BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Transkripsi

1 7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil, yaitu Fe 2+ dan Fe 3+, dalam kondisi fisiologis membuatnya ideal untuk reaksi katalisis biokimia dan sejumlah besar enzim tergantung pada besi untuk fungsi biologis mereka. Dampak negatifnya adalah logam ini mampu mengkatalisis reaksi yang mengarah ke produksi radikal bebas, terutama ketika berada dalam jumlah yang berlebihan. Sangatlah penting untuk memasok zat besi yang cukup untuk memenuhi persyaratan metabolisme sel, tetapi juga penting untuk mencegah kelebihan zat besi karena hal ini dapat menempatkan sel di bawah tekanan stress oksidatif. 18 Pada orang dewasa, jumlah besi yang hilang dari tubuh relatif kecil. Laki-laki kehilangan kira-kira 0.6 mg/hari, sedangkan pada perempuan kehilangannya lebih besar dengan rata-rata dua kali angka tersebut karena penambahan kehilangan besi dalam darah selama mensturasi. 19 Kadar besi dalam tubuh seorang dewasa normal berkisar antara mg/kgbb, dimana laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. 20

2 8 Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh, berupa senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh, besi cadangan, yaitu senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang, besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya. Besi terdapat dalam dua bentuk yaitu heme dan non heme. Sekitar 70% zat besi dalam tubuh ditemukan dalam bentuk heme, khususnya hemoglobin dan mioglobin, walaupun dapat juga ditemukan pada enzim hidroperoksidase dan sitokrom. Zat besi nonheme paling banyak disimpan sebagai feritin (sekitar 1 g pada pria dewasa) atau hemosiderin dalam makrofag dan hepatosit. Hanya sebagian kecil (sekitar 0,1%) berada transit dalam plasma, terikat dengan protein pembawanya transferin. Jumlah yang sangat kecil terdapat dalam enzim peroksidase dan katalase. 21 Protein Fungsi Jumlah (mg) Persentasi (%) Hemoglobin Transport oksigen Mioglobin Simpanan otot Transferin Transport besi Feritin Cadangan besi Hemosiderin Cadangan besi Katalase, peroksidase Degradasi H 2 O Sitokrom Transport elektron - - Reduksi besi di - - intestinal Duodenal cytochrome b-like protein Lain-lain Enzim oksidase lainnya Tabel 2.1 Komponen Besi dalam Tubuh 21

3 Absorpsi Besi Besi lebih mudah diserap dalam bentuk Ferro (Fe 2+ ) tetapi kebanyakan besi yang dimakan berada dalam bentuk Ferri (Fe 3+ ). 19 Hanya sedikit sekali besi yang diserap dalam lambung, tetapi di dalam lambung besi dalam bentuk Ferri (Fe +3 ) akan diubah menjadi Ferro (Fe +2 ) oleh ferric reductase dengan bantuan kofaktor duodenal cytochrom b-like (DCYTB). 20 Perubahan ini sangat penting, karena duedonal metal transporter 1 (DMT1) memungkinkan hanya divalen logam (terutama besi, tetapi juga Cu, Pb, dan Mn) yang dapat melalui membran apikal enterosit duedonal. Namun, DMT1 bukan molekul satu-satunya yang memfasilitasi transportasi besi melalui membran enterosit. Heme carrier protein merupakan molekul penting yang mengangkut besi heme dari permukaan apikal ke enterosit. Besi heme akan terikat oleh reseptor heme di membran brush border dan didalam sel akan dilepaskan oleh heme oxygenase sebelum memasuki penampungan besi labil dan kemudian akan mengikuti jalur yang sama dengan besi non-heme. 22 Di dalam enterosit sebagian besi disimpan sebagai feritin, dan sebagian lagi menuju ke membrane basolateral ke sirkulasi melalui basolateral transporter dalam bentuk Fe 2+ yang disebut ferroportin. 20 Ferroportin juga dapat ditemukan pada permukaan membran makrofag. Jika total besi dalam tubuh tinggi, sintesis hati terhadap hepsidin akan meningkat. Pengikatan hepsidin ke segmen eksterior ferroportin akan

4 10 menyebabkan internalisasi, ubiquitinasi dan degradasi dari ferroportin. Akibatnya, besi yang ditransfer ke sirkulasi akan menurun. Ferroportin, seperti DMT1 bersifat permeabel hanya untuk besi dalam bentuk Ferro (Fe +2 ). Di sisi lain, besi harus berada dalam bentuk Ferri (Fe +3 ) agar dapat terikat dengan transferin. Oleh karena itu, oksidasi besi dari bentuk Ferro (Fe +2 ) menjadi Ferri (Fe +3 ) oleh ferrooxidase atau hephaestin sangat diperlukan. 20,22 Seruloplasmin adalah homolog hephaestin menetap di membran makrofag dekat dengan ferroportin, melakukan kerja yang sama dengan hephaestin. Singkatnya, besi ferro yang berasal dari enterosit dioksidasi oleh hephaestin, dan besi ferro yang berasal dari makrofag akan dioksidasi oleh seruloplasmin dengan cara yang sama. 22 Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi besi Transport Besi Transferin (Tf) adalah protein utama yang mengikat dan menyalurkan zat besi ke jaringan. Setiap molekul transferin dapat mengangkut 2 molekul besi (Fe 3+ ). 20 Transferin akan berikatan dengan

5 11 salah satu transferrin reseptor (TfR) pada membran sel, TfR1 atau TfR2. Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin. 20,22 Transferrin reseptor 1 ada dalam semua jaringan kecuali eritrosit yang matang. Transferrin reseptor 2 paling banyak berada di hati. Meskipun struktur protein dari TfR1 dan TfR2 hampir sama tetapi fungsi dan regulasinya berbeda. Ekspresi dari TfR1 diatur sangat ketat oleh kadar zat besi seluler melalui human hemochromathosis protein (HFE). Namun, kadar zat besi seluler tidak berpengaruh pada TfR2. TfR2 diatur oleh saturasi transferin dan berfungsi meregulasi ekspresi hepsidin. Setelah pengikatan diferric-tf ke TFR, kompleks diferric-tf/tfr bersama dengan DMT 1 pada membran sel yang dilapisi clathrin akan diinternalisasi secara endositosis. Dalam endosome, proses pengasaman melalui pompa proton ATPase (ph 5,5-6) akan mengakibatkan ikatan Fe 3+ dan Tf terlepas. Sebuah protein disebut STEAP3 (Six-Transmembrane Epithelial Antigen of Prostate 3) akan mengubah Fe +3 menjadi Fe +2 di dalam prekursor sel eritroid. Konversi ini diperlukan karena DMT1 hanya mengangkut divalent logam dari endosome ke sitoplasma seperti pada enterosit. 22,24 Besi di dalam sel eritroid hampir seluruhnya akan menuju mitokondria dimana akan bergabung dengan protoporphyrin membentuk heme, sedangkan pada sel lain besi akan disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. 25 Kompleks tansferin/tfr yang sudah tidak berikatan dengan besi (Apotransferrin) akan didaur ulang ke permukaan sel di mana ph akan dipulihkan kembali. Di permukaan sel ph menjadi 7.4,

6 12 perubahan ph ini mengakibatkan terlepasnya ikatan antara apotransferrin dari TfR. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi dan berfungsi kembali menjadi pengangkut besi, sedangkan TfR akan menjadi truncated transferrin receptor atau soluble transferrin receptor (stfr). 20,26 Seluruh siklus diselesaikan dalam hitungan menit dan terjadi sekitar dalam durasi hidup sebuah molekul transferin. 24 Gambar 2.2. Siklus transferin Besi di dalam Sel Eritroid Pengambilan Besi oleh Sel Eritroid Nasib besi yang terikat dengan plasma transferin telah dipelajari dengan menyuntikkan sejumlah radioaktif 59 Fe yang diikat dengan transferin. Sekitar 85% dari 59 Fe memasuki sel prekursor eritroid untuk digunakan dalam pembentukan hemoglobin. Dua sampai tiga juta sel darah merah diproduksi setiap detik dan memerlukan mg besi untuk membuat 30 pg hemoglobin

7 13 per sel. Jumlah zat besi yang dikirim ke masing-masing prekursor eritroid tergantung pada jumlah monoferric dan diferric transferrin yang ditemukan dalam sirkulasi serta kepadatan TfR1 pada permukaan sel. Biasanya, setiap prekursor eritroid memiliki lebih dari satu juta TfR1 pada membran karena kebutuhan yang tinggi untuk sintesis hemoglobin. Bentuk terlarut dari reseptor ini dapat terdeteksi dalam serum. Konsentrasi stfr1 pada serum biasanya ditemukan sebanding dengan jumlah yang ditemukan pada permukaan sel. Pada anemia defisiensi besi, kepadatan TfR1 pada permukaan sel meningkat sehingga meningkatkan konsentrasi soluble TfR1 (stfr1). 23,24 Dalam keadaan normal, afinitas TfR1 dengan diferric transferrin lebih besar daripada monoferric transferrin. Namun, afinitas ini akan berkurang apabila pasokan zat besi berkurang. Monoferric transferrin adalah bentuk dominan transferin yang beredar saat saturasi transferin menurun. Molekul monoferric transferrin menghantarkan zat besi yang lebih sedikit ke prekursor eritroid dibandingkan diferric transferrin. Hal ini memungkinkan sejumlah besar prekursor eritroid untuk menerima sebagian kecil dari besi. Penemuan ini konsisten dengan fakta bahwa MCV akan menurun sebelum hemoglobin menurun dalam tahapan defisiensi

8 14 besi. Transfer besi langsung dari makrofag ke eritroblas (rhopheocytosis) kini dianggap tidak begitu signifikan. 24 Pada keadaan normal, sekitar 80 sampai 90% dari besi yang masuk ke prekursor eritroid akan diambil oleh mitokondria dan dimasukkan ke dalam heme, sisanya akan disimpan dalam bentuk feritin. 23,25 Granul feritin dalam eritrosit dapat kadang-kadang dapat dideteksi dengan cara reaksi Prusisian blue. 21 Semua sel darah merah yang imatur sampai retikulosit memiliki kemampuan untuk mengambil besi, sedangkan eritrosit matur tidak. Pronormoblast dan basofilik normoblast memiliki kapasitas terbesar untuk menyerap zat besi. Secara in vitro, transfer besi dari transferin ke eritrosit imatur akan menurun apabila saturasi transferin menurun sampai di bawah 30% Penggunaan Besi dalam Pembentukan Heme Hampir 80-90% besi yang dibawa ke eritroblast akan dikonversi menjadi heme dalam waktu 1 jam. Setiap besi yang melebihi kebutuhan untuk sintesis heme akan disimpan dalam bentuk feritin. Oleh karena itu feritin akan meningkat ketika sintesis hemoglobin terganggu, seperti dalam thalassemia atau anemia sideroblastik. 23 Heme terdiri dari sebuah cincin protoporfirin dengan atom besi di pusatnya. Heme disintesis dari prekursor suksinil CoA dan glisin yang berkondensasi membentuk asam δ-aminolevulinic

9 15 (ALA). Enzim yang mengkatalisis reaksi ini, ALA-synthase (ALAS) tampaknya merupakan enzim penentu kecepatan jalur metabolik ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini. Reaksi ini dirangsang oleh adanya hormon eritropoetin dan dihambat oleh pembentukan heme. Jalur ini dimulai di mitokondria. Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porphobilinogen. 21 Empat molekul porphobilinogen akan terkondensasi di bawah pengaruh deaminase porphobilinogen (PBGD) dan uroporphyrinogen cosynthase untuk membentuk cincin tetrapyrrole yang disebut uroporphyrinogen III. Senyawa ini akan diubah menjadi coproporphyrinogen dan akan diubah menjadi protoporphyrin IX. Akhirnya zat besi dalam bentuk ferro dengan bantuan enzim ferrochelatase akan berikatan dengan protoporphyrin IX membentuk heme. Mitokondria memegang peranan utama dalam sintesis heme karena mengandung enzim synthase, coproporphyrinogen oksidase dan ferrochelatase. Urutan-urutan enzim dari ALA menjadi coproporphyrinogen terletak di sitoplasma. Sel darah merah yang matang tidak memiliki mitokondria, oleh karena itu tidak dapat mensintesis heme. 21,23

10 16 Gambar 2.3. Skema pembentukan hemoglobin Penghancuran Eritrosit Eritrosit yang sudah tua akan dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Kemampuan penghancuran ini sekitar 20% dalam beberapa jam. 28,29 Di dalam RES eritrosit akan difagositosis oleh makrofag, heme akan dipecah oleh heme oxygenase (HMOX1) untuk melepaskan besi. Besi kemudian bisa disimpan dalam bentuk feritin atau melalui Ferroportin 1 dilepas ke dalam plasma. Di dalam plasma, untuk dapat berikatan dengan transferin, besi harus berada dalam bentuk ferri, perubahan ini difasilitasi oleh enzim ferrooxidase seruloplasmin. Pelepasan besi dari makrofag dikendalikan oleh hepsidin dimana apabila hepsidin terdapat dalam kadar yang tinggi, seperti dalam peradangan atau kelebihan zat besi, terjadi pengurangan dari pelepasan besi. Perubahan dalam pelepasan besi dari makrofag diperkirakan sesuai dengan irama diurnal

11 17 dimana konsentrasi besi serum tertinggi terdapat pada pagi hari dan terendah di malam hari Retikulosit Sel darah merah manusia dimulai dari sel berinti dan akhirnya menjadi tidak berinti. Perkembangan ini berada didalam sum-sum tulang dan membutuhkan waktu 5 hari sampai akhirnya sel-sel prekursor menghasilkan sel yang lebih kecil. Beberapa bentuk dari sel darah merah yang berubah secara dramatis adalah berkurangnya perbandingan inti : sitoplasma (N:C), kromatin menjadi lebih padat dan warna sitoplasma juga berubah sesuai dengan proses hemoglobinisasi yang semakin dominan. 30 Prekursor-prekursor eritroid berasal dari CFU-GEMM. Prekursor selanjutnya yang secara spesifik bekerja dalam lini eritroid adalah Burst- Forming-Unit (BFU-E), diikuti oleh pembentukan Colony-Forming-Unit (CFU-E). Prekursor eritrosit awal yang dapat dikenali adalah rubriblast, yang ditandai dengan nukleus yang menempati hampir 80% dari sel, dan pinggir sitoplasma yang basofilik. Pada tahap ini hanya sedikit jumlah hemoglobin yang ditemukan. 21 Tahap pematangan selanjutnya adalah prorubrisit kemudian menjadi rubrisit. Prekursor bernukleus terakhir adalah metarubrisit dimana sitoplasmanya hampir penuh dengan hemoglobin. Setelah inti diekstrusi, sel ini dikenal sebagai retikulosit. Sel-sel ini agak lebih besar dari eritrosit dengan diameter 7-10 µm, mungkin volumenya 20% lebih besar dari eritrosit. 21,26 Retikulosit mengandung asam

12 18 ribonukleat (RNA). Retikulosit mungkin tetap dalam sumsum tulang selama 3 hari untuk kemudian dilepaskan ke sirkulasi Pemeriksaan Status Besi Retikulosit Hemoglobin (RET-HE) Penilaian besi yang terkait eritropoiesis dapat dilakukan dengan penilaian pada sum-sum tulang tetapi tindakan ini terlalu invasif. Sel-sel darah merah yang secara aktif menggunakan besi untuk sintesa hemoglobin berada di dalam sumsum tulang, tidak di dalam sirkulasi perifer. Retikulosit adalah sel-sel darah merah yang belum matang tetapi yang paling dekat yang dapat dengan mudah dinilai dan diidentifikasi di darah perifer. 30 Ketika produksi sel darah merah dalam keadaan normal, retikulosit akan berada dalam sirkulasi hanya 1 sampai 2 hari tapi mencerminkan status besi yang ada 3 sampai 4 hari sebelum penggabungan besi ke hemoglobin berada pada saat maksimum. 11,14,16 Dengan demikian, ketersediaan besi fungsional untuk dimasukkan ke dalam sel darah merah pada sumsum tulang selama proses pembentukan sel darah merah beberapa hari sebelumnya tercermin dari jumlah hemoglobin dalam retikulosit. 30,31 Hal ini lebih berguna daripada pewarnaan besi yang merupakan perkiraan deposit di sistem retikuloendotelial. 12 Dengan demikian, jumlah hemoglobin dalam retikulosit adalah refleksi yang cukup baik dari seberapa banyak zat besi yang tersedia. Daripada memeriksa kadar hemoglobin di keseluruhan eritrosit yang

13 19 mungkin berada di mana saja antara 1 sampai 120 hari, hemoglobin retikulosit akan memberikan gambaran berapa banyak besi tersedia untuk produksi sel darah merah dalam jangka waktu yang relevan secara klinis. Oleh karena itu, secara teoritis retikulosit hemoglobin merupakan penanda yang cukup baik. 31 Karena ukuran rata-rata sel digunakan untuk perhitungan retikulosit hemoglobin maka pengukuran ini memiliki keterbatasan diagnostik. Retikulosit hemoglobin sering rendah pada pasien thalasemia yang sedang diberi terapi besi dan hemoglobinopati yang dapat menyebabkan anemia mikrositer. Retikulosit hemoglobin dapat pula meningkat pada pasien defisiensi besi yang bersamaan dengan anemia megalobastik karena MCV tinggi yang terkait dengan megaloblastik Feritin Besi seluler yang tidak langsung digunakan akan disimpan dalam bentuk feritin. Feritin adalah protein yang memiliki berat 480 kda yang terdiri dari 24 monomer apoferitin. Feritin dapat mengikat hingga 4500 atom besi yang tersimpan dalam bentuk Fe 3+. Feritin ditemukan hampir di seluruh sel walaupun umumnya akan ditemukan di dalam sel hepatosit hati, makrofag pada sum-sum tulang dan limfa yang berfungsi untuk menyediakan besi untuk sintesa hemoglobin..32,33 Feritin dalam jumlah kecil juga akan terdapat di dalam darah. Pada orang sehat dan penderita defisiensi besi tahap awal, konsentrasi feritin di dalam serum akan seimbang dengan yang tersimpan. Pada orang dewasa

14 20 setiap 1 µg/l serum feritin mengindikasikan kurang lebih 8 mg dari besi yang tersimpan. Meskipun demikian, hubungan langsung antara besi yang dikonsumsi dengan feritin tidak begitu baik. Hal ini disebabkan oleh karena feritin juga merupakan protein reaktan fase akut yang kadarnya akan meningkat apabila terjadi proses infeksi, inflamasi, keganasan dan penyakit hati. Cut-off feritin untuk defisiensi besi menurut WHO adalah <15 µg/l, tetapi apabila didapati infeksi cut off defisiensi besi adalah < 30 µg/l. 1,20, Serum Iron Serum iron adalah banyaknya besi yang diangkut oleh apotransferin. 13 Secara fisiologis, konsentrasi besi serum memiliki irama diurnal, dimana besi serum akan berkurang di sore dan malam hari, mencapai titik nadir dekat pukul 9 malam dan meningkat menjadi maksimum antara pukul 7 dan 10 pagi. Meskipun berbagai penelitian menunjukkan bahwa variasi diurnal terjadi, sangat diragukan apakah hal ini cukup penting secara klinis untuk mewajibkan semua nilai besi serum diambil pada pagi hari. Konsentrasi besi serum berkurang dengan adanya proses inflamasi baik akut maupun kronis, infeksi, dan keganasan. 26,28, Total Iron Binding Capacity (TIBC) Besi akan ditransportasikan di dalam plasma dan cairan ekstraseluler oleh transferin. Metaloprotein ini memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap besi. Hampir seluruh besi dalam plasma akan diikat oleh transferin. Oleh karena itu, sangat tepat untuk mengukur konsentrasi

15 21 plasma transferin secara indirek dengan mengukur jumlah total iron binding capacity (TIBC) yang merupakan jumlah total ikatan besi dengan tranferin. 24 Hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi. 20 TIBC akan meningkat apabila terjadi pengurangan simpanan besi. TIBC akan berkurang apabila terjadi infeksi, inflamasi ataupun keganasan Saturasi Transferin (TfSat) Konsentrasi besi dalam serum dan saturasi transferin akan turun seiring dengan pasokan besi yang menurun. Level saturasi dibawah 16% mengindikasikan ketidakcukupan besi untuk mempertahankan sintesa hemoglobin dalam kadar yang normal. 29 Persen saturasi transferin dengan besi ditentukan dengan membagi serum besi dengan TIBC dikali %!"#$%"&'!"#$% = 2.4. Perubahan-Perubahan pada Wanita Hamil Kebutuhan Besi selama Kehamilan!"#$%!"#$!"!#$!"#$!"#$"#%!!"!#$%& 100% Ketersediaan besi sangat penting bagi proses pematangan janin. Hampir 1000 mg besi diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan pematangan janin selama kehamilan. Untuk mengatasi kebutuhan besi, penyerapan besi di duodenum meningkat lebih dari dua kali lipat selama kehamilan.

16 22 Kebutuhan janin terhadap besi sangat tinggi, oleh karena itu plasenta akan mengambil besi dari plasma ibu sejauh yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan janin. Mobilisasi cadangan besi ibu membantu memenuhi kebutuhan itu apabila absorpsi besi pada saluran pencernaan tidak cukup. Rata-rata terjadi mobilisasi sekitar 8% dari cadangan besi terjadi selama usia kehamilan 280 hari. Hasilnya adalah menipisnya cadangan zat besi ibu sampai dapat menimbulkan defisiensi besi. Transferin dalam sirkulasi akan mengikat dan mentransportasikan besi ke semua sel dalam tubuh. Umumnya, sumsum tulang adalah tujuan utama sebab hampir 90% besi digunakan untuk produksi heme. Pada kehamilan, plasenta merupakan tujuan kedua. Besi yang dikirim ke plasenta meningkat seiring usia kehamilan. 21, Perubahan Hematologi selama Kehamilan Terdapat dua perubahan hematologi yang paling menonjol selama kehamilan yaitu, peningkatan volume plasma dan jumlah sel darah merah. Volume plasma meningkat sekitar 30% sedangkan jumlah sel darah merah meningkat hanya sekitar 20%, hasilnya adalah penurunan hematokrit, karena variabel ini didefinisikan sebagai volume sel darah merah dalam volume plasma tertentu. 21,35 Penurunan hematokrit ini disebut anemia fisiologis atau dilutional anemia. Kenaikan volume plasma dimulai sekitar minggu ke-6 kehamilan. 36 Kenaikan ini awalnya cepat kemudian melambat setelah

17 23 sekitar minggu ke-30. Volume plasma sekitar 1200 ml (hampir 50%) lebih besar daripada di saat tidak hamil. Jumlah sel darah merah juga meningkat pada waktu ini, dengan kenaikan sekitar 250 sampai 400 ml (20% sampai 30%) dibandingkan saat tidak hamil. Hematokrit biasanya menurun sampai trimester kedua, tapi naik perlahan-lahan setelahnya. Akibatnya, nilai hemoglobin akan berfluktuasi selama kehamilan, sehingga dapat menimbulkan kebingungan. Cara yang paling baik adalah untuk menetapkan kadar hemoglobin 11 g/dl sebagai batas bawah dari nilai hemoglobin normal selama kehamilan. Kenaikan nilai eritropoietin tampaknya menjadi faktor kunci terjadinya peningkatan jumlah sel merah selama kehamilan. Eritropoietin dapat meningkat sekitar 50% saat trimester kedua sampai akhir semester tiga. Kenaikan eritropoietin lebih tinggi pada wanita yang kekurangan besi. 21, Penilaian Defisiensi Besi selama Kehamilan Sama seperti perubahan pada jumlah sel darah merah dan volume plasma yang diakibatkan oleh kehamilan, perubahan juga terjadi pada parameter penilaian cadangan besi. Kehamilan meningkatkan nilai serum feritin, sehingga menurunkan nilai diagnostiknya dalam menilai cadangan besi. Penggunaan besi dalam pembentukan heme sebagai akibat dari ekspansi jumlah sel darah merah ibu akan mengakibatkan penurunan serum besi dan peningkatan transferin. Keadaan fisiologis selama

18 24 kehamilan ini mengurangi penggunaan dua kunci parameter laboratorium dalam menganalisa defisiensi besi. Peningkatan jumlah prekursor eritroid akan meningkatkan jumlah transferin reseptor dalam tubuh serta jumlah soluble transferin reseptor dalam sirkulasi. Kehamilan hanya sedikit mengganggu kadar soluble trasnferin reseptor, membuat indeks ini menjadi penanda penting dalam deteksi defisiensi besi pada ibu hamil. 37 Defisiensi besi menghambat sintesis hemoglobin oleh prekursor eritroid sehingga menurunkan mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) dan mean corpuscular volume (MCV). Namun penilaian MCHC dalam mendeteksi defisiensi besi bukan merupakan indeks yang baik. Kesulitannya terletak dalam waktu paruh sel darah merah. Seiring dengan perkembangan defisiensi besi, sel-sel merah dengan nilai MCHC rendah bercampur dengan sel-sel yang sudah lebih tua dalam sirkulasi dengan nilai MCHC normal. Penilaian retikulosit hemoglobin menghilangkan masalah ini. Retikulosit berada di sirkulasi selama 2-3 hari sebelum menjadi eritrosit matang. Karena retikulosit baru saja muncul dari sumsum tulang, retikulosit adalah jendela untuk status eritropoiesis saat ini. Kekurangan zat besi untuk proses eritropoesis menghasilkan retikulosit dengan kadar hemoglobin rendah. Retikulosit hemoglobin menyediakan ketersediaan besi untuk prekursor sel darah merah, secara realtime dan dinamis. 21,35

19 Defisiensi Besi Defisiensi besi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh akibat asupan yang tidak adekuat, kebutuhan meningkat, atau perdarahan menahun Penyebab Defisiensi Besi Defisiensi besi umumnya terjadi oleh karena tiga faktor yang mempengaruhi keseimbangan zat besi, yaitu : 1. Kehilangan darah Kehilangan darah umumnya merupakan penyebab paling utama dari anemia defisiensi besi di nengara-negara berkembang. Perdarahan gastrointestinal merupakan penyebab tersering pada pria dan wanita postmenapause. Perdarahan menstrual yang berat merupakan penyebab yang sering pda wanita-wanita usia reproduksi. 2. Diet Kekurangan zat besi terjadi ketika asupan tidak seimbang dengan penggunaan dan kehilangan zat besi. Di seluruh dunia, penyebab paling umum adalah rendahnya kadar zat besi makanan, terutama dalam bentuk yang mudah diserap seperti daging. Kejadian kekurangan zat besi relatif tinggi pada wanita remaja, seiring dengan meningkatnya kebutuhan zat besi karena pertumbuhan dan menstruasi.

20 26 3. Malabsorpsi Malabsorpsi adalah penyebab defisiensi besi yang kurang umum. Beberapa pasien dengan short bowel syndrome, dan dengan riwayat gastrektomi tidak dapat menyerap zat besi secara normal. 30, Tahapan Defisiensi Besi Perjalanan defisiensi besi melalui 3 tahapan, tahap : 1. Tahap iron depletion Ketika tubuh berada dalam kekurangan besi, peristiwa pertama yang terjadi adalah pengurangan dari penyimpanan besi tubuh, yang digunakan untuk produksi hemoglobin. Penyerapan zat besi meningkat ketika simpanan dikurangi, sebelum anemia berkembang dan bahkan ketika tingkat zat besi dalam serum masih normal, meskipun serum feritin sudah turun. 2. Tahap iron deficient erythropoiesis Apabila kekurangan zat besi terus berlanjut saturasi transferin akan menurun hingga dibawah 15% karena peningkatan konsentrasi transferin dan penurunan besi serum. Hal ini akan berkembang menjadi tahap kekurangan besi untuk eritropoiesis. Terjadi pula peningkatkan konsentrasi reseptor transferin dan red cell protoporfirin. Pada tahap ini, hemoglobin, MCV dan MCH mungkin masih dalam batas normal meskipun dapat meningkat secara signifikan ketika diberikan terapi besi.

21 27 3. Tahap iron deficiency anemia Tahap selanjutnya adalah tahapan anemia defisiensi besi. Sel-sel darah merah menjadi jelas mikrositik hipokromik dan poikilositosis lebih nyata dijumpai. MCV dan MCH berkurang dan dapat pula dijumpai sel target. Saturasi transferin biasanya kurang dari 10% diakibatkan jumlah besi serum yang semakin menurun dan kenaikan TIBC. Jumlah eritroblast yang mengandung besi (sideroblas) berkurang pada tahap awal sampai akhirnya sama sekali tidak dijumpai pada tahap ini. 21,26,38, Diagnosa Diagnosa defisiensi besi adalah sebagai berikut : Jenis kelamin/umur (tahun) Hemoglobin <g/dl Laki-laki dewasa < 13 Perempuan dewasa tidak hamil < 12 Perempuan hamil < 11 Anak umur 6-12 tahun < 12 Anak umur 6 bulan - 6 tahun < 11 Feritin < 15 µg/l stfr > 8.5 mg/l Saturasi Transferin < 16% Mean cell volume (MCV) < 82/85 fl* RDW > 14% Eritrosit protoporfirin > 70 µg/dl * <15tahun/ >15 tahun Tabel 2.2 Kriteria Diagnosa Defisiensi Besi. 1,40

22 Kerangka Konseptual Cadangan Besi : Feritin dan Hemosiderin Inhibitor Intake Besi dalam plasma : Serum Iron, TIBC, Saturasi Transferin RES Enhancer Usia Kehamilan Eritropoesis : stfr, MCV,MCH,Hb,Ht, RDW, Eritrosit Protoporphrin, RET-HE

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Serum Transferrin receptor (stfr) Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang terdiri dari dua monomer yang identik, berat molekul sekitar 90 kda, dimana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil analisis jumlah eritrosit darah. Berdasarkan analisis stastik jumlah eritrosit hasil perlakuan adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia

TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia 4 TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Kehamilan merupakan hal yang diharapkan oleh setiap calon ibu. Namun pada kenyataannya ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang paling rawan terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANEMIA DEFISIENSI BESI 2.1.1. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Donasi darah merupakan proses pengambilan darah secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan disimpan di bank darah. Total darah yang dapat didonasikan tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. 50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong, yang akhirnya mengakibatkan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Pertumbuhan Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah sel), hipertrofi sel (bertambahnya ukuran sel) dan apoptosis (kematian sel).

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae. Kambing PE merupakan kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiranbutiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kirakira 15gr setiap 100 ml

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami PENDAHULUAN Latar belakang Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan berpengaruh pada ketahanan

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Haemoglobin 1. Definisi Haemoglobin Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan konjungsi protein, sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin

Lebih terperinci

DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI LABORATORIC DIAGNOSIS OF IRON DEFICIENCY ANEMIA

DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI LABORATORIC DIAGNOSIS OF IRON DEFICIENCY ANEMIA DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI 1 Dina Sophia Margina, 2 Sianny Herawati, 2 I W P Sutirta Yasa 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Patologi Klinik

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dan defisiensi besi memberi dampak buruk terhadap kesehatan anak. Obesitas adalah kelebihan gizi, sedangkan defisiensi besi merupakan kekurangan gizi mikro.

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis. Pembimbing: Oleh

REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis. Pembimbing: Oleh REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis Pembimbing: Oleh HALAMAN PENGESAHAN TUGAS REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis Oleh Disusun untuk memenuhi tugas Diterima dan disahkan, Purwokerto,

Lebih terperinci

Secara sederhana, oksidasi berarti reaksi dari material dengan oksigen. Secara kimiawi: OKSIDASI BIOLOGI

Secara sederhana, oksidasi berarti reaksi dari material dengan oksigen. Secara kimiawi: OKSIDASI BIOLOGI Proses oksidasi Peranan enzim, koenzim dan logam dalam oksidasi biologi Transfer elektron dalam sel Hubungan rantai pernapasan dengan senyawa fosfat berenergi tinggi Oksidasi hidrogen (H) dalam mitokondria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK Retikulosit merupakan eritrosit muda, sehingga jika terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tubuh, zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier, 2009). Besi dalam

Lebih terperinci

Secara sederhana, oksidasi berarti reaksi dari material dengan oksigen OKSIDASI BIOLOGI

Secara sederhana, oksidasi berarti reaksi dari material dengan oksigen OKSIDASI BIOLOGI Proses oksidasi Peranan enzim, koenzim dan logam dalam oksidasi biologi Transfer elektron dalam sel Hubungan rantai pernapasan dengan senyawa fosfat berenergi tinggi Oksidasi hidrogen (H) dalam mitokondria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

Siti Asiyah, Dwi Estuning Rahayu, Wiranti Dwi Novita Isnaeni

Siti Asiyah, Dwi Estuning Rahayu, Wiranti Dwi Novita Isnaeni PERBANDINGAN EFEK SUPLEMENTASI TABLET TAMBAH DARAH DENGAN DAN TANPA VITAMIN C TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DENGAN USIAKEHAMILAN 16-32 MINGGU DI DESA KENITEN KECAMATAN MOJO KABUPATEN KEDIRI

Lebih terperinci

T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya mulai dari dasar faring yang mengadakan profilasi dan invaginasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eritrosit dan Hemoglobin Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemoglobin 2.1.1. Definisi Hemoglobin Sel darah merah berfungsi untuk mengangkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru. Sel darah merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci