BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai
|
|
- Shinta Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme. Terdapat dua kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama yaitu tulisan dengan judul Pakistan s Experience with Al Qaeda karya Rashid Aftab dan Zubair Safdar (2014). Tulisan kedua berjudul Boko Haram: Developing New Strategies to Combat Terrorism in Nigeria yang ditulis oleh Solomon Effiong Udounwa (2013). Tulisan pertama yang digunakan berjudul Pakistan s Experience with Al Qaeda ditulis oleh Rashid Aftab dan Zubair Safdar (2014). Tulisan tersebut memaparkan mengenai perkembangan Al Qaeda dan pengaruh yang ditimbulkan akibat masuknya kelompok tersebut di Pakistan. Keberadaan Al Qaeda di Pakistan berkaitan erat dengan adanya tribal area di Pakistan, yang menjadi tempat persembunyian dan aktivitas bagi kelompok Al Qaeda. Adanya ketidakadilan sosial, perbedaan tingkat ekonomi, ketidakstabilan politik dan kurangnya toleransi antar agama, menjadikan masalah terorisme sebagai masalah serius karena aksi teror terus mengalami peningkatan di Pakistan. Al Qaeda juga melakukan perubahan strategi untuk menjalankan aksi teror dengan melibatkan kelompok lokal, yang disebut kelompok jaringan Al Qaeda. Dalam strategi tersebut, aksi teror tidak hanya dilakukan oleh kelompok Al Qaeda, namun juga digerakkan 7
2 8 kelompok lokal. Al Qaeda memberikan dukungan dalam hal teknis, keuangan dan logistik. Sebagian besar jaringan Al Qaeda merupakan kelompok lokal Pakistan. Aftab dan Safdar (2014) juga memaparkan akibat yang diperoleh Pakistan untuk menangani terorisme. Terorisme mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, kerusakan terhadap properti dan infrastruktur, terganggunya aktivitas ekonomi baik dalam hal investasi dan pertumbuhan ekonomi di Pakistan. Pakistan juga harus menghadapi kerugian yang ditimbulkan dari aksi teror yaitu dalam hal ekonomi, politik dan sosial. Situasi tersebut mendorong Pakistan untuk mengambil sejumlah strategi untuk mencegah meluasnya akibat yang ditimbulkan oleh masalah terorisme. Beberapa strategi yang diambil Pakistan untuk menghadapi Al Qaeda yaitu Pakistan melarang adanya sejumlah organisasi keagamaan, menempatkan tentara Pakistan di Federal Administered Tribal Area (FATA) dan di wilayah perbatasan serta melakukan reformasi terhadap madrasa. Pakistan juga menjadi aliansi pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) dengan menyediakan dukungan transportasi dan logistik selama invasi di Afganistan, memperbesar anggaran terhadap sektor keamanan serta memperbaharui kebijakan keamanan nasional. Dari pemaparan yang disampaikan pada tulisan Pakistan s Experience with Al Qaeda (2014) memiliki konteks yang sama dengan penelitian ini. Keduanya membahas mengenai masalah terorisme yang dihadapi oleh Pakistan. Selain itu tulisan Aftab dan Safdar (2014) dan penelitian ini juga membahas mengenai strategi-strategi yang dilakukan Pakistan untuk menangani masalah terorisme. Aftab dan Safdar (2014) memaparkan strategi domestik yang dilakukan
3 9 Pakistan untuk menangani terorisme. Tulisan tersebut bermanfaat untuk melihat bagaimana respon Pakistan terhadap Al Qaeda dan kelompok lokal yang menjadi jaringan Al Qaeda sebagai ancaman teror, sehingga Pakistan melakukan sejumlah upaya untuk menangani masalah terorisme. Sedangkan pada penelitian memaparkan kerjasama Pakistan dan Amerika Serikat untuk menangani masalah terorisme jaringan Al Qaeda. Kerjasama yang dilakukan tersebut menjadi langkah strategis Pakistan untuk meningkatkan upaya penanganan terorisme dengan melibatkan Amerika Serikat pada tahun Kajian pustaka kedua ditulis pada tahun 2013 oleh Solomon Effiong Udounwa dengan judul Boko Haram: Developing New Strategies to Combat Terrorism in Nigeria. Tulisan tersebut mengungkapkan bahwa Boko Haram sebagai bentuk pergerakan ideologis memiliki tujuan untuk membangun aturan Islam di Nigeria dengan berpegang pada hukum Syariah. Namun hal tersebut juga tidak lepas dari adanya ketidakseimbangan stuktural dalam hal etnis, agama, regional, dan politik di Nigeria. Hal itu menjadi faktor-faktor yang menjadi pemicu meningkatnya tindak terorisme di Nigeria sejak tahun Udounwa (2013) memaparkan sejumlah strategi yang dilakukan oleh Nigeria untuk menangani masalah terorisme. Pada tahun 2009 Nigeria fokus pada hard power dengan melakukan operasi militer khususnya di Borno dan Yobe, yang merupakan lokasi utama kelompok Boko Haram. Selain itu Nigeria juga membentuk National Focal Point on Terrorism (NFPT), mengidentifikasi wilayah perbatasan yang selama ini digunakan sebagai rute transit persenjataan dan pemberontak, serta menggunakan teknologi modern untuk inteligen, pengawasan,
4 10 deteksi dan informasi sebagai bentuk strategi counterterrorism. Pada tahun 2012 terdapat penyatuan antara kekuatan militer dengan soft power untuk menangani masalah terorisme di Nigeria. Upaya soft approach yang dilaksanakan seperti melakukan kerjasama antar departemen terkait, adanya kontrol serta kebijakan terhadap batas negara untuk menekan penggunaan senjata illegal, melakukan reformasi terhadap sistem peradilan dan peningkatan sosial serta ekonomi. Nigeria juga melakukan kerjasama dengan beberapa negara terkait dengan kebutuhan teknologi, infrastruktur untuk menangani pemberontakan dan terorisme. Kerjasama yang dilakukan dengan Amerika Serikat secara khusus fokus pada bantuan ekonomi, keamanan dan mitra Nigeria untuk memobilisasi bantuan internasional terhadap Nigeria. Tulisan Boko Haram: Developing New Strategies to Combat Terrorism in Nigeria (2013) dan penelitian ini menggunakan konsep yang sama dalam menangani terorisme yaitu hard approach dan soft approach. Fokus penelitian Udounwa (2013) terletak pada strategi yang dilakukan oleh Nigeria untuk menangani masalah terorisme dengan menggunakan strategi militer dan nonmiliter. Sedangkan fokus pada penelitian ini adalah upaya penanganan masalah terorisme jaringan Al Qaeda yang dilakukan di Pakistan melalui kerjasama Pakistan- Amerika Serikat. Upaya penanganan terorisme yang dimiliki Nigeria dan Pakistan juga memiliki perbedaan, baik melalui upaya hard approach ataupun soft approach. Oleh karena itu, kajian pustaka ini membantu untuk melihat penanganan-penanganan terorisme yang dilakukan negara, baik yang dilakukan Pakistan ataupun Nigeria.
5 Kerangka Berpikir Counterterrorism Terorisme merupakan masalah yang dapat mengancam stabilitas keamanan suatu negara bahkan internasional. Berdasarkan undang-undang Pakistan Anti-Terrorism Act 1997, section 6 - Subsection (1) menyebutkan bahwa terorisme yaitu tindakan yang dilakukan atau menggunakan ancaman yang dirancang untuk memaksa atau mengintimidasi atau menarik perhatian pemerintah ataupun masyarakat, menciptakan rasa takut atau tidak aman di dalam masyarakat. Subsection (2) menjelaskan bahwa tindakan atau ancaman yang dimaksudkan dapat berupa tindakan yang menyebabkan ketidakamanan, kekerasan ataupun kerugian terhadap seseorang, kerusakan terhadap harta benda, penculikan ataupun perampasan, penghinaan terhadap agama atau etnis tertentu, intimidasi yang dilakukan terhadap pelayanan publik serta kekerasan yang dilakukan terhadap pasukan keamanan (National Public Safety Commission, 2008). Untuk dapat menangani tindakan-tindakan tersebut, negara memerlukan kebijakan untuk mengurangi atau bahkan menyelesaikan masalah terorisme. Counterterrorism adalah upaya yang dilakukan untuk melawan terorisme. Upaya counterterrorism Pakistan menggunakan istilah anti-terrorism diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk mempertahankan, melindungi ataupun tindakan hukum yang dilakukan untuk melawan terorisme (Bokhari, 2013). Counterterrorism dapat dilaksanakan melalui sejumlah pendekatan. Secara umum terdapat dua pendekatan untuk melakukan counterterrorism yaitu hard approach dan soft approach (Romaniuk & Fink, 2012). Hard approach menggunakan cara
6 12 kekerasan terhadap kelompok teroris. Sedangkan soft approach menggunakan pendekatan kebijakan-kebijakan strategis tanpa kekerasan ataupun paksaan (Zakharchenko, 2007). Suatu negara dapat melaksanakan upaya counterterrorism secara domestik ataupun dengan melibatkan pihak luar, seperti melakukan kerjasama dengan organisasi internasional ataupun dengan negara lain. Pendekatan-pendekatan tersebut selanjutnya dijalankan dalam berbagai cara. Menurut Counter-Terrorism Strategy (Hughes, 2011) upaya counterterrorism dapat dilakukan dengan beberapa cara: pertama pursuit yaitu melakukan pengejaran terhadap kelompok teroris dan pihak-pihak yang terlibat dalam terorisme. Kedua preparation yaitu melakukan persiapan untuk menanggapi dan mengurangi konsekuensi dari serangan terorisme. Ketiga prevention yaitu melakukan pencengahan terhadap terorisme dengan mengatasi penyebab tindakan tersebut. Keempat protection yaitu memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan pelayanan publik. Cara-cara tersebut dilakukan untuk menangani ataupun mencegah tindakan terorisme yang ada. Konsep counterterrorism merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep ini digunakan untuk melihat cara-cara counterterrorism yang dilakukan untuk menangani masalah terorisme di Pakistan. Upaya counterterrorism tersebut difokuskan pada kerjasama yang dilakukan oleh Pakistan dan Amerika Serikat sejak tahun 2009 sampai dengan tahun Baik langkah yang diambil sebagai bentuk pencegahan, pengejaran yang dilakukan terhadap jaringan kelompok Al Qaeda, perlindungan terhadap
7 13 masyarakat ataupun dalam upaya persiapan untuk menanggapi serangan teror yang akan terjadi Counterterrrorism Cooperation Penanganan terorisme yang dilakukan negara memerlukan konsensus internasional, agar dapat menciptakan stabilitas keamanan. Hal tersebut dikarenakan kelompok teroris, termasuk Al Qaeda tidak hanya melakukan penyerangan terhadap satu negara saja namun juga dapat melakukan penyerangan di berbagai negara. Oleh karena itu, organisasi internasional Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) melalui resolusi 1373 mendorong negara melakukan kerjasama baik bilateral ataupun multilateral untuk mencegah dan menekan serangan teroris (United Nations, 2001). Melalui resolusi tersebut PBB juga memutuskan sejumlah tindakan yang harus dilakukan oleh setiap negara anggota, untuk mencegah ataupun menekan tindak terorisme. Beberapa diantaranya yaitu terkait: 1. Menekan perekrutan anggota kelompok teroris. 2. Menindak segala aksi yang dilakukan teroris di tempat persembunyian. 3. Mencegah pergerakan teroris ataupun kelompok teroris dengan meningkatkan kontrol terhadap batas negara (United Nations, 2001). Selain melakukan kerjasama antar negara, ketiga poin tersebut merupakan beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk menangani masalah terorisme. Pakistan merupakan salah satu negara yang mendukung upaya penanganan terorisme dengan melakukan sejumlah tindakan yang tertuang dalam Resolusi Hal tersebut dikarenakan adanya wilayah yang dijadikan tempat
8 14 persembunyian oleh kelompok teroris di Pakistan serta meningkatnya instabilitas keamanan diperbatasan Pakistan dan Afganistan. Tindakan penanganan terorisme Pakistan dilakukan melalui kerjasama dengan Amerika Serikat. Resolusi 60/288 The United Nations Global Counter-Terorrism Strategy PBB kembali mengeluarkan resolusi sebagai instrumen global, yang bertujuan untuk meningkatkan upaya nasional, regional dan internasional dalam counterterrorism (United Nations, 2006). Pada resolusi yang dikeluarkan oleh General Asembly United Nations, seluruh negara anggota PBB sepakat untuk mengambil sikap dalam menghilangkan terorisme yang ada, salah satunya dengan mengambil tindakan yang bersifat mencegah ataupun melawan terorisme. Dari sejumlah upaya yang disampaikan dalam resolusi tersebut, terdapat 3 poin utama terkait dengan penelitian yaitu: 1. Melakukan kerjasama untuk melawan terorisme dengan tujuan untuk menemukan, menindak hal-hal terkait terorisme di tempat persembunyian. 2. Secara intensif melakukan kerjasama khususnya dalam hal bertukar informasi untuk mencegah dan melawan terorisme. 3. Memperkuat koordinasi dan kerjasama antar negara dalam melawan tindak terorisme. Langkah tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama yang bersifat bilateral, sub-regional, ataupun kerjasama internasional. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kontrol terhadap batas negara. Kemudian juga untuk mencegah dan mendeteksi pergerakan teroris. Oleh karena itu, negara memerlukan keterlibatan ataupun bantuan negara lain untuk menangani masalah terorisme yang ada.
9 15 Resolusi yang dikeluarkan oleh PBB tersebut menunjukkan bahwa tiap negara anggota memiliki sikap yang sama dalam merespon terorisme, termasuk Pakistan dan Amerika Serikat. Pakistan dengan tegas menolak terorisme dalam segala bentuk dan wujud, baik yang dilakukan oleh siapapun, dimanapun dan terhadap siapapun (Pakistan Mission to United Nations, 2009). Begitu juga dengan Amerika Serikat yang telah melakukan upaya anti-terorisme sejak Konsep counterterrorism cooperation ini berguna sebagai landasan dari upaya yang dilakukan Pakistan dan Amerika Serikat dalam menangani masalah terorisme yang ada di Pakistan pada tahun 2009 hingga Melalui resolusi PBB 1373 dan United Nations Global Counter-Terorrism Strategy, membantu dalam menjelaskan upaya strategis yang dilakukan Pakistan melalui kerjasama counterterrorism dengan Amerika Serikat untuk menganani terorisme Hard Approach dan Soft Approach Seperti yang disebutkan sebelumnya, negara memerlukan pendekatan yang tepat untuk melaksanakan counterterrorism dalam menangani masalah terorisme. Terdapat dua pendekatan counterterrorism yang sedang berkembang dalam beberapa tahun terakhir, yaitu hard approach dan soft approach. Hard approach dapat diartikan sebagai pendekatan yang memerlukan penggunaan militer serta penegakan hukum, termasuk di dalamnya dengan menggunakan paksaan, intelijen dan pengawasan. Tindakan yang dapat dilakukan seperti membunuh,menangkap ataupun menahan teroris (Kronfeld, 2012). Pelaksanaan counterterrorism dengan pendekatan hard approach untuk menangani terorisme memerlukan beberapa persiapan. Adapun hal-hal yang
10 16 diperlukan negara untuk melakukan penanganan terorisme melalui pendekatan hard approach diantaranya (Gunaratna, 2013): 1. Intelijen untuk mendeteksi serangan ataupun keberadaan teroris. 2. Negara memerlukan penegakan hukum. 3. Biaya yang akan dikeluarkan selama operasi militer berlangsung Sejumlah negara tetap menggunakan pendekatan ini untuk menangani terorisme, salah satunya Pakistan. Kelompok teroris Al Qaeda dan jaringannya telah mengancam stalibitas keamanan Pakistan dan juga berakibat kepada hal lainnya. Penggunaan hard approach untuk menangani terorisme dapat dilakukan melalui beberapa langkah-langkah strategis, seperti melakukan operasi keamanan yang ketat untuk melawan teroris di tribal area (wilayah kesukuan). Pakistan juga memperkuat pasukan militer untuk menghadapi serangan teror dari jaringan kelompok Al Qaeda. Pendekatan kedua yang digunakan untuk menangani masalah terorisme adalah soft approach. Pendekatan ini pada dasarnya berupaya untuk menangani masalah terorisme melalui akar penyebab masalah, seperti lemahnya kontrol pemerintah dan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sehingga fokus penanganan terorisme dilakukan melalui masyarakat. Salah satu ciri utama dalam pendekatan ini yaitu tidak menggunakan kekerasan dalam penanganan terorisme. Untuk menangani masalah tersebut, soft approach menawarkan dua langkah yang dapat dilakukan dalam menangani terorisme. Pertama yaitu melalui proses deradicalization dan kedua yaitu melalui upaya counter-radicalization (Rineheart, 2010).
11 17 Proses deradikalisasi erat dikaitkan dengan tindakan rehabilitasi terhadap teroris. Deradikalisasi adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi tindakan radikal atau kekerasan yang dilakukan melalui aspek sosial dan psikologis sehingga mengurangi resiko kembalinya pihak tersebut terlibat dalam tindak terorisme (Horgan dan Braddock, 2010). Upaya deradikalisasi ini dilakukan langsung dengan memberikan rehabilitasi terhadap pelaku teror ataupun pihakpihak yang terlibat dalam tindak terorisme. Terdapat beberapa tahapan umum yang dapat dilakukan sebagai bentuk tindakan deradikalisasi yaitu melalui pemulihan kondisi psikologis pihak terkait, dialog ideologi dan keagamaan, pelatihan pekerjaan dan pendidikan sebagai bentuk reintegrasi kepada masyarakat, memberikan subsidi ekonomi, membentuk keluarga dan lingkungan sosial yang baru serta memberikan pekerjaan ketika pihak tersebut telah kembali kepada masyarakat. Proses kedua untuk menangani terorisme melalui pendekatan soft approach yaitu melalui counter-radicalization. Counter-radicalization merupakan program khusus yang dirancang untuk mencegah seseorang terlibat dalam hal terorisme. Program-program tersebut seperti sosial, politik, hukum, pendidikan dan ekonomi (Institute for Strategic Dialogue, 2010). Melalui program yang ditujukan terhadap masyarakat sipil tersebut, masyarakat yang terlibat dalam tindak terorisme dapat dicegah. Khususnya dalam penelitian ini, upaya counterradicalization yang dilakukan di Pakistan melalui pendidikan. Hard approach dan soft approach juga menjadi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan yang dilakukan oleh negara dalam
12 18 melaksanakan counterterrorism akan didasarkan pada situasi atau kondisi permasalahan terorisme yang ada. Melalui kedua pendekatan ini, diharapkan akan mampu membantu dalam memaparkan upaya counterterrorism yang dilakukan di Pakistan baik melalui pendekatan kekerasan (hard approach) ataupun pendekatan non-kekerasan (soft approach). Selain itu konsep ini juga membantu dalam melihat kerjasama yang dilakukan Pakistan dan Amerika Serikat untuk menangani jaringan Al Qaeda melalui pendekatan hard approach dan soft approach pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012.
bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008
BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah
Lebih terperincimengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea
BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dalam sejarah terorisme di abad ke-20, dikenal sebuah kelompok teroris yang cukup fenomenal dengan nama Al Qaeda. Kelompok yang didirikan Osama bin Laden dengan beberapa rekannya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. menolak Islamophobia karena adanya citra buruk yang ditimbulkan oleh hard
BAB V KESIMPULAN Riset ini membahas salah satu isu yang berkaitan dengan fenomena Islamophobia yang berkembang di Amerika Serikat pasca 9/11 dikarenakan kebijakan hard diplomacy George W.Bush dan motivasi
Lebih terperincisebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.
BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik
Lebih terperinciThere are no translations available.
There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30
Lebih terperincicambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan
BAB V KESIMPULAN Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan hingga saat ini. Namun pada prosesnya, eksistensi Arab Saudi sering mengalami krisis baik dari dalam negeri
Lebih terperinciBAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME
BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,
Lebih terperinciDEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA
DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperincinegara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberantas tindak terorisme global khusunya ISIS (Islamic State of Irak and
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Skripsi ini akan membahas tentang kebijakan pemerintah Malaysia dalam memberantas tindak terorisme global khusunya ISIS (Islamic State of Irak and Syiria) yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
Lebih terperinciPENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001
PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU
Lebih terperinciKeterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016
Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN KOREA SELATAN KUNJUNGAN KENEGARAAN KE KOREA
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan
BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciinternasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan
BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu
Lebih terperincimemperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.
BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya
Lebih terperinciKepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act
Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciUPAYA PENANGANAN TERORISME JARINGAN AL QAEDA MELALUI KERJASAMA PAKISTAN - AMERIKA SERIKAT TAHUN SKRIPSI
UPAYA PENANGANAN TERORISME JARINGAN AL QAEDA MELALUI KERJASAMA PAKISTAN - AMERIKA SERIKAT TAHUN 2009-2012 SKRIPSI Disusun oleh: Jojor Endang Simamora NIM. 1121105024 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Lebih terperinciTabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak
PERANG ASIMETRIS (Disarikan dari Nugraha, A & Loy, N 2013, Pembangunan Kependudukan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Asymmetric War, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan,
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI
KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG
Hasil rapat 7-7-05 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan
Lebih terperinciAncaman Terhadap Ketahanan Nasional
Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana orang itu bertempat tinggal. Di Indonesia, landasan yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. Rasa aman ini merupakan kewajiban yang harus dijamin oleh negara tempat dimana orang itu bertempat tinggal.
Lebih terperinciPresiden Jokowi: Masyarakat Inggris Harus Lebih Mengenal Indonesia Rabu, 20 April 2016
Jokowi: Masyarakat Inggris Harus Lebih Mengenal Indonesia Rabu, 20 April 2016 Joko Widodo menyampaikan, bahwa masyarakat Indonesia lebih mengenal Inggris, ketimbang sebaliknya. "Di Indonesia, pertandingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan menangkap pelaku-pelakunya, menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan Kepolisian Republik Indonesia melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 1 membongkar jaringan teroris berideologi Islam radikal di Indonesia 2 dan menangkap
Lebih terperinciPertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.
PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciDiadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002
Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang
Lebih terperinciPara Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),
Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing
Lebih terperinciKEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA
KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan
BAB V KESIMPULAN Ulama merupakan salah satu entitas yang penting dalam dinamika politik di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan pemerintah atau kerajaan dan mengkafirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperinciNo Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperincipendekatan agama-budaya atasi terorisme
Indonesia sarankan pendekatan agama-budaya atasi terorisme Senin, 22 Mei 2017 00:20 WIB 1.596 Views Pewarta: Joko Susilo Presiden Joko Widodo. (ANTARA News/Bayu Prasetyo) Riyadh (ANTARA News) - Indonesia
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah
Lebih terperinciBAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA
BAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA Pada bab ini akan membahas tentang faktor pendorong dibuatnya
Lebih terperinciPolitik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional
Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional i ii Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional iii iv Politik
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
BAB V KESIMPULAN Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihadapkan pada berbagai perubahan dan pergeseran kekuatan dalam lingkungan strategis global dan regional sebagai
Lebih terperinciyang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi
BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan
Lebih terperinciANATOMI KEAMANAN NASIONAL
ANATOMI KEAMANAN NASIONAL Wilayah Negara Indonesia Fungsi Negara Miriam Budiardjo menyatakan, bahwa setiap negara, apapun ideologinya, menyeleng garakan beberapa fungsi minimum yaitu: a. Fungsi penertiban
Lebih terperinciPeristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam?
{mosimage} Hafidz Abdurrahman Ketua DPP HTI Berbagai peristiwa bergulir sepanjang tahun 2009. Putaran roda zaman pun menggilas siapa saja, termasuk umat Islam. Sayangnya umat Islam belum mempunyai peran
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan
Lebih terperinciBAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait
BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur
Lebih terperinciTahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM
Lebih terperinciEksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan
Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu
Lebih terperinciDiskusi Post event Feedback G20 Summit. INFID, 3 Oktober 2013
Diskusi Post event Feedback G20 Summit INFID, 3 Oktober 2013 Framework G20 Usulan Masyarakat Sipil: Hasil G20 Summit Inklusif sebagai pilar keempat dari Strong, Framework G20 tetap yaitu Strong, Sustainable
Lebih terperinciDEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara
Lebih terperinciMI STRATEGI
------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan
Lebih terperinciKONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME
KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)--Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Rakyat Demokratik
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan
Lebih terperinciMENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)
MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015) Oleh: Sudirman (Rektor UHT) KATA KUNCI: 1.NEGARA KEPULAUAN
Lebih terperinciPEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS
PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cina merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dan saat ini dianggap sebagai salah satu kekuatan besar dunia. Dengan semakin besarnya kekuatan Cina di dunia
Lebih terperinciStandar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG
Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG Karen Curtis Kepala Bidang Kebebasan Berserikat Kebebasan berserikat dan perundingan
Lebih terperinciBAB III KESIMPULAN. Di dalam sebuah pemberitaan terdapat sebuah proses yang mengandung
BAB III KESIMPULAN Di dalam sebuah pemberitaan terdapat sebuah proses yang mengandung nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan individu maupun kelompok. Proses pemberitaan ini lah yang akan memperlihatkan
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 22 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
RGS Mitra 1 of 22 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinci2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P
No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 PEMBERLAKUAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002
Lebih terperinciFundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian -
Analisa Fundamental I. Fundamental Forex I.1 Faktor penggerak pasar Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian - kejadian yang secara langsung maupun
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai
BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinci