TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Kehamilan merupakan hal yang diharapkan oleh setiap calon ibu. Namun pada kenyataannya ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang paling rawan terhadap masalah pangan dan gizi (Rimbawan et al 2004). Kekurangan gizi pada ibu hamil mempunyai dampak yang cukup besar terhadap proses pertumbuhan janin dan anak yang akan dilahirkan. Kehamilan yang disertai oleh penyakit atau kondisi seperti diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, usia remaja, dan vegetarian merupakan kehamilan berisiko tinggi. Pengertian Anemia Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin yang lebih rendah dari nilai normal (Hb < 11g/dL) (Wirakusumah 1998). Anemia bisa juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi ukuran / jumlah eritrosit atau kandungan hemoglobin. Anemia tidak pernah menjadi sebab utama dari suatu penyakit. Biasanya anemia selalu menjadi akibat sampingan dari keadaan patologis atau penyakit tertentu. Semakin rendah kadar Hb maka anemia yang diderita makin berat (Wirakusumah 1998). Pada ibu hamil peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu dibandingkan produksi sel darah merah menyebabkan penurunan kadar Hb dan hematokrit pada trimester 1 dan 2 sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi pada pertengahan akhir kehamilan sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester 3 kehamilan (Cheryl 1996 diacu dalam Darlina 2003). Klasifikasi anemia Menurut Wirakusumah (1998), anemia secara morfologis dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin yang dikandung seperti berikut. (1) Makrositik, (2) Mikrositik, dan (3) Normositik. Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik, yaitu anemia megaloblastik dan anemia non megaloblastik. Kekurangan vitamin B12, asam folat, atau gangguan sintesis DNA merupakan penyebab anemia megaloblastik. Sedangkan anemia non megaloblastik disebabkan oleh eritropoiesis yang dipercepat dan peningkatan luas permukaan membran.

2 5 Anemia mikrositik adalah anemia yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel darah merah merupakan salah satu tanda anemia mikrositik. Penyebabnya adalah defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin, dan heme, serta gangguan metabolisme besi lainnya. Sedangkan pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit, penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati. Sebagian besar anemia di Indonesia disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut Anemia Gizi Besi. Anemia gizi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Artinya, konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat pula anemia yang diderita (Wirakusumah 1998). Anemia defisiensi gizi besi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. WHO (2001) memperkirakan sekitar 40.0% penduduk dunia terkena anemia defisiensi zat besi. Prevalensi tertinggi anemia pada ibu hamil secara global tahun 2000 sebesar 51.0% (Aritonang 2010), di Indonesia sebesar 40.1% pada tahun 2001 (SKRT 2004), di Jawa Barat sebesar 51.7% pada tahun 2002 (Dinkes Jabar 2003) serta prevalensi anemia ibu hamil di Kota Bogor tahun 2002 sebesar % (Darlina & Hardinsyah 2003). WHO (2001) menyatakan bahwa prevalensi anemia >20% menunjukkan anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyebab Umum Anemia Gizi Besi Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi besi adalah zat besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding defisiensi zat gizi lain, seperti asam folat, vitamin B12, protein, vitamin, dan trace elements lainnya. Itulah sebabnya anemia gizi sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Wirakusumah (1998) menyatakan secara umum, faktor utama yang menyebabkan anemia gizi besi adalah; 1. Kurangnya konsumsi zat besi dan zat gizi lainnya yang berasal dari makanan terkait proses pembentukan sel darah merah. Apabila zat-zat gizi tersebut tidak terpenuhi kecukupannya berdampak terhadap kurangnya prosuksi sel darah merah dalam tubuh sehingga mengakibatkan anemia.

3 6 2. Tidak terpenuhinya kebutuhan zat besi selama masa kehamilan sebab rendahnya absorpsi zat besi yang ada dalam makanan ke dalam tubuh. Pangan protein nabati sebagai sumber zat besi non heme memiliki penyerapan yang lebih rendah dibandingkan dengan pangan protein hewani sebagi sumber zat besi heme. Zat besi non heme harus dibantu penyerapannya dengan vitamin C. Oleh karena itu tingkat kecukupan vitamin C harus terpenuhi tingkat kecukupannya agar penyerapannya optimal dan terhindar dari anemia. 3. Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah merah. Pendarahan dapat terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak yang bisa disebut pendarahan ekternal dan terjadi pada waktu kecelakaan. Selain itu, pendarahan kronis juga dapat mengakibatkan kehilangan sel darah merah dalam jumlah banyak. Yang dimaksud pendarahan kronis adalah pendarahan yang sedikit demi sedikit, tetapi berlangsung secara terus menerus. Pendarahan jenis ini dapat disebabkan oleh kanker saluran pencernaan, wasir, atau peptik ulser. 4. Investasi cacing tambang pada masyarakat di daerah tertentu menyebabkan banyak darah yang keluar, karena cacing tambang menghisap darah. Selain itu, pada gadis remaja dan wanita dewasa, kehilangan darah dalam jumlah banyak bisa terjadi akibat menstruasi. Faktor lain yang berpengaruh pada kadar hemoglobin ibu hamil selain dari konsumsi yaitu karena kehamilan berulang dalam waktu singkat, sehingga cadangan zat gizi ibu yang sebenarnya belum pulih akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya (Khomsan 2002). Berdasarkan Laporan SKRT ( ) dalam Wijianto (2002) bahwa semakin rendah jumlah paritas, maka semakin rendah angka prevalensi anemia. Selain itu, usia ibu pada saat hamil akan mempengaruhi timbulnya anemia. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Sistem reproduksi wanita yang sehat dan aman berada pada umur tahun. Kehamilan pada umur <20.0 tahun dan >35.0 tahun dapat menyebabkan anemia, karena kehamilan pada umur <20.0 tahun secara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan jika berumur >35 tahun terkait dengan

4 7 kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa pada umur itu (Manuaba 1999). Apabila zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dengan bayinya (Wijianto 2002). Ibu dengan pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya. Sebaliknya ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan kurangnya perhatian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil ataupun bayinya. Menurut Suhardjo (1989) dalam Permatahati (2012) menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan memilih untuk mengonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi sehingga kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga. Kemampuan baca tulis di pedesaan akan membantu dalam memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi, dengan demikian informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga. Tristiyanti (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dicapai seseorang mempunyai hubungan nyata dengan prilaku gizi dari makanan yang dikonsumsinya. Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Menurut Junadi (1998) dalam Permatahati (2012) ibu yang bekerja memiliki risiko anemia yang lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, hanya proporsinya tergantung pada beban kerja yang dimilikinya. Wijianto (2002) menyatakan bahwa ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makan yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Menurut Khumaidi (1989) dalam Tristiyanti (2006) status pekerjaan biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Ibu hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibanding dengan yang bekerja. Hal ini kemungkinan disebabkan pada ibu yang bekerja akan dapat menyediakan makanan terutama yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Biasanya dengan meningkatnya pendapatan perorangan, maka terjadi perubahanperubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin konsumsi pangan akan lebih beragam. Terkadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan lebih mahal (Suhardjo 1989). Menurut Sediaoetama

5 8 (1996) pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan, sehingga terjadi hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi. Dampak Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Wirakusumah (1998) menyatakan bahwa anemia gizi besi dapat berakibat fatal bagi ibu hamil karena ibu hamil memerlukan banyak tenaga untuk melahirkan. Ibu Hamil yang menderita anemia gizi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungannya. Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat badan lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia gizi besi. Selain itu Depkes (1998) menyakatan anemia dalam kehamilan yang tidak diterapi dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada ibu, persalinan dan janin. Pengaruh buruk bagi ibu antara lain (1) timbulnya gejala umum anemia yaitu lesu, lemah, letih, lalai dan lunglai (5L), (2) pendarahan saat melahirkan, (3) preeklampsi, (4) abortus, (5) kematian ibu dan (6) hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit (Depkes 1998). Muslimatun et.al (2000) menyatakan bahwa anemia pada masa kehamilah berdampak ibu berisiko melahirkan bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR), atau bayi lahir dalam keadaan meninggal Allen et al. (2000) juga menyatakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin yang terus menerus terjadi selama masa kehamilan berisiko ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Penilaian Status Gizi Besi Perkembangan defisiensi besi terbagi atas tiga tahapan. Tahapan defisiensi besi ini umumnya digunakan untuk menetapkan status besi di dalam tubuh seseorang dan menunjukkan tingkatan defisiensi besi yang terjadi (Briawan 2008). Tiga tahapan tersebut adalah perubahan besi pada simpanan, defisiensi besi tanpa anemia, dan defisiensi besi dengan anemia (Gibson 2005). Tahap pertama terjadi ketika terjadi penurunan yang bersifat progresif simpanan besi di hati. Pada tahap ini, suplai besi ke dalam setiap bagian fungsional tubuh tidak terpengaruh dan hemoglobin dalam keadaan normal. Pada tahap ini, konsentrasi serum feritin menurun. Oleh karena itu, pengukuran serum feritin dapat digunakan untuk mengindikasikan adanya defisiensi besi tahap pertama (Gibson 2005).

6 9 Defisiensi tahap kedua ditunjukkan dengan habisnya cadangan besi dan adanya penurunan suplai besi ke dalam sumsum tulang sehingga produksi sel darah merah terganggu. Pada tahap ini juga terjadi penurunan kejenuhan transferin, dan kenaikan konsentrasi eritrosit protoporfirin (Gibson 2005), serta tingginya serum transferin reseptor (STfR) (WHO 2004 dalam Briawan 2008). Kadar hemoglobin mungkin mulai menurun, tetapi umumnya tidak jauh dari rentang normal (Gibson 2005). Tahap ketiga merupakan tahap akhir dari defisiensi besi. Tahap ini ditandai dengan habisnya simpanan besi, penurunan kadar besi dalam sirkulasi, serta terjadi penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit dapat dilihat dari ukuran sel darah yang lebih kecil dari normal (mikrositik) dan warnanya lebih pucat (hipokromik). Kondisi ini disebut sebagai anemia defisiensi besi dan sering disertai gejala-gejala terkait anemia (Gibson 2005). Indikator yang dapat digunakan untuk menilai status besi yaitu kadar hemoglobin (Hb), serum transferin reseptor (STfR), serum feritin (SF), dan mean cell volume (MCV). Kombinasi antara pengukuran Hb dan serum feritin (SF) akan meningkatkan ketepatan dalam pengukuran status besi. Jika kedua indikator ini menunjukkan normal, berarti tidak terjadi defisiensi besi. Jika SF rendah dan Hb normal kemungkinan pada individu simpanan besinya berkurang (AISAP 2005 dalam Briawan 2008). Penggunaan indikator serum feritin tidak dianjurkan pada populasi dengan kemungkinan infeksi tinggi karena keadaan infeksi mempengaruhi kadar serum feritin (WHO & CDC 2004 dalam Briawan 2008). Jika biaya menjadi kendala dalam penelitian maka Indikator Hb dapat digunakan tanpa pengukuran SF dan STfR (AISAP 2005 dalam Briawan 2008). Hemoglobin dapat digunakan untuk mengukur status besi pada beberapa populasi. Pemilihan indikator hemoglobin dengan alasan lebih sederhana dan membutuhkan biaya lebih rendah dibandingkan indikator lain (Gibson 2005). Berdasarkan WHO dan CDC (2004) dalam Briawan (2008), pengukuran kadar hemoglobin sangat penting untuk mengetahui tingkat keparahan dari defisiensi besi. Salah satu metode pengukuran kadar hemoglobin yang biasa dilakukan yaitu metode Cyanmethemoglobin. Merupakan salah satu metode untuk mengukur kadar hemoglobin menggunakan spektrofotometer dengan prinsip hemoglobin yang ada pada sel darah merah diubah menjadi

7 10 cyanmenthemoglobin dengan larutan drabkin yang diukur pada panjang gelombang 540 nm. Larutan drabkin berperan sebagai pengubah semua derivat hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin yang berwarna merah. Tinggi rendahnya nilai absorbansi atau intensitas warna merah akan menentukan kadar hemoglobin dari sampel. (Kee 2007). Tabel 1 berikut adalah cut off point kadar hemoglobin sebagai indikator anemia. Tabel 1 Nilai Cutoff Hemoglobin Umur (tahun) Nilai Cut off Hemoglobin untuk anemia (g/l) Pria dan Wanita Pria Wanita 0,5-5 < < < >14 (Pria) >14 (Wanita) - - <110 (hamil) <120 (tidak hamil) Sumber : Gibson (2005) WHO (2005) menggolongkan tingkatan anemia ibu hamil dengan kategori normal, anemia ringan dan anemia berat. Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun 2005 yang ditetapkan dalam tiga kategori dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2 Kategori tingkatan status anemia ibu hamil Tingkatan Anemia Kadar Hemoglobin (g/dl) Normal 11 Ringan 8-10 g/dl Berat < 8 g/dl Sumber : WHO 2005 Status Gizi Ibu Hamil Kelompok ibu hamil merupakan kelompok yang memerlukan pengukuran khusus dalam penentuan status gizinya. Penentuan status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) tidak berlaku pada kondisi fisiologis hamil. Oleh karena itu, status gizi ibu hamil ditetapkan dengan menggunakan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) (Anggraeni 2012). Apabila nilai LILA <23.5 cm maka termasuk dalam kategori Kurang Energi Kronik (KEK) dan apabila nilai LILA 23.5 cm maka termasuk dalam kategori normal (Depkes 2001 yang diacu dalam Anggraeni 2012). Menurut Depkes (1994) bagi ibu hamil yang KEK mempunyai resiko lebih besar untuk melahirkan dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Selain itu ibu yang mengalami KEK yang telah melalui masa persalinan dengan selamat, akan mengalami masa pascapersalinan yang sulit

8 11 karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini akan menurunkan kemampuan merawat anak serta dirinya sendiri. Konsumsi Pangan Ibu Hamil Konsumsi pangan ibu hamil adalah jenis pangan yang dimakan oleh ibu hamil dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial (Baliwati et.al 2004). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai konsumsi pangan, baik tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. Setiap metode masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, metode yang akan digunakan untuk menilai konsumsi pangan harus dipilih yang paling relevan dan cocok dengan penelitian. Kombinasi antara metode yang satu dengan metode yang lain dapat dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Selain itu, dapat pula dilakukan modifikasi terhadap suatu metode yang digunakan dengan menyesuaikannya terhadap karakteristik masyarakat setempat (Kusharto 2010). Penilaian konsumsi pangan individu dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Untuk menentukan kuantitas pangan yang dikonsumsi seseorang, metode yang dapat digunakan antara lain metode recall 24 jam, metode ulangan recall 24 jam, metode pencatatan makanan (food record), metode penimbangan makanan, dan metode riwayat makanan (dietary history). Sedangkan untuk menilai frekuensi jenis pangan yang dikonsumsi, metode yang dapat digunakan adalah menggunakan food frequency questionnaire (FFQ). Frekuensi konsumsi pangan ini dapat memberikan gambaran kualitatif tentang pola konsumsi pangan (Gibson 2005). Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, sosial dan budaya (Sanjur 1982). Kebiasaan makan merupakan hasil interaksi anatar beberapa peubah yang terbentuk sejak kecil. Menurut Sanjur (1982), kebiasaan makan mencakup empat komponen : konsumsi pangan, preferensi terhadap makanan, ideologi (pengetahuan) terhadap makanan dan sosial budaya pangan. Menurut Khumaidi (1989) dalam Tristiyanti (2006), kebiasaan makan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan segi gizi, yaitu kebiasaan makan yang baik dan kebiasaan makan yang buruk. Kebiasaan makan yang baik adalah kebiasaan makan yang mendorong terpenuhinya kebutuhan gizi. Sedangkan kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan makan yang

9 12 menghambat terpenuhinya kebutuhan gizi. Kebiasaan makan bahan makanan dari sumber protein dan zat besi berpengaruh terhadap proses pembentukan sel darah merah terkait dengan komponen pembentuk hemoglobin (Sayogo 2007). Pangan Sumber Protein, Fungsi dan Kaitannya dengan Status Anemia Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekspresi genetik, neurotransmmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk pertumbuhan (Sayogo 2007). Menurut Almatsier (2002), protein juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang, serta pangan nabati seperti kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2002). Sayogo (2007) mengemukakan bahwa pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan dengan pangan nabati. Pangan protein hewani sebagai sumber zat besi heme yang penyerapannya lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati sebagai sumber zat besi non heme. Pangan Sumber Zat Besi, Fungsi dan Kaitannya dengan Status Anemia Zat gizi besi (Fe) merupakan kelompok mineral yang diperlukan sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah. Fungsi sel darah merah itu penting mengingat tugasnya antara lain sebagai sarana transportasi zat gizi terutama oksigen yang diperlukan pada proses fisiologis dan biokimia dalam setiap jaringan tubuh (Wirakusumah 1998). Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2002). Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan zat besi non heme dalam makanan nabati. Besi heme merupakan bagian kecil dari besi yang diperoleh makanan. Akan tetapi yang dapat diabsorbsi mencapai 25% sedangkan besi non heme hanya 5% (Almatsier 2002). Konsumsi pangan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya anemia. Pangan yang dikonsumsi bila termasuk golongan protein hewani kaya akan zat besi, mampu memberikan

10 13 kontribusi terhadap kebutuhan tubuh akan zat besi. Bila pangan hewani dikonsumsi bersamaan dengan pangan yang mampu membantu penyerapan zat besi secara optimal didalam tubuh maka tubuh tidak akan mengalami kekurangan zat besi yang berdampak pada kejadian anemia. Ketersediaan zat besi dalam suatu pangan (bioavailabilitas) berperan dalam pemenuhan kebutuhan zat besi, Monsen et.al (1978) dalam Permatahati (2012) menyatakan bahwa penyerapan zat besi pada suatu pangan akan optimal bila dikonsumsi bersamaan dengan pangan yang menjadi faktor pendorong penyerapan zat besi. Pangan sumber zat besi terutama zat besi heme, yang bioavailabilitasnya tinggi sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat berkembang, yang kebanyakan memenuhi kebutuhan besi mereka dari produk nabati (Achadi 2007). Menurut Almatsier (2002), makan besi heme dan non heme secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi non heme. Daging, ayam, dan ikan mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, dan telur tidak mengandung faktor ini sehingga tidak dapat membantu penyerapan besi. Lebih lanjut (Alsuhendra 2005) menyebutkan bahwa polifenol seperti tanin dalam teh, kopi dan sayuran tertentu mengikat besi heme membentuk kompleks besi-tannat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat diserap dengan baik. Metabolisme Zat Besi (penyerapan, transportasi, penyimpanan) Di dalam tubuh, besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Ferritin dan hemosiderin merupakan simpanan zat besi ada di hati dan sumsum tulang. Simpanan zat besi sebagai feritin dan hemosiderin sebanyak 30% dalam hati, sumsum tulang sebanyak 30% dan sisanya berada dalam limfa dan otot. Simpanan zat besi yang dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh berkisar 50 mg sehari (IOM-FNB 2001; Almatsier 2002) Ferritin bersikulasi dalam darah mencerminkan simpanan besi di dalam tubuh. Pengukuran ferritin dalam serum merupakan indikator penting untuk menilai status besi. Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi antara mg dimana jumlahnya pada wanita lebih rendah dari pria. Simpanan besi pada pria dewasa berkisar antara mg sedangkan pada wanita dewasa lebih rendah lagi dan jarang melebihi 500 mg. Wanita di negara berkembang banyak yang tidak mempunyai cadangan besi karena keterbatasan biologis rendah dan

11 14 sumber besi heme dalam makanan terbatas (O Brien et al. 1999). Total besi pada manusia dipengaruhi oleh berat badan, jenis kelamin, jumlah kompartemen, simpanan besi, dan konsentrasi Hb. Hemoglobin merupakan senyawa protein heme yang mengandung Fe ++. Diperkirakan bahwa hemoglobin berisi lebih dari 65% zat besi tubuh. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen melalui aliran darah dari paru-paru ke jaringan tubuh yang lain. Dalam keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram Hb. Jumlah tersebut dapat mengangkut 0.03 gram oksigen. Perhitungan perkiraan penyerapan zat besi dapat didasarkan pola konsumsi makanan yaitu penyerapan zat besi tinggi (15%), penyerapan zat besi sedang (10%), dan penyerapan besi rendah (5%) (Gibson 2005). Banyaknya zat besi yang dimanfaatkan untuk pembentukkan hemoglobin umumnya sebesar mg per hari. Pada sumsum tulang yang berfungsi baik, dapat memproduksikan sel darah merah dan hemoglobin sebanyak enam kali. Zat besi yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di dalam sel parenkim hepatik, sel retikuloendotelial sumsum tulang, hati dan limfa. Eksresi zat besi sebanyak mg per hari yang dikeluarkan bersama-sama urin, keringat dan feses. Zat besi dalam hemoglobin dapat pula keluar dari tubuh melalui pendarahan, menstruasi, dan saluran urin. Siasanya dibawa ke bagian tubuh lain yang membutuhkan sedangkan kelebihan besi dapat mencapai mg disimpan sebagai protein ferritin dan hemosiderin di dalam hati (30%), sumsum tulang belakang (30%), dan selebihnya di dalam limfa dan otot (Mahan et.al 2004). Pangan Sumber Vitamin A, Fungsi dan Kaitannya dengan Status Anemia Vitamin A dalam bentuk retinol terdapa pada makanan hewani seperti hati, kuning telur, krim, mentega, dan susu difortifikasi. Sedangkan dalam bentuk karoten terdapat pada makanan nabati yaitu sayuran berwarna hijau dan jingga, serta buah-buahan. Vitamin A berfungsi pada siklus penglihatan yaitu penyesuaian terhadap terang dan gelap serta berguna untuk pertumbuhan jaringan terutama kulit (Almatsier 2009). Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan mobilisasi cadangan Fe di dalam tubuh akan turun. Vitamin A berperan dalam memobilisasi cadangan Fe tubuh untuk dapat mensintesa Hb. Apabila jumlah vitamin A di dalam tubuh kurang, akan mempengaruhi status besi dengan menghambat penggunaan besi pada proses erythropoesis (Setiyobroto et.al 2004) dalam (Andriani 2012).

12 15 Pangan Sumber Vitamin C, Fungsi dan Kaitannya dengan Status Anemia Vitamin C banyak ditemukan pada cabe hijau, buah sitrus (jeruk lemon), strawberry, tomat, brokoli, lobak hijau dan sayuran hijau lainnya serta semangka. Salah satu fungsi vitamin C adalah membantu proses penyerapan zat besi non heme dari bahan pangan ke dalam tubuh dengan mereduksi bentuk besi ferro menjadi ferri agar lebih mudah diserap usus halus (Sayogo 2007). Apabila terjadi kekurangan vitamin C maka jumlah zat besi yang diserap tidak akan optimal sehingga persediaan zat besi dalam tubuh akan berkurang dan lambat laun menurunkan kadar hemoglobin darah sebagai salah satu indikator status anemia (Khomsan 2002). Pangan Sumber Vitamin C, Fungsi dan Kaitannya dengan Status Anemia Asam folat banyak ditemukan pada sayuran berdaun hijau, hati ayam atau sapi, kacang merah, dan kedelai (Almatsier 2009). Asam folat berfungsi sebagai salah satu komponen pembentuk hemoglobin dalam proses pembentukan sel dalrah merah (Khomsan 2002). Ketika makanan sumber asam folat dimakan, asam folat yang tercerna kemudian dikirim ke hati. Hari menyimpannya sebagian dan mengirimkan sebagian lainnya ke sumsum tulang. Dalam sumsum tulang inilah asam folat digunakan untuk membuat sel darah merah (Khomsan 2002). Apabila terjadi kekurangan asam folat maka akan menghambat proses pembentukan sel darah merah yang berdampak terhadap penurunan kadar hemoglobin sebagai salah satu indikator anemia. Pangan Sumber Seng (Zn), Fungsi dan Kaitannya dengan Status Anemia Seng banyak ditemukan pada daging, makanan laut seperti lobster, kerang, ikan, dan daging kepiting, kacang-kacangan dan produk olahan susu seperti yougurt dan keju (Almatsier 2009). Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng memiliki peran dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, dan asam nukleat. Sebagai bagian dari karbonik anhidrase dalam sel darah merah, seng berperan dalam keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Peran penting lain dari seng adalah sebagai bagian integral enzim DNA polimerase dan RNA polimerase yang diperlukan dalam sintesis DNA dan RNA. Seng juga berperan dalam perkembangan fungsi reproduksi (Almatsier 2004).

13 16 Berdasarkan Whitney & Rolfes (2008) dalam Hardiansyah (2012) seng mempengaruhi penyerapan besi. Di dalam darah, seng juga dapat berikatan dengan transferin (protein pengangkut yang berperan dalam pengangkutan besi di dalam darah). Dalam individu yang sehat, transferin biasanya kurang dari 50% jenuh terhadap besi, tetapi dalam keadaan berlebihan, kejenuhannya dapat meningkat. Diet dari makanan seharusnya mengandung porsi besi dua kali lebih besar dibandingkan dengan seng sehingga lebih sedikit transferin yang mengikat seng. Dengan demikian absorbsi seng akan lebih rendah. Jika diet menyediakan lebih besar seng daripada besi, maka penyerapan besi akan terhambat oleh seng. Angka dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Ibu Hamil Gizi pada ibu hamil merupakan hal penting yang harus dipenuhi selama kehamilan berlangsung. Risiko akan kesehatan janin yang sedang dikandung dan ibu yang mengandung akan berkurang jika ibu hamil mendapatkan gizi yang seimbang. Bersama dengan usia kehamilan yang terus bertambah, makan bertambah pula kebutuhan gizi ibu hamil, khususnya ketika usia kehamilan memasuki trimester kedua. Pada saat trimester kedua, janin tumbuh dengan sangat pesat, khususnya mengenai pertumbuhan otak dan sistem syarafnya (Sayogo 2007). Selama kehamilan, angka kecukupan zat gizi yang terkait dengan proses pembentukan hemoglobin seperti energi, protein, vitamin C, asam folat, zat besi dan seng pun meningkat berdasarkan acuan AKG 2004 dengan kondisi fisiologis ibu hamil trimester ke II. Angka kecukupan gizi energi, protein, vitamin C, vitamin A asam folat, zat besi dan seng masing-masing sebesar kkal, 67.0 g, 85.0 mg, 800 RE, µg, 26.0 mg dan 11.5 mg. Perhitungan asupan zat gizi seseorang dapat menggunakan Daftar Kecukupan Gizi (DKG) yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994). Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier 2009). Namun, angka kecukupan ini

14 17 digunakan untuk berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk (Almatsier 2002). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antar asupan zat gizi aktual (nyata) dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tingkat kecukupan zat gizi dirumuskan sebagai berikut menurut Hardinsyah & Briawan 1994: Tingkat kecukupan zat gizi = x 100% Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menurut Depkes (1996) menjadi (1) defisit tingkat berat jika <70% AKG, (2) defisit tingkat sedang jika 70-79% AKG, (3) defisit tingkat ringan jika 80-89% AKG, (4) normal jika % AKG dan (5) kelebihan jika 120% AKG. Sedangkan untuk zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral hanya dikategorikan menjadi dua yaitu kurang jika <77% AKG dan cukup jika 77% AKG (Gibson 2005).

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN PROTEIN DAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DI KOTA BOGOR ERDI HUMEID

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN PROTEIN DAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DI KOTA BOGOR ERDI HUMEID HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN PROTEIN DAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DI KOTA BOGOR ERDI HUMEID DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Status Anemia Kadar hemoglobin contoh yang terendah 9.20 g/dl dan yang tertinggi 14.0 g/dl dengan rata-rata kadar Hb 11.56 g/dl. Pada Tabel 6 berikut dapat diketahui sebaran contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik dan mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Jarak Kehamilan Pengertian jarak kehamilan a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi seimbang di Indonesia masih merupakan masalah yang cukup berat. Pada hakikatnya berpangkal pada keadaan ekonomi yang kurang dan terbatasnya pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Anemia 1. Definisi Anemia gizi adalah keadaan kadar hemoglobin dalam darah yang lebih rendah dari normal akibat kekurangan satu macam atau lebih zat-zat gizi yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 Kg dan panjang badan 50 cm (Pudjiadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi sangat berkaitan erat dengan status kesehatan masyarakat dan merupakan salah satu faktor yang menenutkan kualitas sumber daya manusia, status gizi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan suatu masalah gizi yang tersebar di seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju. Penderita anemia di seluruh dunia diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi 2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan perkembangan emosional antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) hingga dimulainya persalinan sejati, yang menandai awal masa sebelum menjelang persalinan.

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anemia Gizi Besi (AGB) masih menjadi masalah gizi yang utama di Indonesia. Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Rasmaliah,2004). Anemia dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007). 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA CICA YULIA, S.Pd, M.Si Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan status gizi untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia merupakan masalah yang sering ditemui pada remaja putri. Remaja putri termasuk dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Sedangkan anemia gizi

Lebih terperinci

makalah KEK dalam kehamilan

makalah KEK dalam kehamilan makalah KEK dalam kehamilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah

Lebih terperinci

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola makan vegetarian telah menjadi pola makan yang mulai banyak menjadi pilihan masyarakat saat ini. Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengkonsumsi produk yang

Lebih terperinci

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia A. Topik : Sistem Hematologi B. Sub Topik : Anemia C. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Umum : Setelah penyuluhan peserta diharapkan dapat mengtahui cara mengatasi terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi

Lebih terperinci