BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti konflik kekerasan sangat terbatas. Diplomasi dan persetujuan
|
|
- Doddy Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepanjang sejarah sistem negara modern, mekanisme utama untuk menindaklanjuti konflik kekerasan sangat terbatas. Diplomasi dan persetujuan hasil negosiasi antara negara-negara yang terlibat selalu hanya sekedar pilihan yang jarang digunakan. Umumnya, instrumen-instrumen paksaan adalah mekanisme utama yang digunakan negara-negara untuk menangani ancaman terhadap perdamaian dan keamanan. Strategi-strategi pencegahan, pembentukan aliansi dan penggunaan kekuatan militer secara langsung adalah cara-cara negaranegara secara individual menjaga keamanan dan melindungi kepentingankepentingan mereka. Pada abad ke-20, diplomasi dan paksaan masih menjadi alat utama bagi para pembuat kebijakan asing, namun kemunculan organisasiorganisasi internasional memperluas cakupan dan bentuk pilihan-pilihan yang bisa diambil dalam menyikapi ancaman terhadap keamanan dan perdamaian; di antaranya adalah metode peace-keeping, sebagai metode baru penggunaan tentara dalam peran-peran yang dikoordinasikan lebih sering oleh organisasi-organisasi internasional daripada pemerintah-pemerintah nasional. 1 Konsep peace-keeping lahir tidak lama setelah kelahiran PBB, 2 dikembangkan oleh PBB dalam meresponi Perang Dingin. Sejak tahun 1950-an, 1 2 Paul F. Diehl, 2008, Peace Operations, Polity Press, United Kingdom, hlm. 1. United Nations, 1996, The Blue Helmets: A Review of United Nations Peace-keeping, Third Edition, United Nations Department of Public Information, New York, hlm. 3. 1
2 pasukan-pasukan PBB telah dibentuk (utamanya oleh Dewan Keamanan namun dalam keadaan-keadaan tertentu (exceptional) oleh Majelis Umum) 3 untuk tujuan peace-keeping. 4 Gagasan awal konsep ini utamanya adalah menciptakan cordon sanitaire, memisahkan lawan dan mencegah pertumpahan darah. 5 Namun, khususnya setelah Perang Dingin berakhir, operasi peace-keeping telah mengalami perubahan menjadi lebih multidimensional. 6 Respon pemeliharaan perdamaian dunia terhadap pelanggaran keamanan dan perdamaian telah berevolusi secara terus-menerus sejak operasi peace-keeping pertama yang dilakukan PBB pada tahun Tanggung jawab yang diberikan kepada pasukan multinasional telah berkembang dari sekadar pemantauan tradisional atas gencatan senjata dan observasi terhadap peace settlements yang rentan. Kini, para pasukan multinasional PBB tidak hanya menangani kasus inter-state namun juga menangani perang sipil dan konflik intra-state. 8 Operasi peace-keeping telah berkembang dalam hal kompleksitas dan cakupan, bermula secara umum dari misi pemantau militer (military observer UNEF (United Nations Emergency Force) dibentuk oleh Majelis Umum untuk menangani krisis Suez tahun 1956 ketika Dewan Keamanan mengalami kelumpuhan sementara. Ingrid Detter, 2000, The Law of War, Second Edition, Cambridge University Press, United Kingdom, hlm. 378; Yoram Dinstein, 2005, War, Agression and Self-Defence, Fourth Edition, Cambridge University Press, New York, hlm. 307; M. Bothe, Peace-Keeping dalam B. Simma, et.al. (eds.), 2002, The Charter of the United Nations: A Commentary, I, Second Edition, Oxford University Press, New York, hlm E. Jiménez de Aréchaga, International Law in the Past Third of a Century, Recueil des Cours de l Académie de Droit International, Volume 159 Issue 1, 1978, hlm. 130 dikutip dalam Dinstein, Ibid. W. J. Durch, Keeping the Peace: Politics and Lessons of the 1990s dalam W. J. Durch (ed.), 1996, UN Peacekeeping, American Politics, and the Uncivil Wars of the 1990s, St. Martin s Press, New York, hlm. 1, 3-4. Diehl, Op.cit, hlm. 1. Malcolm N. Shaw, 2008, International Law, Cambridge University Press, New York, hlm. 1225; Lisa Morjé Howard, 2008, UN Peacekeeping in Civil Wars, Cambridge University Press, New York, hlm. 1; Eşref Aksu, 2003, The United Nations, Intra-state Peacekeeping and Normative Change, Manchester University Press, United States of America, hlm
3 missions) menjadi operasi multidimensi yang memantau implementasi persetujuan-persetujuan perdamaian komprehensif, 9 serta mencakup aspek politik, militer, kepolisian, pengungsi, bantuan kemanusiaan, pemilihan pemimpin, dan hak asasi manusia. 10 Tugas-tugas peace-keepers telah menjadi semakin rumit karena konflik-konflik di mana mereka terlibat dalam intervensi tidak lagi hanya melibatkan pasukan nasional, tetapi juga pasukan-pasukan liar, faksi-faksi gerilya dan bahkan gerombolan kriminal. Spektrum operasi yang melibatkan pasukan multinasional, yang berada di bawah naungan PBB atau di bawah komando dan kendali PBB telah bertumbuh dengan luasnya hingga mencakup dimensi-dimensi pencegahan konflik (conflict prevention), pemeliharaan perdamaian (peace-keeping), menciptakan perdamaian (peace-making) dan pembangunan perdamaian (peace-building), 11 dan dalam kasus-kasus tertentu juga meluas hingga mandat penegakan perdamaian (peaceenforcement). 12 Dimensi-dimensi ini sendiri tidak secara spesifik dijabarkan dalam suatu kerangka hukum khusus, namun berdasarkan praktek-praktek yang telah dilakukan PBB membentuk norma-norma yang menjadi legal basis. Pembedaan dimensi-dimensi ini dilakukan dengan tinjauan terhadap situasi dan langkah-langkah yang diambil atas situasi tersebut. 13 Komponen militer dari PBB Dipankar Banerjee, Current Trends in UN Peacekeeping: A Perspective from Asia dalam Mely Caballero-Anthony & Amitav Acharya (eds.), 2005, UN Peace Operations and Asian Security, Routledge, United States of America, hlm. 15. Howard, Op.cit., hlm. 1. United Nations General Assembly, Report of the Panel on United Nations Peace Operations, U.N. Doc. A/55/304, Peter Malanczuk, 1997, Akehurst s Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition, Routledge, New York, hlm Peace Operations Training Institute, 2010, Principles and Guidelines for UN Peacekeeping Operations (in cooperation with Peacekeeping Best Practices Section; Division of Policy, 3
4 juga kini mengalami peningkatan dalam hal kerjasama dengan komponen militer dari entitas lain, seperti kelompok militer regional dan koalisi militer internasional lainnya untuk mengimplementasikan strategi internasional bersama demi kedamaian dalam sebuah negara atau kawasan. Selain itu, komponen militer juga bekerjasama dengan komponen sipil dalam operasi peace-keeping, 14 seperti penasehat hukum, pekerja kemanusiaan, ahli ekonomi, dan lain-lain. Prinsip-prinsip tradisional peace-keeping yaitu consent (persetujuan para pihak), impartiality (ketidakberpihakan) dan use of force only in self-defense (penggunaan kekerasan hanya untuk membela diri) timbul dari misi pertama United Nations Emergency Force (UNEF I) tahun 1956 dan pemahaman atas prinsip tersebut terus berkembang. Selama Perang Dingin, dengan beberapa pengecualian, pembedaan tegas diberikan antara peace-keeping dalam Bab VI Piagam dan Bab VII tindakan enforcement. Perubahan sifat misi setelah Perang Dingin berakhir menyebabkan kaburnya batasan antara peace-keeping dan tindakan enforcement, ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Boutros-Ghali dalam Agenda for Peace tahun 1992 di mana beliau mengajukan inovasi peace enforcement units untuk menempati persinggahan di antara keduanya. 15 Disebutkan bahwa penggunaan kekerasan oleh PBB adalah hal yang esensial bagi kredibilitas organisasi saat penyelesaian sengketa secara damai gagal dilaksanakan. Namun kegagalan di Bosnia, Somalia dan Rwanda dengan segera membuat Sekretaris Jenderal kembali meninjau pernyataannya dalam Supplement Evaluation and Training; United Nations Department of Peacekeeping Operations), Peace Operations Training Institute, United States of America, hlm Shaw, Op.cit., hlm United Nations Secretary-General, An Agenda for Peace: Preventive Diplomacy, Peacemaking and Peace-keeping, U.N. Doc. A/47/277 S/24111, 17 June 1992, para
5 to an Agenda for Peace tahun 1995 bahwa peace-keeping dan penggunaan kekerasan selain untuk membela diri adalah teknik alternatif dan bukan merupakan dua hal yang berdampingan dalam rangkaian kesatuan sistem. 16 Dengan kata lain, tidak ada persinggahan antara peace-keeping dan enforcement, sehingga keduanya tidak boleh disamakan, dan tiga prinsip tradisional peacekeeping harus dipertahankan. Sekali lagi pembedaan dikaburkan dengan dikeluarkannya Brahimi Report, laporan panel ahli yang dipimpin oleh Lakhdar Brahimi tahun 2000 atas inisiasi Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, yang terinspirasi dari laporan PBB atas kejatuhan Srebrenica dan laporan Organization of African Unity (OAU) atas peristiwa di Rwanda. Brahimi Report menyetujui bedrock principles of peacekeeping, namun mengkualifikasikan ketiganya: persetujuan seringnya tidak dapat diandalkan dan berpotensi dimanipulasi para pihak; ketidakberpihakan tidak berarti netralitas, namun harus diartikan sebagai ketaatan pada prinsip-prinsip Piagam PBB dan tujuan dari mandat yang berakar dalam prinsip-prinsip tersebut ; dan operasi PBB harus dipersiapkan untuk menindak secara efektif gangguan terhadap misi dengan pasukan yang bisa memberikan efek jera dan menunjukkan kredibilitas. 17 Pasukan peace-keeping yang mengikuti format peace-keeping tradisional atau klasik tidak akan bisa menjaga perdamaian dunia, karena kurangnya otoritas dalam mandat yang diberikan dan kemampuan operasional Supplement to an Agenda for Peace, paras United Nations General Assembly, The Panel on United Nations Peace Operations, chaired by Lakhdar Brahimi, reported to the U.N. Secretary-General on 17 August 2000, U.N. Doc. A/55/305, Executive Summary, paras. 21, 48, Ramesh Thakur, 2006, The United Nations, Peace and Security: From Collective Security to the Responsibility to Protect, Cambridge University Press, New York, hlm
6 Peace-keeping sendiri adalah operasi yang menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, atau dibentuk berdasarkan pengalaman dari operasi terdahulu, sehingga tidak ada operasi peace-keeping yang persis sama satu dengan yang lain. Perkembangan sekarang ini, mengikuti rekomendasi dari Brahimi Report, operasi peace-keeping diberi robust mandates atau mandat penggunaan kekerasan selama diperlukan agar misi terlaksana, terutama mandat perlindungan penduduk sipil. Dampak pemberian robust mandates terhadap operasi peace-keeping menjadi titik tolak penelitian ini. Mandat untuk melakukan segala cara yang diperlukan (all necessary means) agar misi berhasil dan untuk melindungi penduduk sipil menempatkan pasukan dalam dilema. Self-defense tidak hanya dilakukan untuk membela diri dan sebagai last resort, tetapi juga untuk mempertahankan mandat; menjadikan operasi peace-keeping menjadi operasi yang luas bahkan menyerupai peace enforcement. Dalam hal-hal apa tindakan kekerasan yang digunakan pasukan peace-keeping legal dan tidak membuatnya kehilangan status sebagai peace-keeper? Selain itu, bagaimana dampak dari mandat seperti ini pada elemen sipil yang berada dalam misi yang sama dengan pasukan peace-keeping? Legalitas robust mandates pun menjadi elemen penting dalam operasi peace-keeping, mengingat ketika pasukan peace-keeper diberi robust mandates maka secara langsung menempatkan posisi pasukan ini dalam situasi berbahaya. Dengan melihat sifat operasi yang beraneka segi dan semakin rumit serta pemberian robust mandates, batasan antara peace-keeping dan war-fighting semakin sulit ditelusuri sehingga muncul pertanyaan mengenai keberlakuan 6
7 hukum humaniter internasional dalam operasi peace-keeping multidimensi. Meskipun pasukan multinasional PBB bukan merupakan pihak dalam konflik dan hukum humaniter internasional tidak mengikat pasukan multinasional yang bertindak untuk komunitas internasional, melalui Brahimi Report dan Secretary- General s Bulletin on Observance by United Nations Forces of International Humanitarian Law PBB menyatakan bahwa pasukan multinasional harus menghormati hukum humaniter internasional. Namun, tidak jelas cakupan hukum humaniter internasional bagi pasukan tersebut serta bagaimana PBB dapat melaksanakan kewajiban yang ada. Kemudian terkait aplikasi hukum hak asasi manusia internasional dalam operasi peace-keeping, ketika hukum hak asasi manusia internasional secara de jure hanya mengikat negara-negara; namun, pasukan multinasional pun harus menghormati hukum hak asasi manusia. Penelitian ini juga akan membahas peraturan dan persetujuan terkait misi di tingkat lokal, nasional dan internasional (rules of engagement (ROE), status of forces agreement (SOFA), status of mission agreement (SOMA)). Aplikasi hukum ini akan menentukan legitimasi keberadaan pasukan multinasional dan menjamin perlindungan selama melaksanakan misi termasuk perlindungan terhadap ancaman bagi pasukan peace-keeping, dan peraturan mana yang berlaku berdasarkan klasifikasi hukum situasi yang melibatkan pasukan multinasional. Permasalahan berikutnya dalam penelitian ini adalah pertanggungjawaban tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan multinasional sebagai resiko yang timbul dari semakin luasnya sifat operasi peace-keeping dengan mandat yang semakin keras. Bagaimanakah mekanisme atribusi pertanggungjawaban tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan peace-keeping? 7
8 Penelitian ini dibatasi pada pasukan PBB. Istilah pasukan multinasional dan pasukan PBB akan digunakan secara bergantian dalam penelitian ini, dengan maksud yang sama yakni pasukan multinasional PBB untuk operasi peacekeeping. Peneliti melihat isu ini sebagai hal yang penting, tidak hanya secara internasional, namun bagi kepentingan nasional Indonesia pula, mengingat Indonesia juga merupakan troop contributing countries dengan mengirimkan pasukan bagi PBB untuk operasi peace-keeping. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana legitimasi dan dampak pemberian robust mandates bagi pasukan multinasional PBB dalam operasi peace-keeping? 2. Bagaimana aplikasi hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional bagi pasukan multinasional PBB dalam operasi peace-keeping? 3. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban hukum atas tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan multinasional PBB dalam operasi peace-keeping? C. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran peneliti, ada beberapa karya ilmiah yang sebelumnya telah membahas terkait tanggung jawab operasi dan pertanggungjawaban tindakan pasukan multinasional. Disebut karya ilmiah karena merupakan hasil pemikiran ilmiah mengenai suatu disiplin ilmu tertentu dan 8
9 disusun secara sistematis serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Karya ilmiah yang dimaksud beserta persamaan dan perbedaan penelitian yang diusulkan ini, yaitu: 1. How are Multinational NATO Operations Responsible for International Humanitarian Law Violations oleh Nachama Rosen, yang diterbitkan tahun 2013 di dalam The Fletcher Forum of World Affairs yang membahas analisis tindakan pelanggaran pasukan multinasional NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan pertanggungjawabannya dalam hukum humaniter internasional. Persamaan karya dari Rosen dengan karya penulis adalah pada pembahasan tindakan pelanggaran pasukan multinasional. Perbedaannya terletak dari objek penelitian; Rosen secara spesifik menganalisis tindakan pasukan multinasional NATO, sedangkan penulis fokus pada analisis tindakan pasukan multinasional PBB. Rosen juga hanya membahas mengenai tindakan pelanggaran, sedangkan penulis pun menganalisis perlindungan hukum bagi pasukan multinasional selama menjalankan misi. 2. End of the Occupation in 2004? The Status of the Multinational Force in Iraq after the Transfer of Sovereignty to the Interim Iraqi Government oleh Andrea Carcano, yang diterbitkan tahun 2006 di dalam Journal of Conflict and Security Law yang membahas analisis mengenai legitimasi keberadaan pasukan multinasional PBB (United Nations Assistance Mission for Iraq atau UNAMI) di Irak setelah dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan 1546 yang juga 9
10 membentuk Iraqi Interim Government atau pemerintah sementara. Tulisan ini menganalisa legitimasi pembentukan Iraqi Interim Government dan undangan dari pemerintah sementara Irak tersebut kepada pasukan multinasional untuk menjalankan misi di sana. Persamaannya dengan karya ilmiah penulis terletak pada analisis status hukum pasukan multinasional PBB dalam menjalankan misi. Perbedaannya adalah karya ilmiah dari Carcano fokus pada status hukum pasukan multinasional yang diundang dalam teritori negara ketika terjadi transfer kedaulatan kepada pemerintah sementara. Perbedaan yang mendasar adalah elemen robust mandates yang menjadi titik tolak penelitian ini. Maka, dari penjabaran tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian yang diajukan ini asli. Apabila ada penelitian yang membahas hal serupa dan luput dari penelusuran peneliti, penelitian ini sekiranya dapat dipergunakan sebagai pelengkap untuk memperluas khazanah pengetahuan. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi legitimasi dan dampak pemberian robust mandates pasukan multinasional PBB dalam operasi peace-keeping, termasuk bagi elemen-elemen sipil yang terlibat dalam operasi tersebut. 2. Mengkaji aplikasi hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional bagi pasukan multinasional PBB untuk menjamin perlindungan selama melaksanakan misi, dan peraturan 10
11 mana yang berlaku berdasarkan klasifikasi hukum situasi yang melibatkan pasukan multinasional PBB. 3. Mengkaji mekanisme pertanggungjawaban hukum atas tindakan pelanggaran internasional yang dilakukan oleh pasukan multinasional PBB dalam operasi peace-keeping. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terbagi atas dua bagian, yaitu: 1. Manfaat Teoritis: Ekspansi pemahaman mengenai robust mandates, kejelasan situasi di mana pasukan peace-keeping terlibat, aplikasi hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional dalam operasi peace-keeping, serta mekanisme pertanggungjawaban atas tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan multinasional PBB selama menjalankan misi. 2. Manfaat Praktis: Agar menjadi stimulan dibentuknya kerangka hukum yang secara seragam dan spesifik mengatur keberadaan pasukan multinasional selama menjalankan misi juga keberlakuan hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter internasional, tidak hanya pasukan multinasional PBB, tetapi juga dapat dirujuk oleh pasukan multinasional lain yang dibentuk atas kesepakatan negaranegara dengan tujuan keamanan dan perdamaian dunia. 11
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2015 Pertahanan. Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pengiriman. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG PENGIRIMAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Bagian dari bab ini memaparkan mengenai tulisan ilmiah yang digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat berupa jurnal,
Lebih terperinci2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.398, 2016 KEMHAN. Pasukan. Misi Perdamaian Dunia. Pengiriman. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGIRIMAN
Lebih terperinciPENGIRIMAN PASUKAN PEMELIHARAAN PERDAMAIAN INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani *
PENGIRIMAN PASUKAN PEMELIHARAAN PERDAMAIAN INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani * Dalam pergaulan internasional setiap negara mencoba menunjukkan eksistensinya melalui berbagai diplomasi
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. David P. Barash, Charles P. Webel, 2002, Peace and Conflict Studies, London, Sage Publications, Thousand Oaks.
156 DAFTAR PUSTAKA Buku, Jurnal dan Makalah Alice Prezer Evans, Robert A. Evans, dan Ronald S. Kraybill, 2002, Peace Skills, Panduan Pemimpin Terampil Membangun Perdamaian, Cetakan Kelima, Yogyakarta,
Lebih terperinciANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh
ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas
Lebih terperinciBAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA
BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA Dengan berkembangnya ilmu hubungan internasional pasca Perang Dunia II, ditambah dengan banyaknya tindakan dekolonisasi dan negara-negara yang
Lebih terperinciAbstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian
JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER PAKTA PERTAHANAN ATLANTIK UTARA (THE NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION/NATO) TERHADAP LIBYA Oleh: Veronika Puteri Kangagung I Dewa Gede Palguna
Lebih terperinciBAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada
BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL PBB adalah organisasi Negara berdaulat, yang secara sukarela bergabung dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada 24 Oktober
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya,
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya, begitu pula halnya dengan negara, negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga dibutuhkannya
Lebih terperinciPERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA
PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.
Lebih terperinciINTERVENSI KEMANUSIAAN (HUMANITARIAN INTERVENTION) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KONFLIK BERSENJATA
INTERVENSI KEMANUSIAAN (HUMANITARIAN INTERVENTION) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KONFLIK BERSENJATA Emi Eliza Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : emieliza92@gmail.com Heryandi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL 1 BATASAN SENGKETA INTERNASIONAL Elemen sengketa hukum internasional : a. mampu diselesaikan oleh aturan HI b. mempengaruhi kepentingan vital negara c. penerapan HI
Lebih terperinciBAB IV KONTRIBUSI UNI EROPA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GEORGIA DAN RUSIA TAHUN 2008
BAB IV KONTRIBUSI UNI EROPA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK GEORGIA DAN RUSIA TAHUN 2008 Dalam bab IV penulis akan membahas tentang beberapa hal yang menjadi alasan organisasi internasional Uni Eropa untuk
Lebih terperinci2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa lain dalam upaya mencapai kepentingan nasional dari bangsa tersebut. Kepentingan nasional
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
DAFTAR PUSTAKA Buku Aigins, Rosalyn, UN Peacekeeping 1946-1967 Documentary and Commentary Vol 1,Middle East.London 1969. Ambarwaty, Denny Ramadhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional dalam studi
Lebih terperinciBAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa
Lebih terperinciKEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The
Lebih terperinciBAB III SISTEM PEMERINTAHAN JEPANG DAN TRANFORMASI KEBIJAKAN KEAMANAN DAN DEPARTEMEN KEAMANAN JEPANG
BAB III SISTEM PEMERINTAHAN JEPANG DAN TRANFORMASI KEBIJAKAN KEAMANAN DAN DEPARTEMEN KEAMANAN JEPANG Pada bab ini, penulis akan menjelaskan sistem pemerintahan Jepang dan transformasi kebijakan kemanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada hukum internasional tidak ada badan-badan seperti legislatif, eksekutif dan
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Perbedaan utama hukum internasional dan hukum nasional adalah pada hukum nasional ada kekuasaan/organ yang berwenang memaksa hukum dan memberi sanksi kalau terjadi
Lebih terperincinegara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.
BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini
Lebih terperinciKepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act
Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinciPada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace
Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak
Lebih terperinciinternasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan
BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu
Lebih terperinciPELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR
PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR Oleh Elinia Reja Purba I Gede Pasek Eka Wisanajaya I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional
Lebih terperinciHak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional 1
Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional 1 Oleh: Yanyan Mochamad Yani, Ph.D. 2 Secara harfiah hak asasi manusia (HAM) dapat dimaknakan sebagai hakhak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG KONTINGEN GARUDA SATUAN TUGAS HELIKOPTER MI-17 TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN PERSERIKATAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban
Lebih terperinciLEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL
LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter
Lebih terperinciPerspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana
Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI 1 Cycle of Violence Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya berulang
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.
Lebih terperinciKOMENTAR UMUM no. 08
1 KOMENTAR UMUM no. 08 KAITAN ANTARA SANKSI EKONOMI DENGAN PENGHORMATAN TERHADAP HAK- HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Komite Persatuan Bangsa-bangsa untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya E/C.12/1997/8
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dan interaksi internasional berbagai bangsa memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, politik dan berbagai
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciMODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL
MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin
Lebih terperinciETIKA PERANG. Oleh Dewi Triwahyuni
ETIKA PERANG Oleh Dewi Triwahyuni 1 DOKTRIN IUS AD BELLUM (War as a Necessary Evil) Merupakan sebuah doktrin yang diciptakan sebagai prinsip-prinsip utama dalam berperang Dalam hal konflik bersenjata internasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peacekeeping operations telah berkembang dari model tradisional yang mengobservasi gencatan senjata dan pemisahan pasukan setelah perang antar negara ke arah yang lebih
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan
Lebih terperinciBAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tahun 1945, para pendiri PBB mempertimbangkan Dewan Keamanan sebagai
Lebih terperinci: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit :
RESENSI BUKU Judul : Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : Bahasa : Inggris Jumlah halaman : x + 478 Tahun penerbitan : 2012 Pembuat resensi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciThere are no translations available.
There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG SATUAN TUGAS UNIT POLISI BERSERAGAM (FORMED POLICE UNIT/FPU) INDONESIA DALAM MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DI DARFUR, SUDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan latar belakang ketertarikan penulis terhadap peran organisasi regional African Union dalam menangani konflik etnis di Burundi. Konflik yang terjadi di Burundi antara
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang
Lebih terperinciTotal Diplomacy dan Total History Peran Sejarawan Militer dalam Pasukan Perdamaian Indonesia
PUSAT SEJARAH TENTARA NASIONAL INDONESIA PUSAT SEJARAH 1 Total Diplomacy dan Total History Peran Sejarawan Militer dalam Pasukan Perdamaian Indonesia Letkol Caj Dr. Kusuma Pusjarah TNI www.sejarah-tni.mil.id
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSENGKETA INTERNASIONAL
SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperinciEksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan
Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu
Lebih terperinci91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Studi Hubungan Internasional memiliki beberapa perspektif dalam melihat berbagai permasalahan internasional, yaitu realisme, liberalisme dan globalisme. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping, merupakan suatu pasukan yang berada di bawah komando Dewan Keamanan PBB melalui Department
Lebih terperinciBAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-
166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme
Lebih terperinciPIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,
Lebih terperinciHUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013
INTERVENSI PIHAK ASING DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL SUATU NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Ardiyah Leatemia 2 ABSTRAK Hukum adalah serangkaian peraturan yang hadir ditengah-tengah masyarakat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH
PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciSTATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA
1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun Saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1945. Saat ini terdiri dari 193 negara anggota. PBB dipandu oleh tujuan dan prinsip yang terkandung
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah
BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tugas pokok TNI tidak hanya sebagai pasukan perang, tetapi juga menjadi pasukan pemelihara perdamaian dalam menjalani
Lebih terperinciNo Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah organisasi internasional yang paling terkenal saat ini adalah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebuah organisasi internasional yang paling terkenal saat ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat ini PBB memiliki anggota hampir seluruh negara di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multilateral yang mempunyai peran dalam mendukung negara-negara berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations Development Programme (UNDP) merupakan organisasi multilateral yang mempunyai peran dalam mendukung negara-negara berkembang mengembangkan kapasitas
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG
TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM)
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) dalam proses peacebuilding di Aceh paska konflik GAM dengan Pemerintah Indonesia. Paska konflik GAM dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan
Lebih terperinciPidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011
Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN
Lebih terperinciDUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)
Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.265, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. Kontingen Garuda. Zeni TNI. Misi Perdamaian. Afrika Tengah. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128 TAHUN 2014 TENTANG KONTINGEN GARUDA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan
Lebih terperinciHUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni
HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia untuk membangun kembali kerjasama internasional dan upaya-upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya beragam konflik dalam tatanan dunia memunculkan sebuah pemikiran bahwa perlunya sebuah badan yang bertindak untuk mencegah dan maupun menghentikan konflik.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
Lebih terperinciURGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK
URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK INDONESIA, RESOLUSI DK PBB, DAN FATF RESOLUSI DK PBB
Lebih terperinci