BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008). Ada juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang sama (Snyder, 2007) akan tetapi lebih banyak peneliti yang menggunakan istilah subjective well-being (Eid & Larsen, 2008) Definisi Subjective well-being Subjective well-being menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap domain-domain kehidupan yang penting seperti pekerjaan, kesehatan dan hubungan. Termasuk didalamnya emosi mereka, seperti keceriaan dan keterlibatan dan pengalaman emosi yang negatif, seperti kemarahan, kesedihan, dan ketakutan yang sedikit. Dengan kata lain, kebahagiaan adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap seseorang (Diener, 2008). Dalam penelitian ini subjective well-being dijelaskan sebagai evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan terhadap hidupnya, tingginya efek positif dan rendahnya efek negatif. 8

2 2.1.2 Dimensi subjective well-being Diener (1994) menyatakan bahwa subjective well-being memiliki 3 bagian penting, pertama merupakan penilaian subyektif berdasarkan pengalamanpengalaman individu, kedua mencakup penilaian ketidakhadiran faktor-faktor negatif, dan ketiga penilaian kepuasan global. Diener (1994) menyatakan adanya 2 komponen umum dalam subjective wellbeing yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif. a. Dimensi Kognitif Kepuasan hidup (life satisfaction) merupakan bagian dari dimensi kognitif dari subjective well-being. Life Satisfaction (Diener, 1994) merupakan penilaian kognitif seseorang mengenai hidupnya, apakah kehidupan yang dijalaninya berjalan dengan baik. Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas dari kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan. Campbell, Converse dan Rogers (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa komponen kognitif ini merupakan kesenjangan yang dipersepsikan antara keinginan dan pencapaiannya apakah terpenuhi atau tidak. Dimensi kognitif subjective well-being ini juga mencakup area kepuasan/domain satisfaction individu di berbagai bidang kehidupannya seperti bidang yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga, kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan dan waktu luang. b. Dimensi Afektif Dimensi dasar dari subjective well-being adalah afek, dimana didalamnya termasuk mood dan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Orang 9

3 bereaksi dengan emosi yang menyenangkan ketika mereka menganggap sesuatu yang baik terjadi pada diri mereka, dan bereaksi dengan emosi yang tidak menyenangkan ketika menganggap sesuatu yang buruk terjadi pada mereka, karenanya mood dan emosi bukan hanya menyenangkan tetapi juga mengindikasikan apakah kejadian itu diharapkan atau tidak (Diener, 2003). Dimensi afek ini mencakup afek positif yaitu emosi positif yang menyenangkan dan afek negatif yaitu emosi dan mood yang tidak menyenangkan dimana kedua afek ini berdiri sendiri dan masing-masing memiliki frekuensi dan intensitas (Diener, 2000). Diener & Lucas 2000 mengatakan dimensi afektif ini merupakan hal yang sentral untuk subjective well-being. Dimensi afek memiliki peranan dalam mengevaluasi well-being karena dimensi afek memberikan kontribusi perasaan menyenangkan dan perasaaan tidak menyenangkan pada dasar kontinual pengalaman personal. Kedua afek berkaitan dengan evaluasi seseorang karena emosi muncul dari evaluasi yang dibuat oleh orang tersebut. Afek positif meliputi simptom-simptom antusiasme, keceriaaan, dan kebahagiaan hidup. Afek negatif merupkan kehadiran simptom yang menyatakan bahwa hidup tidak menyenangkan (Synder, 2007). Dimensi afek ini menekankan pada pengalaman emosi menyenangkan baik yang pada saat ini sering dialami oleh seseorang ataupun hanya berdasarkan penilaian (Diener, 1984). Diener (1984) juga mengungkapkan bahwa keseimbangan afek merujuk kepada banyaknya perasaan positif yang dialami dibandingkan dengan perasaan negatif. Diener (1994) kepuasan hidup dan banyaknya afek positif dan negatif dapat saling berkaitan, hal ini disebabkan oleh 10

4 penilaian seseorang terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, masalah, dan kejadian-kejadian dalam hidupnya. Sekalipun kedua hal ini berkaitan, namun keduanya berbeda kepuasan hidup merupakan penilaian mengenai hidup seseorang secara menyeluruh sedangkan afek positif dan negatif terdiri dari reaksi-reaksi berkelanjutan terhadap kejadian-kejadian yang dialami Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being a. Perbedaan jenis kelamin Shuman (Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan penemuan menarik mengenai perbedaan jenis kelamin dan subjective well-being. Wanita lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan ini, tetapi pria dan wanita mengungkapkan tingkat kebahagiaan global yang sama. Lebih lanjut Shuman menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena wanita mengakui adanya perasaan tersebut sedangkan pria menyangkalnya. Penelitian yang dilakukan di negara Barat menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan kebahagiaan antara pria dan wanita (Edington dan Shuman, 2008). Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan subjective well-being signifikan antara pria dan wanita. b. Tujuan Diener (dalam Carr, 2005) menyatakan bahwa orang-orang merasa bahagia ketika mereka mencapai tujuan yang dinilai tinggi dibandingkan dengan 11

5 tujuan yang dinilai rendah. Carr (2004) menyatakan bahwa semakin terorganisir dan konsisten tujuan dan aspirasi seseorang dengan lingkungannya maka ia akan semakin bahagia, dan orang yang memiliki tujuan yang jelas akan lebih bahagia. c. Agama dan Spiritualitas Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung untuk memiliki tingkat well-being yang lebih tinggi dan lebih spesifik. Patisipasi dalam pelayanan religius, afiliasi, hubungan dengan Tuhan dan berdoa dikaitkan dengan well-being yang lebih tinggi. Pengalaman keagamaan menawarkan kebermaknaan hidup, termasuk kebermaknaan pada masa krisis (Pollner dalam Eddington & Shuman, 2008). Carr (2004) juga menyatakan bahwa alasan mengikuti kegiatan keagamaan berhubungan dengan subjective well-being, system kepercayaan keagamaan membantu kebanyakan orang dalam menghadapi tekanan dan kehilangan dalam siklus kehidupan, memberikan optimisme bahwa dalam kehidupan selanjutnya masalah-masalah yang tidak bisa diatasi saat ini akan dapat diselesaikan. d. Kualitas Hubungan Sosial Penelitian yang dilakukan oleh Seligman (Dalam Diener & Scollon, 2003) menunjukkan bahwa semua orang yang paling bahagia memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik. Diener dan Scollon (2003) menyatakan bahwa hubungan yang dinilai baik tersebut harus mencakup dua dari tiga hubungan sosial berikut ini yaitu keluarga, teman dan hubungan romantis. 12

6 e. Kepribadian Tatarkiewicz (dalam Diener, 1984) menyatakan bahwa kepribadian merupakan hal yang lebih berpengaruh pada subjective well-being dibandingkan dengan faktor lainya. Hal ini dikarenakan beberapa variabel kepribadian menunjukkan kekonsistenan dengan subjective well-being diantaranya self esteem (Campbell dalam Diener, 1984) menunjukkan bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup. Namun self esteem ini akan menurun selama masa ketidakbahagiaan (Laxer dalam Diener, 1984). 2.2 Konsep self efficacy Konsep self efficacy sebagai salah satu landasan teori dalam penelitian ini telah banyak diteliti oleh para ahli. Pengertian yang akan digunakan adalah definisi dari Bandura yaitu: Keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan (Bandura, 2001) Efficacy diri bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan kita. Bandura (1986) membedakan antara ekspektasi mengenai efficacy dan ekspektasi mengenai hasil. Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara ekspektasi atas hasil merujuk pada prediksi dari kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku tersebut. Hasilnya tidak boleh digabungkan dengan keberhasilan dalam melakukan perilaku tersebut, hasil merujuk pada konsekuensi dari perilaku, bukan penyelesaian melakukan tindakan tersebut. Efficacy tidak 13

7 mengimplikasikan bahwa kita dapat melakukan sesuatu tertentu tanpa ada kecemasan, stress atau rasa takut, hal tersebut hanyalah penilaian kita, akurat ataupun tidak melakukan tindakan yang diperlukan (Bandura, 1997). Self efficacy tidak hanya merupakan konsep global atau yang digeneralisasi, seperti harga diri (self esteem) atau kepercayaan diri (self confidence). Orang dapat mempunyai keyakinan diri yang tinggi dalam suatu situasi dan mempunyai keyakinan diri yang rendah dalam situasi lainnya. Keyakinan diri ini bervareasi dari satu situasi ke situasi lainnya tergantung pada kompetensi yang dibutuhkan untuk kegiatatan yang berbeda, ada tidaknya orang lain, kompetensi yang dipersepsikan dari orang lain. Self efficacy yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk menghasilkan variabel prediktif (Bandura, 1997). Ketika keyakinan diri tinggi dan lingkungan sosial responsif hasilnya kemungkinan besar akan tercapai. Saat keyakinan diri rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif, manusia mungkin akan merasa depresi karena mengobservasi bahwa orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. Saat seseorang dengan keyakinan diri tinggi menemui suatu lingkungan yang tidak responsif, biasanya akan meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan. Saat keyakinan diri rendah dikombinasikan dengan lingkungan yang tidak responsif orang-orang akan merasa apatis, segan, tidak berdaya. 14

8 2.2.1 Dimensi Self efficacy Bandura (1997) mengemukakan bahwa self efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : a. Tingkat (level) Yaitu penilaian kemampuan individu pada tugas yang sedang dihadapinya. self efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. b. Keluasan (generality) Yaitu mengacu pada ketahanan dan keuletan individu dalam menyelesaikan masalah. Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. 15

9 c. Kekuatan (strength) Yaitu dapat menunjukkan apakah self efficacy tetap bertahan dalam berbagai macam aktifitas, situasi dan mengacu pada penilaian keyakinan diri berdasarkan aktivitas keseluruhan tugas yang dijalaninya. Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. self efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy Menurut Bandura, 1997 ada 4 (empat) cara yaitu: (1) Pengalaman mengusai sesuatu (mastery experinces) Sumber yang paling berpengaruh dari self efficacy adalah pengalaman menguasai sesuatu yaitu performa masa lalu ekspektasi mengenai kemampuan, kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut. (2) Modelling Sosial (Vicarious experiences) Keyakinan diri meningkat saat kita mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara, namun akan berkurang saat kita melihat rekan sebaya kita gagal. Secara umum dampak dari modeling sosial tidak sekuat dampak yang diberikan oleh performa pribadi dalam meningkatkan level keyakinan diri, tetapi dapat mempunyai dampak yang kuat saat memperhatikan penurunan keyakinan diri. 16

10 (3) Persuasi Sosial, Keyakinan diri dapat juga diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial (Bandura, 1997). Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi dibawah kondisi yang tepat, persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan keyakinan diri. Kondisi pertama adalah bahwa orang tersebut harus mempercayai pihak yang melakukan persuasi, karena kata-kata dari yang lebih terpercaya akan efektif dibandingkan dari sumber yang tidak terpercaya. Bandura (1986) berhipotesis bahwa daya yang lebih efektif dari sugesti berhubungan langsung dengan status dan otoritas yang dipersepsikan dari orang yang melakukan persuasi. Status dan otoritas tertentu saja tidak identik. (4) Kondisi Fisik dan Emosional Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa, saat seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat stress yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai ekspektasi keyakinan diri yang rendah. Pada waktu seseorang menilai kemampuan mereka juga mempertimbangkan keadaan fisiologis mereka. Mereka menafsirkan naiknya emosi dan ketegangan sebagai tanda bahwa mereka akan menunjukkan prestasi yang buruk. Oleh karena itu untuk mengubah keyakinan terhadap keyakinan diri, seseorang harus mengurangi tingkat stress dan meningkatkan keadaan fisik yang prima. Dalam aspek fisiologis (kesehatan), orang yang tidak memiliki self efficacy mengalami stres yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya. 17

11 self efficacy juga terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat. Orang yang tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung enggan mencobanya, Bandura dalam Friedman dan Schustack (2008) Pengaruh self-efficacy terhadap perilaku Self efficacy selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan perilaku, motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapi. Sehingga menurut Luthans (2008:205) bahwa self efficacy secara langsung meliputi tiga hal : a. Pemilihan perilaku, yakni keputusan akan dibuat atas dasar betapa ampuhnya seseorang merasa terhadap pilihan. b. Usaha motivasi, yakni orang akan mencoba lebih keras dan memberikan lebih banyak usaha pada masalah dimana individu memiliki efikasi diri yang lebih tinggi daripada individu dengan kemampuan rendah. c. Keteguhan, yakni orang dengan efikasi diri tinggi akan bertahan ketika menghadapi masalah atau bahkan gagal, sedangkan orang dengan efikasi rendah cenderung menyerah ketika hambatan muncul. Artinya bahwa semakin tinggi self efficacy yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi keyakinan untuk menyelesaikan setiap tugas dan persoalan yang dihadapi, ini berarti self efficacy yang telah dibentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada setiap aktivitas individu. Bandura (1997) menguraikan 18

12 proses psikologis self efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini : a. Proses kognitif Dalam kehidupannya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadiankejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi. b. Proses motivasi Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Self efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self efficacy yang tinggi menilai kegagalannya dalam suatu permasalahan disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu 19

13 dengan self efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan. c. Proses afeksi Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut. d. Proses seleksi Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini 20

14 mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. 2.3 Kerangka Pemikiran Menerima kenyataan bahwa seseorang telah tertular virus HIV sangat tidak mudah. ODHA tidak hanya dihadapkan pada permasalahan penyakitnya saja tetapi juga harus menghadapi stigma sosial yang sangat diskriminatif. Dengan permasalahan yang sangat kompleks tersebut, tentunya akan mempengaruhi kondisi kesehatan fisiologis maupun psikologisnya. Seseorang cenderung akan memiliki perasaan bahwa dirinya tidak berguna, tidak ada harapan, takut, sedih, marah ketika ia dinyatakan positif tertular HIV. Jurnal Role of self-efficacy in quality of life of people living with HIV/AIDS menyatakan bahwa self efficacy (mengelola depresi, mengelola obat, mengelola gejala, konsultasi dengan paramedis, mendapatkan dukungan dan mengelola gejala) berkorelasi positif dengan fisik yang menyenangkan, fungsi kognitif, kesehatan mental dan kepuasan hidup (Sharma, Sokhey, 2013). Bagan 2.3 Kerangka Pemikiran self efficacy level, strenght, 2.4 Hipotesa generality statistika subjective well-being afeksi, kognisi 21

15 2.4. Hipotesa Penelitian Hipotesis merupakan jawaban, dugaan, penjelasan atau pernyataan tentative mengenai suatu masalah yang dirumuskan dalam bentuk proporsional dan dapat diuji secara empiric (Sugiyono, 2010). Hipotesis penelitian yang telah disebutkan sebagai berikut: H0 : R 0 : Terdapat hubungan antara self efficacy dengan subjective well-being pada ODHA di Jakarta 22

BAB II LANDASAN TEORI. Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan

BAB II LANDASAN TEORI. Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan 24 BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Topik Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing menurut Diener (2005) teori digunakan untuk memberikan gambaran mengenai subjective

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh. sesuai dengan fenomena penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh. sesuai dengan fenomena penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepuasan Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh Diener (2003). Teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY A. Pengertian Self-Efficacy Terminologi self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh seorang tokoh behavioris bernama Albert Bandura pada tahun 1981 (Bandura,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Warga Usia Dewasa Madya di Kawasan Padat Penduduk RT 09/ 09 Cicadas Sukamulya Kelurahan Cibeunying Kidul Kota Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara mengajar 2.1.1 Pengertian Cara mengajar Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan manusia akan kemampuan dirinya untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Di dalam dunia kerja, seseorang dituntut untuk mampu dalam beradaptasi, baik untuk bekerja secara individu maupun tim, menambah nilai perusahaan, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut NCTM (2000: 60) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Subjective well-being / Children well-being. ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Subjective well-being / Children well-being. ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subjective well-being / Children well-being Children well-being merupakan konsep teori baru, sehingga belum ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Menurut WHOQOL Group (1997) kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem nilai dimana

Lebih terperinci

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self-Efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun II.A.1. Penyesuaian diri Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV/AIDS (Human Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah yang mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Subjective Well-Being 2.1.1 Definisi Subjective Well-Being Diener membagi teori kebahagiaan yang berkembang dari awal hingga saat ini ke dalam tiga tipe yaitu Need/Goal Satisfaction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

SS S TS STS SS S TS STS

SS S TS STS SS S TS STS Fakultas / Universitas : Semester : Angkatan : Skripsi sampai bab : Pedoman Pengisian Skala Pada penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala 1 dan skala 2. Pada skala ini ada beberapa pernyataan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat berhubungan dengan kondisi psikologis individu, serta dapat melihat sejauh mana kepuasan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara kontekstual Bandura, (1994 dalam Swanepoel et al., 2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara kontekstual Bandura, (1994 dalam Swanepoel et al., 2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Self-Efficacy Secara kontekstual Bandura, (1994 dalam Swanepoel et al., 2015) memberikan definisi Self-Efficacy sebagai berikut : Self-Efficacy adalah keyakinan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harapan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harapan 1. Pengertian Harapan Snyder (2007) menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Self-efficacy Bandura (1977, 1978), mengatakan self-efficacy adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya untuk melakukan suatu tugas spesifik pada level kinerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction) pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai prestasi dalam pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting individu untuk mencapai kesiapan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab sebelumnya telah dijabarkan mengenai latar belakang dari penelitian ini. Pada bab dua ini akan dibahas tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini. Pada bab ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Efikasi diri 1.1 Pengertian efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang ingin dicapai (Bandura

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Self- Efficacy 1. Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pertumbuhan di berbagai aspek pun ikut terjadi seperti kemajuan teknologi, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dan yang lain tidak. Dalam praktiknya, manajer yang tidak berpengalaman sering

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dan yang lain tidak. Dalam praktiknya, manajer yang tidak berpengalaman sering BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Motivasi Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. 1

BAB II KAJIAN TEORI. menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. 1 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kesiapan Menghadapi Dunia Kerja a. Pengertian Kesiapan Kesiapan menurut kamus psikologi adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Subjective well-being merupakan evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Salah satu perusahaan jasa yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan bab perkenalan, di dalamnya dipaparkan mengenai; latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

Lebih terperinci