V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari tanki penyimpanan yang dimiliki PT SMII sesaat setelah minyak tersebut diterima dari supplier. Hal tersebut dapat menjadi jaminan bahwa bahan yang digunakan masih baik. Pengujian fisikokimia dilakukan untuk memastikan bahwa minyak sawit yang digunakan masih dalam kondisi yang layak untuk digunakan. Pengujian tersebut meliputi pengujian bilangan peroksida (PV), bilangan iod (IV), dan asam lemak bebas (FFA). Hasil pengujian bahan baku disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pengujian Bahan Baku penelitian Bahan Baku PV (meq O 2 /kg) IV (mg iod/g) FFA (%) SMP ( C) Minyak sawit (RBDPO) Olein sawit Olein sawit Tabel 9. Spesifikasi Mutu PT Sinar Meadow International Indonesia Bahan Baku PV (meq O 2 /kg) IV (mg iod/g) FFA (%) Grade Minyak sawit (RBDPO) 0.5 (max.) 51.5 (min.) 0.08 % (max.) Normal Olein sawit 1 (PE20) 1.0 (max.) 58.0 (min.) 0.08 % (max.) Normal Olein sawit 2 (PE16) 0.5 (max.) 59.0 (min.) 0.08 % (max.) Super Berdasarkan data pengamatan di atas, bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini masuk dalam kategori layak. Minyak sawit yang diuji masuk dalam spesifikasi yang dibutuhkan oleh PT SMII. Pada olein sawit 1 dan olein sawit 2 terjadi perbedaan nilai Iodine Value (IV) yang menyebabkan perbedaan kategori mutu dari kedua minyak olein sawit tersebut. Karena jika disesuaikan dengan spesifikasi dari PT SMII, minyak olein sawit 1 termasuk kategori normal grade, sedangkan olein sawit 2 termasuk kategori super grade. Perbedaan kualitas ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi fraksinasi di pabrik supplier yang dapat berbeda, sehingga menghasilkan hasil fraksinasi yang berbeda pula. Kualitas mesin dan ulangan fraksinasi juga dapat mempengaruhi kualitas dari olein sawit yang dihasilkan. Selain itu, kondisi cuaca, suhu, dan kondisi alat transportasi dapat mempengaruhi kualitas minyak yang ditransportasikan. Nilai peroksida dari ketiga bahan baku masih masuk ke dalam spesifikasi mutu PT SMII. Nilai peroksida hasil pengujian pada minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2 berturut-turut sebesar 0.30, 0.36, dan 0.28 meq O 2 /kg. Sedangkan batasan maksimal nilai peroksida dari PT SMII untuk minyak sawit, olein sawit normal, dan olein sawit super adalah sebesar 0.5, 1.0, dan 0.5 meq O 2 /kg. Spesifikasi lainnya, yaitu asam lemak bebas (FFA) dari ketiga bahan baku juga masih dapat diterima oleh spesifikasi mutu PT SMII. FFA dari minyak sawit, olein sawit 1 dan olein sawit 2 berturut-turut sebesar 0.04, 0.08, dan 0.05%. Sedangkan spesifikasi FFA dari PT SMII memiliki nilai maksimal yang sama, yaitu 0.08%. Minyak olein sawit 1 merupakan olein sawit yang biasa digunakan untuk menjadi campuran pada oil blend pembuatan produk margarin tertentu. Penambahan olein sawit pada minyak campuran akan menghasilkan produk minyak campuran dengan karakteristik lunak, 27

2 karena sifat fisik minyak olein sawit memiliki SMP yang rendah dibandingkan minyak stearin dan minyak sawit, sehingga akan menghasilkan margarin yang memiliki SMP yang rendah pula. Berdasarkan hasil percobaan, minyak olein sawit 1 memiliki SMP bawah sebesar C, sedangkan minyak olein sawit 2 memiliki SMP bawah sebesar C. Minyak olein sawit 2 sebenarnya lebih ditujukan untuk dikemas menjadi minyak goreng. Namun pada praktiknya, minyak olein sawit dengan kategori super grade dapat juga digunakan untuk bahan baku formulasi oil blend, hanya saja perlu dilakukan perhitungan ulang untuk mendapatkan oil blend yang sesuai dengan spesifikasi dari perusahaan dan permintaan konsumen. Perbedaan SMP dari kedua jenis olein sawit tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah asam lemak oleat (18:1) pada kedua olein sawit. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan semakin rendah (Winarno 2008). B. SOLID FAT CONTENT (SFC) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Karakteristik minyak sawit jika dilihat secara kasat mata cenderung mengkristal dengan tekstur yang lunak pada suhu ruang, sedangkan olein sawit berbentuk cair pada suhu ruang. Pencampuran keduanya dalam proporsi yang sama kemungkinan akan menghasilkan sifat minyak yang memiliki tekstur rata-rata dari keduanya. Sedangkan jika dilihat dari segi SFC pada suhu observasi 10ºC, 20ºC, 30ºC, dan 40ºC, minyak sawit cenderung memiliki kurva SFC yang lebih landai dibandingkan dengan kurva SFC yang dihasilkan oleh olein sawit. Hal ini disebabkan karena pada suhu 20ºC minyak olein sawit cenderung telah mencair, sehingga tidak ada lagi kandungan lemak padat yang tersisa. Suhu observasi di empat titik suhu tersebut dilakukan untuk melihat profil oil blend di berbagai kondisi suhu. Suhu 10ºC mewakili sebagai suhu penyimpanan di suhu rendah. Suhu 20ºC mewakili suhu ruang penyimpanan dan ruang produksi, suhu 30ºC mewakili suhu awal melting oral, sedangkan suhu 40ºC mewakili suhu awal penggorengan. Suhu observasi tidak terbatas pada empat titik tersebut, hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan penelitian. Nilai SFC di masing-masing suhu akan menentukan tujuan penggunaan. 1. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 10ºC Suhu observasi pertama yaitu pada suhu 10ºC. Menurut O Brien (1994), suhu ini mewakili kualitas pengolesan pada suhu referigerator. Hasil karakterisasi SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 pada suhu 10ºC dapat dilihat pada Gambar 7. R 2 = Gambar 7. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 10ºC 28

3 Kurva pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pencampuran minyak sawit dan olein sawit 1 pada berbagai proporsi di suhu 10ºC menunjukkan kurva linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Kurva tersebut terlihat mendekati persamaan nilai perhitungan teori dengan selisih positif, yaitu berada di atas perhitungan teori. Selisih rata-rata dari kedua kurva tersebut sekitar 2.48% (disajikan pada Lampiran 3). Kurva pada Gambar 8 adalah hasil perbandingan karakterisasi SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 antara perhitungan teori dan percobaan pada 10ºC. y = x y = x R 2 = Gambar 8. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 10ºC Gambar 8 menunjukkan gambar kurva yang serupa dengan oil blend sebelumnya. Hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit 2 membentuk kurva yang memiliki linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata nilai selisih terhadap perhitungan teori sebesar 3.23% (disajikan pada Lampiran 3), lebih besar dibandingkan dengan oil blend yang dicampur dengan olein sawit 1. Kurva yang terbentuk oleh hasil kombinasi formulasi oil blend tersebut memiliki kecenderungan yang sama dengan kurva sebelumnya, yaitu memiliki selisih yang positif atau berada di atas kurva perhitungan teori. Sedangkan jika kedua kurva dibandingkan (disajikan pada Gambar 9), kurva data oil blend yang diformulasikan dengan olein sawit 1 berada di atas kurva data oil blend yang diformulasikan dengan olein sawit 2. Hal ini disebabkan karena olein sawit 2 memiliki SMP yang lebih rendah sehingga cenderung memiliki kandungan lemak padat yang lebih sedikit dibandingkan dengan olein sawit 1. SFC (%) (%) Gambar 9. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 10ºC 29

4 2. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 20ºC Karakterisasi selanjutnya dilakukan pada suhu observasi 20ºC, suhu ini mewakili kondisi ruang penyimpanan atau ruang produksi. Kurva perbandingan antara perhitungan teori dan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 yang dilakukan pada suhu 20ºC disajikan pada Gambar 10. y = x R 2 = y = x Gambar 10. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 20ºC Gambar 10 menunjukkan karakteristik oil blend minyak sawit dengan olein sawit 1 pada suhu 20ºC. Data oil blend tersebut membentuk kurva yang memiliki linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata dari selisih nilai SFC antara perhitungan teori dan hasil percobaan adalah sebesar 1.54% (Lampiran 3). Kurva hasil percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 pada suhu 20ºC disajikan pada Gambar 11. y = x y = x R 2 = Gambar 11. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 20ºC Gambar 11 menunjukkan gambar kurva yang serupa dengan oil blend sebelumnya pada suhu 20ºC. Data pencampuran antara minyak sawit dan olein sawit 2 membentuk kurva yang juga memiliki linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata nilai selisih terhadap perhitungan teori 30

5 sebesar 3.23% (disajikan pada Lampiran 3). Kurva yang terbentuk dari hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit 2 memiliki kecenderungan yang sama dengan kurva sebelumnya, yaitu berada di atas kurva perhitungan teori. Perbandingan diantara kedua jenis olein tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. SFC (%) (%) Gambar 12. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 20ºC 3. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 30ºC Karakterisasi selanjutnya dilakukan pada suhu observasi 30ºC, suhu ini mewakili kondisi awal saat bersentuhan dengan tubuh manusia, terutama pada suhu melting oral, yaitu saat minyak masuk dan meleleh di dalam mulut. Kurva perbandingan antara perhitungan teori dan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 yang dilakukan pada suhu 30ºC disajikan pada Gambar 13. y = x y = x R 2 = Gambar 13. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 30ºC Hasil dari karakterisasi pada suhu 30ºC menunjukkan bahwa kurva hasil percobaan cenderung berada di bawah kurva hasil perhitungan teori dengan rata-rata selisih sebesar 0.88%. Kurva tersebut membentuk garis yang membentuk lineritas yang tinggi dengan persamaan y = x serta koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Hal serupa juga terlihat pada kurva yang dibentuk dari oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 (disajikan 31

6 pada Gambar 13). Persamaan yang terbentuk adalah y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Rata-rata selisih antara perhitungan teori dan percobaan sebesar 1.33% (disajikan pada Lampiran 3). Selisih rata-rata nilai perhitungan teori dan nilai percobaan pada suhu 30ºC memiliki nilai yang paling rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil karakterisasi oil blend pada suhu 30ºC memiliki nilai yang paling stabil dan mendekati perhitungan teori dibandingkan dengan percobaan di ketiga suhu lainnya. Gambar kurva perbandingan antara hasil perhitungan teori dengan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit disajikan pada Gambar 14. y = x y = x R 2 = Gambar 14. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 30ºC Perbandingan antara kedua formulasi oil blend dapat dilihat pada Gambar 15. Kurva keduanya cenderung berhimpit dan hanya sedikit terpisah pada proporsi olein sawit 30% hingga 70%. Hal ini berkaitan dengan komposisi asam lemak yang terkandung di dalam oil blend pada setiap formulasi. Dominasi asam lemak tertentu akan mempengaruhi SFC yang terbaca pada suhu dan formulasi tertentu. SFC (%) (%) Gambar 15. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 20ºC 32

7 4. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 40ºC Karakterisasi terakhir yang dilakukan adalah pada suhu observasi 40ºC yang mewakili kondisi saat awal penggorengan. Kurva perbandingan antara perhitungan teori dan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 yang dilakukan pada suhu 40ºC disajikan pada Gambar 16. y = x y = x x R 2 = Gambar 16. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 30ºC Gambar 16 menunjukkan karakteristik oil blend minyak sawit dengan olein sawit 1 pada suhu 40ºC. Data kombinasi formulasi oil blend tersebut membentuk kurva polinomial dengan persamaan y = x x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata dari selisih nilai SFC antara perhitungan teori dan hasil percobaan adalah sebesar 1.21% (disajikan pada Lampiran 3). Gambar kurva hasil percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 pada suhu 40ºC disajikan pada Gambar 17. y = x y = x x R 2 = Gambar 17. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 40ºC 33

8 Gambar 17 menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit 2 juga membentuk kurva polinomial. Kurva tersebut memiliki persamaan y = x x dengan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Perbandingan diantara kedua kurva disajikan pada Gambar 18. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pola keduanya serupa, dan pada proporsi olein sebesar 40%, kedua kurva mendekati garis 0% yang menandakan bahwa hampir tidak ada kandungan lemak padat yang terdapat pada suhu 40ºC. Penyimpangan perbandingan kurva terjauh antara kedua formulasi terjadi pada suhu observasi 10ºC. Sedangkan pada suhu 20ºC, 30ºC, dan 40ºC cenderung berhimpitan. Perbedaan hasil perhitungan teori dan percobaan serta penyimpangan perbandingan kedua kurva tersebut disebut dengan eutectic system. Hal ini dapat terjadi akibat suatu zat yang terdiri dari beberapa komposisi yang memiliki SMP lebih rendah dibandingkan dengan komposisi lainnya. Namun pada kondisi tertentu, eutetic system merupakan hal yang diinginkan dalam beberapa oil blend. SFC (%) (%) Gambar 18. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 40ºC Komposisi asam lemak penyusun minyak sawit dan olein sawit yang digunakan berdampak terhadap kurva SFC yang dihasilkan dari masing-masing formulasi. Gambar 19 menunjukkan bahwa oil blend minyak sawit dan olein 1 memiliki kurva SFC yang rapat. PO 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 Olein (1) Gambar 19. Kurva SFC Oil Blend Minyak Sawit dan Olein Sawit 1 34

9 Hal tersebut dapat terjadi karena komposisi asam lemak yang terkandung di dalam formulasi tersebut memiliki proporsi yang konsisten, sehingga menciptakan kurva SFC yang rapat dan konsisten pula. Kurva SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 disajikan pada Gambar :10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 Gambar 20. Kurva SFC Oil Blend Minyak Sawit dan Olein Sawit 2 Kurva oil blend pada Gambar 20 menunjukkan perbedaan karakter SFC dibandingkan dengan kurva SFC sebelumnya (Gambar 19). Kurva SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 menunjukkan hasil yang lebih renggang, terutama pada suhu observasi 10ºC. Kondisi yang paling mencolok adalah bahwa olein sawit 1 memiliki SFC di atas 25% pada suhu 10ºC, sedangkan olein sawit 2 memiliki SFC kurang dari 10% pada suhu yang sama, sehingga membuat kurva SFC dari kombinasi formulasi oil blend tersebut menjadi lebih renggang. Hal ini dapat terjadi karena olein sawit 2 yang digunakan mengandung asam lemak tidak jenuh oleat lebih tinggi dibandingkan dengan olein sawit 1. Asam lemak oleat yang dominan pada olein sawit tersebut memiliki SMP yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak palmitat yang dominan pada minyak sawit. Tabel 10 menunjukkan data analisis GC yang dimiliki oleh PT SMII. Tabel 10. Hasil Analisis Gas Chromatography PT SMII Bahan Baku Asam Lemak As. Palmitat (C16:0) As. Stearat (C18:0) As. Oleat (C18:1) Minyak Sawit % % % Olein Sawit % % % Olein Sawit % % % Hasil dari karakterisasi yang telah dilakukan dapat dikombinasikan dengan formulasi oil blend produk yang telah dimiliki oleh PT SMII. Margarin yang dapat diproduksi dari berbagai penambahan proporsi olein sawit dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu margarin dengan tekstur keras untuk pembuatan produk cookies, margarin tekstur lunak untuk pembuatan produk bakery dan spread, serta margarin cair untuk keperluan pembuatan cake. Margarin bertekstur keras umumnya tidak memakai olein sawit dalam komposisinya, namun penambahan 35

10 olein sawit sekitar 10-20% diprediksi dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik margarin keras. Hal ini berdasarkan kurva yang terbentuk dari formulasi pada proporsi tersebut, yaitu memiliki kurva yang menyerupai kemiringan dari kurva minyak sawit. Sehingga kemungkinan pengaruh perubahan SFC tidak akan terlalu besar, namun dapat digunakan untuk lebih memudahkan margarin dalam pengaplikasian. Margarin lunak diprediksi dapat menggunakan olein sawit di dalam komposisinya sekitar 30-60% untuk mendapatkan tekstur margarin yang lebih lembut untuk produk bakery dan mudah dioles jika digunakan sebagai spread. Hal ini berdasarkan kurva SFC pada proporsi tersebut yang mempengaruhi kurva SFC minyak sawit sekitar 10%. Sehingga hal ini dapat membantu melunakkan tekstur margarin dan memudahkan pengaplikasian pada produk margarin oles. Sedangkan komposisi olein sebesar 70-90% diprediksi dapat digunakan untuk margarin cair yang dapat berfungsi sebagai lemak pengisi dalam pembuatan cake. Hal ini berdasar dari kurva pada proporsi tersebut yang memiliki kemuringan yang semakin tajam, yang berarti formulasi tersebut lebih mudah mencair seiring dengan kenaikan suhu. C. SLIP MELTING POINT (SMP) Parameter lainnya yang diamati adalah slip melting point (SMP) dari setiap kombinasi formulasi. Kisaran SMP dapat diikorelasikan dengan membaca nilai SFC-nya pada saat kandungan lemak padat berkisar antara 4 hingga 5%. SMP suatu minyak atau lemak sangat ditentukan oleh jenis asam lemak penyusunnya. Semakin pendek rantai karbon penyusun asam lemak, SMP dari suatu minyak akan semakin rendah, maka kandungan lemak padatnya akan semakin rendah pula pada suhu tertentu. Sebaliknya jika semakin panjang rantai karbon penyusun asam lemak, SMP dari suatu minyak akan semakin tinggi, maka kandungan lemak padatnya akan semakin tinggi pada suhu tertentu. Namun jika rantai karbon tersebut mengandung ikatan rangkap, maka SMP asam lemak tersebut akan semakin rendah. Semakin banyak ikatan rangkap yang terkandung di dalam rantai karbon penyusun asam lemak, maka SMPnya akan semakin rendah. Minyak sawit memiliki SMP pada kisaran C (SNI ). Sedangkan olein sawit berada pada kisaran C atau maksimal 24 C (CODEX 1999). Ketiga bahan baku sesuai dengan standar acuan. Tabel 11 menunjukkan data hasil analisis SMP minyak sawit dan kedua jenis olein sawit. Tabel 11. Hasil Analisis SMP Bahan Baku Bahan Baku Hasil Analisis SMP (ºC) Kisaran Standar SMP Acuan (ºC) Minyak Sawit (SNI) Olein Sawit Maks. 24 (CODEX) Olein Sawit Maks. 24 (CODEX) Pengaruh penambahan olein sawit 1 maupun olein sawit 2 terhadap rata-rata SMP disajikan pada Gambar 21. Diagram tersebut membentuk pola yang semakin menurun. Hal tersebut menunjukkan perbandingan SMP pada pengaruh proporsi kedua olein sawit yang digunakan. Selain itu, diagram tersebut menggambarkan keserupaan pola kecenderungan SMP dari kedua kombinasi formulasi walaupun mengandung bahan baku dengan SMP yang berbeda. Penurunan diagram tersebut disebabkan oleh proporsi olein sawit yang semakin banyak. Sehingga komposisi asam lemak tidak jenuh yang terkandung di dalam olein sawit semakin banyak mendominasi formula tersebut dan membuat SMP semakin rendah. Rata-rata dari kisaran titik 36

11 leleh dapat dikaitkan dengan kurva SFC, yaitu kandungan lemak padat setiap formulasi memiliki nilai berkisar antara 0% hingga 10% saat lemak terlihat mulai mencair. Sehingga hal ini memperkuat teori hubungan antara SFC dengan SMP. Gambar 21. Perbandingan SMP terhadap Proporsi Olein sawit 1 dan Olein sawit 2. 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008 ABSTRAK Lemak margarin dengan sifat fisik yang baik dapat dibuat dari campuran minyak stearin kelapa sawit (RBDPS), minyak kelapa sawit (RBDPO), minyak kelapa (CNO) dengan cara blending dan interesterifikasi.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Berdasarkan FAO (2000), minyak kepala sawit merupakan minyak yang didapatkan dari bagian daging buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) dengan kandungan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun mandi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA FRAKSINASI TERHADAP KOMPOSISI DAN SIFAT FISIKO-KIMIA FRAKSI OLEIN DARI MXNUAK KELAPA SAWIT SEBAGAI BAIHAN BAKU MINUAK PELUMAS 2000 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari 2310 030 003 2. Arina Nurlaili R 2310 030 081 24 juni 2013 Latar Belakang Penggunaan minyak goreng secara

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Bernadette Malita S NRP: 5203012029 Rosalia Maria Da S NRP: 5203012042 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS Oleh : PAYAMAN PANDIANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini PEMBUATAN TRANSFORMER OIL DARI MINYAK NABATI MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DAN PENAMBAHAN ADITIF Akh. Mokh. Hendra C. M. (2306100011) Much. Arif Amrullah (2306100081) Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK The Utilization of Red Palm Oil for ed by Spray Chilling Process Juanda Reputra 1, Purwiyatno Hariyadi 1,2, Nuri Andarwulan 1,2 1 Departemen IImu

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh : PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI Oleh : PRAPTI AKHIRININGSIH NPM : 0533010001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak 93 8 PEMBAHASAN UMUM Komposisi Asam Lemak Karakteristik Minyak Kelapa Minyak dan lemak adalah suatu campuran triasilgliserol, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak dan lemak yang diperoleh dari

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Salah satu parameter mutu asam stearat blended bermutu premium, adalah heat stability/kestabilan warna, selain warna, bilangan iodium dan komposisi asam

Lebih terperinci

UJI KUALITAS MINYAK GORENG PADA PARA PENJUAL GORENGAN DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI

UJI KUALITAS MINYAK GORENG PADA PARA PENJUAL GORENGAN DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI UJI KUALITAS MINYAK GORENG PADA PARA PENJUAL GORENGAN DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI Oleh Eko Aang Prasetyawan NIM 032210101002 PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERLAKUAN SUHU FILLING TRAY PADA PROSES FRAKSINASI CPKO TERHADAP RENDEMEN DAN ANGKA IODIN CRUDE PALM KERNEL STEARIN

KAJIAN PERLAKUAN SUHU FILLING TRAY PADA PROSES FRAKSINASI CPKO TERHADAP RENDEMEN DAN ANGKA IODIN CRUDE PALM KERNEL STEARIN Jurnal Agroteknose. Volume VIII No. II Tahun 2017 KAJIAN PERLAKUAN SUHU FILLING TRAY PADA PROSES FRAKSINASI CPKO TERHADAP RENDEMEN DAN ANGKA IODIN CRUDE PALM KERNEL STEARIN Adi Ruswanto, Hermantoro, Avif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PALM OLEIN (RPO) Penelitian ini menggunakan RPO yang diproses dari CPO yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama (Bimoli), Jakarta.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015)

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) Diajukan oleh: Ezekiel Lauwrent Budi Utomo NRP: 5203012019 Wahyu Octaria NRP: 5203012033 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI 7.1 Implemetasi Sistem SINKUAL-BIODIESEL dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan pada bagian pengedalian kualitas (quality control) yang diaplikasikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, namun perlu dipahami bahwa makan untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, industri di Indonesia berkembang pesat. Di antara subsektor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, industri di Indonesia berkembang pesat. Di antara subsektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dewasa ini, industri di Indonesia berkembang pesat. Di antara subsektor industri yang pembangunannya berkembang pesat adalah subsektor industri pangan. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Stefanus NRP: 5203012001 Hendry Kurniawan NRP: 5203012002 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik

Lebih terperinci

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : 0533310039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT 5.1. Perkebunan Kelapa Sawit Luas Area Kelapa Sawit di Indonesia senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Perk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN COKELAT PADUAN CAIR PENYALUT ES KRIM BERBASIS PALM KERNEL OLEIN DI PT SMART TBK MUHAMMAD EKA PRAMUDITA

PENGEMBANGAN COKELAT PADUAN CAIR PENYALUT ES KRIM BERBASIS PALM KERNEL OLEIN DI PT SMART TBK MUHAMMAD EKA PRAMUDITA i PENGEMBANGAN COKELAT PADUAN CAIR PENYALUT ES KRIM BERBASIS PALM KERNEL OLEIN DI PT SMART TBK MUHAMMAD EKA PRAMUDITA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas dan dikonsumsi oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR EKSTRAKSI MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK GORENG

LAPORAN TUGAS AKHIR EKSTRAKSI MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK GORENG LAPORAN TUGAS AKHIR EKSTRAKSI MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK GORENG Disusun Oleh: ANIS ARDI KUMALASARI FRANCISCA ANDWI PUTRI K. I8311002 I8311018 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

KRISTALISASI. Teti Estiasih - THP - FTP UB 1

KRISTALISASI. Teti Estiasih - THP - FTP UB 1 KRISTALISASI Teti Estiasih - THP - FTP UB 1 Teti Estiasih - THP - FTP UB CONTOH PRODUK MENGANDUNG KRISTAL Gula Pasir Garam MSG Asam sitrat Cokelat Margarin Roti Permen 2 DEFINISI Kristalisasi merupakan

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK LAMPIRAN A ANALISA MINYAK A.1. Warna [32] Grade warna minyak akan analisa menggunakan lovibond tintometer, hasil analisa akan diperoleh warna merah dan kuning. Persentase pengurangan warna pada minyak

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewable disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Saat

Lebih terperinci

PARAMITA ADIMULYO F

PARAMITA ADIMULYO F KAJIAN PENCAMPURAN MINYAK DAN LEMAK (MINYAK KELAPA SAWIT, STEARIN, DAN MINYAK KELAPA) TERHADAP KARAKTERISTIK MINYAK CAMPURANNYA DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI PARAMITA ADIMULYO F24070055

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Lemak dan minyak digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Lemak dan minyak digolongkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak merupakan salah satu sumber energi yang penting bagi tubuh untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Lemak dan minyak digolongkan menjadi dua, yaitu lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR Mutu minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi CPO. Pengolahan dan penyimpanan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SMART Tbk. SURABAYA Diajukan oleh: Silviana Ike Setiawan NRP: 5203013039 Nathania Puspitasari NRP: 5203013047 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

DEFINISI. lipids are those substances which are

DEFINISI. lipids are those substances which are MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K. DEFINISI lipids are those substances which are insoluble in water; soluble in organic solvents such as chloroform, ether or benzene; contain long-chain hydrocarbon groups

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asam Malat dan Vitamin C terhadap Penerimaan Sensori Minuman sari buah jeruk memiliki karakteristik rasa asam dan apabila ditambahkan vitamin C dalam produk akan meningkatkan

Lebih terperinci