Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa"

Transkripsi

1 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3 km. Pengaliran CPO pada jarak dekat dilakukan pada suhu sekitar 55 o C dalam sistem pipa berinsulasi untuk mempertahankan CPO agar tetap dalam fase cair yang dapat mengalir serta untuk mencegah pembentukan fraksi stearin CPO yang mengkristal pada suhu rendah. Adanya permasalahan yang dihadapi pada kegiatan transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju tangki timbun di industri pengolah CPO maupun di pelabuhan, telah mendorong dilakukannya penelitian ini. Untuk itu di dalam penelitian ini telah dipelajari peluang pengembangan moda transportasi CPO yang lebih efisien melalui penggunaan moda pipa khususnya untuk jarak tempuh yang lebih jauh, dengan melakukan kajian terhadap karakteristik dasar CPO yang akan dialirkan. Aplikasi transportasi CPO moda pipa pada jarak dekat telah dikembangkan melalui pendekatan-pendekatan empiris dengan asumsi karakteristik CPO yang tetap. Pada pengembangan transportasi moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, pendekatan empiris kurang sesuai dan kurang akurat untuk digunakan, karena variabel proses untuk pengaliran jarak jauh lebih kompleks dan melibatkan perubahan karakteristik CPO akibat pengaruh suhu, laju perubahan suhu, shear rate. Selain itu, pada jarak tempuh yang jauh, tingkat kompleksitas jalur pipa yang digunakan juga lebih tinggi. Pendekatan teknis berdasarkan data dasar karakteristik CPO, diharapkan dapat menghasilkan suatu teknik yang mampu mengendalikan karakteristik CPO selama pengaliran sehingga proses pengaliran pada jarak jauh dapat berlangsung secara efektif dan lebih efisien. Dengan masih terbatasnya data dasar karakteristik mutu dan sifat fisik CPO, khususnya yang terkait dengan proses pengaliran di dalam pipa, maka upaya mengumpulkan data tersebut merupakan hal yang sangat strategis untuk dilakukan. Melalui penggunaan data dasar yang dikumpulkan di dalam penelitian ini, maka pendekatan ilmiah untuk merancang sistem transportasi CPO moda pipa yang dapat diandalkan, akan menjadi lebih kuat.

2 175 Di dalam pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, telah dilakukan kajian untuk menyusun rancangan teknik kendali untuk menjamin aliran CPO agar dapat dipertahankan di sepanjang pipa. Berdasarkan rancangan teknik kendali transportasi CPO moda pipa khususnya pada sistem pengaliran non-isotermal, dapat disimpulkan secara umum bahwa pengaliran CPO pada jarak tempuh yang jauh memiliki potensi yang baik untuk diaplikasikan. Untuk mewujudkan transportasi CPO moda pipa, diperlukan kajian teknis yang lebih mendalam agar rancangan teknis yang dihasilkan lebih akurat dan sesuai dengan kondisi topografi, lingkungan tempat sistem pipa akan dibangun, serta kebutuhan teknis lainnya di lapangan. Terdapat beberapa fenomena menarik terkait dengan data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, yang belum dibahas pada setiap tahap penelitian. Pada bagian pembahasan umum ini, diuraikan lebih lanjut mengenai (1) tinjauan umum terhadap karakteristik CPO yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan transportasi moda pipa; (2) pengaruh pemenuhan standar mutu CPO terhadap karakteristik CPO terkait proses pengaliran; (3) penggunaan data dasar sifat fisik CPO khususnya terkait pengaruh variabel proses pengaliran (suhu, laju penurunan suhu, shear rate) di dalam penyusunan rancangan teknik kendali pengaliran CPO dalam moda pipa; serta (4) peluang optimasi lebih lanjut rancangan teknik kendali transportasi CPO moda pipa melalui pemanfaatan karakteristik CPO pada kondisi metastabil. Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa Data dasar sifat fisik yang paling berperan di dalam perhitungan desain perpipaan adalah data densitas ( ) serta data sifat reologinya yang mencakup indeks tingkah laku aliran (flow behavior index atau n), indeks konsistensi (concistency index atau K), dan viskositas terukur (apparent viscosity atau ) pada shear rate tertentu (Steffe dan Daubert 2006). Karena CPO merupakan materi berbasis minyak dan lemak dengan titik leleh komponen triacylglycerol yang bervariasi serta mengalami perubahan sifat fisik pada kondisi tertentu, maka data densitas dan sifat reologi yang digunakan harus sesuai dengan kondisi proses yang

3 176 sedang berlangsung selama pengaliran. Variabel proses pengaliran seperti suhu, laju penurunan suhu, dan shear rate yang merubah sifat reologi dan kristalisasi lemak CPO akan menentukan perhitungan kesetimbangan mekanis selama CPO dialirkan di sepanjang pipa. Menurut Ong et al. (1995), karakteristik fisik CPO dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu karakteristik fisik dasar dan karakteristik fisik empiris. Karakteristik fisik empiris CPO sangat ditentukan oleh kondisi percobaan sebelum analisis sifat fisiknya, sedangkan karakteritik fisik dasar tidak dipengaruhi oleh kondisi percobaan sebelum analisis. Ong et al. (1995) memasukkan viskositas sebagai salah satu karakteristik fisik dasar. Namun hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa viskositas sampel CPO sangat dipengaruhi oleh kondisi perlakuan awal sampel untuk mencapai suhu analisis dan faktor shear rate sebelum pengujian, sehingga seharusnya viskositas dimasukkan sebagai salah satu karakteristik fisik empiris. Berdasarkan hasil pengujian Tahap I (Bab 2) mengenai Kajian Mutu dan Sifat Fisik Minyak Sawit Kasar, parameter sifat fisik CPO pada kisaran suhu o C dipengaruhi oleh suhu pengukuran. Suhu yang semakin tinggi menghasilkan nilai CPO menurun, sedangkan sifat reologi CPO mengalami transisi dari fluida non-newtonian pseudoplastic pada suhu 25 o C menjadi Newtonian ketika suhu lebih tinggi dari 40 o C. Karakteristik tersebut dimiliki sampel CPO yang statis pada suhu yang setimbang. Kajian karakteristik CPO lebih lanjut pada Tahap II (Bab 3) mengenai Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik Minyak Sawit Kasar dan Tahap III (Bab 4) mengenai Kajian Sifat Reologi dan Kristalisasi CPO pada Kondisi Dinamis, telah menunjukkan bahwa perlakuan awal suhu pada sampel CPO sebelum pengukuran sifat fisiknya, akan mempengaruhi hasil pengujian sifat fisik tersebut. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat diketahui secara umum bahwa walaupun suhu pengukuran yang digunakan sama, hasil analisis reologi sampel CPO pada perlakuan awal suhu yang berbeda akan menghasilkan data sifat reologi CPO yang berbeda. Perbedaan parameter sifat reologi akibat perlakuan awal sampel tersebut memberikan indikasi adanya peluang sistem pengaliran CPO yang lebih ringan dari sudut pandang energi yang dibutuhkan untuk pengaliran.

4 177 Adanya perbedaan hasil pengujian viskositas akibat perlakuan awal sebelum analisis menyebabkan perlunya standarisasi perlakuan suhu sebelum pengujian (pretreatment suhu). Khususnya untuk sistem pengaliran CPO yang nonisotermal, data viskositas yang digunakan sebaiknya yang paling mendekati kondisi sampel CPO selama pengaliran. Pada penelitian Tahap II dan III, telah diperoleh data parameter sifat reologi CPO pada kondisi perlakuan awal yang berbeda pada sampel CPO yang sama yaitu sampel CPO C. Perlakuan sebelum pengukuran sifat reologi CPO adalah (i) pengukuran pada kondisi standar tanpa pemanasan awal, dengan penyetimbangan di suhu pengukuran selama menit (kondisi pengukuran standar); (ii) sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 o C (kondisi pengukuran untuk mensimulasikan CPO yang disimpan dalam tangki penyimpanan); (iii) sampel CPO mengalami penurunan suhu dari suhu pemanasan awal 55 o C dengan laju 1 o C/menit menuju suhu pengukuran (kondisi pengukuran yang mensimulasikan saat suhu menurun selama pengaliran); dan (iv) pada kondisi mengalir dalam pipa sirkulasi. Data n dan sampel CPO yang diperoleh pada beberapa perlakuan sebelum analisis, disajikan pada Tabel 27 dan 28. Tabel 27 Indeks tingkah laku aliran (n) CPO pada perlakuan awal yang berbeda sebelum analisis. (i) Kondisi standar tanpa pemanasan awal, penyetimbangan suhu menit* (ii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penyimpanan 24 jam* (iii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penurunan suhu pada laju 1 C/menit* f e a Suhu ( o C) (iv) Pada kondisi mengalir dari suhu awal 55 o C e e a e d a d c a c b a b a a a a b - * Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

5 178 Tabel 28 Viskositas terukur CPO di 400 s -1 pada perlakuan awal yang berbeda sebelum analisis. Suhu ( o C) (i) Kondisi standar tanpa pemanasan awal, penyetimbangan suhu menit* (ii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penyimpanan 24 jam * (iii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penurunan suhu pada laju 1 C/menit* (iv) Pada kondisi mengalir dari suhu awal 55 o C a 21.8 a 26.5 a a 26.2 a 23.7 a a 30.4 a 29.5 a b 51.1 b 35.7 a c 61.7 b 39.2 a d c 49.1 a e d b - * Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). Tabel 28 menunjukkan adanya transisi sifat fluida CPO pada suhu 55 o C bersifat sebagai fluida Newtonian, menjadi fluida yang bersifat non-newtonian pseudoplastic pada suhu yang semakin rendah. Informasi mengenai suhu transisi sifat aliran fluida CPO (Newtonian atau non-newtonian pseudoplastic) pada kedua metode penerapan suhu di kisaran o C sangat penting artinya, karena mempengaruhi perhitungan sistem perpipaan yang akan didesain. Kondisi (i) dan (ii) mengalami transisi sifat fluida pada suhu di sekitar 45 o C, sedangkan kondisi (iii) belum mengalami transisi sifat fluida hingga suhu 30 o C. Transisi sifat fluida pada kondisi (i) dan (ii) pada suhu yang lebih tinggi diperkirakan karena kondisi sampel yang statis sehingga interaksi molekul menjadi lebih kuat dan lebih tinggi. Sampel CPO memiliki waktu yang cukup untuk mengalami induksi kristalisasi lemak saat berada pada kondisi supercooling (di bawah titik leleh atau melting point, T M ). Pada kondisi (iii) CPO cenderung tetap bersifat sebagai fluida Newtonian dengan nilai yang tidak berbeda nyata saat suhu masih menurun hingga suhu 30 o C. Hal itu disebabkan tidak tersedianya cukup waktu pada kondisi supercooling untuk terjadinya induksi kristalisasi lemak pada CPO, akibat masih terjadi penurunan suhu pada laju penurunan suhu tertentu. Kondisi suhu yang terus

6 179 menurun terjadi bila suhu pengaliran CPO di dalam pipa masih lebih tinggi dari suhu lingkungan, dan pada waktu tertentu akan terjadi kesetimbangan suhu yang menghasilkan kondisi suhu pengaliran yang isotermal. Selama suhu pengaliran masih mengalami penurunan dan belum isotermal, induksi kristalisasi belum akan terjadi hingga suhu 30 o C. Hasil pengujian Tahap III (Bab 3) pada kondisi dinamis terkontrol menunjukkan bahwa pada suhu isotermal 30 o C, induksi kristalisasi baru akan terjadi setelah waktu induksi kristalisasi (t i ) selama 30 menit. Bila data (i) dan (ii) dibandingkan, proses pemanasan awal ke 55 o C pada kondisi (ii) menghasilkan n CPO yang lebih tinggi (cenderung kurang pseudoplastic) pada suhu yang sama. Hal itu terjadi karena pemanasan awal di suhu 55 o C menghilangkan atau menurunkan memori kristal lemak CPO, sehingga CPO lebih lambat mengalami proses kristalisasi dan menghasilkan n yang relatif lebih tinggi pada suhu yang sama. Kondisi dinamis saat mengalir dalam pipa sirkulasi memiliki nilai n yang hampir sama dengan perlakuan awal (i), (ii), dan (iii) pada kisaran suhu o C, yaitu masih mempertahankan sifatnya sebagai fluida Newtonian. Pada suhu 40 o C, CPO pada kondisi mengalir (kondisi iv) masih bersifat sebagai fluida Newtonian, sedangkan kondisi (i) dan (ii) dengan sampel yang statis telah mengalami transisi sifat fluida menjadi non-newtonian pseudoplastic. Pada pengujian dengan pipa sirkulasi, suhu lingkungan relatif tinggi (sekitar 35 o C), sehingga pada suhu sedikit di bawah T M CPO yaitu di bawah 39 o C, cenderung telah terjadi kondisi isotermal. Dengan kondisi suhu yang isotermal di bawah T M, pengujian pengaliran dengan pipa sirkulasi menunjukkan terjadinya induksi kristalisasi pada suhu di atas 30 o C, dengan t i tertentu. Dengan demikian, dapat dibuktikan peranan penting dari kondisi isotermal terhadap berlangsungnya induksi kristalisasi lemak CPO, yang mengakibatkan perubahan sifat reologinya. Informasi mengenai suhu saat mulai terjadi kondisi isotermal ketika CPO dialirkan dari suhu awal 55 o C, sangat ditentukan oleh suhu lingkungan sistem perpipaan. Suhu terendah yang memungkinan kondisi non-isotermal yang masih mempertahankan sifat fluida Newtonian adalah suhu 30 o C dengan maksimal sekitar 55 mpa.s, dan t i selama 30 menit.

7 180 CPO yang sedang mengalir dapat mulai mengalami transisi sifat fluida bila terjadi kondisi isotermal setelah suhunya di bawah 40 o C. Hasil pengamatan selama pengaliran menunjukkan bahwa selama suhu masih di pertahankan di atas T M CPO (di atas 40 o C), maka CPO pada kondisi (iv) akan relatif konstan di sekitar 37 mpa.s. Kondisi (i) dan (ii) akan memiliki yang lebih tinggi pada suhu 40 o C. Adanya perbedaan tersebut diduga karena sampel CPO pada kondisi (i) dan (ii) berada pada kondisi statis selama penyetimbangan suhu, sedangkan kondisi (iv) yang dinamis dan mengalir mengalami perlakuan shear rate tertentu. Graef et al. (2009) dan Tarabukina et al. (2009) yang menggunakan sampel RBDPO mengemukakan bahwa shear rate dapat memicu terjadinya kristalisasi primer, mempengaruhi sifat polimorfik dan pengembangan mikrostruktur, serta menentukan ukuran agregat kristal. Dengan demikian untuk suhu 40 o C, data pengujian reologi pada kondisi (i) dan (ii) kurang sesuai dengan kondisi pengaliran. Berdasarkan pembandingan data tersebut disimpulkan bahwa data sifat reologi yang sesuai digunakan di dalam perhitungan kendali pengaliran CPO dalam pipa tergantung pada suhu saat terjadi kondisi isotermal, yang ditentukan oleh fenomena penyetimbangan suhu pengaliran dengan suhu lingkungan. Data n dan CPO yang sesuai dengan kondisi pengaliran dalam pipa adalah data pada kondisi pengujian dinamis terkontrol maupun data pengujian dalam pipa sirkulasi. Hasil pengujian Tahap III (Bab 4) telah menunjukkan bahwa pada suhu di atas 40 o C, CPO memiliki sifat fluida Newtonian dengan CPO dapat dipertahankan konstan sekitar 37 mpa.s selama pengaliran hingga 330 menit (5.5 jam). Selanjutnya, bila suhu masih mengalami penurunan hingga suhu yang lebih rendah dari T M, maka perlu diketahui suhu saat kondisi isotermal terjadi. Bila suhu belum isotermal, belum akan terjadi induksi kristalisasi hingga suhu terendah 30 o C, namun bila kondisi isotermal telah terjadi, akan terjadi induksi kristalisasi pada suhu isotermal tersebut pada t i tertentu. Dengan demikian, terjadinya proses pengaliran yang isotermal perlu diperhitungkan secara detail, terutama terkait dengan suhu lingkungan, T suhu yang terjadi, dan ketebalan insulasi yang digunakan dalam sistem pipa.

8 181 Pentingnya Pemenuhan Standar Mutu CPO terhadap Karakteristik CPO Terkait Proses Pengaliran Hasil pengujian mutu dan sifat fisik lima sampel CPO yang digunakan dalam penelitian Tahap I (Bab 2) mengenai Kajian Mutu dan Sifat Fisik CPO secara umum menunjukkan adanya variasi produk CPO yang dihasilkan produsen CPO di Indonesia. Dengan karakter komposisi asam lemak di dalam sampel CPO yang relatif sama dan memenuhi kisaran bilangan Iod yang dipersyaratkan dalam SNI mg/100 g sampel, ternyata terdapat variasi sifat fisik CPO khususnya pada kondisi pengukuran di suhu 25 o C. Variasi sifat fisik pada sampel CPO tersebut akan menghasilkan perbedaan dalam perhitungan serta penerapan rekayasa proses dan penanganan CPO selanjutnya. Berdasarkan pengujian korelasi Pearson (two-tailed) antara sifat fisik CPO dengan atribut mutunya (Lampiran 11), terdapat korelasi yang nyata antara indeks tingkah laku aliran (n) sampel CPO pada suhu 25 o C (n 25 ) dengan bilangan iod (BI), dan antara viskositas terukur ( ) pada suhu 25 o C ( 25 ) dengan BI. Terdapat dua persamaan regresi linier yang dapat digunakan untuk memprediksi sifat reologi CPO berdasarkan data mutu BI (Persamaan 7 dan 8). BI merupakan atribut mutu yang sangat menentukan sifat fisik CPO, khususnya pada parameter sifat reologi n dan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk penanganan CPO pada suhu 25 o C (atau pada suhu kamar), maka perbedaan nilai BI pada sampel CPO akan menghasilkan sifat reologi yang berbeda, yang mengakibatkan teknik penanganannya selama pengaliran juga akan berbeda. Variasi sifat fisik CPO pada suhu 25 o C ternyata tidak terjadi pada saat CPO dipanaskan di suhu 55 o C, yang merupakan suhu yang direkomendasikan dalam CAC/RCP 36 (CAC 2005) untuk proses pengaliran. Pada suhu 55 o C, terjadi perubahan sifat fisik CPO dibandingkan sifat fisiknya pada suhu 25 o C, dimana dan SFC CPO mengalami penurunan. Sifat fluida CPO juga mengalami perubahan dengan nilai n sampel CPO meningkat mendekati 1 dan nilai K yang mendekati 0 pada sampel CPO bersuhu 55 o C, yang menunjukkan bahwa CPO telah mengalami perubahan sifat fluida dari fluida non-newtonian pseudoplastic pada suhu 25 o C menjadi fluida Newtonian pada suhu 55 o C.

9 182 Tidak terdapat korelasi yang nyata antara parameter sifat fisik CPO pada suhu 55 o C dengan atribut mutu CPO (KAK, ALB, dan BI). Proses pemanasan dan peningkatan suhu sampel CPO ke 55 o C juga menyebabkan sifat fisik CPO menjadi tidak berbeda nyata antar sampel. Hal itu terjadi karena sampel CPO yang mengalami pemanasan ke suhu 55 o C, akan mengalami pelelehan fraksi stearinnya sehingga menghasilkan parameter sifat fisik yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemenuhan spesifikasi standar mutu BI oleh sampel CPO akan pengaruh pada sifat fisik CPO pada suhu yang rendah (25 o C), sedangkan pada suhu yang tinggi (55 o C) sifat reologi semua sampel CPO akan sama, walaupun memiliki BI yang berbeda nyata pada kisaran g iod/100 g sampel. Hasil penelitian Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik CPO yang dilakukan pada penelitian Tahap II (Bab 3), mengungkap bahwa sampel CPO mengalami transisi sifat aliran fluida yang pada suhu o C bersifat non-newtonian pseudoplastic, menjadi Newtonian pada suhu di atas 40 o C. Dengan demikian, selama sampel CPO memenuhi spesifikasi standar mutu BI sebesar g iod/100 g sampel, maka perbedaan BI tersebut dapat diabaikan pada proses pengaliran CPO di suhu yang tinggi. Kajian lebih lanjut pada penelitian Tahap II (Bab 3), memperkuat kesimpulan mengenai pentingnya pemenuhan spesifikasi standar BI pada sampel CPO yang akan dialirkan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa BI memiliki korelasi yang erat dengan nilai energi aktivasi (E a ) pada perubahan CPO akibat suhu (korelasi Pearson nyata pada P<0.05). E a ditentukan dengan persamaan Arrhenius pada kisaran suhu o C dan shear rate tertentu. Walaupun kisaran BI sampel CPO telah dibatasi oleh SNI pada kisaran g/100 g sampel, akan tetapi kisaran BI yang sempit tersebut menghasilkan nilai E a yang berbeda. Berdasarkan data sampel CPO, dapat disusun suatu persamaan matematika yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai E a sampel CPO tertentu berdasarkan BI-nya pada shear rate tertentu (Persamaan 13 dan 14). Saat CPO mengalami perubahan suhu pada kisaran o C di shear rate tertentu, CPO dengan BI yang semakin kecil memiliki E a yang semakin besar, sehingga semakin mudah mengalami perubahan. Hal tersebut terkait dengan proporsi

10 183 kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh di dalam sampel CPO (Basiron 2005) dan komponen utama asam lemak di dalamnya (Kim et al. 2009). Korelasi antara BI dengan E a tersebut menunjukkan bahwa saat terjadi perubahan suhu, derajat kemudahan suatu sampel CPO untuk mengalami perubahan sangat ditentukan oleh BI sampel CPO tersebut walaupun berada pada kisaran BI yang sempit (50-55 g/100 g sampel) sesuai spesifikasi standar SNI. BI yang semakin rendah akan lebih sensitif terhadap perubahan suhu dan nilai n yang dimiliki suatu sampel sampel CPO bukan hanya ditentukan oleh suhu yang diterapkan pada sampel, tetapi ditentukan juga oleh BI-nya. Peluang Penggunaan Kondisi Metastabil CPO dalam Rancangan Teknik Kendali Transportasi CPO Moda Pipa Berdasarkan hasil penelitian Tahap III (Bab 4), pada kondisi pengaliran non-isotermal dapat dirancang sistem pengaliran yang mengalami penurunan suhu hingga suhu di bawah T M dengan sifat fluida yang masih mudah ditangani ( relatif tetap rendah, sifat fluida Newtonian) karena berada pada kondisi metastabil (metastable state). Pada laju penurunan suhu maksimal 0.1 o C/menit dan shear rate maksimal 400 s -1, induksi kristalisasi belum akan terjadi saat pengaliran berlangsung hingga suhu 30 o C selama tidak terjadi kondisi isotermal. Nilai maksimal pada kondisi tersebut adalah sekitar 60 mpa.s dengan sifat fluida Newtonian. Kondisi metastabil tersebut dapat dimanfaatkan karena memungkinkan pengaliran CPO dapat berlangsung pada suhu yang lebih rendah dari T M. Untuk itu kajian lebih lanjut mengenai faktor kendali untuk mempertahankan kondisi metastabil CPO perlu dilakukan. Suhu pengaliran minimal yang cukup rendah tersebut sebenarnya berpotensi untuk digunakan pada pengaliran CPO untuk jarak tempuh yang jauh. Akan tetapi, pada pengaliran hingga suhu lebih rendah dari T M, terjadi kondisi supercooling yang menjadi driving force kristalisasi khususnya bila terjadi kondisi isotermal. Untuk mencegah terjadinya kondisi isotermal pada kisaran suhu di antara T M dan suhu minimal pengaliran 30 o C, teknik kendali suhu dalam sistem perpipaan harus dilakukan secara detail dengan memperhitungkan

11 184 perhitungan pindah panas yang terjadi selama pengaliran. Bila suhu tidak lagi mengalami penurunan, terjadi kondisi isotermal yang menginduksi kristalisasi lemak, sehingga meningkat drastis dan CPO mengalami perubahan sifat fluida menjadi non-newtonian pseudoplastic. Terjadinya perubahan sifat reologi CPO tersebut akan mempengaruhi kesetimbangan sistem pengaliran CPO dalam pipa, hingga akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pipa. Simpulan Data dasar sifat fisik yang paling berperan di dalam perhitungan desain perpipaan adalah data densitas ( ) serta data sifat reologinya. CPO pada suhu 55 o C bersifat sebagai fluida Newtonian, dan menjadi fluida yang bersifat non- Newtonian pseudoplastic pada suhu yang semakin rendah. Suhu transisi sifat reologi CPO sangat mempengaruhi perhitungan sistem perpipaan yang akan didesain. Transisi sifat fluida pada kondisi pengukuran yang statis menghasilkan viskositas terukur ( ) yang lebih tinggi. Pada kondisi sampel CPO yang mengalami penurunan suhu, CPO cenderung tetap bersifat sebagai fluida Newtonian dengan nilai yang relatif rendah (maksimal 60 mpa.s) saat suhu masih menurun hingga suhu 30 o C. Selama suhu pengaliran masih mengalami penurunan dan belum isotermal, induksi kristalisasi belum akan terjadi hingga suhu 30 o C, dan induksi kristalisasi baru akan terjadi setelah waktu induksi kristalisasi (t i ) selama 30 menit. Terjadinya kondisi isotermal menentukan berlangsungnya induksi kristalisasi lemak CPO, yang mengakibatkan perubahan sifat reologinya. Suhu dan waktu saat mulai terjadi kondisi isotermal ketika CPO dialirkan dari suhu awal 55 o C, sangat ditentukan oleh suhu lingkungan sistem perpipaan. Dengan demikian, dalam pengembangan rancangan teknis pipa untuk transporatsi CPO, waktu dan suhu saat terjadinya proses pengaliran yang isotermal perlu diperhitungkan secara detail, dengan memperhitungkan suhu lingkungan, T suhu yang terjadi, dan ketebalan insulasi yang digunakan dalam sistem pipa. Pemenuhan spesifikasi standar BI sangat menentukan sifat fisik CPO, khususnya pada parameter sifat reologi n dan. Sampel CPO akan mengalami

12 185 transisi sifat aliran fluida, yaitu pada suhu o C bersifat non-newtonian pseudoplastic, dan suhu di atas 40 o C menjadi bersifat Newtonian. Selama sampel CPO memenuhi spesifikasi standar mutu BI sebesar g iod/100 g sampel, maka perbedaan BI dapat diabaikan pada proses pengaliran CPO di suhu yang tinggi. BI juga menentukan nilai energi aktivasi (E a ) sampel CPO. Derajat kemudahan suatu sampel CPO untuk mengalami perubahan sangat ditentukan oleh BI sampel CPO tersebut walaupun berada pada kisaran BI yang sempit (50-55 g/100 g sampel) sesuai spesifikasi standar SNI.

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR 42 3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Istilah minyak dan lemak merupakan petunjuk mengenai sifat

Lebih terperinci

5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA

5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA 5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA 135 Pendahuluan Transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju tangki penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR Mutu minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi CPO. Pengolahan dan penyimpanan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) yang diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia, Jakarta.

Lebih terperinci

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR 11 2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Volume produksi minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun, membutuhkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU

SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU [Physical Properties of Crude Palm Oil and Their Correlations to the Quality Attributes] Nur Wulandari 1,) *, Tien R. Muchtadi 1), Slamet

Lebih terperinci

Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor. diharapkan dapat mencapai konsumen pada waktu yang tepat, dengan kualitas

Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor. diharapkan dapat mencapai konsumen pada waktu yang tepat, dengan kualitas LATAR BELAKANG Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor yang mernpengaruhi daya saing suatu produk (Lederer dan Li, 1997). Produk diharapkan dapat mencapai konsumen pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11,No.2, April 2008, hal 53-58 STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Sutiah, K. Sofjan Firdausi, Wahyu Setia Budi Laboratorium Optoelektronik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS 50.000 TON / TAHUN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia Oleh : LAMSIHAR

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN 1.1 Data Analisis Bahan Baku Pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Analisis karakter minyak kelapa sawit kasar (CPO) sebelum dan setelah di pre-treatment (tabel 14).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F24070007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 20 CRUDE PALM OIL CHARACTERISTICS DURING STORAGE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Hasil tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis sp, Jacq.) yang dipanen adalah tandan buah kelapa sawit. Tandan telah masak apabila jumlah buah yang membrondol telah

Lebih terperinci

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD)

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD) Kristalisasi Shinta Rosalia Dewi (SRD) Pendahuluan Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu larutan induk yang homogen. Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Daya Static Mixing Reactor Alat penelitian dirancang dan dibangun tanpa perhitungan rancangan struktural yang rinci. Meskipun demikian, perhitungan lebih rinci untuk

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F24070069 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 STUDY OF FAT CRYSTALLIZATION PROPERTIES OF CRUDE PALM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Pengujian Termal Pada pengujian termal menggunakan metode DSC, ABS Original + ABS Recycle mendapatkan hasil yang bervariasi pada nilai Tg dan nilai Tm. Didapatkannya

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori 4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan frozen dessert yang tersusun atas sari buah segar, air,gula, bahan penstabil yang dapat ditambahkan pewarna dan asam (Marth & James, 2001). Pada umumnya, frozen dessert ini

Lebih terperinci

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI 7.1 Implemetasi Sistem SINKUAL-BIODIESEL dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan pada bagian pengedalian kualitas (quality control) yang diaplikasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Salah satu parameter mutu asam stearat blended bermutu premium, adalah heat stability/kestabilan warna, selain warna, bilangan iodium dan komposisi asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan minyak, maka berbagai cara dilakukan untuk dapat menaikkan produksi minyak, adapun beberapa cara yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB II PERANCANGAN PRODUK

BAB II PERANCANGAN PRODUK BAB II PERANCANGAN PRODUK Untuk memenuhi kualitas produk sesuai target pada perancangan ini, maka mekanisme pembuatan Asetanilida dirancang berdasarkan variabel utama yaitu : spesifikasi produk, spesifikasi

Lebih terperinci

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Studi eksperimental pembuatan biodiesel dengan Reactive Distillation melalui rute transesterifikasi trigliserida

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F

KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F24070012 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 STUDY ON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SOAP NOODLE DENGAN KAPASITAS PRODUKSI TON/TAHUN TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: OKTABANI NIM :

PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SOAP NOODLE DENGAN KAPASITAS PRODUKSI TON/TAHUN TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: OKTABANI NIM : PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SOAP NOODLE DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 63.360 TON/TAHUN TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: OKTABANI NIM : 060405016 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Rheologi. Rini Yulianingsih

Rheologi. Rini Yulianingsih Rheologi Rini Yulianingsih Sifat-sifat rheologi didefinisikan sebagai sifat mekanik yang menghasilkan deformasi dan aliran bahan yang disebabkan karena adanya stress Klasifikasi Rheologi 1 ALIRAN BAHAN

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014 Adalah ester asam lemak bereaksi dengan ester atau asam lemak lain membentuk ester baru melalui reaksi pertukaran gugus asam lemak. TG mengandung 3 gugus ester peluang pertukaran banyak Gugus asil dapat

Lebih terperinci

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN Hukum Newton - Viskositas RYN 1 ALIRAN BAHAN Fluid Model Moveable Plate A=Area cm 2 F = Force V=Velocity A=Area cm 2 Y = Distance Stationary

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik

Lebih terperinci

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law PENGUKURAN VISKOSITAS RINI YULIANINGSIH Review Viskositas Newtonian Non Newtonian Power Law yz = 0 + k( yz ) n Model Herschel-Bulkley ( yz ) 0.5 = ( 0 ) 0.5 + k( yz ) 0.5 Model Casson Persamaan power law

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian mengenai transportasi minyak kelapa sawit moda pipa mencakup tiga aspek kajian yaitu: 1) perancangan teknis dasar moda pipa sebagai moda transportasi minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasilnya lazim disebut CPO (Crude Palm Oil), sehingga untuk proses ini. diperlukan pabrik pengolahan buah /biji kelapa sawit.

BAB I PENDAHULUAN. hasilnya lazim disebut CPO (Crude Palm Oil), sehingga untuk proses ini. diperlukan pabrik pengolahan buah /biji kelapa sawit. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tumbuhan penghasil minyak nabati adalah kelapa sawit (Alaicis guinesis), dapat diperoleh melalui proses pengolahan buah/biji kelapa sawit yang hasilnya

Lebih terperinci

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya bagian Teknik Energi Terbarukan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 Juni 2011.

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS Nur Istiqomah, Sutaryono, Farida Rahmawati INTISARI Berdasarkan kebiasaan masyarakat dalam menyimpan margarin untuk dikonsumsi dalam jangka

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA 4.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data berupa ketinggian permukaan fluida uji (h), debit aliran dari ketinggian permukaan fluida

Lebih terperinci

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak 93 8 PEMBAHASAN UMUM Komposisi Asam Lemak Karakteristik Minyak Kelapa Minyak dan lemak adalah suatu campuran triasilgliserol, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak dan lemak yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan Silika 1 Glass transition adalah transisi yang bersifat reversibel pada bahan amorphous dari keadaan keras/kaku menjadi bersifat cair/plastis. Temperature dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perindustrian di Indonesia akan menyebabkan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin meningkat sehingga dibutuhkan bahan bakar alternatif lain yang dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK PEMBUATAN OLEIN DAN STEARIN DARI RBDPO DENGAN KAPASITAS PRODUKSI OLEIN 1000 TON/HARI KARYA AKHIR

PRARANCANGAN PABRIK PEMBUATAN OLEIN DAN STEARIN DARI RBDPO DENGAN KAPASITAS PRODUKSI OLEIN 1000 TON/HARI KARYA AKHIR PRARANCANGAN PABRIK PEMBUATAN OLEIN DAN STEARIN DARI RBDPO DENGAN KAPASITAS PRODUKSI OLEIN 1000 TON/HARI KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Program Diploma IV (D-IV) Program

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK The Utilization of Red Palm Oil for ed by Spray Chilling Process Juanda Reputra 1, Purwiyatno Hariyadi 1,2, Nuri Andarwulan 1,2 1 Departemen IImu

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI Adharatiwi Dida Siswadi dan Gita Permatasari Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari golongan palem yang dapat menghasilkan asam oleat adalah kelapa sawit (Elaenisis guineensis jacq) yang terkenal terdiri dari beberapa varietas, yaitu termasuk dalam

Lebih terperinci

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008 ABSTRAK Lemak margarin dengan sifat fisik yang baik dapat dibuat dari campuran minyak stearin kelapa sawit (RBDPS), minyak kelapa sawit (RBDPO), minyak kelapa (CNO) dengan cara blending dan interesterifikasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat dilaporkan dalam dua analisa, yakni secara kuantitatif dan kualitatif. Data analisa kuantitatif diperoleh dari analisa kandungan gliserol total, gliserol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash

Lebih terperinci

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Setyaji2013@gmail.com Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI #7 FASA TRANSFORMASI Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju uap (parallel

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban konstruksi diatasnya. Jika

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan

Lebih terperinci

TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100.

TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100. EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100.000 TON/TAHUN Oleh: RUBEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT KASAR/ CRUDE PALM OIL (CPO) 1. Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinneensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian terhadap aliran campuran air crude oil yang mengalir pada pipa pengecilan mendadak ini dilakukan di Laboratorium Thermofluid Jurusan Teknik Mesin. 3.1 Diagram Alir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pabrik kelapa sawit merupakan pabrik yang mengolah tandan buah segar (TBS) untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan juga menghasilkan Kernel (inti). Pada dasarnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

LAMPIRAN II PERHITUNGAN LAMPIRAN II PERHITUNGAN II.1 Perhitungan Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO) sebelum dan sesudah pre-treatment II.1.1 Perhitungan Minyak Kelapa Sawit Kasar sebelum pre-treatment a Densitas - Massa piknometer

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat Penukar Panas Alat penukar panas yang dirancang merupakan tipe pipa ganda dengan arah aliran fluida berlawanan. Alat penukar panas difungsikan sebagai pengganti peran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci