BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan latar belakang ketertarikan penulis terhadap peran organisasi regional African Union dalam menangani konflik etnis di Burundi. Konflik yang terjadi di Burundi antara etnis Hutu dan Tutsi menyita perhatian masyarakat internasional. Momentum ini merupakan titik penting bagi African Union untuk menunjukkan peran optimal dalam menjaga stabilitas regional. Keefektifan peran organisasi regional dibanding organisasi internasional sedikit disinggung dalam tesis ini untuk mempertajam kepemilihan penanganan konflik oleh organisasi regional. Tulisan ini dilengkapi dengan konseptualisasi tentang strategi operasi perdamaian dalam kerangka keamanan regional. Fokusnya adalah pada keberhasilan pasukan operasi perdamaian African Mission in Burundi menyelesaikan konflik. A. Latar Belakang Peran organisasi regional sangat penting dalam penanganan konflik kawasan. Hal tersebut ditujukan untuk mencapai stabilitas politik, sosial, dan ekonomi. Dalam menjalankan perannya, organisasi regional menjunjung tinggi semangat regionalisme. Regionalisme dalam agenda internasional telah menghasilkan reaksi gabungan antara kaum positif dan pesimis, keduanya berpendapat bahwa regionalisme semakin penting dengan karakteristik permanen pasca Perang Dunia II 1. Fokus organisasi regional selama ini adalah pada letak geografis negara anggotanya. Hal tersebut sebagai sebuah landasan utama pembentukan organisasi regional, yaitu dengan letak negara-negara yang saling berdekatan dalam sebuah kawasan dapat mengoptimalkan efisiensi dan keefektifan kerjasama regional. Begitu juga dalam hal penanganan konflik, letak geografis dalam sebuah kawasan 1 Louise Fawcett, Andrew Hurrell. Regionalism in World Politics: Regional Organization and International Order. New York: Oxford University Press

2 merupakan modal penting bagi organisasi regional untuk segera melakukan tindakan pencegahan agar konflik tidak meluas. Seperti ungkapan Stefan Wolff yang menyatakan pentingnya strategi organisasi regional untuk menangani konflik. Among the strategies aimed at preventing, managing, and settling internal conflicts in divided societies, territorial approaches have traditionally been associated in particular with self-determination conflicts, or more precisely with conflicts in which territorially concentrated identity groups (whose identity is, in part, derived from association with this territory, or homeland, in which they reside demand to exercise their right to self-determination. 2 Fokusnya jelas, yaitu peran organisasi regional dalam mencegah, mengelola, hingga menyelesaikan koflik internal dalam sebuah kawasan. Organisasi regional merupakan sebuah segmen dunia yang saling terikat oleh tujuan yang sama berdasarkan latar belakang geografis, sosial, ekonomi, politik, dalam mengolah struktur formal sebagai perjanjian antar pemerintahan di sebuah kawasan 3. Kemudian, organisasi regional membentuk konsep regionalisme. Regionalisme menurut Joseph Nye merupakan formasi pengelompokkan negara berdasarkan letak geografis satu wilayah 4. Negara-negara dalam satu kawasan tersebut merasa lebih diuntungkan dengan faktor letak geografis. Di kawasan yang rawan konflik seperti Afrika, peran organisasi regional seperti Organization of African Unity (OAU) atau yang sekarang disebut dengan African Union (AU) sangat penting. AU dibentuk oleh negara-negara di Afrika sejak 25 Mei 1963 di Addis Ababa, Ethiopia dan terbukti efektif dalam penanganan konflik 5. Sejak tahun 1981, OAU berfokus pada dekolonisasi, yaitu menjamin kemerdekaan negara di Afrika yang masih menjadi koloni negara lain. Fokus AU yang lain adalah pembebesan diri dari pemerintahan rejim apartheid seperti yang terjadi di Afrika Selatan 2 Wolff.Organsasi Internasional.pdf diakses pada 10 Juni Leroy A Bernett. International Organizations. New Jersey: Prentice Hall p Joseph Nye. International Regionalism. Boston: Little Brown and Co Rachel Murray. Human Rights in Africa from OAU to the African Union. New York: Cambridge University Press Nb:African Union (AU) tadinya bernama Organization of African Unity (OAU); berubah menjadi AU dari OAU pada Juli

3 dan melindungi negara yang baru merdeka 6. AU menekankan prinsip kebijakan non intervensi urusan dalam negeri terhadap negara anggotanya dalam menangani konflik> AU serius dalam mencapai persamaan kedaulatan negara, perlawanan terhadap neokolonialisme, dan penyelesaian konflik secara damai. Pada awal pembentukannya AU beranggotakan 53 negara-negara yang sudah merdeka di benua Afrika. Dengan berpegang teguh pada prinsip non intervention, organisasi regional ini berpotensi besar dalam menyelesaikan konflik regional 7. Setelah menjadi African Union (AU), tujuan utamanya tidak hanya pada perlindungan warga negara atas politik apartheid dan dekolonisasi, namun juga pada peningkatan keamanan dan stabilitas regional di kawasan Afrika. Buktinya, sejauh ini African Union dinilai efektif dalam menangani konflik di Burundi, Sudan, Somalia dan Komoro 8. Peristiwa pembunuhan massal antar etnis Hutu dan Tutsi yang terjadi di Rwanda pada tahun 1994 merupakan pengalaman buruk bagi kawasan Afrika. Hal ini menjadi pelajaran penting, hingga akhirnya masyarakat internasional mendesak agar konflik etnis yang serupa di Burundi segera diselesaikan. Konflik yang terjadi tahun 1996 menjadi momentum bagi African Union untuk melaksanakan perannya sebagai organisasi regional Afrika. Konflik disertai kekerasan yang sudah pernah terjadi di Rwanda kemudian terulang kembali di Burundi, mengharapkan sebuah penanganan serius agar korban sipil tidak terus bertambah. Salah satunya adalah menerapkan cara penanganan konflik untuk genocide. Menurut seorang pengacara Yahudi, Raphael Lemkin ( ) mendeskripsikan kebijakan Nazi sebagai sebuah pembunuhan sistematis, termasuk pembunuhan terhadap bangsa Yahudi yang tinggal di Eropa. Dia menemukan kata "genocide" dengan menggabungkan geno-, dari bahasa Yunani yang berarti ras atau suku, dengan kata -cide, yang diambil dari huruf Latin yang 6 AU tadinya bernama OAU yang pada awalnya dianggap tidak memperhatikan hak asasi manusia, merupakan salah satu elemen penting dalam ideologi imperialisme, I. G. Shivji, The Concept of Human Rights in Africa.London: CODESRIA Book Series Rodrigo Tavares. Regional Security: The Capacity of International Organizations. London: Routledge pp: African Union (2000) Constitutive Act of the African Union, Lomé, 11 July 2000: 3-f 3

4 artinya membunuh. Dengan kata lain, "sebuah rencana dengan berbagai cara untuk membunuh atau merusak fondasi penting kehidupan dalam sebuah negara, tujuannya adalah memusnahkan kelompok tersebut." Tahun 1945, Pertemuan Dewan Militer Internasional yang diadakan di Nuremberg, Jerman; mendakwa para pemimpin penganut Nazi dengan tuntutan "kejahatan terhadap kemanusiaan." Kata genocide termasuk di dalam dakwaan, tapi sebagai istilah deskripsi bukan dalam kerangka hukum 9. Menurut laporan Amnesti Internasional 1996 tercatat pembunuhan terhadap warga etnis Hutu. Tahun 1972 dan warga etnis Tutsi yang dibunuh di sekitar distrik Giheta. Para warga etnis Hutu maupun Tutsi banyak melakukan migrasi ke negara sekitar Burundi seperti Rwanda dan Uganda ketika mereka merasa tidak aman 10. Penyebaran etnis Hutu dan Tutsi di beberapa negara kawasan Afrika Timur menjadi sebuah landasan utama harus tercapainya perdamaian di kawasan Afrika. Hal ini yang kemudian mempengaruhi stabilitas keamanan di kawasan Afrika. Konflik Burundi bisa dikatakan sebagai konflik etnis pertama yang ditangani oleh African Union, mengingat bahwa konflik etnis serupa yang terjadi di Rwanda tahun 1994 ditangani oleh PBB 11. Ditambah lagi, sorotan masyarakat internasional terhadap kemampuan African Union dalam menangani konflik etnis, mengingat dana yang digelontorkan untuk menangani konflik etnis di Burundi tidak sedikit 12. Jika konfik etnis di Burundi tidak dapat ditangani dengan baik oleh African Union, ada ketakutan konflik etnis serupa di Rwanda akan kembali terjadi yang memakan lebih dari jiwa 13. Oleh karena itu, penyelesaian konflik 9 United States Holocaust Encyclopedia diakses 4 Desember South Africa s Peacekeeping Role in Burundi: Challenges and Opportunities for Future Peace Missions Occasional Paper Series: Volume 2, Number 2, 2007.pdf diakses 4 Desember The Rwandan Genocide - Facts & Summary - HISTORY.com.htm diakses pada 5 Maret Murray, Rachel. Human Rights in Africa from OAU to the African Union. New York: Cambridge University Press Freedom House in Burundi world/2012/burundi#.u69004aoxnk diakses 29 Juni

5 dengan cara damai dan berpegang teguh pada prinsip non intervensi membuat African Union lebih dipilih. Meskipun, ada banyak faktor yang mempengaruhi eskalasi konflik etnis di Burundi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan permasalahan: Bagaimana strategi yang dilakukan pasukan perdamaian African Mission in Burundi (AMIB)? Penulis ingin menganalisa bagaimana strategi pasukan operasi perdamaian African Mission in Burundi (AMIB), sebuah pasukan perdamaian bentukan organisasi regional African Union yang menangani konflik etnis di Burundi. C. Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Ebrima Sarr disebutkan bahwa penyelesaian konflik di Burundi oleh organisasi regional (AU) dinilai berhasil. Tulisan tersebut menjelaskan bagaimana strategi diplomasi oleh organisasi regional African Union di Libya dinilai berhasil. AU berniat baik menyelesaikan konflik di Libya, dengan cara diplomasi, bukan dengan perang 14. Dewan Perdamaian dan Keamanan African Union melakukan tugasnya untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas di Libya dengan cara diplomasi termasuk mediasi antara Gadhafi dan kelompok pemberontak National Transition Council (NTC) yang dipimpin oleh Abdel Jalil. Tulisan ini juga menampilkan bukti keefektifan peran African Union dalam penugasan operasi perdamaian oleh African Mission in Burundi (AMIB) 15. Penanganan konflik oleh African Union dengan cara diplomasi nonintervensi terbukti lebih diminati. Langkah ini didukung oleh penguasaan medan 14 Ebrima Sarr.African Union Diplomatic Intervention in Libya During The Arab Spring Ibid 5

6 para anggota pasukan perdamaian yang berasal dari berbagai negara di kawasan Afrika. Upaya penugasan operasi perdamaian di Libya dengan metode preventive diplomacy kemudian diambil alih oleh pasukan perdamaian PBB melalui resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1973 melalui penetapan Responsibilty to Protect (R to P) yang dipimpin oleh Perancis dan Britania, Amerika dan NATO 16. African Union dalam resolusi konflik Libya menerapkan strategi diplomasi kawasan dengan cara membentuk sebuah panel yang terdiri dari lima kepala negara dan merancang peta perdamaian untuk mencari solusi krisis. Para kepala negara juga diminta untuk berkoordinasi dengan rekan internal seperti PBB, Uni Eropa, Liga Arab, dan OKI. AU membuktikan bahwa strategi preventive diplomacy dan military deployment dengan operasi perdamaian efektif dalam menangani konflik di negara-negara Afrika 17. Dalam tulisan Saptoto Adi, AU terbukti efektif dalam mediasi konflik agama di Sudan Selatan yang mayoritas penduduknya beragama Kristen dan Sudan Utara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam. IGAD berhasil menjadi fasilitator dengan menghasilkan kesepakatan damai yang mensyaratkan masa transisi selama 6 tahun di Sudan Selatan dan diakhiri dengan penyelenggaraan referendum di daerah Selatan 18. Langkah ini dinilai sebagai keefektifan IGAD dalam melakukan mediasi konflik agama. IGAD yang dibentuk atas inisiasi negara yang tergabung dalam African Union dinilai berhasil menangani konflik regional. Kesepakatan damai tidak akan tercapai tanpa adanya kerjasama dari negara-negara di sekitar wilayah Sudan dan berniat baik untuk memelihara stabilitas keamanan regional. Negara sekitar Sudan yang berperan penting dalam proses perdamaian tersebut antara lain Kenya, Uganda, Ethiopia, Eritrea-sebagai mediator. Sedangkan Amerika, Inggris, Italia, Norwegia bertidak sebagai negara pemantau Ibid 17 Ibid 18 Saptoto Adi. Peran Inter Govermental Authority for Development (IGAD) Ibid 6

7 Kedua tulisan tersebut menunjukkan peran organisasi regional African Union dinilai efektif dalam upaya penanganan konflik di kawasan Afrika, terutama isu etnis dan agama. Pencapaian mandat dengan penandatanganan kesepakatan damai menjadi tolak ukur utama keberhasilan operasi perdamaian. Indikator keberhasilan operasi perdamaian yang tergantung pada pencapaian mandat membuat entitas pasukan perdamaian berperan sebagai instrumen politik yang berfokus pada peniadaan perang dan mencapai kesepakatan damai. Dalam menghadapi perang di lingkup kawasan, komunitas regional lebih diminati karena menjunjung prinsip non-intervensi. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga prinsip netralitas para pasukan perdamaian yang berasal dari negara di sekitar wilayah konflik. Di sisi lain, indikator keberhasilan operasi perdamaian atas pencapaian mandat menyisakan masalah utama di Burundi, yang kemudian menjadi akar konflik. Tidak semua pihak di Burundi setuju untuk mengikuti proses perdamaian. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat operasi perdamaian di Burundi berlangsung lama. Pasukan perdamaian hanya mampu bertindak sesuai mandat dan tenggat waktu yang diberikan, meski sustainable peace belum bisa dicapai. Sedangkan, akar konflik masih terus menjadi ancaman laten di negara tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan aktor dalam cakupan kawasan yang menerapkan strategi demi mencapai stabilitas keamanan regional di Burundi. Dengan begitu, perdamaian berkesinambungan atau sustainable peace dapat segera terwujud di kawasan Afrika. D. Kerangka Konseptual Konsep membantu penulis dalam menganalisa penyelesaian konflik oleh African Union di Burundi. Penulis menggunakan konsep regional security atau konsep keamanan regional sebagai dasar analisa keberhasilan/ kegagalan operasi perdamaian di Burundi. 7

8 D. 1. Kemanan Regional / Regional Security Keamanan dalam lingkup regional sangat penting dalam upaya pencegahan konflik. Niklas Swanström menyebutkan bahwa keamanan regional diartikan sebagai pendekatan keamanan, yang menegaskan arti sudut pandang kawasan yang terdiri dari berbagai negara, bukan satu negara. Ancaman keamanan dalam sebuah kawasan menegaskan pentingnya pencegahan konflik 20. Organisasi regional perlu beralih dari satu fokus ancaman militer, menjadi tahapan yang melibatkan pencegahan konflik sosial, lingkungan, dan ekonomi. Upaya tersebut berpengaruh besar terhadap stabilitas kawasan yang menjadi kesepakatan bersama. Fokus organisasi regional meluas ke tingkat dalam negeri yaitu pada penekanan individu, sub-nasional dan cakupan regional. Dengan terwujudnya keamanan di tingkat domestik, diharapkan dapat mendorong tercapainya stabilitas perdamaian di tingkat kawasan. Dalam upaya menciptakan keamanan kawasan, organisasi regional semakin menyadari pentingnya perhitungan biaya untuk menangani konflik dan cepat lambatnya tindakan untuk menangani konflik. Organisasi regional dinilai lebih berhasil daripada organisasi internasional dalam mengimplementasikan upaya pencegahan konflik 21. Hal ini merupakan dasar kepercayaan dan integrasi kepada organisasi regional, yaitu mengurangi ketakutan adanya intevensi asing terhadap urusan internal pemerintahan. Jika dibandingkan dengan peran organisasi internasional, African Union lebih cepat dalam melakukan upaya pencegahan konflik dengan metode preventive deiplomacy. Metode ini menekankan kerjasama negara di sekitar kawasan konflik untuk mencegah konflik semakin meluas. Mengatasi konflik kawasan tidak semudah yang dibayangkan, ada banyak faktor yang perlu diperhatikan demi terwujudnya stabilitas keamanan regional. 20 Niklas Swanström. Regional Cooperation and Conflict Prevention diakses 1 Juni Ibid 8

9 Dalam buku Regional Security Cooperation In The Early 21st Century menjelaskan ada empat hal penting dalam konsep keamanan regional, antara lain politik aliansi, keamanan kolektif, rejim keamanan, dan keamanan komunitas 22. Aliansi adalah salah satu konsep paling tua dalam kerjasama internasional dengan menekankan pada kesamaan antar negara, diantaranya kesamaan kepentingan dalam kawasan. Politik aliansi dirancang untuk pertahanan dan menyerang (militer) terhadap ancaman eksternal dan internal. Dalam konteks pertahanan, aliansi bisa berubah menjadi kompetisi senjata. Aliansi yang memiliki musuh internal bisa bertindak layaknya pihak eksternal. Aliansi mengurangi perang antara negara anggota dengan meningkatkan kepercayaan diri, menekankan resolusi, menghindari pertikaian, dan memicu kerjasama di bidang non-militer. Konsep yang berikutnya adalah keamanan kolektif yang muncul pada abad 20 sebagai respon terhadap aliansi dan keseimbangan kekuatan politik. Kerangka ini sudah dipergunakan sejak PBB masih menjadi Liga Bangsa Bangsa. Keamanan kolektif bertujuan untuk mencegah perang atau ancaman perdamaian internasional. Jika ada konsensus, maka pendekatan keamanan kolektif akan bekerja dengan baik, namun akan gagal jika menghadapi bahaya lebih besar, termasuk ketika kekuatan besar terlibat dalam konflik. Rejim keamanan dan keamanan komunitas menjadi konsep terakhir dalam keamanan regional. Kedua konsep ini berhubungan dengan perilaku negaranegara dalam kawasan, misalnya menghormati peraturan perdagangan dan perhubungan dalam dimensi hubungan internasional. Rejim keamanan mendefinisikan norma yang dianut negara, yang merupakan cara untuk implementasi, mendukung, dan verifikasi norma tersebut. Rejim ini juga berkaitan dengan kebijakan masing-masing negara tanpa menggunakan kekuatan militer dalam menangani konflik regional dan menghormati batas wilayah yang telah ditetapkan. Bukti nyata dalam konsep ini adalah pengaturan jenis senjata yang digunakan dalam perang atau pergerakan dan transparansi kegiatan militer. 22 Alyson J. K. Bailes and Andrew Cottey. Regional Security Cooperation In The Early 21st Century diakses 11 Juni

10 Sedangkan, keamanan komunitas terbentuk dari kelompok negara yang memberi jaminan bahwa negara anggota dalam komunitas tidak akan bertikai secara fisik, tapi menyelesaikan pertikaian dengan cara damai. Keamanan komunitas merupakan interaksi paling komprehensif dibandingkan dengan model lain, dimulai dengan mengurangi resiko konflik dalam sebuah kelompok. Konsep ini mengembangkan kekuatan yang lebih besar selain sebagai upaya pencegahan demi menjaga dan meningkatkan kerjasama antara negara anggota dalam sebuah kawasan. D. 2. Operasi Perdamaian Peace Operation atau operasi perdamaian pada dasarnya adalah semua kegiatan pasukan perdamaian sejak tahapan konflik hingga pasca konflik. Menurut Ketua Staf Koordinasi Pasukan Gabungan Amerika Serikat, operasi perdamaian terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya peacekeeping operation (PKO), peace building post-conflict actions, peacemaking processes, conflict prevention, and military peace enforcement operations (PEO). Secara praktis, kesemua tahapan operasi perdamaian tersebut menekankan pentingnya stuktur mandat dari pimpinan. Sedangkan menurut buku United Nations Peacekeeping Operation: Principles and Guidelines, dijelaskan bahwa operasi perdamaian dibagi dalam beberapa kegiatan, yaitu peacemaking, peacekeeping, military peace enforcement operations,dan peace building post-conflict actions. Peacemaking biasanya melibatkan kegiatan diplomatik, salah satu contohnya adalah membawa pihak yang bertikai ke meja perundingan. Sekretaris Jenderal PBB meminta Dewan Keamanan PBB atau Majelis Umum menyediakan venue untuk memfasilitasi resolusi konflik. Upaya ini bisa dilakukan oleh kelompok NGO, individu, pemerintah atau sekelompok negara, organisasi regional maupun internasional 23. Peacekeeping lebih rentan terhadap serangan secara teknis. Tujuannya, membantu mengimplementasi perjanjian damai yang telah disepakati. 23 UN Peacekeeping Principles and Guidelines diakses 11 Juni

11 Peacekeeping biasanya dilaksanakan melalui pengawasan gencatan senjata dan pemisahan kekuatan dalam perang domestik, bekerja sama dengan berbagai elemen dan bekerja sama membantu tercapainya perdamaian yang berkesinambungan. Military peace enforcement operations melibatkan kewenangan berupa cakupan koersif kekuatan militer. Contohnya, kewenangan untuk mencapai perdamaian internasional dan keamanan yang dinilai oleh Dewan Keamanan PBB banyak terjadi serangan dan ancaman terhadap perdamaian. Organisasi regional berada di bawah kemenangan PBB dalam melakukan operasi perdamaian. Peace building post-conflict actions (bina damai) melibatkan serangkaian target untuk mengurangi resiko pecahnya konflik atau konflik berulang. Upaya tersebut dilakukan dengan penguatan kapasitas nasional di semua tingkat manajemen konflik untuk mencapai perdamaian yang berkesinambungan. Langkah ini efektif dalam penyelesaian konflik di tingkat dasar, yaitu menuntaskan penyebab kekerasan struktural untuk mencapai hasil yang komprehensif 24. Semua tahapan tersebut termasuk dalam penugasan pasukan operasi perdamaian. Dalam penugasan pasukan perdamaian diperlukan penilaian keberhasilan operasi perdamaian agar bisa menjadi pembelajaran penting di masa depan. Menurut Paul Diehl, sebuah operasi perdamaian bisa dikatakan berhasil jika negara tersebut atau host states dan pihak ketiga mendukung pelaksanaan operasi perdamaian. Diberlakukannya sebuah operasi perdamaian tentu saja harus disetujui dan mendapat dukungan penuh. Kedua, pasukan operasi perdamaian tidak diperkenankan bersenjata berat dan tidak boleh menyerang kecuali untuk pertahanan. Ketiga, pasukan operasi perdamaian harus mengutamakan dan melaksanakan prinsip netralitas terutama pada penanganan konfik interstate dibanding intrastate. Konteks geografis sangat penting dalam penugasan operasi 24 Ibid 11

12 perdamaian, agar mudah mendeteksi kekerasan dan memisahkan para kombatan dari sipil 25. Sedangkan, Duane Bratt menggunakan tiga indikator untuk mengukur keberhasilan sebuah operasi perdamaian. Pertama, apakah operasi perdamaian memenuhi mandatnya. Kedua, apakah operasi perdamaian memfasilitasi resolusi konflik, tujuannya agar konflik tidak terulang. Ketiga, apakah operasi perdamaian mengandung konflik di dalamnya 26. Dalam sebuah operasi perdamaian banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi perdamaian. Sehingga, pasukan operasi perdamaian AMIB yang dibentuk oleh African Union mempertimbangkan segala hal demi tercapai perdamaian dan pencegahan konflik berulang di Burundi. D.3. Strategi Penugasan pasukan perdamaian harus dilakukan dengan strategi yang tepat agar perdamaian bisa segera tercapai. Strategi menjadi sebuah pertimbangan penting bagi AMIB dalam menjalankan tugas, di samping perhitungan dana, waktu, maupun desakan internasional atas pencapaian perdamaian di Burundi. Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategia, yang berarti keseluruhan. Dalam dunia militer, strategi berarti menggerakkan pasukan ke dalam posisi sebelum ditempati lawan. Dalam hal ini, strategi berarti penugasan pasukan bersenjata 27. Strategi bisa berarti seni memimpin, seni memproyeksikan dan mengarahkan pergerakan militer dan operasi; strategi adalah tanggung jawab utama seorang pemimpin 28. Strategi berhubungan dengan teori dan praktek penggunaan kekuatan militer atau pemberlakuan ancaman penggunaan kekuatan militer untuk tujuan politik; ini adalah jembatan penggunaan kekuatan mliiter 25 Diehl, PF & Druckman, D. Evaluating Peace Operations. Vol.1.Boulder Co.: Lynne Rienner Duane Bratt. Assessing the Success of UN Peacekeeping Operations. International Peacekeeping Winter Fred Nickols. Strategy: Definitions and Meanings Papers. 24 Mei 2012 diakses 24 maret Oxford English Dictionary 12

13 dengan akhir tujuan politik 29. Strategi bisa dilakukan melalui ancaman yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Jika penekanan dalam bentuk serangan militer diperlukan, maka strategi koersif adalah yang paling tepat. Strategi ini dilaksanakan dengan memberikan penawaran untuk membuat pihak bersengketa melakukan perintah dengan cara mengancam atau melukainya 30. Strategi ini melibatkan negosiasi (dalam bentuk ancaman maupun penghargaan) dan serangan jika dibutuhkan. Strategi ini dilakukan sesuai kebutuhannya, yaitu dengan tujuan untuk mempertahankan atau mengubah keadaan. Berikut ini adalah bagan tujuan dari penggunaan strategi koersif 31 ; Maintain Change Potential/Limited Deterrence Compellence Actual Defense Offense Deterrence dalam status mempertahankan keadaan dilakukan dengan membujuk lawan, bukan memulai aksi serangan, kita yang mulai memberikan penawaran dan menjelaskan konsekuensi dari aksi yang dilakukan oleh lawan; kemudian tunggu. Keberhasilannya adalah ketika tidak ada pihak lawan yang harus ditangkap. Compellence dilakukan dengan mengajak lawan untuk mengubah perilaku, kita mulai melakukan tindakan dan terus melakukannya hingga pihak lawan menyerah. Dalam perlakuan ini ada tiga kategori penghargaan, yaitu membujuk lawan untuk menghentikan tujuan jangka pendeknya, menghentikan pergerakannya (pergi dari medan konflik), mengubah kebijakannya. Keberhasilannya ditentukan dengan cara melihat perubahan perilaku lawan 32. Lawan akan dengan sukarela mengikuti apa yang diperintahkan dengan penerapan strategi ini. Oleh karena itu, strategi ini efektif digunakan dalam penyelesaian konflik. Perhitungan waktu dan dana dalam strategi ini juga merupakan pertimbangan penting. 29 Professor Branislav L. Slantchev. National Security Strategy: The Diplomacy of Strategic Coercion Paper. coercive-diplomacy.pdf diakses 24 Maret Ibid 31 Ibid 32 Ibid 13

14 E. Argumen Utama Strategi operasi perdamaian merupakan fokus utama kajian tulisan ini. Jika strategi koersif dalam konsep politik aliansi yang diterapkan oleh AU dapat membawa semua pihak mengikuti proses perdamaian, maka akar konflik Burundi dapat diselesaikan dengan baik dan tercapai perdamaian berkesinambungan atau sustainable peace. Kekuatan operasi perdamaian African Mission in Burundi (AMIB) terletak pada kepercayaan negara Burundi pada pasukan AMIB yang tidak akan melakukan intervensi terhadap kebijakan politik dalam negeri Burundi dan perasaan serumpun dari negara-negara di Afrika dan kekuatan dari pasukan perdamaian dari sekitar negara Afrika. Jika peran organisasi regional dalam menangani konflik di Burundi dapat dioptimalkan, maka bukan tidak mungkin penanganan konflik oleh organisasi regional lain mengadopsi strategi African Union. F. Jangkauan Penelitian Jangkauan penelitian ini akan dibatasi sejak tahun 1996 hingga 2005, yaitu ketika puncak konflik etnis terjadi di Burundi hingga masa akhir penugasan pasukan perdamaian PBB yang disebut dengan United Nations In Burundi (ONUB). Penulis melihat periode tersebut adalah tahapan penting bagaimana sebuah operasi perdamaian oleh organisasi regional menerapkan prinsip dasar non-intervensi namun tetap harus menjalankan perannya secara optimal. Penulis melengkapi thesis ini dengan data pendukung tahapan konflik di luar jangkauan penelitian sebagai bahan pelengkap. Hal ini penting dilakukan karena dalam penelitian ini perlu dipaparkan bagaimana awal konflik terjadi dan apa saja yang mempengaruhi eskalasi konflik. Nantinya, tahapan tersebut dapat digunakan untuk menarik kesimpulan tentang keefektifan peran operasi 14

15 perdamaian yang dibentuk oleh organisasi regional dalam menerapkan prinsip dasar non intervention. G. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pasukan operasi perdamaian African Mission in Burundi (AMIB). Penanganan konflik etnis di Burundi memuktikan keefektifan dan keberhasilan operasi perdamaian meskipun di ada banyak rintangan yang harus dihadapi. Pencapaian mandat merupakan indikator utama keberhasilan operasi perdamaian, namun tulisan ini ingin melihat sisi lain operasi perdamaian dalam hubungannya dengan pencapaian sustainable peace. Penulis berharap penelitian ini tidak hanya merupakan laporan semata, namun diharapkan juga mampu menjadi pembelajaran penting dalam kajian peran organisasi regional menerapkan prinsip non intervention untuk mencapai perdamaian kawasan Afrika yang nantinya bisa diaplikasikan ke organisasi regional lain. H. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Peneliti kualitatif lebih berupaya melakukan pemahaman, yaitu dengan memahami bagaimana sudut pandang orang dan pengalaman mereka. Penelitian kualitatif 15

16 berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya 33. Penelitian ini menekankan proses, peristiwa dan otentisitas. Penelitian ini juga menyajikan data dari penelitian sebelumnya mengenai peran organisasi regional dalam penanangana konflik di Afrika sebagai pembanding bagaimana penerapan strategi yang dilakukan oleh African Union menangani konflik di negara-negara di Afrika. Metode penelitian mempunyai asumsi paradigmatik yaitu dengan menyajikan teori kemudian penulis menginterpretasikan melalui data yang diperoleh. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (library research), wawancara, mencari data sekunder dari buku, jurnal, majalah, dan sumber internet. Kegiatan tersebut penting dilakukan untuk penguatan teori yang nantinya akan digunakan sebagai dasar analisa. I. Sistematika Penulisan Bab I berisi pendahuluan mengenai penjelasan singkat tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Cakupan penelitian dari tahun 1996 hingga 2005 lengkap dengan argumen utama berdasarkan kesimpulan sementara disajikan dalam Bab I. Bab II lebih menjelaskan proses konflik etnis di Burundi serta berbagai aktor yang terlibat di dalamnya. Sejarah dan peta konflik di Burundi penting 33 Sharan B Merriam. Qualitative Research: A Guide to Design and Implementation. pdf =0CC0QFjAC&url=https%3A%2F%2Fwww.aea267.k12.ia.us%2F%3FACT%3D26%26fid%3D5 %26d%3D1527%26f%3Dqualitative_research.pdf&ei=xqNRVPP2BZaF8gXk3ICoBA&usg=AFQ jcnfdlpjth6leh5qyullaap7mrgb2za&sig2=nqnypmzbtjft3qhcdf9mrq&bvm=bv ,d.dGc diakses 11 Juni

17 untuk mengetahui seberapa besar dampak hingga upaya diplomasi yang diperlukan dalam menangani konflik etnis di Burundi. Bab III berisi tentang peran African Union dalam penyelesaian konflik di Burundi. Bab ini merupakan bagian penting yang menampilkan mekanisme operasi perdamaian oleh African Union, yang terdiri dari penjelasan instrumen pasukan perdamaian dan penugasan pasukan African Mission in Burundi (AMIB). Strategi dan tantangan pasukan perdamaian dalam menangani konflik di Burundi disajikan sesuai data kemudian dianalisa. Strategi yang diterapkan oleh AMIB adalah fokus utama dalam penelitian ini yang nantinya disimpulkan di Bab IV. Akhirnya, kesimpulan penulis tentang penyelesaian konflik etnis di Burundi dengan analisa indikator keberhasilan operasi perdamaian ditulis di BAB IV. Strategi African Mission in Burundi (AMIB) dianalisa berdasarkan sesuai kerangka konsep yang disajikan dalam bab sebelumnya. 17

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya,

I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya, begitu pula halnya dengan negara, negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Bagian dari bab ini memaparkan mengenai tulisan ilmiah yang digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat berupa jurnal,

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pembahasan dari bab ini adalah kesimpulan dan saran yang merujuk pada jawaban-jawaban permasalahan penelitian yang telah dikaji. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik dalam kehidupan manusia Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008. BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator BAB V KESIMPULAN Amerika serikat adalah sebagai negara adidaya dan sangat berpengaruh di dunia internasional dalam kebijakan luar negerinya banyak melakukan berbagai intervensi bahkan invasi dikawasan

Lebih terperinci

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN 2006-2009 RESUME Oleh: Angling Taufeni 151 040 132 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia mempunyai beberapa konflik yang mewujud ke dalam bentuk separatisme. Salah satunya adalah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tanah Papua. Tulisan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam hal ini adalah Amerika. Setelah kemenangannya dalam Perang

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam hal ini adalah Amerika. Setelah kemenangannya dalam Perang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyak konflik dan perang saudara yang terjadi di dunia ini tidak pernah terlepas dari unsur campur tangan dari negara negara barat yang besar dan kuat yang

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM no. 08

KOMENTAR UMUM no. 08 1 KOMENTAR UMUM no. 08 KAITAN ANTARA SANKSI EKONOMI DENGAN PENGHORMATAN TERHADAP HAK- HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Komite Persatuan Bangsa-bangsa untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya E/C.12/1997/8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG SATUAN TUGAS UNIT POLISI BERSERAGAM (FORMED POLICE UNIT/FPU) INDONESIA DALAM MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DI DARFUR, SUDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat syarat

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB IV KONTRIBUSI UNI EROPA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GEORGIA DAN RUSIA TAHUN 2008

BAB IV KONTRIBUSI UNI EROPA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GEORGIA DAN RUSIA TAHUN 2008 BAB IV KONTRIBUSI UNI EROPA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GEORGIA DAN RUSIA TAHUN 2008 Dalam bab IV penulis akan membahas tentang beberapa hal yang menjadi alasan organisasi internasional Uni Eropa untuk

Lebih terperinci

BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA

BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA Dengan berkembangnya ilmu hubungan internasional pasca Perang Dunia II, ditambah dengan banyaknya tindakan dekolonisasi dan negara-negara yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. operasi dukungan untuk perdamaian sejak tahun PSOs pertama yaitu An

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. operasi dukungan untuk perdamaian sejak tahun PSOs pertama yaitu An 114 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Misi Perdamaian di Somalia Uni Afrika telah membentuk Peace Support Operations (PSOs) atau operasi dukungan untuk perdamaian sejak tahun 2003.

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

UPAYA PBB DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GENOSIDA DI RWANDA

UPAYA PBB DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GENOSIDA DI RWANDA UPAYA PBB DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GENOSIDA DI RWANDA Ade Perkasa & Achmad Bagus Prasetyo Abstract Rwanda is one of the country located in African region. There are two ethnic in Rwanda, Hutu and Tutsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini ingin melihat kebijakan eksternal Uni Eropa (UE) di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai bentuk implementasi dari konsep kekuatan normatif. Konsep

Lebih terperinci

Resolusi yang diadopsi tanpa mengacu pada komite Pertanyaan dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan pada pertemuan 749 dan750, yang diselenggarakan pada 30 Oktober 1956 Resolusi 997 (ES-I) Majelis Umum, Memperhatikan

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Namibia merupakan negara mandat dari Afrika Selatan setelah Perang Dunia I. Sebelumnya, Namibia merupakan negara jajahan Jerman. Menurut Soeratman (2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada

BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL PBB adalah organisasi Negara berdaulat, yang secara sukarela bergabung dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada 24 Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

TERJADINYA PERANG SUDAN

TERJADINYA PERANG SUDAN TERJADINYA PERANG SUDAN Oleh : Davy Nuruzzaman Abstraksi Sudan adalah sebuah negara yang terletak di benua Afrika,negara yang dikenal sebagai ladang minyak ini berbatasan dengan negara Mesir di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam menjalankan perannya tersebut, negara

Lebih terperinci

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN 1947-1988 Skripsi Oleh: RINI SUBEKTI NIM 020210302011 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping,

BAB I PENDAHULUAN. Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping, merupakan suatu pasukan yang berada di bawah komando Dewan Keamanan PBB melalui Department

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Studi Hubungan Internasional memiliki beberapa perspektif dalam melihat berbagai permasalahan internasional, yaitu realisme, liberalisme dan globalisme. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti konflik kekerasan sangat terbatas. Diplomasi dan persetujuan

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti konflik kekerasan sangat terbatas. Diplomasi dan persetujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepanjang sejarah sistem negara modern, mekanisme utama untuk menindaklanjuti konflik kekerasan sangat terbatas. Diplomasi dan persetujuan hasil negosiasi

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut. BAB V KESIMPULAN Yugoslavia merupakan sebuah negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa. Yugoslavia telah menoreh sejarah panjang yang telah menjadi tempat perebutan pengaruh antara

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2015 Pertahanan. Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pengiriman. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG PENGIRIMAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Humaeniah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Humaeniah, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik yang terjadi di Sudan merupakan konflik yang umum terjadi di negara lain, mulai dari konflik agama seperti yang kita ketahui semua agama yang ada di

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dan interaksi internasional berbagai bangsa memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, politik dan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka 7 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Kajian Pustaka Literatur yang dikaji dalam tulisan ini meliputi karya-karya yang berkaitan dengan tema penelitian yang penulis pilih. Tema yang dimaksud adalah mengenai peran

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci