3.1 Kerangka Pemikiran Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di era otonomi daerah terdiri dari: (1) Pendapatan; (2) Belanja; dan
|
|
- Widya Leony Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di era otonomi daerah terdiri dari: (1) Pendapatan; (2) Belanja; dan (3) Pembiayaan. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Komponen pendapatan daerah terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) Dana perimbangan; dan (3) Lain-lain pendapatan yang sah. Pada dana perimbangan di dalamnya terdapat dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan sumber utama pendapatan dari tiap-tiap daerah. Dengan demikian penerapan otonomi daerah mengakibatkan peningkatan pendapatan daerah (APBD) melalui dana perimbangan. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah terdiri dari belanja publik (pembangunan) dan belanja aparatur (rutin). Bedasarkan jenisnya, belanja daerah dirinci menjadi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial. Pembiyaan daerah adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pembiayaan merupakan transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah (Mardiasmo, 2002 : 187). Peningkatan pendapatan daerah akan meningkatkan belanja daerah. Peningkatan belanja daerah akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari adanya peningkatan pendapatan per kapita (PDRB per kapita) dan indeks pembangunan manusia. Di sisi lain rasio antara anggaran publik dan anggaran aparatur yang diukur melalui rasio aktifitas keuangan daerah juga dapat mempengaruhi tingkat
2 22 kesejahteraan masyarakat. Disamping itu penerapan otonomi daerah dan pemekaran wilayah, selain dapat meningkatkan anggaran pendapatan daerah juga dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang diakibatkan oleh peningkatan pendapatan daerah (APBD). Hasil analisis pengaruh belanja aparatur dan belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui indikator PDRB per kapita dan IPM selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan strategi alokasi belanja aparatur dan belanja publik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Strategi tersebut, selanjutnya dijadikan sebagai feedback bagi penyusunan APBD berikutnya. Kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas dapat diringkas dalam diagram alir (Gambar 8) sebagai berikut : APBD Pendapatan Belanja Pembiayaan Otda dan Pemekaran Wilayah Aparatur Publik Rasio Aktifitas KESEJAHTERAAN PDRB per kapita IPM SRATEGI ALOKASI BELANJA Gambar 8. Kerangka Pikir Kajian Strategi Alokasi Belanja Daerah untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat 3.2 Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi pelaksanaan kajian Strategi Alokasi Anggaran Belanja Publik untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi kajian di tempat ini didasarkan
3 23 pada pertimbangan bahwa peneliti bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Pemda Kota Bekasi dan bertempat tinggal di Kota Bekasi. Pelaksanaan kajian direncanakan selama empat bulan mulai dari bulan Agustus 2006 sampai dengan bulan Nopember Metode Penelitian Sasaran Penelitian Unit analisis yang menjadi sasaran penelitian adalah Pemerintah Daerah Kota Bekasi dengan sasaran kajian : Bappeda, Dinas Pendapatan Daerah, Bagian Keuangan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Kantor BPS. Aspek yang dikaji meliputi : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pendapatan per kapita (PDRB per kapita) per tahun berdasarkan harga konstan tahun 1993 dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Metode Pengumpulan Data Untuk mencapai tujuan kajian, maka data yang digunakan adalah data sekunder tingkat Kota Bekasi dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2004 dan tahun Jenis data sekunder yang dibutuhkan dalam kajian ini, sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.
4 24 Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Sekunder Bahan Kajian Alokasi Anggaran Belanja untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat No Jenis Data Karakteristik Data Periode Data Sumber Data 1 PDRB PDRB berdasarkan BPS Kota Harga Berlaku dan Bekasi, BPS Harga konstan 1993 Kab. Bekasi, Bappeda Kota Bekasi. 2 Jumlah Penduduk BPS Kota Penduduk pertengahan tahun Bekasi, BPS Kab. Bekasi 3 PDRB per PDRB per Kapita BPS Kota Kapita berdasarkan Harga Bekasi, Berlaku dan Bappeda Kota Harga konstan 1993 Bekasi. 4 APBD Belanja aparatur BPS Kota (rutin) dan Belanja dan tahun Bekasi, BPS publik Kab. Bekasi, Bappeda Kota Bekasi. 5 IPM Komponen IPM BPS Kota Indeks Pendidikan, Bekasi, Indeks Kesehatan, Bappeda Kota dan Indeks Daya Beli Bekasi. masyarakat. Selain data sekunder kajian ini juga menggunakan data primer berupa hasil angket Ekstenal Faktors Analysis (EFA) dan Internal Faktors Analysis (IFA) yang diperoleh dari Stakeholders pembangunan di Kota Bekasi. Stakeholders pembangunan tersebut terdiri dari unsur Pemerintah Daerah Kota Bekasi (Bappeda, Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan), Panitia anggaran DPRD Kota Bekasi, unsur masyarakat/lsm, unsur swasta/kadin/pelaku usaha dan unsur perguruan tinggi yang ada di Kota Bekasi.
5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data kajian strategi alokasi belanja publik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tolok ukur pendapatan per kapita (PDRB per kapita) dan indeks pembangunan manusia menggunakan metode analisis kuantitatif yaitu analisis ekonometrika. Ekonometrika secara harfiah berarti pengukuran ekonomi (Widarjono, 2005 : 3). Ekonometrika dapat menjelaskan seberapa besar pengaruh belanja pemerintah daerah sebagai variabel dependen terhadap kesejahteraan masyarakat sebagai variabel independen. Untuk menjawab pertanyaan utama yaitu penyusunan strategi/rancangan program, metode analisis yang digunakan adalah analisis situasi. Analisis ini menggunakan data-data faktor internal sebagai kekuatan dan kelemahan (strength and weakness) dan faktor ekstenal sebagai peluang dan tantangan (opportunity and treath ). Metode pengolahan dan analisis data kajian untuk menjawab tujuan penelitian tersaji dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Kaitan Antara Tujuan, Data dan Metode Analisis No Tujuan Data Metode analisis 1 Menganalisis pengaruh APBD terhadap pendapatan per kapita. 2 Menganalisis pengaruh otonomi daerah terhadap pendapatan per kapita 3 Menganalisis pengaruh pemekaran wilayah terhadap pendapatan per kapita 4 Mengkaji rasio alokasi belanja aparatur dan belanja publik. Belanja publik, Belanja aparatur, PDRB per kapita PDRB per kapita, otonomi daerah (dummy factor) PDRB per kapita, pemekaran wilayah (dummy factor Belanja publik, Belanja aparatur, APBD Ekonometrika (Regresi dan Elastisitas) Ekonometrika (Regresi dan Elastisitas) Ekonometrika (Regresi dan Elastisitas) Deskriptif dan Kuantitatif
6 26 Lanjutan Tabel 5. No Tujuan Data Metode analisis 5 Menganalisis pengaruh APBD terhadap Indeks Pembangunan Manusia 6 Srategi alokasi belanja publik untuk Peningkatan kesejahteraan masyarakat Belanja publik, Belanja aparatur, IPM KSF, Faktor Internal (kekuatan, kelemahan). Faktor Eksternal (Peluang, Tantangan) Ekonometrika (Regresi) Analisis Situasi (SWOT) PDRB Per Kapita Sebagai Fungsi dari Belanja Publik dan Belanja Aparatur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai fungsi dari belanja publik dan belanja aparatur pemerintah daerah dapat ditunjukkan pada persamaan (1) PDRB Perkapita t = ß 0 + ß 1 Belanja Publik t + ß 2 Belanja Aparatur t + ß 3 D 1t + ß 4 D 2t+ e t... (1) Dimana : PDRB Perkapita t Belanja Publik t Belanja Aparatur t ß i ; i = 1,2,3 D 1t D 2t e t = Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Tahun ke-t. = Belanja Publik Tahun ke-t. = Belanja Aparatur Tahun ke-t. = Parameter regresi. = Variabel boneka (dummy) untuk menangkap pengaruh penerapan otonomi daerah, D 1t = 1 untuk tahun dan D 1t = 0 untuk tahun = Variabel boneka (dummy) untuk menangkap pengaruh pemekaran wilayah, D 2t = 1 untuk tahun dan D 2t = 0 untuk tahun = Error Term
7 27 Terlihat dari persamaan (1) bahwa PDRB per kapita disusun sebagai fungsi dari belanja publik dan belanja aparatur. Spesifikasi tersebut disusun dengan alasan bahwa komponen utama belanja pemerintah daerah adalah belanja publik dan belanja aparatur yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, sedangkan PDRB perkapita merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Penerapan otonomi daerah dan pemekaran wilayah dijadikan sebagai variabel boneka (dummy) masingmasing untuk menangkap pengaruh penerapan otonomi daerah yang mulai diterapkan pada tahun 2001 dan pemekaran wilayah yang mulai terjadi pada tahun Pemekaran wilayah Kota Bekasi dari Kabupaten Bekasi berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Namun penyelenggaraan pemerintahan Kotamadya Bekasi secara efektif pelaksanaannya mulai tahun Wilayah Kabupaten Bekasi sebelum dimekarkan terdiri dari 22 kecamatan dengan luas wilayah hektar. Sedangkan wilayah Kotamadya Bekasi terdiri dari empat kecamatan eks- Kota Administratif (Kotif) Bekasi yaitu Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur dan Bekasi Utara serta tiga kecamatan lainnya yakni Kecamatan Pondokgede, Jatiasih, dan Bantargebang dengan luas wilayah hektar. Dengan adanya pemekaran wilayah maka potensi ekonomi dari Kabupten Bekasi yang meliputi PAD, dana bagi hasil dan penerimaan daerah lainnya menjadi berkurang. Sebaliknya bagi Kotamadya Bekasi (selanjutnya menjadi Kota Bekasi) adanya pemekaran wilayah merupakan awal dari kepemilikan dan pengelolaan potensi ekonomi wilayah secara mandiri untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan bahwa ß 1 > 0, ß 2 > 0, ß 3 > 0 dan ß 4 > 0, artinya peningkatan belanja publik dan belanja aparatur dapat memicu peningkatan output (PDRB per kapita /kesejahteraan masyarakat). Begitu juga penerapan otonomi daerah dan pemekaran wilayah diharapkan dapat mendongkrak p eningkatan kesejahteraan masyarakat.
8 28 Belanja publik dan belanja aparatur yang digunakan dalam analisis PDRB per Kapita (kesejahteraan masyarakat) ini menggunakan belanja publik riil dan belanja aparatur riil. Belanja publik riil diperoleh dari hasil perkalian antara belanja publik dengan indeks deflator. Begitu juga belanja aparatur riil merupakan hasil dari perkalian antara belanja aparatur dan indeks deflator. Indeks deflator diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB berdasarkan harga konstan 1993 dan PDRB berdasarkan harga berlaku. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sofware Microsoft Excel. Elastisitas belanja aparatur dan belanja publik terhadap PDRB per Kapita adalah persentase perubahan PDRB per Kapita dibagi perubahan belanja aparatur dan belanja publik. Analisis yang digunakan untuk mengetahui besarnya elastisitas ditunjukkan pada persamaan (2 dan 3).? = ß 1 x (Rata -rata Belanja Publik / Rata-rata PDRB per Kapita)... (2) Dimana :? = Elastisitas Belanja Publik Terhadap PDRB per Kapita. ß 1 = Koefisien Regresi Belanja Publik. Rata-rata Belanja Publik = Periode tahun Rata-Rata PDRB per Kapita = Periode tahun ? = ß 2 x (Rata -rata Belanja Aparatur / Rata-rata PDRB per Kapita)...(3) Dimana :? = Elastisitas Belanja Aparatur Terhadap PDRB per Kapita.? 2 = Koefisien Regresi Belanja Aparatur. Rata-rata Belanja Aparatur = Periode tahun Rata-Rata PDRB per Kapita = Periode tahun Diharapkan bahwa? > 1 artinya Elastisitas belanja publik dan belanja aparatur bersifat elastis. Semakin elastis maka pengaruh
9 29 perubahan belanja publik dan belanja aparatur terhadap PDRB per kapita semakin besar Indeks Pembangunan Manusia Sebagai Fungsi dari Belanja Pemerintah Daerah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indeks komposit dari indikator pendidikan, kesehatan, dan daya beli sebagai fungsi dari belanja pemerintah daerah (APBD) yang terdiri dari belanja publik dan belanja aparatur dapat ditunjukkan pada persamaan (4). IPM t = ß 0 + ß 1 Belanja Publik t-1 + ß 2 Belanja Aparatur t-1 + ß 3 D t+ e t... (4) Dimana : IPM t Belanja Publik t-1 Belanja Aparatur t-1 ß i ; i = 1,2,3 D t e t = Indeks Pembangunan Manusia Tahun ke-t. = Belanja Publik Tahun ke t-1. = Belanja Aparatur Tahun ke t-1. = Parameter regresi. = Variabel boneka (dummy) untuk menangkap pengaruh penerapan otonomi daerah, D t = 1 untuk tahun dan D t = 0 untuk tahun = Error Term Terlihat dari persamaan (3) bahwa IPM disusun sebagai fungsi dari APBD. Spesifikasi tersebut disusun dengan alasan bahwa IPM merupakan indikator yang bersifat agregat dan akumulatif antara dimensi kesehatan, pendidikan dan kemampuan daya beli sehingga pengukurannya tidak dapat dilakukan pada tahun yang bersangkutan, tetapi pada tahun berikutnya (t-1) hal ini sejalan dengan perbandingan pola pertumbuhan APBD riil dan IPM (Gambar 2) yang memiliki pola pertumbuhan yang sama tetapi pada kurun waktu yang berbeda (t-1). Argumen berikutnya adalah bahwa belanja pemerintah daerah (APBD) baik belanja publik maupun belanja aparatur akan mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baik dari indikator indeks pendidikan, kesehatan maupun kemampuan daya beli masyarakat. Penerapan
10 30 otonomi daerah dijadikan sebagai variabel boneka (dummy) untuk menangkap pengaruh penerapan otonomi daerah yang mulai diterapkan pada tahun Diharapkan bahwa ß 1 > 0, ß 2 > 0 dan ß 3 > 0, artinya peningkatan belanja pemerintah daerah (APBD), baik belanja publik maupun belanja aparatur dapat memicu peningkatan output (IPM) dan penerapan otonomi daerah juga dapat mendongkrak peningkatan IPM. Belanja publik dan belanja aparatur yang digunakan dalam analisis IPM ini menggunakan belanja publik riil dan belanja aparatur riil. Belanja publik riil diperoleh dari hasil perkalian antara belanja publik dengan indeks deflator. Begitu juga belanja aparatur riil merupakan hasil dari perkalian antara belanja aparatur dan indeks deflator. Indeks deflator diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB berdasarkan harga konstan 1993 dan PDRB berdasarkan harga berlaku. Pengolahan data menggunakan sofware Microsoft Excel. Elastisitas belanja aparatur dan belanja publik terhadap IPM adalah persentase perubahan IPM dibagi perubahan belanja aparatur dan belanja publik. Analisis yang digunakan untuk mengetahui besarnya elastisitas ditunjukkan pada persamaan (5 dan 6).? = ß 1 x (Rata -rata Belanja Publik / Rata-rata IPM)... (5) Dimana :? = Elastisitas Belanja Publik Terhadap IPM. ß 1 = Koefisien Regresi Belanja Publik. Rata-rata Belanja Publik = Periode tahun Rata-Rata IPM = Periode tahun ? = ß 2 x (Rata -rata Belanja Aparatur / Rata-rata IPM)... (6) Dimana :? = Elastisitas Belanja Aparatur Terhadap IPM.? 2 = Koefisien Regresi Belanja Aparatur.
11 31 Rata-rata Belanja Aparatur = Periode tahun Rata-Rata IPM = Periode tahun Diharapkan bahwa? > 1 artinya Elastisitas belanja publik dan belanja aparatur bersifat elastis. Semakin elastis maka pengaruh perubahan belanja publik dan belanja aparatur terhadap IPM semakin besar Rasio Alokasi Belanja Aparatur dan Belanja Publik Rasio alokasi belanja aparatur dan belanja publik yang dikenal dengan rasio keserasian ditunjukkan pada persamaan (7a dan 7b). Rasio Belanja Aparatur terhadap APBD = Total Belanja Aparatur... (7a) Total APBD Rasio Belanja Publik terhadap APBD = Total Belanja Publik... (7b) Total APBD Rasio di atas menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dana untuk belanja publik maupun belanja aparatur secara optimal. Semakin tinggi rasio belanja apratur terhadap APBD, maka semakin kecil dana yang dipergunakan untuk pembangunan ekonomi wilayah dan akan semakin kecil dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Hakim, 2006 : 28). Sebaliknya, semakin kecil rasio belanja apratur terhadap APBD, maka semakin besar dana yang dipergunakan untuk pembangunan ekonomi wilayah dan akan semakin besar pula dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Diharapkan bahwa prersentase rasio belanja aparatur cenderung semakin kecil dan rasio belanja publik semakin meningkat sehingga alokasi dana untuk pembangunan ekonomi wilayah akan semakin besar dan
12 32 dampaknya terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat cenderung semakin tinggi Metode Perancangan Program Perancangan program merupakan bagian dari kegiatan kajian strategi alokasi belanja aparatur dan belanja publik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Data-data hasil analisis pengaruh belanja aparatur dan belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui indikator PDRB per kapita dan IPM selanjutnya dikomunikasikan kepada stakeholders untuk bersama-sama menyusun rancangan program yang aplikatif. Metode analisis yang digunakan adalah analisis situasi. Analisis situasi adalah kegiatan untuk menemukan gambaran kondisi lingkungan internal-eksternal yang berpengaruh terhadap organisasi dan kemudian melakukan analisis terhadapnya sehingga dapat ditentukan apakah kondisi tersebut merupakan kekuatan, kelemahan, peluang atau ancaman (Tripomo dan Udan, 2005:88). Secara umum tahapan analisis situasi terdiri dari : (1) Identifikasi faktor kunci keberhasilan (key success factors/ksf); (2) Identifikasi situasi internal dan eksternal; dan (3) Analisis SWOT. Key success factors (KSF) adalah faktor-faktor internal organisasi (sumberdaya dan kompetensi) yang paling kritis atau yang paling penting yang mungkin digunakan oleh suatu organisasi sebagai alat utama untuk menangani peluang dan ancaman agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan (meningkatkan posisi persaingan). KSF potensial yang telah teridentifikasi selanjutnya jumlahnya dibatasi agar organisasi dapat mengkonsentrasikan usahanya pada beberapa hal yang benar-benar berpengaruh besar pada keberhasilan organisasi. KSF terpilih kemudian diberikan skor/pembobotan untuk menetapkan ranking besarnya pengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Identifikasi situasi internal dan eksternal bukanlah kegiatan untuk menetapkan kekuatan, kelemahan, peluang atau anacaman tetapi kegiatan yang hanya sampai memberikan deskripsi. Indentifikasi situasi
13 33 eksternal merupakan kegaitan analisis untuk menentukan isu-isu strategis dan indentifikasi situasi internal dipergunakan untuk mengetahui situasi internal yang penting (isu internal) saat ini. Analisis SWOT adalah penilaian (assessment) terhadap hasil identifikasi situasi, untuk menentukan apakah suatu kondisi dikategorikan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang atau ancaman. Kekuatan (strength) adalah situasi internal organisasi yang berupa kompetensi/ kapabilitas/sumberdaya yang dimiliki organisasi yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk menangani peluang dan ancaman. Kelemahan (weakness) adalah situasi internal organisasi dimana kompetensi/ kapabilitas/sumberdaya organisasi sulit digunakan untuk menangani kesempatan dan ancaman. Peluang (opportunity) adalah situasi eksternal organisasi yang berpotensi menguntungkan. Ancaman (threat) adalah suatu keadaan eksternal organisasi yang berpotensi menimbulkan kesulitan. Dalam analisis SWOT penentuan pembobotan/score faktor internal baik sebagai faktor kekuatan maupun kelemahan ditentukan bersamasama oleh stakeholders. Begitu juga untuk menentukan pembobotan/score faktor eksternal baik sebagai faktor peluang maupun tantangan ditentukan bersama-sama oleh stakeholders. Stakeholders yang terlibat dalam penyusunan perancangan program ini terdiri dari unsur Pemerintah Daerah Kota Bekasi (Bappeda 5 orang, Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi 2 orang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1 orang, Dinas Pendidikan 2 orang, dan Dinas Kesehatan 1 orang), unsur DPRD Kota Bekasi 4 orang, unsur masyarakat/lsm 2 orang, unsur swasta/kadin/pelaku usaha 1 orang dan unsur perguruan tinggi yang ada di Kota Bekasi 3 orang. Jumlah stakeholders yang terlibat dalam penyusunan perancangan program sebanyak 21 orang. Unsur Pemerintah Kota Bekasi yang akan dijadikan sebagai responden analisis SWOT adalah para kepala SKPD atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala SKPD. Hasil analisis SWOT tersebut, selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rancangan program untuk peningkatan
14 34 kesejahteraan masyarakat yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kota Bekasi. Mekanisme penyusunan rancangan program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja publik dipaparkan dalam Gambar 9. REGRESI Hasil Analisis Regresi dan Elastisitas ANALISIS SWOT Hasil Analisis SWOT dari IFA dan EFA (Hasil Analisis Regresi, Analisis Rasio Aktifitas dan Hasil Pengamatan Lapangan) STRATEGI/ PROGRAM Strategi/Program yang akan direkomendasikan TUJUAN Kesejahteraan Masyarakat RASIO AKTIFITAS HasilAnalisis Alokasi Belanja Gambar 9. Mekanisme Penyusunan Rancangan Program Gambar 9 menunjukkan hasil analisis regresi pengaruh belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat dan hasil analisis alokasi belanja publik periode tahun dan tahun selanjutnya dimasukkan sebagai IFA (Internal Factors Analysis) dan EFA (External Factors Analysis). Kedua faktor tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan SWOT dengan melibatkan stakeholders. Dari hasil analisis SWOT tersebut diperoleh strategi/program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah Kota Bekasi.
V. RANCANGAN PROGRAM
V. RANCANGAN PROGRAM 5.1 Identifikasi Faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors/KSF) Identifikasi KSF dilakukan dengan cara menyusun daftar KSF potensial yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciSTRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN
STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA PENDAPATAN BELANJA PEMBIAYAAN. Gambar 3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Lebih terperinciAnalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana
Lebih terperinciBAB III METODE KAJIAN
BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi
Lebih terperinciRANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit
Lebih terperinciBAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD
BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten
36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Definisi Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri
Lebih terperinci1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah
PAPARAN MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 Bekasi, 18 Maret 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI PENDAHULUAN RENCANA KERJA PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB IV METODA PENELITIAN
BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD
22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciLampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (Juta Rupiah).
Lampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Lampung Tahun 1996-2012 (Juta Rupiah). KAB/KOTA 1996 1997 1998 1999 2000 LAMPUNG BARAT 216,288.15 228,209 240,651 254,944 269,325.00 LAMPUNG SELATAN 959,282.71
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otonomi daerah yang berarti bahwa daerah memiliki hak penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri
Lebih terperinciKAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK
KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul kajian Pengaruh Belanja Daerah Terhadap
Lebih terperinciD A F T A R I S I Halaman
D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)
GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) Disampaikan dalam Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD Kab. Gunungkidul 2016-2021 RABU, 6 APRIL 2016 OUT LINE REALISASI (2011 2015) a. Pendapatan
Lebih terperinciKabupaten / Kota PE(%)* DAU (Rp) ** DAK (Rp) ** PAD (Rp) **
125 Lampiran 1 Data Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daearah, dan Belanja Modal di Pemerintah Daerah Se-Eks Karesidenan Madiun Tahun 2007-2014 NO Tahun 1 2007
Lebih terperinciANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*
ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dan banyak provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, kecamatan, kelurahan dan dibagi
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciSTRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN
STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh dan Kementrian Keuangan Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada kenyataannya selama ini pembangunan hanya ditunjukan untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan pemerintah, hal ini ditandai dengan diberlakukannya otonomi daerah yang sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Prospek Keuangan Daerah Tinjauan terhadap kondisi keuangan daerah akan dilakukan, baik dari aspek pendapatan, aspek belanja maupun aspek pembiayaan. Selanjutnya,
Lebih terperinciPENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH DAERAH
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
Lebih terperinci8.1. Keuangan Daerah APBD
S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang dibangun melalui pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kemakmuran masyarakat dapat diukur dari pertumbuhan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengertian yang disampaikan oleh Sadono Sukirno. Menurutnya, pertumbuhan
Lebih terperinciFAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2016
PENGARUH APBD TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA TANGERANG TAHUN 2012-2014 Nama : SARTIKA LESTARI NPM : 28213285 Jurusan : AKUNTANSI Pembimbing : HARYONO, SE., MM. FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP KESIMPULAN
BAB VII PENUTUP KESIMPULAN Pencapaian kinerja pembangunan Kabupaten Bogor pada tahun anggaran 2012 telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari sejumlah capaian kinerja dari indikator
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat
Lebih terperinciVII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN
102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciKebijakan Alokasi Anggaran Kabupaten Kepulauan Selayar
Kebijakan Alokasi Anggaran Kabupaten Kepulauan Selayar Amin Rois Sinung Nugroho, S.ST, 8 Oktober 2012 1 of 15 Otonomi Daerah UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 25/1999 tentang Perimbangan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN
8-1 BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8.1. Pendapatan Daerah 8.1.1. Permasalahan Lambatnya perkembangan pembangunan Provinsi Papua Barat saat ini merupakan dampak dari kebijakan masa lalu yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 8 1.3. Tujuan Penelitian...
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Tegal yang merupakan salah satu kotamadya dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota Tegal merupakan daerah yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat
Lebih terperinciINNEL ROSA APRINELITA FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH INNEL ROSA APRINELITA 21209775 FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI LATAR BELAKANG UU No.22 tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menganalisis pengaruh keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Peneliti
Lebih terperinciBAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan
BAB I 1.1 Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan undang undang membawa konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN
ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2011-2013 WIRMIE EKA PUTRA*) CORIYATI**) *) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi **) Alumni
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B
ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA, SEMARANG, DAN SURAKARTA TAHUN 2001-2006 SKRIPSI Disusun dan diajukan Guna Memenuhi Tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan (atau pendapatan) dimasa yang akan datang. Umumnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan penerimaan (atau pendapatan) dimasa yang akan datang. Umumnya disusun untuk satu tahun. Di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah terjadi
Lebih terperinciNOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT
NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH NOMOR : 178/238/DPRD/2016 NOMOR : 910/205/Bappeda/2016 TANGGAL : 28 Juli 2016 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki
Lebih terperinciHasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa
BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah dari perekonomian dalam suatu negara adalah masalah pertumbuhan ekonomi dengan jangka waktu yang cukup lama. Perkembangan perekonomian diukur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Lebih terperinciM. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri
ANALISIS PENGALOKASIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA
Lebih terperinciAPBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018
APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 1. Tema pembangunan tahun 2018 : Meningkatnya Pelayanan Publik yang Berkualitas Menuju Kota Yogyakarta yang Mandiri dan Sejahtera Berlandaskan Semangat Segoro Amarto.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI KAJIAN
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
Lebih terperinciBAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap
BAB I PENDHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang mendapat perhatian sampai saat ini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap hubungan
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2003-2011) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk
Lebih terperinci