MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF"

Transkripsi

1 MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF DISUSUN OLEH: HARIMURTI BUNTARAN 08/269554/PN/11321 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

2 HALAMANPENGESAHAN MAKALAH SEMINAR UMUM Selective Genotyping dan Selective Phellotyping Dad" A A.. nl:n:.. I..", S:f.at.A"uClUI..Il.dIU U.... LVKU03 J Disusun oleh: Nama : Harimurti Buntaran NIM : 08/ PN/11321 Jumsan : Budidaya Pertanian Program Stum : Pemuliaan Tanaman Makalah Seminar Umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan mata kuliah pada semester genap tabun ajaran di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Menyetujui : Tanda Tangan TanggaJ Dosen Pembimbing Dr.ag!. Panjisakti Basnnanda. S.P.. M.P. cj 10 D.t..-. '20 I'1... Mengetahui : Komisi Seminar Umum Jurusan. Budidaya Pertanian Dr. Rudi Hari MUfti. S.P.. M.P. 10 b4 '701'2.. \1.engetahui : Ketua Jurusan Budidaya Pertaruan Dr. fr. Taryono, M.Sc. I l. t)4.. 'Zo I '2..

3 Selective Genotyping dan Selective Phenotyping pada Analisis Lokus Sifat Kuantitatif INTISARI Analisis lokus sifat kuantitatif (quantitative trait loci, QTL) memerlukan cuplikan (sample) berukuran besar untuk mendapatkan hasil yang akurat. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan akan menjadi tinggi sehingga dibutuhkan cara agar biaya dapat ditekan, dengan menekan pengorbanan keakuratan sekecil mungkin. Selective genotyping dan selective phenotyping merupakan dua cara yang ditawarkan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan tanpa mengorbankan banyak ketidakakuratan. Selective genotyping dilakukan ketika biaya phenotyping murah sehingga biaya genotyping dapat dikurangi karena penggunaan ukuran cuplikan berkurang. Selective phenotyping dilakukan ketika biaya genotyping murah sehingga biaya untuk penanda dapat berkurang karena hanya genotipe tertentu yang sudah diketahui informasi QTLnya yang dipilih untuk phenotyping. Kata kunci: analisis QTL, selective genotyping, selective phenotyping I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sifat-sifat kuantitatif merupakan sifat yang banyak diminati pada bidang pemuliaan tanaman karena banyak di antaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Sifat-sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang terukur seperti tinggi tanaman, berat biji, dan kadar minyak. Penelitian-penelitian untuk mendapatkan lokus sifat kuantitatif (quantitative trait locus, QTL) memberikan petunjuk yang berguna untuk identifikasi elemen genetik yang memengaruhi variasi sifat-sifat kuantitatif (Lander dan Botstein, 1989). Agar mendapat hasil yang akurat, eksperimen QTL memerlukan ukuran cuplikan (sampel) yang besar dalam genotyping ( genotipisasi, kegiatan menentukan genotipe dalam suatu genom) dan phenotyping ( fenotipisasi, kegiatan menentukan fenotipe untuk semua sifat terukur). Ini mengakibatkan tingginya biaya analisis. Oleh karena itu, diperlukan suatu modifikasi untuk mengurangi biaya analisis, dengan tetap menjaga keakuratan penentuan lokasi QTL. Lander dan Botstein (1989) memperkenalkan selective genotyping sebagai prosedur analisis QTL untuk mengurangi biaya dengan cara mengurangi ukuran cuplikan yang akan digenotipisasi. Jin et al. (2004) juga memperkenalkan suatu prosedur untuk mengurangi biaya analisis QTL yang disebutnya selective phenotyping yaitu mengurangi biaya fenotipisasi dengan memanfaatkan informasi genotipe yang sebelumnya sudah ada sehingga mengurangi penanda yang digunakan. Kedua prosedur diharapkan dapat mengurangi biaya analisis QTL dengan prosedur standar, tanpa mengurangi keakuratan analisis itu sendiri. Makalah ini mencoba memperlihatkan bagaimana kedua modifikasi ini dilakukan dan bagaimana hasil penciutan ukuran cuplikan tidak banyak mengurangi keakuratan.

4 B. Tujuan 1. Mengetahui analisis QTL dengan prosedur selective genotyping dan selective phenotyping. 2. Membandingkan analisis QTL prosedur standar dengan prosedur selective genotyping dan selective phenotyping.

5 Selective Genotyping dan Selective Phenotyping pada Analisis QTL Sifat kuantitatif didefinisikan sebagai sifat dengan distribusi kontinyu. Nilai sifat biasanya didapatkan dari pengukuran atau penghitungan. Sifat terukur ini dianggap dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik) dan lingkungan. Pada sifat kuantitatif ini setiap gen memiliki efek yang kecil terhadap sifat yang diekspresikan. Namun demikian, penemuan terkini, penggunaan kombinasi pemetaan genom dan genetika kuantitatif tradisional menunjukkan bahwa gen dalam jumlah sedikit dapat menghasilkan suatu sifat dengan distribusi kontinyu (Liu, 1998). Pencarian dan penentuan letak gen yang mengontrol sifat kuantitatif atau kompleks memiliki peran penting bagi kegiatan pemuliaan tanaman karena banyak karakter agronomi yang diminati bersifat kuantitatif. Lokus-lokus yang mengatur sifat-sifat kuantitatif disebut lokus-lokus sifat kuantitatit (quantitative trait loci, QTL). Prosedur mencari dan menentukan lokasi QTL disebut pemetaan QTL. Pemetaan QTL menggunakan data genotipe maupun fenotipe. Data genotipe diperoleh dari genotipisasi yaitu kegiatan untuk mengetahui genotipe suatu genom secara langsung dari DNAnya, misalnya melalui penentuan alel penanda, sekuensing DNA, dan pemetaan gen (menentukan lokasi gen). Data fenotipe diperoleh dari fenotipisasi, yaitu kegiatan untuk mengetahui fenotipe suatu individu, seperti pengamatan morfologi, karakter agronomis, kandungan enzim, banyaknya protein, dan kadar minyak. Pemetaan QTL memerlukan ukuran cuplikan yang besar untuk kedua kegiatan itu agar informasi yang diperoleh akurat. Hal ini tentu saja mengakibatkan biaya yang dikeluarkan pun tinggi. Untuk genotipisasi, biaya yang besar harus dikeluarkan akibat cuplikan yang begitu banyak sehingga menghasilkan data genotipe. Padahal, penggunaan penanda molekuler memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk fenotipisasi, biaya dan tenaga yang dikeluarkan akan mahal jika sampel yang digunakan jumlahnya besar, misalnya, biaya perawatan sampel (hewan mewah), biaya analisis/kemikalia tinggi (kromatografi gas dan kromatografi cair berperforma tinggi atau HPLC), dan waktu tunggu/ruang terbatas (tanaman tahunan). 1. Selective genotyping Untuk mengatasi masalah biaya genotipisasi, Lander dan Botstein (1989) memperkenalkan prosedur selective genotyping ( genotipisasi selektif ). Selective genotyping melibatkan populasi yang besar, namun hanya individu yang memilkik simpangan ekstrem terhadap rerata (extreme phenotype) yang akan digenotipisasi. Dengan demikian, ukuran cuplikan yang diperiksa genotipenya akan berkurang jumlahnya.

6 Gambar 1. Selective genotyping. Seluruh populasi dievaluasi fenotipenya (contohnya ketahanan penyakit). Namun demikian, hanya individu yang berdeviasi ekstrem terhadap populasi yang akan digenotyping untuk analisis QTL (Collard et al., 2005). Prosedur selective genotyping memiliki kelemahan. Prosedur ini efektif jika hanya satu sifat saja yang dianalisis (Darvasi, 1997). Pernyataan ini berlaku ketika prosedur ini digunakan untuk deteksi QTL. Jika sifat yang dianalisis lebih dari satu, maka prosedur ini tidak efektif karena satu sifat dengan sifat yang lain belum tentu memiliki distribusi yang sama. Prosedur selective genotyping efektif untuk mendeteksi QTL yang saling bertaut dan QTL epistasis selama tidak ada lokus yang memiliki efek besar (>10%) (Sen et al., 2009). Sen et al. (2009) menyatakan ketika satu lokus atau lebih memiliki efek yang besar, efektivitas selective genotyping tidak dapat diprediksi. 2. Selective phenotyping Bila biaya genotipisasi tidak menjadi masalah, sedangkan biaya untuk fenotipisasi mahal, maka prosedur selective phenotyping dapat dilakukan untuk mengurangi biaya fenotipisasi. Jin et al. (2004) mengemukakan bahwa selective phenotyping merupakan strategi untuk meningkatkan efisiensi ketika fenotipisasi memerlukan usaha yang lebih besar daripada genotipisasi. Perkembangan bioteknologi telah menurunkan biaya genotipisasi secara drastis daripada biaya fenotipisasi (Jobs et al., 2003). Ide yang mendasari selective phenotyping adalah memilih sekumpulan individu yang secara genetik berbeda pada lokasi-lokasi di kromosom yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, selective phenotyping memerlukan informasi pendahuluan tentang penanda yang terpaut pada QTL yang diminati. Pada prosedur ini hanya rekombinan yang berada pada interval yang difenotipisasi karena hanya rekombinan yang meningkatkan akurasi pemetaan untuk QTL yang terdeteksi (Jannink, 2005). Tipe rekombinan dipilih karena bisa memberikan informasi tentang lokus-lokus yang bertaut yang terkait dengan sifat yang kita minati. Selective phenotyping tidak efektif jika ada peningkatan lokus tidak bertaut (Sen et al., 2009).

7 3. Simulasi sebagai teladan penerapan selective genotyping dan selective phenotyping Untuk melihat perbedaan analsis QTL prosedur standar dengan prosedur selective genotyping dan selective phenotyping, dilakukan simulasi menggunakan data 250 cuplikan Brassica napus populasi DH (Double Haploid). Pada analisis standar 250 sampel tersebut digunakan semua untuk genotyping dan phenotyping. Pada genotyping, penanda yang digunakan adalah SSR (simple sequence repeats) dan AFLP (amplified fragment length polymorphism). Pada phenotyping, digunakan NIRS (Near-infrared spectroscopy) untuk mengetahui kadar asam erukat di biji. Pada simulasi ini digunakan software Windows QTL Cart V Dari analisis tersebut ditemukan QTL pada kromosom 8 dan 13. Gambar 2. Hasil Analisis QTL prosedur standar. Ditemukan QTL pada kromosom #8 dan #13 Dari hasil tersebut, dilakukan simulasi selective genotyping dengan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi. Gambar 3 dan Gambar 4 adalah asil analisis QTL prosedur standar pada kromosom 8 dan 13, serta analisis QTL dengan prosedur selective genotyping pada nomor kromosom yang sama.

8 Gambar 3. Hasil Analisis QTL prosedur standar pada Kromosom 8. Terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL di kromosom 8. Gambar 4. Hasil Analisis QTL prosedur standar pada Kromosom 13. Terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL di kromosom 13.

9 Gambar 5. Hasil Analisis QTL dengan prosedur selective genotyping. Tidak ada perbedaan hasil setelah dilakukan prosedur selective genotyping. Seleksi dilakukan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi. Hasil analisis QTL dengan prosedur selective genotyping tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil dengan analisis QTL prosedur standar. Nilai LODnya masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur selective genotyping efektif dilakukan. Pengurangan sampel tidak menjadikan nilai LOD turun dan berada di bawah batas yang ditentukan. Gambar 6. Analisis QTL pada Kromosom 8 Brassica napus dengan selective genotyping. Seleksi dilakukan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi.

10 Hasil analisis QTL pada kromosom 8 dengan prosedur selective genotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, tetap terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL pada kromosom 8. Gambar 7. Analisis QTL pada Kromosom 13 Brassica napus dengan selective genotyping. Seleksi dilakukan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi. Hasil analisis QTL pada kromosom 13 dengan prosedur selective genotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, tetap terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL pada kromosom 13. Pada prosedur selective phenotyping, hanya rekombinan yang berada pada enam penanda masing-masing kromosom yang dilakukan fenotipisasi. Rekombinan dipilih karena bisa memberikan informasi tentang lokus-lokus yang bertaut yang terkait dengan sifat yang kita minati. Dari 250 sampel, hanya 143 yang dipilih yang merupakan tipe rekombinan.

11 Gambar 8. Contoh Genotipe Tetua a (Biru), Tetua b (Merah), dan Rekombinan (Biru dan Merah). Gambar 9. Hasil Analisis QTL Prosedur selective phenotyping pada Kromosom 8. Seleksi dilakukan dengan memilih rekombinan. Dari 250 sampel, hanya 143 yang dipilih yang merupakan tipe rekombinan. Hasil analisis QTL pada kromosom 8 dengan prosedur selective phenotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, QTL yang diminati masih terdapat di enam penanda yang digunakan.

12 Gambar 10. Hasil Analisis QTL Prosedur selective phenotyping pada Kromosom 13. Seleksi dilakukan dengan memilih rekombinan. Dari 250 sampel, hanya 143 yang dipilih yang merupakan tipe rekombinan. Hasil analisis QTL pada kromosom 13 dengan prosedur selective phenotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, QTL yang diminati masih terdapat di enam penanda yang digunakan. Hasil selective genotyping dan selective phenotyping dari hasil simulasi ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan. Kedua prosedur tersebut terbukti dapat menekan biaya dengan mengurangi besarnya cuplikan yang digunakan, tanpa mengubah hasil yang signifikan. Dengan demikian, kedua prosedur dapat dilakukan bergantung pada keadaan dan kebutuhan. Jika biaya phenotyping lebih kecil daripada genotyping, maka prosedur selective genotyping dapat menghemat biaya genotyping karena penggunaan sampel berkurang. Sebaliknya, jika biaya phenotyping lebih tinggi daripada genotyping, maka prosedur selective phenotyping dapat mengurangi biaya karena hanya penanda dan genotipe tertentu berdasarkan informasi QTL yang sudah diketahui.

13 KESIMPULAN 1. Kedua prosedur dapat digunakan sebagai pengganti analisis QTL standar tanpa mengubah hasil pada analisis standar. 2. Bila biaya phenotyping lebih kecil daripada genotyping, maka selective genotyping dapat menghemat biaya genotyping karena penggunaan sampel berkurang. 3. Bila biaya phenotyping lebih tinggi daripada genotyping, maka selective phenotyping dapat mengurangi biaya karena hanya penanda dan genotipe tertentu berdasarkan informasi QTL yang sudah diketahui.

14 DAFTAR PUSTAKA Collard, B.C.Y., M.Z.Z. Jahufer, J.B. Brouwer, and E.C.K. Pang An introduction to markers, quantitative trait loci (QTL) mapping and marker-assisted selection for crop improvement: The basic concepts. Euphytica 142: Darvasi, A The effect of selective genotyping on QTL mapping accuracy. Mammalian Genome 8: Jannink, J.-L Selective phenotyping to accurately map quantitative trait loci. Crop Sci. 45: Jin C., Hong L., A. D. Attie, G. A. Churchill, D. Bulutuglo, and B. S. Yandell Selective phenotyping for increased efficiency in genetic mapping studies. Genetics 168: Jobs, M., W. M. Howell, L. Strömqvist, T. Mayr, and A. J. Brookes DASH-2: flexible, low-cost, and high-throughput SNP genotyping by dynamic allele-specific hybridization on membrane arrays. Genome Research 13: Lander, E. S. and D. Botstein Mapping mendelian factors underlying quantitative traits using RFLP linkage maps. Genetics 121: Liu, B. H Statistical Genomics: Linkage, Mapping, and QTL Analysis. CRC Press, Boca Raton. Sen, S., F. Johannes, and K. W. Broman Selective genotyping and phenotyping strategies in a complex trait context. Genetics 181: Wang S., C. J. Basten, and Z.-B. Zeng Windows QTL Cartographer 2.5. Department of Statistics, North Carolina State University, Raleigh, NC.

15 LAMPIRAN Sesi diskusi 1. Monika Tanya: Mengapa mengambil tema QTL? Jawab: Karena QTL sangat bermanfaat sebagai alat dalam bidang pemuliaan tanaman. Melalui QTL kita dapat menduga lokus-lokus yang berkontribusi terhadap sifat-sifat kuantitatif yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan mengetahui lokus-lokus sifat kuantitatif, seleksi dapat dilakukan berdasarkan lokus-lokus tersebut. Selain itu, dengan melakukan karakterisasi terhadap sekuens yang ditunjukkan oleh QTL dapat dilihat sebetulnya apa peran dari lokus sifat kuantitatif tersebut terhadap fenotipe yang terkait dengannya. 2. Boris Tanya: Mengapa rekombinan yang digunakan untuk selective phenotyping? Jawab: Karena hanya rekombinan yang meningkatkan akurasi pemetaan untuk QTL yang terdeteksi. Tipe rekombinan dipilih karena bisa memberikan informasi tentang lokus-lokus yang bertaut yang terkait dengan sifat yang kita minati. 3. Sari Tanya: Dari judul yang dipilih sebenarnya kesimpulan yang diambil apa, bedanya apa antara kedua prosedur itu? Jawab: Kesimpulannya prosedur selective genotyping (SG) dan selective phenotyping (SP) bisa digunakan untuk menggantikan prosedur standar untuk menghemat biaya analisis QTL. Beda antara prosedur SG dan SP adalah SG digunakan ketika phenotyping murah dan genotyping mahal, sedangkan SP digunakan ketika biaya genotyping murah dan phenotyping mahal atau memerlukan waktu yang lama. 4. Wisnu Tanya: Nilai LOD > 2 atau < 2 bagaimana? Jawab: Nilai LOD adalah rasio logaritma dari peluang terdapat qtl dari data yang didapat dengan peluang tidak terdapat QTL/terjadinya independent assortment dari data yang didapat. Jika nilai LOD lebih dari 2, maka dianggap terdapat QTL. Jika nilai LOD yang lebih besar dari 3, maka memang terdapat QTL. Contohya nilai lod 3 menunjukkan log 10 dari Ini artinya peluang bahwa dua penanda tertaut atau terdapat QTL 1000 lebih besar daripada tidak terdapat QTL atau terjadinya independent assortment. Misalnya peluang mendapat data dari sebuah observasi dengan asumsi terdapat tautan (linkage) dan frekuensi rekombinasi yang pasti adalah 0,1 dan peluang mendapatkan data yang sama dengan asumsi terjadi independent assortment adalah 0,0001. Rasio dari kedua peluang ini adalah 0,1 / 0,0001 = 1000, logaritma dari 1000 (nilai LOD) adalah 3. likelihood if linked LOD = log 10 likelihood if the loci unlinked peluang terdapat qtl LOD = peluang tidak terdapat qtl

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects Sebagai seorang dosen, Prof. Cece mengajar beberapa mata kuliah yang terkait dengan bidang keahliannya yaitu di bidang pemuliaan dan genetika ternak. Untuk program

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL

MAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL MAKALAH SEMINAR UMUM PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL Nama NIM Dosen Pembimbing : Rizqi Fadillah Romadhona : 09/288913/PN/11879 : Dr. Panjisakti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada Nama Mata Kuliah Kode/SKS Prasyarat Status Mata Kuliah : Dasar-Dasar Genetika : PNB 2101/3 SKS : Biologi Umum : Wajib Fakultas Deskripsi Singkat Mata Kuliah Mata kuliah Dasar-Dasar Genetika mempelajari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh sebagian besar penduduk. Sekitar 95% padi diproduksi di Asia (Battacharjee et al.,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS PERTANIAN

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS PERTANIAN KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS PERTANIAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER SEMESTER GANJIL T.A. 2016/2017 MATA KULIAH SEMESTER : GENETIKA : III (GANJIL)

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

Studi Segregasi dan Pewarisan Marka-marka RAPD pada Tanaman Karet Hasil Persilangan PB 260 dengan PN

Studi Segregasi dan Pewarisan Marka-marka RAPD pada Tanaman Karet Hasil Persilangan PB 260 dengan PN Studi Segregasi dan Pewarisan Marka-marka RAPD p Tanaman Karet Hasil Persilangan PB 260 dengan PN 1) 1) 2) NOVALINA, Aidi Daslin SAGALA 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Balai Penelitian Karet Sungai

Lebih terperinci

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

Keterpautan (Linkage) Penemuan Keterpautan Gen. Penemuan Keterpautan Gen KETERPAUTAN DAN PEMETAAN KROMOSOM

Keterpautan (Linkage) Penemuan Keterpautan Gen. Penemuan Keterpautan Gen KETERPAUTAN DAN PEMETAAN KROMOSOM Keterpautan (Linkage) KETERPAUTAN DAN PEMETAAN KROMOSOM Oleh: Dr. Dirvamena Boer 081 385 065 359 Universitas Haluoleo, Kendari dirvamenaboer@yahoo.com http://dirvamenaboer.tripod.com AaBb x AaBb 9:3:3:1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PETA PAUTAN GENETIK DAN ANALISIS QTL TANAMAN KARET PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN ANTARA RRIM 600 DENGAN PN 1546

KONSTRUKSI PETA PAUTAN GENETIK DAN ANALISIS QTL TANAMAN KARET PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN ANTARA RRIM 600 DENGAN PN 1546 Jurnal Penelitian Karet, 2016, 34 (2) : 127-140 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2016, 34 (2) : 127-140 KONSTRUKSI PETA PAUTAN GENETIK DAN ANALISIS QTL TANAMAN KARET PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN ANTARA

Lebih terperinci

Penggunaan Graf pada Pemetaan Genetik dan Integrasi Peta Genetik

Penggunaan Graf pada Pemetaan Genetik dan Integrasi Peta Genetik Penggunaan Graf pada Pemetaan Genetik dan Integrasi Peta Genetik Chairul Ichsan (13508082) Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung e-mail: if18082@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait) Abstrak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM S I L A B U S

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM S I L A B U S UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM S I L A B U S JURUSAN : Biologi MATA KULIAH : Biologi Molekuler 1.1. Nama Mata Kuliah : Biologi Molekuler 1.2. Kode Mata Kuliah :

Lebih terperinci

Agung Wahyu Susilo Peneliti Pemuliaan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Ringkasan

Agung Wahyu Susilo Peneliti Pemuliaan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Ringkasan Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 2007, 23(1), 11 24 Akselerasi program pemuliaan kakao melalui pemanfaatan penanda molekuler dalam proses seleksi AKSELERASI PROGRAM PEMULIAAN KAKAO (THEOBROMA

Lebih terperinci

TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM

TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM OLEH Ni Nyoman Trisna Dewi NIM: 1214068105 PPDS I ILMU PENYAKIT SARAF UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PENDAHULUAN Dampak dari bioteknologi yang tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan perkebunan karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa, sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Quantitative Trait Loci (QTL) Pengertian QTL

TINJAUAN PUSTAKA. Quantitative Trait Loci (QTL) Pengertian QTL TINJAUAN PUSTAKA Quantitative Trait Loci (QTL) Pengertian QTL Dalam pemuliaan ternak akhir-akhir ini sering dibahas tentang istilah QTL. Banyak pernyataan diuraikan untuk menjelaskan istilah QTL, satu

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan

BAB I PENDAHULUAN. Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan produksi mangga Indonesia menempati posisi kedua setelah pisang. Pada tahun 2005, volume ekspor mangga

Lebih terperinci

QUANTITATIVE TRAIT LOCI MAPPING FOR TRAIT IN BINARY AND ORDINAL SCALE FARIT MOCHAMAD AFENDI

QUANTITATIVE TRAIT LOCI MAPPING FOR TRAIT IN BINARY AND ORDINAL SCALE FARIT MOCHAMAD AFENDI QUANTITATIVE TRAIT LOCI MAPPING FOR TRAIT IN BINARY AND ORDINAL SCALE FARIT MOCHAMAD AFENDI GRADUATE SCHOOL BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY BOGOR 2006 ABSTRACT FARIT MOCHAMAD AFENDI. Quantitative Trait Loci

Lebih terperinci

GENETIKA POPULASI DAN INTERAKSI GEN KELOMPOK VII KELAS B

GENETIKA POPULASI DAN INTERAKSI GEN KELOMPOK VII KELAS B GENETIKA POPULASI DAN INTERAKSI GEN KELOMPOK VII KELAS B Nanda Nelfitriza (1510422034), Nurtina Sakaliou (1510422036), Shelvia Jhonisra (1510422030), Zil Fadhilah Rahmah (1510422014) ABSTRAK Praktikum

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 78 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Kemajuan teknologi genomika telah membuka khasanah baru dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,6 % tahun -1, sehingga mendorong pemintaan pangan yang terus meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seleksi Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci

SILABUS DAN SAP MATA KULIAH DASAR-DASAR GENETIKA (AGT 6326) BOBOT: 3 (2/1) SKS SIFAT: WAJIB SEMESTER GANJIL (SMT III)

SILABUS DAN SAP MATA KULIAH DASAR-DASAR GENETIKA (AGT 6326) BOBOT: 3 (2/1) SKS SIFAT: WAJIB SEMESTER GANJIL (SMT III) 1 SILABUS DAN SAP MATA KULIAH DASAR-DASAR GENETIKA (AGT 6326) BOBOT: 3 (2/1) SKS SIFAT: WAJIB SEMESTER GANJIL (SMT III) PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

KERAGAMAN KUANTITATIF

KERAGAMAN KUANTITATIF KERAGAMAN KUANTITATIF Mayoritas sifat-sifat yang menarik dalam program pemuliaan hewan bervariasi secara kontinyu dalam arti bahwa hewan tersebut tidak dapat diklasifikasikan menjadi kelas-kelas yang berbeda.

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKUS GEN DALAM KROMOSOM TANAMAN DENGAN BANTUAN MARKA DNA Determination of Gene Locus in Plant Chromosomes with DNA Marker

PENENTUAN LOKUS GEN DALAM KROMOSOM TANAMAN DENGAN BANTUAN MARKA DNA Determination of Gene Locus in Plant Chromosomes with DNA Marker Penentuan J. Litbang lokus Pert. gen Vol. dalam 32 kromosom No. 2 Juni... 2013: (Reflinur...-... dan Puji Lestari) 177 PNNTUAN LOKUS GN DALAM KROMOSOM TANAMAN DNGAN BANTUAN MARKA DNA Determination of Gene

Lebih terperinci

Pengaruh satu gen Apabila terjadi interaksi antar alel pada gen tertentu, maka genotip dapat digunakan untuk menduga penotipnya. Apabila dapat diketah

Pengaruh satu gen Apabila terjadi interaksi antar alel pada gen tertentu, maka genotip dapat digunakan untuk menduga penotipnya. Apabila dapat diketah Pengaruh Faktor Genetik dan Lingkungan thd Sifat Kuantitatif Kuswanto, 2012 Pengaruh satu gen Apabila terjadi interaksi antar alel pada gen tertentu, maka genotip dapat digunakan untuk menduga penotipnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

THE EVOLUTION OF POPULATIONS

THE EVOLUTION OF POPULATIONS THE EVOLUTION OF POPULATIONS Priyambodo, M.Sc. priyambodo@fmipa.unila..ac.id UAS GENETIKA 14 Juni 2016 pukul 07.30 09.10 WIB di BI2.05 Materi: Regulasi Ekspresi Gen Dogma Sentral Biologi Regulasi Ekspresi

Lebih terperinci

Topik 9 Genetika Kuantitatif

Topik 9 Genetika Kuantitatif Topik 9 Genetika Kuantitatif 9.1. Sifat Kuantitatif Sejauh ini pembicaraan tentang suatu fenotipe diasumsikan menggambarkan fenotipenya. Fenotipe sifat-sifat demikian mudah dibedakan, misalnya wama kulit

Lebih terperinci

Analisis Marka RAPD yang Terpaut dengan Toleransi terhadap Naungan pada Kedelai. Analysis of RAPD Marker Linked to Shading Stress Tolerance of Soybean

Analisis Marka RAPD yang Terpaut dengan Toleransi terhadap Naungan pada Kedelai. Analysis of RAPD Marker Linked to Shading Stress Tolerance of Soybean Analisis Marka RAPD yang Terpaut dengan Toleransi terhadap Naungan pada Kedelai Analysis of RAPD Marker Linked to Shading Stress Tolerance of Soybean Desta Wirnas 1*, Didy Sopandie 1, Trikoesoemaningtyas

Lebih terperinci

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012 MK. GENETIKA (BIOLOGI SEM 4) Kuswandi* FMIPA UNY 2012 Email *: paramita@uny.ac.id 2 1. From Mendel to DNA 2. The double helix 3. Genomics 4. The impact of genetic engineering 5. Model organisms 6. The

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) MAKALAH SEMINAR UMUM ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) Disusun Oleh: MAHFUD NIM: 10/297477/PN/11918 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Prapto Yudhono, M.Sc. JURUSAN

Lebih terperinci

Prinsip hukum Mendel atau disebut sebagai Mendelian inheritance atau Mendelian genetic atau Mendelism adalah:

Prinsip hukum Mendel atau disebut sebagai Mendelian inheritance atau Mendelian genetic atau Mendelism adalah: Prinsip hukum Mendel Hukum Mendel I (Mendel s Law of Segregation) Hukum Mendel II (Mendel s Law of Independent Assortment) Hukum Mendel - 2 Gregor Mendel adalah rahib dari Austria. Melakukan sejumlah eksperimen

Lebih terperinci

Prinsip hukum Mendel atau disebut sebagai Mendelian inheritance atau Mendelian genetic atau Mendelism adalah:

Prinsip hukum Mendel atau disebut sebagai Mendelian inheritance atau Mendelian genetic atau Mendelism adalah: Prinsip hukum Mendel Hukum Mendel I (Mendel s Law of Segregation) Hukum Mendel II (Mendel s Law of Independent Assortment) Hukum Mendel - 2 Gregor Mendel adalah rahib dari Austria. Melakukan sejumlah eksperimen

Lebih terperinci

THE EVOLUTION OF POPULATIONS

THE EVOLUTION OF POPULATIONS THE EVOLUTION OF POPULATIONS Priyambodo, M.Sc. priyambodo@fmipa.unila..ac.id GENETIKA POPULASI Priyambodo, M.Sc. priyambodo@fmipa.unila..ac.id Genetika populasi Genetika populasi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

PEMILIHAN KARAKTER SELEKSI BERDASARKAN ANALISIS BIOMETRIK DAN MOLEKULER UNTUK MERAKIT KEDELAI TOLERAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH DESTA WIRNAS

PEMILIHAN KARAKTER SELEKSI BERDASARKAN ANALISIS BIOMETRIK DAN MOLEKULER UNTUK MERAKIT KEDELAI TOLERAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH DESTA WIRNAS PEMILIHAN KARAKTER SELEKSI BERDASARKAN ANALISIS BIOMETRIK DAN MOLEKULER UNTUK MERAKIT KEDELAI TOLERAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH DESTA WIRNAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRACT DESTA

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2 II. KOMPONEN VARIAN SIFAT KUANTITATIF Kuswanto, 2012 1.Statistik sifat kuantitatif Karena sifat kuantitatif akan membentuk distribusi kontinyu dari penotip, maka sifat-sifat tersebut dianalisis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan baik oleh masyarakat maupun lahan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

it is not the strongest of the species, nor the most intelligent, but the one most responsive to change

it is not the strongest of the species, nor the most intelligent, but the one most responsive to change it is not the strongest of the species, nor the most intelligent, but the one most responsive to change -Charles Darwin, 1809 https://www.goipeace.or.jp/en/work/essay-contest DEADLINE: Entries must be

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT

KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA Simple Sequence Repeats (SSR) ZULHERMANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

VI. PENGGUNAAN METODE STATISTIKA DALAM PEMULIAAN TANAMAN. Ir. Wayan Sudarka, M.P.

VI. PENGGUNAAN METODE STATISTIKA DALAM PEMULIAAN TANAMAN. Ir. Wayan Sudarka, M.P. VI. PENGGUNAAN METODE STATISTIKA DALAM PEMULIAAN TANAMAN Ir. Wayan Sudarka, M.P. 6.1. Pendahuluan Pemuliaan tanaman memerlukan bantuan statistika untuk menduga ragam dalam populasi awal ataupun populasi

Lebih terperinci

Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel

Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel Jurnal AgroBiogen 10(3):85-92 Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel CSSL Padi (Oryza sativa L.) dan Identifikasi Tanaman F 1 Mariana Susilowati 1,2, Panjisakti Basunanda 2, Wening Enggarini

Lebih terperinci

SILABUS. Deskripsi Mata Kuliah:

SILABUS. Deskripsi Mata Kuliah: SILABUS Silabus Perkuliahan : Genetika dan Evolusi Prodi : Pendidikan Biologi Jenjang : Kompetensi Ganda DEPAG Semester : 3 Jumlah SKS : 3 Dosen Pengampu : Diah Kusumawaty, S.Si,M.Si Drs. Riandi,M.Si Any

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis 2. PEWARISAN SIFAT A. SEJARAH PEWARISAN SIFAT Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia adalah orang yang pertama kali melakukan mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.

Lebih terperinci

Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung menggunakan marka RFLP

Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung menggunakan marka RFLP Jurnal 8 Bioteknologi Pertanian, Vol. 8, No. 1, 2003, pp. 8-14 Muhammad Azrai et al. Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung menggunakan marka RFLP Identification of

Lebih terperinci

POPULATION GENETICS: Animal Genetics

POPULATION GENETICS: Animal Genetics POPULATION GENETICS: Animal Genetics Is the study of the principles of inheritance in animals. Animal breeding is the application of the principles of animal genetics with the goal of improvement of animals.

Lebih terperinci

2014 STUDI KEKERABATAN FENETIK BEBERAPA JENIS TANAMAN SAWO

2014 STUDI KEKERABATAN FENETIK BEBERAPA JENIS TANAMAN SAWO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri khatulistiwa yang terdiri dari bentangan luas lautan dan sekitar 13.000 pulau-pulau yang berjajar dari ujung Sabang sampai Merauke. Iklim

Lebih terperinci

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Andri Rizki Aminulloh 13506033 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : 12.30 14.20 Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono ISI KONTRAK PERKULIAHAN DESKRIPSI TUJUAN STRATEGI MENGAJAR TUJUAN KOMPETENSI JUMLAH TATAP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

THE ROLE OF MOLECULAR MARKERS FOR CACAO GENETIC IMPROVEMENT

THE ROLE OF MOLECULAR MARKERS FOR CACAO GENETIC IMPROVEMENT PERAN MARKA MOLEKULER DALAM PERBAIKAN GENETIK TANAMAN KAKAO THE ROLE OF MOLECULAR MARKERS FOR CACAO GENETIC IMPROVEMENT Nur Kholilatul Izzah BALAI PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR Jalan Raya Pakuwon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA )

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA ) LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : 1506050090 KELOMPOK : III ( TIGA ) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2017

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) YANG TERKAIT KARAKTER MORFOLOGI DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN PADI DENGAN MARKA SSR LINA HERLINA

IDENTIFIKASI QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) YANG TERKAIT KARAKTER MORFOLOGI DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN PADI DENGAN MARKA SSR LINA HERLINA IDENTIFIKASI QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) YANG TERKAIT KARAKTER MORFOLOGI DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN PADI DENGAN MARKA SSR LINA HERLINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN

PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN ISSN: 1410-009 Agrin Vol. 1, No., Oktober 008 PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN Inheritance Pod Length Character

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN GENETIKA. BY Setyo Utomo

TINJAUAN GENETIKA. BY Setyo Utomo TINJAUAN GENETIKA BY Setyo Utomo PENGERTIAN : GENETIKA BERASAL DARI BAHASA YUNANI KUNO :GENETIKOS ATAU GENETIS YANG BERARTI ASLI MERUPAKAN DISIPLIN ILMU BAGIAN BIOLOGI YANG MEMPELAJARI TENTANG SIFAT- SIFAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Padi Gogo Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang khusus, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.

Lebih terperinci