PARAMITA ADIMULYO F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARAMITA ADIMULYO F"

Transkripsi

1 KAJIAN PENCAMPURAN MINYAK DAN LEMAK (MINYAK KELAPA SAWIT, STEARIN, DAN MINYAK KELAPA) TERHADAP KARAKTERISTIK MINYAK CAMPURANNYA DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI PARAMITA ADIMULYO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 STUDY OF OIL AND FAT MIXING (PALM OIL, PALM STEARIN, AND COCONUT OIL) THROUGH THEIR OIL BLENDS CHARACTERISTIC IN PT. SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA Paramita Adimulyo, Nugraha Edhi Suyatma, and Payaman Pandiangan Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: , ABSTRACT PT Sinar Meadow International Indonesia is a manufacture industry producing margarine and shortening. Both products are made from several type of vegetable oil or fat that combined together into an oil blend. Formulation of the oil blend could affect the characteristic of the margarine and shortening products. Oil blend in this research consist of (1) palm oil (PO)/palm stearin (PS), (2) palm oil (PO)/coconut oil (CNO), and (3) PO/PS/CNO. Oil blend characteristics such as solid fat content (SFC) and slip melting point (SMP) of PO, PS, CNO and their binary blends at 1:1, 1:0, 1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 6:4, 7:3, 8:2, 9:1,0:1 (w/w) were evaluated and compared with theoretical approach so that the correlation of that parameter could be analyzed. SFC was observed in four temperature observation; 10⁰C, 20⁰C, 30⁰C and 40⁰C using low-resolution Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Oil blend PS/PO is currently having linier predictable SFC curve and there is no significance difference from theoretical curve. SFC curve for CNO/PO is linear only when observed in 10⁰C and 30⁰C. CNO/PO/PS with fixed proportion of 10%CNO having SFC curve pattern like oil blend PO/PS. SFC curve of CNO/PO/PS with varied CNO proportion is sharper. SFC curves from oil blend PO/CNO and CNO/PO/PS are significantly different from theoretical value. Higher proportion of PO resulting in higher SMP, while increased proportion of CNO is decreasing SMP. There is significant difference SMP in each formulation of oil blends. Keywords: palm oil, palm stearin, coconut oil, oil blend, solid fat content (SFC), slip melting point

3 PARAMITA ADIMULYO. F Kajian Pencampuran Minyak dan Lemak (Minyak Kelapa Sawit, Stearin, dan Minyak Kelapa) terhadap Karakteristik Minyak Campurannya di PT Sinar Meadow International Indonesia. Di bawah bimbingan Nugraha Edhi Suyatma dan Payaman Pandiangan RINGKASAN Margarin dan shortening merupakan produk utama dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia (SMII). Produk-produk tersebut terbuat dari beberapa jenis minyak maupun lemak nabati melalui proses pencampuran minyak (oil blend). Beberapa jenis minyak atau lemak nabati dicampurkan untuk menjadi oil blend dan digunakan untuk mendapatkan karakter produk akhir yang diinginkan. Parameter yang digunakan untuk menguji karakter oil blend adalah kandungan padatan lemak atau Solid Fat Content (SFC) menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan slip melting point (SMP) menggunakan pipa kapiler. Bahan baku yang digunakan untuk oil blend dalam penelitian ini adalah minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa. Karakteristik masing-masing bahan baku tersebut akan mempengaruhi karakter oil blend yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakter oil blend yang dihasilkan tersebut. Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengujian bilangan iod dan bilangan peroksida terhadap bahan baku minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa yang digunakan untuk melihat karakter serta kualitasnya. Campuran dilakukan antara minyak sawit dan stearin serta minyak sawit dan minyak kelapa dengan persentase (%w/w) masing-masing 10:90 hingga 90:10. Campuran oil blend antara ketiga jenis minyak/lemak nabati tersebut yaitu minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa dilakukan dengan persentase (%w/w) 70/20/10; 50/40/10; 30/60/10; 10/80/10; 45/45/10; 40/40/20; 35/35/30; 30/30/40; dan 25/25/50. Nilai SFC dari masing-masing formulasi diamati pada empat suhu observasi, yaitu 10ºC, 20ºC, 30ºC, dan 40ºC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter oil blend minyak sawit (PO) dan stearin (PS) menghasilkan kurva SFC yang linier (R 2 >0.992) pada seluruh suhu observasi dengan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kurva SFC teoritis pada taraf signifikansi α=0.05. Sementara kurva SFC oil blend antara minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) berbeda nyata dengan kurva SFC teoritis dan hanya menghasilkan kurva SFC linier pada suhu observasi 10⁰C (R 2 =0.924) dan 30⁰C (R 2 =0.972). Pada suhu 10⁰C peningkatan proporsi CNO justru meningkatkan nilai SFC dan pada suhu 20⁰C teramati adanya interaksi secara eutectic. Karakter oil blend antara PO, PS, dan CNO dengan proporsi CNO tetap 10% dan proporsi PS meningkat tiap 20% menghasilkan kurva SFC yang linier (R 2 > 0.990) pada seluruh suhu observasi dan menunjukkan keteraturan. Kurva SFC oil blends CNO/PO/PS dengan peningkatan proporsi CNO berbentuk lebih curam dan pada suhu observasi 20⁰C menghasilkan penyimpangan terjauh dengan selisih nilai SFC mencapai 20.29%SFC terhadap kurva SFC teoritis. Kurva SFC hasil percobaan oil blend CNO/PO/PS memiliki nilai yang berbeda secara nyata terhadap kurva SFC teoritis. Hasil analisis SMP menunjukkan bahwa penambahan PS cenderung meningkatkan SMP sementara penambahan CNO justru cenderung menurunkan nilai SMP oil blend. SMP yang terbentuk dari masing-masing formulasi dipengaruhi oleh SMP dan komposisi asam lemak bahan baku. Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan PT SMII dalam pertimbangan penggunaan stearin dan minyak kelapa pada oil blend serta pengembangan produk baru yang berbasis minyak sawit dan stearin maupun minyak sawit dan minyak kelapa sawit sesuai dengan permintaan konsumen. Hasil SFC dan SMP menentukan penggunaan pengaplikasian produk akhir seperti margarin padat, margarin semi padat, margarin cair, dan margarin industri.

4 KAJIAN PENCAMPURAN MINYAK DAN LEMAK (MINYAK KELAPA SAWIT, STEARIN, DAN MINYAK KELAPA) TERHADAP KARAKTERISTIK MINYAK CAMPURANNYA DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh PARAMITA ADIMULYO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Pencampuran Minyak dan Lemak (Minyak Kelapa Sawit, Stearin, dan Minyak Kelapa) terhadap Karakteristik Minyak Campurannya di PT Sinar Meadow International Indonesia : Paramita Adimulyo : F Menyetujui: Pembimbing Utama, Pembimbing Lapang, (Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA) NIP (Payaman Pandiangan, S.Si, M.P) NIP C0346 Mengetahui: Plt. Ketua Departemen, (Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi) NIP Tanggal lulus: Oktober 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pencampuran Minyak dan Lemak (Minyak Kelapa Sawit, Stearin, dan Minyak Kelapa) terhadap Karakteristik Minyak Campurannya di PT Sinar Meadow International Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Yang membuat pernyataan Paramita Adimulyo F iii

7 Hak cipta milik Paramita Adimulyo, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya iv

8 BIODATA PENULIS Penulis bernama lengkap Paramita Adimulyo. Lahir di Biak pada tanggal 21 Januari 1990 dari pasangan ayah Budi Adimulyo dan ibu Indriyati sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Pegangsaan II 05 Pagi Jakarta (2001), sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Bogor (2004), dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor (2007). Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian serta Program Studi Minor Manajemen Fungsional, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan, antara lain sekretaris II dalam Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XVI serta seksi logistik dalam Indonesian Food Expo Penulis juga aktif mengikuti organisasi di dalam kampus dengan menjadi bendahara klub tari Fateta tahun Selain itu, penulis turut aktif menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Prinsip Teknik Pangan pada tahun Sebagai tugas akhir, penulis melakukan praktik magang di PT Sinar Meadow Internasional Indonesia dengan judul skripsi Kajian Pencampuran Minyak dan Lemak (Minyak Kelapa Sawit, Stearin, dan Minyak Kelapa) terhadap Karakteristik Minyak Campurannya di PT Sinar Meadow Internasional Indonesia. v

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penyusunan tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tugas akhir berupa penelitian magang dengan judul Kajian Pencampuran Minyak dan Lemak (Minyak Kelapa Sawit, Stearin, dan Minyak Kelapa) terhadap Karakteristik Minyak Campurannya di PT Sinar Meadow International Indonesia dilaksanakan sejak Februari hingga Juli Proses penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta; ayah Budi Adimulyo, ibu Indriyati, adik, kakak, serta seluruh keluarga besar yang selalu menemani serta memberi dukungan, doa, dan kekuatan kepada penulis 2. Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran serta bimbingan selama proses perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir penulis 3. Bapak Payaman Pandiangan, S.Si, M.P. selaku dosen pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan, arahan, dan bimbingannya selama kegitan magang berlangsung 4. Bapak Fahim M. Taqi, STP, DEA dan ibu Nur Wulandari, STP, M.Si selaku dosen penguji sidang atas kesediaan waktu dan saran yang telah diberikan 5. Para guru dan dosen selama pendidikan penulis yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga 6. Rekan istimewa, xxx atas kesetiannya selalu menemani dimasa-masa terburuk dan terus memberikan semangat serta kekuatan untuk penulis 7. Rekan satu bimbingan; Andrew Fredickson dan Khafidudin Riswanto yang telah bekerja sama dan membangun kekompakan selama empat tahun ini 8. Sahabat terbaik sejak kecil; Astrid dan Uswah yang telah menjadi tempat berbagi suka duka dan selalu memberikan masukan yang membangun 9. Sahabat-sahabat terbaik semasa kuliah; Widita Wimala, Arum Nurhandayani, serta Vendryana yang selalu memberikan keceriaan, petualangan, masukan, motivasi serta dukungan selama tiga tahun ini 10. Rekan satu kelompok apapun; Irsyad, Ulfa Nurmaida, Dimas Supriyadi, Nadiah, Indri Putri, Michael Devega atas kekompakkan serta kebersamaan yang telah dilalui bersama 11. Rekan terdekat semasa kuliah; Indrawan, Reisa, Iman, Andri, Dela, Punjung, Kanov, Amelinda, Marisa, Adi, Dela, Marvin, Daniel, Cherish, Anisa R., Desir, Tami atas dukungan serta rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang terbangun selama tiga tahun ini 12. Rekan-rekan ITP44 atas kebersamaan dan kekompakannya; Oky, Rozak, Elisabeth, Fieki, Chandra, Tiara, Chintia, Amelia, Belinda, Septi, Riffi, Reny, Hana M., Hana S., Trancy, Erlinda, Melia, Elvita, Ashari, Lia, serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 13. Serta rekan-rekan di PT Sinar Meadow Internasional Indonesia yang telah banyak memberi masukan dan pengajaran kepada penulis selama magang; Pak Heru, Pak Edi W, Bu Lensi, Pak Harun, Pak Edi Tri, Pak Edi Pur, Bu Yati, Pak Heru P. serta rekan-rekan lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih. Bogor, Oktober 2011 Paramita Adimulyo vi

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR..... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. PROFIL PERUSAHAAN... 3 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... 3 B. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK C. STRUKTUR ORGANISASI... 4 D. KETENAGAKERJAAN... 5 E. RUANG LINGKUP USAHA... 5 F. PROSES PRODUKSI CONTINUOUS REFINERY PLANT BATCH REFINERY PLANT PACKING ROOM III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT B. STEARIN vii

11 C. MINYAK KELAPA D. KARAKTERISTIK MINYAK Kandungan Padatan Lemak Slip Melting Point IV. METODELOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT B. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN Pengujian Bahan Baku a. Bilangan Iod b. Bilangan Peroksida Formulasi campuran minyak Analisis Karakter Oil Blend a. Kandungan padatan lemak b. Slip Melting Point V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU Bilangan Iod Bilangan Peroksida B. FORMULASI OIL BLEND C. ANALISIS KARAKTER OIL BLEND Kandungan Padatan Lemak/ Solid Fat Content (SFC) a. Oil blend stearin (PS) dengan minyak sawit (PO) b. Oil blend minyak kelapa (CNO) dengan minyak sawit (PO) viii

12 c. Oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS) dan minyak kelapa (CNO) Slip Melting Point VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit.. 14 Tabel 2. Nilai kandungan padatan lemak atau solid fat content (SFC) minyak sawit (RBDPO) pada berbagai suhu Tabel 3. Komposisi asam lemak stearin Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak kelapa Tabel 5. Sifat-sifat fisiko-kimia minyak kelapa. 17 Tabel 6. Syarat mutu minyak kelapa SNI Tabel 7. Kombinasi persentase minyak sawit (PO) dan stearin (PS) dalam oil blend.. 24 Tabel 8. Kombinasi persentase minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) dalam oil blend.. 24 Tabel 9. Hasil uji bahan baku PT SMII Tabel 10. Kombinasi persentase minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dalam oil blend dengan variasi komposisi PS Tabel 11. Kombinasi persentase minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dalam oil blend dengan variasi komposisi CNO. 27 x

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Logo PT Sinar Meadow Internasional Indonesia (SMII).. 3 Gambar 2. Logo brand produk-produk PT SMII; (a). Gold Bullion, (b). Mother s Choice, (c). Cita, dan (d). Maestro... 5 Gambar 3. Buah kelapa sawit.. 13 Gambar 4. Tipikal kurva solids fat index (SFI) untuk beberapa produk Gambar 5. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO) dengan stearin (PS) Gambar 6. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS) pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) Gambar 7. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO) dengan minyak kelapa (CNO).. 32 Gambar 8. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40).. 33 Gambar 9. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS) dan minyak kelapa (CNO) dengan variasi proporsi PS 20-80% Gambar 10. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak kelapa (CNO), minyak sawit (PO), dan stearin (PS) dengan variasi proporsi PS 0-80% pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) Gambar 11. Karakter SFC oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan variasi proporsi CNO 10-50%. 35 Gambar 12. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak kelapa (CNO), minyak sawit (PO), dan stearin (PS) dengan proporsi CNO 10% -50% pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) Gambar13. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS) Gambar14. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) Gambar15. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan proporsi PS 20-80% Gambar16. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan proporsi CNO10%-50% xi

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lokasi dan tata letak pabrik PT SMII Lampran 2. Struktur organisasi PT SMII 45 Lampiran 3. Nilai SFC tipikal untuk beberapa produk shortening Lampiran 4a. Nilai SFC oil blend minyak sawit (PO) dan stearin (PS) hasil pengamatan dan berdasarkan teori pada empat suhu observasi (10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C) 46 Lampiran 4b. Nilai SFC oil blend minyak sawit (PO) dan minyak sawit (CNO) hasil pengamatan dan berdasarkan teori pada empat suhu observasi (10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C).. 47 Lampiran 4c. Nilai SFC oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan proporsi CNO tetap untuk hasil pengamatan dan berdasarkan teori pada empat suhu observasi (10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C). 47 Lampiran 4d. Nilai SFC oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan proporsi CNO bervariasi untuk hasil pengamatan dan berdasarkan teori pada empat suhu observasi (10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C) 41 Lampiran 5. Persamaan kurva SFC oil blend secara eksperimen (E) dan teoritis (T) pada suhu observasi (10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C) 48 Lampiran 6a. Analisis paired T-test antara kurva SFC secara eksperimen dan teoritis pada oil blend minyak sawit (PO) dan stearin (PS).. 49 Lampiran 6b. Analisis paired T-test antara kurva SFC secara eksperimen dan teoritis pada oil blend minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) Lampiran 6c. Analisis paired T-test antara kurva SFC secara eksperimen dan teoritis pada oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS) dan minyak kelapa (CNO) dengan peningkatan proporsi PS Lampiran 6d. Analisis paired T-test antara kurva SFC secara eksperimen dan teoritis pada oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS) dan minyak kelapa (CNO) dengan peningkatan proporsi CNO Lampiran 7a. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan oil blend minyak sawit (PO) dan stearin (PS) 53 Lampiran 7b. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan oil blend minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO). 54 Lampiran 7c. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan CNO proporsi tetap 55 Lampiran 7d. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan CNO proporsi variasi 56 xii

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PT Sinar Meadow International Indonesia (SMII) merupakan industri pangan yang bergerak di pengolahan minyak dan lemak nabati dengan produk utama berupa margarin dan shortening. Margarin merupakan produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air (SNI) yang memiliki kandungan lemak tidak kurang dari 80% dan 15,000 IU vitamin A tiap pound nya (CFR). Sedangkan shortening disebutkan sebagai produk turunan lemak atau minyak yang mengandung 100% lemak dan umumnya diasosiasikan untuk keperluan khusus seperti baking (O Brien, 2004). Margarin sendiri umumnya terdiri dari beberapa jenis minyak maupun lemak nabati melalui berbagai campuran minyak (oil blend). Komposisi oil blend yang digunakan akan menentukan kandungan padatan dan pembentukan kristal pada produk yang kemudian akan mempengaruhi karakteristik fisik produk yang dihasilkan. Karakteristik fisik dapat dilihat untuk menentukan kualitas suatu minyak atau lemak yang digunakan. Karakter fisik margarin sebagian besar dikendalikan oleh kandungan padatan lemak (solid fat content), misalnya karakteristik slip melting point (SMP), konsistensi, kekompakan, spreadability serta mouth feel. (Young, et. al., 1994). Berdasarkan Chrysam (1996), aspek fungsional yang langsung dirasakan oleh konsumen yaitu daya oles (spreadability), pemisahan minyak (oil separation), dan titik leleh (melting). Ketiga aspek fungsional tersebut dapat dilihat dari karakter kandungan padatan lemaknya (solid fat index atau solid fat content). Sehingga komposisi yang tepat masing-masing minyak nabati tersebut akan sangat menentukan karakteristik margarin yang dihasilkan. Kandungan padatan lemak pada oil blend sendiri tidak dapat diprediksikan sehingga memerlukan percobaan untuk menentukan nilai kandungan padatan lemak tersebut (Young et. al., 1994). Perhitungan secara teliti harus dilakukan terhadap solid fat content (SFC) untuk memperoleh karakteristik yang diinginkan, mengingat setiap jenis minyak akan memberikan kontribusi yang berbeda-beda sesuai dengan karakter asalnya. Minyak kelapa sawit, stearin, dan minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku dalam oil blend untuk proses pembuatan margarin maupun shortening. Minyak kelapa sawit memiliki pembentukan kristal β (beta-prime) yang sesuai untuk produk margarin dan shortening (Basiron, 2005) dengan stabilitas oksidatif dan termal yang tinggi. Stearin merupakan fraksi padatan hasil proses fraksinasi minyak kelapa sawit dengan jumlah asam lemak jenuh yang lebih tinggi. Kombinasi stearin dengan minyak sawit dalam oil blend akan menghasilkan kisaran kandungan padatan lemak yang cukup luas dan berdampak pada jenis karakter produk margarin maupun shortening yang beragam. Minyak kelapa merupakan salah satu jenis minyak yang tidak mudah diprediksi dalam penggunaannya sebagai bahan baku dalam oil blend karena tersusun dari berbagai jenis asam lemak yang memiliki keragaman SMP dari rendah hingga tinggi. Kandungan padatan lemak menjadi parameter kontrol dalam proses produksi di PT. Sinar Meadow International Indonesia dan menentukan kelanjutan dari proses produksi yang dilakukan. Bagian Quality Management harus memastikan terlebih dahulu bahwa oil blend yang dihasilkan memiliki SFC yang sesuai dan proses produksi baru dapat dilaksanakan. Selain menjadi parameter kontrol, karakteristik SFC dan SMP perlu dilihat untuk melengkapi data yang

17 dibutuhkan bagi pengembangan produk margarin dan shortening. Hasil karakterisasi dari campuran minyak yang dilakukan pada penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan yang positif bagi pihak perusahaan untuk dapat meminimalisasi ketidaksesuaian hasil SFC oil blend dan memberi tambahan bahan pustaka bagi departemen Research and Development untuk dapat berinovasi mengembangkan produk. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari profil karakter kandungan padatan lemak dan slip melting point yang akan dihasilkan dari campuran minyak (oil blend) dari (1) minyak sawit dan turunannya yaitu stearin, (2) minyak sawit dan minyak kelapa, serta (3) kombinasi oil blend dari ketiganya yaitu minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa di PT. Sinar Meadow International Indonesia sehingga dapat digunakan oleh PT. Sinar Meadow International Indonesia sebagai tambahan pustaka untuk berinovasi mengembangkan produk. 2

18 II. PROFIL PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT. Sinar Meadow International Indonesia adalah sebuah perusahaan patungan Indonesia- Australia, yaitu antara Sinar Mas Group melalui PT. Ivo Mas Tunggal dengan Goodman Fielder International Ltd., melalui Meadow Lea Food di Australia. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 11 Agustus 1990 dan memiliki Izin Usaha Tetap No.618/T/Industri/1996. PT. Sinar Meadow International Indonesia merupakan industri pangan yang bergerak di bidang manufaktur pengolahan lemak dan minyak nabati. Perusahaan ini telah mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1992 dengan produk utama berupa minyak goreng, margarin, dan shortening. PT. Sinar Meadow International Indonesia telah mengembangkan produk-produk edible oil untuk pangsa pasar dalam negeri maupun ekspor ke negara-negara Asia Pasifik dan Timur Tengah. Pangsa pasar yang dituju sebagian besar untuk kebutuhan industrial, namun terdapat juga beberapa produk untuk retail. PT. Sinar Meadow International Indonesia memiliki visi untuk menjadi perusahaan utama yang memproduksi minyak pangan berkualitas tinggi di Indonesia dan seluruh dunia. Oleh karena itu, perusahaan ini menerapkan misi untuk secara konsisten memproduksi produk berkualitas tinggi sebagai nilai utama dalam mendapatkan kepercayaan konsumen. Sebagai bukti bahwa PT SMII peduli dengan kesehatan dan kualitas produk, PT SMII telah mendapatkan sertifikat HACCP/ISO 22000:2005 dan juga sertifikat ISO 9001:2000. Selain itu juga PT SMII juga telah mendapatkan sertifikasi Halal dari LP POM MUI. Berikut adalah logo PT SMII. Gambar 1. Logo PT Sinar Meadow International Indonesia B. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK PT Sinar Meadow International Indonesia menempati area seluas 2,6 hektar di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), yaitu di Jl. Pulo Ayang I No. 6, Jakarta Timur. Lokasi perusahaan ini cukup strategis untuk transportasi bahan baku Crude Palm Oil (CPO) yang tiba di pelabuhan Tanjung Priok karena jarak yang tidak terlalu jauh. Lokasi perusahaan juga memudahkan ketersediaan berbagai sarana pendukung lainnya (listrik, air, tenaga kerja,

19 penanganan limbah) yang baik serta memudahkan pemasaran produk di daerah Jakarta dan sekitarnya. Tata letak pabrik PT Sinar Meadow International Indonesia terdiri dari dua bangunan utama yaitu bagian produksi (manufacturing) dan bagian perkantoran (office). Bagian perkantoran memiliki tiga lantai yang digunakan oleh General Manager (GM), Departemen Penjualan dan Pemasaran (Sales and Marketing), Departemen Administrasi dan Keuangan (Finance and Accounting), serta Departemen Ketenagakerjaan (Human Resource Development). Bagian produksi terletak di gedung terpisah dan dibagi tiga plant yaitu continuous refinery, batch refinery, dan ruang pengemasan (packing room). Ruang pengemasan terbagi menjadi packing room 1 untuk pengemasan minyak goreng dan packing room 2 untuk pengolahan serta pengemasan margarin, shortening, dan pastry. Pada Februari 2011, packing room 1 tidak dipergunakan lagi karena bagian produksi tidak lagi memproduksi minyak dan hanya dikhususkan untuk produksi margarin, shortening, dan pastry. Selain itu, beberapa ruang lain juga terdapat di dalam bagian produksi. Laboratorium pengendalian mutu dan jaminan atau quality control (QC) dan quality assurance (QA) terletak dalam bagian produksi di dekat packing room 2 dan terpisah dengan laboratorium research & development (R&D) yang telah selesai dibangun pada tahun ini. Lantai kedua pada bagian produksi terdapat laboratorium mikrobiologi terletak secara terpisah dari laboratorium lainnya untuk mencegah terjadinya kontaminasi. PT Sinar Meadow International Indonesia memiliki unit pengolahan limbah (effluent plant) yang terletak di belakang unit batch refinery. Unit pengolahan limbah memiliki area tersendiri yang berfungsi untuk menjamin lingkungan sekitar perusahaan bersih dan aman dari hasil produk samping ataupun limbah buangan produksi. Bagian gudang (warehouse) terdiri dari empat bagian yaitu gudang utama, gudang bahan baku produksi (ingredient), gudang bahan-bahan kimia untuk proses pemurnian (refinery), dan gudang produk akhir (finished good). Gudang utama, gudang finished goods dan gudang ingredient terletak di dekat packing room 2 sementara gudang refinery terletak di dekat continous refinery plant. Gambaran lokasi dan tata letak pabrik dapat dilihat pada Lampiran 1. C. STRUKTUR ORGANISASI Struktur organisasi merupakan suatu hubungan dan susunan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi ataupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan tertentu. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Semua perusahaan memiliki hirarki yang jelas mengenai pembagian tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan perusahaan. PT Sinar Meadow International Indonesia merupakan salah satu anak perusahaan Sinar Mas Group yang pimpinan tertingginya dijabat oleh seorang General Manager. Seorang General Manager membawahi beberapa departemen, yaitu Sales and Marketing, Logistik, Finance and Accounting, Manufacturing, Engineering and Maintenance, dan Human Resource Development. Masing-masing departemen ini dipimpin oleh seorang Departement Head yang membawahi beberapa manager. Pada Departemen Logistik di bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC) langsung berkoordinasi dengan General Manager. 4

20 D. KETENAGAKERJAAN Pengelolaan dan pengembangan PT Sinar Meadow International Indonesia dilakukan bersama antara pengusaha dan pekerj dengan mayoritas pegawai terdiri dari tenaga kerja pria. Tenaga kerja wanita lebih banyak ditempatkan di bagian administrasi dan perencanaan serta laboratorium. Tenaga kerja wanita tidak ditempatkan di bagian produksi karena jenis pekerjaannya yang berat dan membutuhkan tenaga kerja yang besar serta tidak memungkinkan untuk kerja shift karena alasan keamanan. PT Sinar Meadow International Indonesia selalu memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu bekerja sesuai standar pada jabatannya masing-masing serta dapat terus meningkatkan kemampuan dan kinerja karyawan. Pelatihan umumnya diadakan sekali dalan setahun dan dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Secara umum waktu kerja karyawan adalah lima sampai enam hari dalam seminggu. Pengaturan jadwal kerja bagi karyawan yang bekerja di kantor adalah Senin hingga Jumat dengan jam kerja mulai pukul Kegiatan produksi pabrik berlangsung 24 jam perhari, sehingga perlu adanya shift kerja untuk menjaga agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar. Terdapat tiga shift yang diberlakukan, yaitu shift pertama pukul , shift kedua pukul dan shift ketiga pukul E. RUANG LINGKUP USAHA PT. Sinar Meadow International Indonesia merupakan perusahan yang bergerak di bidang pengolahan industri minyak dengan produk utama berupa margarin, shortening dan minyak goreng padat (solid frying fat). Perusahaan ini memiliki lebih dari 150 jenis produk margarin dan shortening yang dipasarkan di dalam maupun luar negeri. Produk minyak goreng yang pernah dihasilkan PT. Sinar Meadow International Indonesia adalah Filma dan Kunci Mas. Produk margarin dan shortening perusahaan diproduksi di bawah empat ragam brand, yaitu Gold Bullion, Mother s Choice, Cita, dan Maestro. Logo masing-masing brand dapat dilihat pada Gambar 2. PT. Sinar Meadow International Indonesia memiliki market pasar lokal dan ekspor dengan pemasaran produk akhir dalam bentuk produk industrial maupun retail. Konsumen yang dituju untuk pasar eceran adalah sebatas pangsa pasar menengah ke atas. Sedangkan pelanggan yang membeli produk industrial berdasarkan kontrak dapat berasal dari industri hotel, restoran, katering, pabrik biskuit, dan industri bakery. (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Logo brand produk-produk PT SMII. (a).gold Bullion, (b).mother s Choice, (c).cita, dan (d). Maestro Produk yang dihasilkan dikemas dalam beberapa bentuk dengan bobot yang beragam. Berdasarkan tipe kemasan, maka produk dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu bulk oil dan pack product. Bulk oil merupakan produk industrial berupa cairan yang dipasarkan dalam jumlah besar (5-10 ton) sedangkan pack product adalah produk eceran maupun industrial yang dikemas 5

21 dengan kemasan. Tipe kemasan yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan jenis produk yaitu dapat berupa karton/industrial (5 kg, 15 kg, 25 kg), tube (100 gr, 200 gr, 500 gr) dan can/kaleng (1 kg, 2 kg). Selain itu ada beberapa produk yang bersifat Original Equipment Maufacturing (OEM) atau macloan untuk pelanggan dengan pesanan khusus, seperti Dunkin Donuts dan J.Co. F. PROSES PRODUKSI PT. Sinar Meadow International Indonesia memiliki tiga unit plant dalam menjalankan proses produksinya, mulai dari mengolah bahan baku CPO hingga menjadi produk yang diinginkan. Ketiga unit plant ini saling berkaitan, karena produk dari plant pertama akan diolah di plant berikutnya. 1. Continuous Refinery Plant Bahan baku yang berupa Crude Palm Oil (CPO) akan terlebih dahulu diproses pada continuous refinery plant untuk mengalami proses pemurnian. Proses produksi yang terjadi pada continous refinery plant antara lain proses degumming, bleaching, filtration, penghilangan FFA, serta deodorisasi. Degumming Proses degumming merupakan proses pemisahan kotoran berupa getah-getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin yang telah menggumpal (membentuk gum) tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak CPO. Proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian dilanjutkan dengan proses sentrifus. Proses sentrifus dilakukan dengan menggunakan uap air panas ke dalam minyak dan disusul dengan pengaliran air agar kotoran terpisah. Proses pemisahan tersebut terjadi di dalam suatu retention tube. CPO yang digunakan telah terlebih dahulu dipanaskan hingga 100ºC dan kemudian ditambahkan asam fosfat. Selama proses sentifus berlangsung ditambahkan bahan kimia untuk menyerap air seperti asam mineral pekat atau NaCl. Kapasitas masing-masing retention tube adalah 2,5 ton CPO dengan flowrate CPO rata-rata ton/jam. Bleaching Proses bleaching atau proses pemucatan merupakan suatu tahap proses pemurnian yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak diharapkan dalam minyak seperti karoten (menyebabkan warna merah kekuningan), klorofil dan phaepytin (menyebabkan warna hijau), trace metal, dan produk-produk hasil oksidasi. Proses bleaching dapat dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Bahan yang digunakan perusahaan adalah adsorben bleaching earth yang berasal dari PT. Bentonit Alam Indonesia. Bleaching earth diaktivasi menggunakan asam mineral H 2 SO 4 menjadi activated clay. Bau lapuk yang dihasilkan dari proses tersebut dapat dihilangkan pada proses deodorisasi. 6

22 Penggunaan activated clay yang bersifat asam juga dapat menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya tahan kain saring (filter bag) pada proses filtrasi. Minyak sawit (PO) yang berasal dari retention tube dialirkan ke dalam bleacher yang berkapasitas 3 ton dan kemudian di tambahkan dengan bleaching earth yang telah diaktivasi. PO disirkulasikan di dalam bleacher selama 20 menit pada suhu o C. Setelah proses selesai, minyak akan masuk ke dalam buffer tank untuk disirkulasi dan diberi steam pada kondisi vakum selama 20 menit untuk penyempurnaan proses. Filtrasi Proses filtrasi merupakan proses pemisahan padatan yang terkandung dalam minyak sawit secara fisik di niagara filter. Minyak yang dihasilkan kemudian disaring kembali dengan filter bag berukuran 5µm untuk menyempurnakan proses penyaringan. Minyak yang keluar dari filter bag dialirkan ke intermediate tank untuk menghilangkan air dengan cara diuapkan pada suhu o C. Penguapan air ini dilakukan dengan tekanan vakum sehingga uap air dapat ditarik. Setelah dipanaskan, minyak yang suhunya o C siap untuk dialirkan ke dalam packed column melalui flowmeter untuk mengetahui jumlah minyak yang diumpankan ke dalamnya. Packed Column Proses yang terjadi dalam packed column adalah penghilangan FFA, monogliserida, digliserida, aldehid, keton, gas-gas terlarut dalam CPO, uap air, serta mengurangi kadar sterol pada minyak sawit. Proses penghilangan FFA secara kontinyu di packed column dapat mengurangi kadar FFA dari 2-7% menjadi 0,05% serta dapat menurunkan warna dari produk. Minyak sawit diumpankan melalui bagian atas packed column yang kemudian secara perlahan akan turun ke bagian bawah kolom melalui papan bergelombang yang disebut mill pack. Mill pack berfungsi untuk memperlambat aliran minyak sehingga dapat menyempurnakan proses penguapan FFA. Deodorizer Deodorisasi adalah suatu tahap pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak. Proses deodorisasi dilakukan dengan penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum yang akan membawa senyawa volatil. Minyak sawit yang keluar dari packed column dialirkan pada suhu 255 o C ke dalam tangki yang terdiri dari 4 buah tray yang dilengkapi dengan sparger untuk masuknya stripping steam. Tray berfungsi untuk memperlambat turunnya minyak dan menyempurnakan proses kontak antara minyak dengan stripping steam sehingga proses penghilangan bau dan penguapan FFA yang tersisa lebih maksimal. Stripping steam akan menguapkan FFA yang belum terambil di packed column. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus segera didinginkan untuk mencegah kontak dengan O 2. Penambahan asam sitrat dilakukan pada saat suhu minyak telah turun mencapai 90 o C yang berfungsi secara tidak langsung sebagai pengawet karena dapat 7

23 menghindari terbentuknya emulsi. Minyak lalu dialirkan melalui filter bag dan dibersihkan dari kotoran-kotoran padat. Minyak yang sudah bersih didinginkan lagi dengan cooling water hingga suhunya mencapai 60 o C. Minyak ini disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan siap untuk diolah lebih lanjut di batch refinery. 2. Batch Refinery Plant Minyak RBDPO hasil proses continuous refinery plant akan mengalami proses selanjutnya di batch refinery plant untuk proses pemurnian secara kimia. Proses yang terjadi pada batch refinery plant antara lain fraksinasi, weigh blend, hidrogenasi, NWB (neutralizing, washing, bleaching), serta batch deodorized. Fraksinasi Fraksinasi adalah proses pemisahan fraksi-fraksi dalam minyak yaitu fraksi padatan yang disebut stearin dan fraksi cairan yang disebut olein. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan titik cair dari keduanya, di mana titik cair stearin lebih tinggi daripada titik cair olein. Trigliserida dari minyak sawit terdiri dari beberapa jenis asam lemak dengan panjang rantai dan derajat ketidakjenuhan yang beragam sehingga trigliserida tersebut ada yang memiliki titik cair rendah maupun titik cair tinggi. Kristalisasi dan filtrasi adalah proses yang terjadi proses fraksinasi ini. Kristalisasi Proses kristalisasi diperlukan untuk menghasilkan rendemen dari dua kondisi titik cair tersebut sehingga menghasilkan fraksi padatan dan fraksi cairan. Minyak sawit dipanaskan terlebih dahulu sebelum proses kristalisasi selama 5-15 menit sampai suhunya o C sehingga tidak ada fraksi padat pada minyak dan proses kristalisasi dapat berjalan dengan baik. Proses ini dilakukan secara batch di empat unit crystallizer dengan kapasitas masing-masing 40 ton dilengkapi dengan agitator agar proses dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal minyak dengan pendinginan bertahap yang terkontrol. Panas yang hilang dari minyak akan memperlambat gerakan molekul-molekul dalam minyak sehingga jarak antara molekul menjadi lebih kecil. Pada saat jarak mencapai 5Å maka akan timbul gaya tarik-menarik akibat gaya Van der Walls sehingga radikal-radikal asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk serta berikatan membentuk kristal. Proses kristalisasi minyak dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan, komposisi serta sifat polymorphism dari minyak. Proses pembentukan dan pertumbuhan kristal terjadi selama proses pengadukan dan pendinginan bertahap menggunakan sirkulasi air dingin dalam crystallizer. Proses diawali dengan air dingin bersuhu 27 o C hingga perbedaan suhu minyak dan air sebesar o C. Pendinginan ini menyebabkan terjadinya proses nukleasi (pembentukan inti kristal). Pada saat suhu minyak mencapai 40 o C, dilakukan pendinginan lanjut menggunakan chilled water sehingga menyebabkan pertumbuhan inti kristal yang banyak. Proses selanjutnya adalah pertumbuhan inti kristal yang terbentuk pada saat perbedaan suhu minyak dengan air sebesar 4-5 o C selama menit. Proses pendinginan dilanjutkan hingga perbedaan 8

24 suhu 6-12 o C menggunakan chilled water (9-11 o C) selama 45 menit untuk menyempurnakan pembentukan kristal. Pada tahap akhir dilakukan holding time selama 180 menit pada saat suhu minyak 17.5 o C untuk pembentukan kristal yang solid yang kemudian menjadi fraksi stearin. Bahan selanjutnya dikirim ke filter press. Filtrasi Filtrasi adalah proses pemisahan fraksi stearin yang telah dihasilkan dan olein. Proses fraksinasi terdiri dari beberapa metode filtrasi yaitu dry, detergent, maupun dengan solvent. Perusahaan menggunakan metode dry fractionation dengan bantuan membrane filter press. Tahapan yang terjadi pada proses squeezing, core blow, dan cake discharge. Proses squeezing merupakan pengepresan dengan udara bertekanan serta dilakukan secara bertahap dengan tekanan dan waktu yang berbeda terhadap minyak yang telah dialirkan ke membrane filter press. Tahapan selanjutnya adalah core blowing, di mana udara bertekanan dihembuskan ke dalam membrane filter press untuk memisahkan olein dari stearin yang menempel pada membrane filter press. Proses cake discharge adalah proses dimana membrane filter press akan memisah dan stearin akan terjatuh ke bak penampungan. Olein yang dihasilkan akan dialirkan melalui selang-selang kecil untuk dipompakan ke filter bag untuk menyaring stearin yang terikut. Olein akan dipanaskan kembali sampai suhu 60 o C menggunakan heat exchanger dan dialirkan ke dalam tank penyimpanan (farm tank). Stearin dalam bak penampungan juga dipanaskan kembali pada suhu 70 o C lalu dialirkan ke farm tank. Weigh Blend Pada proses weigh blend minyak penyusun oil blend ditimbang dan dicampur menurut spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh Quality Control (QC). Minyak yang akan ditimbang diambil dari Bleached Oil Tank (BOT) dengan suhu transfer antara o C atau dari farm tank dengan suhu antara o C yang dilakukan secara elektrik. Proses pencampuran minyak dilakukan atas perintah QC yang terlebih dahulu melakukan test blend dan uji nilai SFC (Solid Fat Content) sesuai dengan permintaan konsumen. Setelah minyak untuk membuat margarin atau shortening ditimbang di weigh blend, minyak kemudian disimpan dan disirkulasi dalam drop tank selama kurang lebih 35 menit agar homogen. Minyak yang dihasilkan (oil blend) akan melalui uji pengukuran asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, SFC dan uji warna untuk menentukan proses selanjutnya. Apabila nilai SFC minyak campuran tersebut tidak memenuhi spesifikasi maka dapat ditangani dengan cara melakukan penambahan minyak jenis tertentu. Apabila titik cair lebih tinggi spesifikasi yang telah ditetapkan, maka dapat ditambahkan palm olein dengan titik cair lebih rendah. Sedangkan jika titik cair campuran kurang dari spesifikasi yang telah ditetapkan maka dapat ditambahkan palm stearin atau ditambahkan minyak hasil hidrogenasi dengan titik cair lebih tinggi. Penambahan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan. Apabila warna tidak memenuhi spesifikasi maka akan dilakukan proses pemucatan dan deodorisasi. Sedangkan jika nilai asam lemak bebas tidak memenuhi spesifikasi, maka dilakukan proses deodorisasi. Apabila nilai SFC, bilangan iod, warna dan asam lemak bebas sudah memenuhi spesifikasi, maka dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya. 9

25 Hidrogenasi Proses hidrogenasi adalah proses pengolahan lemak atau minyak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Proses hidrogenasi utamanya dilakukan untuk mendapatkan minyak atau lemak yang bersifat plastis. Penambahan hidrogen pada ikatan rangkap juga akan meningkatkan titik cair minyak serta dengan hilangnya ikatan rangkap menjadikan minyak tahan terhadap proses oksidasi. Proses hidrogenasi dilakukan dalam tangki hidrogenasi (hidrogenator) berkapasitas 10 ton selama 6 jam dengan menggunakan katalis nikel. Katalisator dalam proses hidrogenasi dapat menggunakan platina, paladium, atau nikel. Nikel umum digunakan sebagai katalisator karena pertimbangan ekonomis. Nikel mungkin juga mengandung sejumlah kecil Al dan Cu sebagai promoter dalam proses hidrogenasi minyak. Minyak dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu ±160ºC dalam hidrogenator yang dilengkapi dengan agitator, koil pemanas maupun pendingin. Proses pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi dengan reaksi maksimum dicapai pada suhu ±250ºC. Proses berikutnya adalah penambahan katalis yang dilakukan pada kondisi vakum dan dilanjutkan dengan penambahan gas hidrogen. Penambahan gas hidrogen dapat menaikkan tekanan dan suhu tangki, namun selama terjadinya reaksi tekanan akan turun sedikit demi sedikit. Proses kontak antara gas hidrogen dengan minyak tak jenuh dibantu dengan pengadukan memakai agitator. Filter aid ditambahkan setelah proses berakhir dengan tujuan untuk membantu proses pemisahan nikel dari minyak. Filter aid yang ditambahkan dapat mengisi pori-pori filter press yang digunakan sebagai penyaring sehingga dapat memaksimalkan proses penyaringan. Parameter penting yang perlu diperhatikan dalam proses hidrogenasi adalah perubahan bilangan iod dari sampel minyak sebelum dan setelah proses hidrogenasi. Setelah bilangan iod dari minyak yang telah dihidrogenasi sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan maka minyak dapat dilanjutkan ke proses pendinginan hingga suhu mencapai ºC dan disirkulasi di dalam drop tank selama ±10 menit. Neutralising, Washing, Bleaching (NWB) Proses NWB terdiri dari tiga rangkaian proses yang dijalankan secara berurutan yaitu netralisasi, pencucian dan pemucatan warna. Minyak yang akan diproses di NWB berasal dari drop tank hidrogenasi, drop tank weigh blend dan farm tank. Pada awal proses minyak diaduk dengan agitator dan dilakukan pengambilan sampel dengan uji kandungan asam lemak bebas dan warna. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui proses yang harus dilakukan terhadap sampel minyak tersebut. Netralisasi merupakan proses pemisahan asam lemak bebas dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun (soap stock) dan dapat menurunkan kadar asam lemak bebas. Kaustik soda (NaOH) adalah basa yang banyak digunakan dalam industri karena selain efisien dan ekonomis, kaustik soda juga dapat membantu dalam mengurangi zat warna (pigmen) dan kotoran berupa getah dan lendir dalam minyak. Penggunaan NaOH dalam proses netralisasi digunakan secukupnya sesuai dengan jumlah kandungan asam lemak bebas yang akan dihilangkan dalam minyak. Suhu minyak diatur terlebih dahulu hingga 80ºC dan kemudian dilakukan penambahan larutan NaOH dengan jumlah tertentu yang telah dilarutkan dalam air. Agitator dihentikan dan settling 10

26 dilakukan selama 1 jam agar sabun mengendap di bagian bawah. Sabun yang terbentuk kemudian dikeluarkan melalui bagian bawah tangki. Minyak kemudian diuji dengan kadar asam lemak bebas tidak boleh lebih dari 0.15%. Washing merupakan proses yang bertujuan untuk menurunkan kadar sabun dalam minyak dengan memisahkan soap stock yang masih tertinggal dalam minyak setelah proses netralisasi. Proses washing dilakukan dengan menggunakan air panas yang telah ditambahkan asam sitrat pada suhu 85-95ºC diiringi pengadukan secara cepat dengan agitator selama ±30 menit. Larutan didiamkan selama ±40 menit agar larutan pencuci memisah di bagian bawah dan dapat dikeluarkan melalui bagian bawah tangki. Minyak yang telah melewati proses washing diharapkan memiliki kadar soap stock kurang dari 200 ppm. Proses diulang kembali jika standar tersebut belum tercapai dengan menggunakan air panas tanpa penambahan asam sitrat. Setelah proses selesai, maka dilakukan pengujian warna minyak agar diketahui jumlah bleaching earth yang akan digunakan pada proses bleaching. Warna minyak yang belum memenuhi syarat perlu melalui proses bleaching. Proses bleaching selain dilakukan untuk menurunkan warna minyak sesuai standar, juga untuk menurunkan kadar sabun hingga mencapai 5-10 ppm. Proses bleaching dilakukan menggunakan bleaching earth. Proses bleaching ini juga dapat menurunkan kadar logam dalam minyak sekitar ppm dan menurunkan peroksida yang terbentuk dari hasil proses oksidasi minyak dan lemak. Perlakuan yang diberikan pada minyak dalam tangki NWB ini akan disesuaikan dengan kondisi karakter minyak seperti minyak yang kadar asam lemak bebasnya sudah memenuhi spesifikasi hanya akan dikenai proses bleaching saja tanpa netralisasi dan washing. Minyak dapat langsung dideodorisasi atau didinginkan terlebih dahulu jika akan disimpan dalam bleached oil tank (BOT). Batch Deodorizer Prinsip deodorisasi pada batch refinery ini sama halnya dengan deodorisasi yang terjadi pada proses continous refinery. Proses deodorisasi pada batch refinery bertujuan menghasilkan minyak yang sesuai dengan spesifikasi untuk menjadi bahan baku pembuatan margarin maupun shortening yaitu untuk menurunkan kadar FFA dari 0,15% hingga maksimum 0,05%, bilangan peroksida sampai 0 (nol), dan menghilangkan bau. Setelah minyak sesuai dengan uji laboratorium maka dilakukan proses pendinginan yang kemudian dilakukan penambahan asam sitrat dan antioksidan. Penentuan jenis konsentrasi antioksidan yang akan digunakan ditentukan oleh laboratorium QC. Minyak yang dihasilkan dianalisis di laboratorium dan jika telah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan maka minyak siap dikirim ke RBD tank di bagian packing room. 3. Packing Room Perfector Chilling Line Lini produksi perfector digunakan untuk memproduksi frying fat dan margarin. Bahan minyak yang berasal dari RBD tank akan dipompa menuju scale tank untuk menentukan jumlah minyak yang akan digunakan. Minyak kemudian dialirkan ke ingredient tank untuk ditambahkan emulsifier yaitu lesitin. Kemudian minyak menuju ke filter bag dan dialirkan ke 11

27 dalam blend tank 1 atau 2 yang dilengkapi dengan pengaduk. Blend tank berkapasitas 3 ton tersebut dilengkapi dengan agitator untuk menghomogenkan minyak dengan bahan aditif lainnya disertai dengan koil pemanas dan pendingin untuk menjaga suhu produk agar tetap berkisar suhu o C. Minyak dari blend tank 1 atau 2 yang telah berbentuk emulsi kemudian disaring dengan filter bag (100 mesh). Emulsi kemudian dialirkan dengan high pressure pump (HP Pump) menuju tube chilling perfector yang terdiri dari 4 buah silinder berkesinambungan. Chilling perfector merupakan sistem pendingin dengan menggunakan refrigerant ammonia (NH 3 ) yang menyerap panas dari minyak. Panas ini merupakan panas laten untuk ammonia dari fase cair menjadi fase uap jenuh. Setelah keluar dari perfector, minyak dalam fase kristal kemudian masuk ke pin machine (B1) untuk memotong ikatan kristal sehingga produk lebih homogen dan lembut. Selanjutnya masuk ke texturator (C1) untuk membentuk tekstur produk supaya lebih plastis. Perfector chilling line berakhir pada filling. Filling pada line perfektor dibagi menjadi 3 subfilling menurut bentuk dan ukuran kemasan, yaitu packing industrial, packing tube, dan packing can. Kombinator Chilling Line Lini produksi kombinator digunakan untuk membuat shortening dan frying fat. Bahan minyak diambil dari RBD tank. Minyak mendapat perlakuan yang sama dengan yang terjadi pada perfector line. Setelah keluar dari kombinator, kristal minyak melalui alat-alat pin machine dan texturator yang kemudian berakhir pada filling. Filling dilakukan sesuai kebutuhan kemasan. ` Drum (diacooler) Chilling Line Produksi flake untuk pastry margarin dan pastry shortening dilakukan dengan menggunakan drum (diacooler). Emulsi minyak dari blend tank disaring terlebih dahulu melalui filter bag (100 mesh) sebelum kemudian diumpankan pada permukaan luar drum yang berputar membentuk lapisan tipis (flake). Di dalam drum yang berputar terdapat sistem pendingin di mana ammonia bertindak sebagai media pendinginnya. Flake dari chilling drum ditampung dalam truk/bak penampungan kemudian disimpan dalam cold room temperatur o C selama sekitat 8 jam atau sampai proses chilling drum selesai. Flake yang telah disimpan dalam cold room kemudian dimasukkan dalam hopper besar dengan screw yang berfungsi menghaluskan dan mendorong flake ke belt conveyor. Proses selanjutnya yaitu flake dimasukkan ke dalam complector untuk memberi tekanan besar (extruction) sehingga flake menjadi lebih padat dan ulet (plastis). Flake melewati ruang vakum dengan tujuan untuk mengambil udara yang terkandung dalam flake sehingga produk tidak mudah rapuh. Kemudian flake didorong terus ke kneader untuk memecahkan ikatan yang sudah terbentuk kemudian menghasilkan slab, yang akan dipotong dengan alat pemotong pastry. Pemotongan dilakukan sesuai dengan ukuran yang diinginkan sesuai kemasan. 12

28 III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Berdasarkan FAO (2000), minyak kepala sawit merupakan minyak yang didapatkan dari bagian daging buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) dengan kandungan minyak mencapai 56% tiap buahnya. Tanaman ini berasal dari negara-negara Afrika Barat dan saat ini telah banyak tumbuh di negara tropis dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia. Gambar 3. Buah kelapa sawit Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan volume produksi sebesar juta ton pada tahun 2009 (FAOSTAT). Berdasarkan GAPKI, India merupakan importir terbesar dari crude palm oil (CPO) Indonesia diikuti oleh Uni Eropa, Cina dan Banglades. Pada tahun 2007, Indonesia dan Malaysia menguasai produksi minyak sawit dunia sebesar 87% (USDA). Minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan di dunia bahkan diprediksi hingga beberapa dekade ke depan (FAPRI). Teknologi pengolahan minyak sawit terdiri dari tahap ekstraksi, pemurnian, dan pengolahan lanjut menjadi produk pangan ataupun non pangan (Ketaren, 1996). Tahap ekstraksi meliputi proses pengepresan terhadap sabut kelapa sawit sehingga didapat minyak crude palm oil (CPO). Tahap pemurnian dari CPO dilakukan agar CPO dapat kemudian dikonsumsi menjadi minyak goreng ataupun produk turunan lainnya. Tahap pemurnian dapat dilakukan melalui proses pemisahan gum (degumming), penghilangan (refining), pemucatan (bleaching), dan deodorisasi (deodorized). CPO yang telah mengalami proses pemurnian disebut RBDPO (refined bleached deodorized palm oil) dengan karakeristik asam lemak bebas maksimal 0.1%, bilangan peroksida maksimal 0, dan kadar air maksimal 0.1%. Proses dari CPO dapat menjadi beberapa produk antara sebelum menjadi minyak goreng, diantaranya crude palm olein (CP olein), crude palm stearin (CP stearin), refined bleached deodorized olein (RBD olein), refined bleached deodorized stearin (RBD stearin) serta RBDPO. Menurut Birker B. dan Padley FB. (1987) minyak kelapa sawit dapat secara efektif dipisahkan menjadi olein (bagian cair 55%) dan stearin (bagian padat 45%) dengan proses fraksinasi. Hasil produksi minyak sawit sekitar 90% digunakan untuk produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin, shortening, dan lain sebagainya. Lawson (1995) menyebutkan minyak kelapa sawit juga merupakan minyak goreng yang penting di Eropa dan negara-negara Oriental.

29 Minyak sawit memiliki fungsi yang menguntungkan di dalam produk margarin maupun shortening terhadap kestabilan karena sifat polimorfiknya. Penambahan minyak sawit dapat menghambat ataupun mencegah perubahan bentuk kristal beta-prime (β ) menjadi bentuk kristal beta (β) (Gotha et.al., 2002). Minyak kelapa sawit dapat mempertahankan kestabilan kristalnya dalam bentuk beta-prime (β ) yang dibutuhkan dalam produk margarin ataupun shortening. Menurut Gotha et al. (2002), minyak dan lemak dapat digolongkan berdasarkan jenis asam lemak, sumber maupun konsumsinya. Berdasarkan asam lemak penyusunnya, minyak sawit dapat digolongkan ke dalam grup asam oleat-linoleat. Minyak sawit mengandung jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang hampir sama. Berdasarkan Orthoefer (1996), minyak kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak jenuh sekitar 43-56% dari total asam lemak dimana kandungan tertinggi adalah asam palmitat dengan kandungan asam lemak tak jenuh terutama berasal dari asam oleat. Minyak kelapa sawit mengandung 32-47% asam palmitat dan 40-52% asam oleat. Minyak kelapa sawit juga mengandung asam lemak esensial linoleat (omega-6) sekitar 9-12% dari total asam lemak keseluruhan. Komposisi asam lemak pada minyak sawit dapat dilihat pada Tabel1. Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit Asam Lemak Jumlah (%) Asam lemak jenuh Laurat (C12) Miristat (C14) Palmitat (C16) Stearat (C18) Arakhidat (C20) Asam lemak tidak jenuh Palmitoleat (C16:1) Oleat (C18:1) Linoleat (C18:2) Linolenat (C18:3) Basiron (2005). Komponen minor yang terdapat dalam minyak sawit terdiri dari karotenoid (pigmen yang membentuk warna oranye), tokoferol, dan tokotrienol (sebagai antioksidan), sterol, triterpenic dan alifatik alkohol. Adanya karetenoid, tokoferol dan tokotrienol menyebabkan tingginya stabilitas oksidasi dan nilai gizi minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya. Beberapa fraksi minyak sawit memiliki kandungan karotenoid yang berbeda; CPO ( ppm), CP olein ( ppm), dan CP stearin ( ppm) (Orthoefer, 1996). Komposisi asam lemak tersebut juga berpengaruh terhadap slip melting point yang dimiliki oleh minyak sawit yaitu berkisar antara 31.1ºC hingga 37.6 ºC (Basiron, 2005). Selain itu, sifat fisik lainnya seperti kandungan lemak padat yang terkandung di dalam minyak sawit juga dapat dipengaruhi oleh kandungan asam lemaknya. Nilai kandungan lemak padat dari berbagai suhu observasi disajikan pada Tabel 2. 14

30 B. STEARIN Tabel 2. Nilai kandungan padatan lemak atau solid fat content (SFC) minyak sawit (RBDPO) pada berbagai suhu Suhu observasi Basiron (2005). Solid Fat Content (%) Rata-rata Kisaran 5ºC ºC ºC ºC ºC ºC ºC ºC ºC Minyak kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu stearin (fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui penyaringan kering (dry fractionation), penyaringan basah (detergent fractionation). Industri pengolahan kelapa sawit cenderung memakai teknik penyaringan kering dengan menggunakan membrane filter press karena lebih ekonomis dan ramah lingkungan (Basiron, 2005). Pada proses fraksinasi akan didapatkan fraksi stearin sebanyak 25 persen dan fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75 persen. Stearin memiliki slip melting point sekitar o C sedangkan olein pada kisaran o C. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting pont lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Pantzaris, 1994). Kandungan asam lemak pada stearin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam lemak stearin Asam Lemak Jumlah (%) Asam lemak jenuh Laurat (C12) Miristat (C14) Palmitat (C16) Stearat (C18) Arakhidat (C20) Asam lemak tidak jenuh Palmitoleat (C16:1) Oleat (C18:1) Linoleat (C18:2) Linolenat (C18:3) Basiron (2005). 15

31 Fraksi stearin merupakan produk sampingan yang diperoleh dari minyak sawit bersamasama dengan fraksi olein. Sebagai produk sampingan, stearin cukup berperan dalam perdagangan internasional. Ekspor stearin Negara Malaysia pada tahun 1993 mencapai ton, lebih tinggi daripada ekspor minyak kacang tanah ( ton) dan minyak kacang tanah ( ton). Selain itu, stearin secara alami berada pada posisi yang menguntungkan sehubungan dengan pola permintaan konsumen besar untuk lemak padat. Stearin dapat digunakan sebagai lemak padat hard fat (Gunstone, 2005) maupun sebagai margarin hard stock rendah trans (Sahri dan Idris, 2010). Stearin juga dapat digunakan untuk menggantikan permintaan terhadap lemak hewan serta fungsinya sebagai lemak reroti (shortening) maupun minyak goreng (frying fats) (Basiron, 2005). Minyak babi (lard) juga dapat digantikan dengan stearin ataupun minyak sawit RBD pada beberapa aplikasinya karena harga stearin yang relatif lebih murah daripada fraksi likuid (olein) maupun minyak hewan. Kifli dan Krishnan (1987) melaporkan bahwa stearin juga digunakan sebagai pengganti lemak hewan (tallow) dalam produk sabun karena harganya yang cukup terjangkau. Pada industri permen maupun manisan (convectionary) diperlukan stearin khusus yang didapatkan dari proses fraksinasi ganda (Basiron, 2005). Stearin yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung dari proses fraksinasi yang dilakukan. Stearin memiliki beberapa bentuk atau klasifikasi dalam perdagangan tergantung pada penggunaannya. Masing-masing jenis tersebut memiliki standar yang berbeda seperti standar Crude Palm Stearin, Pretreated Palm Stearin, dan Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Stearin. Crude Palm Stearin merupakan stearin yang dihasilkan dari proses fraksinasi CPO dengan karakter fisik berwarna kuning hingga jingga kemerahan (SNI ). Sedangkan pretreated palm stearin merupakan stearin yang telah mengalami proses penggumpalan (degumming) dan pemutihan pendahuluan (pre-bleaching) untuk berikutnya mengalami proses pemurnian secara fisik (physical refining) (SNI ). Berdasarkan SNI , RBD Stearin merupakan produk yang diperoleh dari hasil fraksinasi RBD PO dan telah mengalami proses pemurnian. Syarat mutu RBD yaitu kadar asam lemak bebas maksimal 0.15%, bilangan iod maksimal 40 g iod/100 g, cemaran arsen maksimal 0.1 ppm serta kadar air dan kotoran maksimal 0.1%. Standar RBD stearin harus dipenuhi jika stearin akan dipergunakan untuk membuat suatu produk pangan. C. MINYAK KELAPA Minyak kelapa atau coconut oil (CNO) didapatkan dari ekstraksi kopra secara fisik. Kopra merupakan daging buah kelapa (endosperm) yang telah dikeringkan yang dapat mengandung minyak 65-68% (Orthoefer, 1996). Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku produkproduk pangan maupun non-pangan seperti sabun, deterjen, minyak rambut, lipstik dan produk kosmetik lainnya, minyak pelumas, minyak gosok, dan lain-lain. Aplikasi penggunaan minyak kelapa pada produk pangan sangat beragam. Minyak kelapa yang telah mengalami proses refined, bleached, dan deodorization (RBD CNO) banyak digunakan sebagai minyak goreng. Sementara pencampuran minyak kelapa (CNO) dengan minyak sawit terhidrogenasi dengan pencampuran secara fisik dan interesterifikasi digunakan untuk menghasilkan margarin dan shortening. Minyak kelapa juga secara luas digunakan sebagai krim lemak sebagai komponen dalam krim biskuit dan bahan untuk permen ataupun manisan (confectionary oil) (Canapi, 2005). Minyak kelapa merupakan jenis minyak utama pada kelompok minyak asam laurat. Minyak kelompok asam laurat memiliki fungsi dalam pangan dengan ketahanan oksidatif yang tinggi serta karakteristik leleh yang diinginkan (Orthoefer, 1996). Kandungan asam lemak tak 16

32 jenuh yang tinggi mengakibatkan minyak kelapa memiliki ketahanan yang tinggi terhadap perubahan oksidatif di bawah kondisi penyimpanan normal sehingga minyak kelapa juga dapat digunakan sebagai minyak penyemprot (spray oil) untuk produk biskuit untuk meningkatkan masa simpan (Lawson, 2005). Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak kelapa Asam Lemak Jumlah (%) Asam lemak jenuh Kaproat (C6) Kaprilat (C8) Kaprat (C10) Laurat (C12) Miristat (C14) Palmitat (C16) Stearat (C18) Arakhidat (C20) t Asam lemak tidak jenuh Oleat (C18:1) Linoleat (C18:2) Gadoleat (C20:1) t 0.2 Canapi, et al. (2005) Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemaknya digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling tinggi dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Kandungan asam lemak pada minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan sifat fisiko kimia minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sifat-sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sifat Fisiko Kimia Selang Kandungan air dan pengotor (% maksimal) 0.03 Bilangan Asam 0.04 Warna (5 1/4) Lovibond (R/Y maksimal) 1/10 Bilangan Penyabunan Bilangan Iod 7-12 Bilangan Reichert-Meissl 8.4 Bilangan Polenske 11.5 Bilangan Peroksida (% maksimal) 0.5 Titik Cair (⁰C) Indeks Bias (40 ⁰C) Canapi et. al. (2005) 17

33 Minyak kelapa mengandung 84 persen trigliserida yang ketiga asam lemaknya jenuh, 12 persen trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan satu asam lemak tidak jenuh serta 4 persen trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh dan dua asam lemak tidak jenuh. Trigliserida terdiri dari 96 persen asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut, maka sifat fisiko kimia minyak dapat ditentukan dari sifat fisiko kimia asam lemaknya. Asam lemak yang menyusun minyak kelapa terdiri dari 80 persen asam lemak jenuh dan 20 persen asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1996). Selain gliserol dan asam lemak bebas, minyak juga mengandung bahan tidak tersabunkan yang jumlahnya kurang dari satu persen. Minyak kelapa mengandung 0.2 sampai 0.6 persen bahan tidak tersabunkan, yang terdiri dari fosfatida, gums, sterol, lipochrome dan tokoferol (Timms, 1994). Mutu minyak kelapa yang memenuhi persyaratan Standar Mutu yang telah ditetapkan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Syarat mutu minyak kelapa sesuai SNI Parameter Mutu Ketentuan Kadar air maksimum (%) 0.5 Kadar kotoran maksimum (%) 0.05 Bilangan iod (g iod/100 g contoh) Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh) Bilangan peroksida maksimum (mg oksigen/g contoh) 5.0 Asam lemak bebas maksimum (% asam laurat) 5.0 Warna/bau Minyak pelikan Logam-logam berbahaya dan arsen normal negatif negatif Dewan Standarisasi Nasional (1992) D. KARAKTERISTIK MINYAK Minyak nabati merupakan bahan baku yang digunakan untuk membuat produk margarin maupun shortening sehingga beberapa karakteristiknya akan mempengaruhi kualitas produk margarin yang dihasilkan. Karakteristik fisik minyak yang terkait dengan kualitas margarin antara lain kandungan padatan lemak atau solid fat content (SFC) dan juga slip melting point. Sementara karakteristik kimia minyak yang berpengaruh terhadap proses maupun hasil akhir produk margarin yang dihasilkan antara lain bilangan iod dan bilangan peroksida. Pengujian karakteristik kimia minyak dilakukan pada saat seleksi minyak menjadi bahan baku untuk produksi margarin. Karakteristik kimia minyak tersebut akan memberi informasi mengenai jenis dan spesifikasi minyak yang digunakan. 1. Kandungan Padatan Lemak Kandungan padatan lemak atau solid fat content (SFC) merupakan proporsi padatan lemak yang terkandung di dalam suatu minyak pada suhu observasi tertentu. Menurut Weiss (1983), lemak padat sebenarnya terdiri dari campuran berbagai komponen padatan lemak yang 18

34 membentuk matriks kristal. Hal ini yang menahan porsi minyak cair di dalamnya seperti sponge yang menahan air. Jika lemak didinginkan hingga suhu yang cukup, misalnya -30⁰C maka lemak tersebut akan mengandung padatan lemak 100%. Namun jika diberikan kondisi di atas titik cair nya, maka lemak tersebut akan menjadi lemak cair seluruhnya tanpa adanya padatan lemak. O Brien (2004) menyebutkan bahwa pengukuran SFC atau SFI penting dalam industri margarin, shortening, dan industri pengolahan lemak lainnya. Menurut Gothra et.al (2002), fungsi-fungsi produk shortening banyak dideskripsikan oleh industri dalam bentuk profil SFCnya seperti dapat dilihat pada Lampiran 2. Kurva SFC yang dihasilkan akan membantu proses untuk mencapai konsistensi dan performa yang diharapkan. Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol proses dalam hidrogenasi, interestifikasi, dan pencampuran. Berdasarkan Nielsen (1998), pengujian SFC pada prinsipnya adalah pendinginan minyak untuk mengetahui jumlah lemak padat pada berbagai tingkatan suhu. Kandungan padatan lemak akan diuji pada beberapa suhu observasi, yaitu pada suhu 10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C. Suhu observasi maupun jangkauan yang digunakan untuk menguji SFC dapat beragam sesuai dengan kebutuhan pengujian (Nielsen, 1998). O Brien (2004) menjelaskan bahwa suhu observasi SFC untuk produk margarin pada suhu 10⁰C (50⁰F) merupakan indikator daya oles produk pada suhu refrigerator. SFC pada suhu observasi 21.1⁰C (70⁰F) akan mengindikasikan ketahanan produk selama masa penyimpanan di suhu ruang dan SFC pada suhu observasi 33.3⁰C (92⁰F) akan menunjukan karakteristik mouthfeel yaitu karakteristiknya saat meleleh di dalam mulut. Produk shortening juga memiliki suhu observasi SFC tipikal yang utamanya ditujukan untuk melihat karakter produk tersebut dalam industri bakeri. O Brien (2004) juga menjelaskan bahwa suhu observasi SFC untuk produk shortening pada suhu 10⁰C (50⁰F) mengindikasikan konsistensi produk pada saat adonan mengalami proses retarding. SFC pada suhu observasi 26.7⁰C (80⁰F) akan mengindikasikan ketahanan produk selama proses pengadukan adonan dan SFC pada suhu observasi 40⁰C (104⁰F) akan menunjukan resistensi produk pada penyimpanan suhu tinggi. Wan (2000) melaporkan bahwa kandungan padatan lemak dapat diukur menggunakan metode dilatometri. Peningkatan suhu akan menurunkan densitas dari lemak padat maupun minyak cair akibat dari thermal expansion. Perubahan densitas maupun volume dari lemak ataupun minyak tersebut pada berbagai suhu observasi dapat diukur dengan menggunakan dilatometer. Dilatometer merupakan piknometer yang secara khusus di desain untuk dapat mengukur perubahan volume yang sangat kecil secara spesifik (ml/g) akibat adanya thermal expansion pada lemak, minyak, maupun campurannya. Pengujian dengan metode dilatometri membutuhkan waktu 5 jam. Hal ini terkadang menjadi penghambat jika diinginkan hasil yang cepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam perdagangan. Hasil dari pengukuran secara dilatometri berupa solid fat index (SFI). Metode terkini yang banyak digunakan sekarang untuk menguji kandungan padatan lemak adalah dengan menggunakan NMR (nuclear magnetic resonance). Pada umumnya dilakukan menggunakan spektrometer NMR dengan resolusi denyut yang rendah (lowresolution pulse). Standar deviasi dari denyut spektrometer NMR tidak boleh lebih besar dari 0.3% padatan. Menurut Hendrikse et. al. (1994), persentase solid yang dihasilkan dari pengukuran dengan NMR dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara respon dari inti hidrogen dalam fase solid dengan respon dari keseluruhan inti hidrogen dalam sampel. Atom hidrogen ini yang akan didefinisikan sebagai SFC. 19

35 Sampel diletakkan di dalam alat NMR dan diberikan denyut (pulse) berfrekuensi radio. Hal ini akan menginduksi sinyal NMR dalam sampel yang kemudian menghasilkan kecepatan gelombang yang berbeda antara padatan maupun likuid dalam minyak tersebut. Sinyal yang dihasilkan dari padatan lemak akan memiliki kecepatan lebih cepat daripada sinyal yang berasal dari fase likuid nya sehingga kedua komponen tersebut dapat dibedakan. Nilai SFC akan dapat disimpulkan dari respon yang diberikan pada suhu yang sama oleh inti proton padatan pada denyut 10µs serta inti proton likuid triasilgliserida pada denyut 70µs (Hendrikse et.al., 1994). Kelebihan NMR antara lain dapat melakukan pengujian secara independen menggunakan tube yang berbeda untuk masing-masing perlakuan temperatur sehingga menghasilkan waktu pengujian yang lebih efisien. Data yang dihasilkan SFI merupakan perbandingan empiris rasio solid/likuid sedangkan hasil NMR merupakan nilai mutlak SFC sehingga akan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan (Hendrikse et. al., 1994). 2. Slip Melting Point Minyak terdiri dari trigliserida beberapa jenis asam lemak dengan panjang rantai dan derajat ketidakjenuhan yang beragam sehingga trigliserida tersebut ada yang memiliki titik cair rendah maupun titik cair tinggi. Lawson (1995) menyatakan bahwa titik leleh sempurna (complete melting point) merupakan suhu dimana minyak padat menjadi minyak cair seluruhnya. Setiap asam lemak murni memiliki titik cair spesifik. Sedangkan minyak dan lemak merupakan campuran dari berbagai jenis asam lemak berupa trigliserida sehingga tidak memiliki titik cair yang tajam dan digunakan slip melting point untuk mengkarakterisasi minyak tersebut. Sementara menurut Ketaren (1996), slipping point digunakan untuk pengenalan minyak dan lemak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Pengujian slip melting point menggunakan silinder kecil yang diisi minyak atau lemak padat dan diberikan kenaikan suhu secara perlahan hingga lemak atau minyak dalam silinder mulai meluncur. Temperatur pada saat lemak mulai meluncur disebut slipping point. Buckle et.al (2009) menyatakan bahwa perbedaan titik cair kristal-kristal lemak dapat terjadi berdasarkan dua mekanisme utama, yaitu karena heterogenitas kristal dan perbedaan bentuk polimorfik. Pendinginan lemak cair secara cepat akan menghasilkan kristal heterogen dari campuran trigliserida yang mencair pada suhu lebih rendah daripada kristal lemak yang homogen. Trigliserida murni dapat menunjukkan polimorfisme yaitu memiliki beberapa bentuk kristal. Masing-masing bentuk ditandai dengan titik cair, berat jenis, panas laten dan stabilitasnya masing-masing. Polimorfisme dari bentuk kristal lemak dapat menyebabkan masalah pada konsistensi produk margarin maupun spread. Selama proses produksi, lemak pada awalnya mengkristal dalam bentuk alfa (α) dan normalnya akan berubah menjadi bentuk kristal beta prime (β ) secara cepat. Bentuk kristal β merupakan bentuk yang diinginkan dalam produk spread karena memiliki bentuk kristal seperti jarum-jarum kecil (sekitar 1µm) sehingga menghasilkan plastisitas yang baik. Jika bentuk β berubah menjadi bentuk beta (β) yang lebih besar (>20 µm) maka spread yang dihasilkan akan memiliki konsistensi berpasir dan disebut sandiness (Flack, 1997). Menurut Lawson (1995), faktor-faktor yang penting dalam menentukan titik cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain; (1) rata-rata panjang asam lemak dimana 20

36 semakin panjang rantai maka titik cairnya akan semakin tinggi, (2) posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik cair, (3) proporsi relatif asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dimana semakin tinggi proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan semakin rendah, (4) teknik proses seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi. Krischenbauer (1960) yang diacu dalam Ketaren (1996) juga menyebutkan bahwa struktur asam lemaknya akan mempengaruhi titik cair, dimana asam lemak yang berstruktur trans akan mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada yang berstruktur cis. 21

37 IV. METODELOGI PENELITIAN E. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di lokasi magang yaitu di PT Sinar Meadow International Indonesia yang berlokasi di Jalan Pulo Ayang I/6, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Penelitian magang dilakukan di bawah departemen Quality Control and Assurance (QC&QA) dari tanggal 14 Februari hingga 6 Juli Kegiatan penelitian magang dilakukan setiap hari, dimulai dari hari Senin sampai Jumat, selama sembilan jam kerja per hari mulai pukul WIB dengan waktu istirahat selama satu jam. F. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam formulasi oil blend adalah minyak sawit (PO), minyak sawit stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) yang berasal dari PT SMII. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis antara lain akuades, sikloheksan, larutan pati, pelarut Wijs, KI, Na 2 S 2 O 3, CH 3 COOH, dan CHCl 3. Alat-alat yang digunakan melakukan formulasi oil blend antara lain beker gelas, penangas panas, timbangan dan pipet. Alat-alat yang digunakan untuk analisa kimia seperti bilangan iodin dan bilangan peroksida antara lain timbangan, Erlenmeyer, digital buret, pipet ukur, dan balb. Alat-alat yang digunakan untuk analisa fisik seperti titik cair antara lain; pipa kapiler (micro haematocrit tubes), magnetic stirrer, termometer, gelas beker dan alat-alat gelas lainnya. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa solid fat content (SFC) adalah The Minispec Bruker NMR Analyzer mq20. G. METODE PENELITIAN Penelitian dibagi mejadi beberapa tahap, yaitu: (1) pengujian bahan baku, (2) formulasi dan analisis oil blend antara PO dan PS, (3) formulasi dan analisis oil blend PO dan CNO, serta (4) formulasi dan analisis oil blend PO, PS, dan CNO. 1. Pengujian Bahan Baku Pengujian bahan baku dilakukan untuk memastikan bahan yang digunakan sesuai dengan yang dibutuhkan. Bahan baku yang digunakan dalam formulasi campuran minyak (oil blend) adalah minyak kelapa sawit (PO), minyak sawit stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO). Pengujian yang dilakukan meliputi uji bilangan iodin dan bilangan peroksida. Pengujian bilangan iodin atau iodine value (IV) umumnya dilakukan dengan dengan prinsip titrasi dimana pereaksi halogen ditambahkan secara berlebih, salah satu metode yang digunakan adalah metode Wijs.

38 a. Bilangan Iod Pengujian bilangan iod atau iodine value (IV) dilakukan berdasarkan AOCS Cd1-25. Sampel minyak terlebih dahulu ditimbang. Berat sampel disesuaikan dengan perkiraan IV. Minyak sawit dan stearin dengan prediksi IV kisaran digunakan sampel seberat ±0.34 g, sementara minyak kelapa dengan prediksi IV 0-5 digunakan sampel seberat ±3.0 g (Hendrikse, 1994). Sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan 20 ml kloroform. Larutan Wijs sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam larutan. Larutan dikocok sebentar dan didiamkan di dalam tempat gelap bersuhu 20 o C±5 o C selama 1 jam. Setelah bereaksi, diharapkan terdapat kelebihan volume pereaksi sekitar 50-60%. Kemudian 20 ml larutan kalium iodida 15% dan 100 ml air ditambahkan ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer dikocok perlahan, dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0.1N hingga warna kuning hilang. Titrasi dihentikan sejenak lalu dilakukan penambahan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi kemudian dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus: Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) = N b- s (e.q. 1) Keterangan: W = berat sampel lemak (gram) Vb = volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi blanko (ml) Vs = volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi contoh (ml) N = Konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi (N) b. Bilangan Peroksida Pengujian bilangan peroksida dilakukan berdasarkan metode AOCS Cd8-53. Sampel minyak seberat 5± 0.05 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan menggunakan 30 ml pelarut CH 3 COOH-CHCl 3 (3:2). Larutan KI jenuh sebanyak 0.5 ml kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut, didiamkan selama 1 menit, dan sesekali digoyang. Selanjutnya 30 ml air destilata ditambahkan ke dalam larutan dan dilakukan titrasi dengan Na 2 S 2 O N atau 0.01 N tergantung banyaknya iod bebas hingga warna kuning hampir menghilang. Larutan pati 1% kemudian ditambahkan sebagai indikator dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk blanko dengan volume titrasi blanko harus <0.1 ml Na 2 S 2 O 3. Bilangan peroksida didapatkan dari perhitungan rumus : Bilangan Peroksida (meq O 2 /kg sampel) = ( s- b) N 1000 (e.q. 2) Keterangan: W = berat sampel minyak (gram) Vs = volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi contoh (ml) Vb = volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi blanko (ml) N = Konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi (N) 23

39 2. Formulasi campuran minyak Campuran minyak yang akan diformulasi antara lain; (1) minyak sawit dan stearin, (2) minyak sawit dan minyak kelapa, serta (3) minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa. Langkah awal dari pencampuran minyak dapat dilakukan dengan cara penimbangan dan pencampuran langsung bahan baku di dalam gelas piala sesuai formulasi. Lalu dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk dengan pemanasan hingga 60 C hingga minyak-minyak penyusunnya tercampur merata. Formulasi untuk binary oil blends baik antara minyak sawit dengan stearin maupun dengan minyak kelapa dilakukan dengan selang persentase 10%. Formulasi minyak sawit dan stearin terlihat pada Tabel 7, sedangkan formulasi minyak sawit dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 8. Formulasi oil blend antara minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa dilakukan setelah melihat karakteristik hasil binary blends. Tabel 7. Kombinasi persentase (%w/w) minyak sawit (PO) dan stearin (PS) dalam oil blend Minyak Sawit (PO) Minyak Stearin (PS) Tabel 8. Kombinasi persentase (%w/w) minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) dalam oil blend Minyak Kelapa (CNO) Minyak Sawit (PO)

40 3. Analisis Karakter Oil Blend Karakter oil blend yang diujikan antara lain karakakter fisik berupa kandungan padatan lemak (solid fat content SFC) dan slip melting point. a. Kandungan padatan lemak Pengujian SFC dilakukan dengan menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Bruker The Minispec mq20 Solid Fat Content Analyzer berdasarkan metode AOCS Cd16b-93. Pre-treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan padatan (solid content) yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan metode non-tempering untuk pengukuran SFC margarin sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Industry : Minispec Application Note 8). Sampel dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80 o C agar mencair seluruhnya dan menjadi homogen. Sampel kemudian diisikan ke dalam tabung NMR dengan ketinggian ±2.5 cm. Tabung yang digunakan harus bersih dan kering di bagian luar tabung. Sampel yang telah leleh sempurna dipertahankan pada suhu 60 C selama 5 menit. Selanjutnya sampel didiamkan pada water bath 0 C selama 60±2 menit. Masing-masing sampel selanjutnya didiamkan pada suhu observasi yang telah ditentukan yaitu 10 C, 20 C, 30 C, dan 40 C selama ±30 menit. Sampel kemudian dipindahkan ke alat spektrofotometri NMR dengan segera untuk diujikan. Alat spektrofotometri NMR akan membaca kandungan lemak padat yang terkandung dalam sampel. Denyut hasil pengukuran dengan spektrofotometri NMR secara otomatis akan terdeteksi oleh komputer. SFC oil blend dari bahan baku tertentu yang telah diketahui nilai SFC-nya dapat diprediksi dengan menggunakan rumus: SFC (%) = [(SFCoil 1 %oil 1 ) + (SFCoil 2 %oil 2 ) + (SFCoil 3 %oil 3 )] (e.q. 3) Persamaan diatas digunakan pada penelitian untuk melakukan pendekatan secara teoritis terhadap karakter SFC dalam oil blend. SFC hasil percobaan dengan menggunakan NMR akan dibandingkan dengan nilai teoritis yang dihasilkan. b. Slip Melting Point Pangujian dilakukan sesuai AOCS Cc3-25. Sedikitnya 3 buah pipa kapiler gelas berdiameter ±1 mm dicelupukan ke dalam sampel yang telah terlebih dahulu dipanaskan hingga minyak naik setinggi 1 cm di dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang telah berisi sampel didiamkan pada suhu 4-10 o C selama 16 jam. Pipa kapiler dipasangkan pada termometer dengan diikat sedemikian rupa sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung termometer. Pipa kapiler dan termometer dicelupkan ke dalam gelas piala 600 ml berisi air destilata dengan suhu 8-10 o C di bawah SMP contoh. Gelas piala diletakkan di atas hotplate dengan peningkatan suhu o C setiap menit. Pembacaan suhu dilakukan ketika sampel yang berada dalam pipa kapiler tersebut mencair dan bergerak naik. 25

41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan juga dapat digunakan sebagai salah satu spesifikasi untuk menentukkan jenis minyak atau lemak (Weiss, 1983). Pengujian bilangan iod dilakukan untuk melihat kesesuaian spesifikasi bahan baku yang digunakan (Scrimgeour, 2005). Bilangan iod yang dihitung menggunakan persamaan (e.q. 1) untuk masing-masing bahan baku minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) secara berurutan adalah 54.66; 41.19; dan 9.2. Nilai tersebut masih termasuk dalam rentang jangkauan spesifikasi bilangan iod untuk masing-masing bahan di PT SMII seperti yang tercantum pada Tabel 9. Sementara menurut literatur, minyak sawit memiliki kisaran bilangan iod dengan rata-rata 53.2 (Yusof, 2005). Tabel 9. Hasil uji bahan baku PT SMII Sampel Bilangan Iod (mg Iod/g) Bilangan Peroksida (meq O2/kg) max. Hasil Uji Spec. PT SMII Hasil Uji Spec. PT SMII Minyak Sawit (PO) ± ± Stearin (PS) ± ± Minyak Kelapa (CNO) ± ± Stearin memiliki kisaran bilangan iod yang cukup luas, yaitu (Yusof, 2005). Bilangan iod menunjukkan jenis stearin yang digunakan, dari jenis lunak (bilangan iod sekitar 50) hingga stearin jenis keras (bilangan iod sekitar 20) (Basiron, 2005). Pada penelitian ini digunakan stearin lunak dengan bilangan iod Zaliha et.al. (2004) melaporkan bahwa bilangan iod juga dapat dipengaruhi oleh proses produksi minyak. Bilangan iod fraksi stearin maupun olein dapat meningkat saat digunakan proses kristalisasi dengan suhu yang lebih rendah. Selain itu, kedua fraksi tersebut akan mulai clouding pada suhu yang lebih rendah. 2. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida merupakan pengujian analitik yang umumnya digunakan untuk mengukur kerusakan oksidatif dari sampel minyak dan lemak. Peroksida merupakan produk yang terbentuk dari hasil reaksi primer dalam tahap awal oksidasi dan menjadi tolak ukur adanya oksidasi lemak (Ketaren, 1996), sehingga bahan baku yang akan digunakan harus memiliki bilangan peroksida yang sangat rendah. Rata-rata hasil pengujian untuk masing-

42 masing bahan baku yang dihitung menggunakan persamaan (e.q. 2) yaitu 0.50; 0.48; dan 0.21 untuk minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa. Minyak kelapa memiliki nilai spesifikasi bilangan peroksida lebih tinggi yaitu maksimal 1.0 dibandingkan minyak sawit maupun stearin yaitu maksimal 0.5 seperti pada Tabel 9. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa memiliki ketahanan oksidatif yang lebih tinggi sehingga diharapkan memiliki ketahanan yang lebih tinggi jika proses oksidasi berlanjut. Bilangan peroksida sendiri hanya menunjukkan proses awal (inisiasi) pada proses oksidasi lemak. B. FORMULASI OIL BLEND Formulasi dilakukan terhadap bahan baku minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO). Formulasi untuk oil blend dengan dua jenis minyak dilakukan mengikuti metode dan formulasi sesuai dengan metodologi penelitian yang telah direncanakan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Setelah mengetahui karakter oil blend antara PO dan PS serta PO dan CNO didapatkan formulasi untuk kombinasi ketiganya. Formulasi pertama dilakukan dengan proporsi CNO yang tetap dengan peningkatan PS setiap 20% hingga PS mencapai proporsi 80% dari oil blend seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10. Hipotesis hasil percobaan pada dua oil blend PO dan PS yang menunjukkan kesesuain dan keteraturan akan diuji cobakan di dalam tiga jenis oil blend. Hal ini dilakukan untuk melihat karakter PS dalam tiga oil blend, yaitu dalam campurannya dengan PO dan CNO. Sementara formulasi kedua dilakukan dengan menggunakan komposisi CNO sebagai variabel nya. Tabel 10. Kombinasi persentase (%w/w) minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dalam oil blend dengan variasi komposisi PS PO PS CNO Formulasi kedua merupakan kombinasi oil blend tiga jenis minyak dilakukan dengan peningkatan proporsi CNO sebanyak 10% hingga mencapai oil blend dengan komposisi CNO sebesar 50%. Sementara perbandingan antara PO dan PS dalam oil blend kombinasi tiga minyak tersebut dipertahankan tetap 50%:50%. Kombinasi untuk tahap kedua untuk oil blend tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kombinasi persentase (%w/w) minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dalam oil blend dengan variasi komposisi CNO PO PS CNO

43 C. ANALISIS KARAKTER OIL BLEND 1. Kandungan Padatan Lemak/ Solid Fat Content (SFC) Pengujian SFC pada minyak atau lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah padatan lemak pada sampel oil blend di berbagai tingkat suhu observasi. Perbandingan dilakukan pada penggunaan suhu yang sama. Karakter SFC pada oil blend umumnya sulit diprediksi dan belum banyak dipelajari karakter minyak penyusunnya setelah dalam oil blend. Pada penelitian ini digunakan persamaan matematis untuk melakukan pendekatan secara teoritis terhadap karakter SFC dalam oil blend seperti pada persamaan (e.q. 3). Gambar 4. Tipikal kurva solids fat index (SFI) untuk beberapa produk (O Brien, 2004) Lemak atau minyak yang didinginkan pada suatu suhu di bawah titik cair tertinggi komponen penyusunnya dan pada kondisi memungkinkan terjadinya kesetimbangan penuh yaitu dapat mengkristal hingga maksimum dengan kondisi polimorfik yang stabil maka akan terdapat suatu rasio padatan terhadap minyak cair yang bergantung pada keadaan alami campuran trigliserida dalam lemak alaminya (Metin dan Hartel, 2005). Karakter SFC maupun SFI suatu campuran minyak akan menentukan jenis produk yang akan dihasilkan. Pada Gambar 4 disajikan beberapa karakter tipikal kurva SFI untuk beberapa produk turunan minyak. O Brien (2004) menjelaskan bahwa kurva SFC dapat memberikan berbagai informasi mengenai karakteristik plastisitas, kestabilan oksidatif maupun titik leleh yang dihasilkan dari minyak maupun lemak. Kisaran suhu dimana produk memiliki sifat plastisitas diamati pada saat nilai SFC berkisar 15-25%. Semakin landai (flat) kurva SFC, maka kisaran sifat plastisitas yang dihasilkan akan semakin luas. Karakter stabilitas oksidatif minyak atau lemak akan semakin tinggi jika teramati memiliki kurva SFC yang semakin curam (steep). Kurva SFC yang curam juga menunjukkan titik cair yang tajam (sharp). 28

44 Solid Fat Content (%) a. Oil blend stearin (PS) dengan minyak sawit (PO) Oil blend yang merupakan penyusun margarin dan shortening tersusun dari minimal dua jenis minyak. Braipson-Danthine dan Deroanne (2004) melaporkan bahwa perubahan sifat kekerasan pada produk shortening dengan oil blend yang tersusun dari dua jenis minyak sebagian besar dipengaruhi oleh profil SFC dan polimorfisme minyak penyusunnya. Karakteristik minyak sawit (PO) pada suhu ruang cenderung mengkristal dan lunak pada suhu ruang, sementara stearin (PS) memiliki karakteristik berbentuk padat sempurna dan keras. Minyak sawit memiliki titik cair yang lebih rendah ( ºC) dibandingkan dengan stearin ( ºC) sehingga penambahan stearin diharapkan akan meningkatkan titik cair serta meningkatkan kurva SFC. Minyak sawit memiliki bentuk kurva SFC yang lebih landai dibandingkan dengan stearin. Nilai SFC seluruh formulasi oil blend PO/PS terhadap suhu observasinya disajikan pada Gambar 5 sehingga menghasilkan kurva SFC. Hasil pengamatan menunjukkan kurva nilai SFC yang semakin meningkat secara teratur seiring dengan peningkatan proporsi stearin dalam oil blend dari formulasi PO/PS=90/10 hingga PO/PS=10/90. Kurva formulasi PO/PS=90/10 hingga PO/PS=10/90 tersusun teratur diantara kurva SFC PO (PO/PS=100/0) dan kurva SFC PS (PO/PS=0/100) yang merupakan komponen minyak penyusunnya. Peningkatan proporsi asam lemak stearat yang banyak terkandung dalam PS akan meningkatkan SFC pada kondisi normal (O Brien, 2004). Kurva SFC oil blend akan dipengaruhi oleh karakter minyak penyusunnya, dalam hal ini bentuk kurva oil blend PO/PS=90/10 hingga PO/PS=50/50 terlihat masih lebih dipengaruhi bentuk kurva SFC PO yang landai Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO) dan stearin (PS) PO/PS=90/10 PO/PS=80/20 PO/PS=70/30 PO/PS=60/40 PO/PS=50/50 PO/PS=40/60 PO/PS=30/70 PO/PS=20/80 PO/PS=10/90 PS PO Suhu ( C) Gambar 5. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO) dengan stearin (PS) Suhu observasi pada pengujian karakter SFC disesuaikan dengan tujuan pengujian sehingga akan penting untuk melihat nilai SFC di masing-masing suhu observasi tersebut. 29

45 Solid Fat Content (%) Minyak dan lemak yang digunakan pada formulasi PO/PS ditujukan sebagai bahan baku produk margarin dan shortening sehingga suhu observasi yang digunakan yaitu 10⁰C, 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C. Kurva nilai SFC pada masing-masing suhu observasi terhadap keseluruhan formulasi oil blend PO/PS diperlihatkan pada Gambar Kurva SFC oil blend PO/PS experiment dan teoritical pada berbagai suhu observasi T10.E T20.E T30.E T40.E T10.T T20.T T30.T T40.T /20 60/40 40/60 20/80 Fraksi PO/PS Gambar 6. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS) pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) Kurva SFC percobaan atau eksperimen (E) yang dihasilkan menunjukkan bahwa peningkatan proporsi PS dalam formulasi akan sejalan secara linear dengan peningkatan kadar SFC. Hal ini berlaku pada ke empat suhu observasi. Hasil ini juga ditunjukkan dengan liniearitas tinggi yang dihasilkan dengan koefisien korelasi (R 2 ) yang cukup tinggi mendekati nilai 1,00 yaitu R 2 =0.998 pada suhu 10⁰C, 20⁰C, dan 30⁰C serta R 2 =0.992 pada suhu 40⁰C seperti yang tercantum dalam Lampiran 5. Kurva SFC yang dihasilkan secara teoritis (T) pada keempat suhu observasi juga ditampilkan dalam Gambar 6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kurva SFC hasil percobaan tidak sama persis dengan kurva SFC secara teoritis. Terdapat selisih nilai antara kurva SFC percobaan dan kurva SFC secara teoritis. Namun selisih nilai SFC yang dihasilkan tersebut pada seluruh formulasi oil blend memiliki nilai yang cukup rendah (0.95%). Hasil perhitungan statistik paired T-test antara kurva SFC hasil percobaan dengan kurva SFC secara teoritis menunjukkan bahwa kedua kurva tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α=0.05. Sehingga dalam aplikasinya untuk oil blend, pendekatan teoritis secara matematis sesuai persamaan (e.q. 3) dapat digunakan untuk melakukan formulasi oil blend antara minyak sawit dan stearin. Stearin merupakan produk turunan dari minyak sawit dengan komposisi asam lemak yang tidak jauh berbeda dengan minyak sawit. Asam lemak palmitat dan oleat merupakan asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan komposisi tertinggi yang terkandung baik di 30

46 dalam minyak sawit maupun stearin. Kedua bahan tersebut dapat dengan mudah bercampur sehingga proses pemanasan pada proses blending hanya membutuhkan waktu yang singkat. Kemiripan komposisi kedua jenis bahan ini yang kemungkinan menyebabkan nilai SFC pada formulasi oil blend PO/PS yang dihasilkan memiliki keteraturan. b. Oil blend minyak kelapa (CNO) dengan minyak sawit (PO) Minyak kelapa memiliki karakter yang berbeda dari minyak sawit dan jenis minyak pada umumnya yaitu titik cair yang cenderung tajam ( ⁰C). Titik cair yang rendah menyebabkan minyak sawit akan berwujud cair pada suhu ruang dengan warna yang bening dan jernih. Minyak kelapa memiliki kurva SFC yang berbeda dengan minyak sawit. Kurva SFC minyak sawit cenderung landai sedangkan minyak kelapa memiliki kurva SFC yang tajam (slope tinggi) seperti yang diperlihatkan pada Gambar. Minyak kelapa pada suhu 10⁰C, 20⁰C, 30⁰C dan 40⁰C menghasilkan nilai SFC senilai 80.18%, 33.29%, 0% dan % secara berurutan. Hal ini diakibatkan karena minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak dengan bobot molekular ringan yang tinggi (high content of low-molecularweight fatty acid) dibandingkan dengan panjang rantai penyusunnya (Lawson, 2005). Kandungan asam laurat dan rantai asam lemak rantai pendek yang cukup tinggi mengakibatkan minyak kelapa memiliki titik leleh yang rendah dengan kurva solid fat content yang curam. Karakter SFC yang curam dengan titik leleh yang tajam di bawah suhu tubuh tersebut yang kemudian berkontribusi menghasilkan sensasi dingin (cooling effect) di mulut dan karakter yang baik dalam mulut (O Brien, 2004). Titik leleh yang tajam membuat minyak kelapa cocok digunakan untuk produk permen/manisan (confectionary) dan cookie fillings. Minyak kelapa memiliki titik cair yang jauh lebih rendah daripada minyak sawit sehingga diharapkan minyak kelapa akan menurunkan kurva SFC yang dihasilkan hanya oleh PO. Namun pada pengamatan didapatkan bahwa formulasi oil blend PO/CNO seperti yang terlihat dari grafik yang tersaji pada Gambar 7 tidak menunjukkan keteraturan kurva SFC seperti yang dihasilkan pada formulasi oil blend PO/PS. Bentuk kurva SFC PO dan CNO yang sangat berbeda mengakibatkan kurva SFC oil blend PO/CNO memiliki bentuk kombinasi antara keduanya. Kurva SFC yang dihasilkan oleh oil blend PO/CNO=40/60 hingga PO/CNO=10/90 cenderung mengikuti bentuk kurva CNO sebagai minyak penyusunnya. Sementara oil blend PO/CNO=90/10 hingga PO/CNO=50/50 cenderung menghasilkan kurva SFC dengan bentuk landai seperti kurva PO. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat keteraturan nilai SFC oil blend PO/CNO pada suhu diantara ±26⁰C hingga suhu 40⁰C dimana kurva SFC yang dihasilkan berada diantara kurva SFC minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO). Kurva SFC oil blend PO/CNO terhadap fraksi PO/CNO yang digunakan pada masing-masing suhu observasi ditampilkan pada Gambar 8. Kurva tersebut selain menampilkan hasil kurva SFC oil blend PO/CNO hasil percobaan (E) juga menampilkan kurva SFC secara teoritis (T). Minyak kelapa dalam oil blend dengan minyak sawit menghasilkan nilai SFC yang bervariasi. Kurva SFC oil blend PO/CNO yang menunjukkan adanya linieritas dan hubungan antara proporsi PO/CNO dengan nilai SFC yang dihasilkan hanya teramati pada suhu observasi 10⁰C (R 2 =0.924) dengan korelasi positif dan 30⁰C (R 2 =0.972) dengan korelasi negatif. Nilai titik cair CNO yang lebih rendah dari PO diharapkan menurunkan nilai SFC PO namun pada suhu 10⁰C peningkatan proporsi CNO 31

47 Solid Fat Content (%) justru meningkatkan nilai SFC oil blend. Hal ini dipengaruhi oleh sifat minyak kelapa dengan kurva SFC yang curam. Pada suhu 10⁰C CNO cenderung mengkristal lebih cepat dibandingkan PO dan menghasilkan padatan yang lebih banyak dengan wujud fisik yang lebih keras. 100 Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) PO/CNO=100/0 PO/CNO=90/10 PO/CNO=80/20 PO/CNO=70/30 PO/CNO=60/40 PO/CNO=50/50 PO/CNO=40/60 PO/CNO=30/70 PO/CNO=20/80 PO/CNO=10/90 PO/CNO=0/ Suhu ( C) Gambar 7. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO) dengan minyak kelapa (CNO) Karakter kurva SFC CNO dalam oil blend dengan PO pada suhu 20⁰C dan 40⁰C memiliki bentuk kurva yang tidak linier dan tidak memiliki pola keteraturan sehingga tidak dapat diprediksikan. Titik leleh CNO adalah sekitar 24-26⁰C (Canapi dkk, 2005) sehingga pada analisa dengan water bath 40⁰C secara fisik CNO telah menjadi cairan seluruhnya. Hal tersebut menyebabkan beberapa hasil nilai SFC oil blend PO/CNO yang terbaca oleh NMR pada suhu observasi 40⁰C bernilai negatif kecuali pada oil blend PO/CNO=90/10 dan PO/CNO=80/20 yang tetap bernilai positif dikarenakan proporsi CNO yang masih cukup rendah dan tidak cukup memberi pengaruh tersebut. Nilai SFC untuk oil blend antara PO dan CNO juga diprediksi dengan pendekatan secara matematis untuk seluruh formulasi pada masing-masing suhu observasi. Selisih nilai SFC rata-rata yang dihasilkan antara hasil teoritis dengan percobaan paling rendah teramati pada suhu observasi 30⁰C yaitu 1.4%. Namun secara keseluruhan, hasil perhitungan statistik paired T-test antara kurva SFC hasil percobaan dengan kurva SFC secara teoritis menunjukkan bahwa kedua kurva tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi α=

48 SFC (%) 80 Kurva SFC oil blend PO/CNO experiment dan teoritical pada berbagai suhu observasi /20 60/40 40/60 20/80 Fraksi PO/CNO T10.E T20.E T30.E T40.E T10.T T20.T T30.T T40.T Gambar 8. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) Pada suhu observasi 20⁰C terjadi penyimpangan kurva SFC yang cukup jauh terhadap nilai teoritis (12.08%SFC) dan menunjukkan adanya perbedaan dengan hasil. Kurva SFC yang dihasilkan juga tidak menunjukkan linieritas. Kondisi ini menunjukkan adanya interaksi antara PO dan CNO sebagai minyak penyusunnya. Interaksi yang dihasilkan pada kasus ini disebut dengan interaksi eutectic dan merupakan indikator compatibility minyak/lemak. Sepeti yang dilaporkan oleh Noor Lida, dkk (2002), interaksi ini juga terjadi pada oil blend PO dengan palm kernel oil (PKO) dan umumnya terjadi pada minyak/lemak yang tidak cocok dengan perbedaan volume molekular maupun polimorfnya. PKO sendiri merupakan salah satu jenis minyak asam laurat seperti CNO. Efek eutactic juga dapat terjadi akibat komponen yang satu memiliki SMP yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan komposisi lainnya, yaitu minyak kelapa terhadap minyak sawit. Pada kondisi pembuatan margarin atau shortening, interaksi eutectic dapat menguntungkan. c. Oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) Stearin dan minyak kelapa menghasilkan campuran minyak dengan karakter yang berbeda terhadap campurannya dengan minyak sawit. Pada hasil campuran PO dan PS, stearin cenderung akan meningkatkan nilai SFC yang dihasilkan. Sementara pada hasil campuran PO dan CNO, minyak kelapa akan cenderung menurunkan nilai SFC. Formulasi pertama dari pencampuran ketiga jenis minyak tersebut adalah formulasi dengan proporsi minyak kelapa dibuat tetap, yaitu 10%. Proporsi 10% ini dengan melihat formulasi antara minyak sawit dan minyak kelapa sebelumnya. Sementara itu, proporsi stearin dijadikan semakin dengan peningkatan proporsi sebesar 20% sehingga pada formulasi awal ini akan didapatkan oil blend dengan proporsi CNO/PO/PS(%w/w) yaitu 10/90/0; 10/70/20; 10/50/40; 10/30/60; dan 10/10/80 seperti pada Tabel

49 Solid Fat Content (%) Hasil oil blend antara minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa dengan berbagai formulasi menghasilkan karakter SFC seperti pada Gambar 9. Oil blend CNO/PO/PS= 10/70/20 memiliki kurva SFC paling rendah, sedangkan CNO/PO/PS=10/10/80 memiliki kurva SFC paling tinggi. Peningkatan proporsi stearin akan sejalan dengan peningkatan nilai SFC yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan kondisi binary oil blend antara PS dengan PO dimana karakter kurva SFC yang dihasilkan akan meningkat sesuai dengan peningkatan proporsi stearin yang dihasilkan. Bentuk kurva SFC oil blend CNO/PO/PS dihasilkan lebih dipengaruhi oleh bentuk kurva PO yang landai dan kurva SFC PS yang curam-landai. Proporsi CNO yang dibuat tetap mengakibatkan CNO tidak banyak mempengaruhi bentuk kurva oil blend yang dihasilkan namun penggunaan 10%(w/w) CNO menurunkan kurva SFC yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kurva SFC PO/PS. Karakter SFC oil blend PO, PS, dan CNO dengan peningkatan proporsi PS CNO/PO/PS=10/90/0 CNO/PO/PS=10/70/20 CNO/PO/PS=10/50/40 CNO/PO/PS=10/30/60 CNO/PO/PS=10/10/80 PS CNO PO Suhu ( C) Gambar 9. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS) dan minyak kelapa (CNO) dengan variasi proporsi PS 20-80% Kurva SFC oil blend CNO/PO/PS dari hasil percobaan pada berbagai suhu observasi memiliki linieritas yang tinggi baik (R 2 > 0.990). Proporsi stearin dalam oil blend mengakibatkan kurva SFC yang dihasilkan memiliki keteraturan. Suhu observasi 30⁰C menghasilkan kurva nilai selisih SFC yang paling rendah dengan nilai rata-rata 1.006%SFC. Sementara pada suhu observasi 10⁰C, 20⁰C, dan 40⁰C masing-masing secara berurutan menghasilkan rata-rata selisih nilai 3.432%SFC, 2.368%SFC, dan 1.146%SFC. Pada suhu observasi 10⁰C justru menghasilkan jarak yang paling jauh antara kurva SFC percobaan dengan teoritis ditunjukkan oleh selisih nilai SFC tertinggi. Pada tiap-tiap suhu observasi, nilai SFC percobaan yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai SFC secara teoritis. Secara keseluruhan, hasil perhitungan statistik paired T-test antara kurva SFC hasil percobaan dengan kurva SFC secara teoritis menunjukkan bahwa kedua kurva tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi α=

50 Solid Fat Content (%) SFC (%) 80 Kurva SFC oil blend CNO/PO/PS experiment dan teoritical pada berbagai suhu /90/0 10/70/20 10/50/40 10/30/60 10/10/80 Fraksi CNO/PO/PS T10.E T20.E T30.E T40.E T10.T T20.T T30.T T40.T Gambar10. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak kelapa (CNO), minyak sawit (PO), dan stearin (PS) dengan variasi proporsi PS 0-80% pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) 100 Karakter SFC oil blend PO, PS, dan CNO dengan proporsi CNO meningkat CNO/PO/PS=10/45/45 CNO/PO/PS=20/40/40 CNO/PO/PS=30/35/35 CNO/PO/PS=40/30/30 CNO/PO/PS=50/25/25 CNO PO PS Suhu ( C) Gambar 11. Karakter SFC oil blend minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan variasi proporsi CNO 10-50% 35

51 SFC (%) 80 Kurva SFC oil blend CNO/PO/PS experiment dan teoritical pada berbagai suhu observasi /45/45 20/40/40 30/35/35 40/30/30 50/25/25 Fraksi CNO/PO/PS T10.E T20.E T30.E T40.E T10.T T20.T T30.T T40.T Gambar 12. Kurva SFC hasil eksperimen (E) dan secara teoritis (T) untuk oil blend antara minyak kelapa (CNO), minyak sawit (PO), dan stearin (PS) dengan proporsi CNO 10% -50% pada suhu observasi 10ºC (T10), 20 ºC (T20), 30 ºC (T30), dan 40 ºC (T40) Formulasi oil blend CNO/PO/PS selanjutnya dilakukan dengan CNO sebagai variabel yaitu dengan proporsi minyak kelapa (CNO) yang semakin meningkat dari 10% hingga 50%. Sedangkan proporsi antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS) dibuat tetap dengan perbandingan 1:1. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh CNO di dalam oil blend tersebut. Sehingga formulasi yang dilakukan yaitu oil blend dengan proporsi CNO/PO/PS dalam persentase (w/w) yaitu 10/45/45; 20/40/40; 30/35/35; 40/30/30; dan 50/25/25 seperti yang tercantum pada Tabel 11. Kurva SFC hasil oil blend dengan perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil percobaan dengan tiga jenis minyak pada oil blend menunjukkan bahwa peningkatan proporsi CNO dalam oil blend CNO/PO/PS akan menurunkan nilai SFC yang dihasilkan seperti yang dihasilkan pada oil blend PO/CNO. Karakter kurva SFC CNO yang curam juga mempengaruhi bentuk kurva yang dihasilkan dalam oil blend. Kurva yang dihasilkan menjadi lebih curam bila dibandingkan dengan kurva oil blend CNO/PO/PS dengan proporsi CNO tetap pada Gambar 9. Hasil pengamatan perlakuan oil blend CNO/PO/PS dengan proporsi CNO yang semakin meningkat dapat pula disajikan berdasarkan suhu observasinya seperti pada Gambar 12 sehingga dapat terlihat perbandingan kurva SFC yang dihasilkan pada suhu observasi yang berbeda baik kurva secara eksperimen maupun secara teoritis. Kurva SFC yang dihasilkan memiliki linieritas yang tinggi baik pada suhu observasi 20⁰C, 30⁰C, dan 40⁰C yaitu dengan nilai R Kurva SFC pada suhu observasi 10⁰C mengalami penyimpangan dengan bentuk kurva cekung dengan rata-rata selisih nilai yang cukup tinggi (9.184%SFC). Pada suhu yang sama, kurva SFC oil blend PO/CNO juga mengalami penyimpangan. Pada suhu 20⁰C, kurva SFC percobaan yang dihasilkan memiliki jarak terjauh dengan kurva SFC teoritis dibandingkan pengujian pada ketiga suhu observasi lainnya yaitu hingga mencapai selisih nilai SFC sebesar 20.29%. Selisih nilai yang cukup 36

52 tinggi memperlihatkan bahwa kurva SFC yang dihasilkan berbeda dengan kurva SFC secara teoritis. Hal ini juga diperkuat dengan hasil perhitungan statistik paired T-test antara kurva SFC hasil percobaan dengan kurva SFC secara teoritis menunjukkan bahwa kedua kurva tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi α=0.05. Hasil dari karakterisasi oil blend yang telah dilakukan dapat dikombinasikan dengan formulasi oil blend produk yang telah dimiliki oleh PT SMII. Beberapa jenis margarin yang diproduksi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu margarin dengan tekstur keras untuk pembuatan produk cookies, margarin tekstur lunak untuk pembuatan produk bakery dan spread, serta margarin cair untuk keperluan pembuatan cake. Proses pembuatan margarin tekstur keras umumnya menggunakan minyak hasil hidrogenasi (hydrogenated oil) untuk meningkatkan nilai SFC dan titik cair sesuai yang diinginkan. Proses hidrogenasi yang digunakan memiliki peluang mengubah konfigurasi ikatan rangkap cis dalam minyak menjadi trans. Isu kesehatan menyangkut asam lemak trans yang terkait dengan penggunaan hydrogenated oil mulai menjadi perhatian konsumen. Stearin sebagai produk turunan minyak sawit yang secara alami dengan nilai kurva SFC dan titik cair yang tinggi dapat membantu dalam proses formulasi produk margarin tekstur keras tersebut dan mengurangi penggunaan hydrogenated oil. PT SMII juga memproduksi berbagai jenis shortening baik shortening yang bersifat plastis dan semi solid untuk produk-produk cake atau roti maupun flake shortening yang digunakan untuk produk pastry. PT SMII juga memproduksi beberapa jenis filler shortening. Minyak kelapa merupakan salah satu pilihan yang banyak digunakan oleh industri cookies sebagai komponen filler shortening karena sifatnya yang baik di mouth feel. Karakteristik minyak kelapa yang dihasilkan akan memberikan informasi dalam proses pembuatan oil blend. Penelitian yang dilakukan bukanlah tanpa cacat. Beberapa faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi nilai SFC yang dihasilkan antara lain konsistensi suhu. Alat NMR digunakan di dalam ruang dengan suhu sejuk (23-24ºC), sehingga pada suhu inkubasi 10ºC dan 20ºC tidak selalu tepat. Selisih waktu disaat tabung SFC diangkat dari water bath hingga dimasukkan dalam alat NMR juga dapat mempengaruhi nilai SFC yang dihasilkan. 2. Slip Melting Point Minyak dan lemak merupakan campuran trigliserida sehingga memiliki titik cair yang tidak tepat. Minyak sawit memiliki kisaran slip melting point ⁰C dengan nilai ratarata 34.2⁰C sedangkan stearin memiliki kisaran slip melting point ⁰C (Basiron, 2005). Minyak kelapa memiliki kisaran slip melting point 24-26⁰C (Canapi et.al., 2005). Pada percobaan ini bahan yang digunakan adalah minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa dengan masing-masing slip melting point adalah 34.5⁰C, ⁰C, dan 23.93⁰C. Titik cair dari beberapa campuran trigliserida umum dapat dikategorikan ke dalam empat zona cair yaitu pada suhu chilled, room, body, dan heated. Trigliserida pada zona chilled akan tetap berwujud cair pada kondisi dingin, sementara trigliserida zona room akan tetap berwujud cair hanya jika dikonsumsi pada suhu ruang atau suhu lebih tinggi. Trigliserida pada zona cair ketiga akan mencair pada suhu sekitar suhu tubuh untuk memberikan efek cooling di mulut. Trigliserida yang mencair pada suhu tinggi yaitu pada zona heated akan membantu mempertahankan plastisitas hingga suhu pemanggangan atau pemasakan tercapai. (O Brien, 2004) 37

53 Titik Cair ( C) Titik Cair ( C) Lemak dan minyak tidak terdiri dari trigliserida tunggal atau bahkan zona likuid tunggal, rasio dari masing-masing trigliserida akan menentukan perilaku leleh dari minyak. Produk minyak yang terlihat padat pada kenyataannya juga terdiri dari fraksi cair yang tersuspensi di fraksi padatan. Oleh karena itu, digunakan slip melting point (SMP) untuk melihat karakteristik minyak a Karakter slip melting point oil blend PO dan PS e g h h/i i j f b c d /0 90/10 80/20 70/30 60/40 50/50 40/60 30/70 20/80 10/90 0/100 PO/PS Gambar13. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS) Hasil formulasi oil blend antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS) dengan berbagai proporsi masing-masing yang berbeda akan menghasilkan slip melting point yang berbeda pula. Pada Gambar13 terlihat karakter slip melting point pada berbagai formulasi tersebut. Pada hasil formulasi PO/PS=30/70 dan PO/PS=20/80 menghasilkan slip melting point yang tidak berbeda nyata. Sama halnya dengan formulasi proporsi PO/PS=10/90 dengan PO/PS=20/80. Selain ketiga formulasi tersebut, masing-masing formulasi menghasilkan nilai slip melting point yang berbeda nyata terhadap formulasi lainnya. 35 i Karakter slip melting point Oil blend PO dan CNO h g f e d c b b a d /0 90/10 80/20 70/30 60/40 50/50 40/60 30/70 20/80 10/90 0/100 PO/CNO Gambar14. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) 38

54 Titik Cair ( C) Titik Cair ( C) Formulasi oil blend antara minyak sawit (PO) dan minyak kelapa (CNO) menghasilkan nilai slip melting point yang beragam dan cenderung semakin menurun seiring meningkatknya proporsi CNO. Berdasarkan Gambar13 dapat dilihat bahwa seluruh formulasi saling berbeda nyata satu sama lain kecuali beberapa formulasi. Slip melting point antara formulasi PO/CNO=50/50 dan PO/CNO=0/100 menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata seperti halnya antara formulasi PO/CNO=30/70 dan PO/CNO=20/80. Karakter slip melting point Oil Blend PO, PS dan CNO dengan peningkatan proporsi PS a b c d e /90/0 10/70/20 10/50/40 10/30/60 10/10/80 CNO/PO/PS Gambar15. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan proporsi PS 20-80% Karakter slip melting point Oil Blend PO, PS dan CNO dengan peningkatan proporsi CNO a 40 b 35 c e 30 d /45/45 20/40/40 30/35/35 40/30/30 50/25/25 CNO/PO/PS Gambar16. Karakter slip melting point Oil Blend antara minyak sawit (PO), stearin (PS), dan minyak kelapa (CNO) dengan proporsi CNO10%-50% Karakter slip melting point (SMP) pada oil blend dengan formulasi tiga jenis minyak menghasilkan nilai SMP yang berbeda nyata antara masing-masing formulasi seperti pada Gambar15 dan Gambar16. Penambahan stearin (PS) pada formulasi dengan peningkatan proporsi 20% secara berturut-turut secara nyata dapat menghasilkan titik cair dengan nilai yang berbeda. Hal yang sama juga berlaku pada formulasi yang menggunakan penambahan minyak kelapa (CNO) dengan peningkatan proporsi 10% untuk masing-masing formulasinya, menghasilkan SMP yang saling berbeda secara nyata satu sama lain. 39

55 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Hasil kegiatan penelitian di PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia menunjukkan karakter dari campuran minyak (oil blends) antara minyak sawit (PO) dan stearin (PS), PO dan minyak kelapa (CNO) serta kombinasi ketiganya. Oil blend PO/PS menghasilkan kurva solid fat content (SFC) yang linier pada seluruh suhu observasi dengan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kurva SFC secara teoritis. Oil blends PO/CNO hanya menghasilkan kurva SFC linier pada suhu observasi 10⁰C dan 30⁰C sedangkan pada suhu 20⁰C membentuk kurva cekung. Pada suhu 10⁰C peningkatan proporsi CNO justru meningkatkan nilai SFC. Pada suhu observasi 30⁰C menghasilkan selisih nilai yang rendah (1.4%) namun secara keseluruhan kurva SFC hasil percobaan oil blend PO/CNO memiliki nilai yang berbeda secara nyata terhadap kurva SFC secara teoritis pada taraf signifikasi α=0.05. Kurva SFC yang dihasilkan oil blends CNO/PO/PS dengan peningkatan proporsi PS menunjukkan keteraturan seperti yang digambarkan pada kurva SFC oil blend PO/PS. Sementara bentuk kurva SFC yang dihasilkan oil blends CNO/PO/PS dengan peningkatan proporsi CNO lebih curam. Pada suhu observasi 20⁰C, oil blend ini menghasilkan penyimpangan terjauh dengan selisih nilai SFC mencapai 20.29%SFC terhadap kurva SFC teoritis. Kurva SFC hasil percobaan oil blends CNO/PO/PS memiliki nilai yang berbeda secara nyata terhadap kurva SFC secara teoritis. Hanya oil blends PO/PS yang menghasilkan nilai kurva SFC sesuai dengan teori, Perusahaan memiliki kisaran nilai SFC yang dibutuhkan pada produk-produknya sehingga tidak menutup kemungkinan selisih nilai oil blends lain (PO/CNO maupun CNO/PO/PS) yang dihasilkan masih dapat memenuhi spesifikasi. Hasil analisis slip melting point dalam oil blend menunjukkan bahwa penambahan PS cenderung meningkatkan slip melting point sementara penambahan CNO justru cenderung menurunkan nilai slip melting point dari oil blend. Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan PT SMII pertimbangan penggunaan stearin dan minyak kelapa pada oil blend serta pengembangan produk baru yang berbasis minyak sawit dan stearin maupun minyak sawit dan minyak kelapa sawit sesuai dengan permintaan konsumen. B. SARAN Hasil karakterisasi SFC pencampuran antara minyak sawit, stearin, dan minyak kelapa diharapkan dapat digunakan untuk menciptakan produk baru bagi PT SMII. Selain itu, pencampuran lebih lanjut dapat dilakukan dengan menggunakan bahan tambahan seperti emulsifier sehingga dapat membantu menghasilkan pengujian karakter oil blend yang lebih baik untuk jenis minyak yang berbeda seperti pada pengujian minyak sawit dan minyak kelapa.

56 DAFTAR PUSTAKA [AOCS] American Oil Chemists Society Official and Tentative Methods of the American Oil Chemists Society, 3 rd edn. Champaign: AOAC Inc. Basiron Y Palm Oil. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 2. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc., pp Birker B. dan Padley FB Physical Properties of Fats and Oils. Di dalam: R.J. Hamilton and A. Bhati (eds). Recent Advances in Chemistry and Technology of Fats and Oils. New York: Elseiver Applied Science Braipson-Danthine S dan Deroanne C Influence of SFC, microstructure and polymorphism on texture (hardness) of binary blends of fats involved in the preparation of industrial shortenings. Food Research International (37): [BSN] [BSN] [BSN] [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia untuk Crude Palm Stearin. SNI Jakarta: BSN Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia untuk Pretreated Palm Stearin. SNI Jakarta: BSN Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia untuk Minyak Kelapa. SNI Jakarta: BSN Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia untuk Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBD Palm Stearin). SNI Jakarta: BSN [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia untuk Margarin. SNI Jakarta: BSN Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, dan Wootton M Ilmu Pangan. Hari Purnomo, Adiono (penerjemah). Food Science. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Canapi EC, Agustin YTV, Moro EA, Pedrosa E, dan Bendano MLJ Coconut Oil. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 2. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc., pp Chrysam MM Margarines and Spreads. Di dalam: Y.H. Hui (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Fifth Edition, Volume 3. New York: John Wiley & Sons, Inc., pp [FAO] Food and Agriculture Organization FAO Agricultural Policy and Economic Development Series; The Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) System. docrep/w8088e/w8088e00.htm [10 Juli 2011] [FAO] Food and Agriculture Organization FAO Agricultural Service Bulletin 148; Smallscale palm oil processing in Africa. htm [10 Juli 2011 ] [FAOSTAT] The FAO Statistical Database Top production palm oil; countries by commodity. [4 Oktober 2011] [FAPRI] Food and Agricultural Policy Research Institute US and world agricultural outlook. ISSN [10 Juli 2011]

57 [FDA] U.S. Food and Drug Administration Requirements for Specific Standardized Margarine. Code of Federal Regulations 21CFR scripts/cdrh/cfdocs/ cfcfr/cfrsearch.cfm?fr= [10 April 2011] Flack E Margarine and Spreads. Di dalam: Gerard LH, Richard WH (eds). Food Emulsifiers and Their Applications. New York: Chapman & Hall. [GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Indonesian Palm Oil Export. Juli 2011] Gothra BS, Dyal SD, dan Narine SS Lipid Shortening: a Review. Dalam: Food Research International (35): Gunstone FD Vegetable oils. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 1. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc. hal Hendrikse PW, Harwood JL, dan Kates M Analytical methods. Di dalam: Gunstone FD, Harwood JL, dan Padley FB (eds). The Lipid Handbook. 2 nd ed. London: Chapman & Hall, pp Hui YH Bailey s Industrial Oil and Fat Product 5 th Edition. John Wilay and Sons, Inc., New York. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Kifli H dan Krishnan S Proceedings of the PORIM International Oil Palm/Palm Oil Conference: Progress and Prospects. Kuala Lumpur: PORIM pp Kristanti I Mempelajari Pendayagunaan RBD Stearin Sebagai Sumber Lemak dalam Pembuatan Chocolate Spread. [Skripsi] Lawson H Food Oils and Fats; Technology, Utilization, and Nutrition. New York: Chapman & Hall Metin S dan Hartel RW Crystallization of Fats and Oils. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 2. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc., pp Nielsen SS Food Analysis. 2 nd Edition. Kluwer Academic Publishers Group Noor Lida HMD, Sundram K, Siew WL, Aminah A, dan Mamot S TAG composition and solid fat content of palm oil, sunflower oil, and palm kernel oil blends before and after chemical interesterification. JAOCS 79 (11): O Brien RD Fats and Oils; Formulating and Processing for Applications. 2 nd ed. London: CRC Press LLC Orthoefer FT Vegetable Oils. Di dalam: Y.H. Hui (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Fifth Edition, Volume 1. New York: John Wiley & Sons, Inc., pp Pantzaris TP Pocket Book of Palm Oil Uses. Kuala Lumpur: PORIM Ravigadevi S, Kalyana S, dan Yew-Ai Tan Chemistry and biochemistry of palm oil. Progress in Lipid Research 39:

58 Sahri MM dan Idris NA Palm stearin as low trans hard stock for margarine. Sains Malaysiana 39(5): Scrimgeour C Chemistry of fatty acids. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 1. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc., pp 1-43 Steidley KR, List GR, Palmquist D, dan Adlof RO Determination of Solid Fat by Dilatometry and Pulsed Nuclear Magnetic Resonance. Presentation in AGFD (AOCS): Edible Applications of Edible Oils. National Center for Agricultural Utilizaton Research, Agricultural Research Services, USDA, Peoria, IL, IL. Timms RE Physical chemistry of fats. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK (eds). Fats in Food Products. Glasgow: Blackie Academic and Professional., pp 4-21 [USDA] United States Department of Agriculture; Foreign Agricultural Service Indonesia: Palm oil production prospects continue to grow /12/ Indonesia _ palmoil/ [10 Juli 2011] an PJ Properties of Fats and Oils. Di dalam: Richard D. O Brien, alter E. Farr, Peter J. Wan (eds.). Introduction to Fats and Oils Technology. 2 nd Edition. Champaign, Illinois: AOCS Press. pp Weiss TJ Food Oils and Their Uses. 2 nd ed. Westport, Connecticut: The AVI Publishing Company, Inc. Young FVK, Poot C, Biernoth E, Krog N, Davidson NGJ, dan Gunstone FD Processing of fats and oils. Di dalam: Di dalam: Gunstone FD, Harwood JL, Padley FB (eds). The Lipid Handbook. 2 nd ed. London: Chapman & Hall., pp Van den Enden JC, Rossell JB, Vermaas LF, dan Waddington D J. Am. Oil. Chem. Soc., 59. Zaliha O, Chong CL, Cheow CS, Norrizah AR, dan Kellens MJ Crystallization properties of palm oil by dry fractionation. Food Chem. 86:

59 LAMPIRAN

60 Lampiran 1. Tata letak pabrik PT SMII 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI

KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI MAS ARIEF FAZRY F24070104 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SMART Tbk. SURABAYA Diajukan oleh: Silviana Ike Setiawan NRP: 5203013039 Nathania Puspitasari NRP: 5203013047 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Bernadette Malita S NRP: 5203012029 Rosalia Maria Da S NRP: 5203012042 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015)

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) Diajukan oleh: Ezekiel Lauwrent Budi Utomo NRP: 5203012019 Wahyu Octaria NRP: 5203012033 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Tanaman genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS Oleh : PAYAMAN PANDIANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Berdasarkan FAO (2000), minyak kepala sawit merupakan minyak yang didapatkan dari bagian daging buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) dengan kandungan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Stefanus NRP: 5203012001 Hendry Kurniawan NRP: 5203012002 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART TBK. SURABAYA

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART TBK. SURABAYA PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART TBK. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : MARIA ELEONORA ANGELINA 6103013032 LAWONO, FELICIANA NATALI 6103013055 BOBBY LUKAS SETIAWAN

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Uraian Tugas dan Tanggung Jawab 1. General Manager a. Menyusun rencana dan program kerja perusahaan yang menyangkut perencanaan dan pengawasan produksi, kegiatan pemasaran, anggaran perusahaan,

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : RUTH SIANA CAROLINE (6103013039) GEORGINA A. SHARON T. (6103013057)

Lebih terperinci

MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL)

MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL) Manfaat dari beberapa jenis bleaching MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL) Emma Zaidar Nasution Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi

Lebih terperinci

PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di

PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia yang bisnis intinya (core business) bergerak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, telah beredar asumsi di masyarakat bahwa minyak goreng yang lebih bening adalah yang lebih sehat. Didukung oleh hasil survey yang telah dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : Evelyn Samantha 6103013014 Dina Pujianti 6103013016 Vivin Indah Sofiah 6103013144

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan emulsifier dalam makanan dan minuman serta produk perawatan tubuh akan meningkatkan penggunaan emulsifier

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. SMART, Tbk. Medan termasuk dalam SINAR MAS GROUP. Didalam melaksanakan operasional usahanya, PT. SMART, Tbk. Medan mempunyai pabrik beserta kelengkapan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Wardi, F24104038.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak (trigliserida) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak (trigliserida) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak (trigliserida) yang

Lebih terperinci

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR Oleh BUDI HERMAWAN F34103100 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SKRIPSI. KAJIAN PROSES DEGUMMING MINYAK SAWlT KASAR (CRUDE PALM OIL) DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT

SKRIPSI. KAJIAN PROSES DEGUMMING MINYAK SAWlT KASAR (CRUDE PALM OIL) DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT ( SKRIPSI KAJIAN PROSES DEGUMMING MINYAK SAWlT KASAR (CRUDE PALM OIL) DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT Oleh LASRON SIMARMATA, F 31.0274 1998 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR LASRON

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari golongan palem yang dapat menghasilkan asam oleat adalah kelapa sawit (Elaenisis guineensis jacq) yang terkenal terdiri dari beberapa varietas, yaitu termasuk dalam

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN Sasmito Wulyoadi dan Kaseno Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Gedung

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

PRARENCANA PABRIK. TUGAS AKHIR PRARENCANA PABRIK MARGARIN BERBAHAN BAKU MINYAK KELAPA KAPASITAS PRODUKSI MARGARIN 20 ton/hari

PRARENCANA PABRIK. TUGAS AKHIR PRARENCANA PABRIK MARGARIN BERBAHAN BAKU MINYAK KELAPA KAPASITAS PRODUKSI MARGARIN 20 ton/hari PRARENCANA PABRIK TUGAS AKHIR PRARENCANA PABRIK MARGARIN BERBAHAN BAKU MINYAK KELAPA KAPASITAS PRODUKSI MARGARIN 20 ton/hari Diajukan oleh : Kevin Jonathan Marlie (NRP. 5203012025) Chynthia Devi Hartono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Salah satu parameter mutu asam stearat blended bermutu premium, adalah heat stability/kestabilan warna, selain warna, bilangan iodium dan komposisi asam

Lebih terperinci

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS 50.000 TON / TAHUN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia Oleh : LAMSIHAR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Sejarah Perusahaan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Sejarah Perusahaan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Sejarah Perusahaan PT. Bumi Energi Equatorial (PT. BEE) merupakan suatu usaha yang membuat dan mengembangkan pembaharuan energi, khusunya energi yang dibutuhkan untuk industri. PT.

Lebih terperinci

PABRIK KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PROSES AKTIVASI STEAM PRA RENCANA PABRIK. Oleh : DIO PRANANTA ROIS NPM :

PABRIK KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PROSES AKTIVASI STEAM PRA RENCANA PABRIK. Oleh : DIO PRANANTA ROIS NPM : PABRIK KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PROSES AKTIVASI STEAM PRA RENCANA PABRIK Oleh : DIO PRANANTA ROIS NPM : 0931010050 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PABRIK GLISEROL DARI COTTON SEED OIL DENGAN PROSES HIDROLISA KONTINYU

PABRIK GLISEROL DARI COTTON SEED OIL DENGAN PROSES HIDROLISA KONTINYU PABRIK GLISEROL DARI COTTON SEED OIL DENGAN PROSES HIDROLISA KONTINYU Penyusun : Riyo Eko Prasetyo 2307030067 Wicaksono Ardi Nugroho 2307030078 Dosen Pembimbing : Ir. Elly Agustiani, M. Eng 19580819 198503

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur yang menghasilkan pelumas (oli). PT. Federal Karyatama berusaha untuk tepat

Lebih terperinci

AGUSTIN MAROJAHAN BUTAR-BUTAR

AGUSTIN MAROJAHAN BUTAR-BUTAR PRA RANCANGAN PABRIK PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN GLISEROL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DAN AIR DENGAN KAPASITAS 60.000 TON/TAHUN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Pabrik Margarin Dari Biji Jagung Dengan Proses Wet Rendering Dan Hidrogenasi

TUGAS AKHIR. Pabrik Margarin Dari Biji Jagung Dengan Proses Wet Rendering Dan Hidrogenasi TUGAS AKHIR Pabrik Margarin Dari Biji Jagung Dengan Proses Wet Rendering Dan Hidrogenasi Disusun Oleh : Rahmania Fatimah 2310 030 007 Dika Prasetya 2310 030 019 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Danawati

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis seperti di pesisir pantai dan dataran tinggi seperti lereng gunung.

BAB I PENDAHULUAN. tropis seperti di pesisir pantai dan dataran tinggi seperti lereng gunung. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Pada umumnya tanaman kelapa dibudidayakan di daerah tropis seperti di pesisir pantai dan dataran

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMASI PEMEKATAN KAROTENOID PADA METIL ESTER KASAR (CRUDE METHYL ESTER) MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM ADSORPSI

SKRIPSI OPTIMASI PEMEKATAN KAROTENOID PADA METIL ESTER KASAR (CRUDE METHYL ESTER) MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM ADSORPSI SKRIPSI OPTIMASI PEMEKATAN KAROTENOID PADA METIL ESTER KASAR (CRUDE METHYL ESTER) MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM ADSORPSI Oleh EKO WIDAYANTO F24102049 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN

Lebih terperinci

POMPA MINYAK PADA INSTALASI PENGOLAHAN AKHIR DI PT. BUKIT ZAITUN- BITUNG Annie Amelia Toreh

POMPA MINYAK PADA INSTALASI PENGOLAHAN AKHIR DI PT. BUKIT ZAITUN- BITUNG Annie Amelia Toreh POMPA MINYAK PADA INSTALASI PENGOLAHAN AKHIR DI PT. BUKIT ZAITUN- BITUNG Annie Amelia Toreh ABSTRAK Pompa merupakan mesin yang sangat baik digunakan, baik dalam industri maupun untuk keperlua rumah tangga.

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas TUGAS AKHIR PABRIK ASAM LEMAK DARI BIJI BUNGA MATAHARI DENGAN PROSES HIDROLISIS SECARA COUNTINUOUS COUNTERCURRENT Disusun oleh: Lisa Monica Rakhma 2307 030 054 Yuniar Aulia Ningtyas 2307 030 058 Pembimbing:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT.

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. BAB. PENDAHULUAN - BAB PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Umum Perusahaan PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. Sungai Budi Group. PT. Sungai Budi Group memulai kegiatan usahanya pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK FURFURAL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT KAPASITAS 20.000 TON/TAHUN Oleh : Yosephin Bening Graita ( I 0509043 ) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR Oleh BUDI HERMAWAN F34103100 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar I.1. Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia [1]

Gambar I.1. Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit adalah salah satu minyak yang diproduksi dalam jumlah yang cukup besar di dunia. Hingga tahun 2005, Indonesia merupakan negara pengekspor minyak

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) i KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) SKRIPSI Oleh: JULIARDO ESTEFAN PURBA 120305048/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 14 ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara atau jika ada air dan dipanaskan. BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III.1 Alat a. Neraca Analitik Kern Abs b.

Lebih terperinci