BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan (Schneiders, dalam Desmita, 2014). Hurlock (dalam Gunarsa, 2003) mendefinisikan penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan Ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis ( Kartono, 2000). Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta menghasilkan kualitas

2 keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Fatimah (2008) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri merupakan suatu proses psikologis sepanjang hayat dan manusia berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses individu dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri, orang lain maupun dengan lingkungannya agar tercapai tujuan dan kondisi yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya. 2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Fatimah (2008) memaparkan bahwa ada dua aspek yang meliputi penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut: a. Penyesuaian Pribadi Penyesuaian pribadi ialah kemampuan individu untuk menerima diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Individu menyatakan dirinya sebenarnya, kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dan potensi dirinya. Keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan tidak adanya rasa benci, tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan, tidak percaya pada potensinya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan adanya kegoncangan dan emosi,

3 kecemasan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. b. Penyesuaian Sosial Dalam kehidupan di masyarakat terjadi saling mempengaruhi satu sama lain yang terus-menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubunganhubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat, sekolah, teman sebaya, dan anggota masyarakat luas secara umum. Schneiders (1955) memaparkan bahwa ada enam aspek yang meliputi penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut: a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih Menekankan adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang memungkinkan untuk menghadapi permasalahan dengan cermat dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah dengan cermat dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul suatu hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih mengontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.

4 b. Tidak terdapat mekanisme psikologis Pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai. c. Tidak terdapat perasaan frustasi personal Individu mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian. d. Kemampuan untuk belajar Merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stress. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya. e. Sikap realistik dan objektif

5 Bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. f. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri Indvidu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian diri yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri menurut Fatimah (2008) yaitu; penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial, sedangkan aspek-aspek penyesuaian diri menurut menurut Schneiders (1955) yaitu; tidak terdapat emosional yang berlebih, tidak terdapat mekanisme psikologis, Tidak terdapat perasaan frustasi personal, kemampuan untuk belajar, sikap realistik dan objektif, pertimbangan rasional dan pengarahan diri. Dari aspek-aspek penyesuaian diri dari beberapa pendapat ahli diatas, peneliti akan menggunakan aspek-aspek penyesuaian diri menurut Schneiders sebagai indikator untuk penyusunan skala, yaitu meliputi; kontrol terhadap emosi yang berlebihan, mekanisme pertahanan diri yang minimal, frustasi personal yang minimal, pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan

6 diri, kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu, sikap realistik dan objektif. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (1955) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah : a. Keadaan Fisik Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan penyesuaian diri. b. Perkembangan dan kematangan Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri. c. Keadaan Psikologis Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi

7 adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberi respon yang selaras dengan dorongan yang internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri. d. Keadaan lingkungan Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Adapun keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. e. Tingkat religiusitas Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. f. Kebudayaan Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri. Memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang

8 asing di budaya tersebut, individu dihadapkan dengan situasi yang meragukan kebiasaan kebiasaannya. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stress. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu. Reaksi terhadap situasi tersebut disebut dengan istilah (gegar budaya) culture shock oleh Oberg (dalam Gudykunst dan Kim, 2003). Kinsgley dan Dakhari (dalam Nalarati, 2015) menyatakan bahwa culture shock merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang dialami seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di budaya yang baru dan berbeda. Perbedaan budaya dapat mempengaruhi fisik dan fisiologis individu yang akhirnya mengalami culture shock, sehingga mahasiswa yang merantau dapat dikatakan mengalami culture shock (Puspita, 2015). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian diri menurut Schneiders adalah; a) keadaan fisik; b) perkembangan dan kematangan; c) keadaan psikologis; d) keadaan lingkungan; e) tingkat religiusitas; f) kebudayaan. B. Culture Shock 1. Pengertian Istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu artinya keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah

9 menjadi culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekanto, dalam Nalarati 2015). Culture shock atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan gegar budaya adalah istilah psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang menghadapi kondisi lingkungan sosial dan budaya yang berbeda (Sulaeman, dalam Devinta 2015). Culture shock (gegar budaya) pertama kali dikenalkan oleh antropologis bernama Kalvero Oberg pada tahun 1960 untuk menggambarkan respon yang mendalam dan negatif dari depresi, frustasi, dan disorientasi yang dialami oleh individu-individu yang hidup dalam suatu lingkungan budaya yang baru (Pradita, 2013). Furnham dan Bochner (dalam Pradita, 2013) menyatakan bahwa culture shock yaitu ketika seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kebudayaan baru atau jika Ia mengenalnya maka Ia tidak dapat atau tidak bersedia menampilkan prilaku yang sesuai dengan aturan - aturan itu. Menurut LittleJohn(dalam Mulyana, 2006) culture shock adalah perasaan ketidaknyamanan psikis dan fisik karena adanya kontak dengan budaya lain. Menurut Gudykunst dan Kim (2003) culture shock yaitu reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi ketika individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas kultural dan menimbulkan kecemasan temporer yang tidak beralasan. Kinsgley dan Dakhari (dalam Nalarati, 2015) menyatakan bahwa culture shock merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang dialami seseorang setelah

10 ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di budaya yang baru dan berbeda. Ward (2001) mendefinisikan culture shock ialah suatu proses aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar. Proses aktif tersebut terdiri dari affective, behavior, dan cognitive individu, yaitu reaksi individu tersebut merasa, berprilaku, dan berpikir ketika menghadapi pengaruh budaya kedua. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul ketika mengalami keterkejutan dan tekanan yang dialami individu saat memasuki budaya baru yang berbeda dengan budaya asalnya. 2. Aspek-Aspek / Dimensi-Dimensi Culture Shock Dimensi-dimensi culture shock menurut Ward (2001) yang disebut ABC s of Culture Shock, yaitu: a. Perasaan (Affective) Berhubungan dengan perasaan dan emosi yang dapat menjadi positif atau negatif. Individu mengalami kebingungan, cemas, curiga dan sedih karena datang di lingkungan yang tidak familiar. Selain itu individu merasa tidak tenang, tidak aman, takut ditipu atau dilukai, merasa kehilangan keluarga, teman-teman, merindukan kampung halaman, dan kehilangan identitas diri. b. Perilaku (Behavior)

11 Berhubungan dengan pembelajaran budaya dan pengembangan keterampilan sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, kebiasaan dan asumsi-asumsi yang mengatur interaksi interpersonal mencakup komunikasi verbal dan nonverbal yang bervariasi di seluruh budaya. Prilaku individu secara budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat menyebabkan pelanggaran. Hal ini juga dapat membuat kehidupan personal dan professional kurang efektif. Biasanya individu akan mengalami kesulitan tidur, selalu ingin buang air kecil, mengalami sakit fisik, tidak nafsu makan dan lain-lain. Individu yang tidak tampil secara budaya akan sulit mencapai tujuan. Misalnya, mahasiswa asing yang lebih sering berinteraksi dengan orang sebangsanya/senegaranya saja. c. Pikiran (Cognitive) Dimensi ini adalah hasil dari aspek affectively dan behaviorally yaitu perubahan persepsi individu dalam identifikasi etnis dan nilai-nilai akibat kontak budaya. Saat terjadi kontak budaya, hilangnya hal-hal yang dianggap benar oleh individu tidak dapat dihindarkan. Individu akan memiliki pandangan negatif, kesulitan bahasa karena berbeda dari negara asal, pikiran individu hanya terpaku pada satu ide saja, dan memiliki kesulitan dalam interaksi sosial. Fase-fase culture shock menurut Samovar,dkk (2010) memiliki 4 fase, banyak variasi dari bagaimana individu memberikan respon terhadap culture shock dan jumlah waktu yang mereka butuhkan untuk menyesuaikan diri,

12 masalah culture shock biasanya dilewati individu dalam 4 fase, fase tersebut sebagai kurva berbentuk U, adapun fase-fase tersebut yakni: 1. Fase kegembiraan Fase yang pertama, individu biasanya mengalami rasa gembira, harapan dan euphoria ketika berhadapan dengan budaya baru. 2. Fase kekecewaan Fase kedua dimulai ketika individu menyadari kenyataan berada di ruang lingkup yang berbeda dan beberapa masalah awal mulai berkembang. Misalnya kesulitan adaptasi dan komunikasi mulai timbul. Fase ini kadang ditandai dengan perasaan kecewa dan ketidakpuasan. Hal ini merupakan periode krisis dari culture shock. Individu mulai mengalami kebingungan dan keheranan dengan lingkungan baru. Individu memiliki sikap bermusuhan, gampang tersinggung, marah, tidak sabar bahkan tidak mampu. Dalam kasus ekstrim, perasaan tidak nyaman ini dapat menjadi perasaan benci terhadap segala sesuatu yang asing. 3. Fase awal resolusi Fase ketiga ditandai oleh pemahaman yang diperoleh dari budaya yang baru. Individu secara bertahap membuat beberapa penyesuaian dan modifikasi untuk berhadapan dengan budaya yang baru. 4. Fase berfungsi dengan efektif Fase yang terakhir, individu mulai mengerti elemen kunci dari budaya yang baru (nilai, kebiasaan khusus, kepercayaan, pola komunikasi dan

13 lain-lain). Ryan dan Twibell (dalam Samovar 2010) menyatakan bahwa individu merasa nyaman dalam budaya yang baru dan mampu bekerja dengan baik. Kemampuan seseorang untuk hidup dan berfungsi dalam dua budaya (budaya lama dan baru) sering kali diiringi dengan perasaan puas dan gembira. Berdasarkan pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi culture shock menurut Ward yakni affective, behavior dan cognitive sedangkan tahapan-tahapan culture shock menurut Samovar, dkk (2010) yaitu fase kegembiraan, fase kekecewaan, fase awal resolusi, fase berfungsi dengan efektif. Peniliti akan menggunakan dimensi-dimensi culture shock menurut Ward yang meliputi affective, behavior dan cognitive karena dimensi ini mencakup aspek dan dimensi yang sudah disebutkan dan diharapkan dapat mengungkap lebih dalam mengenai culture shock terhadap subjek yang dituju yaitu mahasiswa perantauan. C. Hubungan Antara Culture Shock dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Kabupaten Pelalawan Yogyakarta merupakan kota yang berpredikat sebagai kota pelajar yang memiliki kualitas dalam hal pendidikan formal baik Perguruan Tinggi Negeri dan Peguruan Tinggi Swasta. Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar mahasiswa tertarik untuk merantau ke Yogyakarta dengan alasan untuk menempuh pendidikan yang lebih baik. Keinginan suatu individu untuk mendapatkan pendidikan Universitas yang terbaik, umumnya tidak didapatkan di daerah asal atau kota sendiri. kondisi ini mengakibatkan

14 sebagian orang harus merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan berkualitas (Irene, 2013). Hasil survei menunjukan bahwa Yogyakarta merupakan salah satu tujuan bagi para mahasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya (Lestari, 2016). Adapun salah satu contoh mahasiswa yang melanjutkan studi ke Yogyakarta adalah mahasiswa asal kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Menurut Lestari, (2016) jumlah mahasiswa asal Riau yang berkuliah di kota Yogyakarta sebanyak orang tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Mahasiswa perantau dihadapkan dengan berbagai perubahan dan perbedaan di berbagai aspek kehidupan, seperti pola hidup, interaksi sosial, serta tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga dituntut untuk melakukan penyesuaian diri (Lestari, 2016). Penelitian Devinta (2015) menyatakan bahwa masa culture shock akan dialami oleh setiap mahasiswa perantauan yang baru memasuki tahap semester awal perkuliahan, hanya saja culture shock yang terjadi pada setiap individu berbeda beda mengenai sejauh mana culture shock mempengaruhi hidupnya. Ward (2001) mendefinisikan culture shock ialah suatu proses aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar, meliputi perasaan (affective), prilaku (behavior), dan berpikir (cognitive) ketika menghadapi pengaruh budaya kedua. Culture shock menurut Ward (2001) memiliki tiga dimensi, yakni affective, behavior dan cognitive. Dimensi affective berhubungan dengan perasaan dan emosi yang dapat menjadi positif atau negatif. Individu

15 mengalami kebingungan, cemas, curiga dan sedih karena datang di lingkungan yang tidak familiar. Selain itu individu merasa tidak tenang, tidak aman, takut ditipu atau dilukai, merasa kehilangan keluarga, teman-teman, merindukan kampung halaman, dan kehilangan identitas diri. Individu yang mengalami hal di atas dapat mempengaruhi penyesuaian diri karna sesuai dengan aspek penyesuaian diri menurut Schneiders(1955) Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik maka pada diri individu tersebut tidak terdapat perasaan frustasi personal, namun individu yang tidak dapat menyesuaikan diri terdapat perasaan frustasi personal, individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan yang tidak berdaya dan tanpa harapan, maka sulit bagi individu untuk mengorganirsir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi, dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian. Mulyana (2006) menyatakan bahwa gegar budaya (culture shock) akan menyebabkan banyaknya gangguan-gangguan emosional seperti depresi dan kecemasan yang dialami oleh pendatang baru. Pada tahap awal penyesuaian diri dengan kebudayaan baru, individu akan mengalami rasa terombang-ambing antara rasa marah dan depresi. Dimensi yang kedua yaitu, dimensi behavior berhubungan dengan pembelajaran budaya dan pengembangan keterampilan sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, kebiasaan dan asumsi-asumsi yang mengatur interaksi interpersonal mencakup komunikasi verbal dan nonverbal yang bervariasi di seluruh budaya. Hal ini berkaitan dengan aspek penyesuaian diri menurut Schneiders (1955) aspek kemampuan untuk belajar, Individu dapat

16 menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaian dirinya. Individu yang penyesuaian dirinya buruk akan mengalami hal sebaliknya, seperti individu tidak dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu tidak dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaian dirinya. Hal ini sependapat dengan Oberg (dalam Gudykunst dan Kim, 2003) memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing di budaya tersebut, individu dihadapkan dengan situasi yang meragukan kebiasaan kebiasaannya. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stress. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu. Reaksi terhadap situasi tersebut disebut dengan istilah culture shock. Dimensi yang ketiga yaitu cognitive, dimensi cognitive ini adalah hasil dari aspek affectively dan behaviorally yaitu perubahan persepsi individu dalam identifikasi etnis dan nilai-nilai akibat kontak budaya. Saat terjadi kontak budaya, hilangnya hal-hal yang dianggap benar oleh individu tidak dapat dihindarkan. Individu akan memiliki pandangan negatif, kesulitan bahasa karena berbeda dari negara asal, pikiran individu hanya terpaku pada satu ide saja, dan memiliki kesulitan dalam interaksi sosial. Hal ini berkaitan dengan aspek penyesuaian diri menurut Schneiders (1955) yakni pertimbangan rasional dan pengarahan diri, Individu yang mampu

17 menyesuaikan diri dengan baik individu yang memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, namun individu yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mengalami hal yang sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Devinta (2015) Individu yang tidak dapat menyesuaikan diri akan mengalami culture shock, menurut penelitian Devinta (2015) individu cenderung memilih berinteraksi menurut kelompok dengan identitas dan kebudayaan yang sama. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa culture shock dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Menurut Fatimah (2008) lingkungan cultural (budaya) tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Berbagai masalah yang dihadapi seseorang dalam menyesuaikan diri dengan budaya beragam. Individu akan mengalami berbagai ketidaknyamanan psikologis dan fisik. Pengalaman ini dikenal dengan istilah kejutan budaya (culture shock) (Samovar, dkk, 2010). D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ialah ada hubungan negatif antara culture shock dengan penyesuaian diri pada mahasiswa kabupaten Pelalawan di daerah Yogyakarta. Artinya semakin tinggi culture shock individu maka penyesuaian diri individu tersebut cenderung buruk, sebaliknya semakin rendah culture shock individu maka penyesuaian diri individu tersebut cenderung baik.

18 18

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pulau sebanyak pulau, masing-masing pulau memiliki pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pulau sebanyak pulau, masing-masing pulau memiliki pendidikan formal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau, masing-masing pulau memiliki pendidikan formal seperti sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Culture Shock. Istilah "culture shock" pertama kali diperkenalkan oleh Oberg (1960)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Culture Shock. Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh Oberg (1960) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Culture Shock 1. Pengertian Culture Shock Istilah "culture shock" pertama kali diperkenalkan oleh Oberg (1960) untuk menggambarkan respon yang mendalam dan negatif dari depresi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini arus dunia pendidikan semakin pesat. Proses itu sering disebut dengan globalisasi. Seiring berjalannya arus dunia pendidikan global di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYESUAIAN DIRI 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog, dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan lingkungan sosial merupakan bagian yang memberikan pengaruh pada tugas perkembangannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku

Lebih terperinci

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta 74 Komuniti, Vol. VII, No. 2, September 2015 CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DI JAWA (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF CULTURE SHOCK SANTRI ETNIS LUAR JAWA DENGAN SANTRI ETNIS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Salah satu bentuk interaksi ditandai ketika seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Lingkungan baru yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri Penyesuaian mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2005). Penyesuaian adalah usaha menusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Tindakan, ucapan, bahkan ekspresi manusia dapat disebut dengan bentuk komunikasi baik antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Hal ini bisa disebabkan lingkungan tempat tinggalnya kurang baik, ingin mencari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dengan ditetapkannya wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dengan ditetapkannya wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang penting bagi kehidupan manusia. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara pada

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan era modern saat ini membawa dampak positif pada bidang pendidikan. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Setiap mahasiswa wajar jika mengalami Culture Shock sebagai akibat

BAB V PEMBAHASAN. Setiap mahasiswa wajar jika mengalami Culture Shock sebagai akibat BAB V PEMBAHASAN 1. Tingkat Culture Shock (Jawa) Setiap mahasiswa wajar jika mengalami Culture Shock sebagai akibat perpindahan dari lingkungan (lama) ke lingkungan universitas (baru). Mulyana (2006, 148)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sukunya mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang dimaksud antara

BAB I PENDAHULUAN. sukunya mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang dimaksud antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, yang setiap sukunya mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang dimaksud antara lain dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Biasanya masyarakat di Indonesia mengikuti pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Biasanya masyarakat di Indonesia mengikuti pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Zaman era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi sangatlah penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Culture shock mengacu pada reaksi psikologis. yang dialami individu karena berada ditengah

BAB II TELAAH PUSTAKA. Culture shock mengacu pada reaksi psikologis. yang dialami individu karena berada ditengah BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Konsep Culture Shock 2.1.1 Definisi Culture Shock Culture shock mengacu pada reaksi psikologis yang dialami individu karena berada ditengah budaya yang berbeda dengan budayanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui proses belajar. Apa yang dipelajari oleh manusia pada umumnya dipengaruhi oleh sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hanya dapat berkembang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa depan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA. Oleh: Marshellena Devinta / Nur Hidayah dan Grendi Hendrastomo UNY

FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA. Oleh: Marshellena Devinta / Nur Hidayah dan Grendi Hendrastomo UNY Fenomena Culture Shock (Gegar Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta 1 FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA Oleh: Marshellena Devinta / Nur Hidayah dan

Lebih terperinci

Available online at Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 91-96

Available online at  Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 91-96 91 Available online at www.journal.unrika.ac.id Jurnal KOPASTA Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 91-96 Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri Siswa di Sekolah Sri Wahyuni Adiningtiyas * Division

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Culture Shock 1. Definisi Culture Shock Pada awalnya definisi Culture Shock cenderung pada kondisi gangguan mental. Bowlby (dalam Dayakisni, 2008) menggambarkan bahwa kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan warga asing masuk ke perguruan tinggi Indonesia adalah untuk melanjutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan warga asing masuk ke perguruan tinggi Indonesia adalah untuk melanjutkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perguruan tinggi di Indonesia menerima warga asing sebagai mahasiswanya. Tujuan warga asing masuk ke perguruan tinggi Indonesia adalah untuk melanjutkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi layaknya nafas kehidupan manusia. Kodratnya sebagai makhluk sosial membuatnya senantiasa berinteraksi demi pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Culture Shock Pada umumnya individu tidak menyadari secara nyata budaya yang mengatur dan membentuk kepribadian dan perilakunya. Ketika individu dipisahkan dari budayanya, baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tanpa memiliki pemahaman apapun tentang apa yang harus dilakukan dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia tanpa memiliki pemahaman apapun tentang apa yang harus dilakukan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Mahasiswa asing merupakan individu dimana setiap individu lahir di dunia tanpa memiliki pemahaman apapun tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sekolah merupakan salah satu badan pendidikan yang memiliki peran penting dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun II.A.1. Penyesuaian diri Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. called adaptation. (Microsoft Encarta Encyclopedia, 2002). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat

BAB II LANDASAN TEORI. called adaptation. (Microsoft Encarta Encyclopedia, 2002). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Penyesuaian Diri Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang diutarakan oleh Charles Darwin. Ia mengatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan komunikasi merupakan dua hal yang kaitannya sangat erat. Seseorang ketika berkomunikasi pasti akan dipengaruhi oleh budaya asalnya. Hal tersebut juga menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di Indonesia. Semua warga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di Indonesia. Semua warga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di Indonesia. Semua warga negara Indonesia berhak mengikuti pendidikan setinggi-tinggi nya untuk meraih cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap siswa dalam memperoleh pendidikan secara formal dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Perkembangan pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif. Didalamnya mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja cenderung diartikan oleh banyak orang sebagai usia bermasalah. Hal tersebut dikarenakan pada masa remaja banyak terjadi perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk. mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk. mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Defenisi Personal Adjustment Personal Adjustment (Penyesuaian diri) merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH A. Hubungan antara kepribadian guru dan tingkah laku murid 1. Arti kes mental bagi guru 2. Arti kepribadian bagi guru 3.

KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH A. Hubungan antara kepribadian guru dan tingkah laku murid 1. Arti kes mental bagi guru 2. Arti kepribadian bagi guru 3. KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH A. Hubungan antara kepribadian guru dan tingkah laku murid 1. Arti kes mental bagi guru 2. Arti kepribadian bagi guru 3. Tingkah laku guru akan selalu ditiru oleh muridnya 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi setiap wanita. Sepanjang daur kehidupan wanita, sudah menjadi kodratnya akan mengalami proses kehamilan,

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri. Didalam situasi dan keadaan seperti apapun manusia selalu membutuhkan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan dirasakan sangat penting dan menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci