HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5."

Transkripsi

1 50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. di bawah ini : Tabel 5. Hasil Pengamatan Kadar hemoglobin Itik Perlakuan R K FA FB FC. g/dl ,80 9,00 10,00 9,40 2 8,20 9,40 9,20 9,50 3 8,20 9,20 8,40 8,80 4 9,00 9,30 9,40 9,80 5 8,30 9,80 9,30 9,50 6 8,80 9,70 9,60 9,30 Rata-rata 8,55±3,46 9,40±0,30 9,32±0,53 9,38±0,66 Ket: K = Tanpa Pemberian FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µl FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µl FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µl Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh hemoglobin itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hemoglobin telah dilakukan uji contras orthogonal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 6.

2 Tabel 6. Signifikansi Kadar Hemoglobin Itik pada level pemberian FOS yang berbeda No. Perlakuan Rata-rata Signifikansi 1 K 8,55 a 2 FB 9,32 b 3 FC 9,38 b 4 FA 9,40 b Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05) Data pengamatan pada Tabel 6, tampak bahwa rata-rata kadar hemoglobin itik cihateup fase grower tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Kadar Hb Itik Cihateup tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah yaitu 8,55 g/dl dibandingkan, dengan kelompok itik yang diberi perlakuan. Kelompok-kelompok itik yang diberi FOS dengan berbagai level yang berbeda, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pemeliharaan itik dengan cara minim air maka ternak akan menyebabkan stress sehingga akan meningkatkan penggunaan asam amino menjadi energy. Dengan demikian sintesis hemoglobin menjadi turun. Seperti diketahui bahwa pemberian FOS akan meningkatkan hemoglobin, karena FOS dapat mening katkan enzim proteolitik. Efisiensi asam amino didalam usus akan meningkat, maka dari itu ketika hemoglobin meningkat maka pembentukan sel-sel darah merah (eritropoesis) meningkat. Mekanisme eritropoiesis atau pembentukan eritrosit berasal dari sel hemositoblast yang secara kontinyu dibentuk dari sel induk primordial terdapat di sumsum tulang (Guyton, 1997). Hemositoblast membentuk eritroblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin, kemudian menjadi 51

3 52 eritroblast polikromatofilik yang mengandung campuran zat basofilik dan hemoglobin sehingga inti sel menyusut menjadi normoblast karena sitoplasma normoblast terisi hemoglobin. Sturkie (1976), melaporkan kadar hemoglobin itik betina sebesar 12,7 g/100 ml darah. Hal tersebut kemungkinan yang mempengaruhi nilai hematokrit yaitu spesies, genetik dan umur itik. Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena Fe merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Fe diangkut oleh transferin ke mitokondria, tempat dimana heme di sintesis. Jika tidak terdapat transferin dalam jumlah cukup, maka kegagalan pengangkutan Fe menuju eritoblas dapat menyebabkan anemia hipokromik yang berat, yaitu penurunan jumlah eritrosit yang mengandung lebih sedikit hemoglobin (Guyton, 1997). Gangguan dalam pembentukan eritrosit dapat mempengaruhi kadar hemoglobin itik. Hal ini sesuai pernyataan (Wardhana dkk., 2001), bahwa pengaruh kadar hemoglobin dapat disebabkan oleh kerusakan eritrosit, penurunan produksi eritrosit dan dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran eritrosit. Natalia (2008), menyatakan kadar hemoglobin berjalan sejajar dengan jumlah eritrosit. Kadar Hb kelompok itik yang sedang mengalami stress minim air maupun panas dengan tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok itik yang diberi tambahan FOS, merupakan indikasi meningkatnya laju perombakan asam amino methionine menjadi suksenil co-a. Proses perombakan ini meningkat sebagai manifestasi penyediaan energi

4 melalui jalur gluconeogenesis. Menurut Kegley dan Spears (1995) peningkatan gluconeogenesis bagi ternak yang stress meelibatkan perombakan asam-asam 53 amino antara lain methionine sebagai sumber energi. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa dalam siklus krebs methionine dirombak menjadi suksenil co- A. diketahui bahwa methionine merupakan prekusor utama sintesis Hb (Chriansen dkk., 2007). Hasil penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Kaume (2011) dikemukakan bahwa FOS mampu meningkatkan laju anabolisme atau dapat mencegah aktifnya lintasan gluconeogenesis. Berdasarkan fakta ini maka dapat dipastikan bahwa penurunan gluconeogenesis sebagai dampak pemberian FOS, menyebabkan pemakaian methionine sebagai sumber energy menjadi rendah, dengan demikian prekursor sintesis Hb tidak berkurang Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik Cihateup Fase Grower yang diberi FOS Data hasil pengamatan jumlah eritrosit dan nilai hematokrit itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

5 54 Tabel 7. Hasil pengamatan Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik R Perlakuan Fructooligosaccharide (FOS) K FA FB FC E(x10 4 ) H(%) E(x10 4 ) H(%) E(x10 4 ) H(%) E(x10 4 ) H(%) Ratarata 220,60± 43,5± 221,67± 46,5± 221,83± 46,5± 222,83± 17,78 1,04 3,07 1,04 14,91 1, Ket= K = Tanpa Perlakuan FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µl FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µl FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µl E = Eritrosit H = Hematokrit 46,67± 0,81 Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh hematokrit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hematokrit telah dilakukan uji contras orthogonal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Signifikansi Nilai Hematokrit Itik Pada Level Pemberian FOS Yang Berbeda P Rata-rata Signifikansi K 43,50 a FA 46,50 b FB 46,50 b FC 46,67 b Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda tidak terdapat pengaruh pada

6 55 jumlah eritrosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah eritrosit dan nilai hematokrit telah dilakukan uji contras orthogonal pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 8. Data pengamatan pada Tabel 7 rata-rata jumlah eritrosit itik cihateup fase grower dengan tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil analisis varians menunjukkan bahwa kelompok itik yang tidak diberi perlakuan dengan yang diberi perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit itik cihateup. Ketika insulin meningkat terjadi jumlah sel dan ukuran yang lebih besar. Dalam keadaan stress meningkatkan kortisol maka akan menurunkan anabolisme. Ketika anabolisme menurun maka terjadi kerusakan sel-sel darah merah dan akan mengalami gangguan metabolisme. Nilai hematokrit meningkat karena meningkatnya anabolisme, sehingga yang meningkat bukan hanya jumlah sel tetapi ukurannya juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sturkie, 1976) bahwa kadar hematokrit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah eritrosit dan ukuran eritrosit. Kortisol meningkat maka akan meningkatkan anabolisme sehingga ketika itik tanpa pemberian FOS hasil analisis lebih kecil dibanding dengan pemberian FOS. Nilai hematokrit itik tanpa diberi perlakuan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi perlakuan, itu karena terjadi gangguan metabolisme di darah sehigga nilai hematocrit tanpa diberi perlakuan lebih kecil dibanding dengan yang

7 56 diberi perlakuan. Hal ini menunjukkan nilai hematokrit berubah sejalan dengan perubahan erirosit. Secara normal, jumlah eritrosit berkorelasi positif dengan nilai hematokrit. Besarnya nilai hematokrit dipengaruhi oleh bangsa dan jenis ternak, umur dan fase produksi, jenis kelamin ternak, penyakit, serta iklim setempat (Sujono, 1991). Naik turunnya nilai hematokrit tergantung pada volume sel-sel darah yang dibandingkan dengan volume darah keseluruhan (Swenson, 1977). Jumlah eritrosit normal pada itik yaitu 3, /μl (Biester dan Schwarte, 1965). Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang pembentukkan eritrosit (eritropoiesis) dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang (Meyer dan Harvey, 2004). Protein merupakan unsur utama dalam pembentukan eritrosit darah. Enzim protease dalam tubuh merupakan enzim ekstraseluler yang berfungsi menghidrolisis protein menjadi asam amino yang dibutuhkan tubuh. (Wardhana dkk., 2001), menyatakan bahwa kurangnya prekusor seperti zat besi dan asam amino yang membantu proses pembentukan eritrosit akan menyebabkan penurunan jumlah eritrosit. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang diberikan sehingga akan mempengaruhi organ yang berperan dalam produksi sel darah. Efek dari gagalnya proses pembentukan eritrosit mengakibatkan bentuk makrosit yang tidak teratur dan memiliki membran sangat tipis, besar, bentuknya

8 57 oval berbeda dengan bentuk normal yaitu lempeng cekung (Guyton, 1997). Hal ini berpengaruh dalam pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh, bentuk makrosit pada itik yang tidak sempurna akan mudah lisis yang mengakibatkan masa hidup eritrosit bertambah pendek. Selain itu faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlah eritrosit diantarannya yaitu umur, nutrisi, volume darah, spesies, dan ketinggian tempat, musim, waktu pengambilan sampel, jenis antikoagulan juga dapat mempengaruhi jumlah eritrosit (Jain, 1993; Swenson, 1997) Jumlah Leukosit Itik Cihateup Data hasil pengamatan jumlah eritrosit itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Tabel 9. Hasil pengamatan Jumlah Leukosit Itik Perlakuan R (x10 2 ) Butir. K FA FB FC 1 113,3 85,00 82,70 85, ,5 82,10 81,30 92, ,6 80,90 83,60 73, ,5 83,20 82,60 83, ,70 82,60 82,10 84, ,2 81,80 82,70 81,40 Rata-rata 116,46±20,35 82,60±1,40 82,50±0,76 83,33±6,18 Ket= K = Tanpa Pemberian FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µl FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µl FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µl Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh pada

9 jumlah leukosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah leukosit telah dilakukan uji contras orthogonal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Signifikansi Leukosit Itik Pada Level Pemberian FOS yang Berbeda Perlakuan rata-rata Signifikansi FB 82,50 b FA 82,60 b FC 83,33333 b K 116,4667 a Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis polynomial orthogonal pada lampiran. 1 menunjukan bahwa pemberian FOS level berbeda tidak terdapat pengaruh pada jumlah leukosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah leukosit telah dilakukan uji contras orthogonal pada lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 9. Data pengamatan pada Tabel 9 rata-rata jumlah leukosit itik cihateup fase grower tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan FOS berbeda nyata (P<0,05). Ketika itik mengalami cekaman panas yang tinggi maka akan mengalami stress, sehingga kortisol akan naik dan menghambat laju pembentukan limposit, dengan laju pembentukan limposit yang lebih tinggi, tetapi meningkatkan netrofil. Itu sebabnya ketika stress meningkat yang masih bisa di tolerir yaitu peningkatan sel darah putih atau leukosit karena ada beberapa komponen yaitu kadar netrofil meningkat. Sebagaimana diketahui bahwa netrofil itu diferensiasi dari leukosit. 58

10 59 Jumlah leukosit yang diberi perlakuan lebih rendah karena FOS bisa menurunkan kortisol. Pembentukan neutrophil menjadi normal. Kondisi fisiologis tubuh dapat mempengaruhi jumlah limfosit itik, diantaranya faktor genetik dan faktor lingkungan. (Kusumawati, 2003) menyatakan bahwa kondisi fisiologi tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, yang termasuk faktor genetik adalah bangsa dan faktor lingkungan adalah pakan. Hal ini dapat membedakan faktor genetik dan faktor lingkungan dari jenis itik lokal betina dalam pembentukan limfosit maka jumlah limfosit berbeda. Peran penting mikroflora saluran pencernaan serta manfaatnya bagi kesehatan ternak telah lama diketahui, meskipun mekanisme kerja mikroflora saluran pencernaan tersebut tidak diketahui secara pasti namun semua ahli sepakat bahwa keseimbangan antara mikroba yang bermanfaat dengan mikroba patogen merupakan faktor penting dalam kesehatan ternak, jika keseimbangan ini terganggu maka tidak akan mempengaruhi kesehatan ternak (Snoeyenbos, 1987). Probiotik dapat meningkatkan sistem imun dengan penurunan populasi mikroba pathogen di dalam saluran pencernaan. Prebiotik berfungsi dengan baik, maka probiotik akan terkendali sehingga mampu menstimulasi sistem imunitas yang dapat meningkatkan jumlah leukosit (Budiansyah, 2004).

Kondisi Hematologik Itik Cihateup..Intan Maulidina

Kondisi Hematologik Itik Cihateup..Intan Maulidina KONDISI HEMATOLOGIK (Hb, ERITROSIT, LEUKOSIT, DAN HEMATOKRIT) ITIK CIHATEUP FASE GROWER YANG DIBERI FRUCTOOLIGOSACCHARIDE (FOS) DALAM KONDISI PEMELIHARAAN MINIM AIR HEMATOLOGIC CONDITION OF (Hb, ERITHROCYTE,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik adalah golongan unggas air dan itik merupakan hewan homoiterm yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke dalam hewan berdarah panas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Makro Ileum. Tabel 6. Rataan Panjang dan Diameter Ileum Itik Cihateup.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Makro Ileum. Tabel 6. Rataan Panjang dan Diameter Ileum Itik Cihateup. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Makro Ileum. Rataan panjang dan diameter ileum itik Cihateup setelah pemberian FOS disajikan pada Tabel 6 berikut, Tabel 6. Rataan Panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi, 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil perkawinan silang, seleksi dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian FOS terhadap Jumlah Plak Peyeri Ileum Itik Cihateup

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian FOS terhadap Jumlah Plak Peyeri Ileum Itik Cihateup IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian FOS terhadap Jumlah Plak Peyeri Ileum Itik Cihateup Rata-rata jumlah plak peyeri ileum itik Cihateup setelah pemberian FOS dapat dilihat di Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5:

HASIL DAN PEMBAHASAN. fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5: 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup pada pemberian fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5: Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kadar Asam Urat Darah Itik Cihateup Fase Grower

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kadar Asam Urat Darah Itik Cihateup Fase Grower IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kadar Asam Urat Darah Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan kadar asam urat darah itik Cihateup fase grower yang diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung atau biasa disebut ayam buras adalah salah satu ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung atau biasa disebut ayam buras adalah salah satu ayam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung atau biasa disebut ayam buras adalah salah satu ayam lokal asli Indonesia yang merupakan penghasil telur dan daging yang banyak dipelihara terutama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda. Kondisi minim air dapat menyebabkan itik mengalami stress berat dan

PENDAHULUAN. melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda. Kondisi minim air dapat menyebabkan itik mengalami stress berat dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah jenis unggas air yang berbeda dengan yang lain dan memiliki kemampuan termoregulasi yang lebih rendah dari unggas lainnya. Itik mempunyai sifat yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata ala

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata ala KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata ala atas berkat rahmat dan hidayah-nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa juga, shalawat serta salam tetap tercurah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Nekrosis Sel-Sel Ileum Itik Cihateup Fase Grower

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Nekrosis Sel-Sel Ileum Itik Cihateup Fase Grower IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Nekrosis Sel-Sel Ileum Itik Cihateup Fase Grower Pengaruh pemberian minyak buah makasar terhadap nekrosis sel-sel ileum itik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah Sel darah merah berperan membawa oksigen dalam sirkulasi darah untuk dibawa menuju sel dan jaringan. Jumlah sel darah merah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan osmotik serta stres panas. Itik akan mengalami kesulitan

PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan osmotik serta stres panas. Itik akan mengalami kesulitan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik sangat rentan terhadap cuaca panas ditambah lagi dengan sistem pemeliharaan minim air menyebabkan konservasi air oleh ginjal lebih banyak dan meningkatnya tekanan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Protein Hati Itik Cihateup Rata-rata kadar protein hati pada itik Cihateup yang diberi minyak buah makasar (MBM) pada kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae. Kambing PE merupakan kambing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal saat ini menjadi salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat luas untuk dikonsumsi baik dalam bentuk telur maupun dagingnya. Tingkat keperluan terhadap

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri di Indonesia yang tumbuh dengan cepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. Salah satu bahan pencemar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm Pengaruh tingkat energi protein ransum terhadap total protein darah ayam lokal Jimmy

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah pangan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan makanan merupakan salah satu sumber bahan pakan alternatif yang sering digunakan dalam dunia peternakan. Penggunaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menjadi lebih sederhana, yaitu dengan sistem pemeliharaan minim air. Itik Cihateup merupakan unggas air yang memiliki Thermo Neutral Zone

PENDAHULUAN. menjadi lebih sederhana, yaitu dengan sistem pemeliharaan minim air. Itik Cihateup merupakan unggas air yang memiliki Thermo Neutral Zone I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik secara fisiologis terbiasa dengan air, keadaan ini membuat sistem pemeliharaan itik Cihateup tergolong rumit dan menjadi kurang diminati. Beberapa penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci termasuk hewan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci termasuk hewan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci termasuk hewan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dan tidak dapat merncerna serat-serat secara baik, sehingga kelinci disebut pseudoruminansia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di pelosok masyarakat. Unggas merupakan penyumbang terbesar keperluan daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Pasca Tetas Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang dikenal dengan Gallus Bankiva (Card dan Nesheim, 1979). Ayam kedu banyak ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil analisis jumlah eritrosit darah. Berdasarkan analisis stastik jumlah eritrosit hasil perlakuan adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Rokok bukan sekedar asap yang ditelan, nikotin yang terkandung pada asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Darah Gambaran darah merupakan salah satu parameter yang menjadi indikasi adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi (mikroorganisme)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT PADA BERBAGAI JENIS ITIK LOKAL TERHADAP PENAMBAHAN PROBIOTIK DALAM RANSUM

JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT PADA BERBAGAI JENIS ITIK LOKAL TERHADAP PENAMBAHAN PROBIOTIK DALAM RANSUM JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT PADA BERBAGAI JENIS ITIK LOKAL TERHADAP PENAMBAHAN PROBIOTIK DALAM RANSUM THE CONCENTRATION OF ERYTHROCYTE, HEMOGLOBIN, AND HEMATOCRYTE ONMANY KINDS OF

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiranbutiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kirakira 15gr setiap 100 ml

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Formula Sinbiotik Terpilih Aktivitas antimikroba formula yogurt sinbiotik dilakukan dengan metode kontak dimana kombinasi formula yogurt sinbiotik yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun tiap tiap kelompok mempunyai peredaran darah tertentu yang mempunyai anotomi

BAB I PENDAHULUAN. namun tiap tiap kelompok mempunyai peredaran darah tertentu yang mempunyai anotomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem peredaran darah semua hewan vertebrata mempunyai pola umum yang sama, namun tiap tiap kelompok mempunyai peredaran darah tertentu yang mempunyai anotomi organ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb Rata-rata kadar Besi (Fe) darah puyuh hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi

Lebih terperinci

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at : Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 439 444 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PERFORMANS DARAH KAMBING PERANAKAN ETTAWA DARA YANG DIBERI RANSUM DENGAN TAMBAHAN UREA

Lebih terperinci

STATUS HEMATOLOGIS PADA DOMBA EKOR GEMUK JANTAN YANG MENGALAMI TRANSPORTASI

STATUS HEMATOLOGIS PADA DOMBA EKOR GEMUK JANTAN YANG MENGALAMI TRANSPORTASI STATUS HEMATOLOGIS PADA DOMBA EKOR GEMUK JANTAN YANG MENGALAMI TRANSPORTASI D. Nurrasyidah, A. Yulianti, dan A. Mushawwir Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Kecubung Kecubung termasuk tumbuhan perdu yang tersebar luas di daerah yang beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Darah Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa metabolisme sel ke organ eksternal,

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK Retikulosit merupakan eritrosit muda, sehingga jika terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci