BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi besi merupakan permasalahan utama di negara sedang berkembang tetapi juga mempengaruhi negara-negara industri yang sudah maju. Kelompok populasi yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita anemia adalah ibu hamil dan anak usia pra sekolah (WHO, 2008; Pavord et al., 2012). Anemia dalam kehamilan adalah permasalahan kesehatan masyarakat yang paling umum dan luas, prevalensi global menurut data WHO tahun adalah 24,8%. Angka prevalensi anemia ibu hamil di Asia adalah 41,6%, sedangkan prevalensi di Asia Tenggara mencapai 48,2%. Anemia dalam kehamilan secara umum diterima sebagai hasil defisiensi nutrisional. Diperkirakan 75% dari anemia dikarenakan defisiensi besi diikuti defisiensi folat dan vitamin B12 (Noronha et al., 2010). Wanita hamil adalah populasi yang paling rentan untuk berkembangnya anemia defisiensi besi. Meskipun intervensi kesehatan dalam skala besar, kejadian anemia defisiensi besi terus meningkat di negara berkembang (Bilimale et al., 2010). Wanita usia produktif dan wanita hamil di beberapa negara maju juga memiliki resiko untuk anemia. Data representatif dari AS mengindikasikan bahwa 5% dari wanita tidak hamil menderita anemia, prevalensi ini meningkat menjadi 17% pada wanita hamil, dan prevalensi menjadi 33% diantara kelompok wanita hamil dengan sosio ekonomi rendah (Bodnar et al., 2001; Kim et al., 1992). 1

2 2 Di Vietnam, diantara 901 wanita (tidak hamil, hamil dan post partum), lebih dari separo menderita anemia (rerata nilai Hb: 111 g/dl) (Trinh et al., 2007). Penelitian observasional cross-sectional yang dilakukan Hanif et al. (2007) di Malaysia melaporkan prevalensi keseluruhan menjadi 35% (Dibley et al., 2011). WHO memperkirakan bahwa 43% dari semua wanita tidak hamil usia tahun yang tinggal di negara berkembang menderita anemia, selama kehamilan prevalensi meningkat hingga 56%. Sebanyak 41% dari wanita tersebut tinggal di Asia Tenggara (UNACCSN, 2000). Gejala klinis dan tanda-tanda anemia defisiensi besi dalam kehamilan biasanya tidak spesifik, kecuali untuk anemia yang parah. Kelelahan adalah gejala yang paling umum. Defisiensi besi dapat terjadi bahkan tanpa anemia (Pavord et al., 2012). Indikasi awal untuk diagnosis anemia pada kehamilan ditemukan pada riwayat medis pasien dan check-up prenatal, yang harus mencakup tes laboratorium khusus (Breymann, 2000). Anemia dalam kehamilan, paling umum disebabkan karena defisiensi besi, memiliki konsekuensi terhadap ibu, janin dan bayi (McMullin et al., 2003). Status besi dan anemia merupakan determinan penting dari kesehatan maternal dan bayi. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa defisiensi besi adalah masalah kesehatan mayor untuk wanita, sebelum, selama dan setelah kehamilan dan secara langsung berhubungan dengan outcome kehamilan yang negatif (Berger et al., 2011). Anemia defisiensi besi ringan selama periode awal kehamilan dapat meningkatkan kecenderungan persalinan kurang bulan, berat lahir rendah dan kematian perinatal (Shaw dan Friedman, 2011).

3 3 Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dihubungkan dengan outcome kelahiran yang buruk seperti persalinan kurang bulan, berat lahir rendah, pembatasan pertumbuhan intra uterine dan kematian perinatal. Sebuah studi yg dilaksanakan di Shanghai Cina dan studi observasional yang besar di AS, menunjukkan bahwa wanita dengan anemia memiliki resiko lebih tinggi terhadap persalinan kurang bulan dan berat bayi lahir rendah. Anemia defisiensi besi juga menyebabkan efek jangka panjang pada janin dan anak, termasuk peningkatan resiko anak untuk anemia (Turner et al., 2012). Bayi-bayi dengan ibu anemia selama trimester pertama mereka dalam rahim, berdasar pengalaman memiliki rasio morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dalam kehidupan dewasa dibanding bayi yang ibunya tidak anemia waktu hamil (Noronha et al., 2012). Terdapat cukup bukti bahwa defisiensi besi dalam kehamilan, terutama pada trimester ke tiga, mungkin mempengaruhi perkembangan otak anak untuk jangka waktu pendek dan panjang (Thomas et al., 2009). Pada kehamilan, perubahan fisiologis yang kompleks yang terjadi secara progresif selama kehamilan membuatnya sulit untuk membedakan anemia dari adaptasi fisiologis, terutama ketika tes tunggal dilakukan pada tahap tertentu dari kehamilan (McMahon, 2010). Sebuah rangkaian tes dapat dipergunakan untuk mengevaluasi anemia, namun tidak ada test tunggal terbaik untuk mendiagnosa defisiensi besi dengan atau tanpa anemia (Wu et al., 2002). Baku emas untuk mengidentifikasi defisiensi besi adalah tes direk dengan biopsi sumsum tulang dengan pewarnaan prusian blue. Pemeriksaan ini memiliki

4 4 kemampuan terbatas untuk mendeteksi secara akurat fase yang berbeda dari perkembangan defisiensi besi. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang terlalu invasif untuk penggunaan rutin dan tidak sesuai untuk skrining status besi ibu selama kehamilan. Praktek klinis memerlukan metode yang sederhana, lugas, dan cost effective untuk menentukan diagnosis. Pemeriksaan indirek biasanya dilakukan sebagai solusi (Wu et al., 2002; Ervasti et al., 2007). Pemeriksaan indirek meliputi tes hematologi dan tes biokimiawi. Tes hematologi berbasis pada gambaran sel darah merah (hemoglobin, hematokrit, mean corpuscular volume) dan tes biokimia berdasar pada metabolisme besi (serum besi, konsentrasi serum ferritin, transferin, dan reseptor transferin).tes hematologi umumnya lebih tersedia dan lebih murah daripada tes biokimia. Tes biokimia dapat mendeteksi kekurangan zat besi sebelum terjadinya anemia (Wu et al., 2002). Kadar hemoglobin dan parameter hematologi banyak dipergunakan dalam rutinitas klinik untuk menunjukkan defisiensi zat besi, tetapi kadar hemoglobin atau indeks eritrosit seperti mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular haemoglobin (MCH) memiliki spesifisitas yang lebih rendah untuk mendeteksi defisiensi zat besi. Mereka mendeteksi perubahan yang signifikan biasanya hanya pada fase akhir defisiensi besi. Tes yang lebih spesifik dan sensitif bila tersedia harus dipergunakan untuk mendeteksi defisiensi besi pada tahap awal sehingga terapi dapat dimulai untuk mencegah berkembangnya anemia defisiensi besi (Breymann, 2000). Hemoglobin adalah praktis tetapi non-spesifik dan tidak memberikan petunjuk mengenai penyebab anemia (Halvorsen, 2000).

5 5 Kadar serum ferritin adalah parameter yang paling berguna, mudah dan dipertimbangkan sebagai marker indirek terbaik dari cadangan besi yang tersedia untuk menilai defisiensi besi. Kadar di bawah 15 µg/l dapat menegakkan diagnosis defisiensi besi. Ferritin merupakan protein fase akut yang juga mungkin meningkat selama infeksi. Infeksi dapat menyebabkan nilai normal palsu plasma ferritin, karena apoferritin, seperti C-reaktif protein, merupakan protein fase akut, meningkat karena adanya infeksi dan reaksi inflamasi (Halvorsen, 2000; Breymann, 2000; Pavord et al., 2012). Kehamilan dihubungkan dengan peningkatan fisiologis untuk biomarker inflamasi, terutama selama trimester pertama dan ketiga. Serum ferritin akan meningkat selama inflamasi karena berperan sebagai reaktan fase akut dan mungkin over estimasi untuk menilai cadangan besi tubuh (Schoorl et al., 2010). WHO (2001) menentukan kadar ferritin < 15µg/L sebagai defisiensi besi pada ibu hamil. Serum Fe dan TIBC merupakan indikator ketersediaan besi ke jaringan yang tidak dapat diandalkan karena fluktuasi luas dalam tingkatan karena konsumsi terbaru dari Fe, ritme diurnal dan faktor-faktor lain, seperti infeksi dan perubahan spesifik pada protein serum selama kehamilan (misalnya hemodilusi atau akselerasi eritropoesis). Fluktuasi nilai Fe serum juga mempengaruhi perhitungan saturasi transferin. Saturasi transferrin berfluktuasi karena variasi diurnal zat besi serum dan dipengaruhi oleh status gizi. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya sensitivitas dan spesifisitas. Secara umum, penentuan

6 6 besi serum dan serum transferin tidak banyak membantu dalam menilai defisiensi zat besi (Breymann, 2000; Ervasti et al., 2007; Pavord et al., 2012). Penggunaan counter sel modern memungkinkan untuk mendeteksi dini perubahan isi Hb dan ukuran retikulosit serta kematangan sel darah merah. Content Hemoglobin reticulocyte (CHr) merupakan pemeriksaan laboratorium yang menilai kandungan hemoglobin di dalam retikulosit. Pengukuran langsung kadar hemoglobin rata-rata (pg) dari prekursor sel darah merah (retikulosit), maka tahap awal kekurangan zat besi dapat diidentifikasi. Saat yang bersamaan parameter biokimia tradisional lain yang tidak informatif (Thomas dan Thomas, 2002; Brugnara et al., 2006; Ervasti et al., 2009). CHr ini mencerminkan konten Hb selular, telah digunakan sebagai alat skrining untuk eritropoesis defisiensi besi pada tahap awal keseimbangan besi negatif, sebelum cadangan besi menjadi habis atau berkembang menjadi anemia defisiensi besi. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa indeks retikulosit menyajikan penilaian yang baik dari aktifitas sumsum tulang, sehingga mencerminkan keseimbangan antara besi dan eritropoiesis selama 48 jam sebelumnya. Ini berarti bahwa defisiensi besi dapat dideteksi pada tahap awal, ketika indikator sel darah merah masih normal tapi cadangan besi telah habis pada kondisi yang mempengaruhi hematopoesis dan menginduksi produksi dari retikulosit pada persentase tertentu dengan mengurangi konten Hb (Bakr dan Sarette, 2006; Ervasti et al., 2009). Indeks sel ini diukur dengan menggunakan teknik flowcytometry otomatis dan analisis sel demi sel. Pengukuran karakteristik seluler retikulosit

7 7 memungkinkan pengumpulan informasi yang sangat awal dan obyektif tentang aktifitas eritropoetik pada anemia. Mereka mencerminkan proses dinamis sumsum tulang eritroid dan ditetapkan sebagai indikator defisiensi besi eritropoiesis (Ervasti et al., 2007; Ervasti et al., 2009; Pavord et al., 2012). Content hemoglobin reticulocyte (CHr) telah menunjukkan indeks praktis dari status besi pada bayi, anak-anak dan remaja (Ullrich et al., 2005; Stoffman et al., 2005). Indeks ini telah digunakan dalam pemantauan terapi erythropoietin (EPO) pada pasien yang menjalani perawatan dialisis dan pada pasien dengan myeloma atau limfoma. Indeks retikulosit juga telah terbukti menjadi alat skrining yang memadai untuk defisiensi zat besi pada bayi, anak-anak, remaja, donor darah tetapi penggunaan klinis indeks ini masih jarang (Ervasti et al., 2009). Keuntungan skrining defisiensi besi dengan menggunakan CHr adalah mudah didapatkan, tidak mahal dan bebas dari variabilitas biologi yang mempengaruhi pengukuran besi, TIBC, dan ferritin. Gangguan signifikan tidak ditemukan dengan pengecualian bersamaan alpha atau beta thalassemia atau makrositosis. Hal ini memberikan keuntungan potensial lain dari penanda hematologi dibanding uji biokimia indirek, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk peradangan (Ullrich et al., 2005; Brugnara et al., 2006). Berbeda dengan parameter biokimia, CHr tidak memerlukan tabung darah tambahan, CHr dilaporkan sebagai bagian dari hitung retikulosit dengan alat hematology analyzer dan disajikan tanpa biaya tambahan (Karlsson, 2010). Keterbatasan utama dari penggunaan indeks ini terkait dengan terbatasnya instrumen yang dapat menampilkannya. CHr hanya tersedia pada ADVIA 2120

8 8 analyzer dan indeks equivalen dengan CHr yang disebut Reticulocyte Hemoglobin equivalent (Ret He) juga hanya tersedia pada XE analyzers yang diproduksi oleh Sysmex (Buttarello dan Plebani, 2008). Parameter ini memiliki keterbatasan diagnostik, karena MCV dipergunakan dalam penghitungan CHr. Akibatnya CHr sering rendah pada pasien besi replete dengan thalassemia dan hemoglobinopati yang menyebabkan anemia mikrositik. Hasilnya juga meningkat pada pasien defisiensi besi dengan pengganggu anemia megaloblastik karena tingginya MCV berhubungan dengan megaloblastosis (Mast et al., 2008). Penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas dari marker ini sangat bervariasi. Hasil bervariasi didapatkan dari penelitian dengan berbagai macam populasi pasien dan baku emas yang berbeda untuk mendefinisikan defisiensi besi (Mast et al., 2008). Kadar <26-28 pg dapat digunakan untuk mengetahui iron deficient erithropoesis pada wanita dewasa yang tidak hamil dan tidak menyusui (Wheeler, 2008). Content Haemoglobin reticulocyte juga telah terbukti berguna dalam menilai cadangan besi marjinal, tetapi studi pada wanita hamil masih sedikit (McMahon, 2010). Studi pada wanita hamil yang dilakukan oleh Ervasti et al., (2007) mendapatkan nilai cut off optimal pada 28,8 pg. Penggunaan CHr pada studi ini memberikan agreement yang baik dibanding dengan pengunaan kombinasi 3 macam tes yang menggunakan Hb, MCV dan ferritin. B. Permasalahan Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

9 9 1. Angka kejadian ADB pada ibu hamil di negara berkembang termasuk Indonesia masih tinggi. 2. Diagnosis defisiensi besi pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mencegah berkembangnya ADB pada ibu hamil yang akan berpengaruh pada kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. 3. Baku emas pemeriksaan status besi berupa pengecatan hemosiderin dari sumsum tulang merupakan metode yang invasif dan tidak sesuai diterapkan untuk pemeriksaan defisiensi besi pada ibu hamil. 4. Beberapa parameter untuk pemeriksaan defisiensi besi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti variasi diurnal, faktor infeksi dan terkendala oleh terbatasnya sarana, sensitivitas dan spesifisitas. 5. CHr sebagai parameter yang menjanjikan untuk pemeriksaan defisiensi besi, perannya dalam skrining defisiensi besi pada ibu hamil belum jelas dan sepengetahuan penulis belum pernah diteliti di Indonesia sehingga penampilan diagnostik untuk skrining defisiensi besi pada ibu hamil belum diketahui. C. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah penampilan diagnostik CHr untuk skrining defisiensi besi pada ibu hamil? D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan klinis CHr. Penelitian Mast et al. (2002) menguji kemampuan CHr untuk memprediksi cadangan besi sumsum tulang dibandingkan dengan parameter lain seperti ferritin,

10 10 prosentase saturasi transferin, dan MCV. Subyek penelitian adalah 78 pasien dewasa yang menjalani uji sumsum tulang, dengan kontrol 34 mahasiswa kedokteran yang tidak menderita anemia. Rerata CHr pada kelompok kontrol 30,8 ±0,90 pg dengan rentang 28,8 32,9 pg. Rerata CHr pada defisiensi besi adalah 28,3 ± 5,2 pg dengan rentang 21,0 38,6 pg. Pada optimal cut off 28,0 pg didapatkan sensitivitas 73,9 %, spesifisitas 73,3 % dan area under curve (AUC) 0,735 ± 0,14, merupakan AUC terbaik dibanding parameter lain pada populasi ini. Baku emas pada penelitian ini menggunakan aspirasi sumsum tulang dengan pengecatan besi sebagai kriteria diagnostik untuk defisiensi besi. Penelitian Ceylan et al. (2006) meneliti kegunaan klinis CHr pada populasi dewasa dengan anemia defisiensi besi. Pada kelompok kontrol didapatkan rerata CHr 28,2 ± 1,7 dengan rentang 24,8 31,0 pg, sedangkan anemia defisiensi besi ringan 24,0 pg dengan rentang 20,2 29,9 pg. Dengan menggunakan cut off 28 pg didapatkan sensitivitas 97,6%, spesifisitas 50%, PPV 70,2% dan NPV 94,4%. Sedangkan optimal cut off CHr adalah pada 25,7 pg dengan sensitivitas 85,4%, spesifisitas 97,1%, PPV 97,2 %, NPV 84,6% dan AUC 0,941 ± 0,03. Baku emas pada penelitian ini menggunakan kombinasi saturasi transferin < 15% dan ferritin ( < 15 µg/dl pada wanita dan < 30 µg/dl pada pria). Thomas dan Thomas (2002) menggunakan CHr dan proporsi hipokromik red cell (HYPO) sebagai baku emas pada penelitian yang melibatkan 596 pasien. Dari kelompok kontrol yang terdiri responden non anemia didapatkan 2,5 percentil untuk CHr adalah 28 pg. Penelitian ini mengevaluasi efikasi klinis dari dari marker-marker standar biokimia untuk defisiensi besi pada pasien anemia

11 11 untuk menentukan marker terbaik untuk menentukan defisiensi besi. CHr memungkinkan untuk mengidentifikasi defisiensi besi lebih kuat dibanding marker biokimia lain tanpa dipengaruhi respon fase akut. Penelitian CHr pada wanita hamil dilakukan oleh Ervasti et al. (2007). Penelitian ini menguji apakah indeks sel akan memberikan pengukuran yang lebih reliabel untuk defisiensi besi pada wanita hamil aterm. Populasi penelitian adalah 202 wanita hamil, dengan menggunakan saturasi transferin 11% sebagai referens test untuk defisiensi besi. Nilai optimal cut off 28,8 pg didapatkan sensitivitas 80,7%, spesifisitas 71,3% dan nilai AUC 0,79. Hasil yang didapatkan pada penggunaan CHr memberi agreement yang baik dengan hasil yang berdasarkan pada penggunaan kombinasi dari 3 macam tes yang umum digunakan yaitu Hb, MCV dan ferritin. Dan et al. (2007), menggunakan populasi penelitian pada 172 wanita Cina, usia tahun yang tidak hamil. Penelitian ini membandingkan efisiensi diagnostik dari CHr dengan marker-marker sebelumnya dalam mendiagnosis defisiensi besi pada wanita pre menopause. Defisiensi besi non anemia bila ferritin 14 µg/l dan Hb 110 g/l; anemia defisiensi besi bila ferritin 14 µg/l dan Hb < 110 g/l. Pada anemia defisiensi besi didapatkan nilai ROC untuk CHr, RDW, Saturasi transferin, Hb, MCV, Hct, SI, TIBC berturut turut adalah 0,928; 0,915; 0,915; 0,9; 0,886; 0,87; 0,868; 0,434. Nilai ROC pada anemia tanpa defisiensi besi berturut-turut adalah 0,892; 0,865; 0,856; 0,827; 0,817; 0,776; 0,798; 0,441. Penelitian ini menunjukkan bahwa CHr adalah prediktor terbaik

12 12 untuk defisiensi besi, terutama defisiensi besi tanpa anemia ketika dibandingkan dengan marker pemeriksaan yang lain pada wanita premenopause. Penelitian tentang CHr pada pasien yang menjalani hemodialisa dilakukan oleh beberapa peneliti. Kim et al. (2006), dengan subyek penelitian pasien defisiensi besi pada pasien yang menjalani hemodialisa. Sebanyak 140 pasien hemodialisa diseleksi, didapatkan 53 pasien dengan defisiensi besi. Sebagai baku emas digunakan ferritin < 100 µg/l dan atau saturasi transferin < 20%. Berturutturut didapatkan sensitivitas dan spesifisitas ferritin sebesar 45% ; 98% dan untuk saturasi transferin 75%; 98%. Nilai cut off CHr untuk mendeteksi defisiensi besi adalah 32,4 pg, pada nilai ini didapatkan sensitivitas 96% dan spesifisitas 84%. Butarello et al. (2010), memferifikasi kegunaan klinis dari parameter biokomia dan seluler sebagai prediktor defisiensi besi pada pasien yang menjalani hemodialisa untuk waktu yang lama. Dilakukan uji terhadap 69 pasien yang menjalani hemodialisa 3x/minggu. CHr memiliki kemampuan yang lebih baik dengan nilai AUC 0,74 pada cut off 31,2 pg (sensitivitas 47%, spesifisitas 83%) dibanding parameter lain seperti Hypo %, ferritin dan saturasi transferin dengan AUC berturut-turut 0,72; 0,53 dan 0,56. Parameter retikulosit merupakan prediktor terbaik diikuti oleh hipokromik RBCs, sementara indeks biokimia dari metabolisme besi yaitu saturasi transferin dan serum ferritin kurang berguna. Penelitian tentang CHr pada anak dilakukan oleh beberapa peneliti. Ulrich et al. (2005), mengevaluasi CHr untuk mendeteksi defisiensi besi tanpa anemia pada bayi usia 9 12 bulan. Baku emas pada penelitian ini menggunakan saturasi

13 13 transferin < 10%. Didapatkan optimal cut off pada nilai CHr 27,5 pg dengan sensitivitas 83% dan spesifisitas 72%, PPV 28% dan NPV 97%. Kiudeliene et al. (2008), menggunakan populasi penelitian pada anak usia 6-24 bulan untuk mengevaluasi nilai prognostik CHr dalam mendiagnosa defisiensi besi. Diagnosis defisiensi besi ditegakkan ketika minimal 2 dari 4 parameter ( ferritin, transferin, saturasi transferin dan soluble transferin receptor ) merefleksikan defisiensi besi. Berdasar pada kurva ROC, cut off CHr kurang dari 28,55 pg memiliki nilai optimal untuk sensitivitas dan spesifisitas (76,6% dan 78,4% ) dengan AUC sebesar 0,819. Nilai CHr kurang dari 28,55 pg menjanjikan sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi defisiensi besi pada anak usia 6-24 bulan. Tabel 1. Keaslian penelitian : Peneliti (th) Populasi Pembanding Hasil Mast et al. (2002) Ceylan et al. (2006) Dan et al. ( 2007) Ervasti et al. (2007) Kim et al.( 2006) Butarelo et al. (2010) Ulrich et al. (2005) 112 pasien dewasa 171 pasien dewasa 172 wanita usia th 202 wanita hamil aterm 140 pasien CKD dgn HD 69 pasien CKD dgn HD 3x/mgg 202 anak umur 9-12 bln Aspirasi ssm tlg Ferritin dan saturasi transferin Hb dan ferritin Saturasi transferin - Cut off 28,0 pg; Sn: 73,9%; Sp: 73,3%. - AUC terbaik dibanding parameter lain - Cut off 24,7 pg; Sn: 85,4%; Sp: 97,1 AUC untuk CHr: 0,892, paling baik dibanding marker lain pd wanita pre menopause ( RDW, Sat transferin, Hb, MCV, Hct, SI, TIBC) - Cut off optimal: 28,8 pg; Sn: 80,7%; Sp: 71,3% - Agreement yang baik dibanding kombinasi tes : Hb, MCV, ferritin Ferritin dan atau saturasi transferin Cut off: 32,4 pg; Sn: 96%; Sp: 84% - Cut off 31,2 pg; Sn: 47%; Sp: 83% - AUC utk CHr, Hypo%, ferritin, sat transferin : 0,74; 0,72; 0,53; 0,56 Saturasi transferin Cut off: 27,5 pg; Sn: 83%; Sp: 72%

14 14 Lanjutan Tabel 1. Keaslian penelitian : Peneliti (th) Populasi Pembanding Hasil Kuideline et al. (2008) 180 anak umur 6-24 bln 2 dari 4 parameter (ferritin, transferin, saturasi transferin, stfr) - Cut off: 28,5 pg: Sn: 76,6; Sp: 78,4; - AUC: 0,819 E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penampilan diagnostik CHr untuk skrining defisiensi besi pada ibu hamil. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah mengenai peran CHr dalam skrining defisiensi besi pada ibu hamil. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pemeriksaan defisiensi besi pada ibu hamil sehingga perkembangan menjadi ADB pada ibu hamil dapat dicegah. Perbaikan dalam tatalaksana klinis dapat mencegah dampak buruk ADB pada ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi sumber informasi bagi pengambil kebijakan kesehatan dalam menentukan strategi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan ibu yang melahirkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya keras mewujudkan target Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Bab 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Anemia adalah kondisi dimana terdapat penurunan kadar hemoglobin (hb) atau jumlah eritrosit dalam darah (Taseer et al, 2011). Anemia telah menjadi salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi pada ibu hamil adalah anemia. Anemia adalah berkurangnya massa sel darah merah yang berarti dan berhubungan dalam penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fungsi pemeriksaan laboratorium adalah menganalisis secara kuantitatif atau kualitatif beberapa bahan, seperti darah, sumsum tulang, serum, tinja, air kemih

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya anemia. Defisiensi mikronutrien (besi, folat, vitamin B12 dan vitamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya anemia. Defisiensi mikronutrien (besi, folat, vitamin B12 dan vitamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat terjadi pada seluruh tahap kehidupan, mulai dari bayi, balita, remaja putri, wanita usia subur dan ibu hamil. Ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritroprotein. Akibatnya volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kondisi berbahaya yang sering dialami ibu hamil adalah anemia. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang asupan zat besi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pubertas yang ditandai dengan terjadinya menstruasi. (Hani, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pubertas yang ditandai dengan terjadinya menstruasi. (Hani, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses alamiah untuk mejaga kelangsungan peradaban manusia. Kehamilan baru bisa terjadi jika seorang wanita sudah mengalami pubertas yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan berkaitan erat dengan mewujudkan kesehatan anak sejak dini, sejak masih dalam kandungan. Untuk itulah upaya kesehatan ibu sebaiknya dipersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1.Perumusan masalah Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada perawatan pasien di rumah sakit. Banyak orang mendonorkan darahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan penyakit, tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS Renaldi, 2013 Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : dr. Indahwaty,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi 2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN 2003 Zulhaida Lubis Posted: 7 November 2003 STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN Oleh :Zulhaida Lubis A561030051/GMK e-mail: zulhaida@.telkom.net Pendahuluan Status gizi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar adalah program AI yang menggabungkan basis pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar adalah program AI yang menggabungkan basis pengetahuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pakar adalah program AI yang menggabungkan basis pengetahuan dengan sistem inferensi. Program merupakan bagian software spesialisasi tingkat tinggi yang berusaha

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia adalah penyebab kedua terkemuka didunia dari kecacatan dan dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius global ( WHO, 2014).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum janin genap berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi persalinan preterm menempati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World Health Organization (WHO) AKB di dunia terus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proposal Anemia merupakan masalah kesehatan yang sangat sering ditemukan di klinik di seluruh dunia, disamping masalah kesehatan utama masyarakat, terutama dinegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensio Plasenta 1. Definisi Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen aktif kala tiga. 1 2. Patologi Penyebab retensio plasenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa oksigen ke berbagai organ tubuh. trimester III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II.

BAB I PENDAHULUAN. membawa oksigen ke berbagai organ tubuh. trimester III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut lalage (2013) anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana tubuh memiliki sedikit sel-sel darah merah atau sel tidak dapat membawa oksigen ke berbagai organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN HUBUNGAN ANTARA ASUPAN Fe DENGAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DENGAN BERAT BADAN BAWAH GARIS KUNING MENURUT KMS DI KELURAHAN SEMANGGI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : LAILA MUSFIROH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN PENELITIAN PENGARUH PEMBERIAN TABLET Fe DAN BUAH KURMA PADA MAHASISWI DI JURUSAN KEBIDANAN TANJUNGKARANG Nora Isa Tri Novadela*, Riyanti Imron* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang E_mail :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang digunakan secara luas pada praktek klinis sehari-hari. Rentang referensi hematologi yang sesuai sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusianya (SDM) dan SDM sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan sejak dini.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari berbagai perubahan anatomik serta fisiologik yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari berbagai perubahan anatomik serta fisiologik yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan merupakan suatu penyakit tetapi sering kali menyebabkan komplikasi akibat dari berbagai perubahan

Lebih terperinci

T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN ( Studi Kasus di SMAN 3 Klaten dan SMAN 1 Bayat) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Lebih terperinci

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK HEMOGLOBIN (HB) PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PESISIR DAN ALIRAN SUNGAI SIAK Erwin 1, Gamya TriUtami 2, RismadefiWoferst 3 1,2,3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan

Lebih terperinci

1998, WHO telah merekomendasikan penambahan suplemen asam folat sebesar 400 µg (0,4 mg) per hari bagi ibu hamil untuk mencegah kelainanan tabung

1998, WHO telah merekomendasikan penambahan suplemen asam folat sebesar 400 µg (0,4 mg) per hari bagi ibu hamil untuk mencegah kelainanan tabung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi ialah suatu kondisi anemia dan terdapat bukti yang jelas akan kehilangan zat besi. Anemia defisiensi besi merupakan tahap berat dari defisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goal s (MDG s) Sesuai target Nasional menurut MDGs yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi DIII Analis KesehatanSTIKes BTH Tasikmalaya *Coresponding author :

Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi DIII Analis KesehatanSTIKes BTH Tasikmalaya *Coresponding author : HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI ZAT BESI (fe) PADA IBU HAMIL TERHADAP KADAR hb DI KELURAHAN CILAMAJANG KEC. KAWALU KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016 Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci