DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)
|
|
- Iwan Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional, terutama jika musuh belum bergabung. Penggunaan munisi tandan dalam militer terbatas dalam peperangan modern. Senjata- senjata itu dirancang untuk era operasi Perang Dingin dengan formasi besar tank atau pasukan. Pertempuran sekarang sering terjadi di lingkungan perkotaan, di mana bahaya kemanusiaan munisi tandan lebih besar. Penggunaan munisi tandan seringkali kontra produktif bagi militer modern. Mereka mengganggu operasi militer dan membahayakan pasukan serta warga sipil. Penggunaan senjata yang berlanjut akan meningkatkan permusuhan antara warga sipil terhadap pengguna. Banyak munisi tandan telah melebihi batas waktu penggunaannya dan menjadi tidak aman jika digunakan. Alternatif untuk adanya munisi tandan, seperti menutup penunjang udara dan senjata yang dipandu dengan tepat. Munisi tandan adalah senjata pertahanan yang buruk. Tidak masuk akal untuk menggunakannya di tanah sendiri karena besarnya jumlah yang peledak yang gagal ledak (duds) yang ditinggalkan dan membahayakan warga sipil. Menggunakan senjata yang berstigma ini akan menuai kecaman internasional, yang bertentangan dengan kepentingan nasional negara. Biaya politik untuk menggunakan munisi tandan akan menjadi tinggi. Dengan bergabung dalam Konvensi, sebuah negara akan meningkatkan stigmatisasi munisi tandan. Musuh sebuah negara yang telah meratifikasi konvensi akan merasa sangat sulit untuk menggunakan munisi tandan melawan negara tersebut karena memiliki landasan moral yang tinggi. 1
2 Kekeliruan 2: Konvensi Munisi Tandan CCM) akan memiliki sedikit wewenang karena beberapa produsen utama, penyimpan, dan pengguna tidak bergabung. Setidaknya 33 negara yang telah menyimpan, memproduksi, dan/atau menggunakan munisi tandan telah menandatangani Konvensi. Sebanyak 18 negara NATO, termasuk Perancis, Jerman, dan Inggris Raya, telah menandatangani sejauh ini, dan Kolombia, Indonesia, Jepang, serta Afrika Selatan telah menandatangani juga. Partisipasi mereka menunjukkan bahwa kunci internasional dan kekuatan militer regional telah mengutuk senjata tersebut. Hampir setengah dunia, termasuk negara-negara dari setiap daerah, telah menandatangani Konvensi, menunjukkan penolakan internasional yang luas terhadam munisi tandan. Stigmatisasi Konvensi akan menyulitkan politik bahkan bagi negara-negara yang tidak menandatangani Konvensi (non-state parties) maupun negara bukan kelompok bersenjata (non-state armed group) untuk menggunakan munisi tandan. Perjanjian Anti Ranjau memberikan stigma yang sama dengan ranjau ranjau anti personil, dan dalam beberapa tahun terakhir, Burma (Myanmar) merupakan satusatunya negara yang secara signifikan menggunakannya. Kekeliruan 3: Negara tidak dapa bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan jika mereka memiliki simpanan besar senjata Konvensi memberikan waktu delapan tahun bagi negara yang meratifikasi Konvensi (states parties) untuk menghancurkan simpanan munisi tandannya. Jika negara tersebut tidak dapat memenuhi tenggat waktu yang ditentukan karena memiliki simpanan yang besar, maka dapat meminta perpanjangan waktu selama empat tahun. Perjanjian Anti Ranjau memberikan waktu hanya empat tahun bagi negara, tanpa perpanjangan waktu, untuk menghancurkan simpanan ranjau darat mereka. Sangat sedikit negara yang gagal untuk memenuhi batas waktu tersebut. Karena ranjau darat lebih mudah dihancurkan daripada munisi tandan, negara-negara yang menandatangani Konvensi Munisi Tandan memiliki minimal dua kali lebih lama untuk menyelesaikan penghancuran senjata tersebut Kekeliruan 4: Negara-negara juga harus mengikuti protokol Konvensi Senjata Konvensional (Convention on Conventional Weapons = CCW) karena cenderung lebih memiliki dukungan terhadap pengguna dan penyimpan utama tertentu. Protokol CCW akan berlawanan dengan tujuan-tujuan Konvensi Munisi Tandan. Ini akan menjadi alternatif lemah yang akan mengatur bukannya melarang senjata. Keberadaan instrumen yang lebih lemah akan mengurangi stigma yang diciptakan 2
3 oleh larangan komprehensif dari Konvensi. Memiliki instrumen kedua dari munisi tandan akan memberikan alasan bagi negara untuk tidak menandatangani Konvensi yang lebih kuat. Mereka dapat membuktikan bahwa mereka telah cukup menangani masalah munisi tandan dengan menyetujui untuk terikat oleh protokol CCW. Ini akan menetapkan preseden buruk dalam hukum internasional untuk menyimpulkan instrumen kedua menetapkan standar yang lebih rendah daripada yang sudah disepakati secara luas instrumen subjek yang sama dengan standar yang lebih tinggi. Di bawah hukum internasional, negara-negara yang ada dalam Konvensi harus menjunjung tinggi "maksud dan tujuan" Konvensi, bahkan sebelum diberlakukan. Banyak negara dalam CCW juga termasuk penanda tangan serta calon negara yang tercantum di dalam Konvensi. Jika mereka menciptakan instrumen yang lebih lemah yang memungkinkan beberapa munisi tandan, tindakan mereka bertentangan dengan maksud dan tujuan Konvensi. Yang diperdebatkan adalah, bergabung dalam sebuah protokol CCW akan mengganggu kewajiban mereka untuk menegakkan Konvensi Munisi Tandan yang lebih kuat. Kekeliruan 5: Karena Konvensi Munisi Tandan (CCM) dirundingkan di luar CCW, maka tidak memiliki dukungan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bukan merupakan "Konvensi PBB" seperti CCW. Badan-badan PBB, terutama UN Development Programme (UNDP), UN Mine Action Service (UNMAS), and UN Children s Fund (UNICEF), berpartisipasi secara aktif dalam Proses Oslo, yang menciptakan Konvensi. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyerukan larangan munisi tandan dan menyatakan dukungan untuk Konvensi baru di awal Oslo Proses dan pada saat penandatanganan konferensi. Sekretaris-Jenderal PBB adalah penyimpan tanda tangan, ratifikasi, dan aksesi Konvensi, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki tanggung jawab mandat perjanjian lain yang lain. Dalam hal ini, Konvensi tidak berbeda dari CCW. Kekeliruan 6: Konvensi Munisi Tandan (CCM) tidak melarang semua munisi tandan. Fakta; Konvensi secara tegas melarang penggunaan, produksi, penyimpanan, dan pemindahan semua munisi tandan, seperti yang didefinisikan di dalam perjanjian. Konvensi menganggap sebuah munisi tandan sebagai senjata konvensional yang membawa submunisi dan membahayakan kemanusiaan karena berdampak pada wilayah yang luas dan jumlah besar peledak yang gagal ledak (duds). Ini merupakan kategori larangan bagi senjata-senjata tersebut. 3
4 Senjata tertentu yang mengandung submunisis, seperti yang mengeluarkan suar, asap, petasan, atau sekam, tidak dilarang karena mereka tidak menyebabkan bahaya yang sama seperti munisi tandan. Senjata lain yang memiliki submunisi dalam jumlah terbatas dan memiliki lima karakteristik kumulatif tidak dilarang karena menyatakan negara-negara yang berunding menilai bahwa mereka tidak akan bahaya kemanusiaan seperti munisi tandan. Senjata seperti itu tidak dianggap sebagai munisi tandan. Hanya tiga senjata yang memiliki lima karakteristik yang diperlukan: SADARM, BONUS, dan Smart Kekeliruan 7: Negara-negara yang berunding menuliskan dalam Konvensi mengenai definisi munisi tandan untuk melindungi gudang senjata mereka sendiri. Konvensi tidak mengecualikan munisi tandan dari negara tertentu. Definisi munisi tandan didasarkan pada efek dari senjata, bukan politik. Selama negosiasi, negara-negara menolak pengecualian luas yang diusulkan oleh beberapa negara selama Proses Oslo yang mengizinkan banyak negara untuk terus menyimpan dan menggunakan sejumlah besar munisi tandan, seperti munisi dengan alat penghancur diri. Hanya sedikit negara yang saat ini memiliki atau memperoleh BONUS atau Smart- 155 (satu-satunya senjata dengan submunisi yang dipegang oleh penanda tangan dan dikecualikan dari definisi Konvensi karena tidak menyebabkan bahaya kemanusiaan yang sama seperti munisi tandan). Jumlah senjata ini sangat kecil dibandingkan dengan persediaan munisi tandan 2. Juga telah digunakan dalam pertempuran hingga kini Negara yang telah menandatangani Konvensi akan menghancurkan ratusan juta submunisi yang berada dalam lusinan jenis munisi tandan yang berbeda, termasuk beberapa yang dianggap sangat maju dan diperoleh baru-baru ini. 1 Pasal 2 (2) (c) tidak termasuk munisi dengan submunisi jika mereka memiliki kurang dari 10 submunisi dan setiap submunisi memiliki berat lebih dari empat kilogram, dapat mendeteksi dan melibatkan satu obyek sasaran, dan dilengkapi dengan penghancuran diri elektronik dan fitur penonaktifan diri. Amerika Serikat menyimpan SADARM tetapi telah berhenti memproduksi. Amerika Serikat menggunakan SADARM di Irak pada tahun Swedia, dalam kemitraan dengan Perancis, menghasilkan BONUS. Jerman memproduksi SMART Sampai saat ini, satu-satunya negara yang diketahui memiliki Smart-155 adalah Jerman, Yunani, dan Swiss. Australia dan Inggris Raya sedang dalam proses pengadaan mereka. Swedia dan Perancis memiliki BONUS. 4
5 Kekeliruan 8: Pasal 21, yang berurusan dengan "interoperability" atau operasi militer bersama dengan negara-negara non-pihak, pada dasarnya akan merongrong Konvensi Mesiu Cluster. Pasal 21 menyatakan, sebagian, bahwa "Negara-negara yang meratifikasi Konvensi (state parties), personel militer mereka atau negara, dapat terlibat dalam kerjasama dan operasi militer dengan Negara-negara yang tidak termasuk dalam Konvensi ini yang mungkin terlibat dalam aktivitas yang dilarang untuk suatu state party." Human Rights Watch dan Koalisi Munisi Tandan (CMC) menentang dimasukkannya Pasal 21 karena konsep yang buruk, memperkenalkan beberapa elemen ketidakpastian dan interpretasi, dan bermotivasi politik, bukan berdasarkan kemanusiaan. Namun, tidak mungkin memiliki efek kemanusiaan negatif dengan mempromosikan atau terus-menerus memfasilitasi penggunaan munisi tandan. Di dalam Pasal 1 (1) (c), menyatakan state parties tidak akan membantu negara non-state parties dengan kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh Konvensi. Pasal 21 tidak mengubah aturan ini, yang seharusnya dibaca secara luas sehingga mencakup berbagai bantuan. Melihat secara luas akan mempercepat tujuan Konvensi dalam mengakhiri bahaya kemanusiaan yang diakibatkan munisi tandan Pengalaman dengan Perjanjian Anti Ranjau menunjukkan bahwa negara-negara yang meratifikasi Konvensi (state parties) dapat melakukan operasi bersama dengan negara yang belum meratifikasi (non-states parties) tanpa melanggar larangan bantuan. Banyak pihak dalam Perjanjian Anti Ranjau telah berpartisipasi dalam operasi tempur dengan Amerika Serikat, yang belum bergabung dengan perjanjian. Operasi gabungan tidak mengharuskan suatu pelanggaran terhadap larangan bantuan. Pasal 21 (4) mencantumkan daftar tindakan yang tidak diperbolehkan dalam operasi gabungan. Daftar ini, bagaimanapun, tidak semua-dimasukkan. Tidak ada dalam pasal tersebut dicantumkan secara eksplisit bahwa bantuan dilarang dalam Pasal 1. State parties harus mengakui bahwa dilarang untuk memberikan bantuan yang secara sadar merupakan tindakan dilarang. Dua paragraf pertama dari Pasal 21 memperkuat Konvensi. Mereka menuntut negara yang meratifikasi konvensi untuk mencegah penggunaan oleh negara-negara lain, mendorong pihak lain untuk bergabung dalam Konvensi, memberi tahu sekutu mereka tentang kewajiban perjanjian, dan mempromosikan norma-norma Konvensi. Ketentuan ini membentuk preseden yang penting, karena tidak muncul di perjanjian senjata sebelumnya. Kekeliruan 9: Konvensi dapat mencegah penggunaan di masa depan namun tidak mengatasi bahaya dari penggunaan masa lalu. 5
6 Beberapa pasal dari Konvensi disediakan bagi langkah-langkah perbaikan paska konflik untuk mengurangi dampak buruk dari kontaminasi submunisi. Konvensi memerlukan pembersihan peledak yang gagal ledak (duds) untuk meminimalkan jumlah korban sipil di masa depan. Pasal 4 (4), yang sangat mendorong negara-negara pengguna untuk membantu pembersihan, secara eksplisit menerapkan penggunaannya sebelum Konvensi diberlakukan. Hal ini juga, dirancang untuk meminimalkan korban sipil. Konvensi menetapkan ketentuan bantuan bagi korban yang secara dramatis memperkuat ketentuan bantuan bagi korban dalam perjanjian sebelumnya. Konvensi berusaha mengurangi dampak jangka panjang munisi tandan bagi para korban. Mendefinisikan korban secara luas tidak hanya mencakup individu, tetapi juga keluarga dan masyarakat yang terkena dampak. Dalam Pasal 5, menyebutkan satu persatu bantuan yang perlu disediakan negara yang meratifikasi konvensi (state parties), termasuk fisik, psikologis, dan bantuan sosial-ekonomi. Negara-negara yang meratifikasi Konvensi (state parties) yang tidak terkena dampak diwajibkan untuk membantu dengan langkah-langkah perbaikan ini. Kekeliruan 10: Konvensi memberikan beban yang tidak adil pada negara-negara yang terkena dampak, yang memikul tanggung jawab utama untuk pembersihan dan bantuan korban. Fakta Konvensi menempatkan tanggung jawab utama pembersihan pada negara-negara yang terkena dampak untuk melindungi kedaulatan mereka. Hal ini mewajibkan negara-negara yang terkena dampak untuk memberikan bantuan bagi korban karena menurut hukum hak asasi internasional, negara umumnya bertanggung jawab untuk melindungi rakyat mereka sendiri. Konvensi mengharuskan semua negara "dalam posisi untuk melakukannya" dengan menyediakan bantuan teknis, material, dan bantuan keuangan kepada negaranegara yang terkena dampak. Karena itu negara-negara yang terkena dampak tidak perlu memenuhi kewajiban mereka sendirian. Negara pengguna memiliki tanggung jawab khusus untuk membantu negara-negara yang terkena dampak untuk pembersihan. Pasal 4 (4) sangat mendorong negaranegara pengguna untuk memberikan bantuan pembersihan submunisi yang mereka tinggalkan ke perjanjian diberlakukan. Negara yang terkena dampak berat dapat meminta perpanjangan lima tahun untuk pembersihan jika wilayah mereka terlalu terkontaminasi dengan tenggat waktu 10 tahun. 6
7 Kekeliruan 11: Ketentuan izin penyimpanan munisi tandan untuk tujuan pelatihan adalah celah Konvensi dalam penyelesaian pelarangan. Meski Konvensi akan lebih kuat tanpa ketentuan ini, ketentuan tersebut memungkinkan negara-negara untuk menyimpan munisi tandan untuk tujuan pelatihan (Pasal 3 (6)) yang secara signifikan membatasi penyimpanan Negara-negara yang meratifikasi konvensi (state parties) hanya dapat menyimpan "jumlah minimum yang mutlak diperlukan " untuk pelatihan. Negara-negara yang meratifikasi konvensi (state parties) harus melaporkan simpanan senjata yang mereka simpan serta bagaimana rencana penggunaannya. Transparansi semacam ini akan mencegah penyalahgunaan. Negara-negara yang meratifikasi konvensi (state parties) tidak boleh menggunakan munisi tandan untuk setiap tindakan yang dilarang perjanjian, seperti menggunakannya selama konflik bersenjata. Kekeliruan 12: Kini setelah Konvensi diadopsi dan dibuka untuk ditandatangani, sebagian besar pekerjaan telah selesai. Perundingan Munisi Tandan adalah prestasi besar dalam mengakhiri momok senjata ini. Sekarang negara-negara harus menandatangani, meratifikasi, dan menerapkan Konvensi sesegera mungkin. Negara-negara seyogyanya menandatangani Konvensi untuk meningkatkan stigmatisasi munisi tandan. Semakin penanda tangan, semakin jelas adalah bahwa masyarakat internasional telah mengutuk senjata ini. Negara harus meratifikasi Konvensi sehingga diberlakukan dan mengikat secara hukum sesegera mungkin. Konvensi membutuhkan 30 ratifikasi sebelum diberlakukan. Negara-negara juga harus melalui pelaksanaan undang-undang komprehensif sesegera mungkin. Konvensi mewajibkan negara-negara untuk melembagakan langkah implementasi. Di sebagian besar negara, diperlukan perundang-undangan untuk Konvensi agar berlaku di dalam negeri. Negara harus bertindak segera untuk menjaga momentum yang dihasilkan oleh Konvensi yang diadopsi pada bulan Mei 2008 dan upacara penandatanganan pada bulan Desember
Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008
Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN
Lebih terperinciProtokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata
Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi
Lebih terperinciKONFERENSI DIPLOMATIK UNTUK PENERAPAN KONVENSI MUNISI TANDAN
KONFERENSI DIPLOMATIK UNTUK PENERAPAN KONVENSI MUNISI TANDAN DUBLIN 19 30 MEI 2008 CCM/77 30 Mei 2008 Original: ENGLISH FRENCH SPANISH Konvensi tentang Munisi Tandan Yth para delegasi Negara Peserta Konvensi,
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA
1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak
Lebih terperinciDiadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002
Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciK 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949
K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki
Lebih terperinciK177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)
K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciSerikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.
BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disusun dalam suatu sistem pertahanan semesta, tidak agresif dan tidak. besar Indonesia ke dalam jajaran militer terkuat di dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sistem pertahanan dan keamanan terbaik. Seperti menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap
Lebih terperinciK182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK
K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar
Lebih terperinciK168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)
K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD
Lebih terperinciK105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA
K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciOrang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak
Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI
Lebih terperinciLAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciPROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI
PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE USE, STOCKPILING, PRODUCTION AND TRANSFER OF ANTI-PERSONNEL MINES AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI
Lebih terperinciK 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000
K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan
Lebih terperinciK111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN
K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan
Lebih terperinci2008,No yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi; d. bahwa mengembangkan, memproduksi, menyimpan, dan m
No.49, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERINDUSTRIAN. Kimia. Senjata. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4834) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciKONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA
KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA Kongres Organisasi Ketenagakerjaan Internasional. Setelah diundang ke Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional,
Lebih terperinciK 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992
K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 2 K-173 Konvensi Perlindungan Klaim Pekerja (Kepailitan Pengusaha), 1992 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDONESIA BELUM MERATIFIKASI. This research aims to explain Cluster munition, The Republic of Indonesia
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDONESIA BELUM MERATIFIKASI KONVENSI BOM CLUSTER Oleh: Sanatul Zadidah ABSTRACT This research aims to explain Cluster munition, The Republic of Indonesia signed the Convention
Lebih terperinciKonvensi Internasional menentang Perekrutan, Penggunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989) Pasal 1
Konvensi Internasional menentang Perekrutan, Penggunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989) Diadopsi pada 4 Desember 1989 Pasal 1 Demi kepentingan Konvensi ini, I. Seorang tentara bayaran
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1
PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang
Lebih terperinciK138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA
K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA 1 K 138 - Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan
Lebih terperinciK 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982
K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan
Lebih terperinciK69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL
K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL 1 K-69 Sertifikasi Bagi Juru Masak Di Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan
Lebih terperinciPrinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017
Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan
Lebih terperinciR-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997
R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas
Lebih terperinciKONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA
KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA Disampaikan pada acara : Pelatihan Teknis Calon Hakim Ad-Hoc Perselisihan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung Hotel
Lebih terperinciK29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA
K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki
Lebih terperinciK189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011
K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi
Lebih terperinciK45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH
K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH 1 K-45 Mengenai Kerja Wanita dalam Segala Macam Tambang Dibawah Tanah 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan
Lebih terperinci15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional
Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciKontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law
Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.
Lebih terperinciCONVENTION INTERNATIONALE
CONVENTION INTERNATIONALE POUR LA SIMPLIFICATION ET L'HARMONISATION DES REGIMES DOUANIERS (amendée) Conseil de Coopération douanière ( Organisation Mondiale des Douanes ) Rue du Marché 30 B-1210 Bruxelles
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
Lebih terperinciATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciSejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.149, 2012 PENGESAHAN. Protokol. Hak-Hak. Anak. Penjualan. Prostitusi. Pornografi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5330) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciK131. Konvensi Penetapan Upah Minimum, 1970
K131 Konvensi Penetapan Upah Minimum, 1970 2 K-131 Konvensi Penetapan Upah Minimum, 1970 K131 Konvensi Penetapan Upah Minimum, 1970 Konvensi mengenai Penetapan Upah Minimum, dengan Rujukan Khusus pada
Lebih terperinciK81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK
2012, No.149 4 PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai
Lebih terperinciBAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;
BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional
Lebih terperinciPerkiraan korban ranjau/erw yang selamat Tidak diketahui tapi setidaknya 40 orang
INDONESIA Data Kunci pada Tahun 2008 Menjadi Negara Pihak sejak 1 Agustus 2007 Pasal 4 (pemusnahan persediaan) Batas waktu : 1 Agustus 2011 Terselesaikan : 13 November 2008 Kontaminasi terkadang ERW atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCE NING THE ABOLlT1ON OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas
Lebih terperinciHAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN
1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana
Lebih terperinci23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut
Lebih terperinciLAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
Lebih terperinciPENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA
Saya menyetujui, dengan segala hormat, bagian pengantar keputusan terkait prosedur dan fakta dan juga bagian penutup tentang dengan penerapan Pasal 50 (pas. 50) dari Konvensi terhadap kasus ini. Saya juga
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK
MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang
Lebih terperinciSumber Hk.
Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciinternasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan
BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO.182 CONCEMING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI
Lebih terperinciPENGANTAR Ranjau Darat dan Peledak Tinggalan Perang
PENGANTAR Ranjau Darat dan Peledak Tinggalan Perang Perjanjian damai mungkin telah ditandatangani dan permusuhan mungkin telah berakhir, tetapi ranjau darat dan peledak tinggalan perang lainnya (explosive
Lebih terperinciSTATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*
STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciPERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR
PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR Oleh Yelischa Felysia Sabrina Pane Ida Bagus Sutama Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Sekutu memutus jalur suplai dari udara maupun laut mengakibatkan pertahanan Jerman-Italia dapat dikalahkan di Afrika Utara. Sehingga kemenangan
Lebih terperinciDalam dua dekade terakhir, tren jumlah negara yang melakukan eksekusi hukuman mati menurun
Konferensi Pers SETARA Institute Temuan Pokok Riset tentang Pemetaan Implikasi Politik Eksekusi Mati pada Hubungan Internasional Indonesia Jakarta, April 2015-04- Dalam dua dekade terakhir, tren jumlah
Lebih terperinciK150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi
K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi 1 K 150 - Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi 2 Pengantar Organisasi Perburuhan
Lebih terperinciK143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975
K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang
Lebih terperinciPERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari
Lebih terperinci