BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,
|
|
- Yohanes Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi anemia terbesar pada anak dan ibu hamil. Penyebab anemia bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi, sehingga prevalensi defisiensi besi sering digunakan untuk mewakili prevalensi anemia defisiensi besi (ADB). Pada tahun 2002, ADB merupakan faktor terpenting yang memberi kontribusi global burden of disease (Janus dan Moerschel 2010; WHO, 2008). Estimasi prevalensi anemia pada anak pra sekolah (0-4,99 tahun) di Asia berdasarkan data WHO dari tahun sebesar 47,7 %, di Asia Tenggara 65,5%, sedangkan di Indonesia 44,5% (WH0, 2008). Prevalensi ADB pada anak pra sekolah di Amerika Serikat sekitar 9-11%, defisiensi besi pada anak usia pra sekolah berkisar antara 18% dan 35% (Beard et al., 2007). Prevalensi anemia pada balita berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 sebesar 40,5%; SKRT tahun 2001 sebesar 48%, sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 sebesar 27,7%. Dokter Anak I ndonesia cabang Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2003 di dua sekolah dasar di Kotamadya menunjukkan 40% anak menderita anemia mikrositik hipokromik (Muhammad dan Sianipar, 2005). Ringoringo (2009) mendapatkan prevalensi ADB pada bayi berusia 0-12 bulan di Banjar baru Kalimantan Selatan sebesar 47,4%. Syaiful (2012) memperoleh prevalensi
2 2 defisiensi besi pada balita di Yogyakarta sebesar 42,78% sedangkan Apriyanti (2012) menggunakan baku emas soluble transferrin receptor memperoleh prevalensi defisiensi besi pada anak usia 6 bulan sampai 59 bulan di Puskesmas wilayah Yogyakarta dan Bantul sebesar 32,2%. Mayoritas anak dengan anemia asimptomatik, dan kondisi ini terdeteksi hanya pada pemeriksaan skrining laboratorium. Sebagian anak menunjukkan iritabilitas atau pica (pada defisiensi besi), kekuningan (hemolisis), nafas pendek, atau palpitasi. Pucat memiliki sensitivitas yang rendah untuk memprediksi anemia ringan namun berkorelasi baik dengan anemia berat ( Janus dan Moerschel, 2010). Tes skrining bertujuan untuk mendeteksi secara dini suatu kondisi sebelum muncul gejala klinis pada populasi yang memiliki risiko tertentu terhadap munculnya kondisi yang akan di skrining (Straus et al., 2005). Tes skrining merupakan bagian dari secondary prevention. Secondary prevention mengidentifikasi dan melakukan terapi pada populasi yang asimptomatik secara klinis dan memiliki faktor risiko tertentu terhadap suatu penyakit (Seballos, 2011). Uji diagnostik untuk skrining harus mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi meskipun spesifisitasnya rendah (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Fungsi besi pada fase kritis anak dalam proses mielinisasi. Perkembangan syaraf yang cepat di usia 0-4 tahun merupakan periode pembentukan sirkuit syaraf dan mielinisasi di otak baik pada sistem sensorik, pembelajaran dan sikap berinteraksi. Dopaminergic neurotransmiter system yang berhubungan dengan perkembangan perilaku sangat sensitif terhadap perubahan status besi tubuh. Besi
3 3 juga merupakan kofaktor enzim yang mensintesis neurotransmiter. Defisiensi besi berhubungan dengan perubahan pada metabolisme neuron di hipokampus dan proyeksi frontal dimana terjadi prosesing memori. Beberapa penelitian menyatakan bahwa masa kritis untuk terjadi kerusakan di atas terutama pada umur 9-18 bulan. Kerusakan ini mungkin tidak selalu reversibel meskipun cadangan besi diperbaiki pada tahap awal defisiensi besi. Defisiensi besi juga menyebabkan abnormalitas kulit dan mukosa, berat badan rendah berdasarkan umur, penurunan respon imun, membahayakan perkembangan kognitif dan bahasa, fisik,motorik, psikologikal anak (Brugnara, 2000; Hadler et al., 2002; Brugnara et al., 2003; Batra dan Sood, 2005). Parameter laboratorium untuk mendiagnosis ADB terdiri dari parameter hematologi yaitu hemoglobin (Hb), hematokrit (Hmt), indeks eritrosit berupa Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), Red Cell Distribution Width (RDW) dan parameter biokimiawi yaitu ferritin, besi serum, Total Iron Binding Capacity (TIBC), persen saturasi, dan serum soluble transferrin receptor (stfr) serta zinc protoporphyrin (Thomas dan Thomas 2002; Hadler et al., 2002; Brugnara, 2002). Keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di negara berkembang menyebabkan parameter biokimiawi tidak tersedia di semua tingkat pelayanan kesehatan (WHO, 2001). Ferritin merupakan protein fase akut, kadar ferritin meningkat dua sampai empat kali pada kondisi infeksi dan inflamasi sehingga menurunkan nilai diagnostiknya (Hadler et al., 2002). Kadar besi serum sangat dipengaruhi oleh
4 4 variasi diurnal, asupan makanan, suplementasi besi. Kadar TIBC menggambarkan status besi hanya bila cadangan besi telah habis dan kadar besi plasma <40 60μg/dl, sehingga tidak dapat mendiagnosis defisiensi besi sebelum terjadinya eritropoiesis inefektif. Kadar soluble transferrin reseptor meningkat pada defisiensi besi dan pada berbagai kondisi yang menyebabkan peningkatan laju eritropoiesis (WHO, 2007). Indikator status besi sulit di interpretasikan pada bayi dan anak karena perubahan fisiologis dan metabolisme selama pertumbuhan dan perkembangan (Agget et al., 2002). Pemeriksaan parameter biokimiawi membutuhkan sarana dan biaya yang lebih mahal. Sebagai contoh pemeriksaan status besi di RSUP Dr. Sardjito berdasarkan Tarif Pelayanan tahun 2012 meliputi kadar besi serum Rp ,00; TIBC dan persen saturasi untuk kelas tiga memerlukan biaya Rp ,00; kadar ferritin serum seharga Rp ,00 dan CRP Rp ,00. Parameter hematologi yang murah dan dapat tersedia di berbagai sarana kesehatan tidak spesifik untuk mendiagnosis defisiensi besi. Penurunan kadar Hb, MCV dan MCH tidak hanya disebabkan oleh ADB, tapi juga karena proses infeksi, inflamasi dan hemoglobinopathi serta thalassemia (WHO, 2007). Parameter hematologi menunjukkan perubahan pada ADB sehingga tidak dapat digunakan untuk mendeteksi defisiensi besi tahap awal (Wu et al., 2002). Baku emas status besi adalah pengecatan besi di sumsum tulang yaitu hemosiderin dengan Prussian Blue, namun metode ini invasif, prosedur pemeriksaan dan interpretasi sulit (subyektifitas tinggi) sehingga jarang digunakan (Brugnara, 2002 ; Perkins, 2006). Penerapan metode flowcytometry pada alat
5 5 hematologi otomatik memungkinkan pemeriksaan jumlah dan indeks retikulosit yang lebih akurat. Pemeriksaan jumlah dan indeks retikulosit tidak membutuhkan persiapan khusus, seperti puasa; tidak dipengaruhi variasi diurnal; dan menggunakan sampel darah yang sama untuk pemeriksaan darah rutin. Indeks retikulosit yang dapat diukur berupa Mean Cell Volume of reticulocyte (MCVr), Cellular Hemoglobin Concentration Mean in reticulocyte (CHCMr), Content Hemoglobin reticulocyte (CHr) yang setara dengan RET-He (Reticulocyte Hemoglobin Equivalent) dan Reticulocyte Cell Distribution Width (RDWr) (Brugnara, 1998; Goodnough et al., 2000; Anonim, 2004, Brugnara et al., 2003; Miwa et al., 2010). Retikulosit secara normal dilepaskan dari sumsum tulang 18 sampai 36 jam (±1-2 hari) sebelum maturasi akhir menjadi eritrosit, sehingga menggambarkan kondisi aktual dari eritropoiesis dan dapat mendeteksi defisiensi besi pada tahap awal dibandingkan indeks eritrosit (Goodnough et al., 2000; Brugnara et al., 2003; Miwa et al., 2010). Penelitian mengenai penampilan diagnostik CHr dan RET-He untuk defisiensi besi memperoleh hasil sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi (Brugnara et al., 1999; Mast et al., 2002; Ulrich et al., 2005; Miwa et al., 2010; Pramantik, 2012). Nilai MCVr bervariasi sesuai dengan umur dan jenis penyakit (Clarkson dan Moore, 1976; d Ofnorio et al., 1995; Brugnara, 2000; Lamchiagdhase et al., 2000; Buttarello et al., 2004; Bovy et al., 2005 ). Butarello et al. (2004) mendapatkan nilai MCVr pada orang dewasa sehat dengan rerata 110,8 fl; median 111,3 fl; 2,5 percentile 104,5 fl dan 97,5 percentile 119,6 fl. Piva et al.
6 6 (2010) memperoleh nilai MCVr pada dewasa sehat dengan interval fl. Nilai referensi MCVr pada bayi baru lahir tanpa anemia dari cord blood dengan rerata 124±6 fl; median 124 fl; 2,5% percentile 115 fl ; 97,5% percentile 136 fl (Ervasti, 2008). Brugnara (2000) memperoleh nilai CHCMr pada 110 anak sehat 25,4-31 g/dl dan nilai RDWr 10,3-18,3%. Da Costa et al. (2001) memperoleh nilai CHCMr pada dewasa sehat 24,5-29,5 g/dl. Nilai MCVr dan CHCMr pada ADB lebih rendah daripada kelompok kontrol sehat. Penelitian d Ofnorio et al. (1995) pada populasi dewasa dengan ADB memperoleh nilai MCVr 100,1±4,9 fl; sedangkan Ceylan et al. (2007) memperoleh nilai MCVr 92,9±7,5 fl. Penelitian mengenai manfaat MCVr, CHCMr dan RDWr dalam diagnosis defisiensi besi masih sedikit. Penelitian Ceylan et al. (2007) pada subyek dewasa nilai MCVr dengan cut off 89,7 fl memiliki sensitivitas 39%, spesifisitas 97,1%, nilai ramal positif 94,1% dan nilai ramal negatif 56,9% untuk diagnosis ADB. Buttarello et al. (2004) mendapatkan nilai MCVr dengan cut off 104,5 fl memiliki sensitivitas 96,6%; spesifisitas 97,5%; nilai ramal negatif 98,7% (CI 91,6-99,9) dan nilai ramal positif 93,3%(CI 71,8-99,0) untuk diagnosis ADB. Penelitian lebih lanjut mengenai manfaat MCVr dan CHCMr serta RDWr untuk skrining defisiensi besi perlu dilakukan sehingga dapat dilakukan pencegahan dampak buruk defisiensi besi terhadap tumbuh kembang balita.
7 7 B. Permasalahan Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Angka kejadian ADB yang masih tinggi di dunia termasuk Indonesia. 2. Skrining defisiensi besi perlu untuk mencegah efek defisiensi besi yang irreversibel terhadap tumbuh kembang anak. 3. Baku emas pemeriksaan status besi merupakan metode yang invasif dan tidak sesuai diterapkan untuk skrining defisiensi besi pada balita. 4. Parameter biokimiawi untuk skrining defisiensi besi terkendala keterbatasan sarana, harga, dan dipengaruhi faktor-faktor seperti variasi diurnal dan asupan makanan. 5. Parameter hematologi untuk skrining defisiensi besi hanya dapat mendeteksi defisiensi besi pada tahap lanjut yaitu ADB. 6. Penerapan metode flowcytometry pada alat hematology analyzer memungkinkan pengukuran ukuran dan kandungan retikulosit secara akurat. Retikulosit menggambarkan kondisi aktual eritropoiesis sehingga lebih dini dalam mendeteksi defisiensi besi. 7. Indeks retikulosit yaitu MCVr, CHCMr dan RDWr belum jelas peranannya dalam skrining defisiensi besi dan belum pernah diteliti di Indonesia, sehingga penampilan analitik dan diagnostik pada kondisi defisiensi besi balita belum diketahui.
8 8 C. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah penampilan diagnostik MCVr, CHCMr dan RDWr untuk skrining defisiensi besi pada anak sehat usia 6 bulan sampai 5 tahun di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penampilan diagnostik MCVr, CHCMr dan RDWr untuk skrining defisiensi besi secara dini pada anak sehat berusia 6 bulan sampai 5 tahun di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis - Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah mengenai peran MCVr, CHCMr dan RDWr untuk skrining defisiensi besi pada anak usia 6 bulan-5 tahun. 2. Manfaat Praktis - Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam skrining defisiensi besi pada anak usia 6 bulan-5 tahun serta memperbaiki tatalaksana klinis sehingga dapat mencegah dampak buruk defisiensi besi terhadap tumbuh kembang anak. F. Keaslian Penelitian Penelitian Buttarello et al. (2004) memperoleh nilai MCVr pada orang dewasa sehat bervariasi dengan rerata 110,8 fl; median 111,3 fl; interval 2,5 percentile 104,5 fl dan 97,5 percentile 119,6 fl. Pasien ADB dengan rerata nilai MCVr 95,9 fl dan interval ,8 fl. Baku emas untuk menentukan ADB
9 9 adalah respon terhadap terapi besi intravena (kadar Hb mengalami peningkatan minimal 0,75 g/dl pada hari ke 11). Setelah pemberian terapi besi intra vena rerata nilai MCVr pada hari 11 meningkat dengan rerata nilai MCVr 109,9 fl dengan interval 98,7-119,4 fl. Nilai MCVr dengan cut off 104,5 fl memiliki sensitivitas 96,6%; spesifisitas 97,5%; nilai ramal negatif 98,7% (CI 91,6-99,9) dan nilai ramal positif 93,3%(CI 71,8-99,0) serta AUC 0,997 menggunakan Bayer ADVIA 120 untuk diagnosis ADB. Penelitian Ceylan et al. (2007) pada subyek dewasa pada kelompok normal nilai MCVr 98,0±7,7 fl; pada kelompok ADB nilai MCVr menurun (98,0±7,7 fl); pada kelompok thalassemia minor (86,7±8,8fL) dan kelompok anemia defisiensi vitamin B 12 (117,4±17,7fL). Nilai CHCMr pada kelompok normal 29,1±2,1 g/dl, kelompok ADB 24,2±3,4 g/dl, kelompok thalassemia minor 24,4±2,4 g/dl, kelompok dengan anemia defisiensi vitamin B 12 27,8±3,4 g/dl. Penelitian pada populasi dewasa dengan ADB menggunakan baku emas saturasi transferin <15% dan feritin serum <13µg/dL untuk wanita dan ferritin serum <30µg/dL untuk laki-laki. Nilai MCVr dengan cut off 89,7 fl dengan AUC 0,696±0,06 memiliki sensitivitas 39%, spesifisitas 97,1%, nilai ramal positif 94,1% dan nilai ramal negatif 56,9% untuk diagnosis ADB. Nilai CHCMr dengan cut off 26,6 g/dl dengan sensitivitas 82,9%; spesifisitas 94,1%; nilai ramal positif 94,4%; nilai ramal negatif 82,1% dan AUC 0,872±0,04. Penelitian yang sudah dilakukan mengenai peran MCVr dan CHCMr dalam diagnosis ADB pada populasi dewasa, sedangkan penelitian yang akan
10 10 dilakukan peneliti untuk mengetahui peran MCVr, CHCMr dan RDWr dalam skrining defisiensi besi pada anak sehat usia 6 bulan-5 tahun.
B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya keras mewujudkan target Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan
Lebih terperinciABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya
ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
Lebih terperinciIndek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)
Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga
Lebih terperinciCurriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan
Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1.Perumusan masalah Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada perawatan pasien di rumah sakit. Banyak orang mendonorkan darahnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari
Lebih terperinciT E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I
Lebih terperinciRuswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes
ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu
Lebih terperinciPERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS
PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus untuk meningkatkan taraf hidup. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan diperlukan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fungsi pemeriksaan laboratorium adalah menganalisis secara kuantitatif atau kualitatif beberapa bahan, seperti darah, sumsum tulang, serum, tinja, air kemih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi pada ibu hamil adalah anemia. Anemia adalah berkurangnya massa sel darah merah yang berarti dan berhubungan dalam penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang digunakan secara luas pada praktek klinis sehari-hari. Rentang referensi hematologi yang sesuai sangatlah diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang dalam mendiagnosis suatu penyakit. Salah satu pelayanan laboratorium adalah pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga masuk dalam daftar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada
Lebih terperinciHUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA
HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi 2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya anemia. Defisiensi mikronutrien (besi, folat, vitamin B12 dan vitamin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat terjadi pada seluruh tahap kehidupan, mulai dari bayi, balita, remaja putri, wanita usia subur dan ibu hamil. Ibu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusianya (SDM) dan SDM sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan sejak dini.
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proposal Anemia merupakan masalah kesehatan yang sangat sering ditemukan di klinik di seluruh dunia, disamping masalah kesehatan utama masyarakat, terutama dinegara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Serum Transferrin receptor (stfr) Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang terdiri dari dua monomer yang identik, berat molekul sekitar 90 kda, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini
Lebih terperinciPEMERIKSAAN KADAR SERUM TRANSFERRIN RECEPTOR (stfr) UNTUK DIAGNOSTIK ANEMIA DEFISIENSI BESI
PEMERIKSAAN KADAR SERUM TRANSFERRIN RECEPTOR (stfr) UNTUK DIAGNOSTIK ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I S OLEH PITA OMAS LUMBAN GAOL DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
Lebih terperinciPERBEDAAN INDEX ERITROSIT PADA PASIEN ANEMIA GAGAL GINJAL KRONIK DAN THALASSEMIA MAYOR
PERBEDAAN INDEX ERITROSIT PADA PASIEN ANEMIA GAGAL GINJAL KRONIK DAN THALASSEMIA MAYOR Yoanita Pratiwi Budiwiyono 1, Banundari Rachmawati 2, Meita Hendrianingtyas 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran
Lebih terperinciMetabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin
Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
Lebih terperinciCLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI
CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi
Lebih terperinciABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS
ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS Renaldi, 2013 Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : dr. Indahwaty,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek sintesis rantai globin pada penderita
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus...
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK...
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). Sekitar 30%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu jenis anemia yang paling sering ditemukan pada anak di dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dan defisiensi besi memberi dampak buruk terhadap kesehatan anak. Obesitas adalah kelebihan gizi, sedangkan defisiensi besi merupakan kekurangan gizi mikro.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup bidang ilmu yang diteliti adalah bidang ilmu Patologi Klinik sub bidang hematologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan status gizi untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting bagi dokter yang bertugas di laboratorium, dokter
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebutuhan dan kesediaan masyarakat luas untuk deteksi dini kesehatan di era modern sekarang ini semakin berkembang seiring majunya pemahaman bahwa tidak ada yang tahu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit
Lebih terperinciDIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI LABORATORIC DIAGNOSIS OF IRON DEFICIENCY ANEMIA
DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI 1 Dina Sophia Margina, 2 Sianny Herawati, 2 I W P Sutirta Yasa 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Patologi Klinik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran pencernaan. Dua tipe
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia
Lebih terperinciGambaran Hematologi Anemia Defisiensi Besi pada Anak
Artikel Asli Gambaran Hematologi Anemia Defisiensi Besi pada Anak Widiaskara IM,* Pramitha PT,* Bikin S,*Ugrasena IDG** *Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Wangaya, Denpasar. **Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
Lebih terperinciUJI DIAGNOSTIK EKUIVALEN HEMOGLOBIN RETIKULOSIT DAN INDIKATOR RESPON TERAPI PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI
TESIS UJI DIAGNOSTIK EKUIVALEN HEMOGLOBIN RETIKULOSIT DAN INDIKATOR RESPON TERAPI PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI ARUNDINA SANYOTO NIM : 1114048101 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIO-MEDIK KEKHUSUSAN KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pekerja wanita usia subur (WUS) selama ini merupakan sumber daya manusia (SDM) yang utama di banyak industri, terutama industri pengolahan pangan yang pekerjaannya masih banyak
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinci