BAB 2. Tinjauan Pustaka
|
|
- Erlin Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Tipe Kepribadian A Tipe kepribadian A memiliki hubungan dengan bagaimana orang-orang biasanya menghadapi tantangan dalam hidup mereka serta bagaimana orang tersebut dalam merespon stress (Aronson, Wilson, & Akert, 2007). Pola perilaku kepribadian A, merupakan kombinasi dari tindakan emosional dengan "upaya ekstrim" untuk mencapai nilai yang tinggi dalam hidup dalam waktu sesingkat mungkin. (Motalebi, Sattari, & Naemi, 2012). Tipe A dikatakan memiliki sifat tergesa-gesa, tidak sabar, impulsif, waspada berlebihan, memiliki potensi untuk bersikap bermusuhan, dan sangat tegang (Friedman & Schustack, 2006). Tipe Kepribadian A didefinisikan sebagai suatu pola sikap meliputi ketidaksabaran, kompetitif, bermusuhan dan kecenderungan untuk mencari tantangan dengan level tinggi dalam suatu pekerjaan (Baron & Greenberg, 1990) Ciri- Ciri Tipe Kepribadian A Menurut Friedman dan Roseman karakteristik dari individu dengan Kepribadian A yaitu (Kalengka, 2007) ; 1. Merasa bahwa waktu yang ada tidak mencukupi untuk menyelesaikan semua pekerjaan, sehingga harus berlomba-lomba dengan waktu dan bahkan seringkali tidak perduli jika terpaksa menyinggung orang lain. 2. Memiliki agresifitas yang tinggi yang seringkali menyebaka permusuhan, mudah kehilangan kesabaran, memiliki rasa kompetisi yang tinggi sehingga seringkali menganggap sesuaatu sebagai perlombaan, tidak dapat bersantai dan menikmati waktu. 3. Memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi yang meyebakan individu dengan kecenderungan tipe kepribadian A menciptakn tujuan yang tinggi dan seringkali tidak realistik. 4. Memiliki bentuk perilaku polifisik yang melibatkan beberapa pekerjaan berbeda pada satu waktu. 7
2 Kakteristik Tipe Kepribadian A Karakteristik Tipe Kepribadian A adalah cenderung mempunyai semangat bersaing yang tinggi dan ambisius, berbicara dengan cepat, suka menyela pembicaraan orang lain dan sering terperangkap dalam kemarahan yang luar biasa, orang yang kompetitif dan agresif. karakteristik lain dari Tipe Kepribadian A adalah, keinginan untuk bekerja sendiri, ambisi dan perfeksionisme ekstrim, tidak sabar dan mudah marah (Motalebi, Sattari, & Naemi, 2012) Dampak Tipe Kepribadian A Berikut ini adalah dampak dari kecenderungan Tipe Kepribadian A (Baron & Greenberg, 1990); 1. Dampak Bagi Kesehatan Penelitian menemukan indikasi bahwa individu dengan kecenderungan tipe kepribadian A lebih dari dua kali kemungkinan mengalami serangan jantung serius. 2. Dampak Bagi Hubungan Interpersonal Pertama, individu dengan Tipe Kepribadian A slalu merasa dikejar-kejar waktu sehingga cenderung menjadi tidak sabar terhadap orang lain. Kedua, saat dihadapkan pada pilihan, individu dengan Tipe Kepribadian A lebih memilih untuk bekerja secara individual dibandingkan dalam tim. Ketiga, individu dengan Tipe Kepribadian A lebih mudah marah dan agresif. Selain itu, Tipe Kepribadian A sangat kompetitif dan memiliki gaya hidup yang tidak bisa santai. 3. Dampak Bagi Performa Dengan sikap kerja kompetitif dan sangat aktif yang ditunjukan oleh individu dengan Tipe Kepribadian A, maka beralasan untuk menerima bahwa individu tersebut biasanya bekerja lebih keras untuk mencapai keberhasilan.
3 9 4. Dampak Terhadap Stres Saat menghadapi kondisi yang menekan, indvidu dengan Tipe Kepribadian A menunjukan pertambahan yang besar pada physiological arousal (misalnya, tekanan darah, detak jantung). Selain itu, individu dengan kecenderungan Tipe Kepribadian A lebih mudah meyerah dan merasa tidak tertolong ketika dikonfontasi dengan situasi stres tertentu yang tidak dapat dikontrolnya Teori Preferensi untuk Konsistensi Preference for Consistency (PFC) adalah mengenai perbedaan indivdu dalam preferensi untuk konsisten. Penulis berasumsi bahwa preferensi untuk konsistensi akan mendorong individu untuk mempertahankan posisi asli mereka dan menghalangi untuk dapat terpengaruh oleh hal lain. Secara khusus, jika seseorang individu ingin menganggap diri mereka dapat diprediksi dan stabil, disebut preferensi untuk konsistensi. Jika mereka bertindak membantu pada satu waktu, mereka akan merasa bahwa mereka akan bertindak membantu di lain waktu (Guadagno, Asher, Demaine, & Cialdini, 2001) Tiga bentuk preferensi untuk konsistensi Tiga bentuk preferensi untuk konsistensi dibedakan menjadi (Cialdini, Trost, & Newsom, 1995).; 1. Internal consistency Internal consistency mengacu pada kebutuhan untuk memastikan bahwa nilai-nilai pribadi, sikap, dan keyakinan yang konsisten satu sama lain. 2. Public consistency Public consistecy mengacu pada keinginan untuk tampil konsisten untuk orang lain. 3. Other Consistency Other Consistency menggambarkan kebutuhan untuk melihat orang lain yang konsisten juga.
4 Hal yang mendasari terjadinya Terdapat beberapa hal-hal yang mendasari terjadinya Preference for Consistency (PFC). Yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut; 1. Motivasi untuk mengatur keadaan negatif Preferensi untuk konsistensi sebagian mencerminkan kebutuhan untuk mengatur atau menghindari keadaan yang tidak menyenangkan (Brown, Asher, & Cialdini, 2005). Artinya, inkonsistensi tampaknya untuk meningkatkan gairah (Elkin & Leippe, 1986), dan gairah ini tidak menyenangkan (Losch & Cacioppo, 1990). Dengan demikian, preferensi untuk konsistensi mungkin mewakili keinginan untuk meminimalkan keadaan yang tidak menyenangkan. 2. Pengalaman dalam keadaan negatif Pengalaman terhadap keadaan negatif juga dapat meningkatkan preferensi untuk konsistensi. Artinya, ketika individu mengalami keadaan negatif, mereka termotivasi untuk mengatur perasaan buruk ini. Sebuah preferensi untuk konsistensi mungkin menimbulkan perilaku yang memancing emosi tidak menyenangkan. Dengan demikian, pengalaman emosi negatif mungkin sering menimbulkan preferensi untuk konsistensi (Brown,Asher,&Cialdini,2005). 3. Umur Preferensi untuk konsistensi juga tampaknya meningkat dengan usia. Brown, Asyer, dan Cialdini (2005) menunjukkan terdapat korelasi antara preferensi untuk konsistensi dan berdasarkan temuan adalah usia 23 tahun. Hubungan antara preferensi untuk konsistensi dan usia dapat berasal teori selektivitas sosioemosional (Carstensen, 1993). Menurut teori ini, sebagai individu tumbuh dewasa, mereka menjadi lebih sadar bahwa waktu terbatas. Motivasi utama mereka adalah untuk meningkatkan keadaan dan hubungan emosional mereka daripada mencari pengetahuan dan pertumbuhan. Regulasi emosional menjadi tujuan yang lebih menonjol.
5 11 Dengan demikian, orang yang lebih tua mungkin mencari preferensi untuk konsistensi, karena kontradiksi dalam kognisi mereka menghalangi tujuan ini untuk mempertahankan keadaan emosional yang positif. Atau, orang yang lebih tua juga mungkin mengalami lebih menjengkelkan atau menyedihkan peristiwa, karena kendala fisik (Heckhausen & Schulz, 1995), penurunan kognitif (Salthouse, 1991), atau kematian keluarga dekat dan teman-teman (Carstensen, 1995). Peristiwa negatif mungkin memunculkan kebutuhan untuk mengekang emosi yang tidak menyenangkan. Preferensi untuk konsistensi mungkin mewakili upaya untuk memenuhi kebutuhan ini (Brown, Asher, & Cialdini, 2005) Rasa Bersalah Berdasarkan pandangan perilaku diri (self-behavior) oleh Tracy dan Robins (Cohen, Wolf, Panter, & Insko, 2011). Rasa Bersalah (Guilt) muncul ketika seseorang membuat atribusi internal mengenai perlilaku spesifik yang tidak sesuai dengan perilakunya sehingga merujuk pada munculnya perasaan negatif mengenai perilaku yang dilakukan. Pandangan lain yang turut mengulas Rasa Bersalah (Guilt) adalah pandangan umum-pribadi (public-private) yang ditemukan oleh Combs, Campbell, Jackson dan Smith (dalam Cohen et al., 2011). Pandangan ini melandaskan pandangan antropologi dalam pembahasannya. Menurut pandangan ini, perasaan bersalah diasosiasikan dengan keyakinan pribadi bahwa telah melakukan kesalahan atau telah berperilaku melanggar norma dan bertenangan dengan hati nuraninya. Guilt, memberikan pernyataan seperti, seburuk apa setelah melakukan pelanggaran?. Guilt akan menimbulkan penyesalan dan negative behavioral evaluation. Dilanjutkan dengan repair action (Cohen, Wolf, Panter, & Insko, 2011) Faktor yang Menentukan Kecenderungan Rasa Bersalah. Tangney dan Dearing (dalam Cohen et al., 2011), memaparkan kepribadian merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kecenderungan munculnya rasa Bersalah.
6 Dampak Dari Kecenderungan Rasa Bersalah Kecenderungan rasa bersalah merupakan bagian dari emosi moral. Emosi moral merupakan emosi yang mendorong individu untuk menampilkan perilaku melanggar norma dan aturan yang berlaku. Munculnya perasaan bersalah lebih dimanifestasikan berasal dari diri sendiri. Kecenderungan rasa bersalah dapat muncul ketika individu melakukan kesalahan, walupun kesalahan ini belum terungkap oleh pihak luar. Berti, Garattoni, dan Ventruini (dalam Eyre, 2004) berpendapat bahwa bentuk dari munculnya perasaan bersalah dapat terlihat dari permohonan maaf setelah melakukan perbuatan yang dianggap melanggar norma dan aturan, dengan melakukan tindakan perbaikan untuk menyeimbangkan keadaan dan mengatasi kesalahan yang telah dilakukan, menawarkan bantuan bagi yang membutuhkan, mengakui kesalahan, seta berkomitmen untuk memperbaharui diri dan tidak mengulang kesalahan yang sama Sub Skala Rasa Bersalah 1. Negative behavioral evaluation (NBE) NBE mengukur disposisi emosi moral. NBE menggambarkan perasaan buruk tentang bagaimana seseorang bertindak. Contohnya ketika menolak permintaan seorang teman yang ingin meminjam uang, individu merasa bersalah karena tidak membantu temannya yang ingin meminjam uang. 2. Repair action (REP) REP mengukur orientasi erilaku moral. REP berfokus pada memperbaiki atau mengatasi pelanggaran tersebut. Contohnya setelah menolak memberikan pinjaman uang kemudian memperbaikinya dengan membantu mencariakan alternatif yang dapat memberikan pinjaman uang Kerangka Berpikir Peneliti menduga bahwa tipe kepribadian A dan preferensi dalam konsistensi merupakan variabel yang mampu memperdiksi rasa bersalah pada dewasa muda di Wilayah DKI Jakarta. Emosi Moral merupakan faktor yang dapat memprediksi kecenderungan pada dewasa muda untuk melakukan perbuatan yang tidak etis.
7 13 (Tangney & Dearing, 2002;. Tangney et al, 2007), berpendapat bahwa rasa bersalah itu akan sangat cocok untuk dapat memprediksi pengambilan keputusan etis dalam melakukan perbuatan tidak etis. Terdapat hubungan yang antara tipe kepribadian A dan perilaku tidak etis. Individu dengan tipe kepribadian A memiliki ekstra kebanggan pada dirinya, individu mengaggap pandangan dari orang lain merupakan hal yang sangat penting bagi dirinya (psychwiki, 2014). Dengan hal itu individu yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tsangat kuat, menjunjung tinggi kebanggannya dan berusaha menjadi orang yang baik dengan tidak melakukan hal-hal yang dianggap melanggar norma. Apabila individu melakukan pelanggaran norma akan membuat dirinya menjadi melakukan evalusi ngatif tentang tindakannya, serta merasakan rasa bersalah atas perbuatannya. Sehingga kemungkinan individu untuk menilai buruk perilakunya semakin tinggi. Dengan memiliki semangat kompetisi yang tinggi, memiliki banyak keinginan dan impian serta senantiasa berusaha untuk sukses individu melakukan tindakan perbaikan setelah melakukan pelanggaran tidak etis yang membuat dirinya merasa bersalah. Dengan demikian individu dapat memiliki lagi semangat dalam berkompetisi untuk menjadi individu yang sukses. Secara khusus, individu yang menganggap diri mereka sebagai individu yang konsisten, teratur, memiliki komitmen tinggi dan stabil sepanjang waktu, memiliki skor yang tinggi pada preference for consistency (PFC) (Cialdini, Trost, & Newsom, 1995). PFC adalah dapat mengukur perbedaan individu dalam preferensi untuk konsisten. PFC mampu memprediksi perlaku menyimpang (Guadagno & Cialdini, 2009). Terdapat suatu ilustrasi yang dapat menggambarkan mengenai PFC. Dalam sebuah diskusi terbuka, moderator memberikan informasi yang bias mengenaipenggundulan hutan. Seseorang yang memiliki pandangan yang buruk mengenai pentingnya mempertahankan hutan pada awal diskusi, jika mengacu pada penelitian Matz and Hinsz (2003) akan tetap mempertahankan pendapat awalnya, walaupun moderator maupun pembicara lainnya memberikan informasi baru. Adanya ketidakkonsistenan dapat membuat individu berpikir bahwa perilaku yang dilakukannya menimbulkan rasa bersalah karena telah merasa melakukan perbuatan
8 14 yang negatif, dengan tidak adanya konsistensi dari pendapatnya mengenai suatu informasi. Individu melakukan tindakan perbaikan untuk dapat menjadikan keyakinan atau pandangan menganai nilai-nilai menjadi lebih konsisten, dengan membuat pandangannya terbuka melalui menerima adanya kognisi yang baru agar dapat menimalisir ketidakkonsistenan Gambar Kerangka Berfikir Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi dua dimensi rasa bersalah (negative behavioral evaluation dan repair action) yaitu, Tipe Kepribadian A dan Preference for consistency (PFC). 1. Apabila Tipe kepribadian A tinggi maka negative behavioral evaluation (NBE) rendah 2. Apabila PFC tinggi maka negative behavioral evaluation (NBE) tinggi 3. Apabila Tipe kepribadian A rendah maka negative behavioral evaluation (NBE) tinggi 4. Apabila PFC rendah maka negative behavioral evaluation (NBE) rendah 5. Apabila Tipe kepribadian A tinggi maka Repair Action (REP)rendah 6. Apabila PFC tinggi maka Repair Action (REP) tinggi 7. Apabila Tipe kepribadian A rendah maka Repair Action (REP) tinggi 8. Apabila PFC rendah maka Repair Action (REP) rendah
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Rasa Malu dan Bersalah 2.2.1 Definisi Kecenderungan Rasa Malu dan Bersalah Perasaan malu dan bersalah muncul sebagai akibat dari perbuatan menyimpang yang dilakukan seorang individu
Lebih terperinciBAB 3. Metode Penelitian
BAB 3 Metode Penelitian 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis Menurut Kumar (1999), definisi operasional variabel adalah bagaimana semua orang memiliki pengertian yang sama dengan apa yang dimaksud oleh
Lebih terperinciBAB 4. Analisa Penelitian
BAB 4 Analisa Penelitian 4.1. Data Penelitian Pada penelitian ini, peneliti melakukan penyebaran kuesioner baik secara online maupun secara langsung kepada dewasa muda di wilayah DKI Jakarta. Penyebaran
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Bias Optimisme Bias optimisme didefinisikan sebagai seorang yakin bahwa dirinya akan menerima atau mengalami lebih sedikit risiko dibandingkan dengan orang lain atau teman sebayanya.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan atau stresor yang dianggap mengancam atau menantang, dan menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, korupsi merupakan topik hangat yang seringkali diangkat dalam media massa di Negara Indonesia. Terjadinya penyelewengan ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrak Psikologis 2.1.1 Definisi Kontrak Psikologis Kontrak merupakan hal yang tidak asing lagi dijumpai dalam setiap aspek kehidupan manusia, dengan formalitas dan variasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.
Lebih terperinciTHEORY : TYPE A PERSONALITY KEPRIBADIAN TIPE A
THEORY : TYPE A PERSONALITY KEPRIBADIAN TIPE A Litelature Hendry admin of http://teorionline.wordpress.com/ DEFINISI Kepribadian Tipe A merupakan kompleks tindakan emosi yang dapat diamati dalam setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan
Lebih terperinciPERAN PELANGGARAN KONTRAK PSIKOLOGIS DAN SIKAP TENTANG RISIKO DALAM MEMPREDIKSI EMOSI MORAL PADA KARYAWAN PERBANKAN DI JAKARTA
PERAN PELANGGARAN KONTRAK PSIKOLOGIS DAN SIKAP TENTANG RISIKO DALAM MEMPREDIKSI EMOSI MORAL PADA KARYAWAN PERBANKAN DI JAKARTA Melissa Amelia Psikologi, Meruya Ilir Kav DKI Blok 29 No 11, 08179320307,
Lebih terperinciPENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI
PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA 30-50 TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Lebih terperinciEMOSI DAN SUASANA HATI
EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi
Lebih terperinci5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)
Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan
Lebih terperinciC A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017
S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: Sam Poole ID: HC560419 Tanggal: 23 Februari 2017 2 0 0 9 H O G A N A S
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang
Lebih terperinciTes Karakteristik Pribadi
1 2 Tes Karakteristik Pribadi TIPS MENGERJAKAN TES KARAKTERISTIK PRIBADI Soal Tes Kompetensi Pribadi (TKP) pada dasarnya adalah tes yang menilai sikap dan respon seseorang terhadap kasus yang diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Karir Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, pilihan yang realistik dan konsisten disebut kematangan karir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,
Lebih terperinciSikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut
1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
45 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan bagian metode penelitian yang terdiri atas desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel dan definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein
Lebih terperinciATRIBUSI. Diana Septi Purnama.
ATRIBUSI Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id DEFINISI mencari penjelasan-penjelasan sebab akibat atas berbagai peristiwa sosial, terutama terhadap tindakan yang dilakukan
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
85 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab terakhir ini, akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian, diskusi serta
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciKEPRIBADIAN TIPE A DAN B
KEPRIBADIAN TIPE A DAN B 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian mempunyai banyak pengertian yang disebabkan dalam penyusunan teori, penelitian, dan pengukuran dari beberapa ahli. Menurut Kartono (1979:
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja
BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi
Lebih terperinciKesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan
Lebih terperinciC A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015
S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: John Doe ID: HC243158 Tanggal: 29 Juli 2015 2 0 0 9 H O G A N A S S E
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan hidup matinya indutri tersebut. Berbagai jenis perusahaan mulai dari perusahaan yang besar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori
Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel tergantung : Stres Kerja Variabel bebas 1 : Kesejahteraan Keluarga (Family Well-being) Variabel bebas 2 1 : Kepribadian Tipe A Variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara
BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan
Lebih terperinciEMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.
EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk Sam Poole ID HC560419 Tanggal 23 Februari 2017 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik antar pemuka agama X bukanlah suatu fenomena baru dalam topik pembahasan penganut agama X ataupun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik antar pemuka agama X bukanlah suatu fenomena baru dalam topik pembahasan penganut agama X ataupun masyarakat umum. Terlepas dari preferensi keyakinan spiritual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir yang sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki kontribusi yang
Lebih terperinciEMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.
EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk John Doe ID UH555438 Tanggal Oktober 20, 2014 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN AFEKTIF
PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan dalam hidup. Tuntutan-tuntuan itu tidak hanya pada satu aspek atau bidang kehidupan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia
10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Subjective Well-Being 2.1.1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Deiner dan Pavot subjective well-being (SWB) merupakan kategori yang luas mengenai fenomena yang menyangkut
Lebih terperinci2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok
21 II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas
Lebih terperinciPENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI
PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI Danu Hoedaya Ilustrator: Didin Budiman Kementerian Negara Pemuda & Olahraga Republik Indonesia Bidang Peningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga Pengembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Self-efficacy Bandura (1977, 1978), mengatakan self-efficacy adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya untuk melakukan suatu tugas spesifik pada level kinerja
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penolakan Sosial 2.1.1 Konsep Penolakan Sosial Penolakan merupakan keadaan yang sangat umum dan berpotensi untuk menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)
Lebih terperinciTHE COUNSELING INTERVIEW
THE COUNSELING INTERVIEW Setiap orang yang biasa dipanggil sebagai konselor, bertugas untuk membantu subjek memperoleh insight dan kemampuan untuk mengatasi masalah fisik, emosi, finansial, akademis ataupun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis Definisi operasional merupakan batasan pengertian yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu aktivitas, seperti penelitian. Dapat
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kepemimpinan Sudarwan (dalam Kusriyah, 2014) berpendapat kepemimpinan ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok. Untuk mengkoordinasi dan memberi arah
Lebih terperinciBAB 3 Metode Penelitian
BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Menurut Hatch dan Farhady (dalam Sugiyono, 2009), variabel dapat didefinisikan sebagai atribut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan masalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan
Lebih terperincijuga kelebihan yang dimiliki
47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merevisi dan menegaskan kembali berbagai kebijakan terkait agresi verbal. Agresi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Republik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir giat merevisi dan menegaskan kembali berbagai kebijakan terkait agresi verbal. Agresi verbal dinilai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam
Lebih terperinciAudition - Panduan Wawancara Sample Profile Peran: 1 Transformational Leadership Tanggal pengolahan laporan: 13/03/2016 Organisasi: Facet5
Audition - Panduan Wawancara Sample Profile Peran: Transformational Leadership Tanggal pengolahan laporan: /0/06 Organisasi: Facet NL Buckley 98-07 info@facet.com.au 067000 Petunjuk Wawancara Audition
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,
Lebih terperinci6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
50 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Berdasarkan analisis data penelitian yang dilakukan dengan teknik statistik, maka didapatkan hasil-hasil yang membantu peneliti dalam menjawab permasalahan dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menyangkut remaja kian hari kian bertambah, baik itu dari sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan masalah. Masalahmasalah yang menyangkut remaja kian hari kian bertambah, baik itu dari sosial maupun media
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. niversitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri keuangan syariah di tanah air semakin mendapat tempat di masyarakat. Sejak beroperasi di tahun 1999, sejumlah bank syariah memperlihatkan prestasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serangkaian situasi dan digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepribadian merupakan suatu pola yang mengatur tingkah laku individu yang bersifat cenderung menetap dalam waktu yang relatif lama, bersifat unik, individual dan kompleks
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,
II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan 5. 1. 1 Kesimpulan Utama Dari hasil pengolahan data utama dan analisisnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan
Lebih terperinci