BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Bagian dari bab ini memaparkan mengenai tulisan ilmiah yang digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat berupa jurnal, maupun tulisan yang terkait dengan upaya penyelesaian konflik bersenjata oleh organisasi internasional dan operasi perdamaian dalam menangani konflik internal suatu negara. Penelitian yang pertama adalah tesis tahun 2008 karya Adhi Satrio yang berjudul Peran Organisasi Internasional dalam Penyelesaian Konflik Internal Negara: Studi Kasus Peran Pasukan Perdamaian PBB di Sierra Leone Tahun yang membahas mengenai peran PBB dalam konflik di Sierra Leone, penelitian kedua adalah UN Peacekeeping Mission: The Lessons from Cambodia karya Judy L. Ledgerwood tahun 1994 membahas mengenai keberhasilan peacekeeping operations PBB dalam penyelesaian konflik di Kamboja. Pertama, tesis tahun 2008 karya Adhi Satrio yang berjudul Peran Organisasi Internasional dalam Penyelesaian Konflik Internal Negara: Studi Kasus Peran Pasukan Perdamaian PBB di Sierra Leone Tahun Tulisan ini membahas bagaimana peranan yang dilakukan PBB selaku organisasi internasional dalam menangani konflik internal di Sierra Leone. Dalam menangani konflik tersebut, PBB tidak hanya melakukan upaya perundingan, tetapi juga melakukan operasi perdamaian dengan menerjunkan pasukan 78

2 perdamaian ke Sierra Leone. Operasi perdamaian tersebut diawali dengan meresmikan UNOMSIL (United Nations Observer Mission in Sierra Leone) untuk beroperasi di Sierra Leone, kemudian membentuk UNAMSIL (United Nations Mission in Sierra Leone) sebagai penggantinya di tahun 1999 dan semakin memperluas substansi peran operasi perdamaian. Pada tahun 2005 misi UNAMSIL kemudian kembali diteruskan dengan dibentuknya UNIOSIL (United Nations Integrated Office in Sierra Leone) yang menjadi pusat dari kegiatankegiatan PBB yang berkaitan dengan upaya pembangunan pemerintahan yang demokratis pasca konflik untuk Sierra Leone. Dalam tulisan tersebut Satrio (2008) menjelaskan bahwa PBB cukup efektif dan berhasil dalam menjalankan misi perdamaian di Sierra Leone. Keterlibatan PBB dalam resolusi konflik di Sierra Leone ini memberi gambaran yang jelas mengenai pergeseran peacekeeping operations yang semula bersifat tradisional menjadi lebih ke multidimensional. Melalui operasi perdamaian tersebut, PBB juga melakukan beragam tindakan mulai dari memonitor konflik, mengusahakan setiap pihak agar menempuh jalan damai dalam penyelesaian konflik dan tidak melibatkan persenjataan dalam upaya tersebut agar perdamaian dengan segera dapat diciptakan. Penelitian selanjutnya adalah UN Peacekeeping Mission: The Lessons from Cambodia dari Judy L. Ledgerwood tahun Penelitian ini membahas mengenai misi perdamaian PBB yang dilakukan di Kamboja. Kamboja merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang sempat mengalami konflik bersenjata selama hampir dua dekade yang diakibatkan oleh adanya

3 perang saudara dan juga invasi Vietnam. Selain menimbulkan korban jiwa, perang saudara yang terjadi selama dua belas tahun di antara State of Cambodia (SOC), Khmer Merah, dan dua partai kecil yaitu Front Uni National pour un Cambodge Indépendant, Neutre, Pacifique et Coopératif (FUNCINPEC), dan Khmer People s National Liberation Front (KPNLF) juga menimbulkan ratusan ribu pengungsi menyeberangi daerah perbatasan dan pergi menuju negara-negara barat. Menurut Ledgerwood (1994) pihak internasional telah mengusahakan upaya perdamaian di Kamboja melalui perundingan damai. Pada tahun 1989, Vietnam mengumumkan bahwa mereka akan menarik pasukannya dari Kamboja. Bulan September 1990, empat partai Kamboja menerima tawaran untuk melaksanakan perundingan damai dari Australia, Perancis, Indonesia, Jepang dan anggota Dewan Keamanan. Negosiasi akhirnya berhasil dilakukan dengan ditandatanganinya Paris Peace Accords oleh pihak Kamboja, Dewan Keamanan PBB dan dua belas negara lainnya. Melalui perjanjian damai tersebut disepakati pula bahwa PBB akan melakukan operasi perdamaian untuk memulihkan suasana konflik di Kamboja melalui UNTAC (United Nations Transitional Authority in Cambodia) tahun UNTAC sendiri merupakan salah satu operasi perdamaian PBB yang terbesar dan paling ambisius di masanya. Keberhasilan PBB dalam menangani konflik bersenjata di Kamboja juga dipaparkan dalam tulisan Ledgerwood. Menurut Ledgerwood PBB telah berhasil dalam menyelesaikan beberapa mandat operasi perdamaiannya yang cukup ambisius di Kamboja walaupun beberapa aspek lainnya seperti pelucutan senjata kurang berhasil dilakukan akibat berbagai faktor salah satunya karena pihak

4 Khmer Merah tidak menaati isi dari perjanjian damai yang telah disepakati. Keberhasilan PBB melalui UNTAC di Kamboja juga ditandai dengan dilangsungkannya pemilihan umum dan pergantian konstitusi di Kamboja pasca konflik bersenjata. Kedua penelitian yang digunakan sebagai kajian pustaka tersebut merupakan studi yang cukup komprehensif dalam membahas mengenai peranan dan keterlibatan operasi perdamaian dalam mengupayakan perdamaian konflik bersenjata di berbagai wilayah. Beberapa ide tulisan dalam penelitian tersebut dapat membantu penulis dalam memahami peranan operasi perdamaian dalam konflik internal dan memberikan kontribusi bagi penelitian ini. Kedua penelitian tersebut masing-masing juga memiliki substansi tertentu dalam melihat fenomena konflik dan keterlibatan operasi perdamaian dalam upaya penyelesaiannya, sehingga dapat membantu penulis dalam memetakan pokok bahasan dalam penelitian ini. Selain memiliki persamaan dalam beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai landasan penelitian, kedua penelitian yang digunakan sebagai tinjauan pustaka juga memiliki perbedaan dengan riset yang dilakukan oleh penulis baik dari segi fokus penelitian dan konsep yang digunakan. Hal yang membedakan penelitian Adhi Satrio (2008) dan Ledgerwood (1994) dengan tulisan ini adalah pokok permasalahan yang dibahas. Penelitian tersebut masing-masing mengambil subjek penelitian di Sierra Leone dan Kamboja sementara dalam tulisan ini permasalahan yang diangkat adalah peranan operasi perdamaian dalam upaya perdamaian jangka panjang pada konflik internal di wilayah Burundi, Afrika.

5 1.2 Kerangka Konseptual Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu Peranan Operasi Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Burundi Tahun , maka penulis menggunakan konsep diantaranya intra-state conflict (konflik internal), dan operasi perdamaian Intra-state Conflict (Konflik Internal) Konflik jika ditinjau secara etimologi berasal dari kata dalam Bahasa Latin yaitu configere yang berarti saling memukul. Dalam definisi yang lebih jelas, Ho- Won Jeong (2008) dalam Understanding Conflict and Analysis mengartikan konflik menyangkut tentang adanya perbedaan dalam suatu opini, pertentangan, argumen dan tujuan yang tidak sejalan yang terjadi dalam setiap aspek sosial masyarakat. Peter Wallenstein (2002) dalam Understanding Conflict Resolution: War, Peace, and The Global System menyebutkan terdapat tiga tipe konflik dalam kajian konflik internasional, yaitu konflik antar negara (inter-state conflict), konflik internal (intrastate conflict), dan konflik pembentukan negara (state formation conflict). Dalam penelitian ini kata konflik ditautkan dengan kata intrastate untuk merujuk fenomena yang terjadi di Burundi. Setelah berakhirnya Perang Dingin, beberapa ahli menilai bahwa ranah konflik telah mengalami pergeseran. Konflik yang pada awalnya terjadi antar negara telah mengalami pergeseran ke ruang lingkup yang lebih kecil, yakni di dalam negara itu sendiri atau yang biasa diistilahkan dengan intrastate conflict (konflik internal). Konflik internal sendiri menurut Michael E. Brown (1996)

6 dalam The International Dimensions of Internal Conflict merupakan konflik antar kelompok yang terjadi di wilayah tertentu (negara) yang melibatkan pihak pemerintah, pihak militer, pihak pemberontak, kelompok etnis, dan organisasi kriminal. Konflik internal sering dikatakan sebagai konflik yang agak sulit untuk diselesaikan karena konflik internal biasanya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja. Brown (1996) mengemukakan pendapatnya bahwa kompleksitas konflik internal tidak dapat dijelaskan hanya dengan menggunakan satu faktor. Brown (1996) menjelaskan setidaknya terdapat empat faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam intra-state conflict. Keempat faktor tersebut oleh Brown dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab utama (underlying causes) maupun penyebab pemicu konflik (proximate causes). Untuk mempermudah dalam melihat faktor-faktor yang dipaparkan oleh Brown tersebut, penulis menyajikan faktor-faktor tersebut ke dalam bentuk tabel, yaitu : Tabel 2.1 Faktor Penyebab Utama dan Pemicu Intra-state Conflict Faktor Penyebab Utama Penyebab Pemicu Struktur - Lemahnya peran negara - Keamanan kelompok tertentu dan munculnya security dilemma - Pembagian atau pembatasan wilayah berdasarkan etnis tertentu - Negara menjadi collapse (lumpuh) - Perubahan pada struktur keseimbangan militer dalam negara - Pola atau bentuk perubahan demografi

7 Politik - Adanya diskriminasi politik - Ideologi - Dinamika politik antar kelompok - Transisi kekuatan politik - Berkembangnya pengaruh ideologi - Tumbuhnya kompetisi antar kelompok - Semakin intensifnya pertentangan antar para pemimpin kelompok. Sosial Ekonomi Budaya - Permasalahan ekonomi - Sistem ekonomi yang diskriminatif - Modernisasi - Diskriminasi budaya - Permasalahan sejarah - Permasalahan ekonomi yang semakin menumpuk - Kesenjangan ekonomi - Percepatan pembangunan dan adanya modernisasi - Semakin intensifnya diskriminasi budaya - Pertentangan dan adanya propaganda etnis Sumber : Brown, M. (1996). The International Dimensions of Internal Conflict (dengan berbagai perubahan) Faktor pertama yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan dalam konflik internal adalah faktor struktur yang disebabkan oleh tiga hal yaitu melemahnya peran negara, adanya konsentrasi terhadap keamanan kelompok etnis tertentu dan adanya pembagian atau pembatasan masalah berdasarkan kelompok etnis secara spesifik. Melemahnya peran negara cenderung akan membuat penyelesaian konflik yang terjadi di dalam negara itu sendiri sulit untuk dilakukan. Adanya interpretasi keamanan oleh masing-masing kelompok akan menyebabkan setiap kelompok semakin meningkatkan intensitas persenjataannya sehingga hal tersebut

8 dapat memicu konflik mengarah pada kekerasan. Selain itu, munculnya pembagian wilayah atas kelompok-kelompok tertentu juga dapat membuat konflik semakin bersifat menghancurkan karena pembagian wilayah tersebut dapat memberi ancaman berupa kemunculan kelompok-kelompok separatis yang semakin banyak (Brown, 1996). Faktor kedua adalah faktor politik yang juga tidak kalah penting dalam memberi kontribusi bagi terjadinya kekerasan dalam konflik internal. Adanya diskriminasi atas kelompok etnis tertentu ditambah dengan ideologi nasional yang dianut negara tidak mengakomodir dan menampung keseluruhan kepentingan kelompok akan menimbulkan ikatan primordial yang semakin kuat dan memicu kelompok etnis yang mengalami diskriminasi untuk melakukan gerakan perlawanan. Faktor ketiga, faktor sosial ekonomi dapat menyebabkan terjadinya konflik internal apabila suatu negara mengalami persoalan ekonomi negara secara berkepanjangan. Penyebab lainnya adalah apabila sistem ekonomi yang di anut oleh negara tersebut lebih memprioritaskan kelompok tertentu hingga terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi yang tajam. Selain itu, ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan akibat terjadinya modernisasi ekonomi juga dapat memicu terjadinya konflik internal. (Brown, 1996). Faktor keempat yang juga tidak kalah penting menyebabkan dan memicu timbulnya kekerasan dalam konflik internal menurut Brown (1996) adalah faktor budaya. Bahkan menurut Brown, faktor budaya mempunyai dampak yang cukup kuatdibandingkan faktor lainnya karena pada dasarnya identitas budaya seseorang

9 atau kelompok dalam suatu masyarakat tidak dapat dirubah. Budaya dapat menjadi penyebab utama maupun pemicu konflik internal apabila terdapat diskriminasi terhadap budaya kelompok tertentu. Selain itu, adanya permasalahan antar kelompok etnis yang terjadi sejak dulu dan belum tuntas dapat menjadi penyebab konflik internal dalam suatu negara terjadi Operasi Perdamaian Beberapa situasi konflik turut memaksa pihak lain untuk turun tangan bahkan dengan kekuatan militer dalam upaya menangani konflik tersebut. Oleh karena itulah, tercipta suatu konsep operasi perdamaian yang bertujuan untuk mengatasi konflik, menciptakan dan menjaga perdamaian di suatu wilayah berkonflik. Dalam beberapa tataran konsep, operasi perdamaian memiliki pengertian sebagai suatu hal yang mengacu kepada setiap operasi penciptaan dan pemeliharaan perdamaian yang dilakukan oleh organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. Operasi perdamaian bertujuan untuk membantu menjaga atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional di wilayahwilayah berkonflik. (Blum, 2000). Meskipun tidak dijelaskan secara rinci, landasan hukum diselenggarakan operasi perdamaian oleh PBB tertuang dalam bab VI 1 dan bab VII 2 dalam Piagam PBB. Boutros-Ghali (1992) dalam An Agenda for Peace menjelaskan bahwa konsep operasi perdamaian PBB secara umum terbagi atas empat jenis kegiatan 1 Bab VI dalam Piagam PBB memberikan penjelasan mengenai upaya-upaya penyelesaian konflik melalui cara damai. 2 Bab VII dalam piagam PBB berisikan ketentuan-ketentuan mengenai keamanan kolektif yang menjadi landasan hukum atas kebijakan-kebijakan yang diambil oleh PBB terkait dengan perdamaian dunia.

10 yang saling berhubungan sesuai dengan situasi konflik yang terjadi, yaitu preventive diplomacy, peacemaking, peacekeeping dan peacebuilding. Preventive diplomacy menurut Ghali (1992) merupakan suatu usaha untuk mencegah dan membatasi agar pertikaian tidak bereskalasi menjadi konflik bersenjata. Peacemaking adalah tindakan untuk membawa pihak yang bertikai untuk saling sepakat dalam penyelesaian konflik khususnya melalui cara damai. Peacekeeping menurut Ghali (1992) merupakan teknik penciptaan dan pemeliharaan perdamaian oleh kehadiran PBB di wilayah berkonflik yang melibatkan pasukan militer PBB, personel polisi dan juga elemen sipil. Peacebuilding, dapat diartikan sebagai sebuah proses normalisasi hubungan antara pihak yang berkonflik yang berupaya agar perdamaian yang tercipta berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Pada perkembangannya, terdapat satu kegiatan lagi yang diusulkan Ghali dalam operasi perdamaian PBB, yakni peace enforcement. Melalui peace enforcement, apabila situasi konflik semakin mendesak, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi, faktor persetujuan penempatan operasi perdamaian di wilayah konflik bisa lebih dikesampingkan untuk memberi PBB wewenang dan kekuatan lebih dalam upaya perdamaian (Oliver, 2002). Dalam penelitian ini, penulis merujuk kepada operasi perdamaian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang lebih ditekankan pada operasi perdamaian yang bersifat multidimensional peacekeeping operations. Di awal terbentuknya sampai memasuki Perang Dingin, operasi perdamaian PBB memiliki keterbatasan dalam fungsi dan tujuannya yakni hanya bersifat sementara dan terbatas untuk observasi, mempertahankan kondisi gencatan senjata di zona

11 penyangga dan menjaga stabilitas keamanan di daerah berkonflik, agar dapat dilakukan usaha-usaha menciptakan perdamaian misalnya pelaksanaan perjanjian damai. Akan tetapi, pasca Perang Dingin muncul peningkatan konflik internal yang turut membuat operasi perdamaian PBB juga bergeser dari yang bersifat traditional peacekeeping operations menjadi multidimensional peacekeeping operations yang memiliki tugas yang lebih kompleks dalam menangani konflik internal (UN Peacekeeping Operations Principles and Guidelines, 2008). Operasi perdamaian PBB terus berevolusi dan berbenah diri seiring dengan tantangan yang ada di lapangan. Peranan operasi perdamaian PBB yang semula hanya bertugas untuk menjaga perdamaian menjadi lebih spesifik dalam keahlian menjaga perdamaian pasca konflik internal di suatu negara. Berbeda dengan operasi perdamaian PBB generasi traditional peacekeeping, peranan baru operasi perdamaian PBB saat ini tidak hanya meliputi peran dalam bidang militer seperti misalnya menghentikan pertikaian melalui pengawasan gencatan senjata dan mempertahankan zona aman, tetapi juga menyangkut aspek sosial, politik, dan kemanusiaan seperti menyalurkan bantuan, perlindungan hak asasi manusia (UNDPKO, n.d). Seperti yang dikutip dari website resmi DPKO PBB, operasi perdamaian PBB pasca Perang Dingin memiliki mandat yang lebih lebih kompleks, seperti mengawasi keberlangsungan perlindungan hak asasi manusia, demobilisasi personil militer, membangun kembali sektor pemerintahan, pelucutan senjata pihak-pihak yang berkonflik, menjamin ditaatinya perjanjian damai yang telah tercapai oleh semua pihak yang

12 berkonflik hingga membantu terselenggaranya pemilihan umum yang kondusif di wilayah berkonflik apabila dibutuhkan. Operasi perdamaian multidimensional PBB dibentuk di negara yang menghadapi situasi berbeda setelah mengalami konflik. Pasca konflik yang berkepanjangan, kapasitas negara untuk menjaga kelangsungan perdamaian pasca konflik dirasa lemah dan tidak memberi jaminan atas keamanan warga negaranya. Meskipun telah disepakati perjanjian damai dan konflik telah selesai, hal tersebut tidak menutup kemungkinan kekerasan akan kembali terjadi di beberapa bagian wilayah negara. Hal tersebut juga diperparah apabila perjanjian damai tidak ditandatangani oleh semua pihak yang bertikai, sehingga masih terdapat beberapa kelompok yang berada di luar kesepakatan damai. Infrastuktur di negara yang mengalami konflik juga dapat dipastikan mengalami beberapa kerusakan, sehingga perdamaian yang terjadi pasca konflik cenderung bersifat sementara dan masih lemah. Operasi perdamaian multidimensional PBB dikerahkan sebagai salah satu bagian dari upaya internasional yang lebih luas untuk membantu negara-negara pasca konflik menuju ke perdamaian yang berkelanjutan. Dengan pengaturan mandat yang lebih luas dari operasi perdamaian generasi sebelumnya, operasi perdamaian multidimensional PBB dapat membantu untuk membendung kekerasan dalam jangka waktu tertentu. Tanpa mengalami perluasan mandat, operasi perdamaian tidak mungkin dapat menghasilkan perdamaian yang berkelanjutan. Oleh karenanya melalui perluasan mandat yang bersifat multidimensional, mandat operasi perdamaian disertai dengan program yang

13 dirancang untuk mencegah terulangnya konflik (UN Peacekeeping Operations Principles and Guidelines, 2008). Adanya perluasan mandat tersebut juga diharapkan dapat membuat perdamaian yang tercipta menjadi lebih bersifat jangka panjang. Meskipun memiliki kekurangan dalam keahlian teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan program peacebuilding (bina damai) secara komprehensif, tidak jarang operasi perdamaian multidimensional PBB diberi mandat untuk berperan dalam kegiatan awal peacebuilding seperti (UN PBSO, n.d) : 1. Perlucutan senjata, demobilisasi dan reintegrasi (DDR) mantan kombatan 2. Reformasi sektor keamanan (SSR) dan kegiatan lain yang berhubungan dengan sektor hukum 3. Penyelenggaraan pemilihan umum Dalam konteks yang luas, diharapkan kegiatan operasi perdamaian multidimensional dapat berperan signifikan untuk : 1. menciptakan situasi aman di negara berkonflik, mengupayakan perdamaian jangka panjang, membantu memperkuat peran dan kemampuan negara dalam memberikan perlindungan terhadap keamanan serta hak asasi warga negara, 2. memfasilitasi proses politik dengan mempromosikan dialog rekonsiliasi dan mendukung pembentukan lembaga pemerintahan yang sah dan efektif.

14 3. menyediakan kerangka kerja yang memastikan bahwa PBB dan semua pihak lainnya yang berperan dalam upaya perdamaian melanjutkan kegiatan mereka melalui kerjasama yang terkoordinasi Mandat Operasi Perdamaian PBB Dalam setiap operasi perdamaian yang dilakukan oleh PBB mandat berfungsi seperti landasan konstitusi operasi perdamaian tersebut. Para ahli dan praktisi kemungkinan mendefinisikan dan menyebut mandat dalam cara maupun istilah yang berbeda, namun dalam penelitian ini mandat mengacu kepada tujuan yang luas namun spesifik untuk menentukan batas, mengarahkan, dan membimbing suatu operasi perdamaian PBB. Meskipun mandat identik dengan operasi perdamaian, akan tetapi tidak ada satu buku atau dokumen yang memuat mengenai mandat lengkap operasi perdamaian karena pada dasarnya setiap operasi perdamaian memiliki mandat yang berbeda. Mandat ditemukan pada Resolusi Dewan Keamanan saat pembentukan operasi perdamaian di wilayah konflik. Apa yang menjadi kewajiban, wewenang dan apa yang cenderung dilakukan oleh para pasukan dalam operasi perdamaian ditentukan oleh mandat tersebut. Secara umum, aktor-aktor penting dalam proses pembentukan mandat adalah anggota Dewan Keamanan PBB dan negara pendonor yang bertanggung jawab atas alokasi dana/pembiayaan terkait mandat tersebut. Mandat yang dirumuskan biasanya terdiri atas elemen-elemen seperti latar belakang mengapa situasi konflik di negara bersangkutan perlu campur tangan operasi perdamaian

15 PBB dan adanya aturan keterlibatan (Rules of Engagement), kekuatan misi yang dan tugas-tugas yang akan dilaksanakan, dan terkadang mekanisme untuk pengimplementasian mandat tersebut (Hilmarsdóttir, 2012). Proses pembentukan mandat juga merupakan proses yang ad hoc (dibuat khusus untuk untuk situasi tertentu dan jika sudah terselesaikan maka mandat tidak lagi berlaku untuk negara berkonflik lainnya). Merumuskan suatu mandat untuk operasi perdamaian dapat dikatakan merupakan suatu proses yang berhubungan erat dengan politik. Seringkali, anggota Dewan Keamanan PBB menerima arahan dari negara asal mereka untuk merumuskan mandat yang kurang fleksibel. Mandat yang dirumuskan juga memiliki muatan hukum yang legal dan politis. Maka dari itu, disamping redaksional (tata bahasa, pemilihan kata) yang dirumuskan oleh Dewan Keamanan memiliki konsekuensi hukum, redaksional tersebut juga biasanya sarat akan unsur politik. Proses perancangan mandat (drafting) melibatkan banyak aktor di dalamnya, mulai dari anggota Dewan Keamanan, hingga anggota dari Departemen Politik dan Peacekeeping PBB (Hearne, 2010). Mandat yang berhasil dirumuskan merupakan hasil konsesus dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses perancangan/pengembangannya. Tujuan dari pembentukan mandat ini beragam, mulai dari membantu membantu pengawasan implementasi perjanjian damai yang komprehensif hingga mencegah konflik kembali pecah, penyaluran bantuan kemanusiaan, pengadaan masa transisi, dan melakukan pemilihan umum (Murphy, 2007 dalam Stock, 2011).

16 Sebelum merumuskan mandat terlebih dahulu dilakukan observasi dan analisis situasional konflik oleh Sekretariat PBB sebelum benar-benar akan membentuk suatu operasi perdamaian. Observasi terhadap situasi konflik pada dasarnya dapat dilakukan secara langsung oleh PBB melalui penempatan perwakilan Sekretaris Jenderal PBB di wilayah konflik maupun melalui laporanlaporan resmi terkait dengan upaya perdamaian yang lebih dulu dilakukan oleh pihak lain di wilayah berkonflik tersebut, misalnya laporan resmi organisasi regional saat melakukan upaya penyelesaian konflik. Setelah melihat situasi konflik, Sekretaris Jenderal kemudian akan membuat rekomendasi tentang ruang lingkup dan sumber daya yang dibutuhkan dalam operasi perdamaian (Stock, 2011). Setelah mengadopsi informasi-informasi terkait dengan situasi konflik dan keberlangsungan proses perdamaian yang telah dilakukan, sebelum benar-benar menurunkan operasi perdamaian Sekretaris Jenderal PBB terlebih dahulu mengirimkan satu kelompok Technical Assessment Missions (TAM) untuk mengembangkan konsep operasi, melihat kembali situasi dan dinamika yang terjadi (UN Peacekeeping Operations Principles and Guidelines, 2008). TAM umumnya akan mencakup perwakilan dari Departemen Peacekeeping Operations PBB (DPKO), perwakilan dari badan PBB lainnya seperti UNDP, dan tidak menutup kemungkinan perwakilan dari organisasi regional yang memiliki keterlibatan dengan proses perdamaian dan operasi perdamaian yang akan dilakukan. Ketika sudah berada di host country (negara dimana operasi

17 perdamaian akan dilakukan), TAM akan bertemu dengan seluruh stakeholder dan badan-badan lain yang turut berperan dalam proses perdamaian misalnya NGO. Dewan Keamanan PBB kemudian akan mengambil tindakan dan merumuskan mandat yang sesuai dengan hasil observasi Sekretaris Jenderal PBB dan TAM di wilayah berkonflik. Mandat yang dirumuskan biasanya memiliki kewenangan untuk dioperasikan dalam jangka waktu yang terbatas. Mandat tersebut juga tidak hanya mengandung alasan mengapa tindakan-tindakan yang dirumuskan harus dilakukan, tetapi juga memuat kerangka hukum yang berlaku untuk operasi perdamaian. Kerangka hukum tersebut didasarkan pada Status of Forces Agreement (SOFA) yang disepakati antara PBB dengan host country. SOFA menjadi sarana untuk pencapaian misi dalam operasi perdamaian, diantaranya pengiriman perlengkapan dan hak penerbangan, menyatukan hak istimewa dan kekebalan hukum dari pihak-pihak yang melakukan operasi perdamaian (UN Handbook of Peacekeeping, 2003). Peraturan dalam SOFA tersebut sangat penting untuk keberlangsungan operasi perdamaian dan implementasi mandat yang diberikan. Mandat yang dirumuskan untuk operasi perdamaian harus bersifat konkret, jelas, kredibel, dan realistis untuk dicapai agar operasi perdamaian di lapangan dapat mengimplementasikan mandat tersebut dengan sesuai tanpa mengalami kesalahan dalam interpretasi. Tantangan dalam proses implementasi mandat yang dilakukan operasi perdamaian pun juga sangat besar. Hal tersebut dikarenakan pertama, kisaran operasi perdamaian saat ini tidak lagi hanya meliputi penjagaan perdamaian tetapi juga perlindungan warga sipil, perlucutan senjata, re-integrasi

18 para kombatan dan juga pekerjaan lainnya yang mulai mengarah kepada peacebuilding yang meliputi proses bina damai pasca konflik. Kedua, seringkali situasi konflik tidak hanya dipengaruhi dari segi seberapa besar stabilitas keamanan terancam, tetapi juga kondisi geografis wilayah konflik. Untuk konflik yang terjadi di wilayah landlock, jika operasi perdamaian PBB tidak difasilitasi dengan kekuatan dan keahlian personel yang memadai, pengimplementasian mandat oleh operasi perdamaian tersebut kemungkinan tidak dapat dilakukan dengan maksimal (Stock, 2011). Perumusan mandat juga tidak hanya didasari atas pertimbangan dari Sekretaris Jenderal yang melakukan observasi mengenai situasi konflik. Dewan Keamanan PBB juga dapat melihat perkembangan situasi konflik melalui upaya perdamaian yang dilakukan oleh pihak lain di wilayah berkonflik, misalnya negara tetangga maupun organisasi regional. Dalam beberapa konflik, seringkali proses perdamaian tidak langsung ditangani oleh operasi perdamaian PBB melainkan melibatkan organisasi regional 3. Apabila organisasi regional dianggap belum mampu menciptakan stabilitas perdamaian, maka PBB kemudian akan turun tangan dan menentukan kapan waktu yang tepat untuk merumuskan mandat pembentukan operasi perdamaian. Oleh karena terdapat perbedaan situasi konflik, perbedaan upaya perdamaian dan pertimbangan Dewan Keamanan dalam perumusan mandat, 3 Hal tersebut merujuk kepada Bab VIII Piagam PBB yang menjelaskan bahwa PBB menyediakan pengaturan keterlibatan badan-badan regional untuk proses penyelesaian konflik terlebih dahulu. (UN Peacekeeping Operations Principles and Guidelines, 2008)

19 mandat setiap operasi perdamaian di satu negara akan berbeda dengan negara lainnya. Meskipun demikian, secara umum terdapat konsistensi dalam jenis tugas yang dimandatkan kepada operasi perdamaian yaitu untuk dapat mencegah pecahnya konflik kembali, menstabilkan situasi perdamaian, membantu dalam pelaksanaan perjanjian damai yang komprehensif, membantu negara pasca konflik melalui transisi pemerintahan yang stabil berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Secara spesifik, operasi perdamaian multidimensional PBB diberikan tugas untuk melakukan tahap awal peacebuilding di negara pasca konflik yaitu perlucutan senjata, demobilisasi dan reintegrasi mantan kombatan, reformasi sektor keamanan, penyelenggaraan pemilu. (UN Peacekeeping Missions, 2006).

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

PERANAN OPERASI PERDAMAIAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI BURUNDI TAHUN

PERANAN OPERASI PERDAMAIAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI BURUNDI TAHUN PERANAN OPERASI PERDAMAIAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI BURUNDI TAHUN 2004-2006 Ni Komang Astitiningsih 1), Ni Wayan Rainy Priadarsini 2), A.A. Bagus Surya Widya Nugraha 3), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN 2006-2009 RESUME Oleh: Angling Taufeni 151 040 132 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM)

BAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) dalam proses peacebuilding di Aceh paska konflik GAM dengan Pemerintah Indonesia. Paska konflik GAM dengan

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL NEGARA : STUDI KASUS PERAN PASUKAN PERDAMAIAN PBB DI SIERRA LEONE TAHUN

PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL NEGARA : STUDI KASUS PERAN PASUKAN PERDAMAIAN PBB DI SIERRA LEONE TAHUN UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM PASCASARJANA PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL NEGARA : STUDI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.398, 2016 KEMHAN. Pasukan. Misi Perdamaian Dunia. Pengiriman. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGIRIMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa lain dalam upaya mencapai kepentingan nasional dari bangsa tersebut. Kepentingan nasional

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada

BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL PBB adalah organisasi Negara berdaulat, yang secara sukarela bergabung dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada 24 Oktober

Lebih terperinci

PERANAN OPERASI PERDAMAIAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI BURUNDI TAHUN

PERANAN OPERASI PERDAMAIAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI BURUNDI TAHUN PERANAN OPERASI PERDAMAIAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI BURUNDI TAHUN 2004-2006 SKRIPSI Disusun oleh : Ni Komang Astitiningsih NIM. 1121105026 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun Saat

BAB I PENDAHULUAN. PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun Saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1945. Saat ini terdiri dari 193 negara anggota. PBB dipandu oleh tujuan dan prinsip yang terkandung

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2015 Pertahanan. Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pengiriman. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG PENGIRIMAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev.

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev. 1 KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev. 1 at 45 (1994) KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA, komentar umum no. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Studi Hubungan Internasional memiliki beberapa perspektif dalam melihat berbagai permasalahan internasional, yaitu realisme, liberalisme dan globalisme. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Republik Demokratik Timor Leste sebagai negara baru yang sedang berkembang memerlukan berbagai kebijakan pemerintahan di segala bidang dalam mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008. BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan

Lebih terperinci

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak

Lebih terperinci

PERANG & DAMAI Pengantar: Causes of War. Artanti Wardhani

PERANG & DAMAI Pengantar: Causes of War. Artanti Wardhani PERANG & DAMAI Pengantar: Causes of War Artanti Wardhani Definisi PERANG vs.konflik adanya pengerahan kekuatan dari militer (1000 personel) dan memakai kekuatan bersenjata contention / disputation antara

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM no. 08

KOMENTAR UMUM no. 08 1 KOMENTAR UMUM no. 08 KAITAN ANTARA SANKSI EKONOMI DENGAN PENGHORMATAN TERHADAP HAK- HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Komite Persatuan Bangsa-bangsa untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya E/C.12/1997/8

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah biasanya menimbulkan berbagai permasalahan yang berawal dari ketidakpuasan suatu golongan masyarakat, misalnya

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut. BAB V KESIMPULAN Yugoslavia merupakan sebuah negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa. Yugoslavia telah menoreh sejarah panjang yang telah menjadi tempat perebutan pengaruh antara

Lebih terperinci

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA 1 K-88 Lembaga Pelayanan Penempatan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. operasi dukungan untuk perdamaian sejak tahun PSOs pertama yaitu An

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. operasi dukungan untuk perdamaian sejak tahun PSOs pertama yaitu An 114 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Misi Perdamaian di Somalia Uni Afrika telah membentuk Peace Support Operations (PSOs) atau operasi dukungan untuk perdamaian sejak tahun 2003.

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk

Lebih terperinci

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL 1 K-144 Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar-Standar Ketenagakerjaan Internasional

Lebih terperinci

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA 1 KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA Ditetapkan oleh Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional, di Jenewa, pada tanggal 1 Juli 1949 [1] Konferensi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya,

I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya, begitu pula halnya dengan negara, negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA

BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA BAB III PEACEKEEPING OPERATION PBB DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA Dengan berkembangnya ilmu hubungan internasional pasca Perang Dunia II, ditambah dengan banyaknya tindakan dekolonisasi dan negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

Upaya PBB dalam Resolusi Konflik Blood Diamond di Sierra Leone Tahun

Upaya PBB dalam Resolusi Konflik Blood Diamond di Sierra Leone Tahun 1 Upaya PBB dalam Resolusi Konflik Blood Diamond di Sierra Leone Tahun 1991-2002 (United Nations Attempts to Resolute The Blood Diamond Conflict in Sierra Leone 1991-2002) Maltha Cassandra Hilda Ilmu Hubungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tugas pokok TNI tidak hanya sebagai pasukan perang, tetapi juga menjadi pasukan pemelihara perdamaian dalam menjalani

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * Era perdagangan bebas di negaranegara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pembahasan dari bab ini adalah kesimpulan dan saran yang merujuk pada jawaban-jawaban permasalahan penelitian yang telah dikaji. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B BAB V KESIMPULAN Jepang menjadi lumpuh akibat dari kekalahanya pada perang dunia ke dua. Namun, nampaknya karena kondisi politik internasional yang berkembang saat itu, menjadikan pemerintah pendudukan

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS Disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 Berlaku 4 Januari 1969

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci