Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas pada populasi antarspesies IR64 dan Oryza rufipogon

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas pada populasi antarspesies IR64 dan Oryza rufipogon"

Transkripsi

1 Analisis Jurnal Bioteknologi lokus kuantitatif Pertanian, sifat ketahanan Vol. 10, No. penyakit 1, 2005, blas pp Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas pada populasi antarspesies IR64 dan Oryza rufipogon QTL analysis of blast resistance trait in interspecific population between IR64 and Oryza rufipogon Dwinita W. Utami 1, S. Moeljopawiro 2, H. Aswidinnoor 3, A. Setiawan 3, dan E. Guhardja 4 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar Nomor 3A Bogor 16111, Indonesia 2 Pusat Perlindungan Varietas, Departemen Pertanian, Kanpus Deptan Gedung E Lantai II Jalan Harsono R.M. Nomor 3 Jakarta 12550, Indonesia 3 Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 4 Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia ABSTRACT An interspecific population from backcrossing between a wild rice species (Oryza rufipogon) and a cultivated rice (IR64) were used for blast QTL mapping. The objective of this research was to map QTL for blast resistance using population derived from selected individual plants. Twenty subset lines from BC 2 population were multiplied individually to generate a population and used for blast QTL mapping based on statistical approach single point analysis (SPA), interval mapping (IM), and composite interval mapping (CIM). Results of this study showed that the blast QTL Pirf2-1(t) and Pir2-3(t) were identified on chromosome 2. Pirf2-1(t) originated from O. rufipogon and resistant to race 001, while Pir2-3(t) originated from IR64 and resistant to race 173. These QTL were mapped between two molecular markers separated by the distance of 3.8 cm and 6.3 cm, respectively, on chromosome 2. The location of these QTL closed to the two known blast resistant genes Pitq-5 and Pib. Pirf2-1(t) was mapped on cm linked with RM206- RM266 and Pir2-3(t) on cm linked with RM263- RM250. Result of the phenotypic analysis confirmed that those lines, containing introgressed fragments at the location of Pir2-3(t), were resistant to the three races of blast pathogen used in this study. These lines may be further fixed as isogenic lines. The two other QTL with lower precision were found on chromosomes 9 and 12. These QTL were originated from IR64 and resistant to race 033. [Keywords: Oryza sativa, Oryza rufipogon, blast, disease resistance, genetic markers] ABSTRAK Populasi silang balik antara spesies padi liar Oryza rufipogon dan padi budi daya IR64 digunakan sebagai materi genetik untuk penelitian pemetaan QTL ketahanan terhadap penyakit blas. Tujuan penelitian ini adalah memetakan posisi QTL tahan blas dengan menggunakan populasi dari individu beberapa galur yang terseleksi sebelumnya. Dua puluh galur terseleksi dari populasi B 2 dibiarkan menyerbuk sendiri, yang selanjutnya digunakan sebagai populasi untuk analisis pemetaan QTL tahan blas, yang meliputi analisis markah tunggal, analisis markah interval, dan analisis markah komposit interval. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua QTL tahan blas pada kromosom 2, yang diberi nama Pirf2-1(t) dan Pir2-3(t) yang berdekatan dengan posisi Pitq-5 dan Pi-b. Pirf2-1(t) terdapat pada posisi 172,3 cm, terpaut pada markah RM206-RM266, merupakan QTL tahan blas ras 001 dari tanaman donor O. rufipogon. Pir2-3(t) terdapat pada posisi 141,7 cm, terpaut pada markah RM263-RM250, merupakan QTL tahan blas ras 173 dari tanaman pemulih IR64. Hasil uji konfirmasi fenotipik menunjukkan bahwa galur dengan fragmen introgresi pada posisi QTL Pir2-3(t) bersifat tahan terhadap ketiga ras uji yang digunakan. Galur ini dapat difiksasi lebih lanjut menjadi galur isogenik. Dua QTL lain dengan presisi yang lebih rendah diperoleh pada kromosom 9 dan 12. QTL tersebut merupakan QTL tahan blas untuk ras 033 dari tetua berulang IR64. [Kata kunci: Oryza sativa, Oryza rufipogon, blas, ketahanan terhadap penyakit, markah genetik] PENDAHULUAN Penyakit blas merupakan satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini telah menyebabkan gagal panen di Asia Tenggara dan Amerika Selatan sebesar 30-50% (Baker et al. 1997; Scardaci et al. 1997) dengan kerugian mencapai jutaan dolar Amerika (Shimamoto et al. 2001). Di Indonesia, luas serangan penyakit blas mencapai juta ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia (Badan Pusat Pengolahan Statistik 2004). Spesies padi liar merupakan salah satu alternatif sumber keragaman genetik yang dapat dimanfaatkan dalam perakitan varietas tahan penyakit blas. Salah satu spesies padi liar, Oryza rufipogon (IRGC # ), memiliki gen ketahanan terhadap tiga ras penting dari patogen blas (Utami et al. 2001). Hal itu menunjukkan bahwa O. rufipogon berpotensi sebagai sumber gen tahan penyakit blas yang bersifat

2 8 Dwinita W. Utami et al. horizontal. Oleh karena itu, galur-galur tahan yang dikembangkan dari O. rufipogon diharapkan dapat mengatasi berbagai ras penyakit blas yang mungkin berkembang di lapangan (Parlievliet dan Zadoks 1977; Jeanguyot 1994). Untuk menganalisis lokus kuantitatif (QTL) sifat ketahanan terhadap penyakit blas pada O. rufipogon, maka dilakukan analisis pemetaan QTL pada populasi BC 2 (IR64/O. rufipogon //IR64). Skor/Score : Luas bercak: 0, Spot area (%) BAHAN DAN METODE Analisis QTL memerlukan data fenotipik dan genotipik dari populasi silang balik. Analisis fenotipik sifat tahan blas pada galur terseleksi dari populasi BC 2 dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi-Subang, sedangkan analisis genotipik dan analisis dengan software komputer dilaksanakan di laboratorium biologi molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2002 sampai Juni Bahan Dua puluh nomor tanaman dari populasi BC 2 yang telah terseleksi dari kegiatan penelitian sebelumnya, ditanam dan dibiarkan menyerbuk sendiri. Benih yang diperoleh, diambil butir secara bulk untuk ditanam secara individu. Total tanaman yang digunakan dalam analisis sebanyak 331 nomor tanaman. Populasi tanaman ini selanjutnya digunakan untuk analisis fenotipik ketahanan terhadap patogen blas serta analisis genotipik dengan beberapa markah molekuler yang telah terpetakan pada kromosom 2. Metode Uji fenotipik ketahanan terhadap penyakit blas Evaluasi tingkat ketahanan terhadap penyakit blas ras 001, 033, dan 173 dilakukan dengan rancangan acak lengkap. Masing-masing tanaman dievaluasi sifat ketahanannya dalam lima ulangan. Penyiapan inokulum hingga evaluasi tingkat ketahanannya dilaksanakan menurut Utami et al. (2001), sedangkan standar skor serangan blas mengikuti skala IRRI (1996) seperti pada Gambar 1. Analisis keterpautan Gambar 1. Skala skor standar luas serangan patogen blas pada daun padi (IRRI 1996). Fig. 1. Standar score for rice leaf attacked by blast (IRRI 1996). Benih tanaman yang akan dianalisis ditumbuhkan dalam pot plastik. DNA diisolasi dari daun padi yang berumur kurang lebih 2 minggu, menggunakan protokol isolasi DNA miniprep dengan metode potassium acetate (Dellaporta et al. 1983). Untuk mengetahui kualitas DNA dilakukan elektroforesis. Gel dielektroforesis kemudian direndam dalam etidium bromida dan dipotret. DNA yang berkualitas baik memiliki gumpalan besar di dekat sumur gel. Untuk menguji kuantitas DNA, diambil 10 µl DNA lalu dilarutkan dalam ml TE, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 260 dan 280. Dari data tersebut dapat dihitung kemurnian dan jumlah DNA. Kemurnian DNA = λ260/ λ280; bila didapatkan angka kurang dari 1,8 ditambahkan protease, bila lebih besar ditambah RNAse. Jumlah DNA = λ260 x 250 x 50/1.000 (µg/ml). DNA yang terekstrak kemudian digunakan untuk analisis PCR menggunakan primer simple sequence repeat (SSR) dengan komposisi campuran PCR (satu kali reaksi) sebagai berikut: 2 µl bufer PCR (10 mm Tris- HCl, ph 8,3; 50 mm KCl; 1,5 mm MgCl 2 ; 0,01% gelatin) (10x); 2 µl, dntpmix (1 mm); 2 µl primer (F+R) (masingmasing 5 µm); 0,5 µl Taq polymerase 5 unit/µl; 2 µl DNA 25 ng/µl. Program PCR yang digunakan adalah 5 menit pada suhu 94 o C untuk denaturasi awal, dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri atas 1 menit pada suhu 94 o C untuk proses denaturasi, 1 menit pada suhu 55 o C untuk proses annealing, dan 2 menit pada suhu 72 o C untuk proses primer extention. Extention step yang terakhir dilakukan pada suhu 72 o C selama 7 menit. Sampel diberi loading buffer kemudian didenaturasi menggunakan mesin PCR pada suhu 94 o C

3 Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas... 9 selama 5 menit dan secepat mungkin dimasukkan ke dalam kotak berisi es. Sampel dielektroforesis pada 5% gel poliakrilamid pada suhu 45 o C dengan daya 100 watt selama 3 jam. Pewarnaan DNA dilakukan dengan metode silver staining. Plat kaca yang mengandung gel berisi DNA direndam dalam baki berisi 10% asam asetat glasial (larutan fiksasi) dan digoyang selama 20 menit, atau sampai warna loading buffer pada gel hilang. Selanjutnya, plat dicuci tiga kali dalam air super murni (air yang disuling dua kali) masing-masing 1 menit, kemudian direndam dalam larutan pewarna (silver staining) di atas alat penggoyang selama 1 jam, dan dibilas dalam air super murni selama 10 detik. Plat kemudian direndam dalam larutan pengembang sehingga muncul pita-pita, setelah itu secepatnya direndam dalam larutan asam asetat selama 5 menit, dibilas dengan air super murni lagi, dan dikeringanginkan. Penampilan tanaman dengan serangan blas skor 1-9 dapat dilihat pada Gambar 3. Distribusi fenotipik menunjukkan adanya segregasi transgresif pada populasi BC 2 yang diuji. Hal ini terlihat dari beberapa nomor tanaman yang mempunyai tingkat ketahanan yang lebih tinggi dibanding kedua tetuanya. Analisis data Data dianalisis dengan MAPMAKER/EXP V3.0 untuk membuat peta keterpautan dari markah-markah molekuler pada kromosom 2, 9, dan 12. Keterpautan antara data fenotipik sifat ketahanan terhadap penyakit blas dengan peta keterpautan selanjutnya dianalisis dengan MAPMAKER/QTL V1.1. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program QGene (1997) untuk analisis markah tunggal dan interval serta Win QTL Cartographer V2.0 (2003) untuk analisis markah komposit interval. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji fenotipik pada populasi uji Secara fenotipik, penampilan populasi tanaman BC 2 menyebar dari skor 1 dengan luas serangan 0,5% hingga skor tertinggi 9 dengan luas serangan lebih dari 75% meskipun dalam jumlah yang rendah (Gambar 2). Gambar 3. Luas bercak serangan patogen blas dengan skor 1-9 pada beberapa galur padi populasi BC 2 (IR64/Oryza rufipogon//ir64). Fig. 3. Area of rice leaf attacked by blast with score 1-9 on BC 2 population (IR64/Oryza rufipogon//ir64). Jumlah tanaman Plant Or number t 50 IR 25 t Jumlah tanaman Plant IR number t Or 50 t 25 Jumlah tanaman Plant Or number 75 t IR t 0,2 2,3 4,5 6,6 8,8 Intensitas serangan R-001 0,6 2,6 4,7 6,7 Intensitas serangan R-033 8,8 0,2 2,6 5,0 7,4 9,8 Intensitas serangan R-173 Gambar 2. Distribusi fenotipik populasi BC 2 (IR64/Oryza rufipogon//ir64) berdasarkan skor luas serangan blas. Fig. 2. Phenotypic distribution of BC 2 population (IR64/Oryza rufipogon//ir64) based on standard score for blast.

4 10 Dwinita W. Utami et al. Survei primer dan pembuatan peta keterpautan Peta keterpautan beberapa markah molekuler pada populasi hasil persilangan antara IR64 dan O. rufipogon diperoleh dari penelitian Septiningsih et al. (2002). Untuk mendapatkan peta keterpautan yang lebih rapat maka dalam penelitian ini telah disurvei tujuh primer SSR lain yang dapat memperkecil jarak antarmarkah pada peta keterpautan sebelumnya. Dari 7 primer yang diteliti, hanya 3 yang polimorfis, yaitu RM5300, RM6288, dan RM8214, sedangkan RM19 adalah cek primer positif polimorfis dan sudah terpetakan pada kromosom 12 (Gambar 4). Selanjutnya, primer yang polimorfis tersebut bersama primer yang telah terpetakan pada kromosom 2, 9, dan 12 digunakan untuk analisis amplifikasi dengan PCR. Gambar 5 menunjukkan hasil amplifikasi primer RM250 dan RM205 pada sebagian DNA genotipe nomor 374 dan 79. RM250 merupakan salah satu primer yang terdapat pada kromosom 2, sedangkan primer RM205 terdapat pada kromosom 9. Dengan primer RM250 pada genotipe 374 terlihat adanya segregasi antara tipe tetua IR64 (skor 1) dan O. rufipogon (skor 3). Sebagian besar genotipe nomor 374 telah mengikuti tipe tetua berulangnya yaitu IR64. Demikian juga dengan primer RM205, hampir semua individu tanaman dari genotipe nomor 374 telah sama dengan tetua berulangnya IR64. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh primer RM205 pada genotipe nomor 79. Hanya sebagian kecil individu tanaman dari genotipe ini yang mempunyai skor 3 atau sesuai dengan tetua donornya yaitu O. rufipogon. Hasil analisis genotipik dengan primer RM205 dan RM250 menunjukkan bahwa genotipe nomor 374 dan 79 pada populasi BC 2 sebagian besar telah sama dengan tipe tetua berulangnya IR64. Hasil analisis fenotipik dan genotipik tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis keterpautan beberapa markah molekuler yang terdapat pada kromosom 2, 9, dan 12. Untuk membandingkan posisi keterpautan masing-masing markah molekuler digunakan peta keterpautan yang telah dihasilkan oleh Septiningsih et al. (2002). Peta keterpautan tersebut digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta keterpautan kromosom 2, 9, dan 12. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga primer baru yang ditambahkan memiliki posisi keterpautan pada bagian ujung dari kromosom 2 (RM5300) dan kromosom 12 (RM8214 dan RM6288). Pada peta keterpautan sebelumnya, jarak antara RM250 dan RM208 adalah 17,4 cm (Septiningsih et al. 2002). Pada Gambar 6 terlihat bahwa RM5300 dapat mengurangi jarak antara primer RM250 dan RM208 menjadi 5,6 cm dan 7,5 cm. Pada kromosom 12, penambahan primer RM8214 dan RM6288 dapat mengurangi jarak antara primer tersebut. Peta keterpautan sebelumnya menunjukkan bahwa jarak antara RM4A dengan RM19 adalah 16,7 cm, sedangkan dengan penambahan primer, jarak ini dapat dipecah menjadi lebih kecil yaitu 10,8 cm, 3,3 cm, dan 5,9 cm. Dengan peta keterpautan yang lebih rapat ini diharapkan lokasi QTL tahan blas dapat diperoleh lebih tepat. Hal ini sesuai dengan Frisch et al. (1999), bahwa untuk mendapatkan presisi QTL yang optimal, selain diperlukan populasi yang tertentu dalam ukuran dan seleksi, juga perlu ditambahkan markah molekuler untuk mendapatkan peta pautan yang rapat. Jansen et al. (2001) juga menyebutkan bahwa peta pautan berkerapatan tinggi (high density/saturated map) pada populasi silang balik dapat diperoleh dengan menambah jumlah markah molekuler yang mempunyai tingkat polimorfisme tinggi, antara lain markah SSR. Gambar 4. Survei primer pada tetua IR64 (A) dan Oryza rufipogon (B). Fig. 4. Primer survey on IR64 (A) and Oryza rufipogon (B).

5 Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas Gambar 5. Hasil amplifikasi primer mikrosatelit RM250 pada genotipe nomor 374 (A) dan RM205 pada genotipe nomor 374 dan 79 (B). A : Hasil PAGE dengan satu kali loading; B: Hasil PAGE dengan dua kali loading. Skor 1: sesuai dengan tetua pemulih IR64 dan skor 3: sesuai dengan tetua donor Oryza rufipogon. Fig. 5. Amplification result with microsatelite primer RM250 on genotype no. 374 (A) and RM205 on genotype no. 374 and 79 (B). A: PAGE result with 1 x loading; B = PAGE result with 2 x loading, Score 1: suitable with IR64, score 3: suitable with Oryza rufipogon. Gambar 6. Peta keterpautan markah molekuler pada kromosom 2, 9, dan 12 dengan tambahan markah molekuler (dalam kotak merah). Fig. 6. Linkage map of molecular marker on chromosome 2, 9, and 12 with added marker (in the red box). Analisis QTL tahan blas pada kromosom 2, 9, dan 12 Analisis statistik untuk beberapa lokasi QTL dilakukan berdasarkan analisis markah tunggal, analisis markah interval, dan analisis markah komposit interval. Hasil analisis (Tabel 1) menunjukkan bahwa pada kromosom 2 terdapat dua kelompok gen. Kelompok pertama diberi nama sementara Pirf2-1(t), terletak pada posisi 172,31 cm dan terpaut pada interval markah RM208 sampai RM266. Kedua adalah Pir2-9(t), terdapat pada posisi

6 12 Dwinita W. Utami et al. Tabel 1. Analisis statistik QTL tahan blas pada kromosom 2, 9, dan 12. Table 1. Statistical analysis on QTL resistant to blast on chromosoms 2, 9, and 12. QTL Kromosom Chromosome Posisi Ragam Ras blas Asal Position Blast race Origin F-SPA LOD-IM LOD-CIM R2 Variance (cm) (%) Efek Effect RM208-RM266 (Pirf2-1(t)) 2 72,31 R-001 O. ruf. 11, ,3 0,59 58,73 Dominan RM221-RM263 (Pir2-3(t)) 2 41,7 R-173 IR64 14,61 3,59 15,8 0,43 42,63 Aditif RM105-RM434 (Pir9-2(t)) 9 49,3 R-033 IR64 12,68 3 2,38 0,1 15,10 Aditif RM6288-RM19 (Pir12-2(t)) 12 21,9 R-033 IR64 13,15 3,39 2,79 0,26 32,61 Aditif 141,7 cm dan terpaut pada interval markah RM263 sampai RM250. Penamaan sementara ini dilakukan untuk mempermudah dalam menunjuk kelompok gen tahan blas berdasarkan sumbernya, kromosom dan ketahanannya terhadap ras 1, 2 atau 3 yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis markah tunggal, markah RM266 pada Pirf2-1(t) terpaut dengan sifat ketahanan terhadap ras 001 dengan nilai F yang signifikan (11,05*). Pada Pir2-3(t), markah RM221 mempunyai nilai F paling besar yaitu 14,61**. Berdasarkan analisis markah interval, Pir2-3(t) mempunyai signifikansi (LOD) paling besar, yaitu 3,59. Hal ini menunjukkan bahwa presisi posisi Pir2-3(t) lebih tinggi dibandingkan Pirf2-1(t). Ambang batas LOD yang digunakan adalah 3,0, karena menurut Van Ooijen (1999), nilai maksimum LOD 3,0 pada populasi lanjut dengan panjang kromosom terpetakan antara 100, 150, dan 200 cm, mempunyai tingkat signifikansi berturutturut 0,993; 0,989; dan 0,986. Bila nilai LOD di bawah 3,0 maka nilai signifikansi di bawah 5%, yang berarti tidak signifikan. Nilai R 2 untuk kedua kelompok gen ini adalah 0,43 untuk Pir2-3(t) dan 0,59 untuk Pirf2-1(t), dengan keragaman 58,73% untuk Pirf2-1(t) dan 42,63% untuk Pir2-3(t). Kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa Pirf2-1(t) yang merupakan gen ketahanan terhadap ras 001 berpengaruh lebih besar terhadap keragaman dibandingkan Pir2-3(t) yang merupakan gen ketahanan terhadap ras 173, dan efek dari Pirf2-1(t) ini bersifat dominan. Hasil ini sesuai dengan pola pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit blas, bahwa berdasarkan analisis heritabilitas, sifat ketahanan terhadap ras 001 (arti luas maupun sempit) cukup besar (Utami et al. 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa Pirf2-1(t) adalah gen major yang memberikan efek dominan terhadap keragaman sifat ketahanan terhadap ras 001. Sebaliknya, gen Pir2-3(t) merupakan gen minor yang memberikan efek aditif terhadap keragaman sifat ketahanan terhadap ras 173. Ras 001 mempunyai tingkat virulensi yang rendah, tetapi menyebar luas di seluruh daerah endemik blas di Indonesia (Amir dan Anggiani 1994). Sering kali ras ini tidak diperhatikan dalam pembentukan varietas tahan blas sehingga tekanan seleksi di lapangan relatif kecil. Oleh karena itu, ras 001 termasuk ras yang tidak sensitif di lapangan (Utami et al. 2000). Tanaman padi, termasuk IR64 dan turunannya, cenderung bersifat tahan. Ditinjau dari tipe epidemiknya, penyakit blas termasuk dalam kelompok penyakit tipe infeksi polisiklus (Shetty 1998). Pada tipe ini, inokulum primer menginfeksi inang rentan, kemudian inokulum sekunder yang dihasilkan digunakan untuk infeksi pada siklus sekunder dan seterusnya (Vale et al. 2001). Karena ras 001 termasuk ras yang persisten di lapangan, ras 001 kemungkinan berperan sebagai inokulum primer patogen blas. Pada lingkungan yang kondusif, inokulum primer ini dapat menginfeksi inang yang lain untuk memproduksi inokulum sekunder. Inokulum sekunder ini diduga sebagai ras yang berbeda dari ras 001. Dua kelompok gen tahan blas lainnya adalah Pir9-2(t) yang terdapat pada kromosom 9 dan Pir12-2(t) pada kromosom 12. RM105 dan RM6288 mempunyai nila F yang signifikan, masing-masing 12,68* dan 13,15*. Presisi lokasi yang ditentukan dengan analisis markah interval menunjukkan Pir12-1 mempunyai nilai LOD yang lebih tinggi dibandingkan Pir2-3(t). Hal ini dapat disebabkan jarak antarmarkah pada kromosom 12 yang lebih rapat dibandingkan pada kromosom 9. Pir12-2(t) mempunyai nilai R 2 0,26 dan keragaman 32,61%, yang juga lebih tinggi dibanding Pir9-2(t). Parameter tersebut mengindikasikan bahwa gen Pir9-2(t) dan Pir12-2(t) merupakan gen minor yang mem-

7 Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas berikan efek aditif terhadap keragaman sifat ketahanan ras 033. Beberapa QTL pada ketiga kromosom tersebut terlihat sebagai puncak QTL sebagaimana ditunjukkan oleh hasil analisis markah interval (Gambar 7). Analisis markah komposit interval dilakukan dengan program QTL Cartographer V2.0 (2003) (Gambar 8). Analisis ini menggabungkan metode simple interval mapping dan multiple linear regression (Zeng 1993; Gambar 7. Pemetaan interval pada kromosom 2, 9, dan 12 dengan program QGene (Nelson 1997). R-001, R-033, dan R-173 adalah QTL puncak untuk sifat ketahanan terhadap blas masing-masing untuk ras 001, 033, dan 173. Fig. 7. Interval mapping on chromosome 2, 9, and 12 by using QGene program (Nelson 1997). R-001, R-003, and R-173 are peak QTL for blast resistance respectively for race 001, 003, and 173. Gambar 8. Pemetaan interval menggunakan Win QTL Cartographer V2.0 (2003) dengan LOD sebagai nilai ambang batas. Trait 1, 2, dan 3 merupakan sifat ketahanan terhadap blas berturut-turut untuk ras 001, 003, dan 173. Tanda panah menunjukkan puncak QTL, A, B, dan C secara berturutan menunjukkan kromosom 2, 9, dan 12. Fig. 8. Interval mapping by using WinQTL Cartographer V2.0 (2003) with LOD as threshold level. Trait 1, 2, and 3 are resistance traits for blast race 001, 003, and 173, respectively. Arrows show peak QTL, A, B, dan C are chromosome 2, 9, and 12, respectively.

8 14 Dwinita W. Utami et al. 1994). Analisis markah komposit interval dapat mengurangi bias yang muncul bila QTL yang dianalisis terpaut secara repulsion atau coupling. Bila QTL terpaut secara repulsion, maka puncak yang diperoleh dari analisis markah interval lebih kecil, sebaliknya bila QTL terpaut secara coupling maka puncak yang diperoleh akan lebih besar. Dengan analisis markah komposit interval, maka bias yang muncul dari analisis markah interval dapat dikurangi (Liu 1997). Hasil analisis markah komposit interval mendukung hasil sebelumnya, bahwa QTL tahan blas pada kromosom 2 terletak pada posisi cm dan terpaut di antara markah RM221 dan RM6. Beberapa gen ketahanan terhadap patogen blas yang telah diidentifikasi, terutama pada kromosom 2, terdapat pada posisi yang berdekatan dengan posisi QTL tahan blas ras 173 seperti hasil di atas adalah Pi-b dan Pitq-5 (Rice Cornell RFLP map set, 2001). Berdasarkan Rice Cornell RFLP map set (2001), Pitq-5 termasuk dalam kelompok pautan kromosom 2 dengan posisi 147,2-163,7 cm. KESIMPULAN Empat QTL ketahanan terhadap blas pada kromosom 2, 9, dan 12 telah diperoleh. Pada kromosom 2 terdapat dua QTL dengan nama sementara Pirf2-1(t) dan Pirf2-3(t). Pirf2-1(t) terletak pada posisi 172,3 cm, terpaut pada markah RM206-RM266, merupakan QTL tahan blas ras 001. dari tanaman donor Oryza rufipogon. Pir2-3(t) terletak pada posisi 141,7 cm, terpaut dengan markah RM263-RM250, merupakan QTL tahan blas ras 173 dari tanaman pemulih IR64. Di samping itu juga diperoleh genotipe dengan introgresi pada posisi QTL Pir2-3(t) yang bersifat tahan terhadap ketiga ras uji yang digunakan. Genotipe ini dapat difiksasi lebih lanjut menjadi galur isogenik. DAFTAR PUSTAKA Amir, M. and N. Anggiani Monitoring of Magnaporthe grisea races. Research Report. Paper presented at ARBN Workshop on Population Genetic and Rice Disease Management, Central Research Institute for Food Crops, Bogor, 5-8 July Badan Pusat Pengolahan Statistik Luas serangan patogen blas. deptan.go.id. (3 Agustus 2004). Baker, B., P. Zambryski, B. Staskawicz, and SP. Dinesh-Kumar Signaling in plant-microbe interactions. Science 276: Dellaporta, S.L., J. Wood, and J.B. Hicks A plant DNA minipreparation: version II. Plant. Mol. Biol. Rep. 1(4): Frisch, M., M. Bohn, and A.E. Melchinger Comparison of selection strategies for marker-assisted backcrossing of a gene. Crop Sci. 39: IRRI Standard Evaluation System for Rice. 4 th ed. IRRI, Philippines. 52 pp. Jansen, J., A.G. de Jong, and J.W. Van Ooijen Constructing dense genetic linkage map. Theor. App. Genet. 102: Jeanguyot, M Rice blast and its control. Paper Presented at Workshop on Population Genetics and Rice Disease Management, Central Research Institute for Food Crops, Bogor, 5-8 July Liu, B.H Statistical Genomics: Linkage, mapping and QTL analysis. CRC Press, Boca Raton, Florida. Parlievliet, J.E. and J.C. Zadoks The integrated concept of disease resistance; A new view including horizontal and vertical resistance in plants. Euphytica 26: Scardaci, S.C., R.K. Webster, C.A. Greer, J.E. Hill, J.F. William, R.G. Mutters, D.M. Brandon, K.S. McKenzie, and J.J. Oster Rice Blast: a new disease in California. Agronomy Fact Sheet Series Departement of Agronomy and Range Science, University of California, Davis. Septiningsih, E.M., S. Moeljopawiro, and S.R. McCouch An advanced backcross population derived from Oryza sativa variety IR64 and its wild relative, Oryza rufipogon. I. Identification and mapping of quantitative trait loci (QTL) for yield and yield components. Theor. App. Genet. 107: Shetty, H.S The future role of seed health in plant protection in developing countries. ICPP98 Paper Number 4.8.3S [serial online]. 3S.html. 6 Oktober Shimamoto, K., A. Takahashi, and T. Kawasaki Molecular signaling in disease resistance of rice. In Rice Genetics IV. IRRI, Manila, Philippines Utami, D.W., M. Amir, dan S. Moeljopawiro Analisis RFLP kelompok ras dan haplotipe isolat blas dengan DNA pelacak MGR 586. Jurnal Bioteknologi Pertanian 5(1): Utami, D.W., S. Moeljopawiro, E.M. Septiningsih, H. Aswidinnoor, dan S. Sujiprihati Introgresi sifat ketahanan blas dari spesies padi liar Oryza rufipogon ke dalam IR64. Jurnal Bioteknologi Pertanian 6(2): Utami, D.W., H. Aswidinnoor, S. Moeljopawiro, dan I. Hanarida Pola pewarisan sifat ketahanan penyakit blas (Pyricularia grisea Sacc) pada populasi persilangan IR64 dengan spesies padi liar Oryza rufipogon Griff. Jurnal Hayati (Submitted), Biologi FMIPA, IPB, Bogor. Vale, F.X.R.D., J.E. Parlievliet, and L. Zambolim Concepts in plant disease resistance. Phytopatol. Bras. 26(3): Van Ooijen, J.W LOD significance threshold for QTL analysis in experimental populations of diploid species. Heredity 83: Zeng, Z.B Theoretical basis of separation of multiple linked gene effects on mapping quantitative trait loci. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 90: Zeng, Z.B Precision mapping of quantitative trait loci. Genetics 136:

Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64

Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64 Jurnal AgroBiogen 1(1):1-6 Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64 Dwinita W. Utami 1, Sugiono Moeljopawiro

Lebih terperinci

Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64

Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64 Jurnal AgroBiogen 1(1):1-6 Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64 Dwinita W. Utami 1, Sugiono Moeljopawiro

Lebih terperinci

Keragaan Sifat Tahan Penyakit Blas dan Agronomi Populasi Silang Balik dan Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza rufipogon

Keragaan Sifat Tahan Penyakit Blas dan Agronomi Populasi Silang Balik dan Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza rufipogon Keragaan Sifat Tahan Penyakit Blas dan Agronomi Populasi Silang Balik dan Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza rufipogon Dwinita W. Utami*, A. Dinar Ambarwati, Aniversari Apriana, Atmitri Sisharmini, Ida

Lebih terperinci

Spektrum Ketahanan Galur Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza rufipogon yang mengandung QTL Ketahanan terhadap Penyakit Blas (Pir)

Spektrum Ketahanan Galur Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza rufipogon yang mengandung QTL Ketahanan terhadap Penyakit Blas (Pir) Jurnal AgroBiogen 3(1):1-8 Spektrum Ketahanan Galur Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza rufipogon yang mengandung QTL Ketahanan terhadap Penyakit Blas (Pir) Dwinita W. Utami 1, A. Dinar Ambarwati 1, Aniversari

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

Identifikasi marka mikrosatelit yang terpaut dengan sifat toleransi terhadap keracunan aluminium pada padi persilangan Dupa x ITA131

Identifikasi marka mikrosatelit yang terpaut dengan sifat toleransi terhadap keracunan aluminium pada padi persilangan Dupa x ITA131 Identifikasi Jurnal Bioteknologi marka mikrosatelit Pertanian, yang Vol. 8, terpaut No., dengan 003, sifat pp. 35-45 toleransi... 35 Identifikasi marka mikrosatelit yang terpaut dengan sifat toleransi

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Tempat menempelnya primer ekson1 dan ekson2.

HASIL. Gambar 1 Tempat menempelnya primer ekson1 dan ekson2. 3 sebanyak 2x volume supernatan. Presipitasi dilakukan dengan menginkubasi di lemari pembeku selama 30 menit kemudian disentrifugasi lagi dengan kecepatan 10.000 rpm (5590 x g ) selama 15 menit. Selanjutnya

Lebih terperinci

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR. Abstrak

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR. Abstrak 35 APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR Abstrak Indonesia memiliki potensi lahan kering masam yang cukup besar, dimana lahan tersebut memiliki

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM

IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM IDENTIFICATION OF UPLAND RICE LINES TOLERANCE TO ALLUMINIUM TOXICITY Ida Hanarida 1), Jaenudin Kartahadimaja 2), Miftahudin 3), Dwinita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

Survei Primer Mikrosatelit dan Isolasi DNA Tanaman F2 (Dupa x ITA131)

Survei Primer Mikrosatelit dan Isolasi DNA Tanaman F2 (Dupa x ITA131) Survei Primer Mikrosatelit dan Isolasi DNA Tanaman F2 (Dupa x ITA131) Joko Prasetiyono, Tasliah, dan Sugiono Moeljopawiro Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertaniaAbstrak ABSTRAK Lahan

Lebih terperinci

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait) Abstrak

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Identifikasi Marka Polimorfik untuk Pemuliaan Padi Toleran Defisiensi Fosfor

Identifikasi Marka Polimorfik untuk Pemuliaan Padi Toleran Defisiensi Fosfor Jurnal AgroBiogen 4(2):51-58 Identifikasi Marka Polimorfik untuk Pemuliaan Padi Toleran Defisiensi Fosfor Joko Prasetiyono 1, Hajrial Aswidinnoor 2, Sugiono Moeljopawiro 1, Didy Sopandie 2, dan Masdiar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

Blas merupakan salah satu penyakit utama padi

Blas merupakan salah satu penyakit utama padi Pewarisan Sifat Ketahanan Penyakit Blas pada Padi Varietas Dupa, Malio, dan Asahan Erwina Lubis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF

MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF DISUSUN OLEH: HARIMURTI BUNTARAN 08/269554/PN/11321 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

Seleksi dan Konfirmasi Alel Gen-gen Hd pada Padi Berumur Genjah dan Produktivitas Tinggi Persilangan Code x Nipponbare

Seleksi dan Konfirmasi Alel Gen-gen Hd pada Padi Berumur Genjah dan Produktivitas Tinggi Persilangan Code x Nipponbare Jurnal AgroBiogen 9(1):11-18 Seleksi dan Konfirmasi Alel Gen-gen Hd pada Padi Berumur Genjah dan Produktivitas Tinggi Persilangan Code x Nipponbare Ahmad Dadang*, Tasliah, dan Joko Prasetiyono Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Persilangan Padi IR64 dengan Oryza rufipogon Griff

Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Persilangan Padi IR64 dengan Oryza rufipogon Griff Hayati, September 26, hlm. 17-112 Vol. 13, No. 3 ISSN 854-8587 Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Persilangan Padi I64 dengan Oryza rufipogon Griff Inheritance of Blast esistance

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seleksi Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman

TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman 9 TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman Kondisi cekaman rendaman yang terjadi pada pertanaman padi di lahan petani cukup beragam. Berdasarkan durasi atau lamanya rendaman terdapat dua macam kondisi rendaman,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

INTROGRESI GEN TAHAN BLAS DARI ORYZICA LLANOS-5 PADA POPULASI SILANG BALIK LANJUT WAY RAREM X ORYZICA LLANOS-5 WENING ENGGARINI

INTROGRESI GEN TAHAN BLAS DARI ORYZICA LLANOS-5 PADA POPULASI SILANG BALIK LANJUT WAY RAREM X ORYZICA LLANOS-5 WENING ENGGARINI INTROGRESI GEN TAHAN BLAS DARI ORYZICA LLANOS-5 PADA POPULASI SILANG BALIK LANJUT WAY RAREM X ORYZICA LLANOS-5 WENING ENGGARINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel

Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel Jurnal AgroBiogen 10(3):85-92 Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel CSSL Padi (Oryza sativa L.) dan Identifikasi Tanaman F 1 Mariana Susilowati 1,2, Panjisakti Basunanda 2, Wening Enggarini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS Penelitian II: Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS Pendahuluan Kegiatan pemuliaan dengan cara konvensional untuk merakit jagung yang bermutu

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Aplikasi Marka Molekuler Terpaut Gen-gen Ketahanan Penyakit Hawar Daun Bakteri dalam Seleksi Tetua Persilangan

Aplikasi Marka Molekuler Terpaut Gen-gen Ketahanan Penyakit Hawar Daun Bakteri dalam Seleksi Tetua Persilangan Aplikasi Marka Molekuler Terpaut Gen-gen Ketahanan Penyakit Hawar Daun Bakteri dalam Seleksi Tetua Persilangan Dwinita W.Utami 1, E.M Septiningsih 2, S Yuriyah 1, I Hanarida 1 1 Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

L.) VARIETAS CIHERANG UNTUK SIFAT UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER*

L.) VARIETAS CIHERANG UNTUK SIFAT UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER* PERBAIKAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG UNTUK SIFAT UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER* [Improvement of Ciherang Rice (Oryza sativa L.) Variety for Early Maturity and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen 71 PEMBAHASAN UMUM Nisbah populasi F2 untuk karakter warna batang muda, bentuk daun dan tekstur permukaan buah adalah 3 : 1. Nisbah populasi F2 untuk karakter posisi bunga dan warna buah muda adalah 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

Keterpautan 23 Marka Mikrosatelit pada Kromosom 6 dan 7 dengan Karakter Ketahanan Populasi Jagung terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis)

Keterpautan 23 Marka Mikrosatelit pada Kromosom 6 dan 7 dengan Karakter Ketahanan Populasi Jagung terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) Jurnal AgroBiogen 6(1):10-17 Keterpautan 23 Marka Mikrosatelit pada Kromosom 6 dan 7 dengan Karakter Ketahanan Populasi Jagung terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) Roberdi 1, Hajrial Aswidinnoor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp.

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Penulis: Lina Herlina, MSi. (peneliti BB Biogen, Bogor) Tahukah anda, bahwa didunia saat ini terdapat sekitar 103 jenis (strain) bawang? Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM *)

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM *) PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM *) (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh sebagian besar penduduk. Sekitar 95% padi diproduksi di Asia (Battacharjee et al.,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Padi Gogo Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang khusus, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Mei 2011 di Kebun Percobaan Pusakanagara, Laboratorium Mutu Benih Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 Hadi Sumitro Jioe, 2008. Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri Rachman,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN 17 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Penyemaian benih galur BC 1 F 1 Isolasi DNA galur BC 1 F 1 Uji kualitatif dan kuantitatif DNA Analisis SSR Pemeliharaan tanaman hasil analisis SSR Pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

Lebih terperinci

PENAPISAN GALUR PADI GOGO (Oryza sativa L.) HASIL KULTUR ANTERA UNTUK KETENGGANGAN ALUMINIUM DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BLAS BAKHTIAR

PENAPISAN GALUR PADI GOGO (Oryza sativa L.) HASIL KULTUR ANTERA UNTUK KETENGGANGAN ALUMINIUM DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BLAS BAKHTIAR 1 PENAPISAN GALUR PADI GOGO (Oryza sativa L.) HASIL KULTUR ANTERA UNTUK KETENGGANGAN ALUMINIUM DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BLAS BAKHTIAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Keragaman genetik cendawan Pyricularia oryzae berdasarkan primer spesifik gen virulensi

Keragaman genetik cendawan Pyricularia oryzae berdasarkan primer spesifik gen virulensi Keragaman Jurnal Bioteknologi genetik cendawan Pertanian, Pyricularia Vol. 10, No. oryzae 2, 2005,... pp. 55-60 55 Keragaman genetik cendawan Pyricularia oryzae berdasarkan primer spesifik gen virulensi

Lebih terperinci

Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur

Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Reaksi Galur Padi Monogenik Pembawa Gen Ketahanan Penyakit Blas dari Beberapa Isolat Pyricularia grisea di Indonesia Reflinur 1, Masdiar Bustamam 1, Utut Widyastuti 2, dan Hajrial Aswidinnoor 2 1 Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

Konstitusi Genetik dan Karakter Fenotipik Galur-galur Padi Pup1 Turunan Varietas Situ Bagendit

Konstitusi Genetik dan Karakter Fenotipik Galur-galur Padi Pup1 Turunan Varietas Situ Bagendit Jurnal AgroBiogen 10(2):61-68 Konstitusi Genetik dan Karakter Fenotipik Galur-galur Padi Pup1 Turunan Varietas Situ Bagendit Suwaji H. Wardoyo 1, Miftahudin 2, Sugiono Moeljopawiro 3, dan Joko Prasetiyono

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci