.308,75 Kurang Sesuai ,79 5. > 25% 21,38 Tidak Sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016) 4. Perubahan lahan Dari data Bappeda Kabupaten Nias Barat, teridentifikasi bahwa penggunaan lahan di Kecamatan Lahomi terdiri dari Permukian, Semak Belukar, Pertanian Lahan Kering, Perkebunan, Sawah, Badan Air dan Hutan. Dilihat dari fungsi dan kegunaan lahan maka kelas perubahan lahan ini di bagi menjadi 4 (empat) kelas dimana kawasan yang saat ini digunakan sebagai permukiman dianggap sangat sesuai, semak belukar dianggap sesuai, pertanian lahan kering, perkebunan, sawah dianggap kurang sesuai dan badan air, hutan dianggap tidak sesuai dan tidak dapat dijadikan kawasan perumahan dan

34 permukiman. Pembagian kawasan berdasarkan kelas dapat dilihat pada Gambar 4.17 Pemberian skor setiap kelas didasarkan pada bobot kelasnya atau tingkat kepentingannya, lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.16 No. Kelas Tabel 4.16 Kelas perubahan lahan Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor 1. Permukiman 39,15 Sangat Sesuai ,87 2. Semak Belukar 240,26 Sesuai 2 66,67 6,58 3. Pertanian Lahan Kering, Perkebunan, Sawah 4.132,51 Kurang Sesuai 1 33,33 3,29 4. Badan Air, Hutan 695,65 Tidak sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016) 5. Daya dukung tanah Berdasarkan data yang ada di Bappeda Kabupaten Nias Barat dimana Kecamatan Lahomi memiliki jenis tanah dengan ordo Inspectisol, Histosol dan Alfisol. Ddilihat dari ciri-ciri dan pembentukannya maka guna mendukung kekuatan pondasi bangunan jenis tanah yang sesuai sampai ke kurang sesuai adalah Alfisol, Inspectisol dam Histosol. Pemberian skor setiap kelas disesuaikan dengan tingkat kesesuaiannya dimana kelas sesuai diberi skor 7,19 dan kurang sesuai diberi skor 0. Pembagian kelas, luasan dan skor setiap kelas dapat dilihat pada Gambar 4.18 dan Tabel 4.17 No. Kelas (jenis tanah) Tabel 4.17 Kelas daya dukung tanah Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor 1. Inspectisol, Alfisol 4974,41 Sesuai ,19 2. Histosol 133,16 Kurang Sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016) 6. Ketersediaan air

35 Selain mengharap turunnya air hujan, air dari sungai menjadi satu-satunya harapan memenuhi kebutuhan akan air bersih di Kecamatan Lahomi. Dalam penelitian ini untuk menentukan klasifikasi parameter ketersediaan air yaitu dengan membagi 4 (empat) kelas jarak terjauh wilayah penelitian ke sumber air yaitu Sungai Lahomi, Sungai Ge e dan Sungai Bo u. Jarak terjauh berada pada radius meter, maka pembagian kelas dan luas serta pembagian skor dapat dilihat pada Gambar 4.19 dan Tabel 4.18 berikut ini : No. Kelas (m) Tabel 4.18 Kelas ketersediaan air Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor ,05 Sangat Sesuai , ,59 Sesuai 2 66,67 6, ,72 Kurang Sesuai 1 33,33 3, ,22 Tidak sesuai Jumlah 5.107,58 Sumber : Hasil Analisis, (2016) 7. Layanan umum Sebagaimana ketersediaan layanan umum di Kecamatan Lahomi yang menjadi faktor penentu pada Parameter ini adalah kemampuan akan pencapaian terhadap infrastruktur Perdagangan, Kantor Pemerintahan, Sekolah dan Puskesmas. Semakin dekat layanan umum di suatu wilayah maka akan semakin baik dan sesuai untuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman. Dari data yang diperoleh di wilayah penelitian dan menurut Sadana (2014) yang menjelaskan tentang radius pencapaian sarana pendidikan, Sarana kesehatan, Sarana perdagangan dan Niaga yang dibutuhkan pada kawasan peruntukan permukiman serta melalui penggunaan analisis spasial dengan metode buffer, diperoleh luasan pencapaian akan layanan umum sebagai berikut : a. Layanan sekolah

36 Layanan pencapaian fasilitas sekolah di wilayah Kecamatan Lahomi dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut ini : Tabel 4.19 Radius pencapaian sekolah No. Jenis Radius Layanan Pencapaian (m) Luas (ha) 1. TK ,51 2. SD ,79 3. SLTP ,25 4. SLTA ,58 Sumber : Hasil Analisis, (2016) Keterangan Dalam pengklasifikasian subparameter ini, kawasan yang memiliki sarana sekolah berbagai tingkatan lebih banyak akan semakin sesuai dan diberi skor yang paling tinggi. Untuk lebih jelas pembagian klasifikasi dan luasannya serta pemberian skor untuk subparameter ini dapat dilihat pada Gambar 4.20 dan Tabel No. Kelas (Pencapaian) Tabel 4.20 Kelas ketersediaan layanan sekolah Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor 1. 4 Sekolah 37,53 Sangat Sesuai 4 45,78 3, Sekolah 894,08 Sesuai 3 34,34 2, Sekolah 1.301,44 Cukup Sesuai 2 22,89 1, Sekolah 988,87 Kurang sesuai 1 11,45 0,80 5. Tidak ada sekolah 1.885,65 Tidak sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016) b. Layanan perdagangan Di Kecamatan Lahomi terdapat 2 (dua) lokasi kegiatan perdagangan yaitu Pekan Beringin dan Pasar Beringin. Pada pengklasifikasian subparameter ini ditentukan dengan menghitung jarang batas terluar wilayah penelitian dari lokasi perdagangan dibagi menjadi 4 (empat) kelas.

37 Pemberian skor kelas pada subparameter ini didasarkan pada tingkat kesesuaiannya, dimana semakin dekat dengan pusat kegiatan perdagangan semakin sesuai suatu wilayah untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Untuk pengklasifikasian dan besaran luasan serta pemberian skor setiap kelas dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan Tabel 4.21 di bawah ini : No. Tabel 4.21 Kelas ketersediaan layanan perdagangan Kelas (m) Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor ,93 Sangat Sesuai 3 25,15 1, ,51 Sesuai 2 16,77 1, ,73 Kurang Sesuai 1 8,38 0, ,39 Tidak sesuai Jumlah 5.107,56 Sumber : Hasil Analisis, (2016) c. Layanan kesehatan Di Kecamatan Lahomi terdapat layanan kesehatan yaitu Puskesmas Lahomi yang berada di Ibukota Kecamatan Lahomi dan menurut Sadana (2014) bahwa radius pencapaian puskesmas ke kawasan permukiman berada sejauh meter. Pengklasifikasian parameter ini dibagi menjadi 2 (dua) kelas yaitu radius meter dan >3.000 meter. Pembagian kawasan menurut kelas, luasannya serta pemberian skor setiap kelas dapat dilihat pada Gambar 4.22 dan Tabel 4.22 berikut ini : No. Kelas (m) Tabel 4.22 Kelas ketersediaan layanan kesehatan Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor ,85 Sesuai 1 18,86 1,32 2. > ,72 Tidak sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016)

38 d. Layanan lainnya Layanan lainnya dalam penelitian ini yang menjadi bagian dari parameter penentuan lokasi dan mempengaruhi pengembagan kawasan perumahan dan permukiman adalah keberadaan kantor pemeritah, dimana pada lokasi penelitian terdapat layanan kantor pemerintahan tingkat kabupaten yaitu Kantor Pemerintahan Kabupaten Nias Nias Barat dalam satu kawasan dan kantor pemerintahan tingkat kecamatan yaitu Kantor Camat Lahomi. Pengklasifikasi subparameter ini dengan membagi 4 (empat) jarak batas terjauh wilayah penelitian sehingga diperoleh radius setiap kelas sebesar meter, dengan tingkatan kepentingan semakin dekat dengan kantor pemerintahan semakin sesuai dan mendapatkan skor yang lebih tinggi. Lebih jelas pengklasifikasian ini dapat dilihat pada Gambar 4.23 dan Tabel 4.23 berikut. No. Tabel 4.23 Kelas ketersediaan layanan kantor pemerintahan Kelas (m) Luas (ha) Identifikasi Tingkat Kepentingan Bobot Kelas (%) Skor ,86 Sangat Sesuai 3 10,20 0, ,75 Sesuai 2 6,80 0, ,01 Kurang Sesuai 1 3,40 0, ,95 Tidak sesuai Jumlah 5.107,57 Sumber : Hasil Analisis, (2016)

39 Gambar 4.14

40 Gambar 4.15

41 Gambar 4.16

42 Gambar 4.17

43 Gambar 4.18

44 Gambar 4.19

45 Gambar 4.20

46 Gambar 4.21

47 Gambar 4.22

48 Gambar 4.23

49 Penentuan kawasan perumahan dan permukiman Untuk menentukan tingkat atau kelas potensial suatu lahan dilakukan dengan meng-overlay-kan peta - peta parameter menggunakan aplikasi ArcGIS sehingga diperoleh skor akumulasi kawasan tertentu. Pengklasifikasian potensial lahan perumahan dan permukiman dengan berdasarkan pada skor, dimana skor tertinggi adalah 100 dan terendah adalah 0 serta jumlah kelas adalah 4 (empat) yaitu kelas berpotensi, cukup berpotensi, kurang berpotensi dan tidak berpotensi. Lebar interval kelas dapat diperoleh dengan menggunakan rumus I = R/N (Effendi, 1987 dalam Khadiyanto, 2005) dimana I= lebar interval, R=jarak interval dan N= Jumlah Interval, sehingga diperoleh I = (100-0)/4 =25 sehingga dapat ditentukan kelas yaitu kelas dengan skor 0-25,00 dinyatakan tidak berpotensi, 25,01-50,0 dinyatakan kurang berpotensi, 50,01-75,0 dinyatakan cukup berpotensi dan 75, dinyatakan berpotensi. Dari hasil overlay yang dilakukan terhadap peta-peta parameter dan subparameter diperoleh pembagian kelas potensial wilayah penelitian berdasarkan kelas akumulasi skor sebagaimana dalam Gambar 2.24 dan Tabel 4.24 di bawah ini : Tabel 4.24 Kelas potensial kawasan No. Kelas (Skor) Klasifikasi Luas (Ha) Persentase (%) 1. 75, Berpotensi 3.121,80 61, ,01-75,00 Cukup Berpotensi 1.948,20 38, ,01-50,00 Kurang Berpotensi 37,56 0, ,00 Tidak Berpotensi 0,00 0,00 Jumlah 5.107,56 Sumber : Hasil Analisis, 2016

50 Gambar 2.24

51 Berdasarkan hasil di atas menggambarkan bahwa wilayah Kecamatan Lahomi memiliki lahan berpotensi untuk kawasan perumahan dan permukiman seluas 3.121,80 Ha atau 61,12 % dan cukup berpotensi seluas 1.948,20 Ha atau 38,14 % dan kurang berpotensi seluas 37,56 Ha atau 0,74% dari wilayah Kecamatan Lahomi. Wilayah cukup berpotensi seluas 1.948,20 Ha memiliki faktor pembatas yaitu tidak cukup ketersediaan layanan sekolah, sumber air yang cukup jauh, akses jalan tidak cukup tersedia dan berada dalam kawasan banjir. Dan wilayah kurang berpotensi seluas 37,56 Ha memiliki faktor pembatas utamanya keterbatasan akan ketersediaan layanan sekolah, akses jalan dan kemiringan lereng yang mencapai 15-25%. Kawasan rawan banjir berada pada lahan cukup berpotensi, hal ini dikarenakan skor akhir (akumulasi skor) dapat terkoreksi oleh parameter lain yaitu kemiringan lereng yang relatif datar, dekat dengan aksesbilitas jalan, tersedia sumber air dan dekat pusat layanan perdagangan. Untuk pemilihan prioritas pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan mengutamakan pada kawasan bebas ancaman banjir, tidak kawasan sempadan sungai dan hutan, yang diprioritaskan pada lahan berpotensi seluas ,01 Ha dapat dilihat pada Gambar 4.25 dan Tabel 4.25 berikut ini : Tabel 4.25 Lahan prioritas pada lahan potensial No. Klasifikasi Luas Potensial (Ha) Luas Prioritas (Ha) 1. Berpotensi 3.121, ,01 2. Cukup Berpotensi 1.948,20-3. Kurang Berpotensi 37,56-4. Tidak Berpotensi 0, , ,01 Sumber : Hasil Analisis, 2016

52 Gambar 4.25

53 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil analisis spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis untuk menentukan lokasi potensial pengmbangan kawasan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi, maka diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Dengan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis diketahui tingkat potensi lahan untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan permukiman, terbagi menjadi : - Berpotensi, seluas 3.121,80 Ha atau 61,12% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi. - Cukup berpotensi, seluas 1.948,20 Ha atau 38,14% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi. - Kurang berpotensi, seluas 21,83 Ha atau 0,74% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi. 2. Kawasan prioritas pengembangan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi adalah seluas 2.893,01 Ha sebagaimana dalam Gambar Saran Sesuai dengan hasil penelitian ini, mengingat pengembangan perumahan dan permukiman barkaitan erat dengan pengembangan wilayah maka penulis dapat memberikan saran pengembangan permukiman di Kecamatan Lahomi menjadi terarah berdasarkan pada kesesuaian lahan yaitu sebagai berikut : 79

54 1. Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) wilayah Kecamatan Lahomi, dimana untuk pemilihan lokasi perumahan dan permukiman mengutamakan pada kawasan berpotensi di seluas 2.893,01 Ha atau 56,64% dari luas wilayah Kecamatan Lahomi. Kepemilikan lahan tersebut adalah milik masyarakat oleh sebab itu untuk mengarahkan ke kawasan pengembangan permukiman, pemerintah daerah perlu melakukan : a. Pemberian izin mendirikan bangunan pada lokasi/arahan pengembangan permukiman. b. Melakukan peningkatan sarana dan fasilitas lingkungan serta perluasan akses jalan di lahan yang berpotensi pengembangan kawasan permukiman penduduk. 2. Untuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi, selain dari pemilihan lokasi lahan yang tepat, pemerintah daerah menjamin akan pemenuhan standar pelayanan minimal untuk kawasan permukiman penduduk. Bila dilihat kondisi saat ini maka layanan yang ada dimana untuk pemenuhan kebutuhan penduduk akan sumber air bersih masih berharap pada tampungan air hujan dan sungai, kualitas jalan sepanjang 57,45 km atau 85,17% dari panjang jalan yang ada dalam kondisi buruk (tanpa perkerasan/beraspal), Balai Pengobatan BKA dan RS Bersalin belum tersedia. Menurut Keputusan Menteri Kimpraswil No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya dan Keputusan Menteri Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum,

55 dimana untuk memenuhi standar pelayanan minimal menjamin ketersediaan air bersih dengan cakupan 55-75% penduduk terlayani dengan tingkat debit pelayanan lt/org/hari untuk permukiman di kawasan perkotaan; Sarana layanan kesehatan 1 unit Balai Pengobatan untuk setiap jiwa, 1 unit BKIA atau RS Bersalin untuk setiap jiwa. Pada Rencana Pembangunan Tenaga Kesehatan Tahun , dimana pemerintah mengharapkan pada tahun 2019 rasio tenaga kesehatan per- 100,000 jiwa penduduk adalah Dokter Spesialis sebanyak 25 orang, Dokter Umum sebanyak 96 orang, dokter gigi sebanyak 11 orang, Perawat sebanyak 158 orang, Bidan sebanyak 75 orang, Sanitarian sebanyak 30 orang, Tenaga Gizi sebanyak 48 orang. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah mempersiapkan rencana, khususnya di wilayah Kecamatan Lahomi : a. Menyediakan minimal 1 (unit) Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) b. Menyediakan 1 (satu) unit Balai Pengobatan c. Menyediakan tenaga kesehatan yakni : tenaga Dokter Spesialis sebanyak 2 orang, Dokter Umum sebanyak 7 orang, Dokter gigi sebanyak 1 orang, Perawat sebanyak 11 orang, Bidan sebanyak 6 orang, Sanitarian sebanyak 2 orang dan tenaga gizi 3 orang. d. Pengadaan perusahaan penyedia sumber air bersih. e. Perbaikan Jalan sepanjang 57,45 km menjadi berperkerasan Aspal. 3. Pemerintah Kabupaten Nias Barat mengalokasikan anggaran dana setiap tahunnya untuk pengembangan sarana dan fasilitas kawasan perumahan dan permukiman.

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSIAL KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN LAHOMI KABUPATEN NIAS BARAT DENGAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS T E S I S

ANALISIS POTENSIAL KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN LAHOMI KABUPATEN NIAS BARAT DENGAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS T E S I S ANALISIS POTENSIAL KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN LAHOMI KABUPATEN NIAS BARAT DENGAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS T E S I S Oleh YUPITER HIA 147003016 / PWD SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o 40 30 LS-6 o 46 30 LS dan 106

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang yang digunakan sebagai dasar penelitian, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, kebutuhan data, teknik pengumpulan data,

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 63 V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN A. Luas Perubahan Lahan Perkebunan Karet yang Menjadi Permukiman di Desa Batumarta I Kecamatan Lubuk Raja Kabupaten OKU Tahun 2005-2010 Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014 PEMANFAATAN SIG UNTUK MENENTUKAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN (Studi Kasus Kabupaten Boyolali) Yoga Kencana Nugraha, Arief Laila Nugraha, Arwan Putra Wijaya *) Program

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian Pengaruh faktor bermukim masyarakat terhadap pola persebaran adalah pendekatan penelitian deduktif

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78 Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan yang terletak diwilayah Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Kabupaten Muna adalah 488.700 hektar

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Metode dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku atau laporanlaporan yang ada hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geomorfologi adalah salah satu hal yang menjadi dasar dalam ilmu geologi, karena geomorfologi dapat dijadikan panduan dalam pemetaan geologi, selain itu pengamatan

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir Faktor Penyebab Banjir ta 1 ta 2 ta 3 ta 4 RG VP Curah hujan 0.315 0.057 0.344 0.359 0.217 0.261 Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di kawasan agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis data dilakukan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) Kesesuaian Lahan Perikanan berdasarkan Faktor-Faktor Daya Dukung Fisik di Kabupaten Sidoarjo Anugrah Dimas Susetyo dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 PENENTUAN ZONASI PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL NON LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BLORA BAGIAN SELATAN PROVINSI JAWA TENGAH Dody Bagus Widodo, Budiarto, Abdul Rauf Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga September 2007 di hulu DAS Ciliwung, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, hulu DAS Ciliwung terletak pada 106º55

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT PELAYANAN FASILITAS SOSIAL BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI PERKOTAAN SUBANG

KAJIAN TINGKAT PELAYANAN FASILITAS SOSIAL BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI PERKOTAAN SUBANG KAJIAN TINGKAT PELAYANAN FASILITAS SOSIAL BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI PERKOTAAN SUBANG Oleh : Meyliana Lisanti 1, Reza M. Surdia 2 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pasundan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cikalong 4.1.1 Luas dan Letak Geografis Kecamatan Cikalong merupakan satu dari 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis

Lebih terperinci

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR 1 PENDEKATAN & JENIS PENELITIAN 2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3 METODA (pengumpulan data/analisis) 4 5 6 METODA SAMPLING METODA PENELITIAN TERKAIT KONSEP PENGEMBANGAN TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. Aspek Geografi dan Demografi 2.1.1. Aspek Geografi Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian berada di wilayah administratif Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Majalaya, yaitu: 1. Sebelah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian 16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b.

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Delvi Yanti 1, Feri Arlius 1, Waldi Nurmansyah 2 1 Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas-Padang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,

Lebih terperinci

Penentuan Lokasi Makam Umum di Kota Kediri

Penentuan Lokasi Makam Umum di Kota Kediri JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) C 28 Penentuan Lokasi Makam Umum di Kota Kediri M. Sayfuddin Anshori dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Arsitektur

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping empat daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Pemanfaatan Lahan Kritis Pasca Tambang Pasir di Desa Ranji Kulon Kecamatan Kasokandel Agar Dapat Mengembalikan Produktifitas dan Nilai Ekonomis

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci