BAB III METODOLOGI PERANCANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI PERANCANAAN"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI PERANCANAAN 3.1 Flow Chart Perencanaan Start Analisa Perbandingan Perkerasan Runway Bandara Minangkabau dengan Metoda CBR dan FAA Landasan Teori & Tinjauan Pustaka Metodologi Perencanaan Metode CBR Parameter yang digunakan ; CBR Test ESWL Pesawat Rencana Lalu Lintas Pesawat Tebal Perkerasan Persyaratan tebal Base dan Perkerasan Metode FAA Parameter yang digunakan ; Klasifikasi Tanah Dasar Tipe Roda Pendaratan Pesawat Rencana Beban Roda Pendaratan Utama Nilai Ekuivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat Rencana Perkerasan Total Perencanaan Tebal Perkerasan Material dalam Perkerasan Pengumpulan Data Perencanaan Lalulintas Pesawat, Material yg digunakan Konfigurasi Runway, Keadaan Tanah Dasar Tidak Ok Pengolahan Data Tidak OK Analisa Perencanaan Ok Struktur Tebal Perkerasan Design Hasil 2 Metoda Aspek-aspek yang perlu dalam Perencanaan Runway Kesimpulan dan Saran Diagram Metoda Tugas Akhir Finish III-1

2 3.2 Metodologi Perencanaan Sebelum mendesain suatu bandar udara, terlebih dahulu kita harus mengetahui persayaratan teknis pengopersian fasilitas sisi udara Runway / Landas Pacu a. Runway Designation / Number / Azimuth Penomoran pada landas pacu harus dilengkapi dalam membantu pergerakan pesawat yang akan melintas. Pedoman azimuth harus diperhatikan mulai dari pangkal garis tengah runway pesawat, jadi sinyal harus dapat terlihat dari cockpit pesawat oleh pilot dari arah kanan dan kiri kursinya pada saat pergerakan pesawat. Pedomana azimuth ditandai dengan warna putih dalam bentuk 2 angka atau kombinasi 2 angka dan satu hurup tertentu yang ditulis di run way sebagai identitas runway. b. Dimention (length, width) Panjang landas pacu harus memadai untuk memenuhi keperluan opersional pesawat sebagai mana runway yang dikenhendaki. Penentuan panjang runway / ARFL adalah panjang runway yang diperhitungkan pabrik untuk menunjang pesawat yang akan mendarat, dan hal itu tergantung dari ; Ketinggian Altitude, ARFL bertambah 7 % setiap kenaikan 300 m dari permukaan laut Fe = 0,007 (h/300) Dimana ; Faktor Koreksi (Fe) Aerodrome Elevasi (h) III-2

3 Temperatur, ARFL bertambah 1% setiap kenaikan 1º C FT = 0,01 ( T 0,0065 h) Dimana ; Faktor Temperatur (FT) Temperatur Aerodrome Elevasi (t) Kemiringan landas pacu, ARFL bertambah 10%, setipa pertambahan kemirngan Fs = 0,1 x S Dimana ; Faktor Koreksi Kemiringan (Fs) Kemiringan (S) Lebar landas pacu (runway) haruslah tidak kurang dari ketentuan tebal sebagai berikut ; Tabel 3.1 Lebar Runway (Width) berdasarkan Code Number Code Code Letter Number A B C D E F 1a 18 m 18 m 23 m m 23 m 30 m m 30 m 30 m 45 m m 45 m 45 m 60 m Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 Tabel 3.2a Runway Separation Standart for Aircraft Categories A & B Uraian Penggolongan Pesawat I1/ I II III IV Instrumen non-presisi dan garis tengah runway visual (m) 1. Holdline Garis tengah taxiway / taxiline (D) 45 67, Area Parkir Pesawat (G) 27, III-3

4 Instrumen presisi dan garis tengah runway visual (m) 4. Holdline Garis tengah taxiway / taxiline (D) Area Parkir Pesawat (G) Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 Keterangan ; Categories A = Kecepatan Pesawat < 91 knots Categories B = Kecepatan Pesawat 91 knot < V < 121 knots Tabel 3.2a Runway Separation Standart for Aircraft Categories C & D Uraian Instrumen non-presisi dan garis tengah runway visual (m) Penggolongan Pesawat I II III IV V VI 1. Holdline Garis tengah taxiway / taxiline (D) / Area Parkir Pesawat (G) Instrumen presisi dan garis tengah runway visual (m)85 4. Holdline Garis tengah taxiway / taxiline (D) / Area Parkir Pesawat (G) Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 Keterangan ; Categories C = Kecepatan Pesawat 121 knot < V < 141 knots Categories D = Kecepatan Pesawat 141 knot < V < 166 knots 1/ Dimensi standar hanya untuk fasilitas pesawat kecil 2/ Untuk penggolongan pesawat V, standart garis tengah runway sampai dengan garis tengah taxiway paralel. c. Runwy Shoulder / Bahu Runway III-4

5 Bahu landasan harus dibuat secara simetris pada masing-masing sisi dari runway dan kemiringan melintang maksimum pada permukaan bahu landasan pacu 2,5%. Tabel 3.3 Runway Shoulder Code Letter Penggolongan Pesawat Lebar Shoulder (m) Kemiringan Max Shoulder (%) A I 3 2,5 B II 3 2,5 C III 6 2,5 D IV 7,5 2,5 E V 10,5 2,5 F VI 12 2,5 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 d. Turning Area / area untuk berputar Area putaran untuk pesawat dilengkapi beberapa titi dirunway, lebar dari area putaran harus terbebas dari rintangan terutama roda pesawat yang akan digunakan di runway sampai dengan tepi dari titik area putaran, dan itu tidak kurang dari ketetapan jarak seperti pada tabel berikut ; Tabel 3.4 Turing Area Code Letter Penggolongan Pesawat Jarak Minimum antara roda Dan tepi putaran (m) A I 1,5 B II 2,25 C III 4,5 ß D IV 4,5 E V 4,5 F VI 4,5 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 III-5

6 e. Runway Longitudinal / Kemiringan memanjang landas pacu berputar Seluruh kemiringan memanjang runway, ditentukan dengan membagi perbedaan antara maksimum dan minimum elevasi sepanjang garis tengah runway dengan panjang runway, dan maksimum kemiringannya sebagai berikut ; Tabel 3.5 Kemiringan memanjang maksimum runway Code Letter Pengglongan Pesawat Runway Gradient (m) Pada Bagian Landasan (%) ¼ dari ujung landasan (%) Jarak tampak pada jarak min ½ landasan (m) A I < 2 < 2-1,5 B II < 2 < 2-1,5 C III < 1 < 1,5 < 2 2 D IV < 1 < 1,5 < 2 2 E V < 1 < 1,5 < 2 3 F VI < 1 < 1,5 < 2 3 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 Perubahan berurutan dari satu kemiringan memanjang ke lainnya harus dipenuhi dengan kurva vertikal, dengan perbandingan dari perubahan minimum ; Tabel 3.6 Kurva Kemiringan memanjang Code Letter Pengglongan Pesawat Runway Gradient (m) Pada Bagian Landasan (%) ¼ dari ujung landasan (%) Jarak tampak pada jarak min ½ landasan (m) A I < 2 0,4/ > 45 B II < 2 0.4/ > 45 C III < 1,5 0,2/ > 45 D IV < 1,5 0,2/ > 45 E V < 1,5 0,1/ > 45 F VI < 1,5 0,1/ > 45 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 III-6

7 f. Trasverse Slope Kemiringan melintang pada bebrap bagian dari runway harus cukup untuk menghindar penambahan air dan harus disesuaikan dengan tabel dibawah ini ; Tabel 3.7 Kemiringan Melintang Maksimum Runway Code Letter Penggolongan Pesawat Preferred Slope Minimum Slope (%) Maximum Slope (%) A I 2 1,5 2,5 B II 2 1,5 2,5 C III 1,5 1 2 D IV 1,5 1 2 E V 1,5 1 2 F VI 1,5 1 2 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 g. Sight Distance / Jarak Pandang Jika perubahan kemiringan tidak dapat dihindarkan maka harus ada suatu arah garis tanpa halangan dan terdapat pada tabel 3.4 berikut ini; Tabel 3.8 Jarak Pandang Code Letter Penggolongan Pesawat Jarak pandang pd jarak min ½ runway (m) A I 1,5 B II 2 C III 3 D IV 3 E V 3 F VI 3 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 III-7

8 h. Runway Strength Runway harus sanggup dan tetap melayani lalu lintas dari pesawat di runway yang dikehendaki. Dimana kemampuan runway PCN > CAN 1,1 PCN PCN > CAN < 1,05 PCN (untuk flexible) (untuk rigid) PCN = CAN min + (CAN Max CAN Min) x (Allowable Load Min Mass) (Maximum Mass Min Mass) Tabel 3.9 Berat Pesawat yang diijinkan berdasarkan Kedatangan P/Po Depature 1,1 2 kali sehari Po = Berat yg diijinkan 1,1 1,2 1 kali sehari P = Berat Aktual 1,2 1,3 1 kali seminggu 1,1 Po < P < 1,5 Po 1,3 1,4 2 kali sebulan 1,4 1,5 1 kali sebulan Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 Sedangkan sebagai metodologi dasar perhitungan perencanaan Runway untuk Bandara Internasional Minangkabau menggunakan dua metode yaitu ; Metode California Division of Highwy (CBR) Metode CBR pertama kali digunakan oleh California Division of Highway, yaitu badan pengembangan jalan milik pemerintah Negara bagian California di Amerika Serikat.Metoda ini adalah berdasarkan atas investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar. Investigasi ini meliputi 3 jenis kegagalan utama dalam perkerasan yaitu, 1. Pergeseran lateral material pada lapisan pondasi akibat adanya panyerapan air oleh lapisan perkerasan III-8

9 2. Penurunan yang terjadipada lapisan di bawah perkerasan 3. Lendutan yang berlebihan pada perkerasan akibat adanya beban yang bekerja Metoda ini bertujuan untuk mendesain suatu perekerasan yang kokoh yang dibuat dari bahan material yang telah dipersiapakan, sehingga untuk memprediksi karakter atau sifat material yang akan digunakan untuk perkerasan maka pada tahun 1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang disebut test uji CBR (Califonia Bearing Ratio), uji CBR ini dilakukan pada jenis banyak material yang dianggap representative terhadap material yang akan digunakan pada bahan pondasi. CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material uji terhadap kuat penetrasi bahan standart berupa batu pecah yang memiliki CBR 100 persen. Penggunaan metode ini memungkinan perencanaan untuk menentukan ketebalan lapisan sub base, base dan surface yang diperlukan untuk memakai kurva-kurva desain dengan prosedur pengujian test terhadap tanah yang sederhana, dan berikut ini cara metoda yang digunakan dalam perhitungan Runway menggunakan metoda CBR : CBR Test Test CBR dinyatakan dalam index kuat geser tanah pada suatu sampel tanah dasar untuk pengujian CBR yang diuji dalam laboratorium untuk menentukan nilai CBR. Pengujian ini dilakukan dengan melakukan pemadatan tanah kedalam cetakan silinder yang ditempatkan beban diatas tanah yang dipadatkan tadi. Harga CBR adalah daya tahan tanah terhadap penetrasi III-9

10 dibandingkan dengan daya tahan baru batu pecah standart terhadap pembebanan yang sama Equivalent Wheel Laod/Boussinesq s Theory (ESWL) Kedalaman dimana tegangan yang terjadi pada perkerasan akibat dual wheel sama akibat Single Wheel yang tergantung kepada jarak dari kedua roda. Dekat pada permukaan, roda-roda bereaksi independent. Pada kedalaman yang lebih tebal tegangan akan saling tindih (Overlap) tetapi mengecil karena kedalaman bertambah Menentukan Pesawat Rencana Pesawat rencana akan dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dari besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang akan berangkat tersebut. Untuk kemudian dipilih pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar, pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi pada jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu yang akan direncanakan. Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan paling besar dan tidak perlu pesawat dengan bobot paling besar yang beroperasi di dalam bandara Menentukan Lalu-lintas Pesawat Pada metoda CBR, jumlah total repitisi beban pesawat rencana yang telah dihitung dalam bentuk ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung tebal perkerasan total. Total repitisi pesawat rencana tersebut mencakup data III-10

11 keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana, dari data yang diperoleh maka dapat ditentukan jumlah pesawat tahunan yang direncanakan dengan cara mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun Menentukan Tebal Perkerasan Metoda ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan didapat pendekatan empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total, metode ini memberikan persamaan sebagai berikut ; Dimana ; T = Tebal perkerasan total diatas Subgrade (mm) R = Jumlah ESWL yang bekerja (beban repitis) S = Tekanan roda ban (Mpa) P= ESWL (kg) Syarat Tebal Minimum Lapisan Base dan Perkerasan Tabel 3.10 Pembebanan Berat Trafic Tebal Minimum (inch) Area Base (CBR 100) Base (CBR 80) Perkerasan Base Total Perkerasan Base Total A B C D Accesroad aprons Shoulder Sumber : Basuki 1986 III-11

12 Tabel 3.11 Pembebanan Medium Trafic Tebal Minimum (inch) Area Base (CBR 100) Base (CBR 80) Perkerasan Base Total Perkerasan Base Total A B C Accesroad aprons Tabel 3.12 Pembebanan Ringan Trafic Tebal Minimum (inch) Area Base (CBR 100) Base (CBR 80) Perkerasan Base Total Perkerasan Base Total B C Accesroad aprons Sumber : Basuki Metoda Federal Aviation Adminstration (FAA 2009) Metoda perencanaan FAA adalah metode perencanaan yang mengacu pada standart perencanaan perkerasan FAA Advisory Circular (AC) 150/5320-6E (FAA, 2009). Metode ini adalah pengembangan perencanaan perkerasan berdasarkan metode CBR. Metoda ini dilakuakan dengan beberapa cara yaitu ; Klasifikasi Tanah Metode perencanaan perkerasan yang dikembangkan olehfederal Aviation Adminstration (FAA) ini pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. Klasifikasi tanah didasarkan atas hal-hal berikut ini ; a. Butiran yang tertahan pada saringan No. 10 b. Butiran yang lewat saringan No. 10 tetapi ditahan No. 40 c. Butiran yang lewat saringan No. 40 tetapi tertahan saringan No. 200 III-12

13 d. Butiran yang lewat saringan No. 200 e. Liquid Limit f. Plasticity Index Klasifikasi tanah diatas hanya membutuhkan analisa mekanis (analisa saringan) serta penentuan liquid limit dan plasticity index. Namun demikian untuk menetukan baik buruknya jenis tanah kita tidak hanya mendasarkan kepada analisa laboratorium diatas, tetapi memerlukan penelitian di lapangan terutama yang berhubungan dengan drainase kemampuan melewatkan air permukaan. Topografi, jenis-jenis lapisan tanah serta evaluasi air tanah akan berpengaruh besar terhadap sistem drain dilapangan. Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang tidak stabil, dengan sistem drainase yang baik maka akan menghindarkan subgrade dari genangan air. Ada dua procedure pemilihan ketebalan perkerasan, yaitu satu procedure untuk menentukan ketebalan perkerasan bagi lapangan terbang yang melayani pesawat dengan berat kotor diatas lbs, sedangkan yang berikutnya untuk menentukan perkerasan dibawah lbs yaitu untuk pesawat-pesawat ringan FAA telah membuat klasifikasi tanah untuk perencanaan perkerasan yang dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport Paving FAA-AC-150/5320-6B, sebagai berikut ; Group E1 Jenis tanah yang mempunyai gardasi tanah yang baik, kasar, butiran-butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik, dinegara-negara beriklim dingin tanah group E1 tidak terpengaruh oleh salju yang merugikan III-13

14 dan biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik, kerikil tanpa butiran-butiran halus. Didaerah dengan salju yang kuat, tanah harus dicek kandungan material yang dimater butirannya kurang dari 0,02 mm. Group E2 Jenis tanah mirip mirip dengan E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedkit dan mungkin mengandung persentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya tidak baik. Group E3 dan E4 Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih jelek dibanding group E1 dan E2.Group ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa daya kohesi atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup sampai baik.tipe ini kurang stabil disbanding tanah group E2 dibawah pengruh kondisi sistem drainase yang tidak baik. Group E5 Terdiri dari tanah yang bergradasi jelek dengan kandungan lumpur dan tanah liat lebih dari 35 % tetapi kurang dari 45% dengan plastisitas index Group E6 Terdiri dari lumpur dan lumpur berpasir dengan index plasticity yang sangat rendah.jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah. Stabilitasnya akan hilang dan menjadi sangat lembek dalam keadaan basah, maka akan sangat sukar dipadatkan kecuali jika moisture contentnya betulbetul dikontrol dengan teliti sesuai kebutuhan. III-14

15 Group E7 Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung dan lempur berlempung, mempunyai rentang kosistensi kaku sampai lunak keika kering dan ketika basah. Jenis ini dipadatkan akan kaku dan padat pada moisture content yang tepat. Perubahan kelembapan akan menghasilkan perubahan volume total. Tekanan kapilernya sangat kuat, tetapi kenaikan air kapilernya lebih lambat disebanding pada group E6. Group E8 Mirip dengan tanah group E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat kemampatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas yang lebih rendah dibawah kondisi kelembapan yang kurang menguntungkan. Group E9 Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit dipadatkan, stabilitasnya rendah baik dalam kedaan kering ataupun basah. Group E10 Jenis tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan keras dalam kedaan kering serta sangat palstis bila basah.pada pemadaatan perubahan volumenya sangat besar mempunyai kemampuan mengembang menyusut dan derajat elastisitasnya tinggi. Group E11 III-15

16 Mirip dengan tanah group E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi termasuk didalamnya tanah liquid limit antara dengan index plastisitas diatas 30. Group E12 Jenis tanah yang mempunyai liquid limit diatas 80, tidak diukur berapapun index plastisitasnya.bisa terbentuk oleh tanah liat dengan plasticitas tinggi, sangat tidak stabil dengan adanya kelembaban atau bahan-bahan organic dalam jumlah yang berlebihan. Group E13 Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut mudah dikenal dilapangan. Dalam keadaan asli sangat rendah stabilitasnya serta densitynya dan sangat tinggi kelembapannya. Tabel 3.13 Klasifikasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Perkerasan oleh FAA Analisa Saringan Subgrade Class % % Bahan lebih kecil dari saraingan Bahan No. 10 tersisa Pasir Pasir Campur Saringa kasar lolos halus an Group n saringan lewat lumpur Liqui Plasti Drainase Drainase Tanah No. 10 No. 10, saringan dan d city Baik Jelek tetapi No. 40 tanah Limit Index ditahan ditahan liat lolos saringan saringan saringan No. 10 No. 200 No. 200 Kerikil E Fa atau Fa Fa atau Ra E Fa atau Ra F1 atau Ra E F1 atau Fa F2 atau Rb E F1 atau Ra F3 atau Rb III-16

17 Butiran Fa atau Ra halus E F3 atau Rb E F4 atau Rc E F5 atau Rc E F6 atau Rc E F7 atau Rd E F8 atau Rd E F9 atau Re E F10 atau Fa E13 TANAH GAMBUT TIDAK BISA DIGUNAKAN Sumber : Basuki (1986) Tabel 3.14 Hubungan Harga CBR dengan Klasifikasi Subgrade menurut FAA Klasifikasi CBR Fa 20 atau lebih F F F F F5 8 9 F6 7 8 F7 6 7 FB 5 6 F9 4 5 F Sumber : Basuki (1986) III-17

18 Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama a. Sumbu Tunggal Roda Tunggal (Single) Gambar 3.1 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal Sumber ; Yang(1984) b. Sumbu Tunggal Roda Ganda (Dual Wheel) Gambar 3.2 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda Sumber ; Yang, (1984) III-18

19 c. Sumbu Tandem Roda Ganda (Dual Tandem) Gambar 3.3 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tandem ganda Sumber ; Yang, (1984) d. Sumbu Tandem Roda Double (DDT) Gambar 3.3 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda double Sumber ; Yang, (1984) III-19

20 Menentukan Pesawat Rencana Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut,lalu dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah harus berasumsi kepada bobot yang terbesar, akan tetapi pada jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu yang akan direncanakan. Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang beroperasi didalam bandara. Karena pesawat yang beroperasi di bandara memiliki angka keberangkatan tahunan yang berbeda-beda, maka harus ditentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan konfigurasi roda pendaratan dari pesawat rencana Menentukan Beban Roda Penadaratan Utama Pesawat (W2) Untuk pesawat yang berbadan lebar, dimana dianggap mempunyai MTOW yang cukup tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan Equivalent Annal Depture (R1) ditentukan beban roda pesawat bahwa 95% berat total dari pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, maka dalam perhitungannya menggunakan rumus ; Dimana ; W2 MSTOW = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat = Berat kotor pesawat saat lepas landas III-20

21 A B P = Jumlah konfigurasi roda = Jumlah roda persatu konfigurasi = Persentase beban yang diterima roda pendaratan utama Tipe roda pendaratan utama sangatlah menentukan dalam perhitungan tebal perkerasan.hal ini dikerenakan penyaluran beban pesawat melalui roda-roda ke perkerasan Menentukan Nilai Ekivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat Rencana Pada lalu lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani berbagai macam jenis pesawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang berbeda-beda dan bervariasi beratnya. Pengaruh dari beban yang diakibatkan oleh semua jenis model lalu litas itu harus dikonversikan kedalam pesawat rencana dengan Equivalen Annual Depature dari pesawat-pesawat campuran tadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa perhitungan ini berguna untuk mengetahui total keberangkatan keseluruhan dari bermacam pesawat yang telah dikonversikan ke dalam pesawat rencana. Untuk menetapkan R1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ; Dimana ; R1 = Keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana (pound) R2 = Jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat berkenaan dengan konfigurasi roda pendaratan W1 = Beban roda pesawat rencana (pound) W2 = Beban roda pesawat yang harus diubah (pound) III-21

22 Bagi pesawat berbadan lebar, dianggap mempunyai berat lbs dengan roda pendaratn dual tandem, dalam perhitungan Equivalent annual Departure.Tipe roda pendaratn juga berlainan bagi tiap-tiap jenis pesawat, maka perlu dikonversikan.berikut ini faktor konversinya. Tabel 3.15 Determination Equivalent Annual Departure By Design AirCraft. Determination Equivalent Annual Departure By Design AirCraft Konversi Dari Ke Nilai Konversi Single Wheel Dual Wheel 0,8 Dual Tandem 0,5 Dual Wheel Dual Tandem 0,6 Double Dual Tandem Dual Tandem 1,0 Dual Tandem Single Wheel 2,0 Dual Wheel 1,7 Daul Wheel Single Wheel 1,3 Double Dual Tandem Dual Wheel 1,7 Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/ Menentukan Perkerasan Total Perencanaan perkerasan oleh FAA ini adalah perencanaan untuk masa umur rencana, dimana seharusnya selama masa layanan tersebut harus tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik-grafik pada perencanaan perkerasan FAA menunjukan ketebalan perkerasan total yang dibutuhkan, dimana tebal pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal pondasi permukaan. Nilai CBR tanah dasar digunakan bersama-sama dengan berat lepas landas kotor dan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana. III-22

23 Grafik-grafik perencanaan digunakan dengan memulai garis lurus dari sumbu CBR, ditentukan secara vertikal ke kurva berat lepas landas kotor (MSTOW), kemudian kearah horizontal ke kurva keberangkatan tahunan ekivalen dan akhirnya diteruskan secara vertikal kesumbu tebal perkerasan untuk mendapatkan tebal perkerasan yang direncanakan. Beban lalu-lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral dari permukaan perkerasan selama operasional. Demikian juga pada sebagian landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan. Olehkarena itu FAA memperbolehkan perubahan perkerasan pada permukaan yang berbeda-beda, yaitu seperti ; Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis yang digunakan untuk tempat pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu (Holding Appron) bagian tengah landasan hubung dan landasan pacu (Runway). Tebal perkerasan 0,9 Tdiperlukan untuk dua jalur pesawat yang akan dating, seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi. Tebal perkerasan 0,7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui pesawat, seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu. Gambar 3.1 Penampang lintang perkerasan landasan (sumber ; Basuki 19986) III-23

24 Kurva-kurva Perencanaan Tebal Perkerasan a. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total untuk Pesawat Rencana Beroda Tunggal Grafik 3.1 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan untuk Pesawat Roda Tunggal b. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total untuk Pesawat Rencana Beroda Ganda Grafik 3.2 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan untuk Pesawat Roda Ganda III-24

25 c. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total untuk Peswat Rencana Beroda Dual Tandem Grafik 3.3 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan untuk Pesawat Roda Tandem Ganda d. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total untuk Pesawat Rencana Beroda Dual Tandem Grafik 3.4 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan untuk Pesawat Roda Dual Tandem Sumber : Basuki (1986) III-25

26 Grafik perencanaan yang tersedia diatas adalah grafik perencanaan untuk tingkat keberangkatan tahunan maksimum keberangkatan. Untuk keberangkatan tahunan diatas , grafik tersebut juga dapat digunakan dengan mengalikan hasil akhir tebal total perkerasan yang dapat digunakan tahunan dengan angka persentase yang diberikan pada table 3.7 berikut : Tabel 3.7 Persentase pengali untuk mendapatkan tebal total perkerasan dengan tingkat keberangkatan tahunan diatas Tingkat Keberangkatan % Tebal Total Keberangkatan Tahunan Tahunan Sumber : Basuki (1986) Material yang Digunakan untuk Perkerasan Lapisan Permukaan Untuk lapisan permukaan digunakan aspal beton asphaltic concrete sebagai item P-401 Lapisan Pondasi Untuk lapisan pondasi digunakan beberapa item, yaitu ; 1. Item P-208 (Agregate Base Course) 2. Item P-209 (Crushed Agregate Base Course) 3. Item P-211 (Lime Rock Base Course) 4. Item P-304 (Cement Treated Base Course) 5. Item P-306 (Econocrete Subbse Course) III-26

27 Lapisan Pondasi Bawah Untuk Lapisan pondasi bawah, digunakan beberapa item, yaitu ; 1. Item P-154 (Subbase Course) 2. Item P-210 (Caliche Base Course) 3. Item P-212 (Shell Base Course) 4. Item P-213 (Sand Clay Base Course) 5. Item P-301 (Soil CementBase Course) Untuk semua item perkerasan diatas berdasarkan pada FAA (2009) ; Tabel 3.17 Faktor Equivalent untuk Bahan yang digunakan : Bahan Faktor Equivalent P-401 (Asphalt Concrete) 1,7 2,3 P-201 (Bitumanors Base Course) 1,7 2,3 P-215 (Cold Laid Bituminours Base Course) 1,5 1,7 P-216 (Mixed In-Place Base Course) 1,5 1,7 P-304 (Cement Treated Base Course) 1,6 2,3 P-301 (Soil Cement Base Course) 1,5 2,0 P-209 (Crushed Agregate Base Course) 1,4 2,0 P-154 (Subbase Course) 1,0 Sumber : Basuki (1986) III-27

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Bandar Udara Radin Inten II terletak di Jl. Alamsyah Ratu Prawiranegara Branti Raya, Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Tepatnya berada

Lebih terperinci

Perencanaan Bandar Udara

Perencanaan Bandar Udara Perencanaan Bandar Udara Perkerasan Rigid Page 1 Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai BAB III METODE PERENCANAAN 3.1. Bagan Alir Perencanaan Langkah-langkah yang dilaksanakan pada studi ini dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini. Mulai Perumusan masalah Studi literatur Pengumpulan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Dengan Cara Manual Data yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan metode FAA cara manual adalah sebagai berikut: 1. Nilai CBR Subbase : 20% 2. Nilai CBR

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN Yasruddin Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ABSTRAK Bandar Udara

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Disusun oleh : Nur Ayu Diana

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERKERASAN Struktur yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan 2 yang diproses Perkerasan dibedakan menjadi : Perkerasan lentur Campuran beraspal

Lebih terperinci

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI i m v vii ^ x ^ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Analisis 5 1.3 Batasan Masalah 5

Lebih terperinci

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh : Yoanita Eka Rahayu 3112040611 LATAR BELAKANG Saat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC ) TUGAS AKHIR ( RC09 1380 ) Dosen Pembimbing Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD Mahasiswa Sheellfia Juni Permana 3110 106 036 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi baik darat, laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, serta

Lebih terperinci

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode Perancangan CBR (California Bearing Ratio) Metode CBR pertama kali dikembangkan oleh California Division of Highways, 1928. metode CBR kemudian dipakai oleh Corp of Engineers,

Lebih terperinci

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI DAFTAR lsi LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN INTISARI KATA PENGANTAR ii DAFTAR lsi iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii ISTILAH - ISTILAH ix NOTASI- NOTASI xi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1

Lebih terperinci

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA Anton Manontong Nababan, Eduardi Prahara, ST,. MT. 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (

BAB II STUDI PUSTAKA. disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton ( BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregat,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Perencanaan landas pacu dan perkerasan fleksibel landas pacu sebuah bandar udara adalah salah satu perencanaan yang sangat unik karena belum tentu dapat diprediksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan nomor SKEP/161/IX/03 tanggal 3 September

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Bandar udara adalah area yang dipergunakan untuk kegiatan take-off dan landing pesawat udara dengan bangunan tempat penumpang menunggu (Horonjeff R, 1975). Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma,

Lebih terperinci

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM Bandar Udara Eddi Wahyudi, ST,MM PENGERTIAN Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah

Lebih terperinci

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3. SIMBOL DAN SINGKATAN 3.1 AC Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3.2 ACN Singkatan dari Aircraft Classification

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS Oleh:Dedi Sutrisna, Drs., M.Si. Abstrak Bandar Udara Nusawiru merupakan bandara kelas perintis yang terletak di pantai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Letak Geografis Bandar Udara Kuala Namu Lokasi bandar udara merupakan bekas areal perkebunan PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu PENDAHULUAN BAB I I.1 Latar Belakang Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut : BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS 4.1 Hasil Perencanaan Program COMFAA 3.0 Data sekunder yang merupakan hasil perhitungan tebal perkerasana kaku dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Beban Ijin Total Pesawat (Pta) Dari Nilai PCN (Pavement Classification Number) Di Bandara Kuala Namu Medan Load Permit Total Aircraft (Pta) From PCN Value

Lebih terperinci

PA U PESAW PESA AT A T TER

PA U PESAW PESA AT A T TER PERENCANAAN PANJANG LANDAS PACU PESAWAT TERBANG Didalam merencanakan panjang landas pacu, dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL) Menurut ICAO (International Civil Aviation

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.

PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S. PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.Pd, MT 3 ABSTRAK Kondisi topografi antar wilayah Riau dan luar wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO

TINJAUAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO JURNAL Rekayasa dan Manajemen Transportasi Journal of Transportation Management and Engineering TINJAUAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO Amir S. Adu*, Peter Lee Barnabas**

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konfigurasi Bandar Udara 2.1.1 Definisi Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/161/IX/2003, Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 171 KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU (Studi Kasus Bandar Udara Tjilik Riwut Palangka Raya) Oleh: Oktosuyono 1), Robby 2), dan Mohamad Amin 3) Bandar Udara

Lebih terperinci

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan

Lebih terperinci

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380) Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380) Rindu Twidi Bethary Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan

Lebih terperinci

Menghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada

Menghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada (iv) (v) Menentukan daya dukung perkerasan. Untuk menentukan daya dukung perkerasan, digunakan kurva korelasi antara CBR subgrade, tebal perkerasan (tebal ekuivalen), annual departure (annual departure

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN 1. Tujuan Perencanaan Sistem Bandara (Airport System), adalah : a. Untuk memenuhi kebutuhan penerbangan masa kini dan mendatang dalam mengembangkan pola pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Peningkatan Fasilitas Landas Pacu Bandar Udara Fatmawati Soekarno Bengkulu Untuk Meningkatkan Pelayanan Penerbangan The Improvement Of Runway Facility In

Lebih terperinci

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI Huzeirien dan M. Eri Dahlan Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi Email : gharisa@yahoo.co.id Abstrak Fungsi Bandar Udara seperti sebuah terminal dimana dalam hal ini

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN SISI UDARA BANDAR UDARA MALI KABUPATEN ALOR UNTUK JENIS PESAWAT BOEING

STUDI PENGEMBANGAN SISI UDARA BANDAR UDARA MALI KABUPATEN ALOR UNTUK JENIS PESAWAT BOEING STUDI PENGEMBANGAN SISI UDARA BANDAR UDARA MALI KABUPATEN ALOR UNTUK JENIS PESAWAT BOEING 737-200 Andrew U. R. Samapaty 1 (andrewsamapaty@ymail.com) Tri M. W Sir 2 (trimwsir@yahoo.com) Ruslan Ramang 3

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN. Berdasarkan data umum dilapangan pada Bandara Internasional

BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN. Berdasarkan data umum dilapangan pada Bandara Internasional BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN 4. Deskripsi Umum Berdasarkan data umum dilapangan pada Bandara Internasional Minangkabau terdapat peningkatan jumlah volume frekuensi pesawat yang mendarat pada landasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON UNTUK PESAWAT TIPE B 737-900 ER PADA BANDARA SULTAN BABULLAH TERNATE 1 Herckia Pratama Daniel 2 Jennie Kusumaningrum, ST., MT. Email : 1 herckia_pratama.d@studentsite.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II Bandar Udara Radin Inten II adalah bandara berkelas umum yang penerbangannya hanya domestik. Bandara ini terletak di kecamatan Natar,

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda Redy Triwibowo, Ervina Ahyudanari dan Endah Wahyuni Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG Horonjeff (1993:146) dalam buku perencanaan dan perancangan bandar udara perencanaan suatu bandar udara adalah

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA Brian Charles S 1, Sri Djuniati 2, Ari Sandhyavitri 2 1) Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR Dosen : Runi Asmaranto (runi_asmaranto@ub.ac.id) Secara umum perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat, yaitu : (a) Secara

Lebih terperinci

Pada gambar IV-1, melihatkan hubungan klasifikasi tanah dengan daya dukung tanah (nilai CBR) pada umumnya.

Pada gambar IV-1, melihatkan hubungan klasifikasi tanah dengan daya dukung tanah (nilai CBR) pada umumnya. Ringkasan: PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN METODE THE ASPHALT INSTITUTE (1970) (dianjurkan para mahasiswa membaca buku aslinya) Oleh: Bachnas. Bagian 2: MATERIALS. Setiap material yang digunakan untuk

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II Hastha Yuda Pratama Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 3 Indralaya,

Lebih terperinci

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

6.4. Runway End Safety Area (RESA) b. Dalam jarak 60 m dari garis tengah precision approach runway kategori I, dengan nomor kode 3 atau 4; atau c. Dalam jarak 45 m dari garis tengah dari sebuah precision approach runway kategori I, dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR (Runway Longer Design of Ahmad Yani Airport Semarang) Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata -1) Jurusan Teknik Sipil Ekstensi

Lebih terperinci

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana: BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. ANALISA PANJANG LANDASAN Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari advisory circular AC: 150/ 5325-4A dated 1/ 29/ 90, persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT Pembimbing I Prof. Ir. Sakti Adji Adjisasmita, Msi, M.Eng.Sc,Ph.D Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance Pelabuhan Udara Gibraltar Airport Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Desain Fasilitas Sisi Udara Sistem Bandar Udara ARFL dan ARC Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Bandara Udara Sistem bandar udara terdiri dari dua bagian yaitu sistem sisi udara (air side) dan sistem sisi darat (land side). Sistem air side suatu bandar udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Pengaruh Divert Landing Pesawat A-380 Terhadap Beban Ijin Total Pesawat (Pta) Dari Nilai PCN (Pavement Classification Number) Di Bandar Udara Soekarno Hatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya pembangunan disegala bidang khususnya bidang ekonomi pada dewasa ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat penting didalam menunjang aktifitas

Lebih terperinci

Disurvei 3 m Disurvei Elevasi/altituda/ketinggian (Elevation/altitude/height)

Disurvei 3 m Disurvei Elevasi/altituda/ketinggian (Elevation/altitude/height) Elevation/altitude/height Elevasi/altituda/ketinggian Elevasi Bandar Udara WGS-84 geoid undulation pada posisi elevasi Bandar Udara thresholdrunway, non-precision approach WGS-84 geoid undulation at runway

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN 5.1. Kondisi Eksisting Bandar udara Domine Eduard Osok adalah bandar udara terbesar di daerah Semenanjung Kepala Burung Pulau Papua. Bandara ini dibangun pada tahun 2002

Lebih terperinci

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Tanah Dasar Tanah dasar atau suhgrade adalah permukaan tanah semula, tanah galian atau tanah timbiman yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang tersebar dari ujung Barat Sabang sampai ujung Timur Merauke. Kepulauan Papua yang letaknya di bagian ujung

Lebih terperinci

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1) Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Metoda ACN dan PCN yang diusulkan oleh ICAO (1983) merupakan metoda evaluasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT KONSTRUKSI JALAN ANGKUT Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 57 BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 5.1. TINJAUAN UMUM Pada bab sebelumnya telah dibahas evaluasi dan analisis kondisi eksisting Bandara Babullah sesuai dengan tipe pesawat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit Gambar 8.6-24: Marka taxiway pavement-strength limit Marka tepi taxiway utama atau apron terkait, atau marka runway side stripe, harus terpotong di sepanjang lebar jalan masuk taxiway berkekuatan rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar udara (Airport) merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara (Airport) berfungsi

Lebih terperinci

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

V. CALIFORNIA BEARING RATIO V. CALIFORNIA BEARING RATIO O.J. PORTER CALIFORNIA STATE HIGHWAY DEPARTMENT. METODA PENETRASI US ARMY CORPS OF ENGINEERS Untuk : tebal lapisan perkerasan lapisan lentur jalan raya & lapangan terbang CBR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH ANTON MANONTONG NABABAN 1100052106 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN PESAWAT BOEING B ER TERHADAP TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA

PENGARUH BEBAN PESAWAT BOEING B ER TERHADAP TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA PENGARUH BEBAN PESAWAT BOEING B 737-900 ER TERHADAP TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA (Studi Kasus Bandar Udara Tampa Padang Mamuju Sulawesi Barat) Oleh: Badru kamal 1, Arif Mudianto 2, Puji Wiranto

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN SISI UDARA BANDAR UDARA TRUNOJOYO SUMENEP

STUDI PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN SISI UDARA BANDAR UDARA TRUNOJOYO SUMENEP TUGAS AKHIR - RC 141501 STUDI PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN SISI UDARA BANDAR UDARA TRUNOJOYO SUMENEP BARRY NUFA NRP. 3115105048 Dosen Pembimbing ISTIAR, ST. MT NIP. 197711052012121001 DEPARTEME

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM. Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian

LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM. Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian L1 LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM 1. Instalasi Program Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian diinstal dengan menggunakan Autorun atau setup.exe. Pada saat instalasi, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

Variabel-variabel Pesawat

Variabel-variabel Pesawat Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Impact of Aircraft Characteristics on Airport Design Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Variabel-variabel Pesawat Berat (weight) diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON BANDAR UDARA DR. F.L. TOBING MENGGUNAKAN METODE UNITED STATES OF AMERICAN PRACTICE

ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON BANDAR UDARA DR. F.L. TOBING MENGGUNAKAN METODE UNITED STATES OF AMERICAN PRACTICE ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON BANDAR UDARA DR. F.L. TOBING MENGGUNAKAN METODE UNITED STATES OF AMERICAN PRACTICE Dwinanta Utama Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi Kasus Obyek studi kasus untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah Perencanaan Jalan Tol Kertosono Mojokerto, Surabaya yang berada pada provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Rifdia Arisandi 3108100072 Dosen Pembimbing Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus Enita Suardi 1) Lusyana 1) Yelvi 2) 1) Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang, Padang Kampus Limau Manis Padang,

Lebih terperinci

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION (FAA) DAN LOAD CLASSIFICATION NUMBER (LCN) Diajukan Sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian Tanah Asli Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek Perumahan Elysium, maka pada bab ini akan diuraikan hasil penelitiannya.

Lebih terperinci